Anda di halaman 1dari 72

HUBUNGAN USIA DAN JENIS KELAMIN DENGAN KELUHAN

PENYAKIT REMATIK DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA


GAU MABAJI KABUPATEN GOWA

HARIYANI
2102021

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2007
HUBUNGAN USIA DAN JENIS KELAMIN DENGAN KELUHAN PENYAKIT

REMATIK DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA GAU MABAJI

KABUPATEN GOWA

SKRIPSI

Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk

Mencapai Gelar sarjana keperawatan

HARIYANI
2102021

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
YAYASAN GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2007
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipertahankan dan disetujui oleh tim penguji skripsi STIK-GIA

Makassar pada hari Kamis tanggal 8 November 2007.

TIM PENGUJI

1. Hj. Hamsiah Hamzah, SKM. M.Kep. (..................................)

2. Hj. Saenab Dasong, SKM. M.Kep. (..................................)

3. Hj. Musdalifa, SKM. (..................................)

4. H. Sumardin Makka, SKM. M.Kes. (..................................)

5. Zaenal, S.Kep, Ns. (.................................)

Mengetahui,

Ketua STIK-GIA Makassar

H. Sumardin Makka, SKM. M.Kes.


HUBUNGAN USIA DAN JENIS KELAMIN DENGAN KELUHAN PENYAKIT
REMATIK DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA GAU MABAJI
KAB. GOWA

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

(H. Sumardin Makka, SKM.M.Kes) (Zaenal, S.Kep, Ns)


ABSTRAK

HARIYANI, “Hubungan Usia dan Jenis Kelamin dengan Keluhan


Penyakit Rematik di Panti Sosial Tresna Wredha Gau Mabaji Kab. Gowa”
(Dibimbing oleh H. Sumardin Makka, Zaenal).
Lanjut usia (lansia) adalah proses penuaan secara alamiah dimana
perubahan ini dapat menimbulkan masalah fisik, mental, sosial ekonomi dan
psikologi. Masalah fisik sering dihubungkan dengan penuaan adalah masalah
musculoskeletal antara lain : Rematik, arthritis, arthritis rematoid, arthritis pirai
pada lansia, rematik menjadi masalah karena sering ditemukan dan menjadi
faktor utama terjadinya penyakit tulang pada lansia.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dan mengetahui hubungan
usia dan jenis kelamin dengan keluhan penyakit rematik di Panti Sosial
Tresna Wredha Gau Mabaji Kab. Gowa, yang secara khusus bertujuan untuk
mengetahui hubungan usia dan jenis kelamin.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pengambilan sampel
secara total sampling. Populasi adalah semua lansia di PSTW Gau Mabaji
Kabupaten Gowa. Sampel ini sesuai kriteria inklusi. Variabel yang diteliti
adalah umur, jenis kelamin, rematik. Data yang diperoleh melalui observasi
langsung dan wawancara berstruktur dengan menggunakan kuesioner
berdasarkan analisa univariat didapatkan hubungan yang lebih banyak antara
lain : umur 60-70 tahun, jenis kelamin perempuan di PSTW Gau Mabaji Kab.
Gowa.
Kesimpulan penelitian ini adalah kasus rematik cukup banyak di Panti
Sosial Tresna Wredha Gau Mabaji Kabupaten Gowa.
Adapun saran bagi PSTW Gau Mabaji Kabupaten Gowa yaitu agar
lebih memperhatikan lansia dimana seminggu sekali mengontrol
kesehatannya seluruh lansia di PSTW.

Kata kunci : Keluhan rematik


Daftar pustaka : 1996-2007
ABSTRACT

HARIYANI, “Correlation Between Age and Gender With Rheumatic


Complaint in Social House of Tresna Wredha Gau Mabaji, Gowa
Regency” (Supervised by H. Sumardin Makka, Zaenal).
Elderly is an natural aging process in which this change can result in
physical, mental, social economic ad psychological problems. Physical
problems usually attributed to aging is musculoscleteal including: rheumatic,
arthritis, arthritis rheumatoid, gout arthritis in elderly. Among these, rheumatic
become a problem because it is always found to be the main factors of bone
diseases occurrence in elderly.
This study was aimed to find out and to know the correlation between
age and gender with rheumatic complaint in Social House of Tresna Wredha
Gau Mabaji, Gowa Regency, which specifically to know the correlation
between age and gender.
This was a descriptive study with total sampling method. The
population were the whole elderly in PSTW Gau Mabaji Gowa Regency. This
sample met the inclusion criterion. The variable observed were age, gender,
and rheumatic. The data obtained by direct observation and structured
interview using questionnaire based on univaratiet analysis indicated that the
more relation was between: age group of 60 – 70, female gender in PSTW
Gau Mabaji Gowa Regency.
Based on these results, it was concluded that rheumatic case is
prevalent in Social House of Tresna Wredha Gaua Mabaji, Gowa Regency.
It was suggested that PSTW Gau Mabaji Gowa Regency place more
attention to the elderly by weekly control the health condition of the whole
elderly in PSTW.

Keywords : Rheumatic
Bilibiography : 1996-2007
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas

segala limpahan berkat dan rahmat dan kesempatan sehingga penulis dapat

melaksanakan dan merampuhkan penulisan penelitian ini.

Penulis sangat menyadari bahwa hasil penelitian ini masih sangat jauh

dari kesempurnaan, akan tetapi dengan segal kerendahan hati, penulis

memberanikan diri untuk mempersembahkannya sebagai wujud katerbatasan

kemampuan yang penulis miliki, olehnya itu koreksi, saran dan kritikan yang

sifatnya membangun penulis hargai untuk menyempurnakan penelitian

serupa dimasa akan datang.

Penulis bersyukur dan berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada

ayah dan ibunda tercinta M. Arif Sewang dan Enda, kupersembahkan harga

ini untuk ayah dan ibunda, terima kasih atas segala pengorbanan, kesabaran,

doa dan kasih sayangnya dalam membesarkan dan mendidik penulis tanpa

mengeluh dan bosan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas-tugas

akademik dengan baik, terima kasih juga kepada tanteku Munasia, omku M.

Kasim, dan sepupuku Mawaty yang telah membantu memberikan doa,

motivasi, dan materi selama penulis menempuh pendidikan.

Perkenangkan pula penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-

tingginya kepada bapak H. Sumardin Makka, SKM. M. Kes selaku

pembimbing pertama dan Bapak Zaenal, S. kep, Ns selaku pembimbing


kedua yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan meluangkan waktu,

tenaga dan pikiran untuk memberikan perhatian, bimbingan serta arahan

kepada penulis.

Tak lupa penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. H. A. M. Aras Mahmud, selaku ketua yayasan Sekolah

Tinggi Ilmu Keperawatan Gema Insan Akademik Makassar.

2. Bapak. H. Sumardin Makka, SKM M.Kes., sekolah ketua Sekolah

Tinggi Ilmu Keperawatan Gema Insan Akademik Makassar.

3. Bapak Bupati dan Kepala Badan Kesatuan Bangsa Pemerintah

Kabupaten Gowa yang telah memberikan izin untuk melakukan

penelitian di wilayah kerjanya.

4. Bapak Kepala Panti Sosial Tresma Wredha Gau Mabaji Kabupaten

Gowa beserta staf yang telah banyak memberikan informasi selama

penulis melakukan penelitian.

5. Tim penguji yang telah meluangkan waktu untuk menghadiri dalam

pelaksanaan seminar proposal hasil dan seminar sidang.

6. Pengelola dan seluruh staf Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Gowa

Insan Akademik Makassar, yang membantu peneliti dalam

mempersiapkan kelengkapan administrasi selama penyusunan skiripsi

ini.

7. Para responden yang dengan sukarela memberikan jawaban dan

tanggapan mengenai penelitian yang dilakukan.


8. Temanku Lia, Rita, Fatma, Ana, dan teman-teman angkatan 2002

yang telah banyak memberikan bantuan dukungan maupun bantuan

kepada penulis disaat-saat menyelesaikan pendidikan keperawatan.

9. Seluruh rekan-rekan keluarga mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu

Keperawatan Gema Insan Akademik yang penulis tak dapat

disebutkan satu persatu.

Atas bantuan dan dukungan selama ini, penulis berdoa semoga Allah

SWT tetap melindungi dan memberikan kesehatan kita semua… Amin.

Makassar, September 2007

Penulis

HARIYANI
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………. i

ABSTRAK .................................................................................................. ii

HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………………….... iii

KATA PENGANTAR.................................................................................. iv

DAFTAR ISI …………………………………………………………………..... vi

DAFTAR TABEL........................................................................................ vii

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang……………………………………………………... 1
B.Batasan Masalah…………………………………………………. .. 4
C.Rumusan Masalah……………………………………………….. ... 4
D.Tujuan Penelitian…………………………………………………. .. 5
E.Manfaat Penelitian……………………………………………….. … 5
F.Hipotesis Penelitian…………………………………………………6

BAB II TNJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Lanjut Usia………………………………………………... 7


B. Tinjauan Umum tentang Keluhan……………………………….… 13
C. Tinjauan Umum tentang Rematik……………………………….… 20

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

A. Kerangka Konseptual…………………………………………….… 29
B. Definisi Operasional…………………………………………….. … 30
C. Jenis Penelitian…………………………………………………… .. 31
D. Populasi dan Sampel Penelitian………………………………….. 31
E. Tempat dan waktu Penelitian……………………………………... 32
F. Teknik Pengumpulan Data………………………………………. .. 32
G. Pengolahan Data………………………………………………….. . 33
H. Etika Penelitian……………………………………………………... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Hasil …………………………………………………………………. 35
B.DeskriptifKarakteristik Responden… ……………………………… 35
C.Pembahasan ……………………………………………………….. 38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan ………………………………………………………….. 41
B.Saran ……………………………………………………………….. 41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Umur Responden Berdasarkan


Keluhan Penyakit Rematik di Panti Sosial Tresna
Wredha Gau Mabaji Kabupaten Gowa 2007................... ........
35

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden


Berdasarkan Keluhan Penyakit Rematik di Panti Sosial
Tresna Wredha Gau Mabaji Kabupaten Gowa 2007 .............
36

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Rematik Responden Berdasarkan


Keluhan Penyakit Rematik di Panti Sosial Tresna
Wredha Gau Mabaji Kabupaten Gowa 2007 ..........................
37

Tabel 4.4. Distribusi Hubungan Umur dengan Keluhan Penyakit


Rematik . .................................................................................
37

Tabel 4.5. Distribusi Hubungan Jenis Kelamin dengan Tingkat


Keluhan Penyakit Rematik ......................................................
38
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan

nasional telah diwujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu

adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu

kedokteran sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk

serta meningkatkan umur harapan hidup manusia, akibatnya jumlah

penduduk yang berusia lanjut meningkat dan lebih cepat (Nugroho. W,

2003).

Pada tahun 2010 diperkirakan lanjut usia meningkat menjadi 8,48%

dari seluruh penduduk Indonesia (19,936,895 jiwa) dengan umur harapan

hidup 65-75 tahun dan pada tahun 2020 akan menjadi meningkat menjadi

11,09% (29.120.000 lebih) dengan umur harapan hidup 70-75 tahun.

Meningkatnya umur harapan hidup dipengaruhi oleh majunya pelayanan

kesehatan, menurunnya angka kematian bayi dan anak, perbaikan gizi

dan sanitasi, meningkatnya pengawasan terhadap penyakit infeksi.

(Nugroho. W, 2003).
Saat ini diseluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia)

diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan

pada tahun 2025 akan mencapai 1 , 2 milyar (2006) (Nugroho, W 2003) .

Adapun lanjut usia dari total populasi Amerika serikat terus tumbuh

lebih cepat dibanding populasi lainnya. Proyeksi biro sensus Amerika

serikat menunjukkan bahwa lanjut usia diatas 65 tahun (22%) dibanding

usia 18 tahun (21%) dimana diperkirakan tahun 2010 terdapat 40,1 juta

lanjut usia. Dengan adanya peningkatan populasi lanjut usia berarti lebih

banyak orang sangat tua (Smeltzer 2002).

Di masa datang jumlah lanjut usia di Indonesia semakin

bertambah. Tahun 1990 jumlah lanjut usia 6,3% (11,3 juta orang), pada

tahun 2015 jumlah lanjut usia diperkirakan mencapai 24,5 juta orang dan

akan melewati jumlah balita pada saat itu diperkirakan mencapai 18,8 juta

orang, Tahun 2020 jumlah lanjut usia di Indonesia diperkirakan akan

mencapai urutan ke 6 terbanyak di dunia dan melebihi jumlah lansia di

Brasil, Meksiko dan negara Eropa (Pudijiastuti S, 2003).

Secara individu pada usia di atas 55 tahun terjadi proses penuaan

secara alamiah. Hal ini akan menimbulkan masalah fisik, mental, sosial,

ekonomi, dan psikologis. Dengan bergesernya pola perekonomian dari

pertanian ke industri, maka pola penyakit menular menjadi penyakit tidak

menular (degeneratif) (Nugroho. W, 2003).


Berdasarkan data yang diperoleh dari biro pusat statistik bahwa

jumlah penduduk usia lanjut pada tahun 2010 diperkirakan meningkat

menjadi 10,20%, dan pada tahun 2020 diperkirakan umur harapan hidup

meningkat menjadi 71,1% dari jumlah 7.800.000 orang atau 52% adalah

lansia wanita dan 7,162.400 orang atau 48 % laki-laki (Sampe. M, 2004)

Rematik merupakan penyakit muskuloskeletal yang banyak diderita

oleh kaum lanjut usia (di atas 50 tahun). Penyakit ini menyebabkan

banyak keluhan yang diderita pasien diantaranya nyeri leher, nyeri kaki,

nyeri pinggang, nyeri lutut, dan nyeri di berbagai persendian. Keluhan

yang disebabkan oleh penyakit ini sering menyebabkan kualitas hidup

pasien menjadi sangat menurun. Diperkirakan penderita rematik di dunia

telah mencapai 335 juta jiwa. Angka ini terus meningkat dan pada tahun

2025 diperkirakan 25% akan mengalami kelumpuhan akibat kerusakan

tulang dan penyakit sendi (Myrnawati, 2001).

Berdasarkan data yang diperoleh dari kunjungan klien di poliklinik

Panti Sosial Tresna Wredha Gau mabaji Kab. Gowa di mana jumlah

rematik pada tahun 2005 menduduki urutan ketiga dengan jumlah 16,0%

sebanyak 172 dari 101 orang jumlah lansia dari 24 distribusi penyakit,

kemudian pada tahun 2006 jumlah penyakit rematik menduduki urutan

pertama 17,2% sebanyak 284 dari 101 orang lanjut usia yang menderita

rematik.

Osteoarthritis merupakan penyakit rematik kronis yang paling

sering dijumpai “angka kejadian rematik meningkat dengan bertambahnya


umur, maka disebut penyakit sendi degeneratif” ujar Pramudyo. Ada dua

jenis Osteoarthritis, yaitu primer (tidak diketahui pencetusnya) serta

sekunder, dimana pencetusnya penyakit lain atau keadaan tertentu.

Sejumlah kondisi berkontribusi pada munculnya Osteoarthritis baik yang

bisa diubah maupun yang tidak. Faktor risiko yang tidak bisa diubah

seperti sejarah penyakit di keluarga, bertambahnya usia dan terlahir

sebagai perempuan (Myrnawati, 2001).

Menurut Harry, bahwa nyeri akibat rematik yang umumnya terjadi

pada sendi pinggang dapat terjadi karena gangguan kesehatan yang lain

seperti kegemukan (obesitas), hipertensi dan diabetes. Dan ini bisa

dicegah dengan mengatur gaya hidup dan pola makan serta melakukan

aktifitas fisik secukupnya (Harry, 2007).

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik melakukan

penelitian untuk mengetahui apakah ada hubungan usia dan jenis kelamin

dengan keluhan penyakit rematik di Panti Sosial Tresna Wredha Gau

Mabaji Kab. Gowa.

B. Batasan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas penelitian “Hubungan

Usia dan Jenis Kelamin dengan keluhan Penyakit Rematik di Panti Sosial

Tresna Wredha Gau Mabaji Kab. Gowa”. Ini hanya mendeskripsikan dua

variabel (usia, jenis kelamin) yang merupakan hubungan usia dan jenis

kelamin dengan keluhan pada penyakit rematik.


C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas

maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

Apakah ada hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan penyakit

rematik pada lansia?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Diketahui gambaran usia dan jenis kelamin dengan keluhan penyakit

rematik di Panti Sosial Tresna Wredha Gau Mabaji Kab. Gowa.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui hubungan usia dengan penyakit rematik pada

lansia.

b. Diketahui hubungan jenis kelamin dengan penyakit

rematik pada lansia.

E. Manfaat Penelitian

1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi satu bahan adalah

yang dapat membantu kesehatan untuk memberikan pelayanan

optimal pada lansia khususnya di Panti Sosial Tresna Wredha Gau

Mabaji Kab. Gowa.

2. Bagi peneliti merupakan pengalaman berharga dan bermanfaat

sebagai wadah latihan pengembangan diri dan ilmu yang telah


diperoleh dan dapat diaplikasikan langsung dalam mengatasi masalah

yang terjadi di dalam masyarakat.

3. Sebagai sumber khasanah ilmu pengetahuan dan dapat

digunakan sebagai kajian pertama bagi penelitian untuk menambah

teori mengenai hubungan usia dan jenis kelamin dan keluhan dari

penyakit rematik di masyarakat.

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep maka dirumuskan hipotesis penelitian

sebagai berikut:

Hipotesis Nol (Ho)

1. Tidak ada hubungan antara usia dengan keluhan rematik pada lansia

2. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan rematik

pada lansia

Hipotesis Alternatif (Ha):

1. Ada hubungan antara usia dengan keluhan rematik pada lansia

2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan rematik

pada lansia
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Lanjut Usia

1. Teori Proses Menua

Suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya sehingga dapat bertahan

terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho.

W, 2003).

Proses menua merupakan proses yang terus-menerus berlanjut

secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami oleh semua

makhluk hidup.
Proses menua setiap individu pada orang tua juga tidak sama

cepatnya adakalanya orang belum tergolong lanjut usia (masih muda)

tetapi kekurangan-kekurangan yang menyolok.

Menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1960 tentang pokok-

pokok kesehatan pasal 8 ayat 2, berbunyi dalam istilah sakit termasuk

cacat, kelemahan, dan lanjut usia.

2. Batasan-batasan Lanjut Usia (Nugroho, 2003)

a. Menurut organisasi kesehatan dunia lanjut usia

meliputi:

1) Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok

usia 45-59 tahun

2) Lanjut usia (elderly) : antara 60 dan 74

tahun

3) Lanjut usia tua (old) : 75 dan 90 tahun

4) Usia sangat tua (very old) : di atas 90 tahun

b. Menurut Muhammad, S. A. membagi periodisasi biologi

perkembangan manusia sebagai berikut:

0 – 1 tahun = masa bayi

1 – 6 tahun = masa pra sekolah

6 – 10 tahun = masa sekolah

10 – 20 tahun = masa pubertas

40 – 65 tahun = masa lanjut usia


c. Menurut Masdani, J mengatakan bahwa usia lanjut

merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi

menjadi empat bagian:

1) Fase infetus, antara 25 dan

40 tahun

2) Fase fertilitas, antara 40 dan

50 tahun

3) Fase praesenium, antara 55

dan 65 tahun

4) Fase senium antara 65

hingga tutup usia

d. Menurut Negoro, K.S. Mengelompokkan usia lanjut

sebagai berikut:

1) Usia dewasa muda (elderly adulhood) 18 atau 20–

25 tahun.

2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas

25–60 atau 65 tahun.

3) Lanjut usia (gretric age) lebih dari 65 atau 70

tahun.

4) Terbagi untuk umur 70 sampai 75 tahun (young

old),

5) 75 – 80 tahun (old),

6) Lebih dari 80 tahun (very old)


e. Menurut Undang-Undang No. 4 tahun 1985

Bantuan kehidupan orang jompo atau usia lanjut termuat dalam

pasal 1 dinyatakan sebagai berikut: “Seseorang dapat dinyatakan

sebagai seorang seorang jompo atau lanjut usia sebelah yang

bersangkutan mencapai usia 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak

berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-

hari, namun pengertian ini sudah diperbaharui dengan adanya

undang-undang nomor 13 tahun 1998, tentang kesejahteraan usia

lanjut yang berbunyi sebagai berikut : “Usia lanjut adalah

seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas (Nugroho, 2003).

3. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia

Perubahan fisiologis yang terjadi pada usia lanjut, meliputi:

a. Perubahan Sistem Cardiovasculer

1) Elastisitas, dinding aorta menurun

2) Katup jantung menebal dan menjadi kaku

3) Kemampuan jantung memompa darah menurun

1% setiap tahun sesudah umur 20 tahun, hal ini menyebabkan

menurunnya kontraksi dan volumenya

4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah; kurangnya

efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan

posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan

tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan

pusing mendadak).
5) Tekanan darah meninggi (hipertensi) diakibatkan

oleh meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sistolis

normal + 170 mmHg. Diastolis + 90 mmHg yang bisa

menyebabkan terjadinya stroke.

b. Perubahan Sistem Respiratori

1) Otot pernapasan kehilangan kekuatan dan

menjadi kaku sehingga kontraksi otot pernapasan berkurang

sehingga sulit untuk bernapas oleh karena konsumsi oksigen

yang berkurang, debu, hawa udara, asap industri, dan

kebiasaan merokok dapat mempengaruhi sistem pernapasan

lanjut usia. Penyakit yang sering diderita lanjut usia yaitu

pneumonia, biasanya diikuti oleh penyakit penyerta lainnya

seperti Tuberculosis Paru.

2) Menurunnya aktifitas silia

3) Paru-paru kehilangan elastisitas; kapasitas residu

meningkat, menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan

maksimum manurun, dan kedalaman bernapas menurun.

4) Alveoli ukurannya melebar dari biasanya dan

jumlahnya berkurang

5) Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg

6) Karbon dioksida pada arteri tidak berganti

7) Kemampuan untuk batuk sudah berkurang


8) Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan

otot pernapasan akan berkurang dengan pertambahan usia

(Nugroho, 2003).

c. Perubahan Sistem Musculoskeletal

1) Tulang kehilangan density (cauran) dan makin

rapuh

2) Kifosis

3) Pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas

4) Discus intervertebtalis menipis dan menjadi

pendek

5) Persendian membesar dan menjadi kaku

6) Tendon mengerut dan mengalami sclerosis

7) Atropi serabut-serabut otot mengecil sehingga

seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot kram dan

menjadi tremor

8) Otot-otot polos tidak terlalu berpengaruh

(Nugroho, 2003).

4. Ketakutan-ketakutan yang dialami oleh Lanjut Usia yang Meliputi

a. Ketergantungan fisik dan ekonomi

b. Sakit-sakit yang kronis misalnya:

1) Arthritis 40 %

2) Hipertensi 39 %

3) Berkurangnya pendengaran adalah tuli 28 %


4) Penyakit jantung

c. Kesepian

d. Kebosanan

5. Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lajut Usia

a. Menurut Stueglitz (1945)

Dikemukakan adanya empat penyakit yang sangat erat

hubungannya dengan proses menua yaitu:

1) Gangguan sirkulasi darah, seperti: hipertensi, kelainan

pembuluh darah, gangguan pembuluh darah di otak (koroner),

dan ginjal.

2) Gangguan metabolisme hormonal, seperti: diabetes melitus,

klimaterium, dan ketidakseimbangan tiroid.

3) Gangguan pada persendian, seperti: osteoarthritis, gout arthritis

ataupun penyakit kolagen lainnya.

4) Berbagai macam neoplasma

b. Menurut “The National Old Peoples’s Welfare Council”.

Di Inggris mengemukakan bahwa penyakit atau gangguan umum

pada lanjut usia ada 12 macam yaitu:

1) Depresi mental

2) Gangguan pendengaran

3) Bronkitis kronis

4) Gangguan pada tungkai/sikap berjalan


5) Gangguan pada koksa/sendi panggul

6) Anemia

7) Demensia

8) Gangguan penglihatan

9) Ansietas

10)Dekompensasi kordis

11)Diabetes melitus, osteomalisis

12)Gangguan pada defekasi

c. Penyakit lansia di Indonesia

Meliputi:

1) Penyakit-penyakit sistem pernafasan

2) Penyakit-penyakit kardiovaskuler dan pembuluh darah

3) Penyakit pencernaan makanan

4) Penyakit sistem urogenital

5) Penyakit gangguan metabolik/endokrin

6) Penyakit pada persendian dan tulang

7) Penyakit-penyakit yang disebabkan proses keganasan

(Nugroho, 2003).

B. Tinjauan Umum Tentang Keluhan

1. Definisi Keluhan

Keluhan adalah rasa nyeri, pembengkakan, kemerahan,

gangguan fungsi sendi dan jaringan di sekitarnya termasuk gejala


rematik, bahkan semua ganguan pada daerah sendi, otot, dan tendon

disebut rematik (Herwin, 2005).

Menurut Pramudya Riadi (2007), bagian tubuh yang biasa

diserang rematik adalah persendian jari, lutut pinggul dan tulang

panggung. Keluhan rematik merupakan penyakit degeneratif yang

sifatnya menahun dan menghambat aktifitas penderitanya kondisi ini

terjadi akibat aktifitas berlebihan (misalnya pada pemain bola yang

menggunakan waktunya secara berlebihan) atau trauma berulang

dialami sendi sehingga terjadi pada tulang dan menyebabkan rasa

nyeri jika sendi digerakkan.

Pramudya Riadi (2007) mengatakan pengelolaan dilakukan

untuk mengatasi rasa nyeri dengan kompres es dan menggunakan

obat (yang dipakai biasanya obat inti inflamasi non steroid).

Keluhan atau nyeri yang biasa disebabkan oleh rematik yang

umumnya terjadi pada sendi dan pinggang dapat terjadi karena

pengapuran sendi atau pengaruh gangguan kesehatan (Herwin,

2005).

Salah satu jenis peradangan yang disebabkan jenis rematik

yang terbanyak ditemui di Indonesia adalah untuk meringankan

penyakit tersebut, dapat dilakukan dengan olahraga ringan. Hampir

seluruh penduduk dunia pernah mengalami atau nyeri atau pegal di

bagian tubuh yang nyeri (Herwin, 2005).


Keluhan atau nyeri rematik lebih 1000 jenis namun yang sering

dijumpai di Indonesia ada empat jenis, yakni osteoarthritis yang

disebabkan oleh tulang rawan, rematik peradangan dan rematik yang

disebabkan oleh pengeroposan.

Mengurangi olah raga ringan seperti jalan kaki bermanfaat

untuk mengurangi keluhan berupa rematik karena asam, urat.

Pasalnya, jalan kaki membakar kalori, memperkuat otot dan

membangun tulang yang kuat tanpa mengganggu persendian yang

sakit (Herwin, 2005).

Myrnawati (2001) mengatakan osteoarthritis dapat disebabkan

salah satu atau beberapa hal. Antara lain pemakaian dan robekan

pada sendi yang diakibatkan usia tua. Dapat pula akibat kecelakaan

pada waktu olahraga. Bahkan ada sebagian penderita yang memang

mempunyai riwayat keluarga yang cenderung menderita penyakit ini.

2. Nyeri dan Kaku Kuduk

Gejala dan tanda osteoarthritis bervariasi. Bahkan sebagian

orang yang dalam foto rontgen telah menunjukkan adanya tanda

osteoarthritis, ternyata tidak mengeluh sama sekali. Namun sebagian

penderita justru mempunyai keluhan yang berat, bahkan hampir tidak

mampu melakukan kegiatan sehari-hari.

Gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri, kaku, dan

hangat pada sendi yang terkena. Untuk sebagian penderita, nyeri

merupakan keluhan yang paling dirasakan, sedangkan yang lain


berupa kaku maupun kelainan (deformitas) sendi. Apabila lutut dan

panggul yang terkena osteoarthritis, maka sulit untuk berjalan dan

terasa sakit sekali. Demikian pula jika tangan yang terkena, maka

kegiatan menjahit, mengetik dan membawa barang akan menimbulkan

rasa sakit. Penderita osteoarthritis sering mengalami kaku pada sendi

terutama pagi hari (morning stiffness) atau setelah lama tidak

melakukan aktifitas. Maskipun demikian, kaku sendi dapat diredakan

dengan latihan-latihan ringan. Nyeri sendi paling berat terjadi pada

malam hari, sedangkan pagi hari masih nyeri tetapi lebih ringan dan

membaik pada siang hari (Harry, 2007).

Penonjolan pada tulang yang tumbuh bersamaan dengan

osteoarthritis sering mengakibatkan deformitas, terutama pada tangan

dan jari. Pembesaran yang berupa penonjolan pada persendian ujung

jari disebut nodus herbeden, sedangkan yang letaknya di tengah

disebut nodus Bouchard. Meskipun kondisi ini kelihatannya

mengkhawatirkan, tetapi mengganggu pergerakan tangan (Harry,

2007).

Biasanya diderita oleh orang di atas 45 tahun dan meningkat

sesuai dengan pertambahan usia. Setelah usia 65 tahun, lebih dari 50

persen populasi menunjukkan gejala Osteoarthritis. Kemungkinan

terjadi osteoarthritis pada perempuan tiga kali lebih besar

dibandingkan laki-laki. Persendian yang mendapat beban tambahan

karena aktifitas fisik, misalnya mengangkat barang yang berat atau


olahraga berat, lebih mudah menderita penyakit ini, Karena itu, dalam

kenyataannya perempuan yang bertubuh gemuk lebih mudah terkena

osteoarthritis. Tidak mengherankan jika ada sebagian perempuan

yang mengeluh menderita kekakuan dan nyeri sendi, bahkan

pembengkakan pada sendi, terutama sendi lutut mencegah terjadinya

osteoarthritis.

Karena itu, salah jika membiarkan orang tua yang menderita

penyakit ini untuk tinggal di tempat tidur, bahkan melarangnya

melakukan aktifitas fisik. Penderita osteoarthritis justru dianjurkan

tetap berjalan, duduk santai di luar rumah ataupun melakukan

berbagai tugas rumah tangga untuk melatih ototnya.

Semua aktifitas ini memang kelihatan sederhana, tetapi sangat

bermanfaat untuk melatih tulang-tulang yang telah tua dan mulai aus.

Hal yang perlu diperhatikan, jangan membiarkan penderita berdiri

terlalu lama. Sebaiknya duduk-duduk atau berjalan-jalan ringan tanpa

mengangkat benda apapun (Harry, 2007).

Di samping itu ada beberapa petunjuk yang dapat dilakukan

oleh penderita yang masih muda untuk mencegah timbulnya

osteoarthritis di masa tua. Beberapa di antaranya adalah: Jangan teru

menerus tingga di tempat tidur, jika tidak terpaksa sekali. Apabila

menderita sakit yang mengharuskan berbaring di tempat tidur dalam

jangka waktu beberapa hari, maka aktifitas fisik harus segera

dilakukan begitu sembuh. Segera berjalan, jika memungkinkan.


Banyak orang yang senang mengganjal tubuhnya dengan bantal

sewaktu berbaring di tempat tidur. Namun, usahakan tidak meletakkan

bantal di bawah lutut bila sedang berbaring. Jangan terlampau banyak

berdiri. Seandainya pekerjaan mengharuskan untuk berdiri, usahakan

diselingi dengan duduk. Dalam setiap aktifitas, usahakan agar

persendian dapat bergerak dengan gerakan penuh, jangan ada yang

mengikat atau membebani. Jagalah keseimbangan berat badan, agar

tetap normal. Bergeraklah selalu bila memungkinkan (Harry, 2007).

3. Pengobatan

a. Pengobatan Farmakologi Rematik

Pengobatan pada penderita rematik secara umum ditujukan untuk :

1) Menghilangkan/mengurangi rasa nyeri

2) Menghilangkan gejala inflamasi (peradangan)

3) Mencegah terjadinya deformitas (perubahan

bentuk) dan memelihara fungsi persendian agar tetap dalam

keadaan baik

Obat-obatan yang biasa/umum dipakai : (Doenges, 2007)

a) Untuk menghilangkan rasa nyeri dan

mengontrol peradangan pada penderita rematik adalah Obat

Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), seperti :

(1) Ibuprofin; efek

sampingnya : gangguan pencernaan, diare, konstipasi,

nyeri lambung
(2) Indomethasin; efek

sampingnya : sakit kepala, diare

(3) Aspirin; efek

sampingnya: nyeri lambung, mual, diare

b) Untuk menurunkan kadar asam urat dalam

darah, seperti :

(1) Probenesid; efek

sampingnya: sakit kepala, gangguan saluran cerna, mual

dan muntah, dermatitis.

(2) Allopurinol; efek

sampingnya: gangguan pencernaan, timbulnya ruam di

kulit, berkurangnya jumlah sel darah putih, dapat

mengakibatkan kerusakan hati (Doenges, 2007).

Farmakognosi

Farmakognosi adalah cabang ilmu farmakologi yang mempelajari

mengenai ciri-ciri biologis, biokimiawi dan ekonomi pada obat-obat

alami dan konstituennya. Saat ini perkembangan penggunaan

bahan alam tidak saja jaug lebih banyak jenisnya, tetapi juga telah

diolah dan dikembangkan dengan teknologi tinggi sehingga lebih

menarik dan memiliki khasiat yang lebih baik serta pemakaian

jangka panjang yang relative aman. Bahan alam yang berpotensi

seperti obat dan telah diteliti khasiatnya disebut sebagai

Fitofarmaka. Joint Formula dari PT Totalcare Nutraceutical adalah


Fitofarmaka yang berkhasiat meringankan nyeri dan memperbaiki

persendian yang rusak akibat artritis (Doenges, 2007).

b. Non Farmakologi

Mengingat keluhan utama penderita osteoarthritis adalah

timbulnya rasa nyeri, maka upaya yang mula-mula dilakukan

adalah mengurangi rasa nyeri. Ini dapat dimulai dengan cara

sederhana yakni menghangatkan persendian yang sakit. Ada

bermacam-macam cara pemanasan yang dapat dilakukan oleh

setiap penderita di rumah (Herwin, 2007).

Celupkan handuk ke dalam air dan tekan-tekankan pada

persendian yang terganggu tersebut. Ulangi cara ini berkali-kali

sampai bagian yang sakit berkurang rasa nyerinya. Cara lain,

dengan memasukkan air panas ke dalam botol. Kompreskan botol

hangat ini pada persendian yang sakit, sampai terasa nyaman.

Sinar mataharipun dapat dipakai untuk memanaskan persendian

punggung yang sakit. Untuk cara ini, dibutuhkan alas tidur yang

menyerap panas, misalnya terpal. Jemurlah alas ini di bawah sinar

matahari sampai beberapa lama, kemudian berbaringlah di atas

terpal hanya ini dengan nyaman (Herwin, 2007).

Cara yang lebih modern untuk mmenghilangkan rasa sakit

akibat osteoarhtritis adalah penyinaran menggunakan sinar

inframerah. Meskipun umumnya dilakukan di tempat-tempat

fisioterapi, tetapi kini dapat dilakukan sendiri di rumah, harus


diingat bahwa penyinaran tidak boleh melampaui 15 menit, dengan

jarak lampu dan bagian tubuh yang disinari sekitar satu meter.

Juga diperhatikan, agar kulit di tempat rasa sakit tadi tidak sampai

terbakar karenanya (Herwin, 2007).

C. Tinjauan Tentang Rematik

1. Definisi Osteoarthritis

Rematik adalah penyakit tulang degeneratif yang ditandai oleh

hilangnya tulang rawan sebagai penyangga, maka tulang rawannya

akan mengalami iritasi yang akhirnya menyebabkan degenerasi sendi,

osteoarthritis dapat timbul secara idiopatik (tanpa diketahui sebabnya)

atau timbul lelah trauma, stres berulang misalnya seperti yang dialami

oleh pelari jarak jauh atau berkaitan dengan deformitas kongenital.

Kelainan lain yang ditandai oleh pembengkakan dan edema kronik

pada sendi dapat mengalami osteoarhtritis. Osteoarhtritis sangat

dijumpai pada orang usia lanjut, kegemukan dapat memperoleh

kelainan osteoarthritis ini (Corwin, E.J, 1996).

Rematik adalah merupakan radang sendi yang menyerang

pada sendi-sendi dalam tubuh, biasanya ditandai dengan rasa nyeri,

pembengkakan, kemerahan, gangguan fungsi sendi dan jaringan

disekitarnya termasuk gejala rematik. Bahkan, semua gangguan pada

daerah sendi, otot, dan tendon disebut rematik (Puewady, 2007).

2. Faktor-faktor Risiko Osteoarthritis


a. Umur

Dari semua risiko untuk timbul osteoarhtritis faktor ketuaan adalah

yang terkuat prevalensinya dan osteoarthritis semakin meningkat

dengan bertambahnya umur osteoarthritis hampir tidak pernah

pada anak-anak dan jarang di bawah umur 40 tahun dan sering di

atas 60 tahun, akan tetapi harus diingat bahwa Osteortritis

bukan akibat ketuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada

ketuaan berbeda dengan perubahan pada Osteortritis (Suyono

2001).

b. Jenis Kelamin

Wanita sering terkena osteoarthritis lutut, sendi dan laki-laki lebih

sering terkena osteoarthritis pada paha, pergelangan tangan dan

leher. Secara keseluruhan di bawah 45 tahun frekuensi

Osteoarthritis kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita, tetapi di

atas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi Osteoarthritis lebih

banyak pada wanita daripada pria. Hal ini menunjukkan adanya

peran hormonal pada patogenesis (Suyono, 2001).

c. Suku Bangsa

Prevalensinya dan pola terkenanya sendi pada osteoarthritis

dampak terdapat perbedaan pada diantara masing-masing suku-

bangsa misalnya osteoarthritis lebih jarang di antara orang-orang

kulti hitam dan Asia daripada Kaukasia. Osteoarthritis lebih sering

dijumpai pada orang-orang Amerika asli atau India dari orang-


orang kulit putih. Hal ini berkaitan dengan cara hidup maupun

perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan

(Doenges, 1996).

d. Genetik

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoarthritis

misalnya pada ibu dari seorang wanita dengan osteoarthritis pada

sendi-sendi tersebut dan anak-anak perempuan cenderung tiga kali

lebih sering dari pada ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa

osteoarthritis (Mansjoer, A., 2001).

e. Kegemukan dan Penyakit Metabolik

Berat badan yang berlebih ternyata berkaitan dengan

meningkatnya risiko untuk timbulnya osteoarthritis baik pada wanita

maupun pada pria. Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan

dengan osteoarhtritis pada sendi yang menanggung beban tetapi

juga osteoarthritis sendi lain (tangan atau sterno klavikula).

Meningkatnya beban mekanis) diduga terdapat faktor lain atau

metabolik yang berperan pada timbulnya osteoarthritis tersebut,

peran faktor metabolik dan hormonal oleh adanya kaitan antara

osteoarthritis dengan penyakit jantung koroner, diabetes melitus

dan hipertensi.

f. Kelainan Pertumbuhan

Kelainan kongenital dan pertumbuhan pada misalnya dislokasi

kongenital paha telah dikaitkan dengan timbulnya osteoarthritis


paha pada usia muda. Mekanisme ini juga diduga berperan pada

lebih banyaknya osteoarthritis paha pada laki-laki dan ras tertentu.

g. Cedera Sendi, Pekerjaan Olahraga

Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus

menerus misalnya tukang pahat, pemetik kapas yang berkaitan

dengan peningkatan osteoarthritis tertentu. Demikian juga cedera

sendi dan olahraga yang sering menimbulkan cedera olahraga

sendi berkaitan dengan osteoarthritis yang lebih tinggi. Faktor lain

mempengaruhi osteoarthritis adalah tingginya kepalan tulang

dikatakan dapat meningkatkan risiko timbulnya osteoarthritis hal ini

mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tidak

membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang

rawan sendi akibat tulang rawan sendi mudah sobek. Faktor ini

diduga berperan pada lebih tinggi osteoarhtritis pada orang gemuk

dan pelari (umumnya mempunyai tulang yang lebih padat).

3. Beberapa Jenis Rematik

a. Rematik radang sendi (arthritis) yang umumnya menimpa orang

tua ternyata bisa juga menimpa kaum wanita yang usia produktif.

Rematik didefinisikan sebagi penyakit yang menyerang sendi dan

strusktur atau jaringan penunjang sekitar sendi/ Bagian tubuh yang

biasa diserang rematik adalah pada persendian jari, lutut, pinggul,

tulang punggung, dan persendian lainnya yang lebih jarang

terserang yaitu pergelangan tangan dan kaki, siku dan bahu.


b. Arthritis Reumatoid merupakan penyakit inflamasi sistemik yang

menyerang seluruh bagian tubuh, cara kerjanya dengan

menyerang sendi persendian kecil. Penyebab utamanya belum

diketahui sejauh ini diduga virus dan juga faktor genetik. Umumnya

terapi yang dijalani adalah dengan mengkonsumsi obat anti

inflamasi non esteroid untuk menghilangkan rasa nyeri (Ragam,

2001).

c. Arthritis Piraih (gout atau asam urat) biasanya klasik menyerang

ibu jari kaki dan selalu muncul pada tengah malam. Penyebab

utamanya adalah kelebihan kadar asam urat dalam darah, penyakit

ini menyerang mereka yang menganut gaya hidup sehat terkait

juga dengan pola makan misalnya rajin mengkonsumsi jeroan, ikan

laut, kacang polong, gandum, bayam, asparagus, jamur, ragi dan

ekstra ragi. Untuk menghindari makanan tinggi purin, para

penderita arthritis Piraih sebaiknya rajin mengkonsumsi yang

rendah purin seperti sereal, susu, gula, telur, tepung, mentega,

buah-buahan, tomat, sayuran hijau dan jus buah (Ragam, 2001).

4. Patofisiologi Rematik

Akibat peningkatan aktifitas enzim-enzim yang merusak makro

molekul matriks tulang rawan sendi (proteoglikan dan kolagen) terjadi

kerusakan fokal tulang rawan sendi secara pogresif dan pembetukan

tulang rawan baru pada dasar lesi tulang rawan sendi serta tepi sendi

(osteofit). Osteofit terbentuk sebagai suatu proses perbaikan untuk


membentuk kembali persendian, sehingga dipandang sebagai

kegagalan sendi yang progresif (Mansjoer, A., 2001).

5. Manifestasi Klinik Rematik

Gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena

terutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan,

mula-mula rasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang

dengan istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku

pagi, krepitasi, pembesaran sendi, dan perubahan gaya berjalan.

Lebih lanjut lagi terdapat pembesaran krepitasi tulang (Mansjoer, A.,

2001).

6. Adapun Diagnosa Keperawatan yang Tepat Bagi Aktifitas Penderita

yang Rematik Lain.

Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan aktifitas penyakit, keadaan

mudah lelah, serta keterbatasan yang mobilitas (Smeltzer, 2002).

a. Keletihan yang berhubungan dengan peningkatan aktifitas

penyakit, rasa nyeri, tidur atau istirahat yang tidak memadai, nutrisi

yang tidak memadai, dan stress emosional atau depresi.

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan

rentan gerak, kelemahan otot, nyeri pada gerakan, keterbatasan

ketahanan fisik, kurangnya atau tidak tepatnya penggunaan alat-

alat ambulatory.

c. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kontraktur,

keletihan atau gangguan gerak.


d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan gaya hidup atau

perubahan peranan yang aktual atau dirasakan (Mansjoer, A.,

2001).

e. Koping tidak efektif yang berhubungan dengan gaya hidup atau

perubahan peranan yang aktual atau yang dirasakan.

7. Penatalaksanaan

a. Medikamentosa

Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya

bersifat sistematik. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)

bekerja hanya sebagai analgesik dan mengurangi peradangan,

tidak mampu menghentikan proses patologis (Corwin, E. J., 1996).

b. Analgesik yang dapat dipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4

gram/hari atau propoksifen HCl. Asam salisilat juga cukup efektif

namun perhatikan efek samping pada saluran cerna dan ginjal.

c. Jika tidak berpengaruh, atau jika terdapat peradangan, maka

OAINS seperti pinoprofin, piroksikam, ibuprofen, dan sebagainya

dapat digunakan. Dosis untuk osteoarthritis biasanya1/2-1/3 dosis

penuh untuk arthritis rematoid (Corwin, E. J., 1996).

d. Perlindungan sendi dengan koreksi postur tubuh yang buruk,

penyangga untuk lordosis lumbal, menghindari aktifitas yang


berlebihan pada sendi yang sakit, dan pemakaian alat-alat untuk

meringankan kerja sendi.

e. Diet untuk menurunkan berat badan dapat mengurangi

timbulnya keluhan.

f. Dukungan psiko-sosial diperlukan pada pasien osteoarthritis

oleh karena sifatnya yang menahun dan ketidakmampuan yang

ditimbulkannya, di satu pihak pasien ingin menyembunyikan

ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turutr

merasakan penyakitnya. Pasien osteoarthritis seringkali keberatan

untuk memakai alat-alat pembantu karena faktor-faktor psikologis.

g. Persoalan seksual, terutama pada pasien osteoarthritis di

tulang belakang, paha dan lutut. Sering sekali diskusi karena ini

harus dimulai dari dokter karena biasanya pasien enggan

mengutarakannya.

h. Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin serta program

latihan yang tepat, pemakaian panas yang sedang diberikan

sebelum latihan untuk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan pada

sendi yang masih aktif sebaliknya diberi dingin dan obat-obatan

gosok jangan dipakai sebelum pemanasan, berbagai sumber

panas dapat dipakai seperti Hidroraton, dan mandi dari pancuran

panas.

Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak densi dan

memperkuat otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi


osteoarthritis. Latihan isometrik baik daripada Isotonic karena

mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan tulang

yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya

beban ke sendi karena kontraksi otot.

i. Operasi dipertimbangkan pada pasien dengan kerusakan sendi

yang nyata, dengan nyeri yang menetap, dan kelemahan fungsi

(Mansjoer, A., 2001).

BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN

A. Kerangka Konseptual

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan pada tinjauan

kepustakaan, dimana usia dan jenis kelamin dan keluhan mempunyai

hubungan dengan kejadian penyakit rematik.

Dalam penelitian ini kerangka konsep merupakan modifikasi berbagai

sumber yaitu:

1. Variabel independen : usia, jenis kelamin

2. Variabel dependen : rematik

Kerangka Konsep

Variabel Independen

- Usia
- Jenis
kelamin Variabel Dependen
- Suku
Bangsa Keluhan
- Berat Rematik
Badan
- Genetik
- Kelainan
pertumbuhan
Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

B. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Usia

Adalah usia individu yang terhitung sejak seseorang lahir sampai

ulang tahun terakhir

Kriteria Objektif:

a. Lanjut Usia : 60 – 74 tahun

b. Lanjut Usia Tua : 75 – 90 tahun

Skala ukur : Rasio

2. Jenis Kelamin

Adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang bersikap

permanen dan merupakan perbedaan yang ditentukan Tuhan.

Kriteria Objektif:

a. Laki-laki

b. Perempuan

Skala Ukur : Nominal


3. Keluhan Rematik

Adalah penyakit sendi dengan gejala nyeri yang dapat timbul secara

mendadak dan merupakan keluhan yang sering dialami dalam

kehidupan sehari-hari.

Kriteria Objektif:

a. Ada keluhan rematik : Jika skor > 4,5

b. Tidak ada keluhan rematik : Jika skor < 4,5

Skala Ukur : Nominal

C. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik yang

menggunakan rancangan studi cross sectional. Penelitian cross sectional

adalah suatu penelitian dimana variabel yang termasuk faktor risiko dan

variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama

(Sugiyono, 2005).

D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Semua lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Wredha Gau Mabaji

Kabupaten Gowa sebanyak 97 orang

2. Sampel
Dalam penelitian ini pengambilan sampel sebanyak 97 orang,

dilakukan dengan cara purporsive sampling yaitu suatu teknik

penetapan sampel dengan yang dikehendaki penelian.

a. Kriteria Inklusi:

1) Bersedia menjadi responden

2) Dapat diajak berkomunikasi

3) Berada di Panti Sosial Tresna Wredha Gau Mabaji Kabupaten

Gowa.

b. Kriteria ekslusi:

3. Tidak berada di Panti Sosial Tresna Wredha Gau

Mabaji Kabupaten Gowa

4. Tidak menderita rematik

E. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan dipanti Sosial Tresna Wredha Gau Mabaji

Kab. Gowa

2. Waktu Penelitian

Penelitian mulai dari tanggal 30 juni 2007 sampai tanggal 14 juli 2007.

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer

Dilakukan dengan cara wawancara langsung dan observasi kepada

pasien lansia yang dijadikan sampel. Adapun alat ukur yang


digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur berupa kuesioner atau

angket.

Untuk mendapat informasi yang diinginkan peneliti menggunakan

kuesioner sebagai pengumpulan data yang dihubungkan berdasarkan

literatur, dimana untuk melihat usia, dan jenis kelamin. Menggunakan

skala Gutman dimana (A) Ya (skor 1), (B) Tidak (Skor 0) (Sugiyono,

2005). Dengan nilai ukur menggunakan nilai median untuk jelasnya

Sebagai berikut :

Skor tertinggi x jumlah pertanyaan =1x9=9

Skor terendah dari jumlah pertanyaan =0x9=0

Jadi 0 – 9, nilai mediannya > 4,5.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Panti Sosial Tresna Wredha Gau Mabaji

Kabupaten Gowa

G. Pengolahan Data

1. Editing

Setelah data terkumpul maka dilakukan pemeriksaan kelengkapan

data, kesinambungan dan keseragaman data

2. Koding

Dilakukan untuk memperoleh pengolahan data yaitu memberikan

simbol-simbol dari setiap responden

3. Tabulasi
Mengelompokkan data dalam bentuk tabel yaitu hubungan antara

variabel dependen dan independen

4. Analisa Data

a. Analisis Univariat

Analisa univariat pada penelitian ini bertujuan untuk

memperlihatkan atau menjelaskan distribusi frekuensi dari variabel

independen dan dependen.

b. Analisis bivariat

Untuk menilai berapa besar hubungan antara variabel independen

terhadap hubungan keluhan dengan kejadian penyakit rematik

pada lansia. Sebagai variabel dependen dengan menggunakan uji

ststistik chi quare dengan program SPSS versi 12.

H. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi dari pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan

permohonan izin kepada instansi tempat penelitian dalam hal ini Panti

Sosial Tresna Wredha Gau Mabaji Kabupaten Gowa. Setelah mendapat


persetujuan barulah dilakukan penelitian dengan menekankan masalah

etika penelitian yang meliputi: (Nursalam, 2003).

1. Informed Consent

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti

yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan

manfaat penelitian. Bila subjek menolak maka peneliti tidak akan

memaksakan kehendak dan tetap menghormati hak-hak subjek.

2. Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama

responden tetapi lembar tersebut diberikan kode

3. Confidentiality

Kerahasiaan infomrasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.


BAB IV

HASIL DAN PEMABAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Wredha Gau

Mabaji Kabupaten Gowa mulai dari tanggal 30 Juni sampai dengan 14 Juli

2007. Pengambilan sampel dengan cara total sampling. Banyak anggota

sampel yang sekaligus dijadikan responden berjumlah 97 orang.

Data primer diambil melalui tehnik wawancara tidak struktur dan

observasi langsung yang dilakukan pada responden dari hasil pengolahan

data yang dilakukan. Disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dalam

bentuk tabel yang meliputi karakteristik responden dan hasil analisis

hubungan antara variabel bebas.

B. Deskriptif Karakteristik Responde


1. Analisa Univariat
a. Distribusi Usia

Distribusi usia responden di Panti Sosial Tresna Wredha Gau

Mabaji Kabupaten Gowa dapat dilihat pada.

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Usia Responden Berdasarkan Keluhan
Penyakit Rematik di Panti Sosial Tresna Wredha Gau
Mabaji Kabupaten Gowa 2007

No Usia Jumlah Persentase


1 60 – 74tahun 72 74,2
2 75 - 90 tahun 25 25,8
Total 97 100
Sumber : Data Primer 2007

Menunjukkan bahwa dari 97 responden berdasarkan

klasifikasi usia yang terbanyak adalah responden yang berusia 60-

74 tahun yaitu sebanyak 72 (74,2%) dan usia 75-90 tahun

sebanyak 25 orang (25,8%).

c. Distribusi Jenis Kelamin

Distribusi jenis kelamin responden di Panti Sosial Tresna

Wredha Gau Mabaji Kabupaten Gowa dapat dilihat pada.

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden Berdasarkan
Keluhan Penyakit Rematik Di Panti Tresna Wredha Gau Mabaji
Kabupaten Gowa Tahun 2007
No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase
1 Laki-Laki 43 44,3
2 Perempuan 54 55,7
Total 97 100
Sumber : Data Primer 2007

Menunjukkan bahwa dari 97 responden berdasarkan

klaisifkasi jenis kelamin yang terbanyak adalah responden

perempuan yaitu sebanyak 54 orang (55,7%) dan laki-laki

sebanyak 43 orang (44,3%).

c. Distribusi Keluhan Rematik

Distribusi keluhan rematik di Panti Sosial Tresna Wredha Gau

Mabaji Kabupaten Gowa dapat dilihat pada.

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Rematik Responden Berdasarkan Keluhan
Penyakit Rematik di Panti Sosial Tresna Wredha Gau Mabaji
Kabupaten Gowa 2007

No Rematik Jumlah Persentase


1 Ya 48 49,5
2 Tidak 49 50,5
Total 97 100
Sumber : Data Primer 2007

Menunjukkan bahwa dari 97 responden berdasarkan

klasifikasi ada tidaknya rematik diperoleh data yang terbanyak

adalah responden yang tidak ada keluhan yaitu sebanyak 49

orang (50,5%) dan yang ada keluhan sebanyak 48 orang (49,5%).

2. Analisa Bivariat

a. Hubungan usia dengan keluhan penyakit rematik

Tabel 4.4
Distribusi Hubungan Usia dengan Keluhan Penyakit Rematik
Dapat Dilihat pada Tabel Berikut

Usia Total P
Kriteria 60 - 74 75 - 90
N % N % N % 0,000
Ada Keluhan 26 54,2 22 45,8 48 100
Rematik
Tidak Ada 46 93,9 3 6,1 49 100
Keluhan Rematik
Total 72 148,1 25 51,9 97 100
Sumber : Data Primer 2007

Berdasarkan tabel distribusi di atas dapat diketahui bahwa

responden rematik yang berusia 60-74 tahun sebanyak 26

responden (54,2%) dan yang berusia 75-90 sebanyak 22

responden (45,8%). Sedangkan pada responden tidak mungkin

untuk usia 60-74 tahun sebanyak 46 responden 93,9% dan

responden yang tidak rematik yang berusia 75-90 tahun sebanyak

3 responden (6,1%).

Hasil uji statistik ditemukan bahwa ada hubungan usia dengan

keluhan penyakit rematik di panti sosial tresna wredha gau mabaji

kabupaten gowa dengan nilai P (0,000) < (0,05).

b. Hubungan jenis kelamin dengan tingkat keluhan penyakit

rematik

Tabel 4.5
Distribusi Hubungan Jenis Kelamin dengan Tingkat Keluhan
Penyakit Rematik Dapat Dilihat pada Tabel Berikut

Usia Total P
Kriteria Laki-laki Perempuan
N % N % N % 0,000
Ada Keluhan 10 20,8 38 79,2 48 100
Rematik
Tidak Ada 33 67,3 16 32,7 49 100
Keluhan Rematik
Total 43 44,3 54 55,7 97 100

Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa

responden yang menderita penyakit rematik dengan jenis kelamin

laki-laki sebanyak 10 responden (20,8%) dan terdapat 38

responden (79,2%) yang berjenis kelaimn perempuan. Untuk

responden yang tidak menderita rematik untuk jenis klamin laki-laki

sebanyak 33 responden (67,3%) dan terdapat 16 responden

(32,7%) yang berjenis kelamin perempuan.

Hasil uji statistik ditemukan bahwa ada hubungan jenis

kelamin dengan keluhan penyakit rematik di panti sosial tresna

wredha gau mabaji kabupaten gowa dengan nilai P (0,000) <

(0,05).

A. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan dengan tujuan

penelitian yaitu untuk mendapatkan dan mengetahui gambaran hubungan

usia dan jenis kelamin dengan keluhan penyakit rematik di Panti Sosial

Tresna Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa maka pembahasan hasil

penelitian ini diuraikan sebagai berikut :

Berdasarkan hasil analisa data yang dilakukan dapat dilihat

hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan penyakit rematik :

1. Usia
Jumlah lanjut usia yang rematik berdasarkan usia menunjukkan

bahwa golongan umur 60-74 tahun sebanyak 72 orang (74,2%) lebih

besar dibandingkan dengan golongan umur 75-90 tahun sebanyak 25

orang (25,8%). Ini disebabkan umur merupakan salah satu risiko untuk

terjadinya rematik pada lansia dengan jumlah perubahan sistem

musculoskeletal pada tulang kehilangan density (cairan) dan makin

rapuh, pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan tangan terbatas,

persendian membesar dan menjadi kaku serta atropi serabut-serabut

otot mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot

kram dan mejadi tremor, perubahan tulang rawan sendi pada ketuaan

(Suyono, 2001).

Berdasarkan uji chi square diperoleh nilai hitung P= 0,000 dari

nilai P<α (0,05) yang artinya ada hubungan antara usia dengan

keluhan penyakit rematik.

2. Jenis Kelamin

Jumlah lanjut usia yang rematik berdasarkan jenis kelamin

menunjukkan bahwa responden perempuan sebanyak 54 orang

(55,7%) lebih besar dari responden laki-laki sebanyak 43 orang

(44,3%). Dalam penelitian didapatkan jumlah perempuan lebih banyak

mengalami rematik, hal ini dikarenakan dalam penelitian ini lebih

banyak responden perempuan dan juga dipengaruhi oleh perubahan

hormon yang disebabkan oleh setelah menopause, frekwensi rematik


lebih banyak pada perempuan daripada laki-laki. Hal ini menunjukkan

adanya peran hormon pada Patogenesis (Suyono, 2001).

Selain itu juga faktor risiko lain yang mendukung

mempermudah terjadinya rematik adalah kegemukan dan penyakit

metabolik, berat badan yang berlebih ternyata berkaitan dengan

meningkatnya risiko timbulnya osteoarthritis baik pada wanita maupun

pada laki-laki. Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan

osteoarthritis pada sendi yang menanggung beban tetapi osteoarthritis

sendi lain (tangan atau sterno klavikula, meningkatnya beban

mekanis) diduga terdapat faktor lain atau metabolik dan hormonal oleh

adanya kaitan antara osteoarthritis dengan penyakit jantung koroner,

diabetes melitus dan hipertensi (Mansjoer, A., 2001).

Dari hasil uji chi square dapat pula didapatkan nilai P= 0,000

yang menunjukkan ada hubungan P<α (0,05) artinya ada hubungan

antara jenis kelamin dengan keluhan penyakit rematik.

3. Rematik

Jumlah lanjut usia yang tidak mengalami keluhan rematik

sebanyak 49 orang (50,5%) dan yang mengalami keluhan rematik

sebanyak 48 orang (49,5%). Dalam penelitian didapatkan jumlah

rematik 48 orang hal ini dikarenakan akibat peningkatan aktifitas

enzim-enzim yang merusak makro molekul matriks tulang rawan

bagian sendi (proteoglikan dan kolagen) terjadi kerusakan tulang

rawan sendi secara progresif dan pembentukan tulang rawan baru


pada dasar lesi tulang sendi seperti tepi sendi (osteofit). Osteofit

terbentuk sebagai suatu proses perbaikan untuk membentuk kembali

persendian sehingga dipandang sebagai kegagalan sendi yang

progresif (Mansjoer, A., 2001).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan di panti sosial Tresna Wredha Gau

Mabaji Kab. Gowa dari tanggal 30 Juni sampai 14 Juli 2007 dapat

disimpulkan bahwa :

1. Rata-rata populasi lansia yang ada di panti sosial Tresna Wredha Gau

Mabaji Kab. Gowa mengalami keluhan rematik.

4. Sedangkan golongan usia yang banyak mengalami keluhan di panti

sosial tresna wredha Gau Mabaji Kab. Gowa adalah 60-74 tahun

5. Berdasarkan jenis kelamin di panti sosial tresna wredha Gau Mabaji

Kab. Gowa yang lebih banyak mengalami keluhan rematik adalah jenis

kelamin perempuan ini disebabkan karena adanya factor makanan,

dan kurangnya beraktivitas.


B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis dapat memberikan saran

sebagai berikut :

1. Diharapkan instansi Panti Sosial Tresna Wredha Gau

Mabaji Kabupaten Gowa lebih meningkatkan dan membantu

kesehatan untuk memberikan pelayanan optimal sehingga keluhan

angka remetik dapat menurunpada lansia khususnya di Panti Sosial

Tresna Wredha Gau Mabaji Kabupaten Gowa.

2. Pada usia 60-74 tahun yang paling banyak mengalami

keluhan penyakit rematik maka disarankan untuk mengurangi aktivitas

dan makanan yang berlemak.

3. Setelah melihat masih tingginya kasus rematik di Panti

Sosial Tresna Wredha Gau Mabaji Kab. Gowa bagi peneliti yang

berminat dapat melanjutkan penelitian tentang rematik.


DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E.J (1996). Buku Saku Patofisiologi. Terjemahan Brahm U, 2001.


EGC. Jakarta. 306-7.

Doenges E. Marilynn, 23 Mei 2007, Asuhan Keperawatan Rematik.


http//www. Google.com.search

Harry. 23 Januari (2007). Jangan Sembarangan Minum Obat Gangguan


Rematik (on line). www.detai.co.id. Diakses 14 Februari 2007.

Herwin 29 Maret 2007, Melawan Rematik dengan Jalan Kaki, http://ww


suara karya.com.

Nugroho, W, (2003). Keperawatan Gerontik. Ed 2. Jakarta. 1, 3, 13, 19, 20.

Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Salemba Medika, Jakarta.

Mansjoer Arief, Triyanti Kuspuji, Safitri Rahmi, et al. (2001). Kapita Selekta
Kedokteran. Jilid 1. Ed 3. Media Aesculapius. Jakarta.

Pramudiyo. 28 Desember (2005). Rheumatik dapat Menyerang Kaum


Muda, Waspadalah (on line). www.hanyawanita.com. Diakses 14
Februari 2007.
Puewadi, 3 Hanuari (2007). Rheumatik (on line). www.eramuslim,.com
diakses 14 Februari 2007

Profil Panti Sosial Tresna Wredha Gau Mabaji Kabupaten Gowa. Tidak
diterbitkan.

Pudjiastuti, S. S. dan Utomo, B. (2003). Fisioterapi pada Lansia, EGC,


Jakarta. 1

Ragam. 29 Oktober (2001). Suara Merdeka (on line). www.infosehat.com


Diakses 145 Febtuari 2007.

Sampe, M. (2004). Gaya Hidup dan Kecenderungan Terjadinya


Gangguan Profilipid pada Wanita Usia Lanjut. (Skripsi tidak
diterbitkan). Pasca Asrjana Universitas Hasanuddin.

Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (1996). Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah. Ed, 8., (2002) EGC, Jakarta, Vol 1.

Suyono, S. Waspadji, S Lesmana, L, dkk, (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam. Ed. 3 Jilid 1. Penerbit FKUI. Hajarta 77-9.

Sugiyono, (2005). Metode Penelitian Administrasi. Edisi 12. Penerbit Alfa


Beta, Bandung.

Tim STIK GIA (2004). Panduan Skripsi Mahasiswa STIK-GIA Makassar.


LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth:

Bapak/Ibu/Saudara(i) calon responden

Di Panti Sosial Tresna Wredha Gau Mabaji Kab. Gowa

Sebagai persyaratan tugas akhir mahasiswa Program Studi Ilmu

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Gema Insan Akademik, saya

akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Usia dan Jenis

Kelamin dengan Keluhan Penyakit Rematik di Di Panti Sosial Tresna

Wredha Gau Mabaji Kab. Gowa”. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mendapatkan gambaran tentang hubungan usia dan jenis kelamin dengan

keluhan penyakit rematik di PSTW Gau Mabaji Kab. Gowa.


Oleh sebab itu besar kiranya harapan peneliti agar Bapak/Ibu bersedia untuk

menandatangani persetujuan responden (terlampir).

Demikian permohonan ini, atas bantuan dan partisipasinya disampaikan

terima kasih.

Makassar, 2007

Peneliti

Hariyani

Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Setelah mendapat penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian ini, maka

saya bertanda tangan di bawah ini, Menyatakan (bersedia/Tidak bersedia*)

menjadi responden dari Saudari Hariyani NIM. 2102021 dalam penelitian

yang berjudul “Hubungan usia dan Jenis Kelamin dengan Keluhan

Penyakit Rematik Di Panti Sosial Tresna Wredha Gau Mabaji Kab. Gowa.

Dan apabila sewaktu-waktu dia tidak bersedia atau mengundurkan diri

menjadi responden dalam penelitian ini, maka tidak ada tuntutan atau sanksi

yang dikenakan di kemudian hari kepada saya.

Demikian pernyataan ini saya dengan penuh kesadaran.

Makassar, …………….2007
Responden

Nama & Tanda tangan

*) Coret yang tidak perlu

KUESIONER

Hubungan Usia dan Jenis Kelamin dengan Keluhan Penyakit Rematik di


Panti Sosial Tresna Wredha Gau Mabaji Kabupaten Gowa

G. Identitas Responden

2. Nomor Responden :

3. Tanggal Responden :

4. Nama Responden :

5. umur :

1) 60-74 tahun

2) 75-90 tahun

6. Jenis Kelamin :

1) Laki-laki

2) Perempuan
B. Pertanyaan

1. Apakah anda sering merasakan sakit/nyeri di bagian lengan,

kaki atau lutut ?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah anda merasakan nyeri pada saat beraktifitas/bekerja ?

a. Ya b. Tidak

3. Apakah nyerinya dirasakan pada waktu malam ?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah anda merasakan nyeri pada waktu pagi ?

a. Ya b. Tidak

5. Apakah sebelumnya anda merasakan nyeri ?

a. Ya b. Tidak

6. Apakah anda merasakan nyeri sewaktu masih muda ?

a. Ya b. Tidak

7. Apakah anda pergi periksa ketenaga kesehatan

(Dokter/Perawat) kalau merasakan nyeri ?

a. Ya b. Tidak

8. Apakah anda minum obat kalau merasakan nyeri ?

a. Ya b. Tidak

9. Apakah anda sering merasakan nyeri lutut ketika selesai

berolahraga?

a. Ya b. Tidak

Anda mungkin juga menyukai