Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran, akan tetapi
proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai
(Sanjaya 2008: 215). Pencapaian tujuan pembelajran merupakan out put/ out come
dari sistem yang berjalan. Dalam sebuah sistem tentu ada input-proses-output.
Pemebalajaran berada pada posisi tengah yaitu pada proses. Keberlangsunngan
proses sangat dipengaruhi oleh input yang masukan. Sehingga out put sesuai
dengan apa yang diharapkan. Proses akan berjalan lancar apabila didukung dengan
pengetahuan dan komponen-komponen yang memadai.
Banyak pengajar yang dalam melaksanakan belajar mengajarnya tidak bisa
mencapai tujuan/kompetensi yang ditentukan. Penyebabnya adalah pemebelajaran
tidak sesuai dengan karakteristik siswa. Siswa inginnya “begini pengajar
melakukan begitu” tidak ada sinergitas antara pengajar dan siswa. Karakteristik
siswa merupakan salah satu faktor penyebab efektif dan tidaknya pembelajaran.

Dalam pembelajaran kita mengenal istilah pendekatan pemebelajaran,


strategi pemebelajaran dan metode pemebeljaran. Ketiga istilah itulah yang menjadi
fokus pembahasan dalam makalah ini Karena itu merupakan komponen yang sangat
mendukung untuk memahami karakteristik siswa demi tercapainya tujuan
pembelajaran. Proses pemebelajaran akan berjalan efektif jika pendidik paham dan
mengetahui pendekatan pembelajaran yang berlanjut terhadap pemahaman strategi
pembelajaran dan memahami metode pembelajaran. Ketiga komponen ini
merupakan satu kesatuan yang akan mendukung terhadap pelaksanaan
pembelajaran sesuai dengan kompetensi dan karakteristik siswa.
Penulisan dalam makalah ini kami gunakan metode deskriptif kaji pustaka
dengan pendekatan sistem pemebelajaran. Pembelajaran akan berjalan efektif
tergantung sitem yang dijalankannya. Kami menduga bahwa pendekatan
pembelajaran strategi dan metode pemebelajaranlah yang membuat pemebelajaran

1
berjalan efektif. Kami berharap pembahasan ini akan bermanfaat bagi kelompok
kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas dapat kami rumuskan permasalahan yang akan menjadi
pembahasan dalam makalah ini diantaranya:
1. Bagaimana Metode Pembelajaran yang tepat ?
2. Apa saja jenis-jenis Metode Pembelajaran ?
3. Bagaimana Pembelajaran Kooperatif ?
4. Bagaimana Pembelajaran Kontekstual ?

C. Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan dalam makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui Metode pembelajaran yang tepat.
2. Untuk mengetahui Jenis-Jenis Metode Pembelajaran.
3. Untuk mengetahui Pembelajaran Kooperatif.
4. Untuk mengetahui Pembelajaran Kontekstual.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Metode Pembelajaran
Secara umum metode diartikan sebagai cara melakukan sesuatu. Secara
khusus, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara atau pola yang khas
dalam memanfaatkan berbagai prinsip dasar pendidikan serta berbagai teknik dan
sumberdaya terkait lainnya agar terjadi proses pembelajaran pada diri pembelajaran.
(Gintings, Abdorrakhman. 2008. h: 42)
Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru,
sehingga dalam menjalankan fungsinya, metode merupakan alat untuk mencapai
tujuan pembelajaran. (Siregar, Evelin dan Hartini Nara. 2010. h: 80)
Jadi, Metode pembelajaran adalah suatu cara yang dilakukan guru untuk
mencapai tujuan pembelajaran.

1. Pertimbangan dalam Pengembangan Metode Pembelajaran


Sebelum menentukan metode pembelajaran yang dapat digunakan, ada
beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan.
1. Pertimbangan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai
Pertimbangan ini merupakan pertimbangan pertama yang harus diperhatikan.
Semakin kompleks tujuan yang ingin dicapai maka semakin rumit juga
metode pembelajaran yang harus dibuat, metode dibuat sebagai cara untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
2. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran
Materi atau pengalaman belajar merupakan pertimbangan kedua yang harus
diperhatikan.
3. Pertimbangan dari sudut siswa
Siswa adalah subjek yang akan kita ajar. Keadaan siswa yang berbeda-beda
membuat kita untuk merancang metode yang yang sesuai dengan siswa
tersebut.

3
2. Jenis-Jenis Metode Pembelajaran
Banyak metode pembelajaran yang dapat digunakan, tetapi ada metode
pembelajaran yang mendasar, sedangkan selebihnya adalah kombinasi atau
modifikasi dari metode dasar tersebut. Berikut ini adalah metode pembelajaran
dasar, yaitu:
1) Metode Ceramah
Dalam metode ceramah guru menyampaikan materi secara lisan dan peserta
didik mendengarkan. Keunggulan metode ceramah adalah, dapat digunakan
untuk mengajar dalam jumlah peserta didik yang banyak, tujuan
pembelajaran dapat disampaikan dengan mudah, dll. Sedangkan
kekurangannya adalah, Komunikasi cenderung hanya satu arah, sangat
tergantung pada kemampuan komunikasi verbal guru, dll.
2) Metode Tanya Jawab
Materi pembelajaran disampaikan melalui proses tanya-jawab antara guru
dengan peserta didik, dan sesama peserta didik. Keunggulan metode tanya
jawab adalah, memotivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran secara aktif,
mendorong siswa untuk berfikir kritis, dll.
3) Metode Diskusi
Dalam metode diskusi proses pembelajaran berlangsung melalui kegiatan
berbagi informasi atau pengetahuan diantara sesama peserta didik.
Keunggulan metode diskusi adalah, menumbuhkan sikap ilmiah dan jiwa
demokratis, menciptakan suasana belajar yang interaktif, dll. Adapun
kekurangannya adalah, pembicaraan dalam diskusi bisa keluar dari topik
yang sedang dibahas, diskusi tidak mencapai hasil yang ditentukan jika batas
waktu telah tiba.
4) Metode Peragaan atau Demonstrasi
Metode peragaan dapat digunakan sebagai bagian dari pembelajaran teori
maupun praktek. Keunggulan metode peragaan adalah, peserta didik akan
lebih mudah memahami materi belajar, akan menciptakan suasana belajar

4
aktif, dll. Sedangkan kekurangannya adalah, memerlukan waktu persiapan
yang lebih lama, membutuhkan peralatan yang kadangkala tidak tersedia di
sekolah, dll.
5) Metode Bermain Peran
Metode bermain peran sangat efektif digunakan untuk menstimulasikan
keadaan nyata. Keunggulan metode bermain peran adalah, mampu melatik
kompetensi siswa dalam melakukan kegiatan praktis yang mendekati
keadaan yang sebenarnya. Kekurangan metode ini adalah, tidak semua guru
memiliki kompetensi merancang kegiatan simulasi, memerlukan persiapan
dan penyiapan yang matang serta membutuhkan banyak waktu dan
sumberdaya lainnya, dll.
6) Metode Pembelajaran Praktek
Keunggulan metode pembelajaran praktek adalah, mempermudah dan
memperdalam pemahaman tentang berbagai teori yang terkait dengan
praktek yang sedang dikerjakan, meningkatkan motivasi dan gairah belajar
siswa, dll. Sedangkan kelemahannya adalah, memerlukan persiapan yang
matang meliputi kegiatan dan peralatan yang diperlukan, memerlukan biaya
tinggi untuk pengadaan bahan dan peralatan praktek, dll.
7) Metode Tutorial
Metode tutorial adalah metode pembelajaran dengan mana seorang guru
memberikan bimbingan belajar kepada peserta didik secara individual.
Keunggulan metode tutorial adalah, peserta didik memperoleh pelayanan
pembelajaran secara individual sehingga permasalahan spesifik yang
dihadapinya dapat dilayani secara spesifik pula, seorang peserta didik dapat
belajar dengan kecepatan yang sesuai dengan kemampuannya tanpa harus
dipengaruhi oleh kecepatan belajar peserta didik yang lain. Sedangkan
kelemahannya adalah, memerlukan waktu yang lama karena guru harus
melayani peserta didik dalam jumlah banyak, memerlukan kesabaran dan
keluasan pemahaman guru tentang materi yang dipelajari siswa.

5
B. Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang didalamnya
mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama didalam kelompok-kelompok
kecil untuk membantu satu sama lain dalam belajar. Pembelajaran kooperatif
didasarkan pada gagasan atau pemikiran bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam
belajar, dan bertanggung jawab terhadap aktivitas belajar kelompok mereka seperti
terhadap diri mereka sendiri. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model
pembelajaran yang menganut paham konstruktivisme.
Slavin dalam Isjoni (2009: 15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok kecil
secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen.
Sedangkan menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009: 15) mengemukakan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi
yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama
selama proses pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada
penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan
kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2010: 37).
Agus Suprijono (2009: 54) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-
bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum
pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru
menetapkan tugas dan pertanyaanpertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan
informasi yang dirancang untuk membantu siswa menyelesaikan masalah yang
dimaksudkan. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok yang
didasari dengan kerja sama dan setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab
atas pembelajarannya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

6
1. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
1) Hasil belajar akademik , yaitu untuk meningkatkan kinerja siswa dalm
tugas-tugas akademik. Pembelajaran model ini dianggap unggul dalam
membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit.
2) Penerimaan terhadap keragaman, yaitu agar siswa menerima teman-
temannya yang mempunyai berbagai macam latar belakang.
3) Pengembangan keterampilan social, yaitu untuk mengembangkan
keterampilan social siswa diantaranya: berbagi tugas, aktif bertanya,
menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau
mengungkapkan ide, dan bekerja dalam kelompok.

2. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

1) Kelebihan Pembelajaran Kooperatif

a. Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiriJika belajar


sendiri sering kali rasa bosan timbul dan rasa kantuk pun datang. Apalagi
jika mempelajari pelajaran yang kurang menarik perhatian atau pelajaran
yang sulit.Dengan belajar bersama, orang punya teman yang memaksa
aktif dalam belajar.Demikian pula ada kesempatan bersenda gurau
sesedikit mungkin untuk mengalihkan kebosanan.
b. Dapat merangsang motivasi belajar Melalui kerja kelompok, akan dapat
menumbuhkan perasaan ada saingan. Jika udah menghabiskan waktu dan
tenaga yang sama dan ternyata ada teman yang mendapat nilai lebih baik,
akan timbul minat mengejarnya. Jika sudah berada di atas, tentu ingin
mempertahankan agar tidak akan dikalahkan teman-temannya.
c. Ada tempat bertanya. Kerja secara kelompok, maka ada tempat untuk
bertanya dan ada orang lain yang dapat mengoreksi kesalahan anggota
kelompok. Belajar sendiri sering terbentur pada masalah sulit terutama
jika mempelajari sejarah.Dalam belajar berkelompok, seringkali dapat
memecahkan soal yang sebelumnya tidak bisa diselesaikan sendiri.Ide
teman dapat dicoba dalam menyelesaikan soal latihan. Jika ada lima
orang dalam kelompok itu, tentu ada lima kepala yang mempunyai

7
tingkat pengetahuan dan kreativitas yang berbeda. Pada saat membahas
suatu masalah bersama akan ada ide yang saling melengkapi.
d. Kesempatan melakukan resitasi oral. Kerja kekompok, sering anggota
kelompok harus berdiskusi dan menjelaskan suatu teori kepada teman
belajar.Inilah saat yang baik untuk resitasi.Akan dijelaskan suatu teori
dengan bahasa sendiri. Belajar mengekspresikan apa yang diketahui, apa
yang ada dalam pikiran ke dalam bentuk kata-kata yang diucapkan.
e. Melalui kerja kelompok akan dapat membantu timbulnya asosiasi dengan
peristiwa lain yang mudah diingat. Misalnya, jika ketidaksepakatan
terjadi di antara kelompok, maka perdebatan sengit tak terhindarkan.
Setelah perdebatan ini, biasanya akan mudah mengingat apa yang
dibicarakan dibandingkan masalah lain yang lewat begitu saja. Karena
dari peristiwa ini, ada telinga yang mendengar, mulut yang berbicara,
emosi yang turut campur dan tangan yang menulis.Semuanya sama-sama
mengingat di kepala.Jika membaca sendirian, hanya rekaman dari mata
yang sampai ke otak, tentu ini dapat kurang kuat.
2) Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu faktor


dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu
sebagai berikut.
a. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu
memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu;
b. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan
dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai;
c. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topic
permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, dan
d. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini
mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

8
3. Model-Model Pembelajaran Kooperatif
1) Jigsaw
Dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi
komponen komponen lebih kecil. Selanjutnya, guru membagi siswa ke dalam
kelompok belajar kooperatif, yang terdiri atas empat orang siswa sehingga
setiap anggota bertanggung jawab  terhadap penguasaan setiap komponen atau
subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari tiap-tiap
kelompok yang bertanggung jawab terhadap subtopik yang sama membentuk
kelompok lagi yang terdiri atas dua atau tiga orang.
2) Group Invesgation
Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling
kompleks dan paling sulit diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali
oleh Thelen. Berbeda dengan STAD dan Jigsau, para model ini siswa terlibat
dalam perencanaan, baik yang dipelajari maupun hasil penyelidikan mereka.
Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit dari
pada pendekatan yang lebih terpusat dari guru.
Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6
siswa yang heterogen. Dam beberapa kasus, kelompok dapat dibentuk dengan
mempertimbangkan keakraban, persahabatan, atau minat yang sama dalam
topik tertentu. Selanjutnya, siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan
penyelidikan mendalam atas topik tang dipilih. Selanjutnya, mereka
menpertimbangkan dan mempresentasikan laporan kepada seluruh kelas.
3) Listening Team
Pada model ini di awali dengan pemaparan materi pelajaran oleh guru,
kemudian guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dan
kelompokmempunyai peran masing-masing.
4) TGT (Team Games Tournament)
Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa hiterogen, tugas tiap
kelompok bisa sama bisa berbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok
bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamika
kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok,
suasana diskusi nyaman dan menyenangkan seperti dalam kondisi permainan
yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah, lembut, santun, dan ada sajian
bodoran. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehingga
terjadi diskusi kelas. Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan
dalam beberapa pertemuan, atau dalam rangka mengisi waktu sesudah UAS
menjelang pembagian rapor.

9
5) Role Playing
Metode role playing adalah cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan
penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup
atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang,
bergantung pada apa yang diperankan. Kelebihan metode ini adalah seluruh
siswa dapat berpartisipasi dan mempunyai kesempatan untuk menguji
kemampuannya dalam bekerja sama. Dalam metode ini ada beberapa
keuntungan, yaitu:
a.    Siswa bebas mengambil keputusan dan dan berekspresi secara utuh.
b.   Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam
situasi dan waktu yang berbeda.
c.  Guru dapat mengevaluasi pemahaman setiap siswa mengalami pengamatan
pada saat melakukan permainan.
d.   Permaian merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.
6) Student Teams Achievement Division (STAD)
Dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John
Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana. Guru yang menggunakan STAD juga mengacu pada belajar
kelompok siswa dan menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap
minggu dengan menggunakan persentasi verbal atau teks. Siswa dalam kelas
tertentu dibagi menjadi kelompok dengan jumlah anggota 4-5 orang. Setiap
kelompok harus heterogen, terdiri atas perempuan dan laki-laki, berbagai suku,
memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Anggota tim menggunakan
lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan
materi pelajarannya, kemudian saling membantu satu sama lain untuk
memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis dengan cara berdiskusi.
Secara individual, setiap minggu atau setiap dua minggu,siswa diberi kuis.
Kuis tersebut diberi skor dan setiap siswa diberi skor perkembangan. Skor
perkembangan ini tidak berdasarkan skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan
seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor yang lalu. Setiap minggu, pada
suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim
dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tertinggi, atau
siswa mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu. Kadang-kadang, seluruh tim
mencapai kriteria tertentu yang dicantumkan dalam lembar itu.

10
4. Peran Guru dalam Cooperative Learning
Guru dalam cooperative learning mempunyai beberapa peran untuk
melakukannya antara lain:
1) Sebagai Fasilitator
a. Mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan
b. Membantu dan mendorong iswa untuk mengingkapkan dan menjelaskan
keinginan dan pembicaraannya.
c. Mmembatu kegiatan dan menyiapkan sumber atau alat.
d. Membina siswa agar setiap siswa, setiap orang menjadi sumber yang
bermanfaat bagi yang lainnya
e. Menjelaskan tujuan kegiatan pada keluarga dan mengatur jalannya dalam
bertukar pendapat.
2) Sebagai Mediator
Guru berperan untuk menjembati atau mengaitkan materi pelajaran yang
sedang di bahas melalui cooperative learning dengan permasalahan yang nyata
di temukan di lapangan.
3) Sebagai Director-Motivator
Guru beperan dalam membimbing serta mengarahkan jalannya diskusi,
membantu kelancaran diskusi tetapi tidak memberikan jawaban.
4) Sebagai Evaluator
Guru berperan dalam menilai kegiatan belajar mengajar yang sedang
berlangsung.

C. Pembelajaran Kontekstual
Proses pembelajaran kontekstual beraksentuasi pada pemrosesan informasi,
individualisasi, dan interkasi sosial. Pemrosesan informasi menyatakan bahwa
siswa mengolah informasi, memonitornya, dan menyusun strategi berkaitan dengan
informasi tersebut. Inti pemrosesan informasi adalah proses memori dan berpikir.
Menurut Susdiyanto, Saat, dan Ahmad (2009: 27), pembelajaran kontekstual
adalah proses pembelajaran yang bertolak dari proses pengaktifan pengetahuan
yang sudah ada, dalam arti bahwa apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari
pengetahuan yang sudah dipelajari, sehingga pengetahuan yang akan diperoleh
siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
Senada dengan itu, Sumiati dan Asra (2009: 14) mengemukakan
pembelajaran kontekstual merupakan upaya guru untuk membantu siswa
memahami relevansi materi pembelajaran yang dipelajarinya, yakni dengan

11
melakukan suatu pendekatan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengaplikasikan apa yang dipelajarinya di kelas. Selanjutnya, pembelajaran
kontekstual terfokus pada perkembangan ilmu, pemahaman, keterampilan siswa,
dan juga pemahaman kontekstual siswa tentang hubungan mata pelajaran yang
dipelajarinya dengan dunia nyata. Pembelajaran akan bermakna jika guru lebih
menekankan agar siswa mengerti relevansi apa yang mereka pelajari di sekolah
dengan situasi kehidupan nyata di mana isi pelajaran akan digunakan.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat dipahami bahwa pembelajaran
kontekstual mengutamakan pada pengetahuan dan pengalaman atau dunia nyata,
berpikir tingkat tinggi, berpusat pada siswa, siswa aktif, kritis, kreatif, memecahkan
masalah, siswa belajar menyenangkan, mengasyikkan, tidak membosankan, dan
menggunakan berbagai sumber.

1. Prinsip Pembelajaran Kontekstual


Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa prinsip dasar. Adapun prinsip-
prinsip dalam pembelajaran kontekstual menurut Suprijono (2011: 80-81) adalah
sebagai berikut:
1) Saling ketergantungan, artinya prinsip ketergantungan merumuskan bahwa
kehidupan ini merupakan suatu sistem. Lingkungan belajar merupakan
sistem yang mengitegrasikan berbagai komponen pembelajaran dan
komponen tersebut saling mempengaruhi secara fungsional.
2) Diferensiasi, yakni merujuk pada entitas-entitas yang beraneka ragam dari
realitas kehidupan di sekitar siswa. Keanekaragaman mendorong berpikir
kritis siswa untuk menemukan hubungan di antara entitas-entitas yang
beraneka ragam itu. Siswa dapat memahami makna bahwa perbedaan itu
rahmat. 
3) Pengaturan diri, artinya prinsip ini mendorong pentingnya siswa
mengeluarkan seluruh potensi yang dimilikinya. Ketika siswa
menghubungkan materi akademik dengan konteks keadaan pribadi mereka,
siswa terlibat dalam kegiatan yang mengandung prinsip pengaturan diri.

12
Selanjutnya, Sumiati dan Asra (2009: 18) menjelaskan secara rinci prinsip
pembelajaran kontekstual sebagai berikut:
1) Menekankan pada pemecaham masalah;
2) Mengenal kegiatan mengajar terjadi pada berbagai konteks seperti rumah,
masyarakat, dan tempat kerja;
3) Mengajar siswa untuk memantau dan mengarahkan belajarnya sehingga
menjadi pembelajar yang aktif dan terkendali;
4) Menekankan pembelajaran dalam konteks kehidupan siswa;
5) Mendorong siswa belajar satu dengan lainnya dan belajar bersama-sama;
6) Menggunakan penilaian otentik.
Merujuk pada prinsip-prinsip di atas, maka pembelajaran kontekstual
berorientasi pada upaya membantu siswa untuk menguasai tiga hal, yakni:
1) Pengetahuan, yaitu apa yang ada di pikirannya membentuk konsep, definisi,
teori, dan fakta;
2) Kompetensi atau keterampilan, yaitu kemampuan yang dimiliki untuk
bertindak atau sesuatu yang dapat dilakukan;
3) Pemahaman kontekstual, yaitu mengetahui waktu dan cara bagaiman
menggunakan pengetahuan dan keahlian dalam situasi kehidupan nyata

2. Komponen-komponen yang Terdapat dalam Pembelajaran Kontekstual


Dalam pembelajaran kontekstual, ada beberapa komponen utama pembelajaran
efektif. Komponen-komponen itu merupakan sesuatu yang tak terpisahkan
dalam pembelajaran kontekstul. Komponen-komponen dimaksud adalah
konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry),
masyarakat belajar (learning community), permodelan (modeling), refleksi
(reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment). (Nurhadi dalam
Sagala, 2009: 88-91; Suprijono, 2011: 85)
1) Konstruktivisme; yakni mengembangkan pemikiran siswa akan belajar
lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan atau keterampilan barunya. Sumiati
dan Asra (2009: 15) mengemukakan lima elemen belajar konstruktivisme,
yaitu:

13
a. pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiating knowledge),
b. perolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge),
c. pemahaman pengetahuan (understanding knowledge),
d. mempraktekkan pengetahuan (applyng knowledge),
e. melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan
tersebut (reflecting knowledge).
2) Bertanya; yakni mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
Melalui proses bertanya, siswa akan mampu menjadi pemikir yang
handal dan mandiri. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif,
kegiatan bertanya berguna untuk:
a. menggali informasi, baik administrasi maupun akademik;
b. mengecek pemahaman siswa;
c. membangkitkan respon pada siswa;
d. mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa;
e. mengetahui hal-hala yang sudah diketahui siswa;
f. memfokuskan pengetahuan siswa pada sesuatu yang dikehendaki
guru;
g. membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; dan (h)
menyegarkan kembali pengetahuan siswa. (Sagala, 2009: 88).
3) Menemukan; merupakan bagian inti dari pembelajaran kontekstual.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan
hanya hasil megingat seperangkat fakta-fakta, tetapi juga hasil dari
menemukan sendiri.
4) Masyarakat belajar; yaitu menciptakan masyarakat belajar (belajar daam
kelompok). Hasil belajar diperoleh dari sharing antarteman,
antarkelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu.
5) Permodelan; menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran. Dengan
adanya model, siswa akan lebih mudah meniru apa yang dimodelkan.
Pemodel tidak hanya orang lain, guru atau siswa yang lebih mahir dapat
bertindak sebagai model.
6) Refleksi; dilakukan pada akhir pembelajaran. Refleksi merupakan upaya
untuk melihat kembali, mengorganisir kembali, menganalisis kembali,

14
mengklarifikasi kembali, dan mengevaluasi kembali hal-hal yang telah
dipelajari.
7) Penilaian sebenarnya; yaitu upaya pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Data dikumpulkan
dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan
pembelajaran. Hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi
siswa adalah proyek/kegiatan dan laporannya, PR, kuis, karya siswa,
presentasi atau penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes
tulis, dan karya tulis (Riyanto, 2010: 176).

3. Kelebihan dari Pembelajaran Kontekstual


1) Peserta didik mampu menghubungkan teori dengan kondisi di lapangan
yang sebenarnya.
2) Peserta didik dilatih agar tidak tergantung pada menghapal materi
3) Melatih peserta didik untuk berpikir kritis dalam meghapdapi suatu
permasalahan
4) Melatih peserta didik untuk berani menyampaikan argumen, bertanya,
serta menyampaikan hasil pemikiran
5) Melatih kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain.

4. Kelemahan dari Pembelajaran Kontekstual


1) Membutuhkan waktu lama dalam pelaksanaannya
2) Membutuhkan banyak biaya

5. Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual


Sagala (2009: 92) dan Riyanto (2010: 168-169) menguraikan langkah-langkah
penerapan pembelajaran kontekstual sebagai berikut:
1) mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan
sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya;
2) melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua pokok
bahasan;

15
3) mengembangkan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya;
4) menciptakan masyarakat belajar;
5) menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran;
6) melakukan refleksi di akhir pertemuan;
7) melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Di sisi lain, berdasarkan Center for Occupational Research and Development


(CORD), penerapan strategi pembelajaran kontekstual digambarkan sebagai
berikut:
1) Relating, belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
Konteks merupakan kerangka kerja yang dirancang guru untuk
membantu siswa agar yang dipelajari bermakna;
2) Experiencing, belajar adalah kegiatan “mengalami”, siswa berproses
secara aktif dengan hal yang dipelajari dan berupaya melakukan
eksplorasi terhadap hal yang dikaji, berusaha menemukan dan
menciptakan hal baru dari apa yang dipelajarinya;
3) Applyng, belajar menekankan pada proses pendemonstrasian
pengetahuan yang dimiliki dalam kenteks dan pemanfaatannya;
4) Cooperating, belajar merupakan proses kolaboratif dan kooperatif
melalui belajar berkelompok, komunikasi interpersonal, atau hubungan
intersubjektif;
5) Transferring, belajar menekankan pada terwujudnya kemampuan
memanfaatkan pengetahuan dalam situasi atau konteks baru (Suprijono,
2011: 84).

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam pembelajaran kita mengenal istilah pendekatan pemebelajaran,
strategi pemebelajaran dan metode pemebeljaran. Ketiga istilah itulah yang menjadi
fokus pembahasan dalam makalah ini Karena itu merupakan komponen yang sangat
mendukung untuk memahami karakteristik siswa demi tercapainya tujuan
pembelajaran. Proses pemebelajaran akan berjalan efektif jika pendidik paham dan
mengetahui pendekatan pembelajaran yang berlanjut terhadap pemahaman strategi
pembelajaran dan memahami metode pembelajaran. Ketiga komponen ini
merupakan satu kesatuan yang akan mendukung terhadap pelaksanaan
pembelajaran sesuai dengan kompetensi dan karakteristik siswa.
Berdasarkan uraian di atas dapat kami simpulkan, bahwa untuk dapat
melaksanakan tugasnya secara profesional yakni melaksanakan pemebelajaran
sesusai dengan kompetensi dan karakteristik siswa seorang guru dituntut dapat
memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan
pendektan, strategi dan metode ssehingga menghasilkan berbagai model
pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Sedangkan, Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and
Learning/CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan
memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya
dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari
(konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki
pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel da-pat diterapkan (ditransfer) dari
satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang didalamnya
mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama didalam kelompok-kelompok
kecil untuk membantu satu sama lain dalam belajar. Pembelajaran kooperatif
didasarkan pada gagasan atau pemikiran bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam

17
belajar, dan bertanggung jawab terhadap aktivitas belajar kelompok mereka seperti
terhadap diri mereka sendiri. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model
pembelajaran yang menganut paham konstruktivisme.
Model - model Pembelajaran Kooperatif
1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
2. Pembelajaran Kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization)
3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
4. Model pembelajaran teams games tournaments ( tgt )
5. Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition-CIRC
(Kooperatif Terpadu Membaca dan Menulis)
6. Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS)
7. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together).

B. Saran
Dengan mengetahui kelemahan dan kelebihan pada masing-masing metode
pembelajaran ini, maka guru dapat memilih materi mana yang cocok untuk
digunakan dalam model pembelajaran kontekstual, sehingga dapat membantu guru
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Djahura, Dirman. 2012. Konsep Pembelajaran Kontekstual. 18 Febuari 2016


http://dirman-djahura.blogspot.co.id/2012/09/pembelajaran-kontekstual.html
Hermawan, Ayahanda Iwan. 2014. Strategi Pembelajaran Kontekstual. 18 Febuari 2016
John. W. Santrock. Psikologi Pendidikan edisi kedua.2008.jakarta:kencana.
Gintings, abdurarakhman. Belajar dan Pemebelajaran.2008. Bandung: Humaniora.
Suprijono, A. 2011.Cooperative Learning.Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Siregar, eveline dan hartin. Teori Belajarda dan Pemebeljaran.2010. Bogor: ghalia
indonesia.
Wina, sanjaya. Kurikulum dan Pemebelajaran.20010. Jakarta: Kencana prenada Media
Group.
Uus, Ruswandi dan Badrudin. Pengembangangn Kepribadian Guru. 2010. Bandung:
Insan Mandiri.
Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.1997. Bandung: Rineka
Cipta.

19

Anda mungkin juga menyukai