Anda di halaman 1dari 10

Nama: Nabila Lutfia Nur'aini

Kelas: XI AKL 2
Tugas: PLH (Tanaman Organik)

TUGAS PLH TANAMAN ORGANIK

1.sejarah pertanian organik.


Pertanian tradisional dalam berbagai bentuk, yang telah dilakukan sejak ribuan tahun di seluruh
dunia, merupakan pertanian organik yang tidak menggunakan bahan kimia sintetik. Pertanian dengan
memanfaatkan ekologi hutan (kebun hutan, forest gardening) merupakan salah satu sistem produksi
pangan pada masa prasejarah yang dipercayai merupakan pemanfaatan ekosistem pertanian yang
pertama.
Pupuk sintetis telah dibuat pada abad ke 18, berupa superfosfat. Lalu pupuk berbahan dasar
amonia mulai diproduksi secara massal ketika proses Haber dikembangkan semasa Perang Dunia I.
Pupuk ini murah, bernutrisi, dan mudah ditransportasikan dalam bentuk curah. Perkembangan juga
terjadi pada pestisida kimia pada tahun 1940an, yang memicu penggunaan bahan kimia pertanian
secara besar-besaran di seluruh dunia. Namun sistem pertanian baru yang mulai berkembang ini
membawa dampak serius secara jangka panjang pada pemadatan tanah, erosi, penurunan kesuburan
tanah secara keseluruhan, juga dampak kesehatan pada manusia akibat bahan kimia beracun yang
masuk ke bahan pangan.
Para pakar biologi tanah mulai mengembangkan teori mengenai bagaimana ilmu biologi dapat
digunakan pada pertanian untuk menanggulangi dampak negatif bahan kimia pertanian tanpa
mengurangi hasil produksi pertanian. Biodinamika biologi berkembang pada tahun 1920an dan menjadi
versi awal dari pertanian organik yang dikenal sekarang. Sistem ini berdasarkan filosofi antroposofi dari
Rudolf Steiner.
Pada tahun 1930an dan awal 1940an, pakar botani terkemuka Sir Albert Howard dan istrinya
Gabriel Howard mengembangkan pertanian organik. Howard terinspirasi dari pengalaman mereka
mengenai metode pertanian tradisional di India, pengetahuan mereka mengenai biodinamika, dan latar
belakang pendidikan mereka. Sir Albert Howard dapat dikatakan sebagai "bapak pertanian organik"
karena ia yang pertama kali menerapkan prinsip ilmiah pada berbagai metode pertanian tradisional dan
alami.
Meningkatnya kesadaran lingkungan secara umum pada populasi manusia pada masa modern
telah mengubah gerakan organik yang awalnya dikendalikan oleh suplai, kini dikendalikan oleh
permintaan pasar. Harga yang tinggi dan subsidi dari pemerintah menarik perhatian petani. Di negara
berkembang, berbagai produsen pertanian yang bekerja dengan prinsip tradisional dapat dikatakan
setara dengan pertanian organik namun tidak bersertifikat dan tidak mengikuti perkembangan ilmiah
dalam pertanian organik. Sehingga beberapa petani tradisional dapat berpindah menjadi petani organik
dengan mudah, yang terdorong oleh alasan ekonomi.
2. jelaskan metode penanaman

Pertanian organik mengkombinasikan pengetahuan ilmiah mengenai ekologi dan teknologi modern
mengenai praktik pertanian tradisional berdasarkan proses biologis yang terjadi secara alami. Metode
pertanian organik dipelajari di dalam bidang ekologi pertanian. Pertanian konvensional menggunakan
pestisida dan pupuk sintetik, sedangkan pertanian organik membatasinya dengan hanya menggunakan
pestisida dan pupuk alami. Prinsip metode pertanian organik mencakup rotasi tanaman, pupuk
hijau/kompos, pengendalian hama biologis, dan pengolahan tanah secara mekanis. Pertanian organik
memanfaatkan proses alami di dalam lingkungan untuk mendukung produktivitas pertanian, seperti
pemanfaatan legum untuk mengikat nitrogen ke dalam tanah, memanfaatkan predator untuk
menaggulangi hama, rotasi tanaman untuk mengembalikan kondisi tanah dan mencegah penumpukan
hama, penggunaan mulsa untuk mengendalikan hama dan penyakit, dan pemanfaatan bahan alami,
termasuk mineral bahan tambang yang tidak diproses atau diproses secara minimal, sebagai pupuk,
pestisida, dan pengkondisian tanah. Tanaman yang lebih unggul dan tangguh dikembangkan melalui
pemuliaan tanaman dan tidak dimodifikasi menggunakan rekayasa genetika.

a. pengelolaan tanah.

Pertanian organik bergantung sepenuhnya pada dekomposisi bahan organik tanah, menggunakan
berbagai teknik seperti pupuk hijau dan kompos untuk menggantikan nutrisi yang hilang dari tanah oleh
tanaman pertanian sebelumnya. Proses biologis ini dikendalikan oleh berbagai mikroorganisme seperti
mikoriza yang memungkinkan terjadinya produksi nutrisi secara alami di dalam tanah sepanjang musim
tanam. Pertanian organik mendayagunakan berbagai metode untuk meningkatkan kesuburan tanah,
termasuk rotasi tanaman, pemanfaatan tanaman penutup, pengolahan tanah tereduksi, dan penerapan
kompos. Dengan mengurangi pengolahan tanah, maka tanah tidak dibalik dan tidak terpapar oleh udara.
Hal ini berarti nutrisi yang bersifat mudah menguap seperti nitrogen dan karbon semakin sedikit yang
menghilang.

Tumbuhan membutuhkan berbagai nutrisi seperti nitrogen, fosfor, dan nutrisi mikro lainnya serta
hubungan simbiosis dengan fungi dan organisme lainnya untuk berkembang dengan baik. Sinkronisasi
diperlukan agar tumbuhan mendapatkan nitrogen yang cukup pada waktu yang tepat. Hal ini menjadi
salah satu tantangan di dalam pertanian organik. Residu tanaman dapat dikembalikan ke tanah sehingga
membusuk dan memberikan nutrisi bagi tanah. Dalam banyak kasus, pengaturan pH diperlukan dengan
menggunakan kapur pertanian dan sulfur.

Lahan usaha tani yang tidak memiliki usaha peternakan di dalamnya mungkin akan lebih sulit dalam
mengembalikan kesuburan tanah dan membutuhkan input kotoran dari luar untuk digunakan sebagai
sumber nitrogen yang baik. Namun nitrogen juga dapat diberikan dengan menggunakan legum sebagai
tanaman penutup tanah.

Penelitian dalam ilmu biologi pada tanah dan mikroorganisme yang hidup di dalamnya telah
membuktikan manfaat bagi pertanian organik. Berbagai jenis bakteri dan fungi memecah bahan kimia,
residu tanaman, dan kotoran hewan menjadi nutrisi yang dapat diserap oleh tumbuhan, sehingga
tanaman pertanian menjadi produktif.
b. pengelolaan gulma

Pengelolaan gulma secara organik bersifat menekan, bukan memberantas gulma, dengan
meningkatkan kompetisi dan mendayagunakan sifat fitotoksik tanaman. Pertanian organik
mengintegrasikan strategi budaya, biologi, mekanis, fisik, dan kimiawi untuk mengelola gulma tanpa
menggunakan herbisida sintetik.

Berbagai standar organik membutuhkan rotasi tanaman dari tanaman semusim, yang berarti satu
jenis tanaman tidak bisa ditumbuhkan di lokasi yang sama tanpa tumbuhan antara yang berbeda
jenisnya. Rotasi tanaman secara organik mencakup tanaman penutup yang menekan pertumbuhan
gulma dan tanaman dengan siklus hidup yang tidak sama untuk menekan pertumbuhan gulma yang
hanya menyerang jenis tanaman tertentu. Berbagai penelitian dikerjakan untuk mengembangkan
metode organik untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme yang secara alami menekan
pertumbuhan atau perkecambahan gulma. Metode lainnya yaitu meningkatkan tingkat kompetisi
tanaman pertanian untuk menekan pertumbuhan gulma dengan berbagai cara seperti mengatur tingkat
kepadatan penanaman, mengatur jumlah varietas tanaman yang ditanam, dan mengatur periode
penanaman.

Pengendalian gulma secara mekanis dan fisik dapat dilakukan dengan:

1. Pengolahan tanah - membalik tanah di atara tanaman untuk menempatkan residu tanaman dan
gulma ke dalam tanah.

2. Pemotongan

3. Memberikan panas ke tanah

4. Pemberian mulsa untuk menghalangi pertumbuhan gulma (lihat plastikultura)

Namun metode pengolahan tanah dikritik sebagian kalangan karena dapat menyebabkan erosi. FAO
dan berbagai organisasi mempromosikan pendekatan pertanian tanpa pengolahan tanah (no till
farming) dan menekankan pada rotasi tanaman. Sebuah studi menunjukan bahwa rotasi tanaman dan
pemanfaatan tanaman penutup tanah mampu mengurangi erosi tanah, mengendalikan hama, dan
menekan penggunaan pestisida secara signifikan. Beberapa bahan kimia yang tersedia secara alami
dapat digunakan sebagai herbisida (bioherbisida), seperti asam asetat, tepung gluten jagung, dan
minyak atsiri. Bioherbisida yang berbasis fungi patogen yang menjadi parasit bagi gulma, juga telah
dikembangkan.

Gulma juga dapat dikendalikan dengan memanfaatkan penggembalaan hewan di atas lahan
pertanian. Angsa telah dipelihara secara jelajah bebas di atas lahan kapas, strawberry, tembakau, dan
jagung untuk menekan pertumbuhan gulma. Petani sawah di berbagai belahan dunia juga memelihara
bebek dan ikan di sawah untuk memakan gulma dan serangga.

c. hewan ternak

Usaha pemeliharaan hewan ternak yang menghasilkan daging, susu, dan telur secara organik dapat
menjadi pelengkap bagi usaha pertanian organik. Berbagai pembuat kebijakan memiliki sikap yang
bervariasi mengenai kesejahteraan hewan, tetapi USDA secara umum tidak mengutamakan
kesejahteraan hewan untuk memberi label produk organik. Kuda dan sapi dapat menjadi hewan pekerja
yang menyediakan tenaga untuk menggerakkan mesin, membajak, menambah kesuburan tanah dengan
kotorannya, dan menjadi sumber bahan bakar (misal biogas).

3. jelaskan keekonomian.

Keekonomian dari pertanian organik merupakan subbidang dari ekonomi pertanian yang mencakup
seluruh jenis proses dan dampak dari pertanian organik terhadap masyarakat, terutama biaya sosial,
biaya peluang, biaya tak terduga, asimetri informasi, ekonomi skala, dan sebagainya. Meski cakupan
ekonomi begitu luas, pada ekonomi pertanian fokusnya ada pada maksimisasi hasil dan efisiensi pada
tingkat lahan usaha tani. Ekonomi merupakan pendekatan antroposentrik terhadap nilai alam (misal
keanekaragaman hayati). Beberapa lembaga dan pemerintahan memberikan subsidi kepada pertanian
organik dalam skala besar karena manfaatnya yang begitu banyak pada lingkungan.

a. persebaran produsen

Pasar produk organik paling kuat berada di Amerika Utara dan Eropa, yang pada tahun 2001
diperkirakan telah menguasai antara US$ 6 hingga 8 miliar dari pangsa pasar global yang sebesar US$ 20
miliar. Australasia memiliki 39% pangsa lahan usaha tani organik di seluruh dunia, tetapi 97% dari lahan
ini merupakan kawasan penggembalaan yang tidak menghasilkan bahan pangan secara langsung. Di sisi
lain, Amerika Serikat, dengan lahan yang lebih sempit, memiliki tingkat penjualan 20 kali lebih banyak
dibandingkan Australia. Lahan usaha tani organik di Eropa menguasai 23% dari lahan usaha tani organik
dunia, diikuti Amerika Latin dengan 19%, Asia 9.5%, Amerika Utara 7.2%, dan Afrika 3%.

Selain Australia, negara dengan lahan usaha tani organik terbesar adalah Argentina yang mencapai
3.1 juta hektare, China 2.3 juta hektare, dan Amerika Serikat 1.6 juta hektare. Kebanyakan lahan organik
di Argentina adalah lahan penggembalaan seperti Australia. Brazil merupakan eksportir produk organik
terbesar.

Di Uni Eropa pada tahun 2005, 3.9% dari total lahan pertanian merupakan lahan usaha tani organik.
Negara di Uni Eropa dengan proporsi lahan terbesar adalah Austria 11%, Italia 8.4%, dan Republik Ceko
dan Yunani (keduanya 7.2%). Yang paling sempit adalah Malta 0.15, Polandia 0.6% (168 ribu hektare),
dan Irlandia 0.8%. Pada tahun 2009, proporsi lahan organik di Uni Eropa tumbuh hingga 4.7%. Pada
tahun 2010, 16% petani Austria bercocok tanam secara organik.

Setelah keruntuhan Uni Soviet pada tahun 1991, input usaha pertanian (terutama pestisida dan
pupuk sintetik) yang sebelumnya didatangkan dari negara Eropa TImur tidak lagi tersedia di Kuba.
Banyak petani Kuba beralih menjadi petani organik karena keterpaksaan. Sehingga pertanian organik
menjadi cara yang utama dalam menghasilkan bahan pangan sampai sekarang.

b. pertumbuhan

Pada tahun 2001, diperkirakan nilai pasar produk organik bersertifikat di seluruh dunia adalah US$ 20
miliar. Pada tahun 2002, nilainya menjadi US$ 23 miliar dan pada tahun 2007 US$ 46 miliar. Pada tahun
2012, nilainya telah mencapai US$ 63 miliar.
Eropa dan Amerika Utara mengalami peningkatan tertinggi dalam hal luas lahan. Antara tahun 2005
hingga 2008, Uni Eropa mengalami perluasan sebesar 21%. Hal ini disebabkan pemberian subsidi
pertanian di Uni Eropa yang beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik karena besarnya
manfaat bagi lingkungan. Namun Amerika Serikat masih mensubsidi pertanian konvensional, terutama
gula dan jagung. Hal inilah yang menjadi pembeda antara Uni Eropa dan Amerika Serikat. Secara
persentase luas lahan pertanian total pada kedua wilayah tersebut, 4.6% di Uni Eropa adalah lahan
pertanian organik sedangkan di Amerika Serikat hanya 0.6% dari total luas lahan pertaniannya.

c. produktifitas

Berbagai studi mengenai produktivitas pertanian organik beragam.

Sebuah studi yang dilakukan pada tahun 1990 dengan data dari 26 jenis hasil tanaman pertanian dan
dua hasil peternakan pada ratusan lahan usaha tani menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan berarti
secara statistik antara pertanian organik dan pertanian konvensional. Perbedaan berarti hanya ada pada
produksi susu dan kacang-kacangan di mana pertanian organik lebih banyak menghasilkan dibandingkan
pertanian konvensional.

Sebuah survei di Amerika Serikat yang dipublikasikan pada tahun 2001 menganalisis 150 musim
tanam serealia dan kacang kedelai dan mendapati bahwa pertanian organik menghasilkan antara 5%
lebih sedikit hingga setara dibandingkan pertanian konvensional.

Sebuah studi yang berlangsung selama dua dekade dan dipublikasikan pada tahun 2002
mendapatkan bahwa pertanian organik menghasilkan 20% lebih sedikit dibandingkan pertanian
konvensional dengan menggunakan pupuk 50% lebih sedikit, pestisida 97% lebih sedikit, dan input
energi 34-53% lebih sedikit. Meski lebih sedikit menghasilkan, tetapi dengan input bahan kimia
pertanian dan bahan bakar yang lebih sedikit, petani bisa mendapatkan menghasilkan keuntungan lebih
banyak.

Sebuah studi pada tahun 2003 menemukan bahwa di musim kering, pertanian organik
menghasilkan lebih banyak dibandingkan pertanian konvensional. Pertanian organik juga mampu
bertahan melawan gangguan cuaca seperti badai dan topan, lebih baik dibandingkan pertanian
konvensional. Lapisan tanah atas pada pertanian organik tidak menghilang sebanyak pertanian
konvensional ketika diterpa angin kencang.

Sebuah studi yang diterbitkan pada tahun 2005 membandingkan pertanian konvensional, pertanian
organik berbasis hewan, dan pertanian organik berbasis legum pada Institut Rodale selama 22 tahun.
Studi ini mendapati bahwa untuk penanaman jagung dan kedelai cenderung menghasilkan dalam jumlah
yang setara di antara ketiganya, tetapi pertanian organik berbasis legum dan berbasis hewan
membutuhkan energi fosil yang lebih sedikit secara signifikan. Dan pada pertanian organik, pestisida dan
pupuk sintetik tidak digunakan sama sekali.

Pada studi yang dilakukan pada tahun 2007 menggabungkan 293 penelitian yang telah dilakukan
untuk menilai efisiensi secara keseluruhan antara kedua sistem pertanian dan menemukan bahwa
metode organk dapat memproduksi bahan pangan yang mencukupi bagi populasi dunia untuk
mendukung kelangsungan hidup manusia dengan kebutuhan lahan yang lebih sedikit. Para peneliti juga
menemukan bahwa di negara maju meski pertanian organik menghasilkan 8% lebih sedikit dibandingkan
pertanian konvensional, tetapi di negara miskin pertanian organik menghasilkan 80% lebih banyak
dibandingkan pertanian konvensional. hal ini dikarenakan di negara miskin bahan-bahan organik untuk
input usaha pertanian lebih mudah didapatkan dibandingkan akses menuju pestisida dan pupuk sintetik.
Namun studi ini ditantang kebenarannya dengan studi lain pada tahun 2008 yang menyatakan bahwa
estimasi berlebihan pada pertanian organik dikarenakan misinterpretasi data dan kesalahan hitung.

Sebuah studi pada tahun 1999 oleh Badang Perlindungan Lingkungan Denmark menemukan bahwa,
pertanian organik menghasilkan kentang, bit gula, dan rumput lebih sedikit, hingga 50%-nya saja,
dibandingkan pertanian konvensional. Michael Pollan, pengarang dari The Omnivore's Dilemma,
merespon publikasi ini dengan menyatakan bahwa hasil pertanian dunia rata-rata lebih rendah
dibandingkan hasil pertanian berkelanjutan modern. Dengan menjadikan mayoritas usaha pertanian
dunia berhaluan organik dapat meningkatkan hasil pangan dunia hingga 50% lebih banyak.

Sebuah studi analisis yang diterbitkan tahun 2012 menyarankan agar petani mengambil langkah
hibrid atau kombinasi antara pertanian organik dan konvensional demi memenuhi kebutuhan pangan
manusia sambil menjaga kualitas lingkungan.

d. keuntungan

Pengurangan penggunaan pestisida dan pupuk sintetik disertai dengan harga premium bagi bahan
pangan organik berkontribusi pada keuntungan petani yang lebih tinggi. Secara umum pertanian organik
lebih menguntungkan dibandingkan pertanian konvensional. Tanpa harga premium, pertanian organik
mendapatkan hasil yang beragam, ada yang untung dan ada yang rugi. Organic production was more
profitable in Wisconsin, given price premiums. Bagi pasar tradisional dan pasar modern, bahan pangan
organik juga lebih menguntungkan dan umumnya dijual pada keuntungan yang lebih tinggi
dibandingkan bahan pangan non-organik.

Meskipun pembeli membandingkan harga dan membeli secara sadar, bahan pangan organik tidak
selalu lebih mahal dibandingkan bahan pangan non-organik. Seperti contoh pada tahun 2000, sebuah
usaha restoran mengganti 85% bahan baku yang digunakannya ke organik tanpa meningkatkan harga
bagi pembelinya. Pemilik restoran juga menyatakan bahwa sejak tahun 2000, harga bahan pangan
organik telah turun dan saat ini tidak lagi menjadi masalah untuk mendapatkan bahan pangan organik
dengan harga yang bersaing.

e. tenaga kerja

Sebuah surver yang dilakukan di Irlandia dan Britania Raya menemukan bahwa pertanian organik
mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja dibandingkan pertanian konvensional. Perbedaan ini terlihat
jelas pada ukuran lahan usaha tani yang lebih besar. Para peneliti menyimpulkan bahwa akan ada
lapangan pekerjaan di bidang pertanian 19% lebih banyak di Inggris, dan 6% lebih banyak di Irlandia, jika
20% usaha pertanian di kedua negara menjadi usaha pertanian organik.
4. jelaskan Eksternalitas

Eksternalitas adalah biaya atau keuntungan yang harus ditanggung atau diterima oleh suatu pihak
yang tidak menyebabkan terbentuknya biaya atau keuntungan tersebut. Dalam pertanian secara umum,
eksternalitas yang terjadi pada masyarakat biasanya dikarenakan penggunaan sumber daya seperti air,
hilangnya keanekaragaman hayati, terjadinya erosi, berpindahnya pajak masyarakat ke pertanian
melalui subsidi pertanian, dan sebagainya. Eksternalitas positif misalnya terbentuknya kemandirian,
terciptanya kewirausahaan dan lapangan kerja, dan mensupai bahan pangan lokal. Tidak terkecuali pada
pertanian organik, ada eksternalitas secara positif dan negatifnya.

Di Inggris pada tahun 2000, biaya eksternalitas negatif yang tidak terbayarkan mencapai 2343 juta
pundsterling atau 208 poundsterling per hektare lahan pertanian. Di Amerika Serikat, biaya eksternalitas
negatif pada budi daya tanaman diperkirakan mencapai US$5 hingga 16 miliar atau US$30–96 per
hektare, dan pada peternakan mencapau US$714 juta.

Pertanian organik memiliki biaya eksternalitas negatif yang lebih rendah dibandingkan pertanian
konvensional. Beberapa survey menemukan bahwa pertanian organik lebih sedikit merusak lingkungan
karena tingkat kehilangan keanekaragaman hayati lebih rendah dibandingkan pertanian konvensional,
dan pertanian organik menggunakan lebih sedikit energi dan menghasilkan lebih sedikit limbah per unit
luas lahan usaha tani. Pada tahun 2003, Department for Environment Food and Rural Affairs di Inggris
menemukan hasil yang serupa bahwa pertanian organik memiliki lebih banyak manfaat bagi lingkungan,
tetapi manfaat itu dikatakan cenderung tidak berarti karena hasil pertaniannya yang lebih sedikit per
luas lahan.

Sebuah studi perbandingan yang dilakukan antara peternakan susu di Wisconsin dan Selandia Baru
menemukan bahwa, dengan menggunakan jumlah emisi per kg susu yang dihasilkan, peternakan susu di
Selandia Baru menghasilkan lebih banyak emisi gas metana dan di Wisconsin lebih banyak menghasilkan
emisi gas karbon dioksida. Keduanya merupakan gas rumah kaca. Hal ini dikarenakan di Selandia Baru,
sapi lebih banyak diberikan rumput dan hijauan, sedangkan di Wisconsin lebih banyak berupa
konsentrat. Selulosa diubah menjadi asetat (CH3COO-) di dalam perut sapi dan dapat berubah menjadi
gas metana. Pada pakan konsentrat, kandungan selulosa lebih rendah sehingga ion propanoat
(CH3CH2COO-) lebih banyak dihasilkan dibandingkan asetat, sehingga emisi metana berkurang.

a. pestisida

Tidak seperti pertanian konvensional, pertanian organik menghindari penggunaan pestisida sintetik.
Beberapa jenis pestisida sintetik merusak lingkungan dan kesehatan manusia. Anak kecil memiliki risiko
kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan orang dewasa jika terpapar secara langsung.

Ada lima jenis pestisida alami (berupa hasil tambang murni atau identik alami) yang digunakan
dalam pertanian organik, yaitu toksin bakteri, piretrin, rotenon, tembaga, dan sulfur. Namun petani
organik pengguna pestisida jenis tersebut sangatlah sedikit; sebagian besar tidak menggunakan pestisida
sama sekali. Hanya 10 persen petani organik yang menggunakan pestisida berbahan dasar tumbuhan, 12
persen menggunakan sulfur, dan 7 persen menggunakan pestisida berbahan dasar tembaga.

Aliran air permukaan merupakan salah satu risiko lingkungan penggunaan pestisida yang sangat
membahayakan. USDA melacak dampak lingkungan dari kontaminasi perairan dan menyimpulkan
bahwa meski kebijakan penggunaan pestisida di tingkat negara telah mengurangi risiko lingkungan,
tetapi masih terdapat wilayah di mana airnya tidak dapat diminum atau organisme yang hidup di
dalamnya tidak boleh dimakan. Sebagian besar risiko kesehatan tersebut tidak terlacak dengan baik dan
harus ditanggung oleh penderita. Pada pertanian organik, risiko ini hampir tidak ada karena pestisida
sintetik tidak digunakan, sehingga ikut berkontribusi menjaga kesehatan masyarakat di sekitar lahan
usaha tani.

b. kualitas dan keamanan pagan

Keberadaan bukti ilmiah terkait perbedaan keamanan dan kualitas nutrisi antara bahan pangan
organik dan bahan pangan konvensional tidak mencukupi dan cenderung memberikan hasil yang
bervariasi.

Sebuah studi pada tahun 2009 mengenai efek bagi kesehatan yang dilakukan oleh Badan Standar
Pangan Inggris menganalisis sebelas artikel dan menyimpulkan bahwa data yang diberikan sangat
bervariasi dan tidak ditemukan perbedaan signifikan antara bahan pangan organik dan bahan pangan
konvensional, juga terhadap kualitas nutrisinya.

Studi yang dilakukan secara individu mempertimbangkan beragam dampak yang mungkin
didapatkan, seperti residu pestisida pada bahan pangan. Risiko kesehatan dari residu pestisida tidak bisa
dipandang sebelah mata, namun keberadaan dan kadar residu pestisida pada kedua jenis bahan pangan
masih diperdebatkan. Hanya satu dampak kesehatan yang diyakini baik pada bahan pangan organik
adalah kadar nitrat yang lebih rendah yang disebabkan penggunaan pupuk berbasis nitrat yang tidak
dilakukan pada pertanian organik. Beberapa masih mempertanyakan peran nitrat di dalam tubuh
manusia. Dampak keberadaan residu pestisida organik berbasis tanaman dan patogen bakteri juga tidak
memiliki data yang mencukupi.

Namun harga bahan pangan organik yang cenderung lebih tinggi dibandingkan bahan pangan
konvensional dapat menghalangi konsumsi bahan pangan organik.

c. konservasi tanah

Pertanian organik diyakini mampu mengelola tanah dengan baik dengan kemampuan menahan air
yang lebih tinggi. Hal ini dipercaya menjadi sebab mengapa pertanian organik mampu bertahan pada
tahun yang kering. Pertanian organik mampu membentuk bahan organik tanah lebih baik dibandingkan
pertanian konvensional, yang dapat memberi manfaat jangka panjang.

Dalam buku Dirt: The Erosion of Civilizations, pakar geomorfologi David Montgomery
mengemukakan krisis yang akan datang yang berasal dari erosi. Pertanian bergantung sepenuhnya pada
tanah atas (top soil) yang kurang lebih sedalam satu meter, tetapi bagian ini terus terkuras dengan laju
sepuluh kali dibandingkan laju pengembaliannya. Pertanian konvensional tanpa pengolahan tanah, yang
sangat bergantung pada herbisida untuk membasmi gulma, adalah salah satu cara untuk meminimalisasi
erosi. Namun sebuah studi yang dilakukan oleh USDA menemkan bahwa aplikasi pupuk kandang pada
lahan pertanian, meskipun lahan tersebut dibajak, dapat membangun lapisan tanah atas lebih cepat
dibanginkan pertanian konvensional tanpa pengolahan tanah.

d.perubahan iklim

Pertanian organik menekankan pada siklus nutrisi alami, keanekaragaman hayati, dan manajemen
tanah efektif untuk mencegah atau bahkan membalikkan efek perubahan iklim Pertanian organik dapat
mengurangi penggunaan bahan bakar fosil secara signifikan dan memitigasi karbon di atmosfer ke dalam
tanah. Dengan mengeliminasi penggunaan nitrogen sintetik, pertanian organik mampu mengurangi
penggunaan bahan bakar fosil yang digunakan dalam produksi pupuk sintetik.

Data mengenai jumlah karbon di dalam tanah menunjukan bahwa metode pertanian organik
merupakan salah satu metode yang paling efektif dalam memitigasi emisi CO2.

Namun kritik mengenai pertanian organik mengemuka pada kebutuhan lahan bagi produksi bahan
pangan organik karena produktivitasnya yang masih dipertanyakan, sehingga berpotensi mampu
menggusur hutan dan ekosistem alam liar.

e. pemberian nutrisi

Pemberian nutrisi yang berlebih mampu menyebabkan nutrisi terbilas oleh air hujan dan bergerak
menuju perairan sehingga menyebabkan eutrofikasi. Selain itu, nitrat yang menjadi bahan dasar pupuk
membahayakan hewan air. Pupuk nitrat, yang menjadi pencemar utama perairan dari lahan pertanian,
diyakini akan meningkat penggunaannya menjadi hampir tiga kali lipat pada tahun 2050. Nitrat yang
terbilas menjadi salah satu faktor inefisiensi dari pertanian konvensional karena nutrisi yang seharusnya
diserap oleh tanaman menjadi hilang.

Lahan pertanian yang diberikan pupuk secara organik mampu mengurangi secara signifikan
pembilasan nitrat, jika dibandingkan dengan pertanian konvensional. Pembilasan nitrat pada lahan
pertanian konvensional lebih besar 4.4 hingga 5.6 kali lipat dibandingkan lahan pertanian organik.
Namun bukan berarti pertanian organik bebas nitrat; kotoran hewan yang digunakan sebagai pupuk
pada pertanian organik juga dapat berubah menjadi nitrat setelah proses fiksasi oleh bakteri. Tetapi
nitrat hasil fiksasi lebih terikat oleh tanah, sehingga risiko terbilas ke perairan lebih rendah.

Zona mati yang telah membesar di Teluk Meksiko disebabkan oleh aliran air permukaan dari lahan
pertanian, yang datang dari kombinasi pupuk sintetik dan pupuk kandang. Lebih dari setengah nitrogen
yang dilepaskan ke Teluk Meksiko datang dari pertanian. Hal ini menyebabkan para nelayan harus
berlayar jauh dari bibir pantai untuk mendapatkan ikan, meningkatkan biaya bagi nelayan. Aliran air
permukaan dari lahan pertanian serta kejadian ledakan populasi alga di California merupakan kejadian
yang sangat terkait erat.
Pembilasan nitrogen ke Sungai Danube telah turun sejak meningkatkan lahan usaha tani organik di
sekitar sungai. Manfaat yang didapatkan setara dengan 1 Euro per kg nitrogen yang tidak lepas ke
perairan.

Anda mungkin juga menyukai