Anda di halaman 1dari 6

4.3.

1 Pengaruh Temperatur Pada Diagram Keseimbangan Fase


Saling kelarutan dari suatu sistem biner cairan dengan kelarutan sebagian bisa naik
atau turun dengan temperatur, tergantung pada rentang temperatur yang digunakan.Sistem
mungkin mempunyai suatu temperatur pelarutan kritis atas atau bawah.Atau keduanya.Pada
temperatur diatas temperatur kelarutan kritis atas dan dibawah temperatur kelarutan kritis
bawah sistem biner menjadi larut sempurna dalam segala komposisi.Gambar 4.8
memperlihatkan pengaruh temperatur pada saling kelarutan dari sistem air-fenol-anilin.Pada
rentang temperatur 50oC sampai 160oC.

Gambar 4.1 Pengaruh temperatur pada saling kelarutan sistem air-fenol-anilin.


Ketiga sistem biner kelarutannya naik dengan temperatur dan sistem ternernya juga
demikian menjadi larut sempurna pada dan diatas temperatur kelarutan kritis dari sistem
anilin-air.Sifat serupa kenaikan kelarutan dengan temperatur jaga dipunyai sistem air-fenol-
aseton. (gambar 4.9) dengan perbedaan bahwa sistem ini mempunyai suatu temperatur
kelarutan kritis terner sebenarnya pada 92oC.

Gambar 4.2 Pengaruh temperatur diagram fase sistem air-fenol-aseton.


Sebaliknya, saling kelarutan sistem terner air-etileter-trietilaimin gambar 4.10
menurun dengan kenaikan temperatur paling tidak pada rentang temperatur 0oC – 30,5oC

235
Gambar 4.3 Pengaruh temperatur pada diagram fase sistem terner air-etilester-
trietilamin.

4.3.2 Prosedur Pembuatan Diagram Kesetimbangan Terner

Sebagai ilustrasi diterangkan cara memperoleh diagram kesetimbangan fase sistem


vinil asetat-asam asetat-air.

1. Gambar ketiga titik sudut segitiga (vinil asetat-asam asetat-air)

Gambar 4.4 Draf pembuatan diagram fase system.


2. Kedalam beaker glass masukkan 100g vinil asetat tambahkan

Tetes demi tetes air sehingga terjadilah penebalan lapisan dasar yang menunjukkan
awal pembentukan dua lapisan. Catat jumlah air yang ditambahkan, katakanlah0,2g air
100
maka komposisi titik ini adalah vinil asetat X 100 %=99,8 % dan air=
100+0,2
0,2
X 100 %=0,2 % Yang tidak lain adalah larutan jemuh air dalam vinil asetat
100+0,2
(katakanlah titik D)

236
3. Kedalam beaker glass masukan 100g air tambahkan setetes-setetes vinil asetat
sehingga terjadi penebalan permukaan yang menunjukkan awal pembentukkan dua
fase atau lapisan. Catat jumlah vinil asetat yang ditambahkan, misalnya 2,5gvinil
asetat.

2,5
Maka komposisi titik ini adalah vinil asetat = X 100 %=2,5 % air=
100+2,5
100
X 100 %=97,5 % .
100+2,5

4. Persiapkan 9 buah beaker, masukkan kedalamnya vinil asetat dan air dengan
komposisi berturit-turut 90% vinil asetat-10%air, 80%vinil asetat-20%air, 70%vinil
asetat-30%air; 70%vinilasetat-30%air,60%vinil asetat-40%air,50%vinil asetat-50%air,
40%vinil asetat-60%air,30%vinil asetat-70%air,20%vinil asetat-80%air,10%vinil
aseta-90%air. Semua dalam %berat semuanya terdiri dari 2 lapisan karena
komposisinya terletak antara 99,8% vinil asetat-0,2%air dan 2,5%air-97,5%vinil
asetat.

VA 90gr A10gr VA 80gr A 20gr VA 70gr A 30gr VA 60gr A 40gr VA 50gr A 50gr

VA 40gr A60gr VA 30gr A70gr VA 20gr A80gr VA 10gr A90gr

Keterangan : VA= venil asetat , A=air

Kedalam setiap beaker gelas ditambahkan tetes demi tetes asam asetat sehingga menjadi satu
lapisan. Timbang asam asetat yang ditambahkan dan hitung komposisi masing-masing

237
sebagaimana ditunjukkan oleh titik-titik h,i,j,k,l,m,n,o dan p (lihat gambar 4.11) diagram
keseimbangan diperoleh dari data hasil percobaan. Kurva kesetimbangan terner vinil astetat-
asam asetat- air pada temperatur tertentu diberikan pada gambar 4.12.

Gambar 4.12 Hasil Kurva kesetimbangan terner vinil asetat- asam asetat- air

4.4 KESETIMBANGAN FASE SISTEM TERNER TIPE-2

Gambar 4.13 menunjukkan diagaram keseimbangan fase pada temperatur konstan untuk
sistem terner tipe 2.

Gambar 4.13 Diagram keseimbangan fase sistem terner tipe-2 padatemperatur


konstan.
Sistem biner cairan A dan B dan cairan B dan C larut dalam segala proporsi,
sementara sistem biner cairan A dan C larut sebagian satu sama lain. Campuran A dan C yang
mempunyai rentang m-n akan terpisah menjadi dua fase cairan satu fase mempunyai
komposisi yang di tunjukan oleh titik m dan fase cairan lainnya mempunyai komposisi yang
ditunjukan oleh titik n. kedua fase itu dalam keadaan keseimbangan. Jelaslah bahwa suatu
campuran terner tertentu juga akan terpisah kedalam fase cairan seperti campuran dibawah
gambar keseimbangan (kurva binodal) m k n, yang terbentuk dalam penambahan B kedalam
campuran A dan C dengan komposisi antara m dan n. Pada keadaan keseimbangan komposisi
fase cairan konjugat masing-masing ditunjukan oleh suatu titik pada kurava m k n. sehingga
kurva m k n adalah kurva keseimbangan untuk sistem terner pada suatu temperatur dan
didefinisikan sebagai pembatas antara komposisi terner kelarutan parsial dan sistem terner
kelarutan sempurna. Sebagai contoh suatu campuran terner dengan komposisi menyeluruh

238
yang ditunjukan oleh titik a (gambar 4.13) akan terpisah menjadi dua fase satu mempunyai
komposisi yang ditunjukan oleh titik g dan satu lainnya yang ditunjukan oleh titik h pada
keadaan kesetimbangan. Garis gh yang menghubungkan titik-titik kedua komposisi dari dua
fase konjugat disebut tie-line (garis penghubung). Garis ed tie-line lainnya, titik k pada kurva
kesetimbangan yang dikenal sebagai “consolate-point” atau “plait point” dari sistem pada
suatu temperatur. Dua fase konjugat yang mendekati komposisi k jelaslah menjadi identik
(sama) dalam komposisi dan melebur menjadi satu fase. Titik “consolute membagi kurva
kesetimbangan kedalam suatu cabang yang memberi komposisi fase kaya akan A dan cabang
yang kedua yang memberi kiomposisi fase yang kaya akan C. setiap titik didalam segitiga
diluar kurva kesetimbangan menunjukkan campuran terner dengan kelarutan sempurna
membentuk suatu fase tunggal. Menurut diagram kesetimbangan gambar 4.13 cairan C dapat
dipakai sebagai solvent untuk memisahkan campuran cairan A dan B atau cairan A dapat
dipakai untuk memisahkan campuran cairan B dan C. Bilamana C dipilih sebagai solven
maka B adalah solute dan A adalah diluent campuran biner A dan B, bilamana A dipilihn
sebagai solvent, B tetap sebagai solute dan C adalah diluent campuran biner B dan C.
Perhatikan suatu campuran dari A dan B yang ditentukan oleh titik m dalam gambar
4.14 jumlah solvent minimum (cairan C) yang diperlukan untuk ekstraksi ditentukan oleh titik
d.

Gambar 4.14Ilustrasi solvent minimum


dan bilamana digunakan sejumlah lebih besar dari itu akan terjadi dua fase cairan dan jumlah
solvent maksimum, yang bisa dipakai ditunjukkan oleh titik i dan untuk maksud ekstraksi
jumlah solvent yang dipakai hendaknya sedemikian sehingga membentuk suatu komposisi
menyeluruh antara d dan i pada garis d.i. untuk suatu komposisi menyeluruh yang diberikan
oleh titik o, gambar 4.14, komposisi fase-fase konjugat akan diberikan oleh titik e dan r,
keduanya pada keadaan kesetimbangan. Atas dasar bebas pelarut campuran aslinya dengan
komposisi m telah terpisah oleh rafinat dengan komposisi yang diberikan oleh titik h, dan
suatu ekstrak yang diberikan oleh titik k.Campuran cairan A dan B yang mengandung lebih
banyak B yang ditunjukan oleh titik n tidak bisa diekstraksi dengan cairan C pada temperatur
tertentu karena tidak ada pemisahan fase bilamana ditambahkan pada jumlah berapa saja. Dan
juga titik n merupaka konsentrasi tertinggi ekstrak bebas-solvent dalam solute B yang secara
teoritis dapat diperoleh.
Diagram keseimbangan dibuat dari data yang diperoleh dari percobaan. Kurva
konjugasi atau kurva tie-line juga bisa diikutsertakan dalam diagram, contohnya terlihat pada
gambar 4.14 bilamana komposisi satu fase ( katakanlah ekstrak diketahui maka komposisi
lainnya (rafinat)) pada keseimbangan segera dapat diperoleh dari kurva konjugasi.
239
Gambar 4.15 Diagram keseimbangan fase dan kurva kunjugasi.
Sampai tahap ini belum nampak arti pemisahan atau pemurnian secara ekstraksi
berikut ini adalah dua buah ilustrasi untuk mengantar bahwa ekstraksi merupakn metode
pemisahan atau pemurnian.

240

Anda mungkin juga menyukai