DISUSUN OLEH
MATARAM
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat, dan anugerah-Nya
kami dapat menyusun Makalah ini dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENDERITA
ISOLASI SOSIAL” yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pencernaan.
Tidak sedikit kesulitan yang kami alami dalam proses penyusunan makalah ini. Namun berkat dorongan
dan bantuan dari semua pihak yang terkait, baik secara moril maupun materil, akhirnya kesulitan tersebut
dapat diatasi. Tidak lupa pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih kepada Dosen yang
telah membimbing kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Mataram,09-JULI -2019
A. DEFINISI
1. Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain (Purba, dkk. 2008).
2. Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu
terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang
lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009).
3. Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima sebagai
perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam (Wilkinson,
2007).
4. Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam ( Twondsend, 1998 ). Atau suatu keadaan
dimana seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi Anna Kelliat, 2006 ). Menarik diri merupakan
percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan
orang lain ( Pawlin, 1993 dikutip Budi Kelliat, 2001). Faktor perkembangan dan sosial
budaya merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku isolasi sosial. (Budi Anna Kelliat,
2006).
B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses,
karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa
perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya
stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan
memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri.
Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang
lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam
masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam berhubungan
terdiri dari:
a) Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis
maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan
rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan
mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang
mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan
mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya.
b) Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai mengenal
lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan teman-temannya.
Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat
membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya
komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu
yang interdependen, Orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah
laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak,
karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara
berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
c) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman sejenis,
yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan
mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan
intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan
jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti
daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak
dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali
menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja.
d) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan
interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan
kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang
lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu
kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan
interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality).
e) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap
dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk mengembangkan
aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat
diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang interdependen antara orang
tua dengan anak.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun
eksternal, meliputi:
1. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan
stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan
pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau
dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
2. Stressor Biokimia
a. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta tractus
saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
b. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan
dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang
menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia.
c. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien skizofrenia.
Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin.
Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical
seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
d. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.
C. POHON MASALAH
D. TANDA DAN GEJALA
Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara, adalah:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. Pasien merasa tidak berguna
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
F. PETALAKSANAAN
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran diri
terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi
mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali,
berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan
melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur,
tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut,
akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik,
agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam fungsi kehidupan
sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung
tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom Parkinson akibat
obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal,
retensi urine. Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut
sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi pertemuan (SP) yang
terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat
mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian
apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan
memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP
dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan
berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat
mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang
atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk.
2008)
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi secara garis
besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang meliputi:
Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun tidur.
Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk tingkah laku/perbuatan
yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi dan sesudah
mandi.
Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan berganti pakaian.
Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan setelah makan
dan minum.
Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan kebutuhan kebersihan diri,
baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat menjaga keselamatan
dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak merokok
sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.
Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi tidur. Pada pasien
gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala
primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia
(gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.
b. Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam kehidupan
bermasyarakat yang meliputi:
Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan sosial
dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan
sebagainya.
Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan sosial
dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada
kesulitan dan sebagainya.
Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan orang lain seperti
memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam berkomunikasi.
Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul dengan orang lain
secara kelompok (lebih dari dua orang).
Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban yang harus
dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau sopan santun
terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat mengendalikan diri
untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah sembarangan, tidak membuang
puntung rokok sembarangan dan sebagainya
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
a. pengkajian keperawatan
1. Masalah keperawatan:
a. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi…
b. Isolasi sosial: menarik diri
c. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
▪ Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
▪ Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
▪ Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
▪ Klien merasa makan sesuatu
▪ Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
▪ Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
▪ Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif:
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri
sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data Obyektif:
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin
mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data subyektif:
▪ Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri
sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
▪ Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin
mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial: menarik diri
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
E. intervensi Keperawatan
- Wajah cerah, untuk melakukan
dengan klien
panggilan perawat
6.6 Beri motivasi keluarga
tersenyum kegiatan sesuai
penyebab menarik
dan tujuan
dan tujuan
agar membantu klien
- Mau
Mau dengan jadwal
diri atau tidak
perawat
perawat
untuk bersosialisasi
berkenalan
berkenalan 2.3.Beri pujian
yang telah dibuat
berkenalan
6.7 Beri pujian kepada
- Ada
Ada kontak
kontak 4.6.beri pujian
- terhadaf
Tanyakan dan
keluarga atas
-
7. Klien dapat 7.1.Klien dapat 7.1 Diskusikan dengan klien
terhadap
kemampuan klien
3. Klien 3. Klien dapat
mata
mata panggil nama
3.1.Tanyakan kepada
memanfaatkan menyebutkan: tentang manfaat dan
kemampuan klien
mampu kesukaan klien
- menyebutkan
- Bersedia klien tentang:
obat dengan baik - Manfaat kerugian tidak minum
5. klien
menyebutk 5. Klien dapat
keuntungan
menceritakan - memperluas
- Tunjukkan
1.1 Diskusikan dengan
Manfaat sikap
hubungan
munum obat obat, nama, warna,
mampu
an menjelaskan
berhubungan
perasaan jujur dan
kluen tentang
sosial
- Kerugian tidak dosis,cara , efek terapi
menjelaska
keuntunga - perasaannya
sosial,
Bersedia - memenepati janji
perasaannya setelah
Kerugian menarik
minum obat dan efek samping
n setelah
misalnya:
mengungkapka setiap kali
berhubungan sosial
diri
Nama, warna,
- Banyak penggunaan obat
perasaanny
berhubung - berhubungan
teman
n masalahn ya berinteraksi
dengan:
berinteraksi
3.2.Diskusikan
dosis, efek 7.2 Pantau klien saat
a setelah
an sosial - sosial dengan:
Tidak kesepian -
- Tanyakan
orang lain
Tanyakan
- bersama klien
terapi dan efek penggunaan obat
berhubung
dan - orang
- lain
Bisa diskusi perasaan klien dan
kelompok
- tentang manfaat
perasaan klien dan
samping obat 7.3 Beri pujian jika klien
an sosial
kerugian - kelompok
- Saling 5.2. Beri pujian terhadap
masalah yang
berhubungan
menggunakan obat yang
6. Klien
2. Klien
menarik 7.2.Klien
6. Keluarga dapat
2. Klien dapat 6.1.Diskusikan pentingnya
2.1.Tanyakan pada
menolong sosial dan
mendapat
mampu mendemonstrasikan
menjelaskan tentang:
menyebutkan benar
peran serta keluarga
klien tentang:
diri kerugian menarik
Dan kerugian 7.4 Diskusikan akibat
dukungan
4. Klien dapat
menyebutk penggunaan obat yang
Pengertian
4. Klien dapat
- minimal 1 sebagai pendukung untuk
4.1.observasi perilaku
- Orang yang
keluarga
melaksana
an melaksanakan
penhyebab berhenti minum obat
mengatasi perilaku
klien saat
menarik diri tinggal serumah/
dalam
kan
penyebab - hubungan
menarik diri
Tanda/ gejala menarik diri
berhubungan
tema sekamar
memperlua
hubungan
menarik sosial secara
dari :
menarik diri 6.2 Diskusikan potensi
sosial
klien
s hubunga
sosial
diri - bertahap
- diri- sendiri
Penyebab dan keluarga untuk membantu
4.2.beri motivasi dan
- Orang yang paling
sosial
secara dengan:
- Orang lain
akibat menarik klien mengatasi perilaku
bantu klien untuk
dekat dengan klien
bertahap -
- Perawat
Lingkungan
diri menarik diri
berkenalan /
di rumah/ di ruang
Perawat
- Cara
- lain
merawat 6.3 Jelaskan pada keluarga
berkomunikasi
perawatan
Klien lain
- klien menarik tentang:
- dengan:
sApa yang
Kelompok
- diri Pengertian
Perawat lain
- membuat klien
6.2.Keluarga dapat - menarik diri
Klien lain
dekat dengan
mempraktekkan cara Tanda/ gejala
- orang tersebut
kelompok
merawat klien menarik - menarik diri
4.3.libatkan klien
Orang yang tidak
diri Penyebab dan
- dalam Terapi
dekat dengan klien
akibat menarik
Aktivitas
di rumah/ di ruang
diri
Kelompok
perawatan
dan mau - Tunjukkan sikap empati
mengutarakan dan menerima klien apa
masalah yang adanya
dihadapi. - Beri perhatian dan
2. Klien dapat 2. Klien perhatikan kebutuhan
2.1.Diskusikan dengan klien
mengidentifikasi menyebutkan : tentang:
aspek positif dan - Aspek positif - Aspek positif yang
kemampuan yang dan dimiliki klien, keluarga,
dimiliki kemampuan lingkungan
yang dimiliki - Kemampuan yang
klien dimiliki klien
- Aspek positif 2.2.Bersama klien buat daftar
keluarga tentang:
- Aspek positif - Aspek positif klien,
lingkungan keluarga, lingkungan
3. Klien dapat menilai 3. Klien mampu 3.1.Diskusikan dengan klien
kemampuan yang menyebutkan kemampuan yang dapat
dimiliki untuk kemampuan yang dilaksanakan
dilaksanakan dapat 3.2.Diskusikan kemampuan yan
4. Klien dapat dilaksanakan
4. Klien dapat dapat dilanjutkan
4.1.Rencanakan bersama klien
merencanakan membuat aktivitas yang dapat
kegiatan sesuai kegiatan harian dilakukan sesuai kemampua
dengan klien :
kemampuan yang a. Kegiatan mandiri
dimiliki b. Kegiatan dengan bantua
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai
dengan kondisi klien
5. Klien dapat 5. Klien dapat 5.1.Anjurkan klien untuk
melakukan melakukan melaksanakan kegiatan yang
kegiatan sesuai kegiatan sesuai telah direncanakan
rencana yang jadwal yang 5.2.Pantau kegiatan yang
dibuat dibuat dilaksanakan klien
5.3.Beri pujian atas usaha yang
dilakukan klien
5.4.Diskusikan kemungkinan
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
KEMAMPUAN Pp :
- Klien mau
mengutarakan
masalahnya
TINDAKAN
Obyektif : P:
- Klien dapat
mengungkapkan
perasaannya
DIAGNOSA
TINDAKAN
3. Mengidentifikasi
kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki
dengan :
- Membantu
mengidentifikasi
dengan aspek yang
positif
- Mendorong agar
berpenilaian positif
- Membantu
mengungkapkan
perasaannya
DAFTAR PUSTAKA
1. Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba
Medika
2. Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .
3. Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC
4. Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik
Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
5. Anonim. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial. Diakses pada tanggal 24
Juli 2012 pada http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-keperawatan-pada-
klien-dengan-isolasi-sosial/
6. Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa
Berat. Jakarta: Salemba Medika.
7. Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API).
Jakarta : fajar Interpratama.