PENDAHULUAN
Merawat merupakan suatu kegiatan dalam ruang lingkup yang luas yang dapat
menyangkut diri kita sendiri, menyangkut sesuatu yang lain dan menyangkut lingkungan. Hal
merawat adalah suatu bentuk aktivitas yang telah ada sejak manusia di ciptakan dan
mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan kebudayaan.
Pelayanan kesehatan pada masa kini sudah merupakan industri jasa kesehatan
utama dimana setiap rumah sakit bertanggung gugat terhadap penerima jasa pelayanan
4
kesehatan. Keberadaan dan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan ditentukan oleh
nilai-nilai dan harapan dari penerima jasa pelayanan tersebut. Disamping itu, penekanan
pelayanan kepada kualitas yang tinggi tersebut harus dapat dicapai dengan biaya yang dapat
dipertanggung-jawabkan (Prof. Elly Nurachmah, 2001).
Asuhan keperawatan yang bermutu dan dapat dicapai jika pelaksanaan asuhan
keperawatan dipersepsikan sebagai suatu kehormatan yang dimiliki oleh para perawat dalam
memperlihatkan sebagai suatu kehormatan yang dimiliki oleh perawat dalam memperlihatkan
haknya untuk memberikan asuhan yang manusiawi, aman, serta sesuai dengan standar dan
etika profesi keperawatan yang berkesinambungan dan terdiri dari kegiatan pengkajian,
perencanaan, implementasi rencana, dan evaluasi tindakan keperawatan yang telah diberikan.
5
1.2.11 Apa manfaat proses keperawatan ?
1.2.12 Bagaimana implikasi proses keperawatan ?
1.2.13 Apa saja teori yang mendasari proses keperawatan ?
1.2.14 Apa saja komponen- komponen proses keperawatan ?
6
BAB II
PENDAHULUAN
2.1.1 Sejarah Perkembangan Keperawatan Di Dunia
Di mana pada dasarnya manusia diciptakan telah memiliki naluri untuk merawat diri
sendiri sebagaimana tercermin pada seorang ibu. Naluri yang sederhana adalah memelihara
kesehatan dalam hal ini adalah menyusui anaknva sehingga harapan pada awal
perkembangan keperawatan, perawat harus memiliki naluri keibuan (Mother Instinc)
kemudian bergeser ke zaman purba di mana pada zaman ini orang masih percaya pada
sesuatu tentang adanya kekuatan mistis yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia,
kepercayaan ini dikenal dengan nama animisme, di mana seseorang yang sakit dapat
disebabkan karena kekuatan alam atau pengaruh kekuatan gaib sehingga timbul keyakinan
bahwa jiwa yang jahat akan dapat menimbulkan kesakitan dan jiwa yang sehat dapat
menimbulkan kesehatan atau kesejahteraan. Pada saat itu peran perawat sebagai ibu yang
merawat keluarganya yang sakit dengan memberikan perawatan fisik serta mengobati
penyakit dengan menghilangkan pengaruh jahat.
Kemudian dilanjutkan dengan kepercayaan pada dewa-dewa di mana pada masa itu
penyakit dianggap disebabkan karena kemarahan dewa sehingga kuil-kuil didirikan sebagai
tempat pemujaan dan orang yang sakit meminta kesembuhan di kuil tersebut dengan bantuan
priest physician. Setelah itu perkembangan keperawatan terus berubah dengan adanya
7
diakones dan philantrop yang merupakan suatu kelompok wanita tua dan janda yang
membantu pendeta dalam merawat orang sakit serta kelompok kasih sayang yang anggotanya
menjauhkan diri dari keramaian dunia dan hidupnya ditujukan pada perawatan orang yang
sakit sehingga akhirnya berkembanglah rumah-rumah perawatan dan akhirnya mulailah awal
perkembangan ilmu keperawatan.
2. Zaman keagamaan
3. Zaman Masehi
Keperawatan dimulai pada saat perkembangan agama Nasrani, di mana pada saat itu
banyak membentuk diakones (deaconesses), suatu organisasi wanita yang bertujuan
mengunjungi orang sakit sedangkan orang laki-laki di berikan tugas dalam membrikan
perawatan untuk mengubur bagi orang yang meninggal, sehingga pada saat itu berdirilah
rumah sakit di Roma seperti Monastic Hospital. Pada saat itu rumah sakit di gunakan sebagai
tempat merawat orang sakit,orang cacat,miskin dan yatim piatu. Pada saat itu pula di daratan
benua Asia, khususnya di Timur Tengah, perkembangan keperawatan mulai maju seiring
dengan perkembangan agama Islam.
Pada permulaan abad ini perkembangan keperawatan berubah, tidak lagi dikaitkan
dengan faktor keagamaan akan tetapi berubah kepada faktor kekuasaan, mengingat pada
masa itu adalah masa perang dan terjadi eksplorasi alam sehingga pesatlah perkembangan
8
pengetahuan. Pada masa itu tempat ibadah yang dahulu digunakan untuk merawat sakit tidak
lagi digunakan.
Pada masa perang dunia kedua ini timbal prinsip rasa cinta sesama manusia di mana
saling membantu sesama manusia yang membutuhkan. Pada masa sebelum perang dunia
kedua ini tokoh keperawatan Florence Nightingale (1820-1910) menyadari adanya
pentingnya suatu sekolah untuk mendidik para perawat, Florence Nightingale mempunyai
pandangan bahwa dalam mengembangkan keperawatan perlu dipersiapkan pendidikan bagi
perawat, ketentuan jam kerja perawat dan mempertimbangkan pendapat perawat. Usaha
Florence adalah dengan menetapkan struktur dasar di pendidikan perawat diantaranya
mendirikan sekolah perawat mnetapkan tujuan pendidikan perawat serta menetapkan
pengetahuan yang harus di miliki para calon perawat.
Florence dalam merintis profesi keperawatan diawali dengan membantu para korban
akibat perang krim (1854 - 1856) antara Roma dan Turki yang dirawat di sebuah barak rumah
sakit (scutori) yang akhirnya mendirikan sebuah rumah sakit dengan nama rumah sakit
Thomas di London dan juga mendirikan sekolah perawatan dengan nama Nightingale
Nursing School.
Selama masa selama perang ini timbal tekanan bagi dunia pengetahuan dalam
penerapan teknologi akibat penderitaan yang panjang sehingga perlu meningkatkan diri
dalam tindakan perawat mengingat penyakit dan korban perang yang beraneka ragam.
Masa ini masih berdampak bagi masyarakat seperti adanya penderitaan yang panjang
akibat perang dunia kedua, dan tuntutan perawat untuk meningkatkan masyarakat sejahtera
semakin pesat. Sebagai contoh di Amerika, perkembangan keperawatan pada masa itu
diawali adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan, pertambahan penduduk
yang relatif tinggi sehingga menimbulkan masalah baru dalam pelayanan kesehatan,
pertumbuhan ekonomi yang mempengaruhi pola tingkah laku individu, adanya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dengan diawali adanya
penemuan-penemuan obat-obatan atau cara-cara untuk memberikan penyembuhan bagi
9
pasien, upaya-upaya dalam tindakan pelayanan kesehatan seperti pelayanan kuratif, preventif
dan promotif dan juga terdapat kebijakan Negara tentang peraturan sekolah perawat.
Pada masa itu perekembangan perawat di mulai adanya sifat pekerjaan yang semula
bersifat individu bergeser ke arah pekerjaan yang bersifat tim. Pada tahun 1948 perawat di
akui sebagai profesi sehingga pada saat itu pula terjadi perhatian dalam pemberian
penghargaan pada perawat atas tangung jawabnya dalam tugas.
Perawatan sudah dilakukan sejak adanya manusia dan yang menjadi sasarannya
adalah manusia dari sejak lahir smpai dengan datangnya kematian. Di Indonesia pekerjaan
perawat dikerjakan berdasarkan naluri perasaan keibuan untuk merawat anak-anaknya
(mother instinct).
10
Karena VOC dibubarkan (1799), maka pemerintahan diserahkan kepada
pemerintahan Belanda, yang kemudian membentuk organisasi negara: “Hindia-Belanda”.
Setelah dimulai ada usaha di bidang kesehatan antara lain:
Pada waktu pemerintahan Dendels yang terkenal dengan pembuatan jalan Merak-
Banyuwangi, perlu meningkatkan kesehatan tentaranya dibuatlah rumah sakit di tiap
garnizoen yaitu di Semarang dan Surabaya.
Tidak ada usaha-usaha kesehatan yang boleh dikatakan menonjol. Pada umumnya
merupakan usaha lanjutan dari apa yang pernah ada.
11
Tahun 1875 pendidikan kebidanan ini ditutup; kembali. Rumah-rumah sakit patikelir (swasta)
diadakan oleh Zending Muhammadiyah, Bala Kesehatan. Salah satu yang terkenal adalah
rumahsakit di gang Paal yang sekarang menjadi rumahsakit Cikini, didirikan pada tahun
1879. Rumahsakit yang lain ialah RS St.Carolus di Jakarta, RS St. Borromeus di Bandung
dan RS Elisabeth di Semarang.Pendidikan perwatan telah ada yang dimulai di RS Cikini pada
tahun 1900. Pendidikan juru rawat dimulai pada tahun 1906 di RS Glodok pada tahun 1912.
7. Tahun 1962-sekarang
Perawatan penyakit jiwa diindonesia tidak sama. Ada yang dirawat lemah lembut, ada
juga yang secara kasar. Ini tergantung dari kemajuan rakyat ditiap daerah. Perawatan tidak
dikerjakan dirumah sakit tetapi diluar rumah sakit, disebabkan belum ada keinsyafan dan
pengertian rakyat tentang penyakit jiwa. Baru pada tahun 1800 para penderita penyakit jiwa
dikumpulkan dibangsal-bangsal tetapi perawatannya bersifat penjagaan saja .
12
Rumah-rumah sakit jiwa baru didirikan pada tahun 1875 di Cilendek, Bogor yang
merupakan rumah sakit jiwa yang pertama di Indonesia dengan kapasitas 400.Rumah sakit
jiwa yang kedua adalah rumah sakit jiwa di Lawang didirikan pada tahun1894 yang sekarang
terdiri dari Sumberporong. Pasuruan, Sumpyuh, sehingga merupakan rumah sakit jiwa yang
terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas 3300.Rumah sakit jiwa yang ketiga ialah yang
berada di Magelang, didirikan pada tahun 1923 dengan kapasitas 1400 Yang lainnya
didirikan di Grogol Jakarta, Padang, Palembang, Banjarmasin, Menado, yang masing-masing
dengan kapasitas l.k. 60 perawat dikerjakan oleh juru rawat-juru rawat dan penjaga orang
sakit dibawah pengawasan perawat jiwa bangsa indonesia.
Pendidikan perawat jiwa baru dibuka bulan sep;;tember 1940 di Cilendek, Bogor.
P;endidikan ini berupa (kursus). Pada mulanya yang diterima hanya orang-orang belanda dan
indo belanda, pada tahun 1951 dibuka kursus untuk perawat-perawat bangsa indonesia. Yang
mengikuti banyak yang berasal dari luar jawa. Misalnya Sumatra, Kalimantan, dan
sebagainya.
Saat ini perawatan penyakit jiwa dikerjakan secara modern dan tidak lagi ditempatkan
dalam kamar tertutup, akan tetapi di bangsal-bangsal bebas. Mereka mendapat kebebasan,
dihibur dan dapat bergaul dengan sopan sehingga akhirnya insyaf dan sadar.
Pengobatan dengan jalan diberi shock (dikagetkan). Pada zaman pertengahan dengan
cara ditakut-takuti atau dijatuhkan kedalam sumur. Juga dip;ergunakan hidroterapi dengan
menggunakan air panas atau air dingin. P;engobatan semacam ini hingga sekarang masih
dilakukan.
13
kesehatan yang melayani adalah para dokter bedah, tenaga perawat diambil dari putra
pertiwi. Pekerjaan perawat pada saat itu bukan pekerjaan dermawan atau intelektual,
melainkan pekerjaan yang hanya pantas dilakukan oleh prajurit yang bertugas pada
kompeni. Tugas perawat pada saat itu adalah memasak dan membersihkan bangsal
(domestic work), mengontrol pasien, menjaga pasien agar tidak lari (gangguan jiwa).
3. Model keperawatan Vokasional (abad 19), Berkembangnya pendidikan keperawatan
non-formal, pendidikan diberikan melalui pelatihanpelatihan model vokasional dan
dipadukan dengan latihan kerja.
4. Model Keperawatan Kuratif (1920), Pelayanan pengobatan menyeluruh bagi
masyarakata dilakukan oleh perawat seperti imunisasi / vaksinasi , dan pen gobatan
penyakit seksual.
5. Keperawatan semi profesional, Tuntutan kebutuhan akan pelayanan kesehatan
(keperawatan) yang bermutu oleh masyarakat, menjadikan tenaga keperawatan dipacu
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dibidang keperawatan. Pendidikan
-pendidikan dasar keperawatan dengan sistem magang selama 4 tahun bagi lulusan
sekolah dasar mulai bermunculan.
6. Keperawatan preventif, Pemerintahan belanda menganggap perlunya hygiene dan
sanitasi serta penyuluhan dalam upaya pencegahan dan pengendalia n wabah, pemerintah
juga menyadari bahwa tindakan kuratif hanya berdampak minimal bagi masyarakat dan
hanya di tunjukan bagi mereka yang sakit. Pada tahun 1937 didirikan sekolah mantri
hygiene di purwekerto, pendidikan ini terfokus pada pelayanan kesehatan lingkungan
dan bukan merupakan pengobatan.
7. Menuju Keperawatan Profesional
Sejak Indonesia merdeka (1945), perkembangan keperawatan mulai nyata dengan
berdirinya sekolah pengatur rawat (SPR) dan sekolah bidan di RS besar yang bertujuan
untuk menunjang pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pendidikan itu diberuntukkan bagi
mereka lulusan SLTP ditambah pendidikan selama 3 tahun, disamping itu juga didirikan
sekolah bagi guru perawat dan bidan untuk menjadi guru di SPR. Perkembangan
keperawatan semakin nyata dengan didirikannya organisasi Persatuan Perawat Nasional
Indonesia tahun 1974.
8. Melalui lokakarya nasional keperawatan dengan kerjasama antara
Depdikbud RI, Depkes RI dan DPP PPNI, ditetapkan definisi, tugas, fungsi, dan
kompetensi tenaga perawat profesional di Indonesia. Diilhami dari hasil lokakarya itu
maka didirikanlah akademi keperawatan, kemudian disusul pendirian PSIK FK-UI
14
(1985) dan kemudian didirikan pula program paska sarjana (1999)Keperawatan yang
semula belum jelas ruang lingkupnya dan batasannya, secara bertahap mulai
berkembang. Keperawatan diartikan oleh pakar keperawatan dengan berbagai cara dalam
berbagai bentuk rumusan, seperti oleh Florence Nightingale, Goodrich, Imogene King,
Virginia Henderson, dsb. Sesuai PERMENKES RI NO.1239 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Praktik Perawat, dijelaskan PERAWAT adalah: Seseorang yang telah
lulus pendidikan keperawatan,baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.Keperawatan adalah sebuah profesi,
dimana di dalamnya terdapat sebuah body of knowledge yang jelas. Profesi keperawatan
memiliki dasar pendidikan yang kuat. Keperawatan sebagai sebuah profesi telah
disepakati berdasarkan pada hasil lokakarya nasional pada 1983 dan didefinisikan
sebagai suatu bentuk pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan
berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif ditujukan pada
individu, keluarga, dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh
proses kehidupan manusia.
1. Pengertian Teori
Teori adalah hubungan beberapa konsep atau kerangka konsep atau definisi yang
memberikan suatu pandangan sistematis atau gejala-gejala atau fenomena-fenomena dengan
menentukan hubungan spesifik antara konsep-konsep tersebut dengan menguraikan,
menerangkan, atau mengendalikan suatu fenomena.
15
3) Teori keperawatan bersifat sederhana dan umum. Artinya teori keperawatan dapat di
gunakan pada masalah yang sederhana maupun masalah yang kompleks sesuai dengan
situasi praktik keperawatan.
4) Teori keperawatan berperan dalam memperkaya body of knowledge keperawatan yang di
lakukan melalui penelitian.
5) Teori keperawatan menjadi pedoman dan berperan dalam memperbaiki praktik
keperawatan.
3. Tujuan Teori Keperawatan
1) Adanya teori keperawatan diharapkan dapat memberikan alasan-alasan tentang
kenyataan-kenyataan yang dihadapi dalam pelayanan keperawatan, baik bentuk tindakan
maupun model praktek keperawatan sehingga permasalahan dapat teratasi.
2) Adanya teori keperawatan membantu para anggota profesi perawat untuk memehami
berbagai pengetahuan dalam pemberian asuhan keperawatan kemudian dapat memberikan
dasar dalam penyelesaian berbagai masalah keperawatan.
3) Adanya teori keperawatan membantu proses memberikan arahan yang jelas bagi tindakan
keperawatan sehingga segala bentuk tindakan dapat dipertimbangkan.
4) Adanya teori keperawatan juga dapat memberikan dasar dari asumsi dan filosofi
keperawatan sehingga pengetahuan dan pemahaman dalam tindakan keperawatan dapat
terus bertambah dan berkembang.
2.1.5 Model Konsep Dan Teori Keperawatan Di Dunia
1. Model Konsep dan Teori Keperawatan Florence Nigtingale
Florence merupakan salah satu pendiri yang meletakkan dasar-dasar teori
keperawatan yang melalui filosofi keperawatan yaitu dengan mengidentifikasi peran perawat
dalam menemukan kebutuhan dasar manusia pada klien serta pentingnya pengaruh
lingkungan di dalam perawatan orang sakit yang dikenal teori lingkungannya.
Model konsep Florence Nigtingale memposisikan lingkungan adalah sebagai focus
asuhan keperawatan, dan perawat tidak perlu memahami seluruh proses penyakit model
konsep ini dalam upaya memisahkan antara profesi keperawatan dan kedokteran. Orientasi
pemberian asuhan keperawatan/tindakan keperawatan lebih di orientasikan pada yang
adequate, dengan dimulai dari pengumpulan data dibandingkan dengan tindakan pengobatan
semata, upaya teori tersebut dalam rangka perawat mampu menjalankan praktik keperawatan
mandiri tanpa tergantung dengan profesi lain.
2. Model Konsep dan Teori Keperawatan Marta E. Rogers
16
Model konsep dan teori keperawatan menurut Martha E. Rogers dikenal dengan nama
konsep manusia sebagai unit. Dalam memahami konsep model dan teori ini, Martha
berasumsi bahwa manusia merupakan satu kesatuan yang utuh, yang memiliki sifat dan
karakter yang berbeda-beda. Dalam proses kehidupan manusia yang dinamis, manusia selalu
berinteraksi dengan lingkungan yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi, serta dalam
proses kehidupan manusia setiap individu akan berbeda satu dengan yang lain dan manusia
diciptakan dengan karakteristik dan keunikan tersendiri.
Asumsi tersebut didasarkan pada kekuatan yang berkembang secara alamiah yaitu
keutuhan manusia dan lingkungan, kemudian system ketersediaan sebagai satu kesatuan yang
utuh serta proses kehidupan manusia berdasarkan konsep homeodinamik yang terdiri dari :
a) Integritas : Individu sebagai satu kesatuan dengan lingkungan yang tidak dapat
dipisahkan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lain.
b) Resonansi : Proses kehidupan antara individu dengan lingkungan berlangsung dengan
berirama dengan frekuensi yang bervariasi.
c) Helicy : terjadinya proses interaksi antara manusia dengan lingkungan akan terjadi
perubahan baik perlahan-lahan maupun berlangsung dengan cepat.
3. Model Konsep dan Teori Keperawatan Myra Levine
Model konsep Myra Levine memandang klien sebagai makhluk hidup terintegrasi
yang saling berinteraksi dan beradaptasi terhadap lingkungannya. Dan intervensi
keperawatan adalah suatu aktivitas konservasi dan konservasi energi adalah bagian yang
menjadi pertimbangan. Kemudian sehat menurut Levine itu dilihat dari sudut pandang
konservasi energi, sedangkan dalam keperawatan terdapat empat konservasi di antaranya
energi klien, struktur integritas, integritas personal dan integritas social, sehingga pendekatan
asuhan keperawatan ditunjukkan pada pengguanaan sumber-sumber kekuatan klien secara
optimal.
4. Virginia Henderson (Teori Henderson)
Virginia henderson memperkenalkan defenition of nursing (defenisi keperawatan).
Defenisinya mengenai keperawatan dipengaruhi oleh latar belakang pendidikannya.Ia
menyatakan bahwa defenisi keperawatan harus menyertakan prinsip kesetimbangan
fisiologis. Henderson sendiri kemudian mengemukakan sebuah defenisi keperawatan yang
ditinjau dari sisi fungsional. Menurutnya, tugas unik perawat adalah membantu individu, baik
dalam keadaan sakit maupun sehat, melalui upayanya melaksanakan berbagai aktivitas guna
mendukung kesehatan dan penyembuhan individu atau proses meninggal dengan damai, yang
dapat dilakukan secara mandiri oleh individu saat ia memiliki kekuatan, kemampuan,
17
kemauan, atau pengetahuan untk itu. Di samping itu, Henderson juga mengembangkan
sebuah model keperawatan yang dikenal dengan “The Activities of Living”.Model tersebut
menjelaskan bahwa tugas perawat adalah membantu individu dalam meningkatkan
kemandiriannya secepat mungkin. Perawat menjalankan tugasnya secara mandiri, tidak
tergantung pada dokter.Akan tetapi perawat tetap menyampaikan rencananya pada dokter
sewaktu mengunjungi pasien.
5. Konsep Utama Teori Henderson
18
Henderson juga menyatakan bahwa pikiran dan tubuh manusia tidak dapat dipisahkan
satu sama lain (inseparable). Sama halnya dengan klien dan keluarga, mereka merupakan satu
kesatuan (unit) Dalam pemberian layanan kepada klien, terjalin hubungan antara perawat
dengan klien. Menurut henderson, hubungan perawat-klien terbagi dalam tiga tingkatan,
mulai dari hubungan sangat bergantung hingga hubungan sangat mandiri.
Pada situasi pasien yang gawat, perawat berperan sebagai pengganti di dalam
memenuhi kebutuhan pasien akibat kekuatan fisik, kemampuan, atau kemampuan pasien
yang berkurang.Di sini perawat berfungsi untuk “melengkapinya”.Setelah kondisi gawat
berlalu dan pasien berada fase pemulihan, perawat berperan sebagai penolong untuk
menolong atau membantu pasien mendapatkan kembali kemandiriannya. Kemandirin ini
sifatnya relatif, sebab tidak ada satu pun manusia yang tidak bergantung pada orang lain.
Meskipun demikian, perawat berusaha keras saling bergantung demi mewujudkan kesehatan
pasien.Sebagai mitra, perawat dan pasien bersama-sama merumuskan rencana perawatan bagi
pasien.Meski diagnosisnya berbeda, setiap pasien tetap memiliki kebutuhan dasar yang harus
dipenuhi. Hanya saja, kebutuhan dasar tersebut dimodifikasi berdasarkan kondisi patologis
dan faktor lainnya, seperti usia, tabiat, kondisi emosional, status sosial atau budaya, serta
kekuatan fisik dan intelektual.
19
Menurut King system personal merupakan system terbuka dimana didalamnya
terdapat persepsi, adanya pola tumbuh kembang, gambaran tubuh, ruang dan waktu dari
individu dan lingkungan, kemudian hubungan interpersonal merupakan suatu hubungan
antara perawat dan pasien serta hubungan social yang mengandung arti bahwa suatu interaksi
perawat dan pasien dalam menegakkan system social, sesuai dengan situasi yang ada. Melalui
dasar sistem tersebut, maka King memandang manusia merupakan individu yang reaktif
yakni bereaksi terhadap situasi, orang dan objek. Manusia sebagai makhluk yang berorientasi
terhadap waktu tidak lepas dari masa lalu dan sekarang yang dapat mempengaruhi masa yang
akan datang dan sebagai makhluk social manusia akan hidup bersama orang lain yang akan
berinteraksi satu dengan yang lain.
Berdasarkan hal tersebut, maka manusia memiliki tiga kebutuhan dasar yaitu:
1. Informasi kesehatan
2. Pencegah penyakit
3. Kebutuhan terhadap perawat ketika sakit
7. Dorothe E. Orem (Teori Orem)
Dalam teori self care, Orem mengemukakan bahwa self care meliputi : pertama, self
care itu sendiri, yang merupakan aktivitas dan inisiatif dari individu serta dilaksanakan oleh
individu itun sendiri dalam memenuhi serta mempertahankan kehidupan, keshatan serta
kesejahteraan.
Kedua, self care agency, merupakan suatu kemampuan inidividu dalam melakukan
perawatan diri sendiri, yang dapat dipengaruhi oleh usia, perkembangan, sosiokultural,
kesehatan dan lain-lain.
Ketiga, adanya tuntutan atau permintaan dalam perawatan diri sendiri yang
merupakan tindakan mandiri yang dilakukan dalam waktu tertentu untuk perawatn diri
sendiri dengan menggunakan metode dan alat dalam tindakan yang tepat ; keempat,
20
kebutuhan self care merupakan suatu tindakan yang ditujukan pada penyediaan dan
perawatan diri sendiri yang bersifat universal dan berhubungan dengan prises kehidupan
manusia serta dalam upaya mempertahankan fungsi tubuh, self care yang bersifat universal
itu adalah aktivitas sehari-hari (ADL) dengan mengelompokkan kedalamkebutuhan dasar
manusianya.
Merupakan bagian penting dalam perawatan secara umum dimana segala perencanaan
kepereawatan diberikan pada saat perawatan dibutuhkan yang dapat diterapkan pada anak
yang belum dewasa, atau kebutuhan yang melebihi kemampuan serta adanya perkiraan
penurunan kemampuan dalam perawatan dan tuntutan dalam peningkatan self care, baik
secara kualitas maupun kuantitas.
Merupakan teori yang menguraikan secara jelas bagaimana kebutuhan perawatan diri
pasien terpenuhi oleh perawat atau pasien sendiri yang didasari pada Orem yang
mengemukakan tentang pemenuhan kebutuhan diri sendiri,kebutuhan pasien dan kemampuan
pasien dalam melakukan perawatan mandiri.
Teori Jean Watson yang telah dipublikasikan dalam keperawatan adalah “human
science and humancare”. Watson percaya bahwa focus utama dalam keperawatan adalah
21
pada carative factor yang bermula dari perspektif himanistik yang dikombinasikan dengan
dasar poengetahuan ilmiah. Oleh karena itu, perawat perlu mengembangkan filososfi
humanistic dan system nilai serta seni yang kuat.Filosofi humanistic dan system nilai ini
member fondasi yang kokoh bagi ilmu keperawatan, sedangkan dasar seni dapat membantu
perawat menbgembangkan vidsi mereka serta nilai-nilai dunia dan keterampilan berpikir
kritis.Pengembangan keterampilan berpikir kritis.Pengembangan keterampilan berpikir kritis
dibutuhkan dalam asuhan keperawatan, namun fokusnya lebih pada peningkatan kesehatan,
bukan pengobatan penyakit. Asumsi dasar tentang ilmu keperawatan Watson. Beberapa
asumsi dasar tentang teori Watson adalah sebagai berikut:
ROY berpendapat bahwa ada empat elemen penting dalam model adaptasi
keperawatan, yakni keperawatan, tenaga kesehatan, lingkungan, dan sehat.
1. Elemen keperawatan
Keperawatan adalah suatu disiplin ilmu dan ilmu tersebut menjadi landasan dalam
melaksanakan praktik keperawatan (Roy, 1983). Lebih spesifik Roy (1986) berpendapat
bahwa keperawatan sebagai ilmu dan praktik berperan dalam meningkatkan adaptasi
individu dan kelompok terhadap kesehatan sehingga sikap yang muncul semakin positif.
Keperawatan memberi perbaikan pada manusia sebagai sutu kesatuan yang utuh
untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan dan berespons terhadap
stimulus internal yang mempengaruhi adaptasi.Jika stressor terjadi dan individu tidak dapat
menggunakan “koping” secara efektif maka individu tersebut memerlukan perawatan.
22
Tujuan keperawatan adalah meningkatkan interaksi individu dengan lingkungan,
sehingga adaptasi dalam setiap aspek semakin meningkat.Komponen-komponen adaptasi
mencakup fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan saling ketergantungan.
2. Elemen manusia
Manusia merupakan bagian dari sistem adaptasi, yaitu suatu kumpulan unit yang
saling berhubungan mempunyai masukan, proses kontrol, keluaran dan umpan balik (Roy,
1986). Proses kontrol adalah mekanisme koping yang dimanifestasikan dengan adaptasi
secara spesifik. Manusia dalam sistem ini berperan sebagai kognator dan regulator
(pengaturan) untuk mempertahankan adaptasi.
Terdapat empat cara adaptasi, mencakup adaptasi terhadap fungsi fisologis, konsep
diri, fungsi peran dan terhadap kebutuhan saling ketergantungan.
Pada model adaptasi keperawatan, manusia dilihat dari sistem kehidupan yang
terbuka, adaptif, melakukan pertukaran energi dengan zat/benda dan lingkungan.
Manusia sebagai masukan dalam sistem adaptif, terdiri dari lingkungan eksternal dan
internal. Proses kontrol manusia adalah mekanisme koping yakni sistem regulator dan
kognator. Keluaran dari sistem ini dapat berupa respons adaptif atau respons tidak efektif.
3. Elemen lingkungan
Lingkungan didefenisikan sebagai semua kondisi, keadaan, dan faktor lain yang
mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu atau kelompok.
4. Elemen sehat
Kesehatan didefenisikan sebagai keadaan yang muncul atau proses yang terjadi pada
mahluk hidup dan terintegrasi dalam individu seutuhnya (Roy, 1984).
Saat ini bangsa Indonesia telah memasuki era baru, yakni era reformasi yang ditandai
dengan perubahan-perubahan yang cepat di segala bidang dengan tujuan dapat menjadi lebih
baik. Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut menjadi salah satu faktor yang baik
dalam memajukan teknologi dan ilmu pengetahuan di segala bidang, seperti bidang
kesehatan, peningkatan dalam status ekonomis masyarakat, kesadaran masyarakat akan
kebutuhan kesehatan yang menjadikan masyarakat semakin sadar akan pentingnya hidup
sehat dan memberikan tuntunan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
23
Peran dan fungsi perawat bergeser dari penekanan aspek kuratif kepada peran aspek
preventif dan promotif tanpa meninggalkan peran kuratif dan rehabilitatif. Kondisi tersebut
menuntut upaya konkrit dari profesi keperawatan, yaitu profesionalisme keperawatan. Proses
ini meliputi pembenahan pelayanan keperawatan dan mengoptimalkan penggunaan proses
keperawatan, pengembangan dan penataan pendidikan keperawatan dan juga antisipasi
organisasi profesi (PPNI) di bawah ini sebagai berikut :
24
b) Orientasi Pendidikan
Pendidikan keperawatan bagaimanapun akan tetap berorientasi pada pengembangan
pengetahuan dan teknologi, artinya pengalaman belajar baik kelas, laboratorium dan
lapangan tetap mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
memanfaatkan segala sumber yang memungkinkan penguasaan iptek. Sehingga
diharapkan dapat meningkatkan pelayanan keperawatan dan persaingan global.
c) Kerangka Konsep
Berpikir ilmiah, pembinaan sikap dan tingkah laku profesional, belajar aktif mandiri,
pendidikan dilingkungan masyarakat serta penguasaan iptek keperawatan merupakan
karakteristik dari pendidikan profesional keperawatan.
2. Memantapkan sistem pelayanan perawatan professional
Perubahan sifat pelayanan dari fokasional menjadi profesional dengan fokus asuhan
keperawatan dengan peran preventif dan promotif tanpa melupakan peran kuratif dan
rehabilitatif harus didukung dengan peningkatan sumber daya manusia di bidang
keperawatan. Sehingga pada pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan dapat terjadinya
pelayanan yang efisien, efektif serta berkualitas. Selanjutnya, saat ini juga telah berkembang
berbagai model prakti keperawatan profesional, seperti:
Departemen Kesehatan RI sampai saat ini sedang menyusun registrasi, lisensi dan
sertifikasi praktik keperawatan. Selain itu semua penerapan model praktik keperawatan
professional dalam memberikan asuhan keperawatan harus segera di lakukan untuk menjamin
kepuasan konsumen/klien.
Organisasi profesi keperawatan memerlukan suatu perubahan cepat dan dinamis serta
kemampuan mengakomodasi setiap kepentingan individu menjadi kepentingan organisasi dan
mengintegrasikannya menjadi serangkaian kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya.
25
Restrukturisasi organisasi keperawatan merupakan pilihan tepat guna menciptakan suatu
organisasi profesi yang mandiri dan mampu menghidupi anggotanya melalui upaya jaminan
kualitas kinerja dan harapan akan masa depan yang lebih baik serta meningkat.
a) Nilai intelektual
Nilai intelektual dalam prtaktik keperawatan terdiri dari
1) Body of Knowledge]
2) Pendidikan spesialisasi (berkelanjutan)
3) Menggunakan pengetahuan dalam berpikir secara kritis dan kreatif
b) Nilai komitmen moral
Pelayanan keperawatan diberikan dengan konsep altruistic, dan memperhatikan kode
etik keperawatan. Pelayanan professional terhadap masyarakat memerlukan integritas,
komitmen moral dan tanggung jawab etik.
26
Kendali mempunyai implikasi pengaturan atau pengarahan terhadap sesuatu
atau seseorang. Bagi profesi keperawatan, harus ada kewenangan untuk
mengendalikan praktik, menetapkan peran, fungsi dan tanggung jawab anggota
profesi. Tanggung gugat berarti perawat bertanggung jawab terhadap setiap tindakan
yang dilakukannya terhadap klien.
Proses keperawatan mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1980-an. Perawat yang
dididik sebelum tahun tersebut pada umumnya belum mengenal proses keperawatan karena
kurikulum di pendidikan belum mengajarkan metode tersebut. Proses keperawatan mulai
dikenal di pendidikan keperawatan Indonesia yaitu dalam Katalog Pendidikan Diploma III
Keperawatan yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun 1984. Diluar negeri istilah
proses keperawatan diperkenalkan pada tahun 1955 oleh Lidya Hall, dan sejak tahun tersebut
para pakar keperawatan mendiskripsikan proses keperawatan secara bervariasi.
Proses keperawatan terus berkembang dan kemudian istilah Nursing Diagnosis mulai
diperkenalkan dalam literatur-literatur keperawatan. Pada tahun 1973, Gebbie dan Levin dari
St.Louis University School of Nursing membantu dalam menyelenggarakan konferensi
pertama tentang klasifikasi diagnosa keperawatan di Amerika.
27
Pada saat ini proses keperawatan telah berkembang dan diterapkan di berbagai tatanan
pelayanan kesehatan di Indonesia, seperti rumah sakit, klinik-klinik, Puskesmas, perawatan
keluarga, perawatan kesehatan masyarakat, dan perawatan pada kelompok khusus. Namun
secara umum penerapan proses keperawatan belum optimal dan belum menggambarkan
pemecahan masalah secara ilmiah oleh perawat, karena pada dasarnya hal ini tidak terlepas
dari sumber daya keperawatan yang ada dan dukungan institusi.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa proses keperawatan merupakan cara yang sistematis
yang dilakukan oleh perawat bersama dengan klien dalam menentukan asuhan keperawatan
dengan melakukan pengkajian, merumuskan diagnose, merencanakan tindakan yang akan
dilakukan, melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan
dengan berfokus pada klien. Lalu kelima proses tersebut didokumentasikan oleh perawat
pada sebuah catatan keperawatan.
28
Tujuan proses keperawatan secara umum adalah membangun kerangka konsep untuk
memenuhi kebutuhan individu klien, keluarga, dan masyarakat.
Sedangkan menurut Yura dan walsh (1983), proses keperawatan merupakan suatu
tahapan desain tindakan yang digunakan untuk memenuhi tujuan keperawatan, antara lain:
Ada 6 karakteristik dari proses keperawatan, antara lain: (1) tujuan, (2) sistematik;
(3) dinamik; (4) interaktif; (5) Fleksibel; dan (6) Teoritis. Penjabaran dari karakteristik
tersebut dapat dilihat, berikut ini:
1) Tujuan : memiliki tujuan jelas yaitu untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan
pada klien
2) Sistematik: menggunakan pendekatan yang terorganisir dalam mencapai tujuan.
Sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan serta menghindari terjadinya kesalahan
3) Dinamik: proses keperawatan dilakukan secara berkesinambungan. Serta ditujukan
untuk mengatasi perubahan respon klien yang diidentikan melalui hubungan antara
perawat dengan klien
4) Interaktif: proses keperawatan memiliki dasar hubungan yaitu hubungan timbal balik
antara perawat, klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lain.
5) Fleksibel: fleksibilitas proses keperawatan ini dapat dilihat dalam dua konteks, yaitu:
a) Dapat diadopsi dalam praktek keperawatan dalam situasi apapun, baik dalam
kaitannya dengan individu, keluarga, atau masyarakat
b) Tahapannya dapat dilakukan berurutan sesuai dengan persetujuan kedua belah
pihak.
6) Teoritis : setiap langkah dalam keperawatan selalu berdasarkan pada konsep ilmu
keperawatan.
Berdasarka karakter teoritis ini, maka asuhan keperawatan pada klien hendaknya
menekankan pada tiga aspek penting, antara lain
a. Humanistic : memandang dan memperlakukan klien sebagai manusia
29
b. Holistic : intervensi keperawatan harus memenuhi kebutuhan dasar manusia secara
utuh, yakni bio-psiko-sosio-spiritual.
c. Care: asuhan keperawatan yang diberikan hendaknya berlandaskan pada standar
praktek keperawatan dank ode etik keperawatan.
Selain pendapat tersebut, Kozier menyebutkan bahwa proses keperawatan
mempunyai sembilan karakteristik antara lain:
1) Merupakan sistem yang terbuka dan fleksibel untuk memenuhi kebutuhan yang unik dari
klien, keluarga, kelompok dan komunitas.
2) Bersifat siklik dan dinamis, karena semua tahap-tahap saling berhubungan dan
berkesinambungan.
3) Berpusat pada klien, merupakan pendekatan individual dan spesifik untuk memenuhi
kebutuhan klien.
4) Bersifat interpersonal dan kolaborasi.
5) Menggunakan perencanaan.
6) Mempunyai tujuan.
7) Memperbolehkan adanya kreativitas antara perawat dengan klien dalam memikirkan
jalan keluar menyelesaikan masalah keperawatan.
8) Menekankan pada umpan balik, dengan melakukan pengkajian ulang dari masalah atau
merevisi rencana keperawatan.
9) Dapat diterapkan secara luas. Proses keperawatan menggunakan kerangka kerja untuk
semua jenis pelayanan kesehatan, klien dan kelompok.
Demikian juga dengan Craven dan Hirnle (2000), menurutnya proses keperawatan
sebagai pedoman untuk praktek keperawatan profesional, mempunyai karakteristik:
30
Proses keperawatan merupakan metode sistematis yang menjadi panduan bagi perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan. Jika setiap perawat dapat menggunakan proses
keperawatan dengan benar dan tepat, ini akan meningkatkan mutu layanan keperawatan.
Melalui proses keperawatan, setiap perawat bertindak secara profesional sesuai dengan
lingkup wewenang dan tanggung jawabnya.
2) Meningkatkan citra profesi keperawatan
31
tercipta rasa kebersamaan. Manfaat yang lebih besar adalah terbina dan terpeliharanya
kesatuan dan persatuan diantara perawat.
6) Menghasilkan praktik keperawatan yang profesional
Penerapan proses keperawatan didasarkan pada metode ilmiah, bukan pada intuisi
semata. Penerapan proses keperawatan menunjukkan ciri-ciri profesionalisme,
diantaranya mengutamakan kepentingan klien (client oriented), menggunakan
pengetahuan ilmiah, serta menunjukkan tanggung jawab dan tanggung gugat dalam
melaksanakan praktik keperawatan. Jika perawat bertindak dan berprilaku secara
profesional, masyarakat dan profesi lain akan menilai dan mengakui perawat sebagai
tenaga professional
2.2.6 Implikasi Proses Keperawatan
1. Profesi
Secara professional, profesi keperawatan melalui 5 tahapan menyajikan lingkup
praktik keperawatan yang secara terus menerus mendefinisikan perannya baik
terhadap klien maupun profesi kesehatan lainnya. Dengan demikian perawat bekerja
melakukan sesuatu bukan hanya sekedar melaksanakan perintah dokter, melainkan
melalui perencanaan keperawatan yang matang.
2. Klien
Proses keperawatan mendorong klien dan keluarga berpartisifasi aktif dan terlibat ke
dalam 5 tahapan proses tersebut. Selama pengkajian, klien menyediakan informasi
yang dibutuhkan, selanjutnya memberikan validasi diagnosa keperawatan, dan
menyediakan umpan balik selama evaluasi.
3. Perawat
Beberapa hal yang dapat diperoleh dari proses keperawatan, antara lain:
a. Meningkatkan kepuasan dan perkembangan profesionalisasi perawat
b. Meningkatkan hubungan antara klien dengan perawat.
c. Meningkatkan pengembangan kreativitas dalam penyelesaian masalah klien.
1. Teori sistem
Sistem terdiri dari: tujuan proses dan isi
32
a. Tujuan adalah sesuatu yang harus dilaksanakan, sehingga dapat memberikan
arah pada sistem.
b. Proses adalah sesuatu yang berfungsi dalam memenuhi tujuan yang hendak
dicapai
c. Isi merupakan bagian atau elemen yang membentuk sebuah sistem.
Keterkaitan antara teori sistem dengan proses keperawatan dapat dijelaskan dalam gambar
berikut ini:
FEEDB
ACK
INP OUT
UT PUT
Input merupakan kumpulan data hasil pengkajian data beserta permasalahannya, yang
diikut dengan perencanaan dan tindakan keperawatan yang tepat. Sedangkan output
menunjukan hasil dari tindakan yang telah dilaksanakan. Selanjutnya feedback merupakan
proses pengkomunikasian output terhadap sistem sehingga dapat dievaluasi dan memberikan
arah untuk pelaksanaan selanjutnya.
Dalam sistem keperawatan dijelaskan bahwa perawat sebagai individu dan klien
(individu, keluarga, masyarakat) melakukan interaksi dan saling mempengaruhi satu sama
lain.
Pada dasarnya kebutuhan dasar manusia merupakan terpenuhinya tingkat kepuasan agar
manusi bisa mempertahankan hidupnya dan perawatlah yang berperan untuk memenuhinya.
Kerangka kerja pada teori ini menggambarkan penerapan proses keperawatan selalu
berfokus pada pemenuhan kebutuhan individu yang unik dan merupakan bagian integral dari
keluarga dan masyarakat.
3. Teori persepsi
FEEDBAC
K
KDM Terpenuhi
(spesifik) nya KDM 33
Perubahan dalam pemenuhan kebutuhan manusia sangat dipengaruhi oleh persepsi
individu yang berbeda antara satu dengan yang lain. Hal ini akan membawa konsekwensi
terhadap permasalahan keperawatan yang ditegakan pada setiap individu. Meskipun sumber
masalah yang dihadapinya sama, akan tetapi setiap individu memiliki persepsi dan respon
yang berbeda-beda. Misalnya, walaupun kedua pasien sama-sama terkena penyakit DM, akan
tetapi permasalahan keperawatan yang dihadapi tidak mesti sama.
Kondisi ini sesuai dengan tahapan dalam proses keperawatan dimana perawat dan
klien mengumpulkan data. Selanjutnya dari data tersebut akan diambil makna tertentu yang
dapat digunakan dalam melakukan asuhan keperawatan. Proses tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut:
FEEDBA
CK
STIMUL RESPON
US
4. Teori informasi dan komunikasi
Salah satu tujuan asuhan keperawatan adalah untuk mengetahui permasalahan yang
dihadapi pasien. Oleh karena itulah perawat dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang
konsep dan teori sebagai dasar interaksi dalam memahami informasi serta menjalin
komunikasi yang efektif.
34
FEEDBA
CK
Salah satu tujuan dari keperawatan adalah menyelesaikan masalah yang dihadapi klien.
Melaui pendekatan proses keperawatan masalah-masalah yang dihadapi dapat diidentifikasi
secara tepat dan keputusan dapat diambil secara akurat.
FEEDBACK
Perencanaan Perencanaan
35
Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan dan merupakan suatu proses
yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien.
Tahap pengkajian merupakan pemikiran dasar dalam memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan kebutuhan individu. Pengkajian yang lengkap, akurat, sesuai kenyataan,
kebenaran data sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu.
Data Dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien,
kemampuan klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri, dan hasil konsultasi
dari medis atau profesi kesehatan lainnya.
Data Fokus adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap
kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal-hal yang mencakup tindakan yang
dilaksanakan terhadap klien.
Fokus Pengkajian Keperawatan Pengkajian keperawatan tidak sama dengan pengkajian
medis. Pengkajian medis difokuskan pada keadaan patologis, sedangkan pengkajian
keperawatan ditujukan pada respon klien terhadap masalah-masalah kesehatan yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Misalnya dapatkah klien
melakukan aktivitas sehari-hari, sehingga fokus pengkajian klien adalah respon klien yang
nyata maupun potensial terhadap masalah-masalah aktifitas harian.
Pulta (Pengumpulan Data) Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang
klien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah, serta kebutuhan-
kebutuhan keperawatan dan kesehatan klien.
Pengumpulan informasi merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Dari
informasi yang terkumpul, didapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang dihadapi
klien. Selanjutnya data dasar tersebut digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan,
merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah-
masalah klien.
Pengumpulan data dimulai sejak klien masuk ke rumah sakit (initial assessment),
irawat secara terus-menerus (ongoing assessment), serta pengkajian ulang untuk menambah /
melengkapi data (re-assessment).
1. Tujuan Pengumpulan Data
a) Memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan klien.
b) Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien.
c) Untuk menilai keadaan kesehatan klien.
36
d) Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langah-langkah
berikutnya.
2. Tipe Data :
a) Data Subjektif
Data Subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat
terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh
perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide klien tentang status kesehatannya.
Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan, kecemasan, frustrasi, mual,
perasaan malu.
b) Data Objektif
Data Objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh
menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan fisik.
Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, edema, berat badan, tingkat
kesadaran.
3. Karakteristik Data
a) Lengkap
Data yang terkumpul harus lengkap guna membantu mengatasi masalah klien
yang adekuat. Misalnya klien tidak mau makan selama 3 hari. Perawat harus mengkaji
lebih dalam mengenai masalah klien tersebut dengan menanyakan hal-hal sebagai
berikut: apakan tidak mau makan karena tidak ada nafsu makan atau disengaja?
Apakah karena adanya perubahan pola makan atau hal-hal yang patologis?
Bagaimana respon klien mengapa tidak mau makan.
b) Akurat dan Nyata
Untuk menghindari kesalahan, maka perawat harus berfikir secara akurat dan
nyata untuk membuktikan benar tidaknya apa yang didengar, dilihat, diamati dan
diukur melalui pemeriksaan ada tidaknya validasi terhadap semua data yang mungkin
meragukan. Apabila perawat merasa kurang jelas atau kurang mengerti terhadap data
yang telah dikumpulkan, maka perawat harus berkonsultasi dengan perawat yang
lebih mengerti. Misalnya, pada observasi : “klien selalu diam dan sering menutup
mukanya dengan kedua tangannya.
Perawat berusaha mengajak klien berkomunikasi, tetapi klien selalu diam dan
tidak menjawab pertanyaan perawat. Selama sehari klien tidak mau makan makanan
yang diberikan”, jika keadaan klien tersebut ditulis oleh perawat bahwa klien depresi
berat, maka hal itu merupakan perkiraan dari perilaku klien dan bukan data yang
37
aktual. Diperlukan penyelidikan lebih lanjut untuk menetapkan kondisi klien.
Dokumentasikan apa adanya sesuai yang ditemukan pada saat pengkajian.
c) Relevan
Pencatatan data yang komprehensif biasanya menyebabkan banyak sekali data
yang harus dikumpulkan, sehingga menyita waktu dalam mengidentifikasi. Kondisi
seperti ini bisa diantisipasi dengan membuat data komprehensif tapi singkat dan jelas.
Dengan mencatat data yang relevan sesuai dengan masalah klien, yang merupakan
data fokus terhadap masalah klien dan sesuai dengan situasi khusus.
4. Sumber Data:
a) Sumber data primer
Sumber data primer berasal dari pengkajian langsung terhadap klien
b) Sumber data sekunder
Orang terdekat, informasi dapat diperoleh melalui orang tua, suami atau istri, anak,
teman klien, jika klien mengalami gangguan keterbatasan dalam berkomunikasi atau
kesadaran yang menurun, misalnya klien bayi atau anak-anak, atau klien dalam
kondisi tidak sadar.
c) Sumber data lainnya
1. Catatan medis dan anggota tim kesehatan lainnya. Catatan kesehatan terdahulu dapat
digunakan sebagai sumber informasi yang dapat mendukung rencana tindakan
perawatan.
2. Riwayat penyakit Pemeriksaan fisik dan catatan perkembangan merupakan riwayat
penyakit yang diperoleh dari terapis. Informasi yang diperoleh adalah hal-hal yang
difokuskan pada identifikasi patologis dan untuk menentukan rencana tindakan medis.
3. Konsultasi Kadang terapis memerlukan konsultasi dengan anggota tim kesehatan
spesialis, khususnya dalam menentukan diagnosa medis atau dalam merencanakan
dan melakukan tindakan medis. Informasi tersebut dapat diambil guna membantu
menegakkan diagnosa.
4. Hasil pemeriksaan diagnostic Seperti hasil pemeriksaan laboratorium dan tes
diagnostik, dapat digunakan perawat sebagai data objektif yang dapat disesuaikan
dengan masalah kesehatan klien. Hasil pemeriksaan diagnostik dapat digunakan
membantu mengevaluasi keberhasilan dari tindakan keperawatan.
5. Perawat lain Jika klien adalah rujukan dari pelayanan kesehatan lainnya, maka
perawat harus meminta informasi kepada perawat yang telah merawat klien
sebelumnya. Hal ini untuk kelanjutan tindakan keperawatan yang telah diberikan.
38
6. Kepustakaan. Untuk mendapatkan data dasar klien yang komprehensif, perawat dapat
membaca literatur yang berhubungan dengan masalah klien. Memperoleh literatur
sangat membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang benar dan
tepat.
5. Metoda Pengumpulan Data
a) Wawancara
b) Observasi
c) Pemeriksaan fisik
d) Studi Dokumentasi
2. Tahap Diagnosa Keperawatan
Pada tahun 1953, istilah diagnosa keperawatan diperkenalkan oleh V. Fry dengan
menguraikan langkah yang diperlukan dalam mengembangkan rencana asuhan keperawatan.
Pernyataan yg menggambarkan respon aktual/potensial klien thd masalah kesehatan
dimana perawat mempunyai lisensi dan kompeten untuk mengatasinya (Potter &
Perri,1997)
Suatu pernyataan yg menjelaskan respon manusia (status kesh/resiko perubahan pola)
dr individu/kelompok dimana perawat scr akontabilitas dpt mengidentifikasi & memberikan
intervensi scr pasti untuk menjaga status kesehatan ,membatasi, mencegah,merubah pola
(Carpenito,2000)
Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) (1990, dalam
Carpenito, 1997) diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang,
keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah-masalah kesehatan/ proses kehidupan
yang aktual atau risiko.
Tipe Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah struktur dan proses. Struktur diagnosa keperawatan
komponennya tergantung pada tipenya, antara lain:
1. Diagnosa Keperawatan Aktual (Actual Nursing Diagnoses).
Diagnosa keperawatan aktual menyajikan keadaan yang secara klinis telah divalidasi
melalui batasan karakteristik mayor yang dapat diidentifikasi. Tipe dari diagnosa
keperawatan ini mempunyai empat komponen yaitu label, definisi, batasan
karakteristik, dan faktor-faktor yang berhubungan (Craven & Hirnle, 2000; Carpenito,
1997). Contohnya : Nyeri kronis, Defisit volume cairan, Ketidakseimbangan nutrisi
kurang/ lebih dari kebutuhan tubuh.
39
2. Diagnosa Keperawatan Risiko dan Risiko Tinggi (Risk and High-Risk Nursing
Diagnoses).
Dianosa Keperawatan Risiko dan Risiko Tinggi adalah keputusan klinis bahwa
individu, keluarga dan masyarakat sangat rentan untuk mengalami masalah bila tidak
diantisipasi oleh tenaga keperawatan, dibanding yang lain pada situasi yang sama atau
hampir sama (Craven & Hirnle, 2000; Carpenito, 1997). Contohnya: risiko tinggi
cidera, Risiko kekurangan volume cairan, risiko tinggi infeksi.
3. Diagnosa Keperawatan Sejahtera (Wellness Nursing Diagnoses).
Diagnosa Keperawatan Sejahtera adalah ketentuan klinis mengenai individu, keluarga
dan masyarakat dalam transisi dari tingkat kesehatan khusus ketingkat kesehatan yang
lebih baik. Pernyataan diagnostik untuk diagnosa keperawatan sejahtera merupakan
bagian dari pernyataan yang berisikan hanya sebuah label. Label ini dimulai dengan
“Potensial terhadap peningkatan, diikuti tingkat sejahtera yang lebih tinggi yang
dikehendaki oleh individu atau keluarga, misal “Potensial terhadap peningkatan proses
keluarga” (Craven & Hirnle, 2000; Carpenito, 1997). Contonya : Kesiapan ibu
menyusui efektif
Kritera Proses :
a) Proses, diagnosa keperawatan terdiri dari: analisis, interpretasi data, identifikasi
masalah klien, dan perumusan diagnosa keperawatan.
40
b) Komponen Rumusan Diagnosa Keperawatan, Secara umum diagnosa keperawatan
yang lazim dipergunakan oleh perawat di Indonesia adalah diagnosa keperawatan
aktual dan diagnosa keperawatan risiko atau risiko tinggi yang dalam perumusannya
menggunakan 3 komponen utama dengan merujuk pada hasil analisa data, meliputi:
problem (masalah), etiologi (penyebab), dan sign/symptom (tanda/ gejala).
P (Problem) masalah : adalah gambaran keadaan klien dimana tindakan
keperawatan dapat diberikan karena adanya kesenjangan atau penyimpangan dari
keadaan normal yang seharusnya tidak terjadi.
E (Etiology) penyebab : adalah keadaan yang menunjukkan penyebab
terjadinya problem (masalah).
Sign/ (Symptom) tanda dan gejala : adalah ciri, tanda atau gejala relevan yang
muncul sebagai akibat adanya masalah.
Dalam perumusannya sebuah diagnosa keperawatan dapat menggunakan 3 komponen
atau 2 komponen yang sangat tergantung kepada tipe dari diagnosa keperawatan itu sendiri,
terkadang hanya terdiri dari P dan E saja.
Secara singkat rumusan diagnosa keperawatan dapat disajikan dalam rumus sebagai berikut:
1. Diagnosa keperawatan aktual:
Contoh: Nyeri kepala akut (Problem) berhubungan dengan peningkatan tekanan dan
iritasi vaskuler serebral (Etiologi) ditandai oleh, mengeluh nyeri kepala, sulit
beristirahat, skala nyeri: 8, wajah tampak menahan nyeri, klien gelisah, keadaan umum
lemah, adanya luka robek akibat trauma pada kepala bagian atas, nadi: 90 X/ m
(Sign/Simptom).
2. Diagnosa keperawatan risiko/ risiko tinggi:
Contoh: Risiko infeksi (Problem) berhubungan dengan adanya luka trauma jaringan
(Etiologi) Pada diagnosa risiko, tanda/gejala sering tidak dijumpai hal ini disebabkan
kerena masalah belum terjadi, tetapi mempunyai risiko untuk terjadi apabila tidak
mendapatkan intervensi atau pencegahan dini yang dilakukan oleh perawat.
3. Persyaratan Diagnosa Keperawatan.
Persyaratan diagnosa keperawatan, meliputi:
a) Perumusan harus jelas dan singkat berdasarkan respon klien terhadap Situasi atau
keadaan kesehatan yang sedang dihadapi.
b) Spesifik dan akurat.
41
c) Merupakan pernyataan dari: P(Problem)+ E (Etiologi)+(Sign/Simptom) atau P
(Problem) + E (Etiologi).
d) Memberikan arahan pada rencana asuhan keperawatan.
e) Dapat dilaksanakan intervensi keperawatan oleh perawat.
c) Validasi diagnosa dilakukan dengan cara bekerjasama dengan klien dan berusaha untuk
dekat dengan klien atau petugas kesehatan lain.
d) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa keperawatan berdasarkan data
terbaru.
7. Prioritas Diagnosa Keperawatan.
Menyusun prioritas sebuah diagnosa keperawatan hendaknya diurutkan sesuai dengan
keadaan dan kebutuhan utama klien.
8. Berdasarkan tingkat Kegawatan
Keadaan yang mengancam kehidupan. Keadaan yang tidak gawat dan tidak
mengancam kehidupan. Persepsi tentang kesehatan dan keperawatan.
9. Berdasarkan Kebutuhan Maslow
Berdasarkan Kebutuhan Maslow yaitu Kebutuhan fisiologis,kebutuhan keamanan dan
keselamatan,kebutuhan mencintai dan dicintai,kebutuhan harga diri dan kebutuhan
aktualisasi diri.
10. Perbedaan Diagnosa Keperawatan Dengan Diagnosa Medis.
Beberapa perbedaan antara diagnosa keperawatan dengan diagnosa medis dibawah ini:
a) Diagnosa keperawatan :
- Berfokus pada respons atau reaksi klien terhadap penyakitnya.
- Berorientasi pada kebutuhan individu, bio-psiko-sosio-spiritual.
- Berubah sesuai dengan perubahan respons klien.
- Mengarah kepada fungsi mandiri perawat dalam melaksanakan tindakan
keperawatan dan evaluasi.
- Data dasar global mencakup fisiologi,psikologis,sosiokultural,perkembangan
spiritual klien
b) Diagnosa Medis :
- Berfokus pada faktor-faktor yang bersifat pengobatan dan penyembuhan penyakit.
- Berorientasi kepada keadaan patologis dan cenderung tetap, mulai dari sakit
sampai sembuh.
- Mengarah kepada tindakan medik yang sebahagian besar dikolaborasikan kepada
perawat.
42
- Data dasar mencangkup sistem fisiologi & personal serta sist sosial terbatas pd
riwayat medis klg & ekonomi serta riwayat asuransi klien.
3. Tahap Perencanaan
Langkah ketiga dari proses keperawatan adalah perencanaan. Menurut Kozier et
al. (1995) perencanaan adalah sesuatu yang telah dipertimbangkan secara mendalam, tahap
yang sistematis dari proses keperawatan meliputi kegiatan pembuatan keputusan dan
pemecahan masalah.
43
sumber-sumber klien serta sistem pelayanan keperawatan (Bandman & Bandman, 1995,
dalam Potter & Perry, 1997).
Tujuan penulisan rencana asuhan keperawatan dan kriteria hasil yang diharapkan
adalah:
1) Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan merupakan petunjuk untuk intervensi
keperawatan pada individu.
2) Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan menentukan efektivitas dari intervensi
keperawatan.
Dalam penulisan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan terdapat beberapa
petunjuk, antara lain:
44
h) Mengarah pada tujuan dan kriteria hasil yang akan dicapai.
i) Bersifat realistik dan rasional.
j) Rencana tindakan disusun secara berurutan sesuai prioritas.
Demikian juga dalam tehnik penulisan rencana intervensi keperawatan, ada beberapa
faktor yang harus diperhatikan oleh perawat antara lain:
1. Kalimat yang ditulis harus berupa kalimat instruksi, berfungsi untuk menjelaskan
tindakan yang akan dilakukan. Instruksi dibuat secara ringkas, tegas, tepat dan kalimat
mudah dimengerti.
2. Dapat dijadikan alat komunikasi antar anggota keperawatan/ tim kesehatan lain untuk
kesinambungan asuhan keperawatan yang akdiberikan kepada klien.
3. Memuat informasi yang selalu baru.
4. Didokumentasikan pada tempat/ kolom yang ditentukan sebagai pertanggung-jawaban
dan pertanggunggugatan perawat terhadap asuhan keperawatan yang diberikan kepada
klien.
Pada tahap ini, dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah
ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pelaksanaan
adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan.
1. Jenis Tindakan
45
b. Saling ketergantungan (interdependent/kolaborasi) : adalah tindakan
keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim perawatan atau dengan tim kesehatan
lainnya seperti dokter, fisioterapi, analis kesehatan dan sebagainya, misalnya dalam
hal :
2) Pemberian infus
1) Pemberian makan pada klien sesuai dengan diit yang telah dibuat oleh ahli gizi
46
a) Langsung :ditangani sendiri oleh perawat yang menemukan masalah kesehatan
klien
b) Delegasi :diserahkan kepada orang lain atau perawat lain yang dapat dipercaya
untuk melakukan tindakan keperawatan klien.
5. Pertimbangan Tindakan Keperawatan
a) Individualitas klien
b) Melibatkan klien dalam intervensi
c) Pencegahan komplikasi
d) Mempertahanan kondisi tubuh sebagai upaya peningkatan kesehatan
e) Rasa aman bagi klien
f) Penampilan perawat yang bijaksana
6. Langkah-Langkah Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a) Tinjau ulang data dan pembaruan data
b) Revisi rencana keperawatan sebagai respon terhadap perubahan respon klien terhadap
masalah kesehatan
c) Menentukan kebutuhan dan bantuan keperawatan klien
d) Implementasi tindakan
e) Mempelajari respon klien
f) Komunikasi.
7. Dasar Strategi Dalam Melaksanakan Tindakan Keperawatan
a) Proses belajar mengajar berkaitan dengan pendidikan kesehatan
b) Komunikasi dua arah antara perawat dan klien
c) Ketrampilan psikomotorik perawat dalam membantu memenuhi kebutuhan klien
d) Kerjasama diantara perawat dan profesi kesehatan lainnya
e) Kepemimpinan keperawatan dalam menglola asuhan keperawatan
8. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
a) Tahap Persiapan :
1. Memahami rencana keperawatan
2. Memanfaatkan kemampuan dalam melaksanakan tindakan keperawatan
3. Menguasai ketrampilan teknis keperawatan
4. Mengetahui sumber daya yang diperlukan
5. Memahami aspek hukum dan kode etik yang berlaku dalam bidang keperawatan
6. Mengetahui efek samping dan komplikasi yang mungkin timbul
7. Mengetahui standart praktik keperawatan untuk menguur keberhasilan
47
8. Penampilan perawat dalam melaksanaan tindakan keperawatan harus meyakinkan.
b) Tahap Pelaksanaan :
1) Keselamatan klien
2) Keamanan dan kenyamanan klien
3) Pencegahan komplikasi.
4. Tahap Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang
lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam
Potter & Perry, 1997).
Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan
dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-
keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana
keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan
dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan.
Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan,
dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al., 1995).
Dalam Implementasi tindakan keperawatan memerlukan beberapa pertimbangan,
antara lain:
1) Individualitas klien, dengan mengkomunikasikan makna dasar dari suatu
implementasi keperawatan yang akan dilakukan.
2) Melibatkan klien dengan mempertimbangkan energi yang dimiliki, penyakitnya,
hakikat stressor, keadaan psiko-sosio-kultural, pengertian terhadap penyakit dan
intervensi.
3) Pencegahan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi.
4) Mempertahankan kondisi tubuh agar penyakit tidak menjadi lebih parah serta upaya
peningkatan kesehatan.
5) Upaya rasa aman dan bantuan kepada klien dalam memenuhi kebutuhannnya.
6) Penampilan perawat yang bijaksana dari segala kegiatan yang dilakukan kepada klien.
Beberapa pedoman dalam pelaksanaan implementasi keperawatan (Kozier et al,.
1995) adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan respons klien.
48
2. Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standar pelayanan
professional, hukum dan kode etik keperawatan.
3. Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia.
4. Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi keperawatan.
5. Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana intervensi
keperawatan.
6. Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu dalam upaya
meningkatkan peran serta untuk merawat diri sendiri (Self Care).
7. Menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan status kesehatan. Dapat
menjaga rasa aman, harga diri dan melindungi klien.
8. Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan.
9. Bersifat holistik.
10. Kerjasama dengan profesi lain.
11. Melakukan dokumentasi.
Menurut Craven dan Hirnle (2000) secara garis besar terdapat tiga kategori dari
implementasi keperawatan, antara lain:
1) Cognitive implementations, meliputi pengajaran/ pendidikan, menghubungkan
tingkat pengetahuan klien dengan kegiatan hidup sehari-hari, membuat strategi untuk
klien dengan disfungsi komunikasi, memberikan umpan balik, mengawasi tim
keperawatan, mengawasi penampilan klien dan keluarga, serta menciptakan
lingkungan sesuai kebutuhan, dan lain lain.
2) Interpersonal implementations, meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan,
meningkatkan pelayanan, menciptakan komunikasi terapeutik, menetapkan jadwal
personal, pengungkapan perasaan, memberikan dukungan spiritual, bertindak sebagai
advokasi klien, role model, dan lain lain.
3) Technical implementations, meliputi pemberian perawatan kebersihan kulit,
melakukan aktivitas rutin keperawatan, menemukan perubahan dari data dasar klien,
mengorganisir respon klien yang abnormal, melakukan tindakan keperawatan
mandiri, kolaborasi, dan rujukan, dan lain-lain.
Sedangkan dalam melakukan implementasi keperawatan, perawat dapat
melakukannya sesuai dengan rencana keperawatan dan jenis implementasi
keperawatan. Dalam pelaksanaannya terdapat tiga jenis implementasi keperawatan,
antara lain:
49
1. Independent implementations, adalah implementasi yang diprakarsai sendiri oleh
perawat untuk membantu klien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan
kebutuhan, misalnya: membantu dalam memenuhi activity daily living (ADL),
memberikan perawatan diri, mengatur posisi tidur, menciptakan lingkungan yang
terapeutik, memberikan dorongan motivasi, pemenuhan kebutuhan psiko-sosio-
spiritual, perawatan alat invasive yang dipergunakan klien, melakukan dokumentasi,
dan lain-lain.
2. Interdependen/ Collaborative implementations, adalah tindakan keperawatan atas
dasar kerjasama sesama tim keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya, seperti
dokter. Contohnya dalam hal pemberian obat oral, obat injeksi, infus, kateter urin,
naso gastric tube (NGT), dan lain-lain. Keterkaitan dalam tindakan kerjasama ini
misalnya dalam pemberian obat injeksi, jenis obat, dosis, dan efek samping
merupakan tanggungjawab dokter tetapi benar obat, ketepatan jadwal pemberian,
ketepatan cara pemberian, ketepatan dosis pemberian, dan ketepatan klien, serta
respon klien setelah pemberian merupakan tanggung jawab dan menjadi perhatian
perawat.
3. Dependent implementations, adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari
profesi lain, seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan sebagainya, misalnya
dalam hal: pemberian nutrisi pada klien sesuai dengan diit yang telah dibuat oleh ahli
gizi, latihan fisik (mobilisasi fisik) sesuai dengan anjuran dari bagian fisioterapi.
Secara operasional hal-hal yang perlu diperhatikan perawat dalam pelaksanaan
implementasi keperawatan adalah:
1. Pada tahap persiapan.
a) Menggali perasaan, analisis kekuatan dan keterbatasan professional pada diri sendiri.
b) Memahami rencana keperawatan secara baik.
c) Menguasai keterampilan teknis keperawatan.
d) Memahami rasional ilmiah dari tindakan yang akan dilakukan.
e) Mengetahui sumber daya yang diperlukan.
f) Memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan keperawatan.
g) Memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur keberhasilan.
h) Memahami efek samping dan komplikasi yang mungkin muncul.
i) Penampilan perawat harus menyakinkan.
2. Pada tahap pelaksanaan.
50
a) Mengkomunikasikan/ menginformasikan kepada klien tentang keputusan tindakan
keperawatan yang akan dilakukan oleh perawat.
b) Beri kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan perasaannya terhadap
penjelasan yang telah diberikan oleh perawat.
c) Menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar manusia dan
kemampuan teknis keperawatan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan yang
diberikan oleh perawat.
d) Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan adalah energi klien,
pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa aman, privacy, kondisi klien, respon
klien terhadap tindakan yang telah diberikan.
3. Pada tahap terminasi.
a) Terus memperhatikan respons klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
diberikan.
b) Tinjau kemajuan klien dari tindakan keperawatan yang telah diberikan.
c) Rapikan peralatan dan lingkungan klien dan lakukan terminasi.
d) Lakukan pendokumentasian.
5. Tahap Evaluasi
Meskipun proses keperawatan mempunyai tahap-tahap, namun evaluasi berlangsung
terus menerus sepanjang pelaksanaan proses keperawatan (Alfaro-LeFevre, 1998).
Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi dalam keperawatan merupakan
kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Menurut Craven dan Hirnle (2000) evaluasi didefenisikan sebagai keputusan dari
efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan
dengan respon prilaku klien yang tampil.
Tujuan dari evaluasi antara lain:
51
5) Sebagai tanggungjawab dan tanggunggugat dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan.
Dalam melakukan proses evaluasi, ada beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh
perawat, antara lain:
1. Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan.
3. Mengukur pencapaian tujuan.
4. Mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan.
5. Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila perlu.
Menurut Ziegler, Voughan – Wrobel, & Erlen (1986, dalam Craven & Hirnle,
2000), evaluasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Evaluasi struktur.
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan sekeliling
tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan secara langsung atau
tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian pelayanan. Persediaan perlengkapan,
fasilitas fisik, ratio perawat-klien, dukungan administrasi, pemeliharaan dan
pengembangan kompetensi staf keperawatan dalam area yang diinginkan.
2. Evaluasi proses.
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai
wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses mencakup jenis
informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi dari
perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan tehnikal perawat.
3. Evaluasi hasil.
Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons prilaku klien
merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian
tujuan dan kriteria hasil.
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
a) Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
52
b) Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan sebahagian dari
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
c) Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan
sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan dan
atau bahkan timbul masalah/ diagnosa keperawatan baru.
Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi adalah
dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan. Subjective adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah
tindakan diberikan. Objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan. Analisis
adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria
hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak
teratasi. Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan
hasil analisa.
53
d) Catatan perkembangan
2. Format Dokumentasi
Aziz Alimul (2001) mengemukakan ada lima bentuk format yang lazim digunakan:
54
Semua masalah pasien diidentifikasi dalam catatan keperawatan dan terlihat
pada rencana keperawatan. Kolom focus dapat berisi : masalah pasien (data),
tindakan (action) dan respon (R)
Format DAE
Merupakan system dokumentasi dengan konstruksi data tindakan dan evaluasi
dimana setiap diagnose keperawatan diidentifikasi dalam catatan perawatan,
terkait pada rencana keprawatan atau setiap daftar masalah dari setiap catatan
perawat dengan suau diagnose keperawatan.
Catatan perkembangan ringkas
Dalam menuliskan catatan perkembangan diperlukan beberapa hal yang perlu
diperhatikan antara lain :
a) Adanya perubahan kondisi pasien
b) Berkembangnya masalah baru
c) Pemecahan masalah lama
d) Respon pasien terhadap tindakan
e) Kesediaan pasien terhadap tindakan
f) Kesediaan pasien untuk belajar Perubahan rencana keperawatan
Pendapat Aziz Alimul (2001) diatas juga mempunyai kesamaan dengan apa yang
dikemukakan oleh Nursalam (2001) yang mengatakan bahwa ada 6 (enam) bentuk model
dokumentasi keperawatan yang masing-masing model tersebut juga mempunyai kelebihan
dan kekurangan.
Enam model pendokumentasian tersebut adalah sebagai berikut :
a. SOR (Source Oriented Record)
Model ini menempatkan catatan atas dasar disiplin orang atau sumber yang mengelola
pencatatan. Catatan berorientasi pada sumber yang terdiri dari 5 komponen:
- Lembar penerimaan berisi biodata
- Lembar order dokter
- Lembar riwayat medic
- Catatan perawat
- Laporan khusus
b. POR (Problem Oriented Record)
55
Model ini memusatkan data tentang klien disusun menurut masalah klien. System ini
mengintegrasikan semua data mengenai masalah yang dikumpulkan oleh perawat,
dokter dan tim kesehatan lainnya terdiri dari 4 komponen:
- Data dasar
- Daftar masalah
- Perencanaan awal
- Catatan perkembangan (progress note)
c. Progress Oriented Record (Catatan Berorientasi pada perkembangan kemajuan)
Tiga jenis catatan perkembangan: Catatan perawata (nursing note) Lembar alur (floe
sheet), Catatan pemulangan dan Ringkasan Rujukan (Discharge Summary)
d. CBE (Charting by Exception)
CBE (Charting by Exception) Adalah system dokumentasi yang hanya mencatat
secara naratif dan hasil penemuan yang menyimpang dari keadaan normal (standar
dari praktik keperawatan).
e. PIE (Problem Intervention and Evaluation)
Adalah pencatatan dengan pendekatan orientasi proses dengan penekanan pada proses
keperawatan dan diagnose keperawatan.
f. FOCUS, Biasa juga disebut dengan format DAR (Data, Action, Respons)
Suatu proses pencatan terfokus pada klien. Digunakan untuk mengorganisir
dikumentasi asuhan keperawatan dimana: Data berisi data subjektif dan objektif serta
data focus Action : tindakan yang akan dikaukan Respons : keadaan respon yang akan
dilakukan.
56
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asuhan keperawatan yang bermutu dan dapat dicapai jika pelaksanaan asuhan
keperawatan dipersepsikan sebagai suatu kehormatan yang dimiliki oleh para perawat dalam
memperlihatkan sebagai suatu kehormatan yang dimiliki oleh perawat dalam memperlihatkan
haknya untuk memberikan asuhan yang manusiawi, aman, serta sesuai dengan standar dan
etika profesi keperawatan yang berkesinambungan.
Proses keperawatan merupakan suatu kegiatan yang terorganisir dengan
menggunakan metode yang sistematis dalam memberikan ASKEP kepada
individu,kelompok,keluarga dan masyarakat terhadap masalah kesehatan yang dialami.
Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu: Pengkajian, Diognasa, Perencanaan,
Pelaksanaan dan Evaluasi. Tahap-tahap dalam proses keperawatan saling berkesinambungan
dan tidak dapat di pisahkan satu sama lain.
3.2 Saran
Kita sebagai perawat harus mampu mengembangkan keterampilan yang kita miliki
dengan mampu untuk menyesuaikan diri dengan evolusi-evolusi yang terjadi pada dunia
keperawatan itu sendiri. Dengan seringnya kita melakukan pembaharuan-pembaharuan dalam
setiap tindakan yang diambil, maka akan mudah bagi kita untuk menjawab semua keluhan-
keluhan klien dengan didasari critical thinking yang memadai.
57
Tenaga profesi keperawatan juga perlu melakukan asuhan keperawatan secara
sistematis dan terorganisir demi meningkatkan layanan mutu keperawatan dan profesionalitas
sehingga menghasilkan praktik keperawatan yang professional.
58
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat A. Aziz Alimul. (2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan Eds 2. Jakarta:
Salemba Medika
59