Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK II
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan
RahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah matakuliah
Kepemimpina mengenai “Kepemimpinan Masyarakat Aceh”.
Tak lupa Penulis berterimakasih juga kepada Bapak Dr. Arif Rahman, M.Pd
yang sudah memberikan bimbingannya dan juga kepada beberapa pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan tugas makalah matakuliah Kepemimpinan
yang sampai dihadapan pembaca pada saat ini.
Penulis juga menyadari bahwa makalah yang penulis tulis ini masih banyak
kekurangan. Karena itu sangat diharapkan bagi pembaca untuk menyampaikan saran
atau kritik yang membangun demi tercapainya penyusunan makalah ini agar lebih
baik.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3
2.1 Pengertian Kepemimpinan...........................................................................3
2.2 Nanggroe Aceh Darussalam ........................................................................4
2.3 Masyarakat Aceh..........................................................................................5
2.4 Suku Gayo....................................................................................................6
2.5 Kebudayaan Suku Gayo.............................................................................. 8
2.6 Sistem Pemerintahan di Daerah Gayo..........................................................9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
kepemimpinan dalam masyarakat gayoberbeda. Oleh karena itu, dirasa perlu untuk
menampilkan kembali bentuk-bentuk kepemimpinan Aceh yang ideal agar dapat
dikenal dan diketahui oleh kalangan masyarakat secara luas, baik formal maupun
informal
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
pemimpin seharusnya tidak hanya menilai perilakunya sendiri untuk memengaruhi
orang lain, tetapi juga harus mengerti posisi mereka dan bagaimana cara
menggunakan kekuasaan untuk memengaruhi orang lain sehingga menghasilkan
kepemimpinan yang efektif. Kekuasaan (power) seringkali diartikan sebagai
pengaruh (influence) atau otoritas (authority). Seseorang memiliki kekuasaan
dikatakan sebagai seseorang yang berpengaruh atau seseorang mempunyai
otoritas/wewenang untuk melakukan sesuatu. Pengertian kekuasaan seperti yang
dikemukakan oleh Walter Nord (Thoha, 2010) adalah kemampuan untuk
memengaruhi aliran, energi, dan dana yang tersedia untuk suatu tujuan yang berbeda
secara jelas dengan tujuan lainnya. Definisi kekuasaan juga banyak dikemukakan
oleh para ahli lainnya seperti Bierstedt yang mengemukakan kekuasaan adalah
kemampuan untuk menggunakan kekuatan, Roger mengemukakan kekuasaan adalah
suatu potensi dari suatu pengaruh. Secara sederhana, kepemimpinan adalah setiap
usaha untuk memengaruhi, sementara itu kekuasaan dapta diartikan sebagai suatu
potensi pengaruh dari seorang pemimpin. Jadi kekuasaan merupakan salah satu
sumber seorang pemimpin untuk mendapatkan hak untuk mengajak atau
memengaruhi orang lain. Sedangkan otoritas dapat dirumuskan sebagai suatu bentuk
khusus dari kekuasaan yang biasanya melekat pada jabatan yang ditempati oleh
pemimpin.
Wilayah budaya Gayo adalah salah satu wilayah budaya yang masuk ke dalam
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Wilayah budaya ini dihuni oleh masyarakat
atau suku Gayo dengan kebudayaannya yang khas. Selain itu, wilayah ini juga
menjadi bahagian dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang kuat dengan nilai-
nilai dan penerapan syariat Islam, termasuk ekspresinya dalam kesenian Islam, seperti
pada tari saman.
Nanggroe Aceh Darussalam adalah salah satu provinsi yang mendapat status
otonomi istimewa. Daerah ini terletak di bagian paling utara pulau Sumatera. Di
daerah ini pada abad kesebelas terdapat dua kerajaan Islam tertua di Nusantara yaitu
4
Samudera Pasai dan Peurlak. Dari daerah ini berlangsung penyebaran agama Islam ke
seluruh wilayah Nusantara. Pada saat Sultan Ali Mughayatsyah memerintah Aceh,
tahun 1514-1530, Kerajaan Aceh mencakup wilayah: Pasee, Peurlak Aru, Piedie, dan
Lamno (Pemerintah Daerah Istimewa Aceh 1972:5). Kerajaan Aceh memiliki tentara
yang kuat, maka tak heran daerah Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara sampai
Melaka pernah menjadi daerah taklukannya pada abad keenam belas. Diperkirakan
sebagian orang Aceh sudah migrasi ke Sumatera Timur sejak adanya kontak antara
kedua daerah ini, baik melalui penaklukan, perdagangan, dan penyebaran agama
Islam. Ulama dari Sumatera Utara yang terkenal menjadi bagian dari ulama Kerajaan
Aceh adalah Hamzah Fansuri yang berasal dari Pantai Barus Sumatera Utara.
5
kebanyakan dipakai tanda pepet (bunye). (Keaneka Ragaman Suku dan Budata Di
Aceh, 1998:8)
6
antara lain oleh lingkungan alam, yang dalam rentang waktu yang lama tidak ada
prasarana perhubungan dan prasarana komunikasi, sehingga mereka sulit
mengembangkan interaksi dan hubungan. Inilah salah satu sebab sehingga
menimbulkan variasi budaya termasuk logat bahasa ucap. Keadaan alam dan
keterbatasan prasarana komunikasi masih tampak sampai pada masa-masa terakhir
ini.
Suku Gayo menurut daerah kediaman dan tempat tinggalnya dapat dibagi
dalam 4 daerah, yaitu: (1) Gayo laut, atau disebut dengan Gayo laut Tawar, yang
mendiami sekitar danau Laut Tawar. (2) Gayo Deret atau Gayo Linge, yang
mendiami daerah sekitar Linge dan Isaq, (3) Gayo Lues yang mendiami daerah
sekitar Gayo Lues, dan Gayo Serbejadi, yang mendiami daerah sekitar Serbejadi dan
Sembuang Lukup, termasuk kedalam daerah Aceh Timur. (4) Sedang suku Alas
berdiam di daerah Alas yang berbatasan dengan daerah Gayo Lues. Pada saat ini
Etnik Gayo merupakan masyarakat asli yang mayoritas mendiami wilayah kabupaten
Aceh Tengah, propinsi Daerah Istimewa Aceh. Letak wilayahnya berada di
pedalaman. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara, sebelah
Timur berbatasan dengan kabupaten Aceh Timur, dan sebelah Utara berbatasan
dengan kabupaten Aceh Utara dan sebelah Barat berbatasan dengan kabupaten Aceh
Barat. Keadaan alam yang bergunung-gunung merupakan bagian dari rangkaian
Bukit Barisan yang membujur sepanjang Pulau Sumatera.
Penduduk Suku Gayo Laut, Gayo Lues, dan Alas, terkenal sebagai penanam
tembakau, kopi, dan peternak kerbau di seluruh Aceh, Sumatera Timur, Karo, dan
Tanah Batak. Tembakau Gayo sedap rasanya, halus irisannya, harum baunya, dan
sangat digemari di pasaran nasional dan internasional. Kopi Arabica hanya tumbuh
khusus di daerah Gayo Laut, dan terkenal seluruh Aceh, Sumatera Timur, dan daerah-
daerah lain. Rasanya lebih enak dibandingkan dengan kopi Robusta. Di zaman
kependudukan Belanda kopi Arabica dari Gayo Laut ini dijadikan barang ekspor,
sedang dimasa Indonesia merdeka, kopi Arabica menjadi barang ekspor penting di
samping tembakau dan lain-lain. Dalam kesehariannya, masyarakat Gayo pada
umumnya, selain menggunakan bahasa Indonesia (melayu), mereka memakai bahasa
7
Aceh, Gayo dan Alas. Bahasa ini digunakan pada berbagai aktivitas sosial dan
budaya masayarakatnya seperti pada khutbah, pengajian, dan pelajaran agama Islam.
8
2.6 Sistem Pemerintahan di Daerah Gayo
Sistem pemerintahan yang dimaksud disini ialah sistem pemerintahan Tanah
Gayo dan Alas di zaman setelah masuknya agama Islam, dan terutama sekali setelah
Tanah Gayo dan Alas menjadi wilayah kerajaan Islam Aceh. Meskipun sistem
pemerintahan dari kerajaan Islam Aceh, mempunyai pola umum yang sama untuk
seluruh wilayahnya, tetapi sistem pemerintahan di Tanah Gayo mempunyai “ciri-ciri”
tersendiri.
Sistem pemerintahan di Tanah Gayo adalah suatu sistem yang berdasarkan
Hukum Adat, Hukum Adat bersumber dan berlandaskan hukum Islam dan Hukum
Adat tidak tertulis. Tetapi hukum Islam adalah hukum tertulis, berdasarkan Qur’an
dan Hadits Nabi. Jadi meskipun hukum adat tidak tertulis, tetapi sumber dan
landasannya adalah hukum tertulis yaitu dari Qur’an dan Hadist Nabi. Keputusan
mengenai hukum adat yang bertentangan dengan hukum Islam, maka setelah
mendengarkan pendapat Imam, hukum adat harus dikesampingkan dan hukum Islam
yang harus dilaksanakan.
Hukum Islam adalah kuat terhadap hukum adat dalam pelaksanaan hukum di
Tanah Gayo. Hubungan antara kedua hukum adat dan hukum agama ini adalah jalin
berjalin yang sangat erat, sebagaimana dilukiskan dalam kata-kata adat Gayo
“Hukum ikanung edet, edet ikanung Agama”. Artinya setiap hukum mengandung
adat, dan setiap adat mengandung agama. Hukum adat adalah anak kandung dari
hukum agama. Dengan perkataan lain, hukum adat di dalam pemerintahan Tanah
Gayo pada hakikatnya adalah merupakan “pancaran dari hukum Islam.” Walaupun
demikian sering juga terjadi praktek sengketa antara hukum adat dengan hukum
agama yang kadang-kadang hukum Islam dikesampingkan. Hal ini dapat dapat terjadi
dalam hal, apabila sang raja tidak mengerti ajaran agama dan hukum-hukum Islam
atau karena sang raja berlaku sewenang-wenang atau oleh faktor-faktor lain.
Prinsip-prinsip yang terkandung dalam kata-kata adat Gayo ini
menggambarkan sesuatu pemerintahan berdasarkan hukum adat yang bersumber dari
hukum Islam dengan mengindahkan prinsip musyawarah untuk mufakat. Suatu
prinsip gotong royong yaitu semacam sistem demokrasi yang dikenal zaman ini.
9
Sistem kepemimpinan ini terangkum dalam pranata Sarak Opat, yang mempunyai
empat unsur kepemimpinan seperti tersebut di atas. Masing-masing unsur ini
mempunyai empat unsur kepemimpinan seperti di atas. Masing-masing unsur ini
mempunyai peranan sendiri. Selain itu, setiap unsur itu bisa mendapat sanksi tertentu
apabila melakukan kesalahan atau penyimpangan peran atas kekeramatannya tadi.
Raja sebagai unsur pimpinan utama mempunyai sifat keramat yang disebut musuket
sipet, ini berarti raja memiliki sifat dan bertindak adil , bijaksana, kasih sayang, suci,
dan benar. Petue (ketua) mempunyai sifat keramat yang disebut musidik sasat, artinya
teliti, peka dan cepat tanggap. Sementara itu imam (pimpinan agama) memiliki sifat
keramat yang disebut muperlu sunet. Ia memiliki kewibawaan dengan memberikan
contoh tauladan kepada anggota masyarakat tentang hal-hal yang wajib, perlu, sunat
untuk dikerjakan sesuai dengan kaidah-kaidah agama. Ia juga mengawasi dan
melarang perbuatan makruh, perbuatan yang menimbulkan mudarat. Demikian pula
dengan unsur kepemimpinan lain yang mempunyai kekeramatan sesuai dengan
jabatannya masing-masing. (Rusdi dkk., 1998:12-15)
10
BAB III
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
1. Kepemimpinan merupakan suatu proses untuk memengaruhi aktivitas kelompok.
Kepemimpinan juga berarti sebuah hubungan yang saling memengaruhi antara
pemimpin dan pengikutnya walaupun cukup sulit menggeneralisir, pada
prinsipnya kepemimpinan berkenaan dengan seseorang memengaruhi perilaku
orang lain untuk suatu tujuan. Tapi bukan berarti bahwa setiap orang yang
memengaruhi orang lain untuk suatu tujuan disebut pemimpin. Kepemimpinan
merupakan kemampuan memeroleh kesepakatan pada tujuan bersama.
2. Secara umum, masyarakat Aceh terdiri atas kelompok-kelompok etnik (suku
bangsa), yaitu: (1) Aceh Rayeuk, (2) Gayo, (3) Alas, (4) Tamiang, (5) Kluet, (6)
Aneuk Jamee, dan (7) Semeulue. Jadi gayo merupakan salah satu suku yang
termasuk dalam masyarakat Aceh.
3. Sistem pemerintahan di Tanah Gayo adalah suatu sistem yang berdasarkan
Hukum Adat, Hukum Adat bersumber dan berlandaskan hukum Islam dan
Hukum Adat tidak tertulis.
4. Raja sebagai unsur pimpinan utama mempunyai sifat keramat yang disebut
musuket sipet. Petue (ketua. Sementara itu imam (pimpinan agama) disebut
muperlu sunet.
2.2 Saran
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan.oleh karena itu,penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca agar dapat pembuatan makalah selanjutnya menjadi lebih baik.
11
DAFTAR PUSTAKA
12