Anda di halaman 1dari 10

Manfaat dan Interpretasi Hasil Laboratorium Hematologi Pada Anak

Laboratorium klinik atau laboratorium medis ialah laboratorium di mana berbagai


macam tes dilakukan pada spesimen biologis untuk mendapatkan informasi tentang
kesehatan pasien. Hematologi menerima keseluruhan darah dan plasma. Mereka
melakukan penghitungan darah dan selaput darah. Pemeriksaan hematologi Rutin atau
darah rutin pada anak meliputi 6 jenis pemeriksaan; yaitu Hemoglobin / Haemoglobin
(Hb), Hematokrit (Ht/PCV), Leukosit: hitung leukosit (leukocyte count), hitung jenis
(differential count), Hitung trombosit / platelet count, Laju endap darah (LED) /
erythrocyte sedimentation rate (ESR) dan Hitung eritrosit.

MANFAAT PEMERIKSAAN LABORATORIUM


HEMATOLOGI ANAK
 Hematologi Rutin (CBC) Penilaian dasar komponen sel darah yang dilakukan
dengan menentukan jumlah sel darah dan trombosit, persentase dari setiap jenis sel
darah putih dan kandungan hemoglobin (Hb). Hematologi rutin meliputi pemeriksaan
Hb, eritrosit, leukosit, trombosit, hematokrit, dan nilai-nilai MC. Tidak diperlukan
persiapan khusus sebelumnya. Manfaat pemeriksaan untuk mengevaluasi anemia,
leukemia, reaksi inflamasi dan infeksi, karakteristik sel darah perifer, tingkat hidrasi
dan dehidrasi, polisitemia, penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, dan menentukan
perlu atau tidaknya kemoterapi.
 Hematokrit (PCV) Pemeriksaan hematokrit menggambarkan perbandingan
persentase antara sel darah merah, sel darah putih dan trombosit terhadap volume
seluruh darah atau konsentrasi (%) eritrosit dalam 100mL/dL keselurahan darah.
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan hemoglobin (Hb)
dan eritrosit. Kenaikan nilai hematokrit berarti konsentrasi darah semakin kental,
dan diperkirakan banyak plasma darah yang keluar dari pembuluh darah hingga
berlanjut pada kondisi syok hipovolemik sperti pada kasus DBD dan gangguan
dehidrasi. Penurunan hematokrit terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan
darah akut, anemia, leukemia, dan kondisi lainnya.
 Eritrosit. Pemeriksaan eritrosit dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan sel
darah merah yang berfungsi sebagai alat transport utama yang membawa oksigen.
Umur eritrosit normal rata-rata 110-120 hari. Setiap hari terjadi kerusakan sel eritrosit
sebesar 1% dari seluruh jumlah eritrosit yang ada dan diikuti dengan pembentukan sel
eritrosit oleh sumsum tulang. Bila tingkat kerusakan sel eritrosit lebih cepat (umur
eritrosit lebih pendek) dari kapasitas sumsum tulang untuk memproduksi sel eritrosit
(disebut proses hemolisis), maka akan menimbulkan kondisi anemia. Evaluasi anemia
dan polisitemia, serta deteksi kelainan sel darah merah lainnya seperti pada kondisi
leukemia, demam rematik, hemorrhage, infeksi kronik dan sebagainya
 Retikulosit Pemeriksaan hitung retikulosit dilakukan untuk mengukur jumlah sel
darah merah muda dalam volume darah tertentu. Pada kondisi normal, jumlah
retikulosit mencapai 1% dari total jumlah sel darah merah. Peningkatan pembentukan
retikulosit merupakan respon sumsum tulang terhadap kondisi tubuh yang
memerlukan lebih banyak sel darah merah seperti yang terjadi pada kondisi anemia.
Dengan demikian, pemeriksaan ini merupakan penilaian terhadap fungsi sumsum
tulang. Evaluasi aktivitas eritropoetik yang dapat menunjukkan kondisi anemia
hemolitik dan perdarahan; dan menentukan terapi pada berbagai kondisi anemia.
Hitung rekulosit rendah berkaitan dengan derajat anemia.
 Analisa Hb (HPLC). HPLCmerupakan pemeriksaan yang bersifat kuantitatif untuk
HbA2 dan HbF (%), serta pemeriksaan untuk mendeteksi hemoglobin yang abnormal
(Hb variant) secara kualitatif (adanya S window, D window, C window). Manfaat
pemeriksaan untuk endeteksi anemia mikrositik, dan hemoglobinopati seperti
thalassemia beta trait.
 Waktu Pembekuan. Pemeriksaan untuk skrining yang digunakan untuk mengetahui
capillary function, jumlah platelet dan kemampuan platelet menempel pada dinding
pembuluh darah. Manfaat pemeriksaan untuk mengvaluasi sistem pembekuan darah
dan pemantauan terapi heparin.
 Waktu trombin. Pemeriksaan waktu trombin dapat digunakan untuk pemantauan
terapi dengan heparin. Manfaat pemeriksaan untuk menentukan hipofibrinogenemia
yang parah, disfibrinogenemia, dan adanya heparin seperti antikoagulan; memantau
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), fibrinolisis, terapi fibrinolitik dan
heparin.

Nilai Normal Hasil Laboratorium Hematologi Anak


Hematologi dalam hasil laboratorium menunjukkan hasil uji terhadap sampel darah. Jenis
pemeriksaan hematologi antara lain:

Jenis pemeriksaan satuan nilai Normal


Hematologi rutin (Hb, Lk, hitung jenis, Trb, LED)
Leukosit (WBC) ribu/µL 5-10
Hemoglobin g/dL P 12-15
Trombosit (PLT)) ribu/µL 150-400
LED (ESR) (Westergren) mm/l jam P<20
Hitung jenis leukosit
 %  0-1
 Basofil  %  1-3
 Eusinofil  %  2-6
 Batang  %  50-70
 Segmen  %  20-40
 Limfosit  %  2-8
 Monosit  %  P 37-43
 Hematokrit

Masa pendarahan menit 1-6


Masa pembekuan menit 10-15
Masa tromboplastin
 detik  30,3 – 41,1
 P  detik  30,3 – 41,1
 K
Fibrinogen
 mg/dL  200-400
 P  mg/dL  200-400
 K

D-dimer ng/mL < 300

Hemoglobin (Hb)
Nilai normal anak 11-16 gram/dL, batita 9-15 gram/dL, bayi 10-17 gram/dL, neonatus
14-27 gram/dL. Nilai normal dewasa pria 13.5-18.0 gram/dL, wanita 12-16 gram/dL, wanita
hamil 10-15 gram/dL

Interpretasi Hasil

 Hb rendah (<10 gram/dL) biasanya dikaitkan dengan anemia defisiensi besi. Sebab
lainnya dari rendahnya Hb antara lain pendarahan berat, hemolisis, leukemia
leukemik, lupus eritematosus sistemik, dan diet vegetarian ketat (vegan). Dari obat-
obatan: obat antikanker, asam asetilsalisilat, rifampisin, primakuin, dan sulfonamid.
Ambang bahaya adalah Hb < 5 gram/dL.
 Hb tinggi (>18 gram/dL) berkaitan dengan luka bakar, gagal jantung, COPD
(bronkitis kronik dengan cor pulmonale), dehidrasi / diare, eritrositosis, polisitemia
vera, dan pada penduduk pegunungan tinggi yang normal. Dari obat-obatan:
metildopa dan gentamisin.

Hematokrit
Nilai normal anak 31-45%, batita 35-44%, bayi 29-54%, bayi kurang 1 bulan atau
neonatus 40-68% Nilai normal dewasa pria 40-54%, wanita 37-47%, wanita hamil 30-46%

Hematokrit merupakan persentase konsentrasi eritrosit dalam plasma darah. Secara kasar,
hematokrit biasanya sama dengan tiga kali hemoglobin.

Interpretasi Hasil

 Ht tinggi (> 55 %) dapat ditemukan pada berbagai kasus yang menyebabkan


kenaikan Hb; antara lain penyakit DBD, penyakit Addison, luka bakar, dehidrasi /
diare, diabetes melitus, dan polisitemia. Ambang bahaya adalah Ht >60%.
 Ht rendah (< 30 %) dapat ditemukan pada anemia, sirosis hati, gagal jantung,
perlemakan hati, hemolisis, pneumonia, dan overhidrasi. Ambang bahaya adalah Ht
<15%.

Leukosit (Hitung total)


 Nilai normal 4500-10000 sel/mm3
 Nilai normal bayi di bawah 1 bulan atau Neonatus 9000-30000 sel/mm3, Bayi sampai
balita rata-rata 5700-18000 sel/mm3, Anak 10 tahun 4500-13500/mm3, ibu hamil rata-
rata 6000-17000 sel/mm3, postpartum 9700-25700 sel/mm3

Interpretasi Hasil

Segala macam infeksi menyebabkan leukosit naik; baik infeksi bakteri, virus, parasit, dan
sebagainya. Kondisi lain yang dapat menyebabkan leukositosis yaitu:

 Anemia hemolitik
 Sirosis hati dengan nekrosis
 Stres emosional dan fisik (termasuk trauma dan habis berolahraga)
 Keracunan berbagai macam zat
 Obat: allopurinol, atropin sulfat, barbiturat, eritromisin, streptomisin, dan sulfonamid.

Leukosit rendah (disebut juga leukopenia) dapat disebabkan oleh agranulositosis, anemia
aplastik, AIDS, infeksi atau sepsis hebat, infeksi virus (misalnya dengue), keracunan
kimiawi, dan postkemoterapi. Penyebab dari segi obat antara lain antiepilepsi, sulfonamid,
kina, kloramfenikol, diuretik, arsenik (terapi leishmaniasis), dan beberapa antibiotik lainnya.

Leukosit (hitung jenis)


Nilai normal hitung jenis

 Basofil 0-1% (absolut 20-100 sel/mm3)


 Eosinofil 1-3% (absolut 50-300 sel/mm3)
 Netrofil batang 3-5% (absolut 150-500 sel/mm3)
 Netrofil segmen 50-70% (absolut 2500-7000 sel/mm3)
 Limfosit 25-35% (absolut 1750-3500 sel/mm3)
 Monosit 4-6% (absolut 200-600 sel/mm3)

Penilaian hitung jenis tunggal jarang memberi nilai diagnostik, kecuali untuk penyakit alergi
di mana eosinofil sering ditemukan meningkat.

Interpretasi Hasil

 shift to the left. Peningkatan jumlah netrofil (baik batang maupun segmen) relatif
dibanding limfosit dan monosit dikenal juga dengan sebutan shift to the left. Infeksi
yang disertai shift to the left biasanya merupakan infeksi bakteri dan malaria. Kondisi
noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to the left antara lain asma dan penyakit-
penyakit alergi lainnya, luka bakar, anemia perniciosa, keracunan merkuri (raksa), dan
polisitemia vera.
 Shift to the right. Sedangkan peningkatan jumlah limfosit dan monosit relatif
dibanding netrofil disebut shift to the right. Infeksi yang disertai shift to the right
biasanya merupakan infeksi virus. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift
to the right antara lain keracunan timbal, fenitoin, dan aspirin.

Trombosit
Nilai normal dewasa 150.000-400.000 sel/mm3, anak 150.000-450.000 sel/mm3.

Interpretasi Hasil

 Penurunan trombosit (trombositopenia) dapat ditemukan pada demam berdarah


dengue, anemia, luka bakar, malaria, dan sepsis. Nilai ambang bahaya pada <30.000
sel/mm3.
 Peningkatan trombosit (trombositosis) dapat ditemukan pada penyakit keganasan,
sirosis, polisitemia, ibu hamil, habis berolahraga, penyakit imunologis, pemakaian
kontrasepsi oral, dan penyakit jantung. Biasanya trombositosis tidak berbahaya,
kecuali jika >1.000.000 sel/mm3.

Laju endap darah


Nilai normal anak <10 mm/jam pertama

Nilai normal dewasa pria <15 mm/jam pertama, wanita <20 mm/jam pertama Nilai normal
lansia pria <20 mm/jam pertama, wanita <30-40 mm/jam pertama Nilai normal wanita
hamil 18-70 mm/jam pertama

Interpretasi Hasil

 LED yang meningkat menandakan adanya infeksi atau inflamasi, penyakit


imunologis, gangguan nyeri, anemia hemolitik, dan penyakit keganasan.
 LED yang sangat rendah menandakan gagal jantung dan poikilositosis.

Hitung eritrosit
Nilai normal bayi 3.8-6.1 juta sel/mm3, anak 3.6-4.8 juta sel/mm3. Nilai normal dewasa
wanita 4.0-5.5 juta sel/mm3, pria 4.5-6.2 juta sel/mm3.

Interpretasi Hasil

 Peningkatan jumlah eritrosit ditemukan pada dehidrasi berat, diare, luka bakar,
perdarahan berat, setelah beraktivitas berat, polisitemia, anemia sickle cell.
 Penurunan jumlah eritrosit ditemukan pada berbagai jenis anemia, kehamilan,
penurunan fungsi sumsum tulang, malaria, mieloma multipel, lupus, konsumsi obat
(kloramfenikol, parasetamol, metildopa, tetrasiklin, INH, asam mefenamat)
A. Tinjauan teori
1. Pengertian dan penyebab penyakit demam berdarah
Demam dengue adalah penyakit infeksi demam (febril) akut yang disebabkan oleh 4 serotipe virus
dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4) dengan daya infeksi tinggi pada manusia. Virus tersebut
termasuk dalam grup Arthropod borne viruses (Arboviruses). Virus dengue termasuk dalam
golongan virus RNA famili flaviviridae dengan genus flavivirus. Virus dengue berdiameter 50 mm dan
mempunyai envelop. Keempat serotipe virus adalah serupa, tetapi mempunyai sifat antigen yang
berbeda sehingga apabila terinfeksi dengan salah satu serotipe hanya akan memberikan kekebalan
seumur hidup untuk serotipe tersebut, tetapi tidak memberikan kekebalan silang (cross protective
immunity) penuh untuk serotipe lainnya (Suroso, Chrishantoro,T., 2004:7). Berdasarkan serotipe
virus dengue yang menginfeksi manusia maka infeksi virus dengue dapat dibagi 2, yaitu infeksi
dengue primer dan infeksi dengue sekunder. Infeksi dengue primer banyak terjadi di Negara
Australia, Eropa dan Amerika, dengan tingkat kefatalan yang rendah. Sedangkan infeksi dengue
sekunder dengan serotipe virus dengue berbeda banyak terjadi di Asia Tenggara dan Amerika
Selatan. Infeksi dengue sekunder lebih berbahaya dan dapat menimbulkan suatu kondisi seperti DBD
atau renjatan (shock) dengue / DSS (Suroso, Chrishantoro., 2004:3). Keempat tipe virus tersebut
telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan Yogyakarta. Virus yang
banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe 1 dan 3. Penularan DBD terjadi
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus betina yang sebelumnya telah
membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain. Kedua jenis nyamuk ini
terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000
meter di atas permukaan air laut. Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering
menggigit manusia pada waktu pagi dan siang. Orang yang beresiko terkena demam berdarah
adalah anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembap,
serta daerah pinggiran kumuh. Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim
penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim / alam serta perilaku manusia
(Kristina,dkk., 2004:2).

2. Gejala penyakit demam berdarah


Menurut World Health Organization (WHO) 1997 demam berdarah adalah penyakit infeksi virus akut
yang disertai dengan gejala sakit kepala, perdarahan, bintik-bintik merah, trombositopenia dan
leukopenia. Penyakit ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang
sangat pendek atau beberapa hari (Margono, 2000:454). Gambaran klinis infeksi virus dengue sangat
bervariasi, mulai dari asimtomatik, undifferentiated fever, demam dengue (DD), sampai DBD / DSS
dengan masa inkubasi 4 - 6 hari (minimum 3, maksimum 14). Berdasarkan umur, penderita DBD atau
DSS pada anak dapat dibagi menjadi 2 kelompok :
a. Kelompok > 1 tahun yang terinfeksi virus untuk kedua kalinya (infeksi sekunder) oleh serotipe
virus yang berbeda dengan serotipe virus penyebab infeksi primer. Lebih dari 90% kasus DBD/DSS
adalah kelompok umur ini.
b. Kelompok < 1 tahun (bayi) yang terinfeksi oleh virus dengue untuk pertama kalinya, pada
kelompok ini dalam darah ibunya telah terdapat antibodi terhadap virus dengue (Suroso,
Chrishantoro,T., 2004:12). Gambaran klinis demam dengue bervariasi, bergantung kepada umur
pasien. Pada bayi dan anak kecil : Undifferentiated Febrile Disease dengan ruam makulopapular.
Pada anak besar dan dewasa demam tinggi mendadak, sakit kepala, nyeri belakang mata, nyeri otot
dan sendi, ruam serta dapat timbul perdarahan kulit (uji tourniquet positif). Biasanya ditemukan
leukopenia dan trombositopenia. Pada keadaan ini jarang terjadi kasus yang fatal. Berikut skema
tentang manifestasi klinis DBD : Infeksi virus dengue Simtomatik Asimtomatik Undifferentiated fever
(viral syndrome) Sindrom demam dengue DBD DSS (perembesan plasma) Tanpa syok Dengan
perdarahan yang tidak biasa Tanpa perdarahan Gambar 1. Manifestasi klinis demam berdarah
(Sumber : Informasi Produk Panbio Dengue Fever Rapid Strip IgG & IgM) Penegakan diagnostik DBD
kriteria WHO yaitu demam tinggi mendadak terus menerus 2 – 7 hari, manifestasi perdarahan (uji
tourniquet positif), petekia, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena,
hepatomegali, trombositopenia, hemokonsentrasi, nilai hematokrit masa akut ≥ 20%. Gambar 2.
Petekia pada penderita DBD (Sumber : www.klikdokter.com/userfiles/dengu3.JPG) Sindrom DSS
adalah seluruh gejala pada DBD dan setelah suhu menurun, sekitar 3 – 7 hari setelah onset, segera
jatuh ke dalam syok, nadi lemah dan cepat, kulit dingin dan lembap, sianosis di sekitar mulut,
hipotensi (≤ 20 mmHg), dan gelisah. Syok berlangsung singkat, pasien dapat meninggal dalam 12 –
24 jam (Suroso, Chrishantoro,T., 2004:13). 3. Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosa penyakit
DBD Banyak kejadian infeksi dengue di negara-negara barat tidak segera dapat dikenali, karena
kasusnya langka serta kurangnya fasilitas laboratorium untuk mengkonfirmasi dugaan klinis. Pada
umumnya diagnosa DBD sulit ditegakkan pada awal perjalanan penyakitnya, karena tanda dan
gejalanya yang tidak spesifik, sehingga seringkali sulit dibedakan dengan penyakit infeksi virus
influenza, campak atau demam tifoid. Case Fatality Rate (CFR) dapat diturunkan secara seksama
apabila pasien dengan DBD / DSS dapat didiagnosa secara dini dan mendapatkan penatalaksanaan
klinis dengan baik (Suroso, Chrishantoro,T., 2004:18). Tantangan / problem diagnostik infeksi dengue
antara lain gejala yang tidak jelas pada awal perjalanan penyakit, terutama penderita infeksi primer,
kemungkinan ko–sirkulasi antara virus dengue dengan flavivirus lain (Japanese encephalitis, Hanta,
Chikungunya, Yellow fever, dll), rentang waktu yang pendek antar gejala DD / DBD menjadi DSS
hingga kematian, hasil tes laboratorium metode konvensional memerlukan waktu beberapa hari
sampai beberapa minggu, prosedur pengujian laboratorium rumit, dan adanya variasi hasil antar
laboratorium (Suroso, Chrishantoro,T., 2004:19). Menurut WHO, secara klinis diagnosis ditegakkan
jika ditemukan dua kriteria klinik, yaitu trombositopenia (penurunan kadar trombosit) dan ada
hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit sebanyak 20% atau lebih (Margono, 2000:454).
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada DBD meliputi pemeriksaan hematologi dan
imunoserologi. a. Pemeriksaan hematologi Pemeriksaan hematologi yang penting adalah hitung
trombosit, leukosit dan hematokrit. Pemeriksaan hitung sel darah terutama leukosit dan trombosit
banyak diminta di klinik. Hal ini disebabkan oleh makin meningkatnya kebutuhan akan data tersebut
dalam upaya membantu membuat diagnosis. Dengan meningkatnya permintaan pemeriksaan hitung
sel cara manual tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu dibuatlah alat
hitung sel otomatis. Dengan alat hitung sel otomatis maka penghitungan sel menjadi lebih mudah,
cepat dan teliti dibandingkan dengan cara manual. Walaupun demikian hitung sel darah cara manual
masih merupakan metode rujukan (Wirawan,R.,dkk., 1996:12). Disamping itu pemeriksaan rumpell
leede atau tourniquet tes untuk menguji ketahanan dinding kapiler darah. Tekanan darah dalam
kapiler ditingkatkan dengan cara melakukan pembendungan pada vena. Bila dinding kapiler kurang
kuat maka darah merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga tampak titik merah kecil pada
permukaan kulit yang disebut petekia (Bakri,S.,dkk, 1989:161). Darah dalam tubuh kita terdiri dari
plasma darah, eritrosit, leukosit, trombosit dan hemoglobin. Trombosit adalah keping-keping darah.
Ukurannya lebih kecil kalau dibandingkan dengan leukosit dan eritrosit. Trombosit tidak berinti,
bentuknya kecil dan tidak teratur. Trombosit dibuat di dalam sumsum tulang yang berasal dari sel
raksasa yang dinamakan megakariosit. Dalam pematangannya, megakariosit pecah menjadi 3.000 –
4.000 serpihan sel yang dinamakan trombosit. Jumlah trombosit dalam satu millimeter kubik / 1
mm³ darah ± 200 ribu sampai 400 ribu sel trombosit. Umur trombosit 8 – 10 hari. Trombosit penting
sekali untuk pembekuan darah dan retraksi bekuan, sebagai sumber pembentukan protrombin dan
sebagian dari pembekuan thromboplastin, melindungi dinding-dinding pembuluh darah bagian
dalam, menjaga daya tahan kapiler, kontraksi kapiler dan sebagainya. Bilamana trombosit kurang
dari 40.000/µL darah, menyebabkan adanya perdarahan–perdarahan pada pembuluh–pembuluh
kapiler, pada selaput lendir dan dalam kulit. Sifat – sifat trombosit yang perlu diketahui yaitu
besarnya 2 – 4 µ berbentuk bulat, oval, seperti pemukul tenis dan sering berkelompok. Di dalam
darah tidak merata, mudah menggumpal dan rusak (Bakri,S.,dkk., 1989:155). Disamping itu penting
juga untuk dilakukan pengamatan pada sediaan apus darah tepi untuk mencari adanya limfosit
plasma biru yang walaupun tidak spesifik untuk virus dengue tetapi bila jumlahnya meningkat
mendukung diagnosis. Limfosit tidak hanya dibentuk di dalam bone marrow, juga dibentuk di
kelenjar getah bening, limpa dan timus. Terdapat di dalam sirkulasi darah dan lymphe. Terdapat dua
bentuk yaitu limfosit kecil dan limfosit besar. Limfosit kecil kemungkinan berasal dari limfosit besar.
Limfosit penting peranannya dalam proses immunity (Bakri,S.,dkk., 1989:81). Limfositosis relatif
dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok. Limfosit
merupakan sel–sel leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil. Diantara semua jenis sel darah putih
yang tidak bisa bergerak adalah limfosit yang berfungsi untuk kekebalan tubuh atau imunitas, zat
asing, sel kanker dan virus, sedangkan jenis yang lainnya bersifat fagositosis. Kadar limfosit sekitar
20% - 30% dari jumlah lekosit. Umur limfosit bervariasi, ada yang berumur hanya beberapa hari dan
ada yang bertahun–tahun. Morfologi limfosit yaitu limfosit kecil berukuran 8 – 10 µm, berbentuk
bulat, berinti kira–kira sebesar ukuran eritrosit normal, inti limfosit mengisi sebagian besar dari
ukuran sel dengan kromatin yang padat bergumpal berwarna biru sampai ungu tua, dan
sitoplasmanya tidak mengandung granula. Limfosit besar berukuran 12 – 16 µm, berbentuk bulat
atau agak tak beraturan, berinti oval atau bulat, terletak di tepi sel. Sitoplasmanya relatif lebih
banyak dibanding limfosit kecil, berwarna biru muda dan dapat mengandung granula azurofil yang
berwarna merah (Wirawan,R.,dkk., 1996:34). Morfologi dari limfosit plasma biru terlihat pada
gambar berikut ini : Gambar 3. Limfosit plasma biru (perbesaran 40x)
(Sumber:path.upmc.edu/cases/case243/images/image01.jpg) Sutaryo (1991) mengatakan cara
mudah mendeteksi seseorang menderita penyakit DBD atau tidak, yakni dengan melihat perubahan
darah. Jika dalam hitung jenis seseorang ditemukan adanya limfosit plasma biru sebanyak 4%,
berarti sudah merupakan indikasi menderita DBD. Namun sampai saat ini pun pemeriksaan limfosit
plasma biru masih belum banyak dilakukan karena informasi manfaat hasil limfosit plasma biru
terhadap penderita DBD di kalangan klinisi ataupun teknisi laboratorium masih sangat kurang. Selain
itu juga masih belum jelas kaitan limfosit plasma biru dengan jenis infeksi DBD. Karena spektrum
klinis penyakit DBD sangat luas maka amat dibutuhkan adanya diagnosa laboratorium yang dapat
memberikan konfirmasi secara cepat sehingga diagnosa dini dapat segera ditegakkan. Cara diagnosa
tersebut harus sederhana, cepat, murah disamping juga harus sensitif dan spesifik. Sampai saat ini
belum ada tes laboratorium yang dapat memenuhi syarat di atas. Tes yang ada membutuhkan waktu
lama dan dengan biaya yang cukup mahal sehingga tidak terjangkau masyarakat banyak. Dilaporkan
bahwa adanya hasil tes limfosit plasma biru untuk diagnosis DBD yang dianggap murah, cepat dan
sederhana dengan sensitifitas dan spesifisitas cukup tinggi yaitu 70 – 80% dan 85% pada hari ke 5 – 6
sakit (Wuryadi,S., 1993). Pada DBD dapat terjadi leukopenia dimana jumlah granulosit menurun
pada hari ke-3 sampai ke-8. Gatot D (1999) juga menyatakan ditemukannya cukup banyak (20 – 50%)
limfosit bertransformasi atau atipik dalam sediaan apus darah tepi penderita DBD terutama pada
infeksi sekunder. Limfosit atipik ini merupakan sel berinti satu (mononuklear) dengan struktur
kromatin halus dan agak padat, serta sitoplasma yang relatif lebar dan berwarna biru tua. Oleh
karenanya sel ini juga dikenal sebagai limfosit plasma biru. b. Pemeriksaan imunoserologi Penyakit
DBD sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Menentukan diagnosis
infeksi virus dengue secara dini sangatlah penting, terutama jenis infeksinya (infeksi primer atau
infeksi sekunder). Diagnosis serologis infeksi virus dengue yang sampai saat ini masih merupakan
referensi WHO adalah uji hambatan hemaglutinasi, cukup sensitif tetapi tidak spesifik, namun
diperlukan serum ganda. Dengue Rapid Tes merupakan uji serologis yang menggunakan metode
imunokromatografi berbentuk strip, mendeteksi IgG dan IgM anti dengue dalam waktu yang cepat
(Suroso, Chrishantoro,T., 2004:35). Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus
berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang
berlangsung 5 – 7 hari. Akibat infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular,
antara lain anti netralisasi, anti hemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada
umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada
infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect). Antibodi terhadap virus
dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama
sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60 – 90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan
kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer
dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedangkan pada
infeksi sekunder antibodi IgG meningkat hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer
hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit ke-5, diagnosis infeksi
sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat
(Suroso, Chrishantoro,T., 2004:11). B. Kerangka berpikir Gejala demam berdarah Demam berdarah
Uji laboratorium DSS (Dengue Shock Syndrome) Hematologi Serologi Leukosit Hematokrit Kematian
Anti dengue IgG & IgM Trombosit Rumpel leede Sediaan apus darah tepi Limfosit plasma biru BAB III
METODOLOGI A. Definisi operasional variabel penelitian 1. Yang dimaksud dengan trombositopenia
adalah penurunan jumlah trombosit sampai dengan di bawah 150.000/µL darah yang diperiksa di
laboratorium klinik Prodia Bogor dengan metode automatic analyzer cell counter alat Sysmex XT
1800i dan dinyatakan dengan satuan 10^3/µL dengan nilai normal 150.000 – 440.000/µL. 2. Yang
dimaksud dengan limfosit plasma biru adalah limfosit yang mempunyai sitoplasma biru tua yang
didapatkan pada pengamatan sediaan apus darah tepi yang diberi pewarnaan Wright – Giemza pada
pasien dengan trombositopenia. 3. Yang dimaksud penderita DHF adalah pasien yang periksa anti
dengue IgG dan IgM di laboratorium klinik Prodia Bogor dengan hasil anti dengue IgM positif (+) atau
anti dengue IgG positif (+) atau dengan hasil kedua - duanya positif (+). B. Tempat dan waktu
penelitian Tempat penelitian : Laboratorium klinik Prodia Bogor Waktu penelitian : Penelitian ini
dilakukan mulai bulan Oktober - November 2009. C. Populasi dan sampel Populasi : Pasien DBD
Sampel : Penderita DBD di laboratorium klinik Prodia Bogor periode Januari – Juni 2009 D. Teknik
pengumpulan data 1. Melakukan pembuatan surat ijin pengambilan data laboratorium ke Kepala
Cabang laboratorium klinik Prodia Bogor. 2. Melakukan pemilihan pasien yang hasil pemeriksaan anti
dengue IgG positif (+) atau anti dengue IgM positif (+), atau yang kedua – duanya positif (+). 3.
Mencatat hasil jumlah trombosit dari penderita DBD. 4. Melihat hasil pengamatan sediaan apus
darah tepi untuk mengetahui ada atau tidaknya limfosit plasma biru. 5. Data yang didapat disajikan
dalam bentuk tabel dengan format sebagai berikut : No No Lab Jenis Kelamin Umur (tahun) Jumlah
trombosit/µL Limfosit plasma biru (LPB) 6. Data yang didapat dianalisisis dengan uji statistik. BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pasien DBD di laboratorium klinik Prodia Bogor adalah
penderita DBD yang teridentifikasi periode 6 bulan yaitu dari bulan Januari – Juni 2009 yang
berjumlah 70 orang dengan usia 2-71 tahun. Distribusi jenis kelamin dari penderita DBD tersebut
terdiri dari pria sebanyak 37 orang (52.86%) dan wanita sebanyak 33 orang (47.14%). 2. Penderita
DBD mempunyai jumlah trombosit antara 20.000 s/d 500.000/µL dengan rata-rata 190.000/µL.
Penderita DBD yang mengalami trombositopenia sebanyak 22 orang (30.14%). 3. Berdasarkan
pengamatan sediaan apus darah tepi, penderita DBD yang ditemukan limfosit plasma biru sebanyak
8 orang (11.43%), sedang 62 orang (88.57%) tidak ditemukan limfosit plasma biru. Pada penderita
DBD dengan trombositopenia ditemukan limfosit plasma biru sebanyak 5 orang (22.73%).
Trombositopenia Jumlah (+) (-) Limfosit plasma (+) 5 3 8 biru (-) 17 45 62 Jumlah 22 48 70 4. Untuk
mengetahui korelasi antara jumlah trombosit dengan ditemukannya limfosit plasma biru maka
dilakukan uji statistik yaitu uji Chi–Square. Hasil yang diperoleh adalah p-value = 0.888, Angka p-
value > 0.05 sehingga dapat dinyatakan tidak ada korelasi yang signifikan antara trombositopenia
dengan ditemukannya limfosit plasma biru pada penderita DBD.

Anda mungkin juga menyukai