Anda di halaman 1dari 8

MODEL HIBRIDA ARIMA DAN FUZZY TIME SERIES UNTUK

MERAMALKAN DATA BERPOLA TREN

Moch Arif Hidayatullah, Winita Sulandari dan Sri Kuntari


Jurusan Matematika FMIPA
Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK. Permasalahan dalam dunia nyata sering ditemukan kejadian runtun waktu yang
merupakan gabungan dari komponen linier dan nonlinier sehingga satu metode saja mungkin
tidak cukup baik untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Penelitian ini membahas tentang
model hibrida ARIMA dan fuzzy time series (FTS) untuk meramalkan data berpola tren. Pada
tahap pemodelan FTS digunakan model FTS orde tunggal pertama, kedua, ketiga, dan keempat
dengan pembobot Chen, Yu, Cheng, dan Lee. Penentuan orde dan pembobot pada pemodelan
FTS berpengaruh terhadap hasil ramalan. Untuk menunjukkan keakuratan dari model hibrida
ARIMA dan FTS, digunakan data bulanan banyaknya barang yang dimuat pada penerbangan
domestik di Bandara Soekarno Hatta (BSH) dari bulan Agustus 2006 sampai dengan Juni 2014
dalam satuan ton. Root mean square error (RMSE) digunakan untuk menunjukkan keakuratan
ramalan. Berdasarkan kriteria RMSE, model terbaik untuk meramalkan banyaknya barang yang
dimuat pada penerbangan domestik di BSH adalah model hibrida ARIMA dan FTS orde
pertama pembobot Chen dengan RMSE sebesar 3.023.

Kata Kunci: ARIMA, FTS, Hibrida

1. PENDAHULUAN
ARIMA pertama kali diperkenalkan oleh Box dan Jenkins (1976). Menurut Box
dan Jenkins (1976), ARIMA baik digunakan untuk meramalkan data runtun waktu
berpola stasioner, tren, dan musiman. Namun ARIMA tidak baik digunakan untuk
meramalkan data runtun waktu yang mengandung komponen nonlinier. Song dan
Chissom (1993a, 1993b) pertama kali memperkenalkan fuzzy time series (FTS).
Menurut Song dan Chissom (1993a, 1993b), FTS baik digunakan untuk meramalkan
data runtun waktu berpola stasioner atau musiman tanpa mengandung unsur tren. Selain
itu, FTS dapat digunakan untuk meramalkan data runtun waktu yang mengandung
komponen nonlinier.
Menurut Zhang (2003), data runtun waktu terdiri dari komponen linier dan
komponen nonlinier sehingga untuk meramalkan data runtun waktu dapat digunakan
pendekatan linier dan pendekatan nonlinier. Zhang (2003) meneliti tentang model
hibrida ARIMA dan neural network (NN) dengan model ARIMA digunakan sebagai
pendekatan linier dan model NN digunakan sebagai pendekatan nonlinier. Zhang (2003)
menerapkan model hibrida ARIMA dan NN pada kasus lynx Canada, bilangan sunspot,
dan kurs mata uang BP/USD. Penelitian Zhang (2003) menunjukkan bahwa model

1
hibrida ARIMA dan NN memiliki residu yang lebih kecil daripada model tunggal
ARIMA maupun NN.
Lee dan Suhartono (2011) meneliti tentang model hibrida Winter dan FTS untuk
meramalkan data berpola tren dan musiman serta menerapkannya pada peramalan
banyaknya kedatangan turis di Bali melalui Bandara Ngurah Rai. Model Winter
digunakan sebagai pendekatan linier dan model FTS digunakan sebagai pendekatan
nonlinier. Hasil penelitian Lee dan Suhartono (2011) menunjukkan bahwa model
hibrida Winter dan FTS memiliki residu yang lebih kecil daripada model tunggal
Winter. Dalam artikel ini membahas tentang model hibrida ARIMA dan FTS untuk
meramalkan data berpola tren serta menerapkannya pada peramalan banyaknya barang
yang dimuat pada penerbangan domestik di BSH.
2. ARIMA
Menurut Box dan Jenkins (1976), ARIMA merupakan suatu model yang
menyatakan observasi pada waktu sebagai fungsi linier terhadap beberapa observasi
dan residu sebelumnya. Dalam bentuk persamaan, model ARIMA dapat
dinyatakan

∑ ∑

dengan adalah nilai sebenarnya pada waktu , residu random pada waktu ,
adalah parameter model AR ( , adalah parameter model MA ( , adalah operator
backshift, adalah konstanta, dan adalah orde pembedaan . Untuk memodelkan data
runtun waktu menggunakan ARIMA, data harus memenuhi asumsi stasioner. Jika data
tidak stasioner maka data tersebut harus dilakukan pembedaan sebanyak kali sehingga
data tersebut stasioner.
Menurut Box dan Jenkins (1976), ada tiga tahap untuk melakukan pemodelan
runtun waktu menggunakan model ARIMA, yaitu identifikasi model berdasarkan data
historis, pendugaan dan pengujian parameter, dan uji diagnostik model untuk
memeriksa kelayakan model.

2
3. FUZZY TIME SERIES
FTS pertama kali diperkenalkan oleh Song dan Chissom (1993a, 1993b) yang
meneliti model runtun waktu berdasarkan fuzzy relation dan logika peramalan. Chen
(1996) mengembangkan FTS yang memiliki operasi sederhana pada tahap defuzzifikasi
dan tidak memperhatikan adanya pengulangan dan pembobotan semakin besar pada
data observasi yang semakin baru. Kemudian Yu (2005), Cheng (2008), dan Lee dan
Suhartono (2010) mengembangkan FTS dengan memperhatikan adanya perulangan dan
pembobotan. Berikut adalah langkah-langkah FTS.
1. Menentukan himpunan semesta dari data historis. Kemudian himpunan semesta
tersebut dibagi menjadi beberapa subinterval dengan panjang interval yang
sama. Untuk menentukan banyaknya subinterval digunakan aturan Sturges, yaitu
(banyaknya data).
2. Menentukan , dengan adalah himpunan fuzzy subinterval ke- ,
dan adalah banyaknya subinterval.
3. Memfuzzifikasi data, yaitu dengan mengubah nilai sebenarnya menjadi fuzzy.
4. Menentukan fuzzy logical relationships (FLR). Misalkan dan
, FLR orde tunggal ke- didefinisikan sebagai dengan
disebut left hand side (LHS) dan disebut right hand side (RHS).
5. Menentukan fuzzy logical relationships group (FLRG), yaitu dengan
mengelompokkan FLR ke dalam himpunan fuzzy yang sama dengan di LHS.
Untuk metode Chen, FLRG dibentuk tanpa pengulangan pada RHS yang sama.
Sedangkan untuk metode Yu, Cheng, Lee FLRG dibentuk dengan pengulangan
pada RHS yang sama.
6. Menentukan nilai ramalan fuzzy time series . Jika , maka nilai
ramalan harus sesuai dengan aturan-aturan berikut,
a. jika FLR dari tidak ada ( ), maka adalah ,
b. jika hanya terdapat satu FLR ( ), maka adalah ,
c. jika terdapat lebih dari satu FLR ( ), maka
adalah , dengan dan adalah banyaknya
subinterval dan adalah banyaknya pada FLRG.

3
7. Melakukan defuzzifikasi. Metode yang digunakan untuk defuzzifikasi dalam
penelitian ini adalah metode centroid yaitu dengan menentukan nilai tengah dari
setiap himpunan fuzzy. Misalkan nilai ramalan adalah maka
defuzzifikasi dari adalah , dengan
adalah nilai tengah dari . Jadi, matriks
defuzzifikasi dapat ditulis ( )
8. Memberikan pembobot.
a. Pembobot Chen. Misalkan nilai ramalan dari adalah ,
maka pembobot dari adalah dengan


, untuk sehingga matriks pembobot Chen

dapat ditulis ( (∑ ∑ ∑
).

b. Pembobot Yu. Misalkan nilai ramalan dari adalah ,


maka pembobot dari adalah dengan


untuk sehingga matriks

pembobot Yu dapat ditulis

(∑ ∑ ∑
).

c. Pembobot Cheng. Misalkan FLR berbentuk


, kemudian dibentuk FLRG
sehingga nilai pembobot dari adalah 1 (RHS dari yang pertama),
adalah 1 (RHS dari yang pertama), adalah 2 (RHS dari yang
kedua), adalah 1 (RHS dari yang pertama), adalah 3 (RHS dari
yang ketiga). Jadi matriks pembobot Cheng dapat ditulis

(∑ ∑ ∑ ∑ ∑
).

d. Pembobot Lee. Misalkan nilai ramalan dari adalah ,


maka pembobot dari adalah dengan


untuk dan sehingga

matriks pembobot Lee dapat ditulis

4
( (∑ ∑ ∑
).

9. Menentukan model peramalan, ̂ , dengan adalah


matriks defuzzifikasi setiap metode pada waktu , adalah transpose dari
matriks pembobot setiap metode pada waktu , dan adalah operator perkalian
matriks.
4. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah studi literatur dengan mengacu pada Zhang
(2003) dan Lee dan Suhartono (2011). Selanjutnya dilakukan penerapan model hibrida
ARIMA dan FTS untuk meramalkan banyaknya barang yang dimuat pada penerbangan
domestik di BSH. Beberapa tahap dalam mencapai tujuan penelitian adalah mengkaji
ulang model ARIMA, FTS, dan model hibrida serta menyusun prosedur model hibrida
ARIMA dan FTS yang meliputi tahap pemodelan ARIMA dan FTS.
Ada tiga langkah untuk menerapkan model hibrida ARIMA dan FTS. Langkah
pertama, model ARIMA digunakan untuk menyelesaikan permasalahan linier dalam
data. Langkah kedua, residu dari model ARIMA dimodelkan menggunakan model FTS
sehingga permasalahan nonlinier dalam data dapat didekati. Langkah ketiga,
menentukan model hibrida ARIMA dan FTS dengan menambahkan model ARIMA dan
model FTS. Untuk menentukan model terbaik, pada tahap pemodelan FTS digunakan
beberapa orde dan pembobot. Model yang memiliki RMSE terkecil digunakan untuk
peramalan.
5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Menurut Zhang (2003), data runtun waktu yang terdiri dari komponen linier dan
nonlinier dapat dituliskan dalam persamaan

dengan merupakan komponen linier dari dan merupakan komponen nonlinier


dari . Oleh karena itu, untuk meramalkan data runtun waktu dapat dilakukan dengan
menggabungkan model linier dan model nonlinier.
ARIMA digunakan untuk memodelkan komponen linier. Pada langkah pertama
ini, diperoleh model peramalan komponen linier dengan residu yang memenuhi asumsi
normalitas dan independen. Namun, residu dari model linier yang memenuhi asumsi

5
normalitas dan independen belum cukup memadai untuk menjelaskan hubungan
nonlinier dalam data. Untuk menjelaskan hubungan nonlinier dalam data, residu dari
model ARIMA dimodelkan menggunakan FTS. Dengan memodelkan residu dari model
ARIMA, diperoleh model peramalan komponen nonlinier. Selanjutnya, model ARIMA
yang diperoleh pada langkah pertama kemudian digabungkan dengan model FTS yang
diperoleh pada langkah kedua. Secara matematik, model hibrida ARIMA dan FTS
adalah
∑ ∑

Setelah menentukan model hibrida ARIMA dan FTS, digunakan kriteria RMSE untuk
menentukan model terbaik.
Untuk menerapkan model hibrida ARIMA dan FTS, digunakan data banyaknya
barang yang dimuat pada penerbangan domestik di BSH bulan Agustus 2006 – Juni
2014 dalam satuan ton. Data tersebut merupakan data sekunder yang diperoleh dari
website Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id). Data tersebut dibagi menjadi dua
bagian, yaitu data pelatihan (Agustus 2006 – Juli 2013) dan data pengujian (Agustus
2013 – Juni 2014).
Langkah pertama, data pelatihan banyaknya barang yang dimuat pada
penerbangan domestik di BSH dimodelkan menggunakan ARIMA. Berdasarkan plot
ACF dan PACF, model ARIMA yang mungkin adalah ARIMA dan ARIMA
. Model ARIMA yang memiliki RMSE terkecil dan residu yang memenuhi
asumsi normalitas dan independen adalah model ARIMA . Langkah kedua,
residu dari model ARIMA dimodelkan menggunakan FTS. Pada penelitian ini
digunakan model FTS orde tunggal pertama, kedua, ketiga, dan keempat serta
digunakan pembobot Chen (1996), Yu (2005), Cheng (2008), dan Lee (2010).
Kombinasi yang dilakukan pada tahap pemodelan FTS menggunakan beberapa orde dan
pembobot yaitu agar model FTS yang akan digabungkan dengan model ARIMA
memiliki residu terkecil. Selanjutnya, model ARIMA yang diperoleh pada
langkah pertama digabungkan dengan model FTS yang diperoleh pada langkah kedua
sehingga diperoleh model hibrida ARIMA dan FTS sebanyak 16 model hibrida.
Perbandingan keakuratan antara model hibrida ARIMA dan FTS dengan model tunggal
ARIMA berdasarkan kriteria RMSE disajikan dalam Tabel 1.

6
Tabel 1. Perbandingan RMSE setiap model
Model ARIMA ARIMA
Orde Chen Yu Cheng Lee, c = 1,1
Pertama 3.023 3.310 3.415 4.465
Kedua 3.062 3.860 3.741 3.822
3.404
Ketiga 3.177 3.474 3.493 3.467
Keempat 3.700 3.241 3.195 3.274

Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa model yang memiliki RMSE terkecil adalah
model hibrida ARIMA dan FTS orde pertama pembobot Chen. Nilai RMSE dari
model hibrida ARIMA dan FTS orde pertama pembobot Chen sebesar 3.023
menunjukkan bahwa rata-rata nilai kesalahan tiap waktu untuk meramalkan banyaknya
barang yang dimuat pada penerbangan domestik di BSH adalah 3.023 ton.
Model hibrida ARIMA dan FTS untuk meramalkan banyaknya barang
yang dimuat pada penerbangan domestik di BSH adalah

Nilai ramalan model hibrida ARIMA dan FTS orde pertama pembobot Chen
dan nilai sebenarnya banyaknya barang yang dimuat pada penerbangan domestik di
BSH periode Agustus 2013 – Juni 2014 dalam satuan ton disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Nilai ramalan dan sebenarnya (ton)


Tahun Bulan Ramalan Sebenarnya
Agustus 20.169 13.680
September 19.757 18.171
2013 Oktober 19.131 18.158
Nopember 19.244 16.716
Desember 19.357 20.141
Januari 19.471 17.919
Februari 19.584 13.449
Maret 19.697 18.999
2014
April 19.810 17.338
Mei 19.924 18.807
Juni 20.037 19.844

7
6. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa model
hibrida ARIMA dan FTS adalah

∑ ∑

Pada kasus peramalan banyaknya barang yang dimuat pada penerbangan domestik di
BSH, model peramalan terbaik adalah model hibrida ARIMA dan FTS orde
pertama pembobot Chen dengan RMSE sebesar 3.023.

DAFTAR PUSTAKA
Box, G. E. P. and G. M. Jenkins, 1976. Time Series Analysis, Forecasting and Control.
Holden-Day, San Francisco, CA.
Chen, S. M., 1996. Forecasting Enrollments Based on Fuzzy Time Series. Fuzzy Sets
and System, 81: 311-319.
Cheng, C. H., T. L. Chen, H. J. Teoh, and C. H. Chiang, 2008. Fuzzy Time Series Based
on Adaptive Expectation Model for TAIEX Forecasting. Expert System with
Application, 34: 1126-1132.
Lee, M. H. and Suhartono, 2010. A Novel Weighted Fuzzy Time Series Model for
Forecasting Seasonal Data. Proceeding the 2nd International Conference on
Mathematical Sciences. Kuala Lumpur, 30 November-3 Desember, pp: 332-340.
Lee, M. H. and Suhartono, 2011. A Hybrid Approach Based on Winter’s Model and
Weighted Fuzzy Time Series for Forecasting Trend and Seasonal Data. Journal
of Mathematics and Statistics, 3: 177-183.
Song, Q. and B. S. Chissom, 1993a. Forecasting Enrollments with Fuzzy Time Series
part I. Fuzzy Sets and System, 54: 1-9.
Song, Q. and B. S. Chissom, 1993b. Fuzzy Time Series and Its Models. Fuzzy Sets and
System, 54: 269-277.
Yu, H. K., 2005. Weighted fuzzy time series models for TAIEX forecasting. Physic A.
Statistical Mechanics and Its Application, 349: 609-624.
Zhang, G. P., 2003. Time Series Forecasting using a Hybrid ARIMA and Neural
Network Model. Neurocomputing 50, pp: 159-175.

Anda mungkin juga menyukai