Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Berdasarkan data CDC tahun 2000 sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat mengalami
gangguan penglihatan akibat trauma. 75% dari kelompok tersebut buta pada satu mata, dan
sekitar 50.000 menderita cedera serius yang mengancam penglihatan setiap tahunnya. Setiap hari
lebih dari 2000 pekerja di Amerika Serikat menerima pengobatan medis karena trauma mata
pada saat bekerja. Lebih dari 800.000 kasus trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan
terjadi setiap tahunnya. Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena trauma
mata 4 kali lebih besar. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral
sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami
kebutaan bilateral akibat cedera mata. Sebagian besar (84%) merupakan trauma kimia. Rasio
frekuensi bervariasi trauma asam:basa antara 1:1 sampai 1:4. Secara internasional, 80% dari
trauma kimiawi dikarenakan oleh pajanan karena pekerjaan.1
Mekanisme cedera antara trauma asam dan trauma basa sedikit berbeda. Trauma yang
disebabkan oleh bahan basa lebih cepat merusak dan menembus kornea dibandingkan bahan
asam. Dampak yang ditimbulkan dari trauma kimia pada mata sangat tergantung pada tingkat
pH, kecepatan, dan jumlah bahan kimia yang mencapai mata. Walaupun demikian, setiap bahan
1
kimia yang masuk ke dalam mata perlu diwaspadai agar tidak meningkatkan morbiditas dan
mengganggu fungsi penglihatan dari organ ini. Trauma pada mata memerlukan penanganan yang
tepat untuk mencegah kerusakan yang lebih berat agar tidak berujung pada kebutaan. 2
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Trauma asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam
kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion
merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya
mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass
dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada mata yang
disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh
zat kimia basa.4,5
Asam hidroflorida adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati
membran sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan
menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan magnesium membentuk
insoluble complexes. Nyeri lokal yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion
kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium. 4,5
3
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi
dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan
asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam
yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang
seluruh epitel kornea terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di
kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa. Bila
bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel kornea yang
mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan
bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial saja.
Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan. Koagulasi
protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam. 4,5
4
e. Lime (Ca(OH)2), seperti pada perekat, mortar, semen dan kapur.
C. Patofisiologi
Basa terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan kation di permukaan bola mata. Ion hidroksil
membuat reaksi saponifikasi pada membran sel asam lemak, sedangkan kation berinteraksi
dengan kolagen stroma dan glikosaminoglikan. Jaringan yang rusak ini menstimulasi respon
inflamasi, yang merangsang pelepasan enzim proteolitik, sehingga memperberat kerusakan
jaringan. Interaksi ini menyebabkan penetrasi lebih dalam melalui kornea dan segmen anterior.
Hidrasi lanjut dari glikosaminoglikan menyebabkan kekeruhan kornea. Kolagenase yang
terbentuk akan menambah kerusakan kolagen kornea. Berlanjutnya aktivitas kolagenase
menyebabkan terjadinya perlunakan kornea.5,6
Hidrasi kolagen menyebabkan distorsi dan pemendekan fibril sehingga terjadi perubahan
pada jalinan trabekulum yang selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular.
Mediator inflamasi yang dikeluarkan pada proses ini merangsang pelepasan prostaglandin yang
juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Basa yang menembus dalam bola
mata akan dapat merusak retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita.5,6
Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat gawat pada mata.
Basa akan menembus dengan cepat ke kornea, bilik mata depan dan sampai pada jaringan retina.
Proses yang terjadi disebut nekrosis liquefactive. Bahan akustik soda dapat menembus ke dalam
bilik mata depan dalam waktu 7 detik.4,6
Penyulit yang dapat ditimbulkan oleh trauma basa adalah simblefaron, kekeruhan kornea,
edema dan neovaskularisasi kornea, katarak, disertai dengan terjadi ptisis bola mata. Penyulit
jangka panjang dari luka bakar kimia adalah glaukoma sudut tertutup, pembentukan jaringan
parut kornea, simblefaron, entropion, dan keratitis sika. 5,6
Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa
memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel
membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma basa akan memberikan
iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata,
trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera
okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa
5
akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan
terjadi proses saponifikasi, disertai dengan dehidrasi. 4
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH
yang tinggi alkali akan mengakibatkan saponifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak
membran sel. Akibat saponifikasi membran sel akan mempermudah penetrasi lebih lanjut zat
alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel
kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat
edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan
sel ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi.
Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel
epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui
plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga
kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan
epitel yang berkelanjutan dengan ulkus kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini
mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya
ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti
hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila
alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. 5,6
6
Gambar 5.Cooked fish eye pada trauma basa yang sudah lanjut12
7
Beberapa gejala klinis yang dapat terjadi antara lain : 4,5,6
1. Penurunan visus mendadak akibat defek pada kornea berupa defek pada epitel
kornea atau defek pada lapisan kornea yg lebih dalam lagi. Akan tetapi trauma asam
akan membentuk sawar presipitat jaringan nekrotik yang cenderung membatasi
penetrasi dan kerusakan lebih lanjut.
2. Edema pada kelopak mata yang disebabkan adanya peningkatan permeabilitas
pembuluh darah. Kerusakan pada jaringan palpebra sehingga mata tidak dapat menutup
sempurna dan terbentuknya jaringan parut pada palpebra.
3. Hiperemis konjungtiva hingga dapat terbentuknya kemosis.
Gambar 6.Kemosis12
4. Kerusakan pada kornea dapat bervariasi dari yang paling ringan, yaitu keratitis pungtata
superfisial hingga defek epitel luas berupa erosi kornea, hilangnya epitel kornea hingga
perforasi kornea. Walaupun jarang, perforasi kornea permanen dapat terjadi dalam
beberapa hari hingga minggu pada trauma kimia parah yang tidak ditangani dengan
baik. Pada defek epitel luas, hasil tes flouresin mungkin negatif.
5. Kabut stroma dapat bervariasi dari kornea bersih hingga opasifikasi sempurna.
6. Iskemik perilimbus merupakan indikator untuk prognosis penyembuhan kornea, karena
stem sel di limbus yang berperan dalam repopulasi epitel kornea. Semakin luas iskemik
yang terjadi di limbus, maka prognosis juga semakin buruk. Tetapi keberadaan stem sel
perilimbus yang intak tidak dapat menjamin terbentuknya reepitalial yang normal.
7. Terjadinya reaksi peradangan pada bagian anterior, reaksi yang terbentuk bervariasi dari
flare sampai reaksi fibrinoid. Secara umum trauma basa lebih sering menyebabkan
8
peradangan bilik mata depan akibat kemampuannya yang dapat menembus lapisan
kornea.
8. Peningkatan tekanan intraokular (TIO) dapat terjadi secara mendadak akibat dari
deformasi dan pengurangan serabut kolagen serta keikutsertaan prostaglandin.
Peningkatan TIO yang terus menerus secara langsung berhubungan dengan derajat
kerusakan segmen anterior akibat peradangan.
1. Klasifikasi Hughes
a. Ringan : Erosi epitel kornea, kornea sedikit kabur, tidak ada nekrosis
iskemik konjungtiva atau sklera.
c. Berat : Garis pupil kabur, iskmeik nekrosis konjungtiva atau sklera yang
signifikan.
2. Klasifikasi Thoft
b. Derajat 2 : Kornea kabur, tapi iris masih bisa terlihat, iskemik kecil dari 1/3
limbus.
9
c. Derajat 3 : Epitel kornea hilang total, stroma kabur sehingga iris juga terlihat
kabur, iskemik 1/3 hingga 1/2 limbus.
2.1.5 Diagnosis
Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan dikarenakan trauma
kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya diperlukan anamnesis singkat.1
A. Anamnesis
Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada anamnesis dibandingkan
atas dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri dengan derajat yang bervariasi,
fotofobia, penurunan penglihatan serta adanya halo di sekitar cahaya.6
Umumnya pasien datang dengan keluhan adanya riwayat terpajan cairan atau gas kimia
pada mata. Keluhan pasien biasanya nyeri setelah terpajan, rasa mengganjal di mata, pandangan
kabur, fotofobia, mata merah dan rasa terbakar.6
10
Jenis bahan sebaiknya digali, misalnya dengan menunjukkan botol bahan kimia, hal ini
dapat membantu menentukan jenis bahan kimia yang mengenai mata. Waktu dan durasi dari
pajanan, gejala yang timbul segera setelah pajanan, serta penatalaksanaan yang telah diberikan di
tempat kejadian juga merupakan anamnesis yang dapat membantu dalam diagnosis.6
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang cermat harus ditunda setelah dilakukan irigasi yang cukup pada
mata yang terkena dan pH mata telah netral. Setelah dilakukan irigasi, dilakukan pemeriksaan
dengan seksama terutama melihat kejernihan dan integritas kornea, iskemia limbus dan tekanan
intraokular. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemberian anestesi topikal. 7
Pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi dapat dijumpai adalah defek epitel kornea, dapat
ringan berupa keratitis pungtata sampai kerusakan seluruh epitel. Secara umum dari pemeriksaan
fisik dapat dijumpai : 7,8
Kekeruhan kornea yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai opasifikasi total
sehingga menutupi gambaran bilik mata depan.
Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa pada trauma berat yang penyembuhannya
tidak baik.
Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells. Temuan ini biasa terjadi
pada trauma basa dan berhubungan dengan penetrasi yang lebih dalam.
Peningkatan tekanan intraokular.
Kerusakan / jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini menyebabkan
kesulitan menutup mata sehingga mengekspose permukaan bola yang telah terkena
trauma.
Inflamasi konjungtiva.
Iskemia perilimbus.
Penurunan tajam penglihatan yang terjadi karena kerusakan epitel dan kekeruhan kornea.
Pada trauma derajat ringan sampai sedang biasanya yang dapat ditemukan berupa kemosis,
edema pada kelopak mata, luka bakar derajat satu pada kulit sekitar, serta adanya sel dan flare
pada bilik mata depan. Pada kornea dapat ditemukan keratitis pungtata sampai erosi epitel kornea
dengan kekeruhan pada stroma. Sedangkan pada derajat berat mata tidak merah, melainkan putih
11
karena terjadinya iskemia pada pembuluh darah konjungtiva. Kemosis lebih jelas, dengan derajat
luka bakar yang lebih berat pada kulit sekitar mata, serta opasitas pada kornea.8
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan pH bola mata
secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada mata harus dilakukan sampai tercapai pH
normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk mengetahui
lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat
pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan intraokular. 8
Diagnosis banding dari trauma kimia asam adalah trauma kimia basa. Perbedaannya
terdapat pada kerusakan yang ditimbulkan, kemampuan penetrasi pada organ mata, mekanisme
terjadinya kerusakan pada mata, derajat kerusakan dan prognosisnya. 6,8
2.1.7 Talaksana
Trauma kimia merupakan trauma mata yang membutuhkan tatalaksana sesegera mungkin.
Tujuan utama dari terapi adalah menekan inflamasi, nyeri, dan risiko inflamasi.
12
Tatalaksana emergensi yang diberikan yaitu:9,10
1. Irigasi mata, sebaiknya menggunakan larutan Salin atau Ringer laktat selama
minimal 30 menit atau 60-240 ml. Jika hanya tersedia air non steril, maka air
tersebut dapat digunakan. Larutan asam tidak boleh digunakan untuk menetralisasi
trauma basa. Spekulum kelopak mata dan anestetik topikal dapat digunakan
sebelum dilakukan irigasi. Tarik kelopak mata bawah dan eversi kelopak mata atas
untuk dapat mengirigasi forniks.
2. Lima sampai sepuluh menit setelah irigasi dihentikan, ukurlah pH dengan
menggunakan kertas lakmus. Irigasi diteruskan hingga mencapai pH netral
(pH=7.0).
3. Jika pH masih tetap tinggi, konjungtiva forniks diswab dengan menggunakan
moistened cotton-tipped applicator atau glass rod. Penggunaan desmarres eyelid
retractor dapat membantu dalam pembersihan partikel dari forniks dalam.
Selanjutnya, tatalaksana untuk trauma kimia derajat ringan hingga derajat sedang
meliputi:9,10
1. Forniks diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau glass rod
untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang nekrosis yang mungkin
masih mengandung bahan kimia. Partikel kalsium hidroksida lebih mudah dibersihkan
dengan menambahkan EDTA.
2. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) dapat diberikan untuk mencegah spasme
silier dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas pembuluh darah dan mengurangi
inflamasi.
3. Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi. (tobramisin,
gentamisin, ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin, eritromisin).
4. Steroid topikal (Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per hari). Steroid
dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang menghambat reepitelisasi. Hanya
boleh digunakan selama 7-10 hari pertama karena jika lebih lama dapat menghambat
sintesis kolagen dan migrasi fibroblas sehingga proses penyembuhan terhambat, selain itu
juga meningkatkan risiko untuk terjadinya lisis kornea (keratolisis). Dapat diganti dengan
non-steroid anti inflammatory agent.
13
5. Analgesik oral, seperti acetaminofen dapat diberikan untuk mengatasi nyeri.
6. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat diberikan Acetazolamid
(4x250 mg atau 2x500 mg ,oral), beta blocker (Timolol 0,5% atau Levobunolol 0,5%).
7. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure patch).
Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan irigasi, meliputi :9,10
1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai tekanan
intraokular dan penyembuhan kornea.
2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing.
3. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali sehari.
4. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali sehari; eritromisin 2-4 kali
sehari).
5. Steroid topikal (Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per hari). Steroid
dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang menghambat reepitelisasi. Hanya
boleh digunakan selama 7-10 hari pertama karena jika lebih lama dapat menghambat
sintesis kolagen dan migrasi fibroblas sehingga proses penyembuhan terhambat, selain itu
juga meningkatkan risiko untuk terjadinya lisis kornea (keratolisis). Dapat diganti dengan
non-steroid anti inflammatory agent.
6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan tekanan intraokular. Peningkatan TIO
bisa terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blokade jaringan trabekulum oleh debris
inflamasi.
7. Diberikan pressure patch di setelah diberikan tetes atau salep mata.
8. Dapat diberikan air mata artifisial.
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis
trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma kimia pada mata antara
lain: 9,10,11
1. Simblefaron adalah adhesi antara konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbi. Dengan
gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga kornea dan penglihatan
terganggu.
14
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler akibat adanya denaturasi protein dan kerusakan pada
struktur kornea akibat zat kimia.
3. Sindroma mata kering.
4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak.
Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH aqueous humour dan
menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahan-
lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang terjadi
katarak traumatik.
5. Glaukoma sudut tertutup yang terjadi akibat tebentuk sumbatan pada drainase cairan
aqueous humour.
6. Entropion dan ptisis bulbi. Keadaan ini terjadi akibat komplikasi jangka panjang pada
trauma kimia.
2.1.9 Prognosis
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma tersebut.
Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah satu indikator
keparahan trauma dan prognosis penyembuhan. Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah
limbus dan konjungtiva memberikan prognosis yang buruk. Bentuk paling berat pada trauma
kimia ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye dimana prognosisnya adalah yang paling
buruk, dapat terjadi kebutaan. 11
Kebanyakan kasus dapat sembuh sempurna meskipun ada juga yang disertai komplikasi
seperti glaukoma, kerusakan kornea, dry eye syndrome dan beberapa kasus menimbulkan
kebutaaan. 11
15
BAB 3
KESIMPULAN
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi. Trauma
kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia
baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut.1
Mekanisme cedera antara trauma asam dan trauma basa sedikit berbeda. Trauma yang
disebabkan oleh bahan basa lebih cepat merusak dan menembus kornea dibandingkan bahan
asam. Trauma basa biasanya memberikan dampak yang lebih berat daripada trauma asam, karena
bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat masuk secara
cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke sudut mata depan, bahkan sampai retina.
Sementara trauma asam akan menimbulkan koagulasi protein permukaan, dimana merupakan
suatu barier pelindung sehingga zat asam tidak penetrasi lebih dalam lagi. Gejala utama yang
muncul pada trauma mata adalah epifora, blefarospasme dan nyeri yang hebat yang disertai
dengan penurunan fungsi penglihatan.5,6
Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi mata dengan segera
sampai pH mata kembali normal dan diikuti dengan pemberian obat terutama antibiotik,
multivitamin, antiglaukoma, dan lain-lain. Terapi pembedahan merupakan pilihan terakhir pada
kasus gawat darurat dan gagal dengan terapi non- operatif.9,10
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan DG; Taylor A ; Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta. 2000
2. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2008
17
11. Gerald,Lim, ; Lung-Kun, Yeh: Chiung, Lin. Sequels, Complications and Management of
A Chemical Burn Associated with Cement Splash.2006. Chang Gung Med J Vol. 29 No.
4.p424-428
12. Kanski, JJ. Chemical Injuries. Clinical Opthalmology. Edisi keenam. Philadelphia:
Elseiver Limited. 2000
18