A. Pengertian halusinasi
Menurut fontaine, ( 2009 ) halusinasi adalah terjadinya penglihatan, suara, sentuhan ,
bau maupun rasa tanpa situmulus ekternal terhadap organ-organ indra.
Menurut Stwar (2009), halusinasi adalah distorsi persepsi palsu yang terjadi pada
respon neorobiologis yang maladaktif, klien mengalami distorsi sensori yang nyata
dan merespon nya, namun dalam halusinasi situmulus internal dan ekternal tidak
dapat di identifikasi.
Sedangkan NANDA-I (2009-211), juga mengatakan bahwa halusinasi merupakan
perubahan dalam jumlah dan pola situmulus yang diterima sertai penurunan berlebih
atau distori atau kerusakan respon beberapa situmulus.
B. Jenis halusinasi
a) Halusinasi pendengaran
Halusinasi dengar merupakan gejala mayoritas yang sering dijumpai pada klien
skizoferinia.papolos dan papolos (2002, dalam fokan bahwa halusinasi ntaine, 2009)
menyatkan halusinasi delusi mencapai 90% merupakan masalah utama yang paling sering di
jumpai 70%. Diperkuat oleh stuart dan laria (2005) yang menyatakan bahwa klien
skizoferinia 70% mengalami halusinasi dengar. Senada dengan pertanyaan diatas (2009) yang
juga menyatakan bahwa halusinasi yang paling sering dikaitkan dengan skizoferenia, skitar
70% klien skizofrenia mengalami halusinasi dengar.
Pertanyaan diatas menunjukan bahwa perentase halusinasi dengar merupakan perentase
terbesar yang di temukan pada copel ( 2007), halusinasi pendengaran paling sering terjadi
pada skizofrenia, ketika klen mendengar suara-suara,suara tersebut terpisah dari pikiran klien
sendri. Isi suara-suara tersebut mengancam dan menghina, sering sekali suara tersebut
memerintah klien untuk melakukan tindakan yang akan melukai klien dan orang lain.
Menurut stuart (2009), pada klien halusinasi dengar tanda dan gejala dapat dikateristik dengar
bunyi atau suara, paling sering dalam bentuk suara, rentang dari suara sederhana atau suara
yang jelas, suara tersebut membicarakan tentang pasien,sampai percakapan yang komplet
antara dua orang atau lebih seperti orang yang berhalusinasi.
b) Halusinasi penciuman
Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa mencium aroma atau bau
tertentu sperti urine atau feces atau bau yang bersifat lebih umum atau bau busuk atau bau
yang tidak sedap ( cancro dan lehman, 2000 dalam videbeck, 2008 ).
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh struat (2009) pada halusinasi penciuman, klien
dapat mencium busuk,jorok,dan bau tengik seperti darah,urin, atau tinja, kadang-kadang bau
bias menyenangkan, halusinasi penciuman biasanya berhubungan dengan stroke,kejang, dan
demens.
c) Halusinasi penglihatan
Sedang pada halusinasi penglihatan, isi halusinasi berupa melihat bayangan yang
sebenarnaya tidak ada sama sekali, misalnya cahaya atau orang yang telah meninggal atau
mungkin sesuatu yang bentuk nya menakutkan ( cancro & lehman, 2000 dalam videbeck,
2008 ). Isi halusinasi penglihatan klien adlah klien melihat cahay, bentuk geometris, kartun
atau campuran antara gambaran bayangan yang komplek, dan bayangan tersebut dapat
menyenangkan klien atau juga sebalik nya mengerikan ( struat & laraia,2005;struat,2009).
d) Halusinasi pengecapan
Sementara itu pada halusnasi pengecapan, isi berupa klien mengecap rasa yang tetap
ada dalam mulut, atau perasaan bahwa makanan terasa seperti sesuatu yang lain. Rasa
tersebut dapat berupa rasa logam atau pahit atau mungkin seperti rasa tertentu. Atau berupa
rasa busuk, tak sedap dan anyir seperti darah, urine atau feces ( struat & laraia., 2005 ;stuart,
2009 ).
e) Halusinasi perabaan
Isi halusinasi perabaan adalah klien merasakan sensasi seperti aliran listrik yang
menjalar keseluruh tubuh aatu binatang kecil yang merayap di kulit ( cancro & lehman, 2000
dalam videbeck, 2008). Klien juga dapat mengalami nyeri atau tidak nyaman tanpa adanya
situmulus yang nyata, seperti sensasi listrik dan bumi, benda mati ataupun dan orang lain
( struat & laraia, 2005;struat,2009).
f) Halusinasi chenesthetik
Halusinasi chenesthetik klien akan merasa pungsi tubuh seperti darah berdenyut
melalui vena dan arteri, mencerna makanan, atau bentuk urin ( videbeck, 2008; struat, 2009).
g) Halusinasi kinestetik
Terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi melaporkan sensai tubuh, gerakan tubuh
yang tidak lazim seperti melayang di atas tanah. Sensasi gerakan sambil berdiri tak bergeraak
( videbeck, 2008; struat, 2009 ).
3. Fase halusinasi
a. Comporting ( halusinasi menyenangkan,cemas ringan)
Klien yang berhalusinasi mengalami emosi yang itense seperti cemas, kesepian, merasa
bersalah, dan takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenang kan untuk
menghilangkan kecemasan.seseorang mengenal bahwa pikiran pengalaman sensori berada
dalam kesadaran control jiika kecemasan tersebut
Bias dikelola.
1) Perilaku yang dapat diobservasi:
2) Tersenyum lebar, menyeringai tetapi tanpak tidak tepat
3) Menggerakan bibir tanpa membuat suara
4) Pergerkan mata yang tepat
5) Respon verbal yang lambat seperti asyik
6) Diam dan tanpak asik
1. Genetik
Secara genetic ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6 yang
mempredisposisikan individu mengalami skizofrenia (copel, 2007). Sedangkan Buchanan dan
carpeter (2000, dalam dalam stuart dan laraia,2005;stuart,2009) menyebutkan bahwa
kromosom yang berperan dalam menurunkan skizofrenia adalah kromosom6.sedangkan
kromosom lain yang juga berperan adalah kromosoni 4, 8, 15, dan 22,cracdock et al (2006
dalam stuart, 2009). Penelitian lain juga menemukan gen GAD 1 yang tanggung jawab
memproduksi GABA, dimana pada klien skizofrenia tidak dapat meningkat secara normal
sesuai perkembangan pada daerah frontal,dimana bagian ini berfungsi dalam proses berfikir
dan pengambilan keputusan hung et al, (2007 dalam stuart,2009).
Penelitian yang paling penting memusatkan pada penelitian anak kembar yang
menujukan anak kembar identik beresiko mengalami skizofrenia sebesar 50% sedangkan
pada kembar non identik/fraternal beresiko 15% mengalami skizofrenia, angka ini meningkat
sampai 35% jika kedua orang tua biologis menderita skizofrenia n
(cancro&lehman,2000;videback,2008;stuart,2009) semua penelitian ini menunjukan bahwa
faktor genetic hanya sebagian kecil penyebab terjadinya skizofrenia dan ternyata masih ada
faktor lain yang juga berperan sebagai faktor penyebab terjadinya skixofrenia.
2.Neuroanatomi
Penelitian menunjukan kelainan anatomi,fungsional dan neurokimia di otak klien skizofrenia
hidup dan postmortem,penelitian menunjukan bahwa kortek prefrontal dan system limbic
tidak sepenuhnya berkembang di otak klien dengan skizofrenia. Penurunan volume otak
mencerminkan penurunan baik materi putih dan materi abu-abu pada neuron akson (Kuroki et
al,2006;hegigins,2007 dalam stuart,2009).hasil pemekrisaan computed tomography (CT)dan
magnetic resonance imaging (MRI), memperlihatkan penurunan volume otak pada individu
perkembangan skizofrenia, temuan ini memperlihatkan adanya keterlambatan perkembangan
jaringan otak dan atropi. Pemeriksaan posistron Emission Termografi (PET)
menunjukan.penurunan aliran darah ke otak pada lobus frontal selama tugas perkembangan
kongnitif pada individu dengan skizofrenia.penelitian lain juga menunjukan terjadinya
penurunan volume otak dan fungsi otak yang abnormal pada area temporalis dan frontal
(videback,2008) perubahan pada kedua lobus positif skizofrenia tersebut belum di ketahui
secara pasti penyebabnya.n
Keadaan patologis yang terjuadi pada lobus temporalis dan frontalis berkorelasi
dengan terjadinya tanda-tanda positif negative dan skizofrenia .copel (2007) menyebutkan
bahwa tanda-tanda positif skizofrenia.seperti psikosis disebabkan karena fungsi otak yang
abnormal pada lobus temporalis .sedangkankan tanda-tanda negatif seperti tidak ada
kemauan atau motivasi dan anhedonia disebabkan oleh fungsi otak yang abnormal pada
lobus frontalis.
Hal ini sesuai sadock dan sadock (2007 dalam towsen,2009) yang menyatakan bahwa fungsi
utama lobus frontalis adalah aktivasi motorik,intelektual,perencanaan konseptual, aspek
kepribadian,aspek produksi bahasa . sehingga apabila terjadinya gangguan pada lobus
frontalis, maka akan terjadi perubahan pada aktivitas motorik, gangguan intelektual,
perubahan kepribadian dan juga emosi yang tidak stabil.sedangkan fungsi utama dan lobus
temporalis adalah pengaturan bahasa,ingatan dan juga emosi. Sehingga gangguan yang terjadi
pada kortek temporalis dan nucleus-nukleus limbic yang berhubungan pada lobus temporalis
akan menyebabkan timbulnya gejala halusinasi.
3.Neurokimia
penelitian di bidang neurotransmisi telah memperjelas hipotesis disregulasi pada
skizorfenia,gangguan terus menerus dalam satu atau lebih neurotrasmiter dan
neuromodulator mekanisme pengaturan homeostatic menyebabkan neurotransmisi tidak
stabil atau tidak menentu.teori ini menyatakan bahwa area mesolimbik overaktif terhadap
dopamine,sedangkan apa area prefrontal mengalami hipoaktif sehingga terjadio
keseimbangan antara system neurotransmitter dopamine dan serotonin serta yang lain
(stuart,2009)pernyataan memberi arti bahwa neurotransmitter mempunyai peranan yang
penting menyebabkan terjadinya skizofrenia.
Beberapa refrensi menunjukan bahwa neurutransmiter yang berperan menyebabkan
skizofrenia adalah dopamine dan serotonin.satu teori yang terkenal yang memperlihatkan
dopamine sebagai penyebab,ini di buktikan dengan obat-obatan yang menyekat reseptor
dopamine pascasinaptik mengurangi gejala psikotik dan pada kenyataan semakin efektif obat
tersebut dalam dalam mengurangi gejala skizofrenia. Sedangkan serotonin berperan sebagai
modulasi dopamine,yang membantu mengontrol kelebihan dopamine,beberapa peneliti yakin
bahwa kelebihan serotonin itu sendiri berperan dalam perkembangan skizofrenia,ini di
buktikan dengan penggunaan obat antipsikotik antipikal seperti klozapin (clozaril) yang
merupakan antagonis dopamine dan serotonin.penelitian menunjukan bahwa klozapin dapat
menghasilkan penurunan gejalapsikotik secara dramatis dan mengurangi tanda-tanda
negative skizofrenia (o’connor,1998;marder,2000 dalam videback,2008).
Adanya overload reuptake neuro transmitter dopamine dan serotonin menyebabkan
kerusakan komunikasi antar sel otak, sehingga jalur penerima dan pengirim informasi
terganggu. Keeadaan inilah yang mengakibatkan informasi tidak dapat diprosessehingga
terjadi kerusakan dalam persepsi yang berkembang menjai halusinasi dan kesalahan dalam
membuat kesimpulan yang berkembang menjadi delusi.
4. Imunovirologi
Sebuah penelitian untuk menerntukan “Virus Skizofrenia” telah berlangsung (Torrey
et al, 2007; Dalman et al, 2008). Bukti campuran menunjukkan bahwa paparan prenatal
terhadap virus influenza terutama selama trimester pertama, mungkinn menjadi salah satu
faktor penyebab skizofren pada beberapa orang tetapi tidak pada orang lain ( brown et al,
2004). Infeksi virus lebih sering terjadi pada tempat-tempat keramaian dan musim dingin dan
awal musim semi dan dapat terjadi inutero atau pada anak usia dini pada beberapa orang yang
rentan (Gallagher et al, 2007; Veling et al , 2008 dalam Stuart 2009).
b. Faktor Psikologis
selain faktor biologis diatas, faktor psilkologis juga ikut berperan mengakibatkan
terjadinya skizofren. Awal terjadinya skizofren difokuskan pada hubungan dalam keluarga
yang mempengaruhi perkembangan ganggian ini, teori awal menunjukkan kurangnya
hubungan antara orang tua dan anak, serta disfungsi system keluarga sebagai penyebab
skizofren (Townsen, 2009). Penerlitian lain menyebutkan beberapa dengan skizofren
menunjukkan selain kelainan halus yang meliputi perhatian, koordinasi, kemampuan social,
fungsin neuromotor dan respon emosional jauh sebelum mereka menunjukkan gejala yang
jelas dari skizofren (Schiffman et al, 2004 dalam Stuart, 2009). Sinaga (2007) menyebutkan
bahwa lingkungan emosional yang tidak stabil mempunyai resiko yang besar pada
perkembangan skizofren, pada masa kanak disfungsi situasi social seperti trauma masa kecil,
kekerasan, hostilitas dan hubungan interpersonal yang kurang hangat diterima oleh anak
sangat mempengaruhi perkembangan neurogikal anak sehingga lebih rentan mengalami
skizofrenia di kemudian hari.
c. Faktor sosial Budaya
Adanya double bind dalam keluarga dan konflik dalam keluarga Torrey ( 1995, dalam
videback,2008). Juga menyebutkan bahwa salah satu faktor social yang dapat menyebabkan
terjadinya skizofren adalah adanya disfungsi dalam pengasuhan anak maupun dinamika
keluarga. Konflik tersebut apabila tidak diatasi dengan baik maka akan menyebabkan resiko
terjadinya skizofren.
Berdasarkan Townsend (2005), faktor social cultural meliputi disungsi dalam keluarga,
konflik keluarga. Komunikasi double bind serta ketidak mampuan seorang untuk memenuhi
tugas perkembangan. Hal ini didukung oleh Seaward (1997, dalam Videback, 2008)
menyebutkan bahwa skizofrenia disebabkan oleh faktor interpersonal yang meliputi
komunikasi yang tidak efektif, ketergantungan yang berlebihan atua menarik diri dalam
hubungan, dan kehilangan control emosional. Pernyataan ini menunjukkan bahwa faktor
sosial budaya seperti pengalaman sosial dapat menjadi faktor penyebab terjadinya
skizofrenia.
Pernyataan diatas didukung oleh penelitian tamer dkk (2002) yang menunjukan bahwa
karakteristik responden skizofrenia yang mengalami halusinai adalah 216 orang berjenis
kelamin laki-laki (70%) dan berusia rata-rata 27 tahun. Hal berbeda dinyatakan oleh sinaga,
(2007) yang menyatakan bahwa prevalensi skizofrenia sama antara laki-laki dan perempuan,
tetapi berbeda dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset skizofrenia
lebbih awal dibandingkan pada wanita.
Penelitian tamer dkk (1998) juga menunjukan bahwa 76 responden skizofrenia tidak
mempunyai pekerjaan (90%). Pekerjaan sangat erat kaitanya dengan penghasilan dan ststus
ekonomi individu.hal ini di dukung oleh sinaga (2007) yang menyatakan bahwa stress yang
di alami oleh anggota kelompok kelompok sosial ekonomi rendah berperan dalam
perkembangan skizofrenia.
Masalah keluarga dan pendidikan dapat menjadi pencetus terjadinya skizofrenia hal ini
ditunjukan oleh penelitian Tarrier dkk (1998) yang menemukan bahwa skizofrenia ditemukan
pada 24 responden (33.33%) yang hidup sendiri dan 78 responden tidak mempunyai
pendidikan ataupun keahlian (91%). Hal ini menunjukan bahwa memang kehidudan
perkawinan dapat menjadi pencetus terjadinya skizofrenia jika terjadi akumulasi masalah
yang tidak dapat diselesaikan (Hawari,2001 dalam Corolina, 2008). Begiu juga pendidikan,
pendidikan dapat menjadi sumber koping individu yang dapat membantu individu dalam
mengatasi stress (Stuart & Laraia,2005).
2. Faktor presipitasi
Kondisi normal, otak mempunyai peranan penting dalam meregulasi sejumlah informasi.
Informasi normal diproses melalui aktifitas neoron. Situmulus visual dan audiotory dideteksi
dan di saring oleh kan pada kelien skizoferinia terjadi mekanisme yang abnormal dalam
memperoses informasi adalah faktor kesehehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu
( struat & laria, 2005; stuart, 2009 ).
Faktor pencetus halusinasi diakibatkan gangguan umpan balik diotak yang mengatur jumlah
dan waktu dalam peroses informasi. Stimuli penglihatan dan pendengaran pada awal nya
disaring oleh hipoyalamus dan dikirim untuk diperoses oleh lobus frontal dan bila informasi
yang disampaikan terllu banyak pada suatu waktu atau jika informasi tersebut salah, lobus
frontal mengirimkan pesan operload ke ganglia basal dan diingatkan lagi hipotalamus untuk
memperlambat tranmisi kelobus frontal. Penurunan fungsi lobus frontal menyebabkan
ganguan pada peroses umpan balik dalam penyampaian informasi yang menghasilkan peroses
informasi overload ( struat & laraia, 2005; struat, 2009). Setersor persipitasi yang lain adanya
abnormal pada pintu mekanisme pada klien skizofrenia, pintu mekanisme adalah peroses
elektrik yang melibatkan elektolit, hal ini memicu penghambatan saraf dan rangsang aksi dan
umpan balik yang terjadi pada sistem saraf. Penurunanj pintu mekanisme/gating proses ini
ditujukan dengan ketidakmampuan individu dalam memilih sitimuli secara selektif ( Hong et
al., 2007 dalam struat 2009).
5. Mekanisme Koping
Pada klien skizofrenia , klien berusaha untuk melindungi dirinya dalam pengalaman yang
disebabkan oleh penyakitnya . klien akan melakukan regresi untuk mengatasi kecemasan
yang dialaminya , melakukan proyeksi sebagai usaha untuk menjelaskan persepsinya dan
menarik diri yhang berhubungan dengan masalah membangun kepercayaan dan keasyikan
terhadap pengalaman internal ( Stuart & Laraia,2005;Stuart,2009).
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
2. Diagnosis medis : Skizofrenie
F. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa SP Klien SP Keluarga
keperawatan
Gangguan persepsi SP 1: SP 1:
sensori Halusinasi: Membantu pasien mengenal
Diskusikan masalah yang
halusinasi(isi, frekuensi, waktu dirasakan dalam merawat klien
terjadinya, situasi Jelaskan pengertian, tanda
pencetus,
perasaan saat terjadi halusinasi) gejala dan proses terjadinya
Menjelaskan cara mengontrol halusinasi.
halusinasi: hardik,
obat, Jelaskan cara merawat
becakap-cakap, melaukan halusinasi: hardik
kegiatan harian. Anjurkan membantu klien
Menganjurkan pasien sesuai jadwal dan memberi
mengontrol halusinasi dengan pujian.
cara menghardik halusinasi
Melakukan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
menghardik.
SP 2: SP 2:
Evaluasi kegiatan menghardik
Evaluasi kegiatan keluarga
beri pujian dalam merawat/ melatih klien
Latihan cara mengontrol menghardik beri pujian
halusinasi Jelaskan 6 benar cara
Latih cara mengontrol memberikan obat
halusinasi dengan obat(jelaskan Latih cara
5 benar: jenis, guna, dosisi, memberikan/membimbing
frekuensi, cara, kontinuitas minum obat
minum obat) Anjurkan membantu klien
Masukan pda jadwal kegiatan sesuai jadwal dan memberi
untuk latihan menghardik dan pujian.
minum obat
SP 3:
Evaluasi kegiatan harian
menghardik & obat ,. Beri SP 3:
pujian. Evaluasi kegiatan keluarga
Latih cara mengontrol dalam merawat/melatih klien,
halusinasi dengan bercakap- menghardik dan memberikan
cakap saat terjadi halusinasi obat, beri pujian.
Jelaskan cara bercakap-cakap
Masukan pada jadwal kegiatan
untukl latihan menghardik, dan melakukan kegiatan untuk
minum obat dan bercakap- mengontrol halusinasi
Latih dan sediaan waktu
cakap bercakap-cakap dengan klien
terutama pada saat halusinasi
Anjurkan membantu klien
sesuai jadwal dan memberikan
pujian
SP 4:
SP 4: Evaluasi kegiatan keluarga
Evaluasi kegiatan harian dalam merawat /melatih klien
menghardik , minum obat & menghardik, pemberian obat,
becakap-cakap , beri pujian dan bercakap-cakap, beri pujian
Latih cara Jelaskan follow up RSJ/PKM ,
mengontrol
halusinasi dengan melakukan tanda kambuh rujukan
kegiatan harian (mulai 2 Anjurkan membantu klien
kegiatan) sesuai jadwal dan memberikan
Masukan pada jadwal kegiatan pujian
untuk latihan menghardik ,
minum obaat , bercakap-cakap
dan kegiatan harian