KELUARGA
2. Tahap II : Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua bayi sampai umur 30 bulan)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap II, yaitu membentuk keluarga muda
sebagai sebuah unit, mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan, memperluas
persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan peran orang tua kakek dan nenek
dan mensosialisasikan dengan lingkungan keluarga besar masing-masing pasangan.
3. Tahap III : Keluarga dengan anak usia pra sekolah (anak tertua berumur 2-6 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap III, yaitu memenuhi kebutuhan anggota
keluarga, mensosialisasikan anak, mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap
memenuhi kebutuhan anak yang lainnya, mempertahankan hubungan yang sehat dalam
keluarga dan luar keluarga, menanamkan nilai dan norma kehidupan, mulai mengenalkan
kultur keluarga, menanamkan keyakinan beragama, memenuhi kebutuhan bermain anak.
4. Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua usia 6-13 tahun)
Tugas perkembangan keluarga tahap IV, yaitu mensosialisasikan anak termasuk
meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya,
mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan, memenuhi kebutuhan kesehatan
fisik anggota keluarga, membiasakan belajar teratur, memperhatikan anak saat menyelesaikan
tugas sekolah.
5. Tahap V : Keluarga dengan anak remaja (anak tertua umur 13-20 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap V, yaitu menyeimbangkan kebebasan
dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan mandiri, memfokuskan kembali
hubungan perkawinan, berkomunikasi secara terbuka antara orang tua dan anak-anak,
memberikan perhatian, memberikan kebebasan dalam batasan tanggung jawab,
mempertahankan komunikasi terbuka dua arah.
6. Tahap VI : Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda (mencakup anak pertama
sampai anak terakhir yang meninggalkan rumah)
Tahap ini adalah tahap keluarga melepas anak dewasa muda dengan tugas
perkembangan keluarga antara lain : memperluas siklus keluarga dengan memasukkan
anggota keluarga baru yang didapat dari hasil pernikahan anak-anaknya, melanjutkan untuk
memperbaharui dan menyelesaikan kembali hubungan perkawinan, membantu orang tua
lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami dan istri.
7. Tahap VII : Orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan atau pensiunan)
Tahap keluarga pertengahan dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan
berakhir atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini juga dimulai ketika orang tua
memasuki usia 45-55 tahun dan berakhir pada saat pasangan pensiun. Tugas
perkembangannya adalah menyediakan lingkungan yang sehat, mempertahankan hubungan
yang memuaskan dan penuh arah dengan lansia dan anak-anak, memperoleh hubungna
perkawinan yang kokoh.
1. Menurut Maclin, 1988 (dalam Achjar, 2010) pembagian tipe keluarga, yaitu :
a. Keluarga Tradisional
1) Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak yang hidup dalam
rumah tangga yang sama.
2) Keluarga dengan orang tua tunggal yaitu keluarga yang hanya dengan satu orang yang
mengepalai akibat dari perceraian, pisah, atau ditinggalkan.
3) Pasangan inti hanya terdiri dari suami dan istri saja, tanpa anak atau tidak ada anak yang
tinggal bersama mereka.
4) Bujang dewasa yang tinggal sendiri
5) Pasangan usia pertengahan atau lansia, suami sebagai pencari nafkah, istri tinggal di rumah
dengan anak sudah kawin atau bekerja.
6) Jaringan keluarga besar, terdiri dari dua keluarga inti atau lebih atau anggota yang tidak
menikah hidup berdekatan dalam daerah geografis.
a. Keluarga berantai (sereal family) yaitu keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang
menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
b. Keluarga berkomposisi yaitu keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara
bersama-sama.
c. Keluarga kabitas yaitu keluarga yang terbentuk tanpa pernikahan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah sekumpulan tindakan yang digunakan oleh perawat untuk
mengukur keadaan klien (keluarga) dengan menangani norma-norma kesehatan keluarga
maupun sosial, yang merupakan system terintegrasi dan kesanggupan keluarga untuk
mengatasinya. (Effendy, 1998)
Pengumpulan data dalam pengkajian dilakukan dengan wawancara, observasi, dan
pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi. Pengkajian asuhan keperawatan keluarga menurut
teori/model Family Centre Nursing Friedman (1988), meliputi 7 komponen pengkajian yaitu :
Ada beberapa tahap yang perlu dilakukan saat pengkajian menurut Supraji (2004) yaitu:
a. Membina hubungan baik
Dalam membina hubungan yang baik, hal yang perlu dilakukan antara lain, perawat
memperkenalkan diri dengan sopan dan ramah tamah, menjelaskan tujuan kunjungan,
meyakinkan keluarga bahwa kehadiran perawat adalah menyelesaikan masalah kesehatan
yang ada di keluarga, menjelaskan luas kesanggupan bantuan perawat yang dapat dilakukan,
menjelaskan kepada keluarga siapa tim kesehatan lain yang ada di keluarga.
3. Perencanaan
Perencanaan adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat untuk dilaporkan dalam
memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang telah diidentifikasi (Efendy,1998).
Penyusunan rencana perawatan dilakukan dalam 2 tahap yaitu pemenuhan skala prioritas dan
rencana perawatan (Suprajitmo, 2004).
a. Skala prioritas
Prioritas didasarkan pada diagnosis keperawatan yang mempunyai skor tinggi dan
disusun berurutan sampai yang mempunyai skor terendah. Dalam menyusun prioritas
masalah kesehatan dan keperawatan keluarga harus didasarkan beberapa criteria sebagai
berikut :
1. Sifat masalah (actual, risiko, potensial)
2. Kemungkinan masalah dapat diubah
3. Potensi masalah untuk dicegah
4. Menonjolnya masalah
Skoring dilakukan bila perawat merumuskan diagnosa keperawatan telah dari satu
proses skoring menggunakan skala yang telah dirumuskan oleh Bailon dan Maglay (1978)
dalam Effendy (1998).
b. Rencana
Langkah pertama yang dilakukan adalah merumuskan tujuan keperawatan. Tujuan
dirumuskan untuk mengetahui atau mengatasi serta meminimalkan stressor dan intervensi
dirancang berdasarkan tiga tingkat pencegahan. Pencegahan primer untuk memperkuat garis
pertahanan fleksibel, pencegahan sekunder untuk memperkuat garis pertahanan sekunder, dan
pencegahan tersier untuk memperkuat garis pertahanan tersier (Anderson & Fallune, 2000).
Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka
panjang mengacu pada bagaimana mengatasi problem/masalah (P) di keluarga. Sedangkan
penetapan tujuan jangka pendek mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi yang
berorientasi pada lima tugas keluarga.
Adapun bentuk tindakan yang akan dilakukan dalam intervensi nantinya adalah
sebagai berikut :
1. Menggali tingkat pengetahuan atau pemahaman keluarga mengenai masalah
2. Mendiskusikan dengan keluarga mengenai hal-hal yang belum diketahui dan
meluruskan mengenai intervensi/interpretasi yang salah.
3. Memberikan penyuluhan atau menjelaskan dengan keluarga tentang faktor-faktor
penyebab, tanda dan gejala, cara menangani, cara perawatan, cara mendapatkan
pelayanan kesehatan dan pentingnya pengobatan secara teratur.
4. Memotivasi keluarga untuk melakukan hal-hal positif untuk kesehatan.
5. Memberikan pujian dan penguatan kepada keluarga atas apa yang telah diketahui dan
apa yang telah dilaksanakan.
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan dilaksanakan berdasarkan pada rencana yang telah disusun. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap keluarga yaitu :
a. Sumber daya keluarga
b. Tingkat pendidikan keluarga
c. Adat istiadat yang berlaku
d. Respon dan penerimaan keluarga
e. Sarana dan prasarana yang ada pada keluarga.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil implementasi dengan
criteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya. Kerangka kerja
valuasi sudah terkandung dalam rencana perawatan jika secara jelas telah digambarkan tujuan
perilaku yang spesifik maka hal ini dapat berfungsi sebagai criteria evaluasi bagi tingkat
aktivitas yang telah dicapai (Friedman,1998)
Evaluasi disusun mnggunakan SOAP dimana :
S : ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subyektif oleh keluarga setelah
diberikan implementasi keperawatan.
O : keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan yang
obyektif.
A : merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subyektif dan obyektif.
P : perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis (Suprajitno,2004)
DAFTAR PUSTAKA
Achjar, K.A.2010. Aplikasi Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta : Sagung Seto
Allender, JA & Spradley, B. W. 2001. Community as Partner, Theory and Practice Nursing.
Philadelpia : Lippincott
Iqbal,Wahit dkk.2005.Ilmu Keerawatan Komunitas 2 Teori dan Aplikasi dalam Praktek Pendekatan
Asuhan Keperawatan Komunitas, Gerontik, Keluarga.Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, suatu basil aerobik tahan asam yang
ditularkan melalui udara. Sebagian kasus, infeksi tuberculosis didapat melalui inhalasi
TBC Paru adalah Penyakit infeksi yang terutama mengenai jaringan paru dan dapat
menyebar ke bagian tubuh lain yaitu : otak, ginjal, tulang. Penyebab infeksi adalah kuman
Jadi dapat disimpulkan TBC (tuberculosis) merupakan suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh microbacterium tuberculosis yang ditularkan melalui udara dan jika tidak
ada pengobatan yang efektif dapat mengakibatkan perjalanan penyakit yang kronis dan bias
menimbulkan kematian.
B. Etiologi
Setelah terinfeksi kuman tersebut kira-kira 50% kuman akan berkembang menjadi TBC aktif
dalam satu tahun, sisanya kuman ini akan menyebabkan infeksi laten.
Sistem pernafasan dibagi menjadi dua bagian yaitu saluran penafasan bagian atas, yang
terdiri dari hidung, faring, dan laring. Saluran pernafasan bagian bawah yaitu terdiri dari
Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan
suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Ventilasi membutuhkan
gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya, yaitu digfragma. Efek dari gerakan ini adalah
secara bergantian meningkatkan dan menurunkan kapasitas dada. Ketika dalam kapasitas
dada meningkat, udara masuk melalui trakea (inspirasi), karena penurunan tekanan di dalam,
dan mengembangkan paru. Ketika dinding dada dan diafragma kembali ke ukuran semula
(ekspirasi), paru-paru yang elastis tersebut mengempis, dan mendorong udara keluar melalui
Pernafasan adalah proses ganda, yaitu menghirup udara dari luar yang mengandung
karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi
Fungsi pernafasan adalah mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah
keseluruh tubuh untuk proses metabolisme, dan mengeluarkan karbondioksida sebagai sisa
dari metabolisme. Dalam proses pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida terjadi
bila ada perbedaan tekanan. Proses ini disebut dengan difusi. Oksigen berdifusi dari alveoli
kedalam darah kapiler paru karena tekanan oksigen (PO2) dalam alveoli lebih besar dari pada
Po2 dalam darah paru. Kemudian dalam jaringan, PO2 yang sangat tinggi dalam darah
kapiler jaringan. Demikian juga, karbondioksida berdifusi keluar dari darah masuk kedalam
alveoli karena PCO2 dalam darah kapiler paru lebih besar dari pada dalam alveoli. Pada
dasarnya, transpor dan karbondioksida oleh darah tergantung pada difusi keduanya dan aliran
darah.
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang
sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus
kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi
darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut
bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan
berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan
kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang
ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran
udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis
memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang
rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran
udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara
karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius
yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris
seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru,
asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat
sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan
D. Patofisiologi
Awalnya klien terinfeksi oleh tuberculosis yang disebut dengan infeksi perimer.
Infeksi primer biasanya terdapat pada apeks paru atau dekat lobus bawah. Infeksi primer
berukuran mikroskopis sehingga tidak tampak pada foto rontgen. Tempat infeksi primer
dapat mengalami proses degenerasi nekrotik tetapi bisa saja tidak,yang menyebabkan
pembentukan rongga yang terisi oleh massa basil tuberkell seperti keju,sel-sel darah putih
yang mati dan jaringan paru nekrotik. Pada waktunya,material ini mencair dan dapat mengalir
ke dalam percabangan trakheobronkhial dan dibatukkan. Rongga yang terisi udara tetap ada
membentuk jaringan parut dan pada akhirnya terbentuk lesi pengapuran yang disebut sebagai
Tuberkel Ghon. Lesi ini dapat mengandung basil hidup yang dapat aktif kembali,meski telah
Infeksi TB primer menyebabkan tubuh mengalami reaksi alergi terhadap basil tuberkel
dan proteinnya. Respon imun seluler ini tampak dalam bentuk sensitifitas sel-sel T dan
terdeteksi oleh reaksi positif pada tes tuberkulin. Perkembangan sensitivitas tuberkulin ini
terjadi pada semua sel-sel tubuh 2 sampai 6 minggu setelah infeksi primer. Dan akan
dipertahankan selama basil hidup berada dalam tubuh. Imunitas didapat ini biasanya
Selain infeksi primer yang progesif, infeksi ulang juga mengarah pada bentuk klinis
TB aktif. Tempat primer infeksi yang mengandung basil TB dapat tetap laten selama tahun-
tahun dan kemudian teraktifkan kembali jika daya tahan klien menurun. Penting artinya
untuk mengkaji kembali secar periodek klien yang telah mengalami infeksi TB untuk
E. Pathway
Sel-sel T
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya
batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-
hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul
apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi:
A. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari
mirip demam influeza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya
sedang masa bebas serangan makin pendek.
H. Komplikasi
1. Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran pernapasan) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.
2. Kolaps lobus retaksi brinkial
3. Bronkhiektasis dan fibrosis fau : terjadi pelebaran bronkus dan terjadi pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif
4. Pneumotorak spontan : kerusakan jaringan paru dan adanya udara di dalam rongga
pleura
5. Penyebaran infeksi
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mnecegah
kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata
rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan
adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin/INH. Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel berikut:
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan
lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak
dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course
(DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan
penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit
pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh
Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus
minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
a. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Palpitasi
Tanda:
- Takikardia, disritmia
- Adanya S3 dan S4, bunyi gallop (gagal jantung akibat effusi)
- Nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal
- Tanda Homman (bunyi rendah denyut jantung akibat adanya udara dalam
mediatinum)
- TD: hipertensi/hipotensi
- Distensi vena jugularis
c. Integritas ego:
Gejala:
- Riwayat keluarga TB
- Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk
- Gagal untuk membaik/kambuhnya TB
- Tidak berpartisipasi dalam terapi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko tinggi terhadap infeksi sekunder (reaktivasi) b/d penurunan imunitas, penurunan
kerja silia, stasis sekret, malnutrisi, kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan
patogen.
2. Pola pernapasan tak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara, nyeri dada,
proses inflamasi.)
3. Bersihan jalan napas tak efektif b/d sekresi mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan,
upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
4. (Risiko tinggi) Gangguan pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru, atelektasis,
kerusakan membran alveolar-kapiler, edema bronkial.
5. Risiko tinggi trauma/henti napas b/d pemasangan sistem drainase dada, kurang
pengetahuan tentang pengamanan drainase.
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, peningkatan status
metabolisme (penyakit kronis), kelemahan, dispnea, asupan yang tidak adekuat.
7. Kurang pengetahuan (tentang proses terapi, kemungkinan kambuh dan perawatan
penyakit) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Risiko tinggi terhadap infeksi sekunder (reaktivasi) b/d penurunan imunitas, penurunan
kerja silia, stasis sekret, malnutrisi, kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan
patogen.
Intervensi dan Rasional:
a. Kaji fase patologis penyakit (aktif/tidak aktif) dan potensi penyebaran infeksi melalui
droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa.
- Membantu klien menyadari/menerima perlunya mematuhi program pengobatan
untuk mencegah reaktivasi dan komplikasi.
b. Jelaskan penyebab penyakit, proses dan upaya pencegahan penularan yang dapat
dilakukan klien (Anjurkan klien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan sekret pada tisu
sekali pakai dan menghindari meludah).
- Pemahaman klien tentang bagaimana penyakit disebarkan dan kesadaran
kemungkinan transmisi dapat membantu klien dan orang terdekat mengambil
langkah untuk mencegah penularan kepada orang lain.
2. Pola pernapasan tak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara dalam rongga
pleura, nyeri dada, proses inflamasi)
Intervensi dan Rasional:
b. Kaji fungsi pernapasan, catat kecepatan pernapasan, dispnea, sianosis dan perubahan
tanda vital
- Distres pernapasan dan perubahan tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres
fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok akibat hipoksia.
e. Kaji fremitus.
- Suara dan taktil fremitus menurun pada jaringan yang terisi cairan dan udara
seperti pada pneumothorax.
g. Pertahankan posisi nyaman (biasanya dengan meninggikan kepala tempat tidur). Balik
ke sisi yang sakit dan dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
- Meningkatkan inspirasi minimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi
pada sisi yang sehat.
i. Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
- Air dalam botol penampung berfungsi sebagai sekat yang mencegah udara
atmosfir masuk kedalam pleura.
k. Setelah WSD dilepas, tutup sisi lubang masuk dengan kasa steril, observasi tanda
yang dapat menunjukkan berulangnya pneumothorax seperti napas pendek, keluhan
nyeri.
- Deteksi dini terjadinya komplikasi penting seperti berulangnya pneumothorax.
3. Bersihan jalan napas tak efektif b/d sekresi mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan,
upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
Intervensi dan Rasional:
a. Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan
otot asesori)
- Penurunan bunyi napas menunjukkan atelektasis, ronkhi menunjukkan
akumulasi sekret dan ketidakefektifan pengeluaran sekresi yang selanjutnya
dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori dan peningkatan kerja
pernapasan..
b. Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, catat karakter, volume sputum dan adanya
hemoptisis.
- Pengeluaran sulit bila sekret sangat kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak
adekuat). Sputum berdarah bila ada kerusakan (kavitasi) paru atau luka
bronkial dan memerlukan intervensi lebih lanjut.
c. Berikan posisi semi/fowler tinggi dan bantu pasien latihan napas dalam dan batuk
yang efektif.
- Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya bernapas.
Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret
ke dalam jalan napas besar untuk dikeluarkan.
e. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, bila perlu lakukan penghisapan (suction)
- Mencegah obstruksi dan aspirasi. Penghisapan diperlukan bila pasien tidak
mampu mengeluarkan sekret.
f. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti agen mukolitik, bronkodilator dan
kortikosteroid.
- Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk
memudahkan pembersihan.
- Bronkodilator meningkatkan diameter lumen percabangan trakeobronkial
sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara.
- Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bila
reaksi inflamasi mengancam kehidupan.
4. (Risiko tinggi) Gangguan pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru, atelektasis,
kerusakan membran alveolar-kapiler, edema bronkial.
Intervensi dan Rasional:
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan, ekspansi thorax
dan kelemahan.
- TB paru mengakibatkan efek luas pada paru dari bagian kecil
bronkopenumonia sampai inflamasi difus yang luas, nekrosis, efusi pleura dan
fibrosis yang luas. Efeknya terhadap pernapasan bervariasi dari gejala ringan ,
dispnea berat dampai distres pernapasan.
b. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan warna kulit,
termasuk membran mukosa dan kuku.
- Akumulasi sekret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat dapat menggangu
oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.
c. Tunjukkan dan dorong pernapasan bibir selama ekspirasi khususnya untuk pasien
dengan fibrosis dan kerusakan parenkim paru.
- Membuat tahanan melawan udara luar untuk mencegah kolaps/penyempitan
jalan napas sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan
mengurangi napas pendek
d. Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas dan bantu kebutuhan perawatan diri sehari-
hari sesuai keadaan pasien.
- Menurunkan konsumsi oksigen selama periode penurunan pernapsan dan dapat
menurunkan beratnya gejala.
5. Risiko tinggi trauma/henti napas b/d pemasangan sistem drainase dada, kurang
pengetahuan tentang pengamanan drainase.
Intervensi dan Rasional:
c. Awasi sisi lubang insersi pemasangan selang, amati kondisi kulit, ganti kasa pentup
steril setiap hari atau setiap kali bila kotor atau basah.
- Tindakan deteksi dini komplikasi pemasangan drainase dan mencegah
komplikasi lebih lanjut.
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, peningkatan status
metabolisme (penyakit kronis), kelemahan, dispnea, asupan yang tidak adekuat.
Intervensi dan Rasional:
a. Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, dan derajat penurunan berat badan,
integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah dan diare.
- Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan
intervensi yang tepat.
b. Fasilitasi klien memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai indikasi)
- Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki asupan nutrisi.
c. Pantau asupan dan haluaran, timbang berat badan secara periodik (sekali seminggu).
- Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
d. Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta sebelum dan
sesudah intervensi/pemeriksaan peroral.
- Menurunkan rasa tak enak karena sisa makanan, sisa sputum atau obat untuk
mengobatan sistem respirasi yang dapat merangsang pusat muntah.
e. Fasilitasi pemberian diet TKTP, berikan dalam porsi kecil tapi sering.
- Memaksimalkan asupan nutrisi tanpa kelelahan dan energi besar serta
menurunkan iritasi saluran cerna.
f. Kolaborasi dengan ahli diet untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat.
- Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi
peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehuvungan dengan status
hipermetabolik klien.
b. Jelaskan tentang dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan
mengapa pengobatan TB berlangsung dalam waktu lama.
- Meningkatkan partisipasi klien dalam program pengobtan dan mencegah putus
berobat karena membaiknya kondisi fisik klien sebelum jadual terapi selesai.
Barbara, long. 1996. Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Ikatan Keperawatan Pajajaran
Dinkes. RI. 2006. Materi Pelatihan Bagi Volunter Tuberkulosis Tingkat Kelurahan di Kota
Yogyakarta. Yogyakarta