Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMA

BAB IV
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Fitokimia
Dosen Pengampu : Panji Wahlanto, M.Farm., Apt

Disusun oleh :

KELOMPOK 2

TINGKAT 2 C FARMASI

1. Ade Suryaman
2. Deline Gistella Sari
3. Iis Siti Sopiah
4. Septiani
5. Suhrotul Hayati

Program Studi D3 Farmasi


STIKes Muhammadiyah Ciamis
Jalan K.H. Ahmad Dahlan 20 Telp (0265) 775052 Fax: (0265) 771931 Ciamis
2020

1
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillahirobil a’lamin segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, puji dan syukur
penyusun panjatkan kehadirat Allah yang telah melimpahkan segala kemudahan, rahmat dan
karunia-Nya sehingga Laporan Praktikum ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam tidak lupa
pula penyusun curahkan kepada Baginda kita Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi sauri
tauladan bagi seluruh umat manusia.

Tak lupa saya ucapkan terimakasih kepada bapak Panji Wahlanto, M.Farm., Apt., selaku
dosen pengampu Praktikum Fitokimia yang telah membimbing kami dalam pengerjaan tugas
laporan praktikum ini

Adapun tujuan penyusunan Laporan Praktikum ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
memenuhi tugas Praktikum Fitokimia pada Semester Genap Tahun Pelajaran 2019/2020

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Praktikum ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi materi maupun dari segi penyajian. Namun penyusun juga berharap
semoga Laporan Praktikum ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Untuk mencapai
kesempurnaan makalah ini, saya mohon kritik serta saran dari rekan-rekan yang membaca.

Tasikmalaya, Mei 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. 2

DAFTAR ISI ................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 4

1.2 Tujuan Praktikum ................................................................................... 5

BAB II LANDASAN TEORETIS ............................................................. 6

BAB III METODE KERJA

3.1 Alat ........................................................................................................ 12

3.2 Bahan ..................................................................................................... 12

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

4.1 Pembahasan ........................................................................................... 13

4.2 Kesimpulan ............................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 17

LAMPIRAN ................................................................................................ 18

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam bidang farmasi, Pemisahan atau pemurnian kandungan tumbuhan terutama


dilakukan dengan menggunakan salah satu dari empat teknik kromatografi atau gabungan teknik
tersebut adalahKeempat teknik kromatografi itu adalah kromatografi kertas (KKT),
Kromatografi lapis tipis (KLT), Kromatogfrafi gas cair (KGC), dan kromatografi cair kinerja
tinggi (KCKT).

Ada banyak metode untuk mengetahui ataupun mengidentifikasi zat aktif yang terdapat
dalam suatu ekstrak seperti KLT (kromatografi Lapis Tipis) merupakan salah satunya percobaan
yang dilakukan dalam fitokimia. Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik
pemisahan tertentu. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu yang
pertama, fasa tetap (Stationary Phase) dan kedua, fasa bergerak (Mobile Phase). Dengan adanya
penelitianpenelitian baru yang memungkinkan untuk menerapkan prinsip kromatografi pada
senyawa-senyawa yang tak berwarna termasuk gas.

Adapun perkembangan pesat dari beberapa jenis sistem kromatografi diantaranya adalah ;
Kromatografi kertas, kromatografi lapisan tipis ( Thin Layer Chromatography ), kromatografi
gas ( Gas Chromatography ), dan kromatografi cair kinerja tinggi ( High Performance Liquid
Chromatography ).

KLT merupakan metode pilihan untuk pemisahan semua kandungan yang larut dalam
lipid, yaitu lipid steroid, karotenoid, kuinon sederhana, dan klorofil. Sebaliknya teknik ketiga
yaitu KGC, penggunaan utamanya ialah pada pemisahan senyawa atsiri, yaitu asam lemak, mono
dan seskuiterpena, hidrokarbon dan senyawa belerang. Tetapi keatsirian kandungan tumbuhan
yang bertitik didih tinggi dapat diperbesar dengan mengubahnya ,menjadi ester atau eter
trimetilsilil sehingga hanya ada sedikit saja golongan yang sama sekali tidak cocok untuk
dipisahkan dengan cara KGC.

Pada kromatografi lapisan tipis, terdapat lapisan tipis ( tebal 0.1-2 mm ) yang terdiri atas
bahan padat yang dilapiskan kepada permukaan penyangga datar ( plat ), yang biasanya terbuat

4
dari kaca, tetapi dapat pula terbuat dari plat polimer atau logam. Lapisan yang melekat pada
permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat dan kromatografi lapisan
tipis dapat digunakan untuk keperluan yang luas dalam pemisahanpemisahan. Seperti halnya,
kromatografi lapisan tipis yang banyak digunakan akhir-akhir ini oleh sebagian besar
laboratorium di Indonesia menggunakan alat berupa TLC Scanner 3 merk CAMAG ( Made in
Switzerland ) dengan metode kromatografi lapisan tipis, yang mana proses pengambilan sample
yang berada pada permukaan plat (tempat sample yang telah dilakukan pemisahan)
menggunakan scanner didalam alat tersebut kemudian hasilnya ditransfer ke PC dan dilakukan
proses selanjutnya. Dan kelebihan dari TLC Scanner 3 CAMAG sendiri adalah mampu
menganalisa senyawa berwarna dan tak berwarna, membutuhkan waktu yang relatif cepat.

Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami uji kuantitatif pada
simplisia dengan metode makroskopik serta uji kualitatif dengan metode Kromatografi Lapis
Tipis.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk memperoleh data profil kromatogram lapis tipis
pada simplisia, Menentukan nilai Rf dan Rr masing-masing noda kromatogram, serta
membandingkan profil kromatogram sediaan uji

5
BAB II

LANDASAN TEORITIS

Kromatografi Lapis Tipis Yaitu kromatografi yang menggunakan lempeng gelas


atau alumunium yang dilapisi dengan lapisan tipis alumina, silika gel, atau bahan serbuk
lainnya. Kromatografi lapis tipis pada umumnya dijadikan metode pilihan pertama pada
pemisahan dengan kromatografI [1].
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa
menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan.
Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik
penyerap maupun cuplikannya [2].
KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya
hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan
kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi
kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa
secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk
pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan.
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan senyawa secara cepat,
dengan menggunakan zat penjerap berupa serbuk halus yang dipaliskan serta rata pada
lempeng kaca. Lempeng yang dilapis, dapat dianggap sebagai “kolom kromatografi
terbuka” dan pemisahan dapat didasarkan pada penyerapan, pembagian atau
gabungannya, tergantung dari jenis zat penyerap dan cara pembuatan lapisan zat
penyerap dan jenis pelarut. Kromatografi lapis tipis dengan penyerap penukar ion dapat
digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Harga Rf yang diperoleh pada kromatografi
lapis tipis tidak tetap, jika dibandingkan dengan yang diperoleh pada kromatografi kertas.
Oleh karena itu pada lempeng yang sama di samping kromatogram zat yang di uji perlu
dibuat kromatogram zat pembanding kimia, lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda
[3].

6
Uji fitokimia dengan KLT dilakukan terhadap golongan senyawa yang positif dari
hasil uji fitokimia dengan uji reagen. Identifikasi dengan KLT digunakan plat silika
GF254. Masing-masing plat dengan ukuran 1x10 cm2. Ekstrak etanol Calophyllum
soullatri ditotolkan pada jarak ± 1 cm dari tepi bawah plat dengan pipa kapiler kemudian
dikeringkandan dielusi dengan masing-masing fase gerak golongan senyawanya [4]
KLT di mana suatu analit bergerak melintasi lapisan fase diam di bawah pengaruh fase
gerak, yang bergerak melalui fase diam. Semakin polar suatu senyawa fase gerak,
semakin besar partisi ke dalam fase diam gel silika, semakin sedikit waktu yang
dibutuhkan fase gerak untuk bergerak menyusuri plat sehingga semakin pendek jarak
tempuh senyawa tersebut menaiki plat dalam waktu tertentu [5].
Identifikasi komponen senyawa yang terdapat dalam pigmen tumbuhan, atau
bagian (daun,, biji atau rimpang) tumbuhan dapat dilakukan menggunakan metode KLT.
Metode KLT umumnya menggunakan fasa diam yaitu silika gel, alumina dan keiselguhr.
Silika dan alumina merupakan adsorben (fasa diam) yang serba guna, sedangkan
keiselguhr digunakan untuk adsorben senyawa–senyawa yang sangat polar [6]
Silika biasanya memberikan hasil yang unggul, tersedia dalam berbagai luas
permukaan dari sebagian besar data KLT [7]

PRINSIP KERJA KLT

Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara


sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari
bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin

7
dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen Semakin
dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh
fase gerak tersebut

1) Fase Diam Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran
kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata- rata
partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik
kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penjerap yang paling sering
digunakan adalah silica dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang
utama pada KLT adalah adsorpsi dan partisi.[8]
2) Fase Gerak
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-
coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana
ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat
mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal
Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :
Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan
teknik yang sensitif.
 Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak
antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
 Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silica gel,
polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solute yang berarti
juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar
seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene akan
meningkatkan harga Rf secara signifikan.
 Solut-solut ionik dan solute-solut polar lebih baik digunakan campuran
pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan methanol dengan
perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau ammonia
masing-masing akan meningkatkan solute-solut yang bersifat basa dan
asam.[3]

8
CARA KERJA
Sebuah garis menggunakan pinsil digambar dekat bagian bawah lempengan dan
setetes pelarut dari campuran pewarna ditempatkan pada garis itu Ketika bercak dari
campuran itu mengering, lempengan ditempatkan dalam sebuah gelas kimia bertutup
berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas
pelarut berada di bawah garis dimana posisi bercak berada. Menutup gelas kimia untuk
meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk
mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring
yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah
penguapan pelarut.

NILAI RF
Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu
perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki jarak yang sama
walaupun ukuran jarak plat nya berbeda. Nilai perhitungan tersebut adalah nilai Rf, nilai
ini digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan
derajat retensi suatu komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut
faktor retensi.]Nilai Rf dapat dihitung dengan rumus berikut :
Rf = Jarak yang ditempuh substansi/Jarak yang ditempuh oleh pelarut

Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya
senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat membandingkan dua sampel
yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa
tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis
tipis.[9]

Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila


identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan
memiliki karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda,
senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang berbeda[3]

9
Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi
komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip
ini.Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan
kecepatanperambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi,
komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase
gerak.Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak
akanmelarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada
fasediam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak
akanbergerak lebih cepat. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa
padatan,atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase
gerakmengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat
dalamcampuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda
Proseskromatografi juga digunakan dalam metode pemisahan komponen gula dari
komponennon gula dan abu dalam tetes menjadi fraksi-fraksi terpisah yang
diakibatkanolehperbedaan adsorpsi, difusi dan eksklusi komponen gula dan non gula
tersebut terhadap adsorbent dan eluent yang digunakan. menggunakan sebuah lapis tipis
silika atau aluminayang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik
yang keras. Jel silika(atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk
kromatografi lapis tipisseringkali juga mengandung substansi yang mana dapat
berpendar flour dalam sinarultra violet.Fase gerak merupakan pelarut atau campuran
pelarut yang sesuai. Fase diamlainnya yang biasa digunakan adalah alumina-aluminium
oksida. Atom aluminium padapermukaan juga memiliki gugus -OH. Apa yang kita
sebutkan tentang jel silikakemudian digunakan serupa untuk alumina.[4]

Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting pada proses
elusibagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi
antaraadsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen.
Olehsebab itu pemisahan komponen gula dalam tetes secara kromatografi dipengaruhi
oleh lajualir eluent dan jumlah umpan. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran
kekuatanteradsorpsinya[10]
pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal iniyang
banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis

10
silika.Penggolongan ini dikenal sebagai deret eluotropik pelarut. Suatu pelarut yang
bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang relatif tak polar dari
ikatannyadengan alumina (jel silika).[11]

11
BAB III
METODE KERJA

3.1 Alat

Sokhlet, tabung reaksi, gelas ukur, labu takar, pipet tetes, pipet gondok, pipa kapiler, pipet
mikro, gelas beaker, plat tetes, erlenmeyer, corong kaca, corong pisah, kolom kromatografi,
botol vial, botol semprot, chamber KLT, neraca analitik (Kern-870), statif dan klem, kertas
saring, kompor listrik, vakum rotary evaporator (Buchi- B480), lampu detektor UV (Spectroline
ENF-24/F), dan spektrofotometer UV-Vis

3.2 Bahan yang digunakan adalah sampel penelitian

Berupa tanaman Pimpinella alpina Molk kering, H2SO4 p.a. (merck), HCl p.a. (merck),
serbuk Mg p.a., amil alkohol p.a., FeCl3 p.a. (merck), anhidrida asam asetat p.a (merck), NH3,
pereaksi Meyer, pereaksi Dragendroff, akuades, etanol 96%, eter p.a., touluena p.a., asam asetat
10 %, kloroform p.a., etil asetat p.a., aseton p.a., diklorometana p.a., metanol p.a., dan n-heksana
p.a., asam galat (merck), kuersetin (merck), reagen Folin- Ciocalteu, 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil
p.a. (merck), larutan AlCl3, larutan potasium asetat, larutan Na2CO3, NaOH, plat silika gel 60
GF254 (merck), silika gel 60 G (merck) untuk kromatografi kolom, plat KLT dengan silika gel
60 (tanpa indikator fluoresen) ukuran 5x20 cm dengan ketebalan silika sebesar 0,25 mm untuk
preparative.

12
BAB IV

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

4.2 Pembahasan Penelitian Dalam Jurnal

Kurva Kalibrasi Asam Galat

Kurva kalibrasi asam galat telah dibuat sebagai pembanding ekivalen senyawa fenolat
total yang berguna untuk menentukan senyawa fenolat total dalam fraksi n-heksana
Pimpinella alpina Molk melalui persamaan regresi yang didapatkan seperti disajikan pada
Gambar 4.1

Gambar 4.1

Kurva Kalibrasi Kuersetin Kurva kalibrasi kuersetin telah dibuat untuk

menentukan kadar senyawa flavonoid total dalam fraksi n-heksana Pimpinella alpina
Molk melalui persamaan regresi yang didapatkan. Seperti disajikan pada Gambar 4.2

13
Gambar 4.2

Penentuan Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

Penentuan aktivitas antioksidan dilakukan dengan uji DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrasil)


terhadap fraksi etanol dan n-heksana. Pengurangan intensitas warna ditandai dengan
penurunan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm . Reaksi peredaman radikal
DPPH dapat dilihat pada Gambar 4.3

Gambar 4.3

Identifikasi Senyawa Kumarin Keberadaan golongan kumarin sebagai salah satu

14
senyawa fenolat ditunjukkan dengan metode yang dilakukan oleh Farnsworth [10] dan
metode KLT menurut Chakraborty dkk. [9] Uji kumarin menunjukkan hasil yang positif
pada ekstrak etanol dan fraksi n-heksana dengan terbentuknya warna fluoresensi hijau
kuning di bawah lampu UV 365 nm pada kertas saring jenuh NaOH 10% yang telah
diuapi sampel , seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.4

Gambar 4.4

Memurut metode Chakraborty dkk. yang

dilakukan dengan KLT dilakukan dengan pengembang n-heksana:diklorometana:etil


asetat 8:1:6, noda dilihat dengan lampu UV 365 nm. Untuk memperjelas warna noda dari
kumarin plat KLT disemprot dengan NH3 sebagai pereaksi warna kemudian plat KLT
dilihat kembali di bawah lampu UV 365 nm. Adanya kumarin ditandai dengan
flouresensi yang berwarna hijau kekuningan [9]eperti disajikan pada Gambar 4.5

15
Gambar 4.5

4.2 Kesimpulan

Berdasarkan hasil serangkaian analisis terhadap tanaman Pinpinella alpina Molk


memiliki kandungan senyawa total fenolat fraksi n-heksana yaitu 45,04 mg ekuivalen asam
galat/g fraksi kering dan kandungan senyawa total flavonoid terbesar fraksi n-heksana yaitu
5,58 mg ekuivalen kuersetin/gram fraksi kering. Sedangkan aktivitas antioksidan ditunjukkan
dengan (IC50) 13485 ppm. Noda hasil KLT prparatif F1 merupan kan golongan senyawa
kumarin.

16
DAFTAR PUSTAKA

[1] “Dirjen POM, (1979), Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta,” farmasi, pp. 59–64, 2018.
[2] J. S. Farmasi, Y. Alen, F. L. Agresa, and Y. Yuliandra, “Analisis Kromatografi Lapis
Tipis ( KLT ) dan Aktivitas Antihiperurisemia Ekstrak Rebung Schizostachyum
brachycladum Kurz ( Kurz ) pada Mencit Putih Jantan,” vol. 3, no. May, pp. 146–152,
2017.
[3] R. G. M. Page, “Ibnu Gholib Gandjar. Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.,” no. 2, 1938.
[4] I. Fajriaty, H. Ih, and R. Setyaningrum, “LAPIS TIPIS DARI EKSTRAK ETANOL
DAUN BINTANGUR ( Calophyllum soulattri Burm . F .),” pp. 54–67.
[5] A. Farmasi and S. Denpasar, “*Akademi Farmasi Saraswati Denpasar, Jalan Kamboja No
11A, Denpasar, Bali,” vol. 3, no. 2, pp. 61–70.
[6] S. Paramita et al., “ANALISIS BIOAUTOGRAFI KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BAWANG TIWAI” vol. 1,
no. 9, pp. 470–478, 2018.
[7] R. Iriani, “Dirjen POM, (1979), Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan
RI, Jakarta,” pp. 1–11, 1994.
[8] A. D. Susanti, W. B. Sediawan, and S. K. Wirawan, “Penentuan Pelarut untuk Adsorpsi
Oryzanol dari Minyak Bekatul dengan Investigasi Kromatografi Lapis Tipis ( Thin Layer
Chromatography ),” vol. 16, no. 2.
[9] P. A. Molk, Z. Umami, B. Cahyono, and M. Suzery, “Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi
Analisis Kimiawi Fraksi n-Heksana dari Tanaman Purwoceng,” vol. 16, no. 1, pp. 27–32,
2013.
[10] E. Dan, F. D. Kulit, and B. Kemiri, “Brine shrimp lethality test,” vol. 3, no. 1, pp. 36–42,
2015.
[11] K. Feliana and S. Mursiti, “Indonesian Journal of Chemical Science Isolasi dan Elusidasi
Senyawa Flavonoid dari Biji Alpukat ( Persea americana Mill .),” vol. 7, no. 2, 2018.

17
LAMPIRAN

NO Gambar Keterangan
1 Prinsip Kerja KLT

2 Gambar 4.1
Kurva Kalibrasi Asam
Galat

3 Gambar 4.2
Kurva Kalibrasi
Kuersetin

18
4 Gambar 4.3
Reaksi Peredaman
Radikal DPPH

5 Gambar 4.4
Uji kumarin
menunjukkan hasil
yang positif pada
ekstrak etanol dan
fraksi n-heksana
dengan terbentuknya
warna fluoresensi
hijau kuning di bawah
lampu UV 365 nm
pada kertas saring
jenuh NaOH 10%
yang telah diuapi
sampel
6 Gambar 4.5
Adanya kumarin
ditandai dengan
flouresensi yang
berwarna hijau
kekuningan

19

Anda mungkin juga menyukai