Anda di halaman 1dari 35

POLRI DAERAH JAWA BARAT

BIDANG KEDOKTERAN DAN KESEHATAN


RUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG

LAPORAN KASUS
Diabetes Melitus Tipe II + Pruritus DM dengan Infeksi
diajukan guna melengkapi tugas portofolio

Disusun oleh:
Citra Aulia Dini, dr
LAPORAN KASUS
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE 13 OKTOBER 2019–13 OKTOBER 2020
RUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG

JUDUL : DIABETES MELITUS TIPE II + PRURITUS DM DENGAN


INFEKSI
PENYUSUN : CITRA AULIA DINI

Bandung, Januari 2020


Menyetujui,
Pembimbing, Pendamping,

ii

Seno, dr., Sp.PD Leony Widjaja, dr., Sp.KJ


NRP. NIP 196410301992032001

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I........................................................................................................................................1
1.1 Identitas Pasien........................................................................................................1
1.2 Anamnesis.......................................................................................................................1
1.3 Pemeriksaan Fisik............................................................................................................2
1.4 Diagnosis Kerja :...........................................................................................................3
1.5 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................................3
1.6 Diagnosis Kerja................................................................................................................4
1.7 Penatalaksanaan.............................................................................................................4
1.9 Follow Up........................................................................................................................5
1.10 Prognosis.......................................................................................................................8
BAB II......................................................................................................................................9
2.1 Diabetes Melitus.............................................................................................................9
2.1.1 Definisi....................................................................................................................9
2.1.2 Epidemiologi............................................................................................................9
2.1.3 Klasifikasi..............................................................................................................10
2.1.4 Etiologi dan Faktor Risiko.....................................................................................11
2.1.5 Patofisiologi...........................................................................................................13
2.1.6 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 1.....................................................................14
2.1.7 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2.....................................................................15
2.1.8 Diagnosis...............................................................................................................16
2.1.9 Pencegahan DM.....................................................................................................20
PENDAHULUAN

Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik, ditandai
oleh adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja
insulin atau keduanya. Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2016,
diperkirakan 422 juta penduduk dunia mengalami DM. Menurut Federasi Diabetes
Internasional, prevalensi DM tahun 2017 di dunia mencapai 424,9 juta jiwa dan
diperkirakan akan mencapai 628,6 juta jiwa pada tahun 2045.
Indonesia termasuk tujuh negara dengan jumlah penderita DM terbesar di dunia.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan prevalensi DM di Indonesia dari 5,7% tahun 2007 menjadi 6,9%
atau sekitar 9,1 juta pada tahun 2013. Data Federasi Diabetes Internasional tahun
2015 menyatakan jumlah estimasi penyandang DM di Indonesia diperkirakan 10 juta.
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki jumlah penderita DM yang
cukup tinggi. Menurut Riskedas 2013, terdapat 1,3% atau kurang lebih 900 ribu orang
terkena DM.
Menurut konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2015,
komplikasi DM dibagi menjadi 2, yaitu komplikasi akut dan kronis. Komplikasi
kronis terjadi akibat peningkatan glukosa darah yang berlangsung lama sehingga
merusak pembuluh darah besar atau disebut makrovaskular dan pembuluh darah kecil
atau disebut mikrovaskular. Melakukan kontrol gula darah yang teratur merupakan
salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pasien DM untuk menghambat
munculnya komplikasi, baik makrovaskular maupun mikrovaskular.
BAB I
KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. I
Jenis Kelamin : Perempuan
Tgl lahir : 06-12-1965
Usia : 54 tahun
Alamat : Cirangrang timur, Kecamatan Ciparay
Agama : Islam
Status Marital : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
No. Rekam Medik : 00.219.769
Tanggal Masuk RS : 7 Januari 2020
DPJP : dr. Seno Sp.PD

1.2 Anamnesis

Keluhan Utama : Luka pada tungkai kanan berair

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan luka pada tungkai kanan sejak ± 1 minggu
yang lalu. Luka pada tungkai kanan berair dan terasa gatal. Luka juga
terdapat pada tangan kanan dan kiri. Pasien juga mengeluhkan lemas badan.
Asupan makanan menurun.

Pertama kali diketahui bahwa pasien mengalami diabetes mellitus adalah


enam tahun yang lali. Saat itu pasien mengaku badan terasa lemas walaupun
banyak makan, banyak minum, BAK menjadi sering, dan berat badannya
dirasakan menurun. 1
Keluhan disertai mual (+) muntah (-) nyeri ulu hati (-). Keluhan tidak disertai
demam, sesak, nyeri dada, disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Diabetes mellitus diakui pasien sejak ± 6 tahun yang lalu, namun tidak rutin
kontrol dan minum obat. Terakhir kali pasien mengonsumsi obat
glibenklamid dan kontrol sekitar tiga bulan yang lalu. Gula darah terakhir
pasien yaitu 300.

Hipertensi disangkal.

1.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis

Tanda vital :

Tekanan darah : 110/70 mmhg


Nadi : 98 x/menit, reguler, equal, isi cukup
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 37,3˚C
Saturasi : 95%

Kepala : Normocephal

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks pupil (+/+)
isokor

THT
Telinga : sekret tidak ada, pendengaran menurun tidak ada
Hidung : sekret tidak ada
Tenggorokan : tonsil T1/T1, hiperemis(-), faring hiperemis(-)
Leher : jejas(-)
JVP : tidak
2
meningkat
KGB : tidak ditemukan pembesaran
Thoraks : Bentuk dan Gerak simetris,
Cor : S1S2tunggal, regular, murmur (-)

Pulmo : VBS kanan=kiri, ronchi (-/-), wheezing(-/-)

Abdomen : Datar, bising usus (+) normal, Soepel, nyeri tekan


epigastrium (-), timpanic sound (+),hepar dan lien tidak teraba membesar

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik

1.4 Diagnosis Kerja :

Diabetes Mellitus Tipe II + Pruritus DM dengan Infeksi

1.5 Pemeriksaan Penunjang

 Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal 7 januari 2020 :

Hb: 11,9 g/dl

Leukosit: 8800/mm3

Ht: 34%

Trombosit: 297000/mm3

Ureum : 41 mg/dl

Kreatinin : 1,0 mg/dl

GDS : 284 mg/dl

 EKG 7 Januari 2020:

3
 Ekspertise Thoraks AP/PA 7 Januari 2020:
- Cor agak membesar
- Trachea tertarik ke kanan
- Sinus kiri serta diafragma normal
Pulmo: Hili kasar, corakan paru bertambah. Tampak bercak lunak dan
noda serta garis keras dilapang atas kanan serta perselubungan opak di
hemithoraks kanan atas yang menarik trachea ke kanan. Tampak bercak
kabur di perihiler kanan
Kesan: TB paru lama masih aktif. Top schwarte kanan yang
menarik trachea ke kanan. BP ringan diperihiler kanan.
Pembesaran jantung ringan tanpa bendungan paru

1.6 Diagnosis Kerja

Diabetes Mellitus Tipe II + Pruritus DM dengan Infeksi + VES Unifokal

1.7 Penatalaksanaan

 IVFD NaCl 0,9% Rehidrasi selanjutnya 20 tpm makro


 Inj ceftixozim 3x1 gr
 Cetirizine 2x1 4
 Konsul dr Rani,. Sp.PD
o Rehidrasi 2 jam I : 1 L NS
o Rehidrasi 2 jam II : 3 L NS
o Humalog 8-8-8 uni SCAC
o Ceftixozim 3x1 gr iv ST
o Cetirizine 2x1
o GV 2x dengan kassa + NS
o Mecobalamin 3x1 amp iv
o Konsul kulit dan kelamin
o Cek AGD
o Cordaron 3x20
 Konsul bagian kulit dan kelamin dr ahmad ,. Sp.KK
o Lamodex cream 20 gr
o Sagestan cream 20 gr = pot 3x1 yang keringnya saja

 Hasil Pemeriksaan AGD tanggal 7 januari 2020 :

pH : 7.420

PCO2 : 31.5 mmHg

PO2 : 59 mmHg

BE : -4 mmol/L

HCO3 : 20.4 mmol/L

TCO2 : 21

SO2 : 91

Na : 135 mmol/L

K : 3.9

1.9 Follow Up

8 Januari 2020
5
S:
pasien mengeluh gatal dan nyeri di bagian kaki dan tangan. Lemas badan (+)
sesak (-) demam (-) menggigil (-) makan mau habis, luka tertutup perban.
O:
TD : 110/70 N : 76x/menit RR : 20x/menit T : 37,4oC SpO2 : 95%
Mata : CA -/- SI -/-
Thorax : B/G simetris
Cor : BJM (+) murmur (-) gallop (-)
Pulmo : VBS ka=ki, Ronki -/- wheezing -/-
Abdomen : datar, soepel, BU (+) normal, timpanic sound (+), hepar dan lien tak
teraba membesar
Extremitas : tertutup perban
A:

VES multifocal frekuent


Selulitis cruris DM
DM tipe II
P:

- Humalog 3x12 U
- lain-lain lanjut
-Basaglar 0-0-5 unit SC
-GDN, GD2PP
-Kendaron 3x200 mg
 Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal 8 Januari 2020:

Kolesterol total : 156

HDL kolesterol : 28

LDL kolesterol : 105

Asam urat : 6.9

Gula darah N stik : 259

GD2PP 6
: 358

9 Januari 2020
S: Ku menurun

O:ES (+) Crusta membaik

A: Tetap

P:
- kendaron 150 mg dalam NS 50cc bolus pelan
- dilanjutkan 300 dalam NS 500ml
- kendaron hari ini stop
- aspilet 1x1
- tatalaksana lain lanjutkan

 Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal 9 Januari 2020:

Urine lengkap

Warna : Kuning agak keruh

pH : 6.0

SG : 1.030

Protein : 2+

Reduksi : 3+

Urobilinogen : Negatif

Bilirubin : Negatif

Keton : +/-

Sedime eritrosit : 1-2

Sedimen Leukosit : 0-2

Sedimen epith c : 0-1


7

Nitrit : Negatif
GDN Stik : 127

GD2PP stik : 152

10 januari 2020

S: Ku (-)

O: CM, Crusta membaik GD 258/104

A: VES bigemini; DM tipe II dengan dehidrasi sedang ec hiperglikemia; selulitis


cruris

P:

-Jika os tidak makan, inj insulin stop

-Humalog stop

-Basaglar 0-0-4 Unit

-Kendaron 3x1

-Aspilet 1x1

-BLPL, terapi pulang:

-Levofloxacin 1x500 mg

-Ketoconazole 2x300 mg

-Basaglar 0-0-4 Unit

-Kendaron 3x200 mg

-Aspilet 1x1

 Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal 10 Januari 2020:


GDS : 258
GD2JPP : 109
8
GD2PP stik : 104
1.10 Prognosis

Quo Ad Vitam : Ad Bonam

Quo Ad Functionam : Ad Bonam

Quo Ad Sanationam : Dubia ad bonam

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus

2.1.1 Definisi

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang

ditandai dengan keadaan hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

atau keduanya. Hiperglikemia kronik pada DM berhubungan dengan kerusakan

jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan dari berbagai organ, terutama mata, ginjal,

saraf, jantung, dan pembuluh darah (American Diabetes Association, 2013).

2.1.2 Epidemiologi

Diabetes Melitus kini benar-benar telah menapaki era kesejagatan dan menjadi

masalah kesehatan dunia. Insidens dan prevalensi penyakit ini tidak pernah berhenti

mengalir, terutama di negara sedang berkembang (Arisman, 2010). Menurut WHO (2005),

diabetes mellitus menduduki peringkat ke-7 dari total kematian akibat penyakit tidak

menular (Alkaff et al, 2011).

Pada tahun 2011, IDF menyatakan bahwa 366 juta orang di dunia menderita DM

dan diperkirakan akan meningkat menjadi 552 juta jiwa pada tahun 2030 (Whiting, 2011).

Antara 2010 dan 2030, kasus DM pada orang dewasa akan meningkat 69% di Negara

berkembang dan 20% di Negara maju (Shaw, 2010).

WHO memprediksi kenaikan jumlah penderita DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun

2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Pada tahun 2009, International Diabetes
Federation (IDF) juga memprediksi kenaikan jumlah penderita DM dari 7 juta pada tahun

2009 menjadi 12 juta pada tahun 2030. Data ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah

penderita DM sebanyak 2-3 kali lipat (PERKENI, 2011).

Mengacu pada hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2008, prevalensi

DM di Indonesia sebesar 5,7%. Diperkirakan pada tahun 2030 penyandang DM di

Indonesia akan meningkat sebanyak 2-3 kali lipat dari jumlah sekarang menjadi sekitar

21,3 juta jiwa (Soegondo, 2013).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Padang (2012), pada tahun 2011 DM

merupakan penyakit ketiga terbanyak yang dirujuk dari puskesmas Kota Padang dengan

jumlah 4.084 orang. Selain itu, pada tahun 2011 DM berada di posisi kedua penyebab

kematian terbanyak di Kota padang sebesar 79 kasus (17,4 %).

2.1.3 Klasifikasi

Berdasarkan etiologinya, American Diabetes Association (ADA)

mengklasifikasikan DM dalam 4 kelompok, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan

DM tipe gestasional (Gustaviani, 2006).

Diabetes Melitus Tipe 1

DM tipe 1 ditandai dengan defisiensi insulin absolut yang disebabkan oleh serangan

autoimun pada sel β pankreas. Selama jangka beberapa tahun, serangan autoimun ini

menyebabkan pengurangan populasi sel β secara bertahap. Namun, gejalanya muncul

secara mendadak bila delapan puluh hingga Sembilan puluh persen sel β telah mengalami

kerusakan. Pada tahap ini, sel β pankreas gagal berespon secara adekuat terhadap asupan

glukosa. Kerusakan ini memerlukan baik rangsangan dari lingkungan (seperti infeksi virus)

dan faktor penentu genetik yang


memungkinkan sel β untuk dikenali sebagai “bukan sel sendiri” (Champe et al,

2010).

Diabetes Melitus Tipe 2

DM tipe 2 awalnya disebabkan oleh resistensi insulin di jaringan perifer

sehingga mengakibatkan hiperinsulinemia sebagai kompensasi dari sel β untuk

menjaga kadar gula darah. Namun, lama-kelamaan sel beta dapat mengalami

kerusakan sehingga terjadi gangguan sekresi insulin absolut (Gustaviani, 2006).

Diabetes Melitus Tipe Lain

DM tipe lain merupakan DM yang disebabkan oleh defek genetik fungsi sel

beta atau defek genetik kerja insulin. Selain itu, DM tipe lain ini juga disebabkan oleh

penyakit pankreas eksokrin, endokrinopati, efek samping obat atau zat kimia, infeksi,

imunologi, dan sindroma genetik lainnya (Janet, 2010)

Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional adalah diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang

sebelumnya tidak mengidap diabetes. Diabetes ini dianggap berkaitan dengan

peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen serta hormon pertumbuhan yang

terus-menerus tinggi selama kehamilan. Meskipun diabetes tipe ini sering membaik

setelah persalinan, sekitar 50% wanita pengidap kelainan ini tidak akan kembali ke

status non-diabetes setelah kehamilan berakhir (Corwin, 2009).

2.1.4 Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab pasti terjadinya DM saat ini umumnya belum diketahui secara pasti

(Waspadji, 2005). Namun, bukti menunjukkan bahwa ada berbagai faktor risiko yang
berperan dalam terjadinya DM (Kumar dan Tim Holt, 2010), diantaranya:

- Genetik. Kerentanan genetik penting untuk diabetes tipe 1 dan 2 (Kumar dan

Tim Holt, 2010). Bila orang tuanya pengidap DM, maka anak-anaknya

memiliki resiko sebesar 5% untuk mengidap DM dikemudian hari. Tetapi

faktor genetik saja tidak cukup, perlu faktor resiko lain yang memodifikasi

faktor predisposisi tersebut untuk menimbulkan DM (Soewondo, 2006).

Berbeda dengan tipe 1, pada DM tipe 2 tidak ada bukti yang menunjukkan

dasar autoimun (Mitchell et al, 2008). Pada DM tipe 1, individu yang peka

secara genetik tampaknya memberikan respon terhadap kejadian-kejadian

pemicu yan diduga berupa infeksi virus, dengan memproduksi autoantibodi

terhadap sel-sel β, yang mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang

dirangsang oleh glukosa (Schteingart, 2006).

- Obesitas. Obesitas merupakan pemicu terpenting penyebab DM tipe 2.

Menurut defenisi, obesitas berarti berat badan berlebih sebanyak 20% dari

berat badan idaman atau indeks massa tubuh lebih dari 25 kg/m2 (Soewondo,

2006). Bila terjadi obesitas sentral, yaitu timbunan lemak terbanyak pada

daerah atas pinggul (perut), resiko menjadi DM lebih besar (Kumar dan Tim

Holt, 2010; Soewondo 2006). Melalui suatu mekanisme tertentu, lemak

berlebih akan menyebabkan resistensi terhadap insulin (Arisman, 2010)

- Usia. Insidens DM tipe 2 bertambah sejalan dengan pertambahan usia. Seiring

pertambahan usia jumlah sel β yang produktif menjadi berkurang (Kumar dan

Tim Holt, 2010; Arisman, 2010; Syahbudin, 2009). Usia di atas 45 tahun

memiliki resiko untuk terjadinya DM (Waspadji, 2006).


- Kasus DM tipe 2 lebih serign ditemukan pada wanita dengan Riwayat

melahirkan bayi dengan berat badan di atas 400 gram (Soewondo, 2006;

Arisman, 2010).

- Hipertensi (≥ 140/90 mmHg) (Soewondo, 2006; Arisman, 2010; waspadji

2009).

- Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 250 mg dl (Soewondo,

2006; Arisman, 2010; waspadji, 2009).

- Sindrom ovarium polisiklik (Arisman, 2010; waspadji 2009).

- Senyawa toksin dan diabetogenik, seperti streptozotosin dan aloksan

(Nugroho, 2006).

2.1.5 Patofisiologi

Pada keadaan normal glukosa diatur sedemikian rupa oleh insulin, sehingga

kadarnya di dalam darah selalu dalam batas normal, baik pada keadaan puasa maupun

sesudah makan. Kadar glukosa darah selalu stabil sekitar 70-140 mg/dl (Waspadji,

2009).

Insulin adalah hormon peptida anabolik yang disekresikan oleh sel β pulau

Langerhans pankreas. Jumlah insulin yang disekresi tergantung dari kadar glukosa

darah. Jika kadar glukosa darah meningkat, maka sel sel β pulau Langerhans akan di

stimulus untuk melepaskan insulin dengan kadar yang lebih tinggi (Corwin, 2009).

Dalam keadaan normal artinya kadar insulin cukup dan sensitif, insulin yang

bersirkulasi dalam plasma akan bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor insulin

yang terdapat di sebagian besar sel tubuh. Beberapa detik kemudian, membran
plasma berubah menjadi sangat permiabel terhadap glukosa. Peningkatan

permeabilitas terhadap glukosa selanjutnya membuat glukosa masuk dengan cepat ke

dalam sel. Di dalam sel, glukosa dengan cepat di fosforilasi dan menjadi suatu zat

yang diperlukan untuk semua fungsi metabolisme karbohidrat (Guyton & Hall, 2007).

Pada diabetes dimana didapatkan jumlah insulin yang kurang atau pada

keadaan kualitas insulinnya tidak baik (resistensi insulin), meskipun insulin ada dan

reseptor juga ada, tapi karena ada kelainan di dalam sel itu sendiri pintu masuk sel

tetap tidak dapat terbuka hingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel untuk

dibakar. Akibatnya glukosa tetap berada di luar sel, hingga kadar glukosa dalam darah

meningkat (Waspadji, 2009).

2.1.6 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 1

DM jenis ini disebabkan karena adanya reaksi autoimun, pada individu yang

rentan terhadap tipe DM tipe 1, terdapat adanya ICA (Islet Cell Antibody) yang

kadarnya meningkat oleh karena beberapa faktor pencetus seperti infeksi virus,

diantaranya virus cocksiae, rubella, CMV, herpes dan lain-lain hingga timbul

peradanga pada sel β (insulitis) yang akhirnya menyebabkan kerusakan permanen

pada sel β. Yang diserang pada insulitis hanya sel β, biasanya sel α dan delta tetap

utuh (Suyono, 2009). Pasien-pasien ini juga rentan terhadap gangguan autoimun lain

seperti penyakit Graves, tiroiditis Hashimoto, penyakit Addison, vitiligo, celiac

sariawan, hepatitis autoimun, myasthenia gravis, dan anemia pernisiosa (ADA, 2013).
2.1.7 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2

DM tipe 2 merupakan penyakit multifaktorial progresif yang memerlukan

banyak faktor dalam patogenesisnya. Sebuah kecendrungan genetik harus ada dan

ditambah dengan faktor lingkungan yang menekan sistem homeostasis glukosa

(Leahy, 2005), seperti penuaan, penambahan progresif berat badan dari rata-rata

karena asupan energi yang berlebih atau karena energi keluar yang rendah serta

tingkat aktivitas fisik yang rendah (Michellin dan Guillausseau, 2003). Ledakan

obesitas dan dan gaya hidup menjadi penyebab utama epidemis diabetes di seluruh

dunia (Leahy, 2005).

Pada DM tipe 2 terjadi hiperglikemia yang berkaitan dengan penurunan

ambilan glukosa perifer dan peningkatan produksi glukosa hepatik (Michellin dan

Guillausseau, 2003). DM tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin dan penurunan

fungsi sel β sebagai pemeran yang dominan dalam patogenesisnya (Beiqi, 2012).

Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.

Kemudian disusul oleh peningkatan sekresi insulin untuk mengompensasi agar kadar

glukosa darah tetap normal. Lama-kelamaan sel β tidak akan sanggup lagi

mengompensasi resisten insulin tersebut, sehingga kadar glukosa darah meningkat

dan fungsi sel β semakin menurun. Pada saat hiperglikemia permanen terjadi maka

kerusakan sekresi insulin semakin progresif seiring bertmbahnya waktu karena

glukotosisitas dan lipotoksisitas (Michellin dan Guillausseau, 2003).

Penurunan fungsi sel β pada DM tipe 2 disebabkan oleh beberapa faktor,

diantaranya : glukotoksisitas, lipotoksisitas, penumpukan amiloid, resisten insulin,

dan efek inkretin (Stumvoll, 2005). Kadar glukosa darah yang berlangsung lama
akan menyebabkan toksik, dimana terjadi peningkatan stress oksidatif, IL-1β dan NF

dengan akibat peningkatan apoptosis sel beta. Peningkatan asam lemak bebas yang berasal

dari jaringan adiposa dalam proses liposis akan mengalami metabolisme non oksidatif

menjadi ceramide yang toksik terhadap sel beta sehingga terjadi apoptosis. Pada keadaan

resisten insulin, kerja insulin dihambat hingga kadar glukosa darah akan meningkat, karena

itu sel beta akan berusaha mengompensasinya dengan meningkaatkan sekresi insulin,

hingga terjadi hiperinsulinemia. Peningkatan sekresi insulin juga diikuti dengan sekressi

amylin dari sel β hingga menjadi jaringan amiloid dan akn mendesak sel β itu sendiri

hingga akhirnya jumlah sel β dalam pulau langerhans jadi berkurang. Pada dm tipe 2

jumlah sel β berkurang sampai 50-60% dari normal (Suyono, 2009).

2.1.8 Diagnosis

Diagnosis DM didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Pada

diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan

bahan darah plasma vena. Walaupun demekian sesuai dengan kondisi setempat dapat

juga dipakai dara bahan darah utuh (whole blood), vena, atau kapuler dengan

memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh

WHO (Soegondo, 2009).

Diagnosis klinis DM umumnya akan difikirkan bila ada keluhan khas DM

berupa poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat

dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukan pasien adalah lemah,

kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae
pada wanita. Kemudian, diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar

glukosa darah (Soegondo et al, 2006).

Jika terdapat keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl

sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa

darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM (Gustaviani,

2006; Soegondo, 2009 ).

Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah

yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis

DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka

abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu

≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO)

didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan ≥ 200 mg/dl (Gustaviani, 2006;

Soegondo, 2009).

Tabel 2.1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dl) (Soegondo, 2009)
Bukan DM Belum Pasti DM DM

Plasma Vena < 110 110 – 199 ≥ 200


Kadar glukosa
darah sewaktu
(mg/dl) Darah kapiler < 90 90 – 199 ≥ 200

Plasma vena < 100 100 – 125 ≥ 126


Kadar glukosa
darah puasa
(mg/dl) Darah kapiler < 90 90 – 99 ≥100
Cara pelaksanaan TTGO (Soegondo, 2009):

 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari

(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani

seperti biasa

 berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan ,

minum air tanpa gula tetap diperbolehkan

 diperiksa kadar glukosa darah puasa

 diberikan glukosa75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kg BB (anak-anak),

dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit

 berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam

setelah minum larutan glukosa selesai

 diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa

 selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak

merokok
Keluhan Klinik Diabetes

Keluhan Khas (+) Keluhan Khas (-)

GDP ≥126 <126 GDP ≥126 110 - 125


atau atau < 110
GDS ≥ 200 <200 GDS ≥ 200 110 - 199

Ulang GDS atau GDS

GDP ≥126 <126


atau TTGO
GDS ≥ 200 <200 GD 2 Jam

≥ 200 140 - 199 < 140

DIABETES MELITUS TGT GDPT NORMAL


Gambar 2.1. Alur diagnosis DM (Gustaviani, 2006; Seogondo,2009)
2.1.9 Pencegahan DM

1) Pengelolaan makan

Diet yang dianjurkan yaitu diet rendah kalori, rendah lemak, rendah lemak jenuh, diet

tinggi serat. Diet ini dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko

DM. Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal. Selain itu,

karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan seimbang

sehingga tidak menimbulkan puncak glukosa darah yang tinggi setelah makan

(Goldenberg dkk, 2013).

Pengaturan pola makan dapat dilakukan berdasarkan 3J yaitu jumlah, jadwal, dan

jenis diet (Tjokroprawiro, 2006).

a) Jumlah yaitu jumlah kalori setiap hari yang diperlukan oleh seseorang

untuk memenuhi kebutuhan energi. Jumlah kalori ditentukan sesuai

dengan IMT (Indeks Massa Tubuh) dan ditentukan dengan satuan kilo

kalori (kkal).

IMT = BB (kg)/TB (m2)

Setelah itu kalori dapat ditentukan dengan melihat indikator berat badan

ideal yaitu:
Protein (16- 1. Memilih kacang, sepotong buah segar atau bebas gula yoghurt
18% atau untuk camilan.
¼ 2. Memilih potongan daging putih, daging unggas dan makanan laut
piring) bukannya daging olahan atau
daging merah.
Sayuran 1. Beberapa jenis sayuran yang kaya akan
(1/2 kandungan pati, seperti kentang dan labu, juga harus dibatasi
piring) dengan hati-hati.
2. Makan setidaknya tiga porsi sayuran setiap hari, termasuk
sayuran berdaun hijau seperti bayam, selada atau kale.

Buah 1. Makan sampai tiga porsi buah segar setiap hari.


2. Menghindari jenis buah-buahan yang mengandung kadar
glukosa dan sukrosa yang tinggi. Buah seperti mangga dan
stroberi menyebabkan lonjakan kadar gula darah pada penderita
diabetes.
3. Sebagai alternatif, buah yang kaya gula dengan buah dengan
kandungan serat tinggi sangat
dianjurkan seperti apel, pir, dan raspberry.
Gula 1. Membatasi asupan alkohol Anda untuk maksimal dua minuman
standar per hari.
2. Pemilihan selai kacang lebih baik daripada selai cokelat pada
roti.
3. Memilih air atau kopi tanpa gula atau teh bukan jus buah, soda,
dan gula manis minuman lainnya.
4. Menghindari konsumsi gula lebih dari 4 sendok makan setiap
hari.
Ketika ingin mengonsumsi makanan, tips yang dapat dilakukan yaitu

melihat label makanan. Pada serving size, lihat kemasan pada bagian

belakang yaitu misalnya 5, dan kandungannya tertulis 250 kkal, jadi jika

seseorang menghabiskan 1 produk tersebut, maka orang tersebut

menghabiskan sebanyak 1250 kkal. Oleh karena itu, dengan

memperhatikan label makanan, maka seseorang akan lebih waspada

terkait jumlah kebutuhan kalori hariannya.

2) Aktifitas fisik

Kegiatan jasmani seharihari dan latihan jasmani secara teratur (3-

4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit terdiri dari pemanasan ±15

menit dan pendinginan ±15 menit), merupakan salah

satu cara untuk mencegah DM. Kegiatan sehari-hari seperti menyapu, mengepel,

berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan dan

menghindari aktivitas sedenter misalnya menonton televisi, main game

komputer, dan lainnya.

Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan

berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki

kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani

yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.

Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran

jasmani. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas- malasan

(PERKENI, 2011).
3) Kontrol Kesehatan

Seseorang harus rutin mengontrol kadar gula darah agar diketahui nilai

kadar gula darah untuk mencegah terjadinya diabetes melitus supaya ada

penanganan yang cepat dan tepat saat terdiagnosa diabetes melitus (Sugiarto &

Suprihatin, 2012). Seseorang dapat mencari sumber informasi sebanyak mungkin

untuk mengetahui tanda dan gejala dari diabetes melitus yang mungkin timbul,

sehingga mereka mampu mengubah tingkah laku sehari-hari supaya terhindar

dari penyakit diabetes melitus.


DAFTAR PUSTAKA

1. Purnamasari D. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus: Setiati S, Alwi I,


editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta: FK UI; 2014:2325-29.
2. Pardede TE, Rosdiana D, Chrsitianto E. Pengendalian diabetes melitus
berdasarkan parametes indeks massa tubuh dan tekanan darah di poli rawat jalan
penyakit dalam RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Journal of Medicine.
2017;4:1-2.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan,
Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar: Laporan Nasional 2013. Riskesdas.
Jakarta. 2013.
4. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. PB Perkeni. Jakarta. 2015.
5. Kuniawan I. Diabetes melitus tipe 2 pada usia lanjut. Public Health 2010;60:576-
84.
6. Dwikanaya IM, Subawa AAN, Yasa IWPS. Gambaran HbA1C pasien diabetes
melitus tipe 2 dengan komplikasi ulkus kaki diabetic di poliklinik penyakit dalam
RSUP Sanglah Denpasar periode April-September 2014. E-Jurnal Medika
2014;5:1-6.
7. Tandra H. Life healty with diabetes-diabetes mengapa & bagaimana?.
Yogyakarta: Rapha Publishing; 2013.
8. Ginis Z, Ozturk G, Sirmali R, Yalcindag A, Dulgeroglu Y, Delibasi T, et all. The
Role of HbA1C as a screening and diagnostic test for Diabetes Mellitus in
Ankara. Turk J Med Sci 2012; 42: 1430-1436.
9. Herman, WH, Cohen, RM. Racial and ethnic differences in the relationship
between HbA1C and blood glucose: implications for the diagnosis of diabetes. J
Clin Endrocrinol Metab 2012;9: 1067-1072.
10. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan,
Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar: Laporan Nasional 2007.
Riskesdas. Jakarta. 2008.
11. Longo D, Fauci AS, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, et al.
Harrison's Principle of Internal Medicine New York, NY: The McGraw Hill
Book Companies; 2008.
12. Laurentia M. Faktor yang berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah pada
Penderita Diabetes Melitus di Perkotaan Indonesia. Jakarta; 2009.
13. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes: mekanisme terjadinya, diagnosis, dan
strategi pengelolaan: Setiati S, Alwi I, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 6. Jakarta: FK UI; 2014:2361-68.
14. Sustrani L. Diabetes. Jakarta: Gramedia; 2006.
15. Rini TH. Faktor-faktor risiki ulcus diabetika pada penderita diabetes melitus.
Semarang; 2008.
16. Tandra H. Life healty with diabetes-diabetes mengapa & bagaimana?. Yogyakarta:
Rapha Publishing; 2013.
17. Ginis Z, Ozturk G, Sirmali R, Yalcindag A, Dulgeroglu Y, Delibasi T, et all. The Role
of HbA1C as a screening and diagnostic test for Diabetes Mellitus in Ankara. Turk J
Med Sci 2012; 42: 1430-1436.
18. Herman, WH, Cohen, RM. Racial and ethnic differences in the relationship between
HbA1C and blood glucose: implications for the diagnosis of diabetes. J Clin
Endrocrinol Metab 2012;9: 1067-1072.
19. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik
Indonesia. Riset Kesehatan Dasar: Laporan Nasional 2007.
Riskesdas. Jakarta. 2008.
20. Longo D, Fauci AS, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, et al.
Harrison's Principle of Internal Medicine New York, NY: The McGraw Hill Book
Companies; 2008.
21. Laurentia M. Faktor yang berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah pada
Penderita Diabetes Melitus di Perkotaan Indonesia. Jakarta; 2009.
22. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes: mekanisme terjadinya, diagnosis, dan strategi
pengelolaan: Setiati S, Alwi I, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6.
Jakarta: FK UI; 2014:2361-68.
23. Sustrani L. Diabetes. Jakarta: Gramedia; 2006.
24. Rini TH. Faktor-faktor risiki ulcus diabetika pada penderita diabetes melitus.
Semarang; 2008.
xxix

Anda mungkin juga menyukai