Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Deskripsi Penelitian

Rumah Sakit Mitra Plumbon yang terletak di JL. Raya Plumbon – Palimanan,

Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Rumah Sakit ini

merupakan RS umum swasta tipe B dan berdiri pada tahun 2003. RS Mitra Plumbon

memiliki tenaga kesehatan beserta staffnya sebanyak lebih dari 200 orang. Sedangkan

jumlah pasien yang melakukan pengobatan serta perawatan di RS tersebut sebanyak

lebih dari 1.500 orang

Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat yang menyebutkan bahwa telah

terdata 60 pasien gagal ginjal kronik di ruangan hemodialisis yang kesemuanya belum

mengalami pemulihan dengan intervensi pengobatan, pendidikan kesehatan, dan

kunjungan rumah selama tiga bulan terakhir.

Dari hasil wawancara kepada 10 orang pasien yang berumur 55-65 tahun

didapatkan hasil terkait kualitas hidup domain psikologis pasien gagal ginjal kronis dan

terkait self management yaitu responden perempuan merasa bosan dan lelah dengan

pengobatan yang dijalani olehnya, ketergantungan medis yang menyebabkan mereka

kurang percaya diri, stress dan kehilangan semangat sehingga kualitas hidup mereka

kurang baik, responden merasa cemas dengan kondisinya, tidak mengerti cara

penanganan dari efek samping yang timbul dari terapi dan pengobatan yang sedang

dijalaninya.

57
4.1.2 Analisis Univariat

1. Karakteristik Responden

Penelitian ini dilakukan di RS Mitra Plumbon dengan jumlah sampel sebanyak

60 pasien. Karakteristik responden dalam penelitian ini mencakup usia, jenis

kelamin, lama hemodialisis dan pendidikan terakhir.

Tabel 4.1
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin,
Pendidikan Terakhir dan Lama Hemodialisis Pasien Gagal Ginjal Kronis di Rumah
Sakit Mitra Plumbon Kabupaten Cirebon

Total
Karakteristik (n=60)

N %
Jenis Kelamin
Laki-Laki 40 66,7
Perempuan 20 33,3
Jumlah 60 100
Usia
40 – 45 Tahun 23 38,3
50 – 55 Tahun 21 35,0
60 – 65 Tahun 16 26,7
Jumlah 60 100
Pendidikan Terakhir
SD 12 20,0
SMP 23 38,3
SMA 22 18,3
D3/S1 14 23,3
Jumlah 60 100
Lama Hemodialisis
≤ 1 Tahun 18 30,0
1-2 Tahun 23 38,3
≥ 3 Tahun 19 31,7
Jumlah 60 100
Sumber: Data Primer (2020)

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 60 responden sebagian besar

berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 40 orang laki-laki (66,7%). Usia

responden Sebagian besar berumur 40 - 45 (38,3%). Pendidikan responden

sebagian besar berpendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sebanyak

23 responden (38,3,7%). Lama Hemodialisis menunjukkan bahwa mayoritas


58
responden menjalankan hemodialisis selama 2 tahun yaitu sebanyak 23 responden

(38,3%).

2. Mengidetifikasi Self Management pada pasien GGK di RS Mitra Plumbon

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Self Management

pasien gagal ginjal kronis di Rumah sakit Mitra Plumbon

Self Management Frekuensi (n) Persentase (%)


Baik 24 40%
Sedang 32 53,3%
Buruk 4 6,7%
Total 60 100%
Sumber : Data Primer (2020).

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 60 responden, sebagian besar

memiliki self mangement pada kategori sedang yaitu sebanyak 32 responden

(53,3%).

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup

pasien gagal ginjal kronis di Rumah sakit Mitra Plumbon

Kualitas Hidup Frekuensi (n) Persentase (%)


Tinggi 21 35%
Sedang 34 56,7%
Rendah 5 8,3%
Total 60 100%
Sumber : Data Primer (2020).

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 60 responden, sebagian besar

memiliki kualitas hidup pada kategori sedang yaitu sebanyak 34 responden

(56,7%) yang berarti bahwa kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis di RS Mitra

Plumbin berada pada kategori sedang.

4.1.3 Analisis Bivariat

59
Uji Normalitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui penyebaran data

yang digunakan apakah berdistribusi normal atau tidak (Santoso, 2017). Salah

satu cara yang dilakukan untuk menguji normalitas suatudata adalah dengan

menggunakan Kolmogorov-Smirnov pada program analisis statistic SPSS.

Suatu dikatakan memiliki distribusi normal apabila memenuhi syarat yaitu

nilai signifikansi lebih kecil dari α ( p >α 0,05). Sedangkan apabila nilai

signifikasi lebih keci dari α (p< α 0,05) maka data memiliki distribusi tidak

normal (Prianto, 2018).

Berikut ini merupakan hasil uji normalitas dengan menggunakan program analisis

statistic SPPS for Windows Version 22.

Tabel 4.4 Uji Normalitas

Kolmogorov-Smirnov
Variabel
Statistic Df Sig
Self Management 63 60 200
Kualitas Hidup 78 60 200
Sumber : Data Primer (2020)

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi (p) pada data

Self Management adalah 0,200 dan nilai signifikasi (p) pada data Kualitas Hidup

adalah 0,200. Nilai signifikansi yang diperoleh ternyata lebih besar dari nilai α

0,05 (p > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa data memiliki distribusi

normal.

Tabel 4.5 Hasil Analisis Hubungan Self Management dan Kualitas Hidup

pasien gagal ginjal kronis di Rumah sakit Mitra Plumbon

Correlations
  Self Kualitas hidup
management

Self management Pearson Correlation 1 ,786**


Sig. (2-tailed) ,000
N 60 60
Kualitas hidup Pearson Correlation ,786** 1
Sig. (2-tailed) ,000
N 60 60
60
Sumber : Data Primer (2020).

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa hasil statistika menggunakan uji

Pearson Correlations dengan α = 0,05 didapatkan hasil rhitung (0,786) > rtabel

(0,254), sehingga dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang kuat antara Self

Management dan Kualitas Hidup.

a. Pembahasan

A. Karakteristik Responden

Jenis kelamin berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan dari hasil penelitian yang

telah dilakukan dari 60 responden didapatkan sebagian besar adalah jenis kelamin

laki-laki sebanyak 40 responden (66,7%) sedangkan berjenis kelamin perempuan

terdapat 20 responden (33,3%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Cos 2017 dimana pasien yang menjalani hemodialisis sebagian besar adalah

laki-laki. Pranadari dan Supadmi 2018 mengatakan bahwa secara klinik laki-laki

mempunyai risiko mengalami gagal ginjal kronis dua kali lebih besar daripada

perempuan. Hal ini dimungkinkan karena perempuan memperhatikan kesehatan

dan menjaga pola hidup sehat sehingga laki-laki lebih mudah terkena gagal ginjal

kronis.

Usia berdasarkan tabel 4.1 menunjukan dari penelitian yang telah dilakukan

pada 60 responden didapatkan hasil sebagian besar responden berusia 40 - 45

(38,3%). Latifah 2018 mengatakan bahwa usia dewasa muda memiliki resiko

sangat tinggi menderita gagal ginjal kronis hal ini dikarenakan pola makan yang

kurang sehat, kurangnya aktifitas olahraga dan gaya hidup yang kurang sehat.

Pendidikan responden berdasarkan tabel 4.1 menunjukan hasil sebagian besar

berpendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sebanyak 23 responden

61
(38,3,7%). Lama Hemodialisis berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa

mayoritas responden menjalankan hemodialisis selama 2 tahun yaitu sebanyak 23

responden (38,3%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Almubarok 2017

dimana distribusi frekuensi lama hemodialisis responden paling banyak selama 2-

3 tahun. Rustiana 2018 mengatakan bahwa hemodialisis merupakan terapi

pengganti ginjal yang digunakan pasien dalam keadaan gagal ginjal kronis selama

seumur hidup. Seseorang menjalankan hemodialisis selama hampir 2 tahun

cenderung memiliki tingkat cemas lebih rendah karena sudah dalam fase

penerimaan dibanding dengan responden yang baru menjalankan hemodialisis.

B. Self Management Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis pada Pasien Gagal Ginjal

Kronis di RS Mitra Plumbon

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 60 responden, sebagian

besar memiliki self mangement pada kategori sedang yaitu sebanyak 32 responden

(53,3%). Menurut peneliti hasil tersebut ada karena adanya penyebab yaitu

sebagian besar responden kurang bisa menangani efek samping yang timbul dari

pengobatan yang sedang dijalani seperti mual, muntah, sesak nafas, kram perut

serta otot. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Putra (2018) yang menyatakan

bahwa self management pada responden sebagian besar terdapat dalam kategori

sedang (60,1%) dikarenakan responden masih belum bisa menangani efek

samping dari hemodialisis.

Self mangement diperlukan bagi penderita gagal ginjal kronis yang

menjalani terapi hemodialisis untuk mempertahankan hidupnya. Dengan self

management dari segi psikologis yang baik, penderita gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisis tidak akan mudah stress yang akan berdampak pada

62
kesehatan sistem imun. Self management juga merupakan salah satu cara

meredakan kecemasan dan sebagai suatu perkiraan individu terhadap

kemampuanya sendiri dalam mengatasi penyakit kronis yang di derita

(Hidayat,2018).

Heirdarzadeh, Atashpeiker dan Jalilazar (2015) menyatakan bahwa

kemampuan perawatan diri yang dilakukan melalui self management akan

memberikan dampak positif terhadap pasien dan pencapaian hasil yang baik. Hasil

penelitian Heirdarzadeh, Atashpeiker dan Jalilazar (2015) menunjukan bahwa

pasien yang menjalani hemodialisis lebih dari 36 bulan yaitu sebesar 76%,

didapatkan lebih dari separuh responden mempunyai management diri yang baik

yaitu sebesar 66% yang artinya lebih dari separuh responden mempunyai self

management yang baik sehingga berdampak positif terhadap responden tersebut.

Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis memiliki

permasalahan yang kompleks terhadap kondisi fisik, psikologis, sosial, ekonomi

dan spiritual pasien. Umumnya pasien menjalani terapi secara rutin 2-3 kali

dalam seminggu selama 4-5 jam sepanjang hidupnya (Farida, 2017). Rostami dan

Fallah (2016) mengatakan bahwa pasien hemodialisis yang melaksanakan self

management dapat menurunkan masalah kesehatan ditandai dengan adanya

penurunan nilai ureum dan kreatinin, kalium, tekanan darah normal dan kulit gatal

berkurang.

Secara umum, tujuan self management untuk membantu pasien

memperoleh dan melatih keterampilan yang mereka butuhkan untuk memandu

perubahan kesehatan perilaku dan untuk memberikan dukungan emosional untuk

memungkinkan pasien untuk menyesuaikan peran mereka untuk fungsi dan

63
pengendalian penyakit mereka sehingga mendapatkan kualitas hidup yang lebih

baik (Zwerink dkk, 2017).

C. Mengidentifikasi Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 60 responden, sebagian besar

memiliki kualitas hidup pada kategori sedang yaitu sebanyak 34 responden

(56,7%). Menurut peneliti hasil tersebut disebabkan oleh sebagian besar

responden merasa bahwa kondisi kesehatan fisik dan masalah emosional sangat

mengganggu kegiatan sosial responden dengan keluarga, teman dan tetangganya.

Sehingga kondisi tersebut menyebabkan responden merasa stress dan membuat

kualitas hidupnya menurun. Hal ini sejalan dengan penelitian Pratomo (2018)

yaitu kualitas hidup pada kondisi psikologis pasien gagal ginjal kronis berada

dalam kategori sedang (56%) dikarenakan kecemasan dan kondisi stress yang di

alami responden akibat dari keterbatasan fisik.

Kualitas hidup diartikan sebagai kepuasan diri dalam hidup, sebuah kondisi

fisik, mental dan emosional kesehatan yang dapat diterima individu sebagaimana

ditentukan oleh individu tersebut (Galloway, 2018). Menurut Rasmun (2017), ada

beberapa faktor yang mempengaruhi respon terhadap stressor, yaitu bagaimana

individu mempersepsikan stressor, bagaimana intensitas terhadap stimulus, jumlah

stressor yang harus dihadapi dalam waktu yang sama, lamanya pemaparan

stressor, pengalaman masa lalu serta tingkat perkembangan. Pratomo (2018)

mengatakan bahwa pasien yang melakukan hemodialisis yang mampu

menghadapi stress yang disebabkan oleh kondisi fisik dan lingkungan, memiliki

kualitas hidup dalam kategori baik (71,4%).

64
Optimisme dan lamanya pasien menjalani hemodialisis membuat mereka telah

beradaptasi pada kondisi mereka sendiri dengan lebih menerima keadaanya

(Kariadi, 2017). Sebagai pasien dengan penyakit kronis yang mengalami

perubahan diberbagai aspek kehidupanya termasuk aspek psikologis, Babatunde

(2017) juga menemukan bahwa orientasi kesehatan pasien memiliki hubungan

dengan kualitas hidup. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nenty (2018), yang menyatakan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis dalam

waktu lebih lama dan memiliki koping yang baik terhadap penyakit yang diderita,

membuat kualitas hidupnya menjadi lebih baik.

D. Hubungan Self Management dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis di

Rumah Sakit Mitra Plumbon.

Hasil penelitian ini, tingkat self management pada pasien gagal ginjal kronis

dikategorikan menjadi 3 yaitu baik, sedang, buruk. Hasil penelitian menunjukan

bahwa self management pada pasien gagal ginjal kronis sebagian besar memiliki

tingkat sedang yaitu sebanyak 32 responden (53,3%). Penelitian terhadap kualitas

hidup pada pasien gagal ginjal kronis dikategorikan menjadi 3 yaitu tinggi,

sedang, rendah. Hasil penelitian menunjukan bahwa kualitas hidup pada pasien

gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis sebagian besar berada pada

tingkatan sedang yaitu sebanyak 34 responden (56,7%).

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa hasil statistika menggunakan uji

Pearson Correlations dengan α = 0,05 didapatkan hasil rhitung (0,786) > rtabel

(0,254), sehingga dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang kuat antara Self

Management dan Kualitas Hidup. maka self managemnt yang baik akan

menjadikan kualitas hidup juga baik. Hal ini sejalan dengan penelitan Sedjati

(2017), dengan hasil yaitu adanya hubungan yang signifikan antara self

65
management dengan kualitas hidup pada pasien penyakit kronis. Penelitian ini

juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rayyani (2018) ditemukan

fakta bahwa pasien gagal ginjal kronis yang menerima hemodialisis tidak

memiliki self management yang baik dan membuat kualitas hidupnya menjadi

tidak baik.

Kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronis akan mengalami kualitas

hidup yang kurang dikarenakan kurangnya kemauan kualitas hidup yang sudah

mulai pasrah dengan keadaan penyakitnya. Pada pasien gagal ginjal kronis dalam

memperbaiki kualitas hidup sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satu

diantaranya yaitu self management pasien (Supriyadi, 2018). Self Management

pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis merupakan suatu

upaya positif pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan kesehatan mereka untuk

mengoptimalkan kesehatan, mencegah komplikasi, kontrol tanda dan gejala,

mengikuti pengobatan dan meminimalkan efek penyakit dalam kehidupan mereka

(Hardiyatmi, 2016).

Hasil penelitian Lan (2016), menyatakan bahwa terdapat peningkatan

kemampuan psychosocial adjustment pasien dengan penyakit ginjal kronis

setelah mengikuti program terapi self management. Pasien dengan terapi

hemodialisis menyatakan bahwa mereka berupaya melakukan penyesuaian diri

terhadap kondisi sakitnya dimana tingkat penyesuaian diri terbanyak dalam

kategori sedang yaitu 47%, tinggi sebanyak 33% dan tingkat penyesuaian rendah

20%. Maka, terapi self management bagi pasien penyakit ginjal kronis yang

menjalani terapi hemodialisa dalam prosesnya dapat mengarahkan pasien untuk

melakukan perubahan terhadap perilakunya sendiri dengan suatu teknik terapeutik

yang dilakukan oleh perawat hemodialisa melalui edukasi dan tindakan self

66
management yang baik tentunya akan berpengaruh pada kualitas hidup pasien

gagal ginjal kronis.

Pasien yang menjalani hemodialisis juga rentan terhadap masalah

emosional seperti stress berkaitan dengan pembatasan diet dan cairan,

keterbatasan fisik, penyakit, efek samping obat, serta ketergantungan terhadap

dialisis yang akan berdampak terhadap menurunnya kualitas hidup pasien (Dewi,

2015). Self management dapat membantu meningkatkan kepatuhan berobat dan

meningkatkan kualitas hidup pasien (hasanah, 2017). Hasil penelitian Curtin dan

Mapes (2013), menyatakan bahwa self management pada pasien yang menjalani

hemodialisis dapat mengoptimalkan kesehatan, mencegah komplikasi, kontrol

tanda dan gejala, mengikuti pengobatan dan meminimalkan efek penyakit dalam

kehidupan mereka serta meningkatkan kualitas hidup.

b. Batasan Penelitian

Dalam penelitian ini memiliki keterbatasan dalam proses pelaksanaannya.

Adapun keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggukan lembar kuesioner

yang mengukur self management dan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis.

Pengumpulan data menggunakan kuesioner tersebut cenderung bersifat

subjektif sehingga kejujuran responden dapat menentukan kebenaran data yang

diberikan. Dan ketidak tepatan jawaban dapat terjadi karena faktor pemahaman

responden yang kurang terhadap pertanyaan yang disampaikan peneliti saat

pengambilan data sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi kulitas data

penelitian. Oleh karena itu, peneliti sudah berusaha untuk menjelaskannya

67
kepada responden dengan baik dan mendampingi responden pada saat

pengisian kuesioner berlangsung.

2. Pada saat pengisian kuesioner, beberapa responden sedikit kesulitan dalam

menjawab kuesioner sehingga peneliti membantu responden dalam

membacakan dan menuliskan jawaban yang responden pilih. Hal ini

disebabkan karena beberapa kondisi responden yang kurang kondusif karena

kesehatan matanya mulai menurun. Keterbatasan jurnal yang tidak terlalu

banyak mengenai self management.

68

Anda mungkin juga menyukai