TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang.
Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali
terganggu. Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang,
tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek, saraf yang
putus, atau pembuluh darah yang pecah sehingga dapat menjadi komplikasi
pemulihan klien ( Black dan Hawks, 2014).
Fraktur fibula adalah terputusnya hubungan tulang fibula (Helmi, 2012).
Menurut Helmi (2013) fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang atau
patah tulang akibat trauma atau tenaga fisik. Fraktur distal fibula adalah
terputusnya hubungan tulang fibula bagian distal. Walaupun peran fibula dalam
pergerakan ektremitas bawah sangat sedikit, tetapi terjadinya fraktur pada
fibula tetap saja dapat menimbulkan adanya gangguan aktifitas fungsional
tungkai dan kaki.
Fibula adalah sebuah tulang lutut yang terletak di bagian lateral dari tibia,
dan tulang fibula terhubung dengan tibia di bagian atas dan bawah. Tulang
fibula lebih kecil daripada tibia dan juga merupakan tulang yang paling
ramping dari antara semua tulang panjang.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer et al,
2007). Fraktur distal fibula adalah terputusnya hubungan tulang fibula bagian
distal juga tulang tibia atau sebagai komponen maleolus patah pada
pergelangan kaki. Insiden dari fibula sulit untuk di tentukan, karena
kebanyakan fraktur fibula di ikuti dengan sendi ankle, tulang fibula retak
hampir 75-85% sama kasusnya dengan patah tulang tibia (Badra, 2012).
Fraktur fibula distal juga termasuk dalam fraktur weber, sehubungan dengan
syndesmosis sendi pergelangan kaki. Fraktur fibula ini termasuk dalam
kategori fraktur tipe A karena terjadi di bawah plafon fibula dan mungkin
terkait dengan malleolus lateral (Jason, 2015).
Dalam hal ini, peran fisioterapi dibutuhkan untuk membantu pemulihan
pasien pasca fraktur, sesuai dengan keputusan menteri kesehatan Republik
Indonesia KEMENKES RI bahwa fisioterapi adalah bentuk pelayanan
kesehatan yang ditujukan kepada individu atau kelompok untuk
mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh.
Intervensi fisioterapi yang di gunakan meliputi eletroterapi seperti
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) dan terapi latihan untuk
penguatan otot.
2. Etiologi
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu
retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan
otot dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma.
Lokasi retak mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang
manapun. Fraktur yang tidak terjadi disepanjang tulang dianggap sebagai
fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang
yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap (Digiulio, Jackson dan Keogh,
2014).
Fraktur atau patahan tulang dapat terjadi karena beberapa penyebab. Para
ahli juga telah merumuskan berapa hal sebagai penyebab fraktur tersebut,
diantaranya adalah di kemukakan oleh Helmi (2012) adalah :
a) Fraktur akibat peristiwa traumatic
Disebabkan oleh trauma yang tiba – tiba mengenai tulang dengan
kekuatan yang besar.
b) Fraktur patologis
Disebabkan oleh kelainan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis di dalam tulang.
c) Fraktur stress.
Disebabkan oleh trauma yang terus - menerus pada suatu tempat tertentu.
a. Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:
1. Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan
deformitas pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan
pemendekan tungkai, deformitas rotasional, atau angulasi. Dibandingkan
sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.
2. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan
serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
3. Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
4. Spasme otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk
mengurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
5. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu
mengiringi fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada
masing-masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus , meningkat jika
fraktur dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur
yang bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.
6. Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang
terjadi.
7. Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau
karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena.
Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
8. Gerakan abnormal dan krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang
atau gesekan antar fragmen fraktur.
9. Perubahan neurovascular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau
struktur vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas
atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur
10. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar
atau tersembunyi dapat menyebabkan syok.
3. Klasifikasi Fraktur
1) Klasifikasi fraktur
Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan fraktur
terbuka. Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi
cedera, sedangkan fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas
cedera tulang. Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka,
yang dibagi berdasarkan keparahannya (Black dan Hawks, 2014) :
a. Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal
b. Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang
c. Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada
jaringan lunak, saraf, tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka
dengan derajat 3 harus sedera ditangani karena resiko infeksi.
b. Eksepektasi : Menurun
c. Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Kemampuan 1 2 3 4 5
menuntaskan
aktivitas
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningka Menurun
t
Keluhan 1 2 3 4 5
Nyeri
Meringis 1 2 3 4 5
Sikap 1 2 3 4 5
Protektif
Gelisah 1 2 3 4 5
Kesulitan 1 2 3 4 5
Tidur
Menarik Diri 1 2 3 4 5
Berfokus 1 2 3 4 5
pada diri
sendiri
Diaforesis 1 2 3 4 5
Perasaan 1 2 3 4 5
depresi
(tertekan)
Perasaan 1 2 3 4 5
takut
mengalami
cedera
berulang
Anoreksia 1 2 3 4 5
Perineum 1 2 3 4 5
terasa
tertekan
Uterus teraba 1 2 3 4 5
membulat
Ketegangan 1 2 3 4 5
otot
Pupil dilatasi 1 2 3 4 5
Muntah 1 2 3 4 5
mual 1 2 3 4 5
Memburuk Cukup sedang Cukup Membaik
Memburu membaik
k
Frekuensi 1 2 3 4 5
nadi
Pola nafas 1 2 3 4 5
Tekanan 1 2 3 4 5
darah
Proses 1 2 3 4 5
berpikir
Focus 1 2 3 4 5
Fungsi 1 2 3 4 5
berkemih
Perilaku 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5
2) Gangguan Mobilitas Fisik
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Aktivitas/Istirahat
a. Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas
secara mandiri.
b. Penyebab
1. Kerusakan intergritas struktur tulang
2. Perubahan metabolism
3. Ketidakbugaran fisik
4. Penurunan kendali otot
5. Penurunan masa otot
6. Penurunan kekuatan otot
7. Keterlambatan perkembangan
8. Kekakuan sendi
9. Kontraktur
10. Malnutrisi
11. Gangguan musculoskeletal
12. Gangguan neuromuscular
13. Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
14. Efek agen farmakologis
15. Program pembatasan gerak
16. Nyeri
17. Kurang terpapar informasi tentang aktifitas fisik
18. Kecemasan
19. Gangguan kognitif
20. Keengganan melakukan pergerakan
21. Gangguan sensoropersepsi
c. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Mengeluh sulit menggerakan ekstermitas
Objektif
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak (ROM) menurun
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak
Objektif
1. Sendi kaku
2. Gerakan tindakan terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah
e. Kondisi Klinis Terkait
1. Stroke
2. Cedera medulla spinalis
3. Trauma
4. Fraktur
5. Osteoarthritis
6. Ostemalasia
7. Keganasan
Dukungan Ambulasi
(SIKI)
a. Definisi
Memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas berpindah
b. Tindakan
Observasi
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
ambulasi
4. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. Tongkat, kruk)
2. Fasilitasi melakukan mobilitas fisik, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dakam meningkatkan
ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Berjalan
dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur kemar
mandi, berjalan sesuai toleransi)
Mobilitas Fisik
(SLKI)
a. Definisi
Kemampuan dalam gerakan fisik dari satu lebih ektermitas secara
mandiri
b. Ekspektasi : Meningkat
c. Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Peningkatan 1 2 3 4 5
ekstermitas
Kekuatan 1 2 3 4 5
otot
Rentang 1 2 3 4 5
gerak
(ROM)
Meringis Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningka Menurun
t
Nyeri 1 2 3 4 5
kecemasan 1 2 3 4 5
kaku sendi 1 2 3 4 5
Gerakan 1 2 3 4 5
terkoordinasi
Gerakan 1 2 3 4 5
terbatas
Kelemahan 1 2 3 4 5
fisik
Pola Tidur
(SLKI)
a. Definisi
Keadekuatan kualitas dan kuantitas tidur
b. Ekspektasi : Membaik
c. Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningk
Menurun Meningkat at
Keluhan 1 2 3 4 5
sulit tidur
Keluhan 1 2 3 4 5
sering
terjaga
Keluhan 1 2 3 4 5
tidak puas
tidur
Keluhan 1 2 3 4 5
pola tidur
berubah
Keluhan 1 2 3 4 5
istirahat
tidak
cukup
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
meningkat Menurun
Kemampua 1 2 3 4 5
n
beraktivitas
Lembar Format Pengkajian
A. BIODATA
Nama pasien : Ny. I
Nama panggilan : Ny. I
Umur : 48 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Diagnosa medis : Fraktur Fabula
Ruang : Cempaka
Tanggal MRS : Selasa, 07 Juli 2019, pukul 22:00 WIB
Tanggal pengkajian : Rabu, 08 juli 2019, pukul 14:00 WIB
Alamat : Jl. Penanggungan No. No.41 A, Kota Kediri,
Jawa Timur
Pekerjaan : Swasta
B. KELUHAN UTAMA
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mengalami patah tulang pada
tungkai kanan .
G. GENOGRAM
H. DATA PSIKO SOSIAL SPIRITUAL
1. Pola Komunikasi : pasien mampu berkomunikasi dengan baik ke
keluarga dan tenaga medis
2. Interaksi Sosisal : pasien berinteraksi dengan baik, pasien mampu
menjawab pertanyaan dari perawat, pasien tidak
memblakangi lawan bicara
3. Spiritual : pasien menjalankan ibadah sholat 5 waktu
I. POLA NUTRISI
DI RUMAH DI RUMAH SAKIT
Makan 3x/ Sehari makan 3x/sehari
1 porsi ½ porsi
J. ISTIRAHAT TIDUR
DI RUMAH DI RUMAH SAKIT
Malam : 09.00-05.00 (8 jam) Malam : 09.00-06.00
Siang : 13.30-15.00 ) Siang : 11.00- 01.00
1 ( jam ½)
Tidak ada keluhan sulit tidur Pasien mengatakan sulit
tidur
K. ELIMINASI
1. BAB
DI RUMAH DI RUMAH SAKIT
BAB 1x/ Sehari BAB 2 hari/ 1x
Bab lembek, kuning Bab lembek, kuning
kecoklatan kecoklatan
Tidak ada keluhan sulit Bab Tidak ada keluhan sulit Bab
2. BAK
DI RUMAH DI RUMAH SAKIT
7x/ Sehari 5x/ Sehari
Kuning, cair, Kuning, cair,
L. KEBERSIHAN DIRI
DI RUMAH DI RUMAH SAKIT
Mandi 3x/sehari Diseka 2x/ sehari
M. LAIN-LAIN
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………
N. KEADAAN / PENAMPILAN UMUM PASIEN
Pasien terlihat lemas, terpasang infuse RL 20 tpm pada tangan kiri, terpasang
bidai dan perban di kaki kanan.
P. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Q. PENATALAKSANAAN/TERAPI
Inj Cefotaxime 2x1 gram/ IV
Inj Ketorolac 3x1 ampul/ IV Infus.
Inj Actrapid 4 IU setiap sebelum makan
Keengganan melakukan
gerak
Faktor eksternal
sering terjaga
DAFTAR PRIORITAS MASALAH
Nama pasien : NY.I
Diagnosa medis : Fraktur Fibula
No Diagnosa keperawatan Tanggal muncul Tanggal teratasi TTD
1. Nyeri akut b.d agen Rabu,08 Juli 2019 Jumat, 10 juli 2019
pencedera fisik d.d ,pukul 14.00 WIB Pukul 09.00 WIB
mengeluh nyeri, tampak
meringis