Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

KELUARGA

A.    Pengertian Keluarga


Keluarga adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama melalui ikatan
perkawinan dan kedekatan emosi yang masing-masing mengidentifikasi diri sebagai bagian
dari keluarga (Ekasari, 2000).
Menurut Duval, 1997 (dalam Supartini, 2004) mengemukakan bahwa keluarga adalah
sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, dan kelahiran yang
bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial setiap anggota.
Bailon, 1978 (dalam Achjar, 2010) berpendapat bahwa keluarga sebagai dua atau
lebih individu yang berhubungan karena hubungan darah, ikatan perkawinan atau adopsi,
hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dalam peranannya dan
menciptakan serta mempertahankan budaya.
Keluarga adalah suatu sistem sosial yang dapat menggambarkan adanya jaringan kerja
dari orang-orang yang secara regular berinteraksi satu sama lain yang ditunjukkan oleh
adanya hubungan yang saling tergantung dan mempengaruhi dalam rangka mencapai tujuan
(Leininger, 1976).
Jadi dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang
dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, hubungan darah, hidup dalam satu rumah
tangga, memiliki kedekatan emosional, dan berinteraksi satu sama lain yang saling
ketergantungan untuk menciptakan atau mempertahankan budaya, meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial setiap anggota dalam rangka mencapai
tujuan bersama.

B.     Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga


Tahap dan siklus tumbuh kembang keluarga menurut Duval 1985 dan Friedman 1998, ada 8
tahap tumbuh kembang keluarga, yaitu :
1.      Tahap I : Keluarga Pemula
Keluarga pemula merujuk pada pasangan menikah/tahap pernikahan. Tugas
perkembangan keluarga saat ini adalah membangun perkawinan yang saling memuaskan,
menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis, merencanakan keluarga berencana.

2.      Tahap II : Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua bayi sampai umur 30 bulan)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap II, yaitu membentuk keluarga muda
sebagai sebuah unit, mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan, memperluas
persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan peran orang tua kakek dan nenek
dan mensosialisasikan dengan lingkungan keluarga besar masing-masing pasangan.

3.      Tahap III : Keluarga dengan anak usia pra sekolah (anak tertua berumur 2-6 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap III, yaitu memenuhi kebutuhan anggota
keluarga, mensosialisasikan anak, mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap
memenuhi kebutuhan anak yang lainnya, mempertahankan hubungan yang sehat dalam
keluarga dan luar keluarga, menanamkan nilai dan norma kehidupan, mulai mengenalkan
kultur keluarga, menanamkan keyakinan beragama, memenuhi kebutuhan bermain anak.

4.      Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua usia 6-13 tahun)
Tugas perkembangan keluarga tahap IV, yaitu mensosialisasikan anak termasuk
meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya,
mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan, memenuhi kebutuhan kesehatan
fisik anggota keluarga, membiasakan belajar teratur, memperhatikan anak saat menyelesaikan
tugas sekolah.

5.      Tahap V : Keluarga dengan anak remaja (anak tertua umur 13-20 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap V, yaitu menyeimbangkan kebebasan
dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan mandiri, memfokuskan kembali
hubungan perkawinan, berkomunikasi secara terbuka antara orang tua dan anak-anak,
memberikan perhatian, memberikan kebebasan dalam batasan tanggung jawab,
mempertahankan komunikasi terbuka dua arah.

6.      Tahap VI : Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda (mencakup anak pertama
sampai anak terakhir yang meninggalkan rumah)
Tahap ini adalah tahap keluarga melepas anak dewasa muda dengan tugas
perkembangan keluarga antara lain : memperluas siklus keluarga dengan memasukkan
anggota keluarga baru yang didapat dari hasil pernikahan anak-anaknya, melanjutkan untuk
memperbaharui dan menyelesaikan kembali hubungan perkawinan, membantu orang tua
lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami dan istri.

7.      Tahap VII : Orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan atau pensiunan)
Tahap keluarga pertengahan dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan
berakhir atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini juga dimulai ketika orang tua
memasuki usia 45-55 tahun dan berakhir pada saat pasangan pensiun. Tugas
perkembangannya adalah menyediakan lingkungan yang sehat, mempertahankan hubungan
yang memuaskan dan penuh arah dengan lansia dan anak-anak, memperoleh hubungna
perkawinan yang kokoh.

8.      Tahap VIII : Keluarga dalam tahap pensiunan dan lansia


Dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa pensiun terutama
berlangsung hingga salah satu pasangan meninggal dan berakhir dengan pasangan lain
meninggal. Tugas perkembangan keluarga adalah mempertahankan pengaturan hidup yang
memuaskan, menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun, mempertahankan hubungan
perkawinan, menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan dan mempertahankan ikatan
keluarga antara generasi.

C.    Tipe Keluarga

1.      Menurut Maclin, 1988 (dalam Achjar, 2010) pembagian tipe keluarga, yaitu :
a.       Keluarga Tradisional
1)      Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak yang hidup dalam
rumah tangga yang sama.
2)      Keluarga dengan orang tua tunggal yaitu keluarga yang hanya dengan satu orang yang
mengepalai akibat dari perceraian, pisah, atau ditinggalkan.
3)      Pasangan inti hanya terdiri dari suami dan istri saja, tanpa anak atau tidak ada anak yang
tinggal bersama mereka.
4)      Bujang dewasa yang tinggal sendiri
5)      Pasangan usia pertengahan atau lansia, suami sebagai pencari nafkah, istri tinggal di rumah
dengan anak sudah kawin atau bekerja.
6)      Jaringan keluarga besar, terdiri dari dua keluarga inti atau lebih atau anggota yang tidak
menikah hidup berdekatan dalam daerah geografis.

b. Keluarga non tradisional


1.      Keluarga dengan orang tua yang mempunyai anak tetapi tidak menikah (biasanya terdiri dari
ibu dan anaknya).
2.      Pasangan suami istri yang tidak menikah dan telah mempunyai anak
3.      Keluarga gay/ lesbian adalah pasangan yang berjenis kelamin sama hidup bersama sebagai
pasangan yang menikah
4.      Keluarga kemuni adalah rumah tangga yang terdiri dari lebih satu pasangan monogamy
dengan anak-anak, secara bersama menggunakan fasilitas, sumber dan mempunyai
pengalaman yang sama.

2.      Menurut Allender dan Spradley (2001)


a.       Keluarga tradisional
1)      Keluarga Inti (Nuclear Family) yaitu keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan anak
kandung atau anak angkat
2)      Keluarga besar (extended family) yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain yang
mempunyai hubungan darah, misalnya kakek, nenek, paman, dan bibi
3)      Keluarga dyad yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami istri tanpa anak
4)      Single parent yaitu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua dengan anak kandung
atau anak angkat, yang disebabkan karena perceraian atau kematian.
5)      Single adult yaitu rumah tangga yang hanya terdiri dariseorang dewasa saja
6)      Keluarga usia lanjut yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami istri yang berusia lanjut.

b.      Keluarga non tradisional


1)      Commune family yaitu lebih dari satu keluarga tanpa pertalian darah hidup serumah
2)      Orang tua (ayah/ ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup bersama dalam
satu rumah
3)      Homoseksual yaitu dua individu yang sejenis kelamin hidup bersama dalam satu rumah
tangga
3.      Menurut Carter dan Mc Goldrick (1988) dalam Setiawan dan Darmawan (2005)

a.       Keluarga berantai (sereal family) yaitu keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang
menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
b.      Keluarga berkomposisi yaitu keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara
bersama-sama.
c.       Keluarga kabitas yaitu keluarga yang terbentuk tanpa pernikahan

D.    Fungsi Keluarga


Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga atau sesuatu tentang
apa yang dilakukan oleh keluarganya :
Fungsi keluarga menurut Friedman (1998) dalam Setiawati dan Darmawan (2005), yaitu:

1.      Fungsi afektif


Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan pemeliharaan
kepribadian anggota keluarga.

2.      Fungsi sosialisasi


Fungsi sosialisasi bercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi pada anak,
membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan perilaku yang boleh
dan tidak boleh pada anak, meneruskan nilai-nilai budaya anak.

3.      Fungsi perawatan kesehatan


Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam melindungi
keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta menjamin pemenuhan kebutuhan
perkembangan fisik, mental, dan spiritual, dengan cara memelihara dan merawat anggota
keluarga serta mengenali kondisi sakit tiap anggota keluarga.

4.      Fungsi ekonomi


Fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan, dan
papan, dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber daya keluarga.
5.      Fungsi biologis
Fungsi biologis bukan hanya ditujukan untuk meneruskn keturunan tetapi untuk
memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan generasi selanjutnya.

6.      Fungsi psikologis


Fungsi psikologis terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih saying dan rasa
aman/ memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian
anggota keluarga dan memberikan identitas keluarga.

7.      Fungsi pendidikan


Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan pengetahuan,
keterampilan membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa
mendidik anak sesuai dengan tingkatan perkembangannya.

E.     Tugas Keluarga

Tugas keluarga merupakan pengumpulan data yang berkaitan dengan


ketidakmampuan keluarga dalam menghadapi masalah kesehatan. Asuhan keperawatan
keluarga mencantumkan lima tugas keluarga sebagai paparan etiologi/ penyebab masalah dan
biasanya dikaji pada saat penjajagan tahap II bila ditemui data malaadapti pada keluarga.
Lima tugas keluarga yang diaksud adalah:
1.      Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, termasuk bagaimana persepsi keluarga
terhadap tingkat keparahan penyakit, pengertian, tanda dan gejala, factor penyebab dan
persepsi keluarga terhadap masalah yang dialami keluarga.
2.      Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan, termasuk sejauh mana keluarga mengerti
mengenai sifat dan luasnya masalah, bagaimana masalah dirasakan keluarga, bagaimana
keluarga menanggapi masalah yang dihadapi, adakah rasa takut terhadap akibat atau adakah
sifat negative dari keluarga terhadap masalah kesehatan, bagaimana system pengambilan
keputusan yag dilakukan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit.
3.      Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, seperti bagaimana keluarga
mengetahui keadaan sakitnya, sifat, dan perkembangan perawatan yang diperlukan, sumber-
sumber yang ada dalam keluarga serta sikap keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit.
4.      Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan seperti pentingnya hygiene sanitasi
bagi keluarga, upaya pencegahan penyakit yang dilakukan keluarga. Upaya pemeliharaan
lingkungan yang dilakukan keluarga, kekompakan anggota keluarga dalam menata
lingkungan dalam dan lingkungan luar rumah yang berdampak terhadap kesehatan keluarga.
5.      Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan
keluarga terhadap petugas kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan, keberadaan fasilitas
kesehatan yang ada, keuntungan keluarga terhadap penggunaan fasilitas kesehatan, apakah
pelayanan kesehatan terjangkau oleh keluarga, adakah pengalaman yang kurang baik yang
dipersepsikan keluarga.

F.     Teori Asuhan Keperawatan Keluarga

1.      Pengkajian
Pengkajian adalah sekumpulan tindakan yang digunakan oleh perawat untuk
mengukur keadaan klien (keluarga) dengan menangani norma-norma kesehatan keluarga
maupun sosial, yang merupakan system terintegrasi dan kesanggupan keluarga untuk
mengatasinya. (Effendy, 1998)
Pengumpulan data dalam pengkajian dilakukan dengan wawancara, observasi, dan
pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi. Pengkajian asuhan keperawatan keluarga menurut
teori/model Family Centre Nursing Friedman (1988), meliputi 7 komponen pengkajian yaitu :

a.       Data Umum


1)      Identitas kepala keluarga
2)      Komposisi anggota keluarga
3)      Genogram
4)      Tipe keluarga
5)      Suku bangsa
6)      Agama
7)      Status sosial ekonomi keluarga

b.      Aktifitas rekreasi keluarga


1)      Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
2)      Tahap perkembangan keluarga saat ini
3)      Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
4)      Riwayat keluarga inti
5)      Riwayat keluarga sebelumnya
c.       Lingkungan
1)      Karakteristik rumah
2)      Karakteristik tetangga dan komunitas tempat tinggal
3)      Mobilitas geografis keluarga
4)      Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
5)      System pendukung keluarga

d.      Struktur keluarga


1)      Pola komunikasi keluarga
2)      Struktur kekuatan keluarga
3)      Struktur peran (formal dan informal)
4)      Nilai dan norma keluarga

e.       Fungsi keluarga


1)      Fungsi afektif
2)      Fungsi sosialisasi
3)      Fungsi perawatan kesehatan

f.       Stress dan koping keluarga


1)      Stressor jangka panjang dan stressor jangka pendek serta kekuatan keluarga
2)      Respon keluarga terhadap stress
3)      Strategi koping yang digunakan
4)      Strategi adaptasi yang disfungsional

g.      Pemeriksaan fisik


1)      Tanggal pemeriksaan fisik dilakukan
2)      Pemeriksaan kesehatan dilakukan pada seluruh anggota keluarga
3)      Aspek pemeriksaan fisik mulai dari vital sign, rambut, kepala, mata, mulut, THT, leher,
thoraks, abdomen, ekstremitas atas dan bawah, system genetalia
4)      Kesimpulan dari hasil pemeriksaan fisik
h.      Harapan keluarga
1)      Terhadap masalah kesehatan keluarga
2)      Terhadap petugas kesehatan yang ada

Ada beberapa tahap yang perlu dilakukan saat pengkajian menurut Supraji (2004) yaitu:
a.       Membina hubungan baik
Dalam membina hubungan yang baik, hal yang perlu dilakukan antara lain, perawat
memperkenalkan diri dengan sopan dan ramah tamah, menjelaskan tujuan kunjungan,
meyakinkan keluarga bahwa kehadiran perawat adalah menyelesaikan masalah kesehatan
yang ada di keluarga, menjelaskan luas kesanggupan bantuan perawat yang dapat dilakukan,
menjelaskan kepada keluarga siapa tim kesehatan lain yang ada di keluarga.

b.      Pengkajian awal


Pengkajian ini terfokus sesuai data yang diperoleh dari unit pelayanan kesehatan yang
dilakukan.

c.       Pengkajian lanjutan (tahap kedua)


Pengkajian lanjutan adalah tahap pengkajian untuk memperoleh data y6ang lebih
lengkap sesuai masalah kesehatan keluarga yang berorientasi pada pengkajian awal. Disini
perawat perlu mengungkapkan keadaan keluarga hingga penyebab dari masalah kesehatan
yang penting dan paling dasar.

2        Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggunakan dan menggambarkan
respons manuasia. Dimana keadaan sehat atau perubahan pola interaksi potensial/actual dari
individu atau kelompok dimana perawat dapat menyusun intervensi-intervensi definitive
untuk mempertahankan status kesehatan atau untuk mencegah perubahan (Carpenito, 2000).

Untuk menegakkan diagnosa dilakukan 2 hal, yaitu:


a.       Anallisa data
Mengelompokkan data subjektif dan objektif, kemudian dibandingkan dengan standar
normal sehingga didapatkan masalah keperawatan.
b.      Perumusan diagnosa keperawatan
Komponen rumusan diagnosa keperawatan meliputi:
1)      Masalah (problem) adalah suatu pernyataan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia
yang dialami oleh keluarga atau anggota keluarga.
2)      Penyebab (etiologi) adalah kumpulan data subjektif dan objektif.
3)      Tanda (sign) adalah sekumpulan data subjektif dan objektif yang diperoleh perawat dari
keluarga secara langsung atau tidak langsung atau tidak yang emndukung masalah dan
penyebab.

Dalam penyusunan masalah kesehatan dalam perawatan keluarga mengacu pada


tipologi diagnosis keperawatan keluarga yang dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:
1)      Diagnosa sehat/Wellness/potensial
Yaitu keadaan sejahtera dari keluarga ketika telah mampu memenuhi kebutuhan
kesehatannya dan mempunyai sumber penunjang kesehatan yang memungkinkan
dapat digunakan. Perumusan diagnosa potensial ini hanya terdiri dari komponen
Problem (P) saja dan sign /symptom (S) tanpa etiologi (E).
2)      Diagnosa ancaman/risiko
Yaitu masalah keperawatan yang belum terjadi. Diagnosa ini dapat menjadi masalah
actual bila tidak segera ditanggulangi. Perumusan diagnosa risiko ini terdiri dari
komponen problem (P), etiologi (E), sign/symptom (S).
3)      Diagnosa nyata/actual/gangguan
Yaitu masalah keperawatan yang sedang dijalani oleh keluarga dan memerlukn
bantuan dengan cepat. Perumusan diagnosa actual terdiri dari problem (P), etiologi
(E), dan sign/symptom (S).
Perumusan problem (P) merupakan respons terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan
dasar. Sedangkan etiologi mengacu pada 5 tugas keluarga.
Dalam Friedman (!998) diagnosa-diagnosa keperawatan pilihan NANDA yang cocok
untuk praktek keperawatan keluarga seperti tabel dibawah ini:

Kategori Diagnosa NANDA Diagnosa Keperawatan


Persepsi kesehatan-pola Manajemen kesehatan yang dapat di ubah
manajemen kesehatan Perilaku mencari sehat
Kognitif-pola latihan Kerusakan penatalaksanaan lingkungan rumah
Peran-pola persepsi Kurang pengetahuan
Konflik keputusan
Peran-pola hubungan Berduka antisipasi
Berduka disfungsional
Konflik peran orang tua isolasi social
Perubahan dalam proses keluarga
Perubahan penampilan peran
Risiko perubahan dalam menjadi orang tua
Perubahan menjadi orang tua
Risiko terhadap kekerasan
Koping pola – pola toleransi Koping keluarga potensial terhadap pertumbuhan
terhadap stress Koping keluarga tidak efektif : menurun
Koping keluarga tidak efektif : kecacatan

3.      Perencanaan
Perencanaan adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat untuk dilaporkan dalam
memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang telah diidentifikasi (Efendy,1998).
Penyusunan rencana perawatan dilakukan dalam 2 tahap yaitu pemenuhan skala prioritas dan
rencana perawatan (Suprajitmo, 2004).
a.       Skala prioritas
Prioritas didasarkan pada diagnosis keperawatan yang mempunyai skor tinggi dan
disusun berurutan sampai yang mempunyai skor terendah. Dalam menyusun prioritas
masalah kesehatan dan keperawatan keluarga harus didasarkan beberapa criteria sebagai
berikut :
1.      Sifat masalah (actual, risiko, potensial)
2.      Kemungkinan masalah dapat diubah
3.      Potensi masalah untuk dicegah
4.      Menonjolnya masalah

Skoring dilakukan bila perawat merumuskan diagnosa keperawatan telah dari satu
proses skoring menggunakan skala yang telah dirumuskan oleh Bailon dan Maglay (1978)
dalam Effendy (1998).

Kriteria Bobot Skor


Sifat masalah 1 Aktual =3
Risiko =2
Potensial =1
Kemungkinan masalah 2 Mudah =2
untuk dipecahkan Sebagian =1
Tidak dapat = 0
Potensi masalah untuk 1 Tinggi =3
dicegah Cukup =2
Rendah =1
Menonjolnya masalah 1 Segera diatasi = 2
Tidak segera diatasi = 1
Tidak dirasakan adanya masalah = 0

Proses scoring dilakukan untuk setiap diagnosa keperawatan :


         Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat perawat
         Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikaitkan dengan bobot
         Jumlahkan skor untuk semua criteria
         Skor tertinggi berarti prioritas (skor tertinggi 5)

b.      Rencana
Langkah pertama yang dilakukan adalah merumuskan tujuan keperawatan. Tujuan
dirumuskan untuk mengetahui atau mengatasi serta meminimalkan stressor dan intervensi
dirancang berdasarkan tiga tingkat pencegahan. Pencegahan primer untuk memperkuat garis
pertahanan fleksibel, pencegahan sekunder untuk memperkuat garis pertahanan sekunder, dan
pencegahan tersier untuk memperkuat garis pertahanan tersier (Anderson & Fallune, 2000).
Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka
panjang mengacu pada bagaimana mengatasi problem/masalah (P) di keluarga. Sedangkan
penetapan tujuan jangka pendek mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi yang
berorientasi pada lima tugas keluarga.
Adapun bentuk tindakan yang akan dilakukan dalam intervensi nantinya adalah
sebagai berikut :
1.      Menggali tingkat pengetahuan atau pemahaman keluarga mengenai masalah
2.      Mendiskusikan dengan keluarga mengenai hal-hal yang belum diketahui dan
meluruskan mengenai intervensi/interpretasi yang salah.
3.      Memberikan penyuluhan atau menjelaskan dengan keluarga tentang faktor-faktor
penyebab, tanda dan gejala, cara menangani, cara perawatan, cara mendapatkan
pelayanan kesehatan dan pentingnya pengobatan secara teratur.
4.      Memotivasi keluarga untuk melakukan hal-hal positif untuk kesehatan.
5.      Memberikan pujian dan penguatan kepada keluarga atas apa yang telah diketahui dan
apa yang telah dilaksanakan.

4.      Pelaksanaan
Pelaksanaan dilaksanakan berdasarkan pada rencana yang telah disusun. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap keluarga yaitu :
a.       Sumber daya keluarga
b.      Tingkat pendidikan keluarga
c.       Adat istiadat yang berlaku
d.      Respon dan penerimaan keluarga
e.       Sarana dan prasarana yang ada pada keluarga.

5.      Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil implementasi dengan
criteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya. Kerangka kerja
valuasi sudah terkandung dalam rencana perawatan jika secara jelas telah digambarkan tujuan
perilaku yang spesifik maka hal ini dapat berfungsi sebagai criteria evaluasi bagi tingkat
aktivitas yang telah dicapai (Friedman,1998)
Evaluasi disusun mnggunakan SOAP dimana :
S : ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subyektif oleh keluarga setelah
diberikan implementasi keperawatan.
O : keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan yang
obyektif.
A : merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subyektif dan obyektif.
P : perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis (Suprajitno,2004)

DAFTAR PUSTAKA

Achjar, K.A.2010. Aplikasi Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta : Sagung Seto
Allender, JA & Spradley, B. W. 2001. Community as Partner, Theory and Practice Nursing.
Philadelpia : Lippincott

Anderson.E.T & Mc.Farlane.J.M.2000.Community Health and Nursing, Concept and Practice.


Lippincott : California

Carpenitti, L. J. 2000. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Jakarta :EGC

Effendy,N.1998.Dasar-dasar keperawatan Kesehatan Masyarakat.Jakarta :EGC

Friedman,M.M.1998.Family Nursing Research Theory and Practice,4th Edition.Connecticut :


Aplenton

Iqbal,Wahit dkk.2005.Ilmu Keerawatan Komunitas 2 Teori dan Aplikasi dalam Praktek Pendekatan
Asuhan Keperawatan Komunitas, Gerontik, Keluarga.Jakarta : EGC

Suprajitno.2004.Asuhan Keprawatan Keluarga Aplikasi dalam Praktek.Jakarta :EGC

Wright dan Leakey.1984.Penderita Obesitas.Jakarta : PT Pustaka Raya

LAPORAN PENDAHULUAN

A.    Definisi
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman

TB (mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat

juga mengenai organ tubuh lainnya ( Dinkes, 2006 ).

Menurut Christantie effendy ( 2003 ), tuberkulosis adalah infeksi penyakit menular

yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, suatu basil aerobik tahan asam yang

ditularkan melalui udara. Sebagian kasus, infeksi tuberculosis didapat melalui inhalasi

partikel kuman yang sangat kecil (sekitar 1-5 mm).

TBC Paru adalah Penyakit infeksi yang terutama mengenai jaringan paru dan dapat

menyebar ke bagian tubuh lain yaitu : otak, ginjal, tulang. Penyebab infeksi adalah kuman

mycobacterium tuberculosa (Brunner & Suddarth 2000)

Jadi dapat disimpulkan TBC (tuberculosis) merupakan suatu penyakit menular yang

disebabkan oleh microbacterium tuberculosis yang ditularkan melalui udara dan jika tidak

ada pengobatan yang efektif dapat mengakibatkan perjalanan penyakit yang kronis dan bias

menimbulkan kematian.

B.     Etiologi

TB paru disebabkan oleh kuman tahan asam yaitu Mycobacterium Tuberculosa.

Setelah terinfeksi kuman tersebut kira-kira 50% kuman akan berkembang menjadi TBC aktif

dalam satu tahun, sisanya kuman ini akan menyebabkan infeksi laten.

Adapun faktor yang mungkin terjadi antara lain :

-          Kontak langsung dengan penderita TBC aktif.

-          Menurunnya kekebalan tubuh

-          Kurang nutrisi yang adekuat.

-          Lingkungan dengan prevalensi TB yang tinggi

-          Pengobatan paru yang tidak tuntas.


C.    Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

Sistem pernafasan dibagi menjadi dua bagian yaitu saluran penafasan bagian atas, yang

terdiri dari hidung, faring, dan laring. Saluran pernafasan bagian bawah yaitu terdiri dari

trakea, bronkus dan paru paru.

Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan

suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Ventilasi membutuhkan

gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya, yaitu digfragma. Efek dari gerakan ini adalah

secara bergantian meningkatkan dan menurunkan kapasitas dada. Ketika dalam kapasitas

dada meningkat, udara masuk melalui trakea (inspirasi), karena penurunan tekanan di dalam,

dan mengembangkan paru. Ketika dinding dada dan diafragma kembali ke ukuran semula

(ekspirasi), paru-paru yang elastis tersebut mengempis, dan mendorong udara keluar melalui

bronkus dan trakea.

Pernafasan adalah proses ganda, yaitu menghirup udara dari luar yang mengandung

oksigen kedalam tubuh, serta menghembuskan udara yang banyak mengandung

karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi

dan penghembusan disebut ekspirasi.

Fungsi pernafasan adalah mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah

keseluruh tubuh untuk proses metabolisme, dan mengeluarkan karbondioksida sebagai sisa

dari metabolisme. Dalam proses pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida terjadi

bila ada perbedaan tekanan. Proses ini disebut dengan difusi. Oksigen berdifusi dari alveoli

kedalam darah kapiler paru karena tekanan oksigen (PO2) dalam alveoli lebih besar dari pada

Po2 dalam darah paru. Kemudian dalam jaringan, PO2 yang sangat tinggi dalam darah

kapiler menyebabkan oksigen berdifusi kedalam sel.


Sebaliknya, bila oksigen dimetabolisme dalam sel untuk membentuk karbondioksida,

tekanan karbondioksida (PCO2) meningkat, sehingga karbondioksida berdifusi kedalam

kapiler jaringan. Demikian juga, karbondioksida berdifusi keluar dari darah masuk kedalam

alveoli karena PCO2 dalam darah kapiler paru lebih besar dari pada dalam alveoli. Pada

dasarnya, transpor dan karbondioksida oleh darah tergantung pada difusi keduanya dan aliran

darah.

Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata

torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang

sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus

kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi

darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut

bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan

berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan

kelobus atas dan bawah.

Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan

kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang

ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran

udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis

memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang

rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran

udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara

karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.

Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius

yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris

seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru,
asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat

sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan

oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.

D.    Patofisiologi

Awalnya klien terinfeksi oleh tuberculosis yang disebut dengan infeksi perimer.

Infeksi primer biasanya terdapat pada apeks paru atau dekat lobus bawah. Infeksi primer

berukuran mikroskopis sehingga tidak tampak pada foto rontgen. Tempat infeksi primer

dapat mengalami proses degenerasi nekrotik tetapi bisa saja tidak,yang menyebabkan

pembentukan rongga yang terisi oleh massa basil tuberkell seperti keju,sel-sel darah putih

yang mati dan jaringan paru nekrotik. Pada waktunya,material ini mencair dan dapat mengalir

ke dalam percabangan trakheobronkhial dan dibatukkan. Rongga yang terisi udara tetap ada

dan mungkin terdeteksi ketika dilakukan rontgen dada.

Sebagian besar tuberkel primer menyembuh dalam periode bulanan dengan

membentuk jaringan parut dan pada akhirnya terbentuk lesi pengapuran yang disebut sebagai

Tuberkel Ghon. Lesi ini dapat mengandung basil hidup yang dapat aktif kembali,meski telah

bertahun-tahun dan menyebabkan infeksi sekunder.

Infeksi TB primer menyebabkan tubuh mengalami reaksi alergi terhadap basil tuberkel

dan proteinnya. Respon imun seluler ini tampak dalam bentuk sensitifitas sel-sel T dan

terdeteksi oleh reaksi positif pada tes tuberkulin. Perkembangan sensitivitas tuberkulin ini

terjadi pada semua sel-sel tubuh 2 sampai 6 minggu setelah infeksi primer. Dan akan

dipertahankan selama basil hidup berada dalam tubuh. Imunitas didapat ini biasanya

menghambat pertumbuhan basil lebih lanjut dan terjadinya infeksi aktif.


Faktor yang mempunyai peran dalam perkembangan TB menjadi penyakit aktif

termasuk usia lanjut,imunosupresif,infeksi HIV, malnutrisi, alkoholisme dan penyalahgunaan

obat,adanya keadaan penyakit lain dan predisposisi genetik.

Selain infeksi primer yang progesif, infeksi ulang juga mengarah pada bentuk klinis

TB aktif. Tempat primer infeksi yang mengandung basil TB dapat tetap laten selama tahun-

tahun dan kemudian teraktifkan kembali jika daya tahan klien menurun. Penting artinya

untuk mengkaji kembali secar periodek klien yang telah mengalami infeksi TB untuk

mengetahui adanya penyakit aktif.

E.     Pathway

Infeksi bakteri TBC(mikro bakterium tuberkolosis)


Infeksi primer Sembuh

Pasca primer Apeks paru/dekat lobus bawah

Proses degenerasi nekrotik

Sel darah putih yang mati


dan jaringan paru nekrotik

Membentuk jaringan perut Mencair

Lesi pengapuran Masuk ke dalam percabangan


(tuberkel ghon) trakheobronkhial

Dapat terbentuk basel Di batukkan

Respon imun seluler

Sel-sel T

Imunitas yang menghambat


Pertumbuhan basel dan
Infeksi aktif
Reaksi infeksi dan merusak parenkim paru

Oksigen ke seluruh kerusakan membran Perubahan cairan


Tubuh menurun aveolar kapiler merusak intra pleura
pleura,atelaktasis

Produksi sekret ekstansi thoraks Penumpukan cairan


di paru

Batuk produktif Sesak nafas


Sesak,sianosis

Gangguan pertukaran gas


Ketidakefektifan
Ketidak keektifan Gangguan pertukaran gas
Jalan nafas
jalan nafas
Gangguan perfusi
Anokresia,mual, Lemah jaringan perifer
BB menurun

Gangguan pola tidur


Perubahan
Perubahan nutrisi
nutrisi Toleransi
Toleransi akti
Dalam tubuh
dalam tubuh aktifitas

F.     Tanda Dan Gejala


Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit
yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga
memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita
gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang
asimtomatik.

Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala


respiratorik dan gejala sistemik:

1.     Gejala respiratorik, meliputi:


a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur
darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya
batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-
hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d.    Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul
apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2.      Gejala sistemik, meliputi:
A. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari
mirip demam influeza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya
sedang masa bebas serangan makin pendek.

B. Gejala sistemik lain


Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta
malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan
tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat
juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

H.    Komplikasi
1. Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran pernapasan) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.
2. Kolaps lobus retaksi brinkial
3. Bronkhiektasis dan fibrosis fau : terjadi pelebaran bronkus dan terjadi pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif
4. Pneumotorak spontan : kerusakan jaringan paru dan adanya udara di dalam rongga
pleura
5. Penyebaran infeksi

I.       Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Kebanyakan individu dengan TB aktif yang baru didiagnosa tidak dirawat di rumah
sakit. Jika TB paru terdiagnosa pada individu yang sedang dirawat,klien mungkin akan tetap
dirawat sampai kadar obat terapeutik telah ditetapkan. Beberapa pasien yang di rumah sakit
karena alasan :
A. Mereka sakit akut
B. Situasi kehidupan mereka dianggap beresiko tinggi
C. Mereka diduga tidak patuh terhadap pengobatan
D. Terdapat riwayat TB sebelumnya
E. Terdapat penyakit lain yang bersamaan dan bersifat akut
F. Tidak terjadi perbaikan setelah terapi
G. Mereka resisten terhadap pengobatan yang biasa.
Pengobatan dan perawatan singkat di rumah sakit diperlukan untuk memantau
keefektifan terapi dan efek samping obat-obat yang diberikan. Klien dengan diagnosa TB
aktif biasanya mulai diberikan 3 jenis medikasi untuk memastikan bahwa organisme yang
resisten telah disingkirkan. Dosis dari beberapa obat cukup besar karena basil sulit untuk
dibunuh. Pengobatan berlanjut cukup lama untuk menyingkirkan atau mengurangi secara
subtansial jumlah basil dorman atau semidorman. Medikasi yang digunakan untuk TB dibagi
menjadi preparat primer dan preparat baris kedua. Preparat primer selalu diresepkan pertama
kali sampai laporan hasil kultur dan laboratorium memberikan data yang pasti. Klien dengan
riwayat terapi TB yang tidak selesai mungkin mempunyai organisme yang menjadi resisten
dan preparat sekunder harus digunakan. Lamanya pengobatan mempunyai pendekatan 2 fase:
1. Fase intensif yang menggunakan dua atau tiga jenis obat,ditujukan untuk menghancurkan
sejumlah besar organisme yang berkembang biak dengan cepat
2. Fase rumatan,biasanya denagan dua obat diarahkan pada pemusnaan sebagian besar basil
yang masih tersisa.
Program pengobatan dasar yang direkomendasikan bagi klien yang sebelumnya belum
diobati adalah dosis harian isoniazid, rifampin dan pirazinamid selama 2 bulan. Kultur
sputum digunakan untuk mengevaluasi kesakilan terapi. Jika kepatuhan terhadap pendosisan
harian menjadi masalah,maka diperlukan protokol TB yang memberikan medikasi 2 atau 3
kali seminggu. Program ini diberikan di klinik untuk memastikan klien menerima obat yang
diharuskan. Jika medikasi yang digunakan tidak aktif,program harus dievaluasi kembali dan
kepatuhan klien harus dikaji. Medikasi yang digunakan untuk mengobati TB mempunyai efek
samping yang serius,bergantung pada obat spesifik yang diresepkan. Toleransi obat,efek obat
dan toksisitas obat bergantung pada faktor-faktor seperti usia,dosis obat,waktu sejak obat
terakhir digunakan,formula kimia dari obat,fungsi ginjal dan usus serta kepatuhan klien.
Klien penderita TB yang tidak membaik atau yang tidak mampu menoleransi medikassi
membutuhkan pengkajian dan pengobatan pada fasilitas medis yang mengkhususkan dalam
pengobatan TB paru berkomplikasi.

Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mnecegah
kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata
rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan
adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin/INH. Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel berikut:

Aksi Potensi Rekomendasi Dosis (mg/kg BB)


Obat Anti TB Per Minggu
Per Hari
Esensial 3x 2x
Isoniazid (H) Bakterisidal Tinggi 5 10 15
Rifampisin (R) Bakterisidal Tinggi 10 10 10
Pirasinamid (Z) Bakterisidal Rendah 25 35 50
Streptomisin (S) Bakterisidal Rendah 15 15 15
Etambutol (E) Bakteriostatik Rendah 15 30 45

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan
lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak
dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course
(DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1.     Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
2.     Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan
penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit
pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3.     Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh
Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus
minum obat setiap hari.
4.         Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5.         Pencatatan dan pelaporan yang baku.

J. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1.      Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
2.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi
spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
4.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi
kurang / tidak akurat
5.      Gangguan pemenuhan pola tidur b.d batuk malam hari,sesak napas, keringat dingin

Teori asuhan keperawatan tuberculosis


Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:

Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu


dikaji adalah:

a. Aktivitas/istirahat:
Gejala:

- Kelelelahan umum dan kelemahan

- Dispnea saat kerja maupun istirahat


- Kesulitan tidur pada malam hari atau demam pada malam hari, menggigil dan
atau berkeringat
- Mimpi buruk
Tanda:

- Takikardia, takipnea/dispnea pada saat kerja


- Kelelahan otot, nyeri, sesak (tahap lanjut)
b. Sirkulasi
Gejala:

- Palpitasi

Tanda:

- Takikardia, disritmia
- Adanya S3 dan S4, bunyi gallop (gagal jantung akibat effusi)
- Nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal
- Tanda Homman (bunyi rendah denyut jantung akibat adanya udara dalam
mediatinum)
- TD: hipertensi/hipotensi
- Distensi vena jugularis
c. Integritas ego:
Gejala:

- Gejala-gejala stres yang berhubungan lamanya perjalanan penyakit, masalah


keuangan, perasaan tidak berdaya/putus asa, menurunnya produktivitas.
Tanda:
- Menyangkal (khususnya pada tahap dini)
- Ansietas, ketakutan, gelisah, iritabel.
- Perhatian menurun, perubahan mental (tahap lanjut)

d. Makanan dan cairan:


Gejala:

- Kehilangan napsu makan


- Penurunan berat badan
Tanda:

- Turgor kulit buruk, kering, bersisik


- Kehilangan massa otot, kehilangan lemak subkutan
e. Nyeri dan Kenyamanan:
Gejala:

- Nyeri dada meningkat karena pernapsan, batuk berulang


- Nyeri tajam/menusuk diperberat oleh napas dalam, mungkin menyebar ke
bahu, leher atau abdomen.
Tanda:

- Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.


f.Pernapasan:
Gejala:

- Batuk (produktif atau tidak produktif)


- Napas pendek
- Riwayat terpajan tuberkulosis dengan individu terinfeksi
Tanda:

- Peningkatan frekuensi pernapasan


- Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada,
leher, retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat
- Pengembangan dada tidak simetris
- Perkusi pekak dan penurunan fremitus, pada pneumothorax perkusi
hiperresonan di atas area yang telibat.
- Bunyi napas menurun/tidak ada secara bilateral atau unilateral
- Bunyi napas tubuler atau pektoral di atas lesi
- Crackles di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek
(crackels posttussive)
- Karakteristik sputum hijau purulen, mukoid kuning atau bercak darah
- Deviasi trakeal
g. Keamanan:
Gejala:

- Kondisi penurunan imunitas secara umum memudahkan infeksi sekunder.


Tanda:

- Demam ringan atau demam akut.


h. Interaksi Sosial:
Gejala:

- Perasaan terisolasi/penolakan karena penyakit menular


- Perubahan aktivitas sehari-hari karena perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran
i. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:

- Riwayat keluarga TB
- Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk
- Gagal untuk membaik/kambuhnya TB
- Tidak berpartisipasi dalam terapi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Risiko tinggi terhadap infeksi sekunder (reaktivasi) b/d penurunan imunitas, penurunan
kerja silia, stasis sekret, malnutrisi, kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan
patogen.
2. Pola pernapasan tak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara, nyeri dada,
proses inflamasi.)
3. Bersihan jalan napas tak efektif b/d sekresi mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan,
upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
4. (Risiko tinggi) Gangguan pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru, atelektasis,
kerusakan membran alveolar-kapiler, edema bronkial.
5. Risiko tinggi trauma/henti napas b/d pemasangan sistem drainase dada, kurang
pengetahuan tentang pengamanan drainase.
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, peningkatan status
metabolisme (penyakit kronis), kelemahan, dispnea, asupan yang tidak adekuat.
7. Kurang pengetahuan (tentang proses terapi, kemungkinan kambuh dan perawatan
penyakit) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Risiko tinggi terhadap infeksi sekunder (reaktivasi) b/d penurunan imunitas, penurunan
kerja silia, stasis sekret, malnutrisi, kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan
patogen.
Intervensi dan Rasional:

a. Kaji fase patologis penyakit (aktif/tidak aktif) dan potensi penyebaran infeksi melalui
droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa.
- Membantu klien menyadari/menerima perlunya mematuhi program pengobatan
untuk mencegah reaktivasi dan komplikasi.

b. Jelaskan penyebab penyakit, proses dan upaya pencegahan penularan yang dapat
dilakukan klien (Anjurkan klien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan sekret pada tisu
sekali pakai dan menghindari meludah).
- Pemahaman klien tentang bagaimana penyakit disebarkan dan kesadaran
kemungkinan transmisi dapat membantu klien dan orang terdekat mengambil
langkah untuk mencegah penularan kepada orang lain.

c. Identifikasi orang lain yang berisiko (anggota keluarga, teman karib)


- Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah
penyebaran/terjadinya infeksi.

d. Identifikasi faktor risiko individu terhadap reaktivasi tuberkulosis (alkoholisme,


merokok, malnutrisi, minum obat imunosupresant/kortikosteroid, adanya penyulit
DM)
- Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah pola hidup
dan menghindari hal-hal yang dapat menghambat penyembuhan penyakit.

e. Awasi peningkatan suhu tubuh klien


- Reaksi demam merupakan indikator adanya infeksi lanjut.

f. Tekankan pentingnya melanjutkan terapi obat sesuai jangka waktu yang


diprogramkan.
- Fase aktif berakhir 2-3 hari setelah periode kemoterapi awal tetapi pada
caverne atau lesi yang luas risiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3
bulan.

g. Tekankan pentingnya mengikuti pemeriksaan ulangan (kultur, BTA, foto thoraks)


sesuai jadual yang ditetapkan.
- Pemeriksaan diagnostik tersebut merupakan satu-satunya alat evaluasi
keberhasilan terapi, bukan berdasarkan kemajuan klinis penyakit.

2. Pola pernapasan tak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara dalam rongga
pleura, nyeri dada, proses inflamasi)
Intervensi dan Rasional:

a. Identifikasi etiologi/faktor pencetus (kolaps spontan, trauma, keganasan, infeksi,


komplikasi ventilasi mekanik)
- Pemahaman penyebab kolaps paru penting untuk pemasangan WSD yang tepat
dan memilih tindakan terapeutik lainnya.

b. Kaji fungsi pernapasan, catat kecepatan pernapasan, dispnea, sianosis dan perubahan
tanda vital
- Distres pernapasan dan perubahan tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres
fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok akibat hipoksia.

c. Auskultasi bunyi napas.


- Bunyi napas dapat menurun/tak ada pada area kolaps yang meliputi satu lobus,
segmen paru atau seluruh area paru (unilateral).

d. Kaji pengembangan dada dan posisi trakea.


- Ekspansi paru menurun pada area kolaps. Deviasi trakea ke arah sisi yang sehat
pada tension pneumothorax.

e. Kaji fremitus.
- Suara dan taktil fremitus menurun pada jaringan yang terisi cairan dan udara
seperti pada pneumothorax.

f. Kaji area nyeri bila klien batuk atau napas dalam.


- Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif dan
mengurangi trauma.

g. Pertahankan posisi nyaman (biasanya dengan meninggikan kepala tempat tidur). Balik
ke sisi yang sakit dan dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
- Meningkatkan inspirasi minimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi
pada sisi yang sehat.

Bila dipasang WSD:

h. Periksa pengontrol penghisap, jumlah hisapan yang benar.


- Mempertahankan tekanan negatif intrapleural yang meningkatkan ekspansi
paru optimum.

i. Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
- Air dalam botol penampung berfungsi sebagai sekat yang mencegah udara
atmosfir masuk kedalam pleura.

j. Observasi gelembung udara dalam botol penampung


- Gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan keluarnya udara dari pleura
sesuai dengan yang diharapkan. Gelembung biasanya menurun seioring dengan
bertambahnya ekspansi paru. Tidak adanya gelembung udara dapat
menunjukkan bahwa ekspansi paru sudah optimal atau tersumbatnya selang
drainase.

k. Setelah WSD dilepas, tutup sisi lubang masuk dengan kasa steril, observasi tanda
yang dapat menunjukkan berulangnya pneumothorax seperti napas pendek, keluhan
nyeri.
- Deteksi dini terjadinya komplikasi penting seperti berulangnya pneumothorax.
3. Bersihan jalan napas tak efektif b/d sekresi mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan,
upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
Intervensi dan Rasional:

a. Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan
otot asesori)
- Penurunan bunyi napas menunjukkan atelektasis, ronkhi menunjukkan
akumulasi sekret dan ketidakefektifan pengeluaran sekresi yang selanjutnya
dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori dan peningkatan kerja
pernapasan..

b. Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, catat karakter, volume sputum dan adanya
hemoptisis.
- Pengeluaran sulit bila sekret sangat kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak
adekuat). Sputum berdarah bila ada kerusakan (kavitasi) paru atau luka
bronkial dan memerlukan intervensi lebih lanjut.

c. Berikan posisi semi/fowler tinggi dan bantu pasien latihan napas dalam dan batuk
yang efektif.
- Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya bernapas.
Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret
ke dalam jalan napas besar untuk dikeluarkan.

d. Pertahankan asupan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan.


- Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan mengefektifkan
pembersihan jalan napas.

e. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, bila perlu lakukan penghisapan (suction)
- Mencegah obstruksi dan aspirasi. Penghisapan diperlukan bila pasien tidak
mampu mengeluarkan sekret.

f. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti agen mukolitik, bronkodilator dan
kortikosteroid.
- Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk
memudahkan pembersihan.
- Bronkodilator meningkatkan diameter lumen percabangan trakeobronkial
sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara.
- Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bila
reaksi inflamasi mengancam kehidupan.

4. (Risiko tinggi) Gangguan pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru, atelektasis,
kerusakan membran alveolar-kapiler, edema bronkial.
Intervensi dan Rasional:

a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan, ekspansi thorax
dan kelemahan.
- TB paru mengakibatkan efek luas pada paru dari bagian kecil
bronkopenumonia sampai inflamasi difus yang luas, nekrosis, efusi pleura dan
fibrosis yang luas. Efeknya terhadap pernapasan bervariasi dari gejala ringan ,
dispnea berat dampai distres pernapasan.

b. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan warna kulit,
termasuk membran mukosa dan kuku.
- Akumulasi sekret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat dapat menggangu
oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.

c. Tunjukkan dan dorong pernapasan bibir selama ekspirasi khususnya untuk pasien
dengan fibrosis dan kerusakan parenkim paru.
- Membuat tahanan melawan udara luar untuk mencegah kolaps/penyempitan
jalan napas sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan
mengurangi napas pendek

d. Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas dan bantu kebutuhan perawatan diri sehari-
hari sesuai keadaan pasien.
- Menurunkan konsumsi oksigen selama periode penurunan pernapsan dan dapat
menurunkan beratnya gejala.

e. Kolaborasi pemeriksaan AGD


- Penurunan kadar O2 (PaO2) dan atau saturasi, peningkatan PaCO2 menunjukkan
kebutuhan untuk intervensi/perubahan program terapi.
f. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan tambahan.
- Terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksemia yang terjadi akibat penurunan
ventilasi/menurunnya permukaan alveolar paru.

5. Risiko tinggi trauma/henti napas b/d pemasangan sistem drainase dada, kurang
pengetahuan tentang pengamanan drainase.
Intervensi dan Rasional:

a. Diskusikan dengan klien tujuan/fungsi pemasangan drainase dada.


- Informasi tentang bagaimana sistem kerja dan tujuan drainase memberi rasa
tenang kepada klien dan mengurangi ansietas.

b. Pastikan keamanan unit drainase (sambungan selang, kemungkinan terlepas,


terlipat/tersumbat, teregang)
- Memastikan selang tidak terlepas atau teregang yang dapat menimbulkan rasa
nyeri pada klien serta memastikan funsi drainase berjalan semestinya.

c. Awasi sisi lubang insersi pemasangan selang, amati kondisi kulit, ganti kasa pentup
steril setiap hari atau setiap kali bila kotor atau basah.
- Tindakan deteksi dini komplikasi pemasangan drainase dan mencegah
komplikasi lebih lanjut.

d. Pastikan keamanan pemasangan drainase bila klien harus meninggalkan unit


perawatan untuk tujuan pemeriksaan atau terapi (periksa batas cairan dalam botol, ada
tidaknya gelembung udara, perlu tidaknya selang diklem sementara).
- Meningkatkan kontinuitas evaluasi optimal selama pemindahan.

6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, peningkatan status
metabolisme (penyakit kronis), kelemahan, dispnea, asupan yang tidak adekuat.
Intervensi dan Rasional:

a. Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, dan derajat penurunan berat badan,
integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah dan diare.
- Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan
intervensi yang tepat.
b. Fasilitasi klien memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai indikasi)
- Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki asupan nutrisi.

c. Pantau asupan dan haluaran, timbang berat badan secara periodik (sekali seminggu).
- Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.

d. Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta sebelum dan
sesudah intervensi/pemeriksaan peroral.
- Menurunkan rasa tak enak karena sisa makanan, sisa sputum atau obat untuk
mengobatan sistem respirasi yang dapat merangsang pusat muntah.

e. Fasilitasi pemberian diet TKTP, berikan dalam porsi kecil tapi sering.
- Memaksimalkan asupan nutrisi tanpa kelelahan dan energi besar serta
menurunkan iritasi saluran cerna.

f. Kolaborasi dengan ahli diet untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat.
- Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi
peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehuvungan dengan status
hipermetabolik klien.

g. Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium khususnya BUN, protein serum dan


albumin.
- Menilai kemajuan terapi diet dan membantu perencanaan intervensi
selanjutnya.

7. Kurang pengetahuan (tentang proses terapi, kemungkinan kambuh dan perawatan


penyakit) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
Intervensi dan Rasional:

a. Kaji kemampuan klien untuk mengikuti pembelajaran (tingkat kecemasan, kelelahan


umum, pengetahuan klien sebelumnya, suasana yang tepat).
- Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik, emosional
dan lingkugan yang kondusif.

b. Jelaskan tentang dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan
mengapa pengobatan TB berlangsung dalam waktu lama.
- Meningkatkan partisipasi klien dalam program pengobtan dan mencegah putus
berobat karena membaiknya kondisi fisik klien sebelum jadual terapi selesai.

c. Ajarkan dan nilai kemampuan klien untuk mengidentifikasi gejala/tanda reaktivasi


penyakit (hemoptisis, demam, nyeri dada, kesulitan bernapas, kehilangan
pendengaran, vertigo).
- Dapat menunjukkan pengaktifan ulang proses penyakit dan efek obat yang
memerlukan evaluasi lanjut.

d. Tekankan pentingnya mempertahankan asupan nutrisi yang mengandung protein dan


kalori yang tinggi serta asupan cairan yang cukup setiap hari.
- Diet TKTP dan cairan yang adekuat memenuhi peningkatan kebutuhan
metabolik tubuh. Pendidikan kesehatan tentang hal tersebut meningkatkan
kemandirian klien dalam perawatan penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, long. 1996. Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Ikatan Keperawatan Pajajaran

Christantie, effendy. 2003. Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC

Dinkes. RI. 2006. Materi Pelatihan Bagi Volunter Tuberkulosis Tingkat Kelurahan di Kota
Yogyakarta. Yogyakarta

Harrison. 1995. Prinsip – prinsip Penyakit Dalam, Jakarta : EGC

Sjamsuhidayat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah , Jakarta : EGC

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, BP FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai