LAPORAN KASUS
Diabetes Melitus Tipe II + Pruritus DM dengan Infeksi
diajukan guna melengkapi tugas portofolio
Disusun oleh:
Citra Aulia Dini, dr
LAPORAN KASUS
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE 13 OKTOBER 2019–13 OKTOBER 2020
RUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG
ii
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I........................................................................................................................................1
1.1 Identitas Pasien........................................................................................................1
1.2 Anamnesis.......................................................................................................................1
1.3 Pemeriksaan Fisik............................................................................................................2
1.4 Diagnosis Kerja :...........................................................................................................3
1.5 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................................3
1.6 Diagnosis Kerja................................................................................................................4
1.7 Penatalaksanaan.............................................................................................................4
1.9 Follow Up........................................................................................................................5
1.10 Prognosis.......................................................................................................................8
BAB II......................................................................................................................................9
2.1 Diabetes Melitus.............................................................................................................9
2.1.1 Definisi....................................................................................................................9
2.1.2 Epidemiologi............................................................................................................9
2.1.3 Klasifikasi..............................................................................................................10
2.1.4 Etiologi dan Faktor Risiko.....................................................................................11
2.1.5 Patofisiologi...........................................................................................................13
2.1.6 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 1.....................................................................14
2.1.7 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2.....................................................................15
2.1.8 Diagnosis...............................................................................................................16
2.1.9 Pencegahan DM.....................................................................................................20
PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik, ditandai
oleh adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja
insulin atau keduanya. Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2016,
diperkirakan 422 juta penduduk dunia mengalami DM. Menurut Federasi Diabetes
Internasional, prevalensi DM tahun 2017 di dunia mencapai 424,9 juta jiwa dan
diperkirakan akan mencapai 628,6 juta jiwa pada tahun 2045.
Indonesia termasuk tujuh negara dengan jumlah penderita DM terbesar di dunia.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan prevalensi DM di Indonesia dari 5,7% tahun 2007 menjadi 6,9%
atau sekitar 9,1 juta pada tahun 2013. Data Federasi Diabetes Internasional tahun
2015 menyatakan jumlah estimasi penyandang DM di Indonesia diperkirakan 10 juta.
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki jumlah penderita DM yang
cukup tinggi. Menurut Riskedas 2013, terdapat 1,3% atau kurang lebih 900 ribu orang
terkena DM.
Menurut konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2015,
komplikasi DM dibagi menjadi 2, yaitu komplikasi akut dan kronis. Komplikasi
kronis terjadi akibat peningkatan glukosa darah yang berlangsung lama sehingga
merusak pembuluh darah besar atau disebut makrovaskular dan pembuluh darah kecil
atau disebut mikrovaskular. Melakukan kontrol gula darah yang teratur merupakan
salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pasien DM untuk menghambat
munculnya komplikasi, baik makrovaskular maupun mikrovaskular.
BAB I
KASUS
1.2 Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan luka pada tungkai kanan sejak ± 1 minggu
yang lalu. Luka pada tungkai kanan berair dan terasa gatal. Luka juga
terdapat pada tangan kanan dan kiri. Pasien juga mengeluhkan lemas badan.
Asupan makanan menurun.
Diabetes mellitus diakui pasien sejak ± 6 tahun yang lalu, namun tidak rutin
kontrol dan minum obat. Terakhir kali pasien mengonsumsi obat
glibenklamid dan kontrol sekitar tiga bulan yang lalu. Gula darah terakhir
pasien yaitu 300.
Hipertensi disangkal.
Kesadaran : Komposmentis
Tanda vital :
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks pupil (+/+)
isokor
THT
Telinga : sekret tidak ada, pendengaran menurun tidak ada
Hidung : sekret tidak ada
Tenggorokan : tonsil T1/T1, hiperemis(-), faring hiperemis(-)
Leher : jejas(-)
JVP : tidak
2
meningkat
KGB : tidak ditemukan pembesaran
Thoraks : Bentuk dan Gerak simetris,
Cor : S1S2tunggal, regular, murmur (-)
Leukosit: 8800/mm3
Ht: 34%
Trombosit: 297000/mm3
Ureum : 41 mg/dl
3
Ekspertise Thoraks AP/PA 7 Januari 2020:
- Cor agak membesar
- Trachea tertarik ke kanan
- Sinus kiri serta diafragma normal
Pulmo: Hili kasar, corakan paru bertambah. Tampak bercak lunak dan
noda serta garis keras dilapang atas kanan serta perselubungan opak di
hemithoraks kanan atas yang menarik trachea ke kanan. Tampak bercak
kabur di perihiler kanan
Kesan: TB paru lama masih aktif. Top schwarte kanan yang
menarik trachea ke kanan. BP ringan diperihiler kanan.
Pembesaran jantung ringan tanpa bendungan paru
1.7 Penatalaksanaan
pH : 7.420
PO2 : 59 mmHg
BE : -4 mmol/L
TCO2 : 21
SO2 : 91
Na : 135 mmol/L
K : 3.9
1.9 Follow Up
8 Januari 2020
5
S:
pasien mengeluh gatal dan nyeri di bagian kaki dan tangan. Lemas badan (+)
sesak (-) demam (-) menggigil (-) makan mau habis, luka tertutup perban.
O:
TD : 110/70 N : 76x/menit RR : 20x/menit T : 37,4oC SpO2 : 95%
Mata : CA -/- SI -/-
Thorax : B/G simetris
Cor : BJM (+) murmur (-) gallop (-)
Pulmo : VBS ka=ki, Ronki -/- wheezing -/-
Abdomen : datar, soepel, BU (+) normal, timpanic sound (+), hepar dan lien tak
teraba membesar
Extremitas : tertutup perban
A:
- Humalog 3x12 U
- lain-lain lanjut
-Basaglar 0-0-5 unit SC
-GDN, GD2PP
-Kendaron 3x200 mg
Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal 8 Januari 2020:
HDL kolesterol : 28
GD2PP 6
: 358
9 Januari 2020
S: Ku menurun
A: Tetap
P:
- kendaron 150 mg dalam NS 50cc bolus pelan
- dilanjutkan 300 dalam NS 500ml
- kendaron hari ini stop
- aspilet 1x1
- tatalaksana lain lanjutkan
Urine lengkap
pH : 6.0
SG : 1.030
Protein : 2+
Reduksi : 3+
Urobilinogen : Negatif
Bilirubin : Negatif
Keton : +/-
Nitrit : Negatif
GDN Stik : 127
10 januari 2020
S: Ku (-)
P:
-Humalog stop
-Kendaron 3x1
-Aspilet 1x1
-Levofloxacin 1x500 mg
-Ketoconazole 2x300 mg
-Kendaron 3x200 mg
-Aspilet 1x1
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
ditandai dengan keadaan hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan dari berbagai organ, terutama mata, ginjal,
2.1.2 Epidemiologi
Diabetes Melitus kini benar-benar telah menapaki era kesejagatan dan menjadi
masalah kesehatan dunia. Insidens dan prevalensi penyakit ini tidak pernah berhenti
mengalir, terutama di negara sedang berkembang (Arisman, 2010). Menurut WHO (2005),
diabetes mellitus menduduki peringkat ke-7 dari total kematian akibat penyakit tidak
Pada tahun 2011, IDF menyatakan bahwa 366 juta orang di dunia menderita DM
dan diperkirakan akan meningkat menjadi 552 juta jiwa pada tahun 2030 (Whiting, 2011).
Antara 2010 dan 2030, kasus DM pada orang dewasa akan meningkat 69% di Negara
WHO memprediksi kenaikan jumlah penderita DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun
2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Pada tahun 2009, International Diabetes
Federation (IDF) juga memprediksi kenaikan jumlah penderita DM dari 7 juta pada tahun
2009 menjadi 12 juta pada tahun 2030. Data ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah
Mengacu pada hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2008, prevalensi
Indonesia akan meningkat sebanyak 2-3 kali lipat dari jumlah sekarang menjadi sekitar
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Padang (2012), pada tahun 2011 DM
merupakan penyakit ketiga terbanyak yang dirujuk dari puskesmas Kota Padang dengan
jumlah 4.084 orang. Selain itu, pada tahun 2011 DM berada di posisi kedua penyebab
2.1.3 Klasifikasi
DM tipe 1 ditandai dengan defisiensi insulin absolut yang disebabkan oleh serangan
autoimun pada sel β pankreas. Selama jangka beberapa tahun, serangan autoimun ini
secara mendadak bila delapan puluh hingga Sembilan puluh persen sel β telah mengalami
kerusakan. Pada tahap ini, sel β pankreas gagal berespon secara adekuat terhadap asupan
glukosa. Kerusakan ini memerlukan baik rangsangan dari lingkungan (seperti infeksi virus)
2010).
menjaga kadar gula darah. Namun, lama-kelamaan sel beta dapat mengalami
DM tipe lain merupakan DM yang disebabkan oleh defek genetik fungsi sel
beta atau defek genetik kerja insulin. Selain itu, DM tipe lain ini juga disebabkan oleh
penyakit pankreas eksokrin, endokrinopati, efek samping obat atau zat kimia, infeksi,
Diabetes Gestasional
Diabetes gestasional adalah diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang
peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen serta hormon pertumbuhan yang
terus-menerus tinggi selama kehamilan. Meskipun diabetes tipe ini sering membaik
setelah persalinan, sekitar 50% wanita pengidap kelainan ini tidak akan kembali ke
Penyebab pasti terjadinya DM saat ini umumnya belum diketahui secara pasti
(Waspadji, 2005). Namun, bukti menunjukkan bahwa ada berbagai faktor risiko yang
berperan dalam terjadinya DM (Kumar dan Tim Holt, 2010), diantaranya:
- Genetik. Kerentanan genetik penting untuk diabetes tipe 1 dan 2 (Kumar dan
Tim Holt, 2010). Bila orang tuanya pengidap DM, maka anak-anaknya
faktor genetik saja tidak cukup, perlu faktor resiko lain yang memodifikasi
Berbeda dengan tipe 1, pada DM tipe 2 tidak ada bukti yang menunjukkan
dasar autoimun (Mitchell et al, 2008). Pada DM tipe 1, individu yang peka
Menurut defenisi, obesitas berarti berat badan berlebih sebanyak 20% dari
berat badan idaman atau indeks massa tubuh lebih dari 25 kg/m2 (Soewondo,
2006). Bila terjadi obesitas sentral, yaitu timbunan lemak terbanyak pada
daerah atas pinggul (perut), resiko menjadi DM lebih besar (Kumar dan Tim
pertambahan usia jumlah sel β yang produktif menjadi berkurang (Kumar dan
Tim Holt, 2010; Arisman, 2010; Syahbudin, 2009). Usia di atas 45 tahun
melahirkan bayi dengan berat badan di atas 400 gram (Soewondo, 2006;
Arisman, 2010).
2009).
(Nugroho, 2006).
2.1.5 Patofisiologi
Pada keadaan normal glukosa diatur sedemikian rupa oleh insulin, sehingga
kadarnya di dalam darah selalu dalam batas normal, baik pada keadaan puasa maupun
sesudah makan. Kadar glukosa darah selalu stabil sekitar 70-140 mg/dl (Waspadji,
2009).
Insulin adalah hormon peptida anabolik yang disekresikan oleh sel β pulau
Langerhans pankreas. Jumlah insulin yang disekresi tergantung dari kadar glukosa
darah. Jika kadar glukosa darah meningkat, maka sel sel β pulau Langerhans akan di
stimulus untuk melepaskan insulin dengan kadar yang lebih tinggi (Corwin, 2009).
Dalam keadaan normal artinya kadar insulin cukup dan sensitif, insulin yang
bersirkulasi dalam plasma akan bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor insulin
yang terdapat di sebagian besar sel tubuh. Beberapa detik kemudian, membran
plasma berubah menjadi sangat permiabel terhadap glukosa. Peningkatan
dalam sel. Di dalam sel, glukosa dengan cepat di fosforilasi dan menjadi suatu zat
yang diperlukan untuk semua fungsi metabolisme karbohidrat (Guyton & Hall, 2007).
Pada diabetes dimana didapatkan jumlah insulin yang kurang atau pada
keadaan kualitas insulinnya tidak baik (resistensi insulin), meskipun insulin ada dan
reseptor juga ada, tapi karena ada kelainan di dalam sel itu sendiri pintu masuk sel
tetap tidak dapat terbuka hingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel untuk
dibakar. Akibatnya glukosa tetap berada di luar sel, hingga kadar glukosa dalam darah
DM jenis ini disebabkan karena adanya reaksi autoimun, pada individu yang
rentan terhadap tipe DM tipe 1, terdapat adanya ICA (Islet Cell Antibody) yang
kadarnya meningkat oleh karena beberapa faktor pencetus seperti infeksi virus,
diantaranya virus cocksiae, rubella, CMV, herpes dan lain-lain hingga timbul
pada sel β. Yang diserang pada insulitis hanya sel β, biasanya sel α dan delta tetap
utuh (Suyono, 2009). Pasien-pasien ini juga rentan terhadap gangguan autoimun lain
sariawan, hepatitis autoimun, myasthenia gravis, dan anemia pernisiosa (ADA, 2013).
2.1.7 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2
banyak faktor dalam patogenesisnya. Sebuah kecendrungan genetik harus ada dan
(Leahy, 2005), seperti penuaan, penambahan progresif berat badan dari rata-rata
karena asupan energi yang berlebih atau karena energi keluar yang rendah serta
tingkat aktivitas fisik yang rendah (Michellin dan Guillausseau, 2003). Ledakan
obesitas dan dan gaya hidup menjadi penyebab utama epidemis diabetes di seluruh
ambilan glukosa perifer dan peningkatan produksi glukosa hepatik (Michellin dan
fungsi sel β sebagai pemeran yang dominan dalam patogenesisnya (Beiqi, 2012).
Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.
Kemudian disusul oleh peningkatan sekresi insulin untuk mengompensasi agar kadar
glukosa darah tetap normal. Lama-kelamaan sel β tidak akan sanggup lagi
dan fungsi sel β semakin menurun. Pada saat hiperglikemia permanen terjadi maka
dan efek inkretin (Stumvoll, 2005). Kadar glukosa darah yang berlangsung lama
akan menyebabkan toksik, dimana terjadi peningkatan stress oksidatif, IL-1β dan NF
dengan akibat peningkatan apoptosis sel beta. Peningkatan asam lemak bebas yang berasal
dari jaringan adiposa dalam proses liposis akan mengalami metabolisme non oksidatif
menjadi ceramide yang toksik terhadap sel beta sehingga terjadi apoptosis. Pada keadaan
resisten insulin, kerja insulin dihambat hingga kadar glukosa darah akan meningkat, karena
itu sel beta akan berusaha mengompensasinya dengan meningkaatkan sekresi insulin,
hingga terjadi hiperinsulinemia. Peningkatan sekresi insulin juga diikuti dengan sekressi
amylin dari sel β hingga menjadi jaringan amiloid dan akn mendesak sel β itu sendiri
hingga akhirnya jumlah sel β dalam pulau langerhans jadi berkurang. Pada dm tipe 2
2.1.8 Diagnosis
bahan darah plasma vena. Walaupun demekian sesuai dengan kondisi setempat dapat
juga dipakai dara bahan darah utuh (whole blood), vena, atau kapuler dengan
berupa poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukan pasien adalah lemah,
kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae
pada wanita. Kemudian, diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar
Jika terdapat keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM (Gustaviani,
Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah
yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis
DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka
abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu
≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO)
didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan ≥ 200 mg/dl (Gustaviani, 2006;
Soegondo, 2009).
Tabel 2.1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dl) (Soegondo, 2009)
Bukan DM Belum Pasti DM DM
seperti biasa
selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok
Keluhan Klinik Diabetes
1) Pengelolaan makan
Diet yang dianjurkan yaitu diet rendah kalori, rendah lemak, rendah lemak jenuh, diet
tinggi serat. Diet ini dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko
DM. Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal. Selain itu,
karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan seimbang
sehingga tidak menimbulkan puncak glukosa darah yang tinggi setelah makan
Pengaturan pola makan dapat dilakukan berdasarkan 3J yaitu jumlah, jadwal, dan
a) Jumlah yaitu jumlah kalori setiap hari yang diperlukan oleh seseorang
dengan IMT (Indeks Massa Tubuh) dan ditentukan dengan satuan kilo
kalori (kkal).
Setelah itu kalori dapat ditentukan dengan melihat indikator berat badan
ideal yaitu:
Protein (16- 1. Memilih kacang, sepotong buah segar atau bebas gula yoghurt
18% atau untuk camilan.
¼ 2. Memilih potongan daging putih, daging unggas dan makanan laut
piring) bukannya daging olahan atau
daging merah.
Sayuran 1. Beberapa jenis sayuran yang kaya akan
(1/2 kandungan pati, seperti kentang dan labu, juga harus dibatasi
piring) dengan hati-hati.
2. Makan setidaknya tiga porsi sayuran setiap hari, termasuk
sayuran berdaun hijau seperti bayam, selada atau kale.
melihat label makanan. Pada serving size, lihat kemasan pada bagian
belakang yaitu misalnya 5, dan kandungannya tertulis 250 kkal, jadi jika
2) Aktifitas fisik
4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit terdiri dari pemanasan ±15
satu cara untuk mencegah DM. Kegiatan sehari-hari seperti menyapu, mengepel,
berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan dan
kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani
yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
jasmani. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas- malasan
(PERKENI, 2011).
3) Kontrol Kesehatan
Seseorang harus rutin mengontrol kadar gula darah agar diketahui nilai
kadar gula darah untuk mencegah terjadinya diabetes melitus supaya ada
penanganan yang cepat dan tepat saat terdiagnosa diabetes melitus (Sugiarto &
untuk mengetahui tanda dan gejala dari diabetes melitus yang mungkin timbul,