Anda di halaman 1dari 17

Operasi Rumenotomy pada Ruminansia

Oleh:

Fitri Wulansari 1902101020116


Gito Haputra 1902101020117
Hefri Yunaldi 1902101020118
Lidra Andrean 1902101020119

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
JUNI 2020

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan

makalah yang berjudul “RUMENOTOMY“. Penyusunan makalah ini untuk

memenuhi salah satu tugas Koasistensi Ilmu Bedah. Kami berharap dapat

menambah wawasan dan pengetahuan khususnya dalam bidang medis. Serta

pembaca dapat mengetahui tentang penyakit rumenotomy pada hewan ruminansia.

Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Karena

itu, kami sangat mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca untuk

melengkapi segala kekurangan dan kesalahan dari makalah ini.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah

membantu selama proses penyusunan makalah ini.

Banda Aceh, 25 Juni 2012

Kelompok 13 Sub-Grup 2

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Tujuan 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Definisi 2
Anatomi Saluran Pencernaan Ruminansia 2
Indikasi 3
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
Tindakan Pra Operasi & Operasi 5
Pasca Operasi 13
DAFTAR PUSTAKA 15

ii
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ruminansia seperti kambing, domba, dan sapi memiliki beberapa lambung


(poligastric) atau disebut juga dengan lambung majemuk. Lambung memiliki
fungsi yang sangat penting yakni untuk mencerna makanan. Selain itu, dilambung
juga terjadi proses fermentasi makanan dengan bantuan bakteri baik yang ada di
saluran pencernaan. Oleh karena itu, jika terjadi kegagalan fungsi pada lambung
maka hewan akan mengalami anoreksia atau kehilangan nafsu makan dan pada
akhirnya akan mengalami penurunan berat badan yang drastis. 
Jika terjadi kegagalan fungsi pada lambung ruminansia, terlebih dahulu yang
diperhatikan adalah jenis makanan yan dikonsumsi. Biasanya, ada beberapa jenis
hijauan yang menyebabkan timbulnya gas. Gas dari pakan berasal dari aktivitas
fermentasi pada rumen. Aktivitas ini tidak terjadi seperti biasanya sehingga gas
dalam rumen tidak dapat keluar dengan cepat dan terperangkap di dalam perut.
Gas inilah yang akhirnya menyebabkan terjadinya kembung atau bloat. Jika bloat
atau kembung pada kambing masih ringan maka penobatan dapat diberikan secara
peroral.
Selain itu, ada juga beberapa benda asing yang  ikut tertelan ketika hewan
mengkonsumsi makanannya. Benda asing ini tidak dapat dicerna oleh lambung
sehingga diperlukan tindakan untuk mengangkat benda tersebut. Adanya benda
asing didalam rumen dan juga bloat yang parah bisa diterapi dengan tindakan
rumenotomy. 

1.2 Tujuan 
Tujuan dilakukannya tindakan operasi rumenotomy pada ruminansia adalah :
1. Kembung
2. Adanya benda asing di rumen, reticulum, omasum dan abomasum
3. Eksplorasi rumen untuk mendiagnosis penyakit traumatic, selain benda asing
4. Menelan tanaman yang beracun

1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Rumenotomi terdiri atas rumenotomi dan rumenal fistulation.
Rumenotomi adalah pembedahan dengan membedah dinding abdomen dan rumen
akan terlihat. Setelah itu rumen dan dinding abdomen dijahit, setelah itu rumen
diincisi sehingga terlihat isi rumen. Melalui lubang yang dibuat pada rumen dapat
dilakukan palpasi pada daerah bagian dalam rumen atau reticulum. Rumenotomi
sering dipergunakan untuk menguras isi rumen dan mengganti isinya dengan yang
baru.
Sedangkan Rumenal fistulation adalah teknik untuk menangani penyakit
bloat yang bersifat kronik. Bloat yang bersifat kronik diakibatkan dari
abnormalnya nervus parasympatik yang mensupplay cardia rumen. Hal tersebut
karena beberapa penyakit yaitu reticuloperitonitis dan fibrinous pneumonia –
pleuritis yang terkena pada nervus vagus. Selain itu juga akibat dari
pembengkakan lympa nodulus atau abses liver karena ada bakteri Bacillus Lactis
dari ambing yang menyebar secara hemoragi dan berada di rumen menyebabkan
rumenitis lalu bergerak menuju hati akibatnya hati menjadi abses, terjadi
gangguan fungsi hati sehingga hati tidak dapat melakukan metabolism
protein. Sapi akan mengalami hypoprotein dan berakibat pada hilangnya tonus
sehingga rumen tidak dapat mengeluarkan gas.

2.2 Anatomi Saluran Pencernaan Ruminansia


Urutan sistem pencernaan pada ruminansia adalah : Rongga Mulut (cavum
oris), Esophagus, Rumen, Reticulum, Omasum, Abomasum, Small Intestine,
Large Intestine, dan Rectum. Hewan-hewan herbivora (pemakan rumput) seperti
domba, sapi, kerbau disebut sebagai hewan memamah biak (ruminansia). Sistem
pencernaannya lebih kompleks. Makanan hewan ini banyak mengandung selulosa
yang sulit dicerna oleh hewan pada umumnya sehingga sistem pencernaannya
berbeda dengan sistem pencernaan hewan lain. 
Perbedaan sistem pencernaan makanan pada hewan mamalia, tampak pada
struktur gigi, yaitu terdapat geraham belakang (molar) yang besar, berfungsi untuk

2
mengunyah rerumputan yang sulit dicerna. Sapi memiliki gigi geraham lebih
banyak dibandingkan dengan manusia karena sesuai dengan fungsinya untuk
mengunyah makanan berserat, yaitu penyusun dinding sel tumbuhan yang terdiri
atas 50% selulosa. Esofagus (kerongkongan) pada sapi sangat pendek dan lebar
serta lebihm mampu berdilatasi (membesar). Esofagus berdinding tipis dan
panjangnya bervariasi diperkirakan sekitar 5 cm. Lambung sapi sangat besar,
diperkirakan sekitar ¾ dari isi rongga perut. Lambung mempunyai peranan
penting untuk menyimpan makanan. Selain itu, pada lambung juga terjadi proses
pembusukan dan peragian. Lambung ruminansia terdiri atas 4 bagian, yaitu
rumen, retikulum, omasum, dan abomasum dengan ukuran yang bervariasi sesuai
dengan umur dan makanan alaminya. Kapasitas rumen 80%, retikulum 5%,
omasum 7-8%, dan abomasum 7-8%. 
Makanan dari kerongkongan akan masuk rumen yang berfungsi sebagai
gudang sementara bagi makanan yang tertelan. Di rumen terjadi pencernaan
protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang dihasilkan
oleh bakteri dan jenis protozoa tertentu. 
Dari rumen, makanan akan diteruskan ke retikulum dan di tempat ini
makanan akan dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan yang masih kasar (disebut
bolus). Bolus akan dimuntahkan kembali ke mulut untuk dimamah kedua kali.
Dari mulut makanan akan ditelan kembali untuk diteruskan ke ornasum. Pada
omasum terdapat kelenjar yang memproduksi enzim yang akan bercampur dengan
bolus. Akhirnya bolus akan diteruskan ke abomasum, yaitu lambung yang
sebenarnya dan di tempat ini masih terjadi proses pencernaan bolus secara
kimiawi oleh enzim. Usus pada sapi sangat panjang, usus halusnya bisa mencapai
40 meter. Hal itu dipengaruhi oleh makanannya yang sebagian besar terdiri dari
serat (selulosa). 

2.3 Indikasi

Dinding tubuh bagian kiri (yaitu flank) merupakan subuah portal yang
mudah untuk mengakses struktur gastrointestinal proksimal termasuk retikulum,
lubang retikulo-omasal dan rumen itu sendiri. Indikasi untuk operasi pada rumen

3
meliputi trauma reticuloperitonitis, rumen dan adanya benda asing di rumen,
frothy boat, vagal indigesti, kelebihan gandum (grain overload), toxin ingestion
dan chronic reoccuring bloat.

Rumenotommy eksplorasi dapat dilakukan untuk mengambil benda asing


yang tertelan. Menggunakan rumen sebagai akses dapat mengurangi
retikuloperitonitis akibat dari eksplorasi retikulum. Pengeringan abses
perireticular dapat dilakukan dengan bedah rumenotomy. Indikasi lain untuk
melakukan rumenotomy yang meliputi penghapusan isi rumen dalam kasus
menelan racun akut, kelebihan biji-bijian, atau mengasapi berbusa. Rumenostomy
bisa menjadi pilihan terapi untuk hewan dengan bloat kronis, digunakan untuk
memberikan nutrisi enterik, atau digunakan untuk menempatkan Canula rumen.

4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Tindakan Pra Operasi & Operasi

Sebelum dilakukan operasi, hewan dipuasakan makan selama 12 jam dan


puasa minum 6 jam sebelum operasi. Tujuan dari puasa ini adalah untuk
pengosongan lambung supaya tidak mendesak diafragma selama operasi sehingga
tidak terjadi muntah. Dari hasil pemeriksaan umum dan pemeriksaan fisik, hewan
tidak mengalami perubahan patologis sehingga hewan dinyatakan sehat dan aman
untuk dioperasi.

Prosedur operasi dilakukan dengan posisi hewan berdiri. Hewan yang


telah dipersiapkan kemudian diletakkan diatas meja operasi dan direstrain.
Operasi dilakukan pada flank kiri. Sebelum operasi dilakukan, bagian yang akan
dioperasi dicukur pada daerah flank. Setelah itu diolesi alkohol. Persiapan alat-
alat operasi juga dilakukan. Alat yang dipakai adalah pemakaian shroud atau
plastik untuk rumen. Setelah itu baru hewan diberi cairan anastesi. 

Anastesi yang dapat diberikan dengan cara line block, inverted block, atau
paravertebral block. Anastesika diberikan secara regional dengan menggunakan
teknik paravertebral block dan L-block. Anastesi ini dimaksudkan untuk
mematikan rasa di daerah flank. Anastetika yang digunakan adalah Lidocain HCl.
Pemberian Lidocaine HCL dilakukan menggunakan metode farqurhason dengan
processus transversus sebagai penanda. Tiap tempat diberikan injeksi Lidocaine
HCl sebanyak 20 ml. 

Setelah sekitar 5-10 menit kemudian, dilakukan tes untuk mengetahui


apakah daerah operasi sudah teranastesi sempuna atau belum, dengan
menggunakan Allis forceps dilakukan jepitan-jepitan daerah yang dianastesi
tersebut. Hasilnya adalah hewan masih menunjukkan respon kesakitan ketika
dilakukan jepitan menggunakan Allis forcep.

5
Sebelum dilakukan operasi, hewan dipuasakan makan selama 12 jam dan
puasa minum selama 6 jam. Tujuan dari puasa ini adalah untuk pengosongan
lambung supaya tidak mendesak diafragma selama operasi sehingga tidak terjadi
muntah. Dari hasil pemeriksaan umum dan pemeriksaan fisik, hewan yang tidak
mengalami perubahan patologis dapat dinyatakan hewan berada dalam kondisi
sehat dan aman untuk dioperasi.

 Hewan yang telah dipersiapkan kemudian diletakkan diatas meja operasi


dan direstrain. Operasi dilakukan pada flank kiri. 
 Sebelum operasi dilakukan, bagian yang akan dioperasi dicukur (daerah
flank), setelah itu diolesi alkohol. 
 Persiapan alat – alat operasi juga dilakukan. Perbedaan alat yang dipakai
adalah pemakaian shroud atau plastik untuk rumen. Setelah itu baru hewan
diberi cairan anastesi. 
 Anastesi yang dapat diberikan dengan cara line block, inverted block, atau
paravertebral block. 
 Pada kasus rumenotomi biasanya anastesika diberikan secara regional
dengan menggunakan teknik paravertebral block dan L – block. Anastesi
ini dimaksudkan untuk mematikan rasa di daerah flank. 
 Teknik ini mempunyai beberapa keuntungan seperti daerah yang
teranastesi cukup besar, menggunakan anastesi yang lebih sedikit
dibanding anastesi lain dan tidak mengakibatkan distorsi jaringan. 
 Untuk memperoleh hasil anastesi yang sesuai, teknik ini membutuhkan
keahlian serta waktu untuk melakukannya dan peletakan agen anastesi
haruslah tepat. 
 Anastetika yang digunakan adalah Lidocain HCl. Pemberian Lidocaine
HCL dilakukan menggunakan metode farqurhason dengan processus
transversus sebagai penanda. 
 Tiap tempat diberikan injeksi Lidocaine HCl sebanyak 20 ml. Setelah
sekitar 5 – 10 menit kemudian, dilakukan tes untuk mengetahui apakah

6
daerah operasi sudah teranastesi sempuna atau belum, dengan
menggunakan Allis forceps dilakukan jepitan – jepitan daerah yang
dianastesi tersebut. 
 Setelah hewan teranastesi, dilakukan incisi sepanjang 12 cm pada kulit
dimulai dari kira – kira 10 cm di bawah prosesus transversus dari vertebrae
lumbaris pertengahan flank. 
 Struktur lain dari dinding abdomen yang harus dihindari saat insisi adalah
nervus dan pembuluh darah. Jika ada pembuluh darah harus di ligasi
terlebih dahulu. Rumen ditarik ke luar dengan bantuan allies forcep atau
dua buah jahitan yang kuat. 
 Incisi rumen dibuat diantara kedua jahitan setelah cavum abdomen ditutup.
Setelah rumen dibuka dimasukkan rumen shroud untuk mencegah
kontaminasi kemudian isi rumen dikeluarkan sehingga rumen dapat
dieksplorasi untuk mencari benda asing. 
 Tepi rumen yang diincisi dibersihkan dan dijahit dengan tipe jahitan
sederhana menerus dilanjutkan dengan tipe jahitan kontinous lambert
dengan menggunakan benang catgut chromic. 
 Peritoneum dan muskulus dijahit secara terpisah dengan tipe jahitan
sederhana tunggal menggunakan benang catgut chromic. 
 Sub kutan dijahit dengan pola jahitan sederhana menerus menggunakan
benang catgut plain. 
 Kulit dijahit dengan tipe jahitan sederhana tunggal menggunakan benang
katun. 
 Iodium tincture dioleskan pada luka.  

   

7
Berikut proses rumenotomy :

Insisi daerah flank

insisi facia

Rongga abdomen terbuka

8
pemasangan bingkai wein garth (buka daerah insisi)
   

Pengeluaran rumen dengan tang arteri

pemasangan kain drap

   

9
Insisi rumen

pemasangan backhaus towel clamp Untuk membuka rumen

   

Pengeluaran benda dalam rumen

10
pelepasan clamp dan penjahitan  lembert

Memasukkan kembali rumen

penjahitan facia
           

11
Penjahitan facia dengan simple continues

selesai di jahit
        

Penjahitan kulit sub kutikuler

12
selesai dijahit

Setelah operasi rumenotomi, yang paling penting dalam tahapan ini adalah
kesembuhan luka. Kesuksesan operasi sangat tergantung pada kesembuhan
luka. Pada hari ke – 4 kulit hewan sudah mulai menutup hal ini menandakan
bahwa makrofag menstimulasi fibroblas yang kemudian membentuk
myofibroblas. Myofibroblas berperan penting dalam penutupan luka karena berisi
protein (aktin dan miosin) yang memiliki kontribusi dalam penutupan luka.

Pasca Operasi

Terapi pasca operasi yang diberikan adalah injeksi ampicilin 1,6 ml.
Injeksi diberikan secara intramuskuler 2 kali sehari. Pengobatan antibiotik
ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi baik yang diakibatkan oleh kurang
terjaganya sterilitas operasi maupun akibat masuknya agen penyakit atau bakteri
melalui celah luka pada saat proses penyembuhan. 
Ampicillin merupakan salah satu obat semi sintetik Penicillin yang paling
penting, mempunyai aktifitas bakterisid, merupakan antibiotik berspektrum luas,
dan aktif melawan sejumlah besar organisme gram positif dan negatif.  Ampicillin
bekerja dengan cara menghambat sintesa dinding sel bakteri. Ampicillin
didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh dan terpusat dalam hati dan ginjal. Dosis
Ampicillin pada domba 10-20 mg/kg BB secara per oral, dan 5-10 mg/kg BB
secara parenteral.

13
Daftar Pustaka

Dehghani, SN and Ghadrdani AM. 1995. Bovine rumenotomy : Comparasion od


FourSurgical Techniques. Can Vet J Volume 36 pp 693-697

Geehan, AM, Amel OB, and Shnin H. 2006.Comparative Study of Two


Rumenotomy Techniques in Goats. Surgery Journal 1 (1) : 9-13

Gomez, JV. 2006. The Royal Canin Cut-out & Keep guide Gastrostomy tube
placement in dogs and cats. Watham Focus Vol 16 No 3. Pp 37-40

Majak, W, T. A. McAllister, D. McCartney, K. Stanford, and K-J Cheng. 2003.


Bloar in Cattle. Alberta Agriculture and Rural Development. Canada

Ramaswamy, V And Sharma Hr.2011. Plastic Bags – Threat To Environment And


Cattle Health: A Retrospective Study From Gondar City Of Ethiopia. The
IIOAB Journal Vol. 2; Issue 1; 2011: 7-12

Sudisma, IGN. 2006. Ilmu Bedah Veteriner Dan Teknik Operasi. Pelawa Sari.
Denpasar.

14

Anda mungkin juga menyukai