Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang.
Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali
terganggu. Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang,
tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek, saraf yang
putus, atau pembuluh darah yang pecah sehingga dapat menjadi komplikasi
pemulihan klien ( Black dan Hawks, 2014).
Fraktur fibula adalah terputusnya hubungan tulang fibula (Helmi, 2012).
Menurut Helmi (2013) fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang atau
patah tulang akibat trauma atau tenaga fisik. Fraktur distal fibula adalah
terputusnya hubungan tulang fibula bagian distal. Walaupun peran fibula dalam
pergerakan ektremitas bawah sangat sedikit, tetapi terjadinya fraktur pada
fibula tetap saja dapat menimbulkan adanya gangguan aktifitas fungsional
tungkai dan kaki.
Fibula adalah sebuah tulang lutut yang terletak di bagian lateral dari tibia,
dan tulang fibula terhubung dengan tibia di bagian atas dan bawah. Tulang
fibula lebih kecil daripada tibia dan juga merupakan tulang yang paling
ramping dari antara semua tulang panjang.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer et al,
2007). Fraktur distal fibula adalah terputusnya hubungan tulang fibula bagian
distal juga tulang tibia atau sebagai komponen maleolus patah pada
pergelangan kaki. Insiden dari fibula sulit untuk di tentukan, karena
kebanyakan fraktur fibula di ikuti dengan sendi ankle, tulang fibula retak
hampir 75-85% sama kasusnya dengan patah tulang tibia (Badra, 2012).
Fraktur fibula distal juga termasuk dalam fraktur weber, sehubungan dengan
syndesmosis sendi pergelangan kaki. Fraktur fibula ini termasuk dalam
kategori fraktur tipe A karena terjadi di bawah plafon fibula dan mungkin
terkait dengan malleolus lateral (Jason, 2015).
Dalam hal ini, peran fisioterapi dibutuhkan untuk membantu pemulihan
pasien pasca fraktur, sesuai dengan keputusan menteri kesehatan Republik
Indonesia KEMENKES RI bahwa fisioterapi adalah bentuk pelayanan
kesehatan yang ditujukan kepada individu atau kelompok untuk
mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh.
Intervensi fisioterapi yang di gunakan meliputi eletroterapi seperti
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) dan terapi latihan untuk
penguatan otot.
2. Etiologi
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu
retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan
otot dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma.
Lokasi retak mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang
manapun. Fraktur yang tidak terjadi disepanjang tulang dianggap sebagai
fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang
yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap (Digiulio, Jackson dan Keogh,
2014).
Fraktur atau patahan tulang dapat terjadi karena beberapa penyebab. Para
ahli juga telah merumuskan berapa hal sebagai penyebab fraktur tersebut,
diantaranya adalah di kemukakan oleh Helmi (2012) adalah :
a) Fraktur akibat peristiwa traumatic
Disebabkan oleh trauma yang tiba – tiba mengenai tulang dengan
kekuatan yang besar.
b) Fraktur patologis
Disebabkan oleh kelainan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis di dalam tulang.
c) Fraktur stress.
Disebabkan oleh trauma yang terus - menerus pada suatu tempat tertentu.
a. Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:
1. Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan
deformitas pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan
pemendekan tungkai, deformitas rotasional, atau angulasi. Dibandingkan
sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.
2. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan
serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
3. Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
4. Spasme otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk
mengurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
5. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu
mengiringi fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada
masing-masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus , meningkat jika
fraktur dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur
yang bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.
6. Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang
terjadi.
7. Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau
karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena.
Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
8. Gerakan abnormal dan krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang
atau gesekan antar fragmen fraktur.
9. Perubahan neurovascular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau
struktur vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas
atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur
10. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar
atau tersembunyi dapat menyebabkan syok.
3. Klasifikasi Fraktur
1) Klasifikasi fraktur
Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan fraktur
terbuka. Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi
cedera, sedangkan fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas
cedera tulang. Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka,
yang dibagi berdasarkan keparahannya (Black dan Hawks, 2014) :
a. Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal
b. Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang
c. Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada
jaringan lunak, saraf, tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka
dengan derajat 3 harus sedera ditangani karena resiko infeksi.

2) Jenis – jenis Fraktur


Menurut Wiarto (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga jenis antara lain:
a. Fraktur tertutup
Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan
luka pada bagian luar permukaan kulit sehingga bagian tulang yang
patah tidak berhubungan dengan bagian luar.
b. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan
adanya luka pada daerah yang patah sehingga bagian tulang
berhubungan dengan udara luar, biasanya juga disertai adanya
pendarahan yang banyak. Tulang yang patah juga ikut menonjol
keluar dari permukaan kulit, namun tidak semua fraktur terbuka
membuat tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka memerlukan
pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi dan faktor penyulit
lainnya.
c. Fraktur kompleksitas
Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian
ekstermitas terjadi patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi
dislokasi.
4. Anatomi Fisiologi
a) Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada intra-seluler. Tulang
berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses
“Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang
disebut “Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan
garam kalsium. Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang dapat
diklasifikasikan dalam enam kelompok berdasarkan bentuknya : (Arif
Muttaqin, 2008)
1) Tulang panjang (long bone), misalnya femur, tibia, fibula, ulna,
dan humerus. Daerah batas disebut diafisi dan daerah yang
berdekatan dengan garis epifisis disebut metafasis. Di daerah ini
sangat sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit karena
daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak
mengandung pembuluh darah. Kerusakan tau kelainan
perkembangan pada daerah lempeng epifisis akan menyebabkan
kelainan pertumbuhan tulang.
2) Tulang pendek (short bone) bentuknya tidak teratur dan inti dari
cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang
padat, misalnya tulang-tulang karpal.
3) Tulang sutura (sutural bone) terdiri atas dua lapisan tulang padat
dengan lapisan luar adalah tulang concellous, misalnya tulang
tengkorak.
4) Tulang tidak beraturan (irreguler bone) sama seperti dengan
tulang pendek misalnya tulang vertebrata
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di
sekitar tulang yang berdekatan dengan persediaan dan didukung
oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya patella.
6) Tulang pipih (flat bone), misalnya parietal, iga, skapula dan
pelvis.
b) Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut : (Arif Muttaqin, 2008)
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru)
dan jaringan lunak.
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan
kontraksi dan pergerakan).
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang
belakang (hema topoiesis).
5) Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.
Komponen utama jaringan tulang adalah mineral dan
jaringan organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat
membentuk suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang tertimbun
pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks organik disebut
juga osteoid. Sekitar 70% dari osteoid adalah kolagen tipe I yang
kaku dan memberi tinggi pada tulang. Materi organ laen yang
juga menyusun tulang berupa proteoglikan (Arif Muttaqin, 2008).
5. Penatalaksanaan
1) Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan ke
posisi semula dan mempertahankan posisi itu selama masa
penyembuhan patah tulang.
a) Cara pertama penangan adalah proteksi saja tanpa reposisi atau
imobilisasi, misalnya menggunakan mitela. Biasanya dilakukan pada
fraktur iga dan fraktur klavikula pada anak.
b) Cara kedua adalah imobilisasi luar tanpa reposisi, biasanya dilakukan
pada patah tulang tungkai bawah tanpa dislokasi.
c) Cara ketiga adalah reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti
dengan imobilisasi, biasanya dilakukan pada patah tulang radius
distal.
d) Cara keempat adalah reposisi dengan traksi secara terus-menerus
selama masa tertentu. Hal ini dilakukan pada patah tulang yang
apabila direposisi akan terdislokasi di dalam gips.
e) Cara kelima berupa reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan
fiksasi luar.
f) Cara keenam berupa reposisi secara non-operatif diikuti dengan
pemasangan fiksator tulang secara operatif.
g) Cara ketujuh berupa reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi
interna yang biasa disebut dengan ORIF (Open Reduction Internal
Fixation).
h) Cara yang terakhir berupa eksisi fragmen patahan tulang dengan
prostesis (Sjamsuhidayat dkk, 2010)

2) Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu :


a. Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur.
b. Reduksi
Reduksi adalah usaha atau m tindakan manipulasi
fragmen-fragmen seperti letak asalnya.
c. Retensi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan.
6. Patofisiologi
Patofisiologi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan
fraktur. Jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka
tulang mungkin hanya retak saja bukan patah. Jika gayanya sangat
ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka tulang dapat pecah berkeping-
keping. Saat t erjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang dapat
terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur
keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang
kuat bahkan mampu menggeser tulang besar, seperti femur. Walaupun
bagian proksimal dari tulang patah tetap pada tempatnya, namun bagian
distal dapat bergeser karena faktor penyebab patah maupun spasme pada
otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat bergeser ke samping, pada suatu
sudut (membentuk sudut), atau menimpa segmen tulang lain. Fragmen
juga dapat berotasi atau berpindah.
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum
dari tulang yang patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan sering
terjadi cedera jaringan lunak. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan
lunak atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum (medula),
hematoma terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah
periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan
menciptakan respon peradangan yang hebat sehingga akan terjadi
vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, eksudasi plasma dan
leukosit. Respon patofisiologis juga merupakan tahap penyembuhan
tulang.
Konsep Askep Fraktur Fibula
1) Nyeri Akut
 (SDKI)
Kategori : Psikologi
Subkategori : Nyeri dan Nyaman
a. Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan.
b. Penyebab
1. Agen pencedera Fisiologis (Mis. Inflamasi, Iskemia, Neoplasma)
2. Agen pencedera Kimiawi (Mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera Fisik ( Mis, abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
c. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Mengeluh nyeri
d. Gejala dan Tanda Minor
1. Tampak meringis
2. Bersifat protektif (waspada, posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
e. Kondisi Klinis Terkait
1. Posisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom koroner akut
5. glaucoma
 Manajemen Nyeri
(SIKI)
a. Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional
Identifikasi skala nyeri
1. Identifikasi respon nyeri non verbal
Identifikasi faktor yang memperberat dan dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan.
b. Tindakan
Observasi
1. Identifikasi lokasi , karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2. Memperingan nyeri
3. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
4. Identifikasi pengaruh budaya tentang nyeri
5. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
6. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
7. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(TENS, hipnosis, akupresur,terapi music, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/ kompres
dingin, terapi bermain )
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitori secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
 Tingkat Nyeri
(SLKI)
a. Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan kontan

b. Eksepektasi : Menurun
c. Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Kemampuan 1 2 3 4 5
menuntaskan
aktivitas
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningka Menurun
t
Keluhan 1 2 3 4 5
Nyeri
Meringis 1 2 3 4 5
Sikap 1 2 3 4 5
Protektif
Gelisah 1 2 3 4 5
Kesulitan 1 2 3 4 5
Tidur
Menarik Diri 1 2 3 4 5
Berfokus 1 2 3 4 5
pada diri
sendiri
Diaforesis 1 2 3 4 5
Perasaan 1 2 3 4 5
depresi
(tertekan)
Perasaan 1 2 3 4 5
takut
mengalami
cedera
berulang
Anoreksia 1 2 3 4 5
Perineum 1 2 3 4 5
terasa
tertekan
Uterus teraba 1 2 3 4 5
membulat
Ketegangan 1 2 3 4 5
otot
Pupil dilatasi 1 2 3 4 5
Muntah 1 2 3 4 5
mual 1 2 3 4 5
Memburuk Cukup sedang Cukup Membaik
Memburu membaik
k
Frekuensi 1 2 3 4 5
nadi
Pola nafas 1 2 3 4 5
Tekanan 1 2 3 4 5
darah
Proses 1 2 3 4 5
berpikir
Focus 1 2 3 4 5
Fungsi 1 2 3 4 5
berkemih
Perilaku 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5
2) Gangguan Mobilitas Fisik
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Aktivitas/Istirahat
a. Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas
secara mandiri.
b. Penyebab
1. Kerusakan intergritas struktur tulang
2. Perubahan metabolism
3. Ketidakbugaran fisik
4. Penurunan kendali otot
5. Penurunan masa otot
6. Penurunan kekuatan otot
7. Keterlambatan perkembangan
8. Kekakuan sendi
9. Kontraktur
10. Malnutrisi
11. Gangguan musculoskeletal
12. Gangguan neuromuscular
13. Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
14. Efek agen farmakologis
15. Program pembatasan gerak
16. Nyeri
17. Kurang terpapar informasi tentang aktifitas fisik
18. Kecemasan
19. Gangguan kognitif
20. Keengganan melakukan pergerakan
21. Gangguan sensoropersepsi
c. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Mengeluh sulit menggerakan ekstermitas
Objektif
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak (ROM) menurun
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak
Objektif
1. Sendi kaku
2. Gerakan tindakan terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah
e. Kondisi Klinis Terkait
1. Stroke
2. Cedera medulla spinalis
3. Trauma
4. Fraktur
5. Osteoarthritis
6. Ostemalasia
7. Keganasan
 Dukungan Ambulasi
(SIKI)
a. Definisi
Memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas berpindah
b. Tindakan
Observasi
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
ambulasi
4. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. Tongkat, kruk)
2. Fasilitasi melakukan mobilitas fisik, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dakam meningkatkan
ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Berjalan
dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur kemar
mandi, berjalan sesuai toleransi)
 Mobilitas Fisik
(SLKI)
a. Definisi
Kemampuan dalam gerakan fisik dari satu lebih ektermitas secara
mandiri
b. Ekspektasi : Meningkat
c. Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Peningkatan 1 2 3 4 5
ekstermitas
Kekuatan 1 2 3 4 5
otot
Rentang 1 2 3 4 5
gerak
(ROM)
Meringis Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningka Menurun
t
Nyeri 1 2 3 4 5
kecemasan 1 2 3 4 5
kaku sendi 1 2 3 4 5
Gerakan 1 2 3 4 5
terkoordinasi
Gerakan 1 2 3 4 5
terbatas
Kelemahan 1 2 3 4 5
fisik

3) Gangguan pola tidur


Kategori : Psikologis
Subkategori : Aktivit as / Istirahat
a. Definis i
Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor ekternal
b. Penyebab
1. Hambatan lingkungan (mis. Kelembapan lingkungan sekitar,suhu
lingkungan, pencahayaan, kebisingan,bau tidak sedap, jadwal
pemantauan/ pemeriksaan/tindakan)
2. Kurang kontrol tidur
3. Kurang privasi
4. Restraint fisik
5. Ketiadaan teman tidur
6. Tidak familiar dengan peralatan nyeri
c. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Mengeluh sulit tidur
2. Mengeluh sering terjaga
3. Mengeluh tidakpuas tidur
4. Mengeluh pola tidur berubah
5. Mengeluh istirahat tidak cukup
Objektif
(tidak tersedia )
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
4. Mengeluh kemampuan berakivitas menurun
Objektif
( tidak tersedia )
e. Kondisi Klinis Terkait
1. Nyeri/Kolik
2. Hipertiroidisme
3. Kecemasan
4. Penyakit paru obstruktif kronik
5. Kehamilan
6. Periode pasca partum
7. Kondisi pasca operasi
 Dukungan Tidur
(SIKI)
a. Definisi
Memfasilitasi siklus tidur dan terjaga yang teratur
b. Tindakan
Observasi
1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
2. Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik atau psikologi)
3. Identifikasi makanan dan minuman yang menganggu tidur (mis.
Kopi, the, alcohol, makanan mendekati waktu tidur, minum banyak
air waktu tidur)
4. Identifakasi obat tidur yang dikonsumsi
Terapeutik
1. Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan, kebisingan,suhu, matras
dan tempat, tidur) batasi waktu tidur siang, jika perlu
2. Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
3. Tetapkan jadwal tidur rutin
4. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis. Pijat,
pengaturan posisi, terapi akupresur)
5. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan tindakan untuk menunjang
siklus tidur terjaga
Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
2. Anjurkan menepati kebiasaab waktu tidur
3. Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur
4. Anjurkan penggunakan obat tidur yang tidak mengandung supresor
terhadap tidur REM
5. Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola
tidur (mis. Psikologis, gaya hidup, sering berubah shift bekerja)
6. Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara nonfarmakologi lainnya.

 Pola Tidur
(SLKI)
a. Definisi
Keadekuatan kualitas dan kuantitas tidur
b. Ekspektasi : Membaik
c. Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningk
Menurun Meningkat at
Keluhan 1 2 3 4 5
sulit tidur
Keluhan 1 2 3 4 5
sering
terjaga
Keluhan 1 2 3 4 5
tidak puas
tidur
Keluhan 1 2 3 4 5
pola tidur
berubah
Keluhan 1 2 3 4 5
istirahat
tidak
cukup
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
meningkat Menurun
Kemampua 1 2 3 4 5
n
beraktivitas
Lembar Format Pengkajian
A. BIODATA
Nama pasien : Ny. I
Nama panggilan : Ny. I
Umur : 48 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Diagnosa medis : Fraktur Fabula
Ruang : Cempaka
Tanggal MRS : Selasa, 07 Juli 2019, pukul 22:00 WIB
Tanggal pengkajian : Rabu, 08 juli 2019, pukul 14:00 WIB
Alamat : Jl. Penanggungan No. No.41 A, Kota Kediri,
Jawa Timur
Pekerjaan : Swasta

B. KELUHAN UTAMA
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mengalami patah tulang pada
tungkai kanan .

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien MRS pada tanggal Selasa, 07 Juli 2019, pukul 22:00 WIB. RS
Dharma Husada Kediri. keluarga pasien mengatakan pasien mengalami patah
tulang pada tungkai kanan dan mengalami nyeri berat, skala nyeri 6. Pasien
mengalami kecelakaan sepeda motor sendiri ±10 hari yang lalu sewaktu
pulang bekerja untuk menuju pulang ke-rumah jam 19.00 WIB. Kemudian
tungkai yang sebelah kanan terkena aspal jalan setelah itu pasien di raawat di
RS Mutilan ± 3 hari dan mendapatkan perawatan yaitu dilakukan pembidaian
dan diberi perban tetapi tidak mendapatkan obat.
a. P: Profokatif/ Paliatif
Pasien mengatakan nyeri pada tungkai kaki sebelah kanan post operasi
hari pertama, nyeri timbul jika untuk bergerak
b. Q: Qualitas/Quantitas
Pasien mengatakan nyeri muncul apabila kaki digerakan, nyeri seperti
tertusuk-tusuk
c. Region/Radiasi
Pasien mengatakan nyeri pada tungkai kaki sebelah kanan
d. Skala
pasien mengatakan skala nyeri nya 6
e. Timing
Nyeri muncul apabila kaki digerakan, nyeri berkurang berlangsung terus
menerus berhenti jika posisi nyaman dan tidak bergerak.

D. RIWAYAT PENYAKIT MASA LALU


Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit masalalu

E. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


F. Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit keluarga seperti hipertensi dan
Diabetes Militus

G. GENOGRAM
H. DATA PSIKO SOSIAL SPIRITUAL
1. Pola Komunikasi : pasien mampu berkomunikasi dengan baik ke
keluarga dan tenaga medis
2. Interaksi Sosisal : pasien berinteraksi dengan baik, pasien mampu
menjawab pertanyaan dari perawat, pasien tidak
memblakangi lawan bicara
3. Spiritual : pasien menjalankan ibadah sholat 5 waktu

I. POLA NUTRISI
DI RUMAH DI RUMAH SAKIT
 Makan 3x/ Sehari  makan 3x/sehari
 1 porsi  ½ porsi

 Sayur, nasi , lauk, buah  Bubur kasar, sayur lauk

 Air putih, (8 gelas)  Air putih (5 gelas ),


 susu Anline, teh (1 gelas)  teh (1 gelas )

J. ISTIRAHAT TIDUR
DI RUMAH DI RUMAH SAKIT
 Malam : 09.00-05.00 (8 jam)  Malam : 09.00-06.00
 Siang : 13.30-15.00 )  Siang : 11.00- 01.00
1 ( jam ½)
 Tidak ada keluhan sulit tidur  Pasien mengatakan sulit
tidur

K. ELIMINASI
1. BAB
DI RUMAH DI RUMAH SAKIT
 BAB 1x/ Sehari  BAB 2 hari/ 1x
 Bab lembek, kuning  Bab lembek, kuning
kecoklatan kecoklatan
 Tidak ada keluhan sulit Bab  Tidak ada keluhan sulit Bab

2. BAK
DI RUMAH DI RUMAH SAKIT
 7x/ Sehari  5x/ Sehari
 Kuning, cair,  Kuning, cair,

L. KEBERSIHAN DIRI
DI RUMAH DI RUMAH SAKIT
 Mandi 3x/sehari  Diseka 2x/ sehari

M. LAIN-LAIN
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………
N. KEADAAN / PENAMPILAN UMUM PASIEN
Pasien terlihat lemas, terpasang infuse RL 20 tpm pada tangan kiri, terpasang
bidai dan perban di kaki kanan.

N. TANDA – TANDA VITAL


S : 37,5 ºC
N : 84x/ Menit
TD : 130/ 90 MmHg
RR : 24x/Menit
TB / BB : 158cm/ 55kg
O. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : Penyebaran rambut merata, kulit kepala bersih, tidak ada
benjolan
Mata : isokor, reflek pupil positif terhadap cahaya, konjungtiva
non anemis, sklera tidak ikterik, dan kordinasi gerak mata
terbatas.
Hidung :lubang hidung kanan dan kiri simetris, bersih, tidak
terdapat polip, tidak terdapat sinusitis, tidak terdapat
pernapasan cuping hidung.
Mulut : bibir tidak sianosis, tonsil tidak membesar, tidak ada
stomatitis, gigi bersih, susunan gigi teratur, dasar mulut
tidak terjadi pembengkakan.
Telinga : telinga simetris, bersih, tidak ada serumen
Leher :tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran
kelenjar limfe
2. Pemeriksaan integument kulit dan kuku
Bersih, warna sawo matang, tugor kulit elastis tidak ada tanda sianosis,
tidak ada hipo/hiperpigmentasi
3. Pemeriksaan payudara dan ketiak
Tidak ada benjolan pada payudara dan ketiak, tidak ada lesi.
4. Pemeriksaan thorak atau dada
Thorak:
- Paru :
1) Inspeksi : paru kanan dan paru kiri simetris.
2) Palpasi : gerak dada kanan dan dada kiri simetris,
tidak ada
nyeri tekan, tidak ada massa yang
abnormal, tactil fremitus kanan kiri jelas
terasa dan apek paru.
3) Perkusi : terdengar suara sonor pada lapang paru.
4) Auskultasi : suara napas vesikuler.
- Jantung :
1) Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
2) Palpasi : Ictus cordis teraba pada mid klavikula intercosta 4-
5
3) Perkusi : pekak
4) Auskultasi : irama jantung s1 dan s2 reguler (IUB-DUB)
5. Pemeriksaan abdomen
1) Inspeksi : tidak terdapat asites
2) Auskultasi: bising usus normal 12-15x/menit
3) Palpasi : tidak ada nyeri tekan
4) Perkusi : timpani
6. Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya (biladi perlukan)
- Genetalia : Klien mengatakan tidak ada keluhan
- Anus : Tidak terdapat luka post operasi hemoroidektomi,
7. Pemeriksaan musculoskeletal
- Fraktur Fibula pada tungkai kanan (dekstra)
- ekstremitas superior dekstra tidak dapat bergerak dg normal
- kekuatan otot kanan dan kiri 3/5 tidak dapat digerakan dengan baik
(Dapat melkukan ROM secara penuh dengan melawan gaya berat
(gravitasi), tetapi tidak dapat melawan tahanan)
8. Pemeriksaan neuorologi

9. Pemeriksaan status mental

P. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Q. PENATALAKSANAAN/TERAPI
Inj Cefotaxime 2x1 gram/ IV
Inj Ketorolac 3x1 ampul/ IV Infus.
Inj Actrapid 4 IU setiap sebelum makan

R. HARAPAN PASIEN / KELUARGA SEHUBUNGAN DENGAN


MASALAH
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan dapat beraktivitas seperti biasanya
S. DISHARGE PLANNING
ANALISA DATA
Nama pasien : Ny. I
Diagnosa medis : Fraktur Fibula
No Kelompok data Kemungkinan penyebab Masalah

DS : keluarga pasien Agen pencedera fisik Nyeri akut


1. mengatakan pasien b.d agen
mengalami kecelakaan pencedera
shg menyebabkan patah fisik d.d
tulang pada tungkai Kerusakan jaringan mengeluh
kanan dan mengalami nyeri, tampak
nyeri berat. Seperti meringis
tertusuk-tusuk.
DO : Pasien terlihat
protektif, pasien terlihat hilangnya kontinuitas
meringis,

DS : pasien mengatakan terputusnya hubungan Gangguan


2. nyeri timbul jika untuk tulang fibula mobilitas fisik
bergerakan b.d kerusakan
DO : pasien terlihat integritas
mencari posisi nyaman, Penurunan perfusi jaringan struktur tulang
gelisah. d.d mengeluh
sulit
Perubahan system menggerakan
muskuloskeletal ekstremitas

Keengganan melakukan
gerak

3. DS: pasien mengatakan Nyeri akut Gangguan


tidak bias tidur Pola tidur b.d
DO: pasien terlihat hambatan
gelisah, mata merah, Kecemasan lingkungan,
restrain fisik,
nyeri a kut,
Gangguan tidur d.d mengeluh
sulit tidur

Faktor eksternal

sering terjaga
DAFTAR PRIORITAS MASALAH
Nama pasien : NY.I
Diagnosa medis : Fraktur Fibula
No Diagnosa keperawatan Tanggal muncul Tanggal teratasi TTD
1. Nyeri akut b.d agen Rabu,08 Juli 2019 Jumat, 10 juli 2019
pencedera fisik d.d ,pukul 14.00 WIB Pukul 09.00 WIB
mengeluh nyeri, tampak
meringis

2. Gangguan mobilitas Senin, 28 juni Jumat, 10 juli 2019


fisik b.d kerusakan 2019 , pukul Pukul 13.00 WIB
integritas struktur tulang 19.00 WIB
d.d mengeluh sulit
menggerakan
ekstremitas

3. Gangguan Pola tidur b.d Rabu,08 Juli 2019 Kamis, 09 2019,


hambatan lingkungan, ,pukul 20.00 WIB pukul 21.00 WIB
restrain fisik, nyeri a
kut, d.d mengeluh sulit
tidur
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama pasien : NY. I
Diagnosa medis : Fraktur Fibula
No Diagnosa Tujuan Intervensi TTD
keperawatan Kriteria - Standart
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi
intervensi keperawatan 1. Identifikasi
selama 2x24 jam, maka lokasi ,
Nyeri Akut Menurun karakteristik,
dengan Kriteria Hasil :
durasi,
1. Keluhan nyeri frekuensi,
menurun kualitas,
2. Meringis menurun intensitas nyeri
3. Sikap protektif 2. Memperingan
menurun nyeri
4. Gelisah menurun 3. Identifikasi
5. Kesulitan tidur pengetahuan dan
menurun keyakinan
6. Menarik diri menurun tentang nyeri
7. Pola napas membaik 4. Monitor
8. Tekanan darah keberhasilan
membaik terapi
9. Nafsu makan komplementer
membaik yang sudah
Pola tidur membaik diberikan
5. Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
2. Gangguan Setelah dilakukan
mobilitas intervensi keperawatan 1. Fasilitasi
fisik selama 2x24 jam,maka aktivitas
gangguan mobilitas fisik
Menurun dengan Kriteria ambulasi dengan
hasil : alat bantu (mis.
1. Pergerakan
. ekstremitas Tongkat, kruk)
meningkat 2. Fasilitasi
2. Kekuatan otot
meningkat melakukan
3. Rentang gerak mobilitas fisik,
meningkat
4. Nyeri menurun 3. Libatkan
5. Kecemasan menurun keluarga untuk
6. Kelemahan fisik
menurun membantu
pasien dakam
meningkatkan
ambulasi
4. Jelaskan tujuan
dan prosedur
ambulasi
5. Anjurkan
melakukan
ambulasi dini

3. Gangguan Setelah dilakukan 1. Identifikasi pola


pola tidur intervensi keperawatan aktivitas dan tidur
selama 2x24 jam, maka
2. Identifikasi faktor
gangguan pola tidur
membaik, dengan Kriteria
pengganggu tidur
Hasil : (fisik atau
1. Keluhan sulit tidur psikologi)
menurun 3. Identifikasi
2. Keluhan sering makanan dan
terjaga menurun minuman yang
3. Keluhan tidak puas menganggu tidur
tidur menurun (mis. Kopi, the,
4. Keluhan pola tidur alcohol, makanan
berubah menurun mendekati waktu
5. Keluhan istirahat tidur, minum
tidak cukup menurun banyak air waktu
6. Kemampuan tidur)
beraktivitas 4. Identifakasi obat
meningkat tidur yang
dikonsumsi
5. Modifikasi
lingkungan (mis.
Pencahayaan,
kebisingan,suhu,
matras dan
tempat, tidur)
batasi waktu tidur
siang, jika perlu
6. Fasilitasi
menghilangkan
stress sebelum
tidur
7. Tetapkan jadwal
tidur rutin
CATATAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama pasien : NY. I
Diagnosa medis : Fraktur Fibula
No No Dx Tanggal Jenis Tindakan TTD
Pelaksanaan
1 1 Rabu, 08 juli S: Pasien mengatakan nyeri di tungkai
2019, 14.00 sebelah kanan
O: TD : 130/90
RR: 24
S :37,5 ºC
N : 84x/ Menit
Pasien terlihat meringis, Pasien
tampak gelisah, protektif terhadap
tungkainya, terdapat bidai dan perban
di tungkai kanan post operasi.
A: Masalah belum teratsi
P: kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat :
- Inj Cefotaxime 2x1 gr/IV
- Inj ketorolac 3x1 ampul/IV infuse
- Inj Actrapid 4 IU sebelum makan
- Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi kualitas,
intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri

2 2 Rabu, 08 juli S: Pasien mengatakan sulit menggerakan


2019, 14.30 kaki nya karena nyeri
O: Pasien tampak protektif, gelisah,
tampak ingin menggerakan kakinya
A:Masalah belum teratasi
P: - kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat.
- Identifikasi keluhan nyeri dan fisik
lainnya
- Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
- Monitor kondisi umum saat
melakukan mobilisasi
- Ajarkan mobilisasi sederhana (mis.
Duduk di tempat tidur , atau pindak
ke kursi roda)
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi (mis.
Kruk, pagar tempat tidur)
3. 3 Rabu, 08 juli S: Pasien mengatakan tidak bias tidur
2019, 15.00 O: mata terlihat merah, px terlihat lesu
A: masalah belum teratasi
P: - kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat.
- Identifikasi pola aktivitas dan tidur
- Identifikasi faktor pengganggu
- Identifikasi lingkungan (mis.
Pencahayaan, kebisingan,suhu)

CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN


Nama pasien : NY.I
Diagnosa medis : Fraktur Fibula
No No Tanggal Jenis Tindakan TTD
Diagnosa Pelaksanaan
1 1 kamis, 09 juni 2019 S : pasien mengatakan nyeri
Pukul 09:00 nya berkurang di tungkai
sebelah kanan
O: TD : 120/90
RR: 22x/menit
S :37,0 ºC
N : 85x/ Menit
Pasien masih terlihat meringis,
Pasien tampak gelisah,
protektif terhadap tungkainya,
terdapat bidai dan perban di
tungkai kanan post operasi.
A: masalah teratasi sebagian
P: kolaborasi dengan dokter
dalam
pemberian obat :
- Inj Cefotaxime 2x1
gr/IV
- Inj ketorolac 3x1
ampul/IV infuse
- Inj Actrapid 4 IU
sebelum makan
- Berikan posisi yang
nyaman

2 2 kamis, 09 juni 2019 S: Pasien mengatakan kakinya


Pukul 09:10 sudah bisa digerakan
O: Pasien masih protektif,
gelisah, tampak ingin
menggerakan kakinya
A:Masalah teratasi sebagian
P: - kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat.
- Monitor kondisi umum
saat melakukan
mobilisasi
- Ajarkan mobilisasi
sederhana (mis. Duduk di
tempat tidur , atau pindak
ke kursi roda)
- Fasilitasi aktivitas
mobilisasi (mis. Kruk,
pagar tempat tidur)

3 3 kamis, 09 juni 2019 S: Pasien mengatakan sudah


Pukul 09:15 bisa tidur
O: mata tidak terlihat merah,
px tdk lesu
A: masalah teratasi
P: -
-
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
Nama pasien : NY.I
Diagnosa medis : Fraktur Fibula
No No Tanggal Jenis Tindakan TTD
Diagnosa Pelaksanaan
1 1 kamis, 10 juni 2019 S : pasien mengatakan nyeri
Pukul 09:00 nya berkurang di tungkai
sebelah kanan
O: TD : 120/80
RR: 20x/menit
S :36,0 ºC
N : 83x/ Menit
Pasien sudah tidak terlihat
meringis, Pasien tidak tampak
gelisah, tidak protektif
terhadap tungkainya, terdapat
bidai dan perban di tungkai
kanan
A: masalah teratasi
P: -px pulang
-kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat dan
surat kontrol :
- Inj Cefotaxime 2x1
gr/IV
- Inj ketorolac 3x1
ampul/IV infuse
- Inj Actrapid 4 IU
sebelum makan
- Ajarkan teknik
relaksasi di rumah
-
2 2 kamis, 09 juni 2019 S: Pasien mengatakan kakinya
Pukul 09:10 sudah bisa digerakan
O: Pasien masih protektif,
gelisah, tampak ingin
menggerakan kakinya
A:Masalah belum teratasi
P: - kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat.
- Monitor kondisi umum
saat melakukan
mobilisasi
- Ajarkan mobilisasi
sederhana (mis. Duduk di
tempat tidur , atau pindak
ke kursi roda)
- Fasilitasi aktivitas
mobilisasi (mis. Kruk,
pagar tempat tidur)

3 3 kamis, 09 juni 2019 S: Pasien mengatakan sudah


Pukul 09:15 bisa tidur
O: mata terlihat tdk merah, px
tdk terlihat lesu
A: masalah teratasi
P: - .px pulang pukul 15.00
Diagnosis Keperawatan menurut Boedihartono dalam Jitowiyono dan
Kristiyanasari (2010) antara lain :
a. Nyeri berhubungan dengan jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,
edema, dan cedera jaringan, alat traksi atau imobilisasi, stress,
ansietas.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan atau keletihan,
ketidakadekuatan oksigen, ansietas, dan gangguan pola tidur.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan
status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi
dibuktikan dengan terdapat luka atau ulserasi, kelemahan, turgor kulit
buruk, terdapat jaringan nekrosis.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ,
ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskeletal , pembatasan aktivitas,
dan dan penurunan kekuatan ketahanan.
e. Resiko infeksi berhubungan statis cairan tubuh, respon inflamasi
tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukan, luka atau kerusakan
kulit, insisi pembedahan.
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang
terpajan informasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arovah, Novita Intan. 2007. Dasar-Dasar Fisioterapi Pada Cedera Olahraga.
Yogyakarta: Media Komunikasi Olahraga.
Brotzman, B and Wilk E. Kevin. 2006. Clinical Orthopaedic Rehabilitation. 3rd
ed. Philadelphia: Mosby Affiliate Of Elsevier Science.
Depkes RI. 2005. Rencana Strategi Departemen Kesehatan. Jakarta: Depkes RI
Ebnezar, John. 2005. Essentials Of Orthopaedics for Physioterapists. New Delhi:
Jaype brothers Medical Publisher.
Helmi, Zairin Noor. 2013. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:
Salemba Medika.
Johnson, Joyce Young. 2010. Textbook Of Medical Surgical Nursing. 12th ed.
Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkin.
Kisner, Carolyn and Lynn Allen Colby. 2007. Therapeutic Exercise Foundatin
and Techniques. 5th ed. Philadelphia: F.A Davis Company.
Neuman, Donald A. 2010. Kinesiology Of The Muskuloskeletal System. London:
Affiliate of Elsevier.
Parahita, Putu sukma. 2012. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Pada Cedera
Fraktur Ekstremitas. Karya Tulis Ilmiah. Denpasar: Universitas Udayana.
Purwanti, Ririn. 2013. Pengaruh Latihan Range Of Motion Aktif Terhadap
Kekuatan Otot Pada Pasien Post Operasi. Karya Tulis Ilmiah. Surakarta:
STIKES Aisyiyah Surakarta.
Putz, R and Pabts R. 2005. Atlas Anatomi Manusia Sobbota. Edisi 21. Jakarta:
EGC.
Singh, Jagmohan. 2005. Textbook of Electrotherapy. New Delhi: Jaype Brothers
Medical Publisher
Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai