Anda di halaman 1dari 2

NAMA : MUHAMMAD ALAMSYAH

NIM : G171600386

KELAS : Pengelolaan Perkebunan VIA

MATKUL : CSR dan Pola Kemitraan

Setiap kegiatan usaha yang sedang beroperasi pasti akan memiliki dampak positif
maupun negatif bagi lingkungan sekitar kegiatan tersebut. Berdirinya perusahaan di daerah
tertentu secara langsung akan memberikan pengaruh terhadap kondisi perekonomian dan
kondisi sosial masyarakat di sekitar perusahan. Pihak perusahaan dan masyarakat sekitar
yang bermukim di suatu wilayah yang sama adalah dua komponen yang saling
mempengaruhi.

Salah satu kegiatan yang membawa dampak adalah pembangunan atau kegiatan
kelapa sawit. Dengan berkembangnya teknologi, banyak pengusaha yang mendirikan
pabrik-pabrik baru untuk memproduksi berbagai sarana sehingga terbuka lapangan
pekerjaan baru yang menyerap tenaga kerja (Usman, 2004 dalam Darwis, 2015). Salah
satunya adalah perusahaan-perusahaan yang bergerak pada sektor perkebunan,
khususnya perusahaan kelapa sawit.

Pembangunan di bidang pertanian dan perkebunan pada tahapan tertentu akan


membuka ruang pengembangan bisnis agribisnis dan investasi pihak ketiga di suatu
wilayah. Masuknya investor pada wilayah bisnis perkebunan (sawit) akan menjadi stimulus
berdirinya pabrik-pabrik pengolahan kalapa sawit dan membuka lapangan pekerjaan bagi
masyarakat lokal maupun “pendatang” (Ruslan, 2014).

  Kegiatan kelapa sawit pada hakekatnya adalah pembangunan ekonomi yang


berorientasi pedesaan. Sasaran pembangunan sektor perkebunan tersebut adalah dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan (Syahza, 2005). Tetapi, dengan
berjalannya kegiatan dan aktivitas produksi yang dilakukan oleh perusahaan pasti
membawa dampak terhadap masyarakat di sekitarnya, baik positif maupun negatif.
Begitupun sebaliknya, pandangan atau tindakan masyarakat sekitar perusahaan dapat
mempengaruhi keberlanjutan keberadaan sebuah perusahaan di wilayah tertentu. Interaksi
di antara keduanya merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindarkan karena mereka
berada dalam lingkungan yang sama.

Dengan berjalannya kegiatan kelapa sawit ini tentunya akan membawa perubahan
terhadap kehidupan masyarakat yang ada di sekitar perusahaan. Selain itu, pihak
perusahaan juga harus menjalin pola interaksi yang asosiatif agar hubungan pihak
perusahaan dengan masyarakat sekitar dapat terjaga. Dalam hal ini interaksi sosial
merupakan syarat utama bagi terjadinya aktifitas sosial dan hadirnya kenyataan sosial.
Kenyataan sosial didasarkan pada motivasi individu dan tindakan-tindakan sosialnya.

Contoh tindakan nyata dari bentuk interaksi asosiatif adalah pada anak usaha dari
Minamas Plantation, PT. Padang Palma Permai (PT. PPP) yang mempelopori kerjasama
pendampingan dengan petani sawit, yang tergabung dalam Koperasi Unit Desa (KUD)
Pentagon. Pola kemitraan yang digunakan dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit
adalah Pola Kemitraan KKPA (Kredit Koperasi Primer Anggota). KUD Pentagon sebagai
wakil dari petani plasma Koperasi menyerahkan pengelolaan dalam membiayai
pembangunan perkebunan dan prasarana kepada PT PPP.
  Jika dengan menjalin kerjasama yang baik, masyarakat akan dapat menerima baik
kehadiran perusahaan, yang hasilnya akan berdampak baik untuk kelancaran pihak
perusahaan maupun masyarakat sekitar. Sebaliknya pula, pihak perusahaan juga harus
mendengarkan masukkan dan saran yang baik dari masyarakat. Dan biasanya semakin
berkembangnya perusahaan kelapa sawit, semakin terasa juga dampaknya terhadap tenaga
kerja yang bekerja pada perusahaan tersebut. Hal itu pasti dirasakan oleh masyarakat
sekitar yang bekerja di perusahaan dari segi peningkatan pendapatan tenaga kerja,
sehingga meningkatnya pula daya beli masyarakat pedesaan, baik untuk kebutuhan primer
maupun kebutuhan sekunder. Dengan ini pihak perusahaan dengan masyarakat sekitar
dapat menjalin kerjasama yang baik untuk kedepannya.

Contoh tindakan sebaliknya yaitu bentuk interaksi disasosiatif terjadi pada PT. Bumi
Pratama Khatulistiwa, anak perusahaan grup Wilmar International, masyarakat
menyerahkan masing-masing lahan agar masuk dalam hak guna usaha (HGU) PT BPK
untuk jadi kebun plasma. Pembagian disepakati sejak awal 80:20 persen. Sayangnya, bagi
hasil yang ditunggu tidak kunjung datang. Bahkan, sejak penyerahan lahan disepakati
hingga 2013, warga hanya jadi kuli bekerja dengan upah sangat rendah. Hanya sekitar
Rp40 ribu-an sehari. Sedang surat keterangan tanah (SKT) sudah lapuk di lemari masing-
masing petani.

Bentuk pola interaksi disasosiatif seperti inilah yang dapat memicu terjadinya
permasalahan. Dengan timbulnya permasalahan ataupun konflik dari pihak perusahaan
dengan masyarakat sekitar akan mengakibatkan kerenggangan dalam berinteraksi. Dengan
hal ini, diharapkan dari pihak perusahaan yang ingin membangun ataupun yang sudah
beroperasi harusnya mendengarkan pendapat dari masyarakat dan menjalin hubungan baik
dengan masyarakat sekitar dan sebaliknya sebagai masyarakat yang berdomisili di daerah
sekitar perusahaan juga dapat menerima perusahaan dengan baik, bertukar pendapat untuk
mencari sulusi apabila ada perbuatan yang tidak baik atau tidak pantas yang dilakukan oleh
pihak perusahaan. Saat kedua belah pihak sudah dapat menerima kehadiran masing-
masing, tentunya akan berdampak baik untuk keberlanjutan pihak perusahaan dan
masyarakat kedepannya.

Anda mungkin juga menyukai