Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1. DEFINISI
Gagal ginjal kronik adalah merupakan gangguan fungsi renal tahap
akhir merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible
dimana kemampuan gagal untuk mempertahankan metabolisme
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan anemia
(Smaltzer, 2001: 1448).
Gagal ginjal kronik adalah keadaan dimana fungsi ginjal sudah
tidak mampu mempertahankan cairan elektrolit dan diperlu dilakukan
hemodialisis/dialisis peritoneal (Tambayong, 2000: 121).
Gagal ginjal kronik terjadi bila sudah ginjal tidak mampu
mempertahankan lingkungan interna yang konsisten dengan kehidupan
dan pemulihan fungsi sudah tidak dimulai (Long, 1996: 368).
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
gagal ginjal kronik adalah destruksi ginjal yang progresif dan terus
menerus disertai dengan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit yang dapat
menyebabkan aremia sehingga perlu dilakukan hemodialisis/dialisis
peritoneal.
2. ETIOLOGI
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya
gagal ginjal kronis. Akan tetapi, apa pun sebabnya, respon yang terjadi
adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang
memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal
sendiri dan diluar ginjal
a. Penyakit dari ginjal
1) Penyakit pada saringan (glomerulus) : glomerulonephritis
2) Infeksi kuman : pyelonefritis, ureteritis
3) Batu ginjal : nefrolitiasis
4) Kista ginjal : polcystis kidney
5) Trauma langsung pada ginjal
6) Keganasan pada ginjal
7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/ striktur
3. PATOFISIOLOGI
Gagal ginjal kronik disebabkan karena adanya penyakit yang
terdapat pada ginjal, sehingga mengakibatkan perfusi darah ke ginjal
terganggu . Maka lama kelamaan jumlah nefron mengalami kerusakan
bertambah. Dengan adanya peran dan fungsi ginjal maka hasil
metabolisme protein akan berkumpul didalam tubuh, penurunan fungsi
ginjal mengakibatkan pebuangan hasil sisa metabolisme gagal yang
dimulai dengan pertukaran didalam pembuluh darah tidak adekuat
karena ketidak mampuan ginjal sebagai penyaring, Nitrogen
menumpuk dalam darah. Akibatnya ginjal tidak dapat melakukan
fungsinya lagi yang menyebabkan peningkatan kadar serum dan kadar
nitrogen ureum, kreatin, asam urat, fosfor meningkat dalam tubuh dan
menyebabkan terganggunya fungsi ginjal dan organ organ tubuh lain.
Perjalanan umum ginjal kronik dapat dibagi menjadi tiga stadium.
Stadium satu dinamakan penuruna cadangan ginjal . Pada stadium ini
kreatin serum dan BUN dalam keadaan normal dan penderita
asimtomatik (tanpa gejala). Gangguan fungsi ginjal akan dapat
diketahui dengan tes GFR.
Stadium dua dinamakan insufisiensi ginjal , dimana lebih dari
75% jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR 25% dari normal.
Pada tahap ini BUN ( Bloodn Ureum Nitrogen) baru mulai stadium
insufisiensi ginjal gejala nokturia dan poliuria diakibatkan kegagalan
pemekatan. Nokturia (berkemih pada malam hari) sebanyak 700 ml
atau berkemih lebih dari beberapa kali. Pengeluaran urine normal
sekitar 1500 ml perhari atau sesuai dengan jumlah cairan yang
diminum.
Stadium ke tiga dinamakan gagal ginjal stadium akhir uremia .
sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang
masih utuh. Nilai GFR nya hanya 10% dari keadaan normal dan
bersihakan kreatin sebesar 5-10 ml/menit. Penderita biasanya ologuri
(pengeluaran urien kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan
glomelurus uremik. Fungsi ginjal menurun, produk akhir metabolisme
protein. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Respon Gangguan Pada Gagal Ginjal Kronis
a. Penurunan GFR (Glomerulo Filtration Rate besarnya 25% dari
normal). Pemeriksaan klirens kreatinin dengan mendapatkan urin
24 jam untuk mendeteksi penurunan GFR. Akibat dari penurunan
GFR, maka klirens kretinin akan menurun, kreatinin akan
meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga akan meningkat.
b. Gangguan klirens renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal
sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi,
yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang
seharusnya dibersihkan oleh ginjal).
c. Retensi cairan dan natrium. Ginjal kehilangan kemampuan untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal.
Terjadi penahanan cairan dan natrium sehingga meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.
d. Anemia. Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin
yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi
nutrisi, dan kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status
uremik pasien, terutama dari saluran GI.
e. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan
fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika salah
satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya
GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya
akan terjadi penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini
akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal
ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi
parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkab
perubahan pada tulang dan penyakit tulang.
f. Penyakit tulang uremik (osteodistrofi). Terjadi dari perubahan
kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.
4. MANIFESTASI KLINIS
Gejala awal dari gagal ginjal kronik dan sering diabaikan.
Kompleks gejala umum berupa alergi, malaise dan kelemahan sering
terjadi. Gejala-gejala umum terlihat dalam daftar dibawah ini:
a. Dermal: pruritus, mudah menjadi memar, edema.
b. CV: dispne saat beraktivitas, nyeri retro sternal saat inspirasi
(perikarditis)
c. Gastrointestinal: anoreksia, mual-muntah, singultus
d. Genito-urinarius: nokturia, impoten.
e. Neuromuskuler: kelelahan pada tungkai, kaku dan kram pada
tungkai
f. Neurologi: iritabilitas umum dan ketidakmampuan untuk
berkonsentrasi, penurunan Libido
Pemeriksaan fisik seringkali menunjukkan hasil penemuan yang tidak
spesifik yang termasuk hal-hal berikut:
a. KU: pucat, penampilan lemah
b. Dermal: pucat, ekimosis, edema, xerosis
c. Pulmonal: ronki, efusi pleura
d. CV: hipertensi, bising aliran/tiriction rub perikaldial, kardimomegali
e. Neurologi: stupor, asteriksis, klonus otot, neuropat
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Urin
1) Warna: secara abnormal warna urin keruh kemungkinan
disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen.
Warna urine kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb,
mioglobin, porfirin
2) Volume urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan
tidak ada urine (anuria)
3) Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal
berat
4) Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan
kerusakan ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
5) Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat
menunjukkkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen
juga ada
6) Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
7) Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
b. Darah
1) Ht : menurun karena adanya anemia. Hb biasanya kurang dari
7-8 gr/dl
2) BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga
tahap akhir
3) SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
4) GDA: asidosis metabolik, pH kurang dari 7,2
5) Protein (albumin) : menurun
6) Natrium serum : rendah
7) Kalium: meningkat
8) Magnesium: meningkat
9) Kalsium : menurun
c. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg
d. Pelogram Retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e. Ultrasonografi Ginjal : untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
masa , kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
f. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal,
keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
g. Arteriogram Ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, masa
h. EKG: untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda
perikarditis, aritmi, dan gangguan elektrolit (hiperkalemia dan
hipokalemia) dan juga memantau ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa. (Doenges, E Marilynn, 2000, hal 628- 629
6. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal kronik meliputi :
a. Obat-obatan: diuretik unuk meningkatkan urinasi, aluminium
hodroksida untuk terapi hiperfosfatemia, anti hipertensi untuk
terapi hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi
produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.
b. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
c. Stabilkan keseimbangan cairan dan elektrolit
d. Lakukan dialysis
e. Transplantasi ginjal
f. Transfusi darah
g. Obat-obatan : antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat,
suplemen kalsium, furosemid (membantu berkemih)
7. KOMPLIKASI
a. Hipertensi
b. Hiperkalemia
c. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung
d. Anemia
e. Penyakit tulang
( Smeltzer C, Suzanne, 2002 hal 1449)
B. KONSEP TEORI HEMODIALISA
1. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah dan dialis
adalah memisah dari yang lain, maka hemodialisa adalah pemisahan
komponen darah dari zat metabolisme dan zat yang dibutuhkan oleh
tubuh dengan menggunakan ginjal pengganti (dialyzer) dan dialisat
melalui membrane semi permeable.
Hemodialisa-dialisis merupakan suatu proses dimana solute dan air
mengadakan difusi secara pasif melalui suatu membrane berpori dan
kompartemen cair menuju kompartemen lain (Prince dan Wilson
2005). Proses ini digunakan untuk mengeluarkan cairan dan elektrolit
limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksankan
proses tersebut.
2. Tujuan Hemodialisa
1. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein (toksin uremia).
2. Memperbaiki keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa.
3. Menjaga fungsi ginjal bila terjadi obstruksi.
3. Indikasi Hemodialisa
1. Gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik yang tidak berhasil
dengan terapi konservasif.
2. Gagal ginjal kronik yang dipersiapkan untuk transpantasi ginajl.
3. Dialysis pre operatif.
5. Prinsip Hemodialisa
Menempatkan darah disampingan dengan cairan dialisat,
dipisahkan oleh suatu membran (selaput tipis) yang disebut
membrane semi permeable. Membrane dapat dilalui oleh air dan zat
tertentu (zat sampah) sesuai dengan besar molekulnya. Proses ini
disebut dialysis yaitu pemisahan air dan zat tertentu dari
kompartemen darah ke kompartemen dialisat atau sebaliknya dari
kompartemen dialisat ke kompartemen darah, melalui membrane
semi permeable.
3. Osmosis
Pepindahan oleh air karena kimiawi, yaitu karena perbedaan
osmolalitas darah dan dialisat.
8. Heparnisasi
Pemberian antikoagulan pada sirkulasi HD, merupakan
pemberian/mengedarkan suatu antikoagulan, dimana hal ini heparin di
injeksi ke dalam sirkulasi dalam tubuh maupun sirkulasi luar tubuh
(sistemik atau ekstarkorporeal) pada waktu proses hemodialisa. Tujuan
heparisasi adalah mencegah pembekuan darah di dalam kedua sirkulasi
terutama pada dialyzer AVBL, jarum punksi (afvistula/kanula).
Dosis heparin:
a. Dosis awal/dosis pemula
Dosis yang diberikan 25 unit-100 unit/kg (2500 unit) dimasukkan
pada awal hemodialisa.
b. Dosis lanjutan
Dosis yang diberikan 500-2000 unit/jam (1250 unit/jamdiberikan
sebelum hemodialisa berkahir, heparin sudah harus di stop.
9. Akses vaskuler
a. Permanen : AV fistula
b. Sementara : femoral
c. Long HD
1) HD pertama kali : 3jam
2) HD kedua : 4jam
3) HD rutin : 4-5 jam
11. Komplikasi
a. Hipotensi : dapat terjadi selama dialyasis karena cairan
dikeluarkan dari tubuh dan kelelahan penarikan cairan
b. Emboli udara : dapat terjadi bila udara memasuki sistem vaskuler
pasien
c. Nyeri dada : dapat terjadi bila tekanan CO2 menurun bersama
dengan terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh
d. Kram otot : terjadi ketika cairan elektrolit dengan cepat
meninggalkan cairan eksternal
Penanganan komplikasi HD
a. Hipotensi : meningkatkan BB pasien sebelum HD kemudian
membandingkan antara BB pre HD dengan post HD terakhir untuk
menentukan jumlah cairan yang akan dikeluarkan.
b. Emboli udara : penanganan dengan mengeluarkan udara dari
dalam otot-otot HD tidak boleh ada udara yang masuk dalam alat
HD dan sebelum di pasang pada pasien maka alat dibilas dulu
dengan NaCl 0,9% sekaligus untuk mendorong udara keluar, udara
harus dikeluarkan dari alat dan tidak boleh masuk ke dalam
vaskuler pasien karena dapat menimbulkan emboli.
c. Kram otot : bagian tubuh yang mengalami kram dipijat agar
menjadi lemas, pasien dianjurkan untuk relaks agar otot-otot yang
kram bisa lemas dengan cepat setelah dipijat.
d. Nyeri dada : nyeri disebabkan QB, tapi drah yang masuk dalam
tubuh lambat penanganannya dengan menurunkan QB.
e. Mual muntah : pasien diajarkan teknik relaksasi nafas dalam yang
dapat membantu merilekskan diri dan mengurangi rasa mual
pasien.
C. KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN HEMODIALISA
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada pasien dengan metode observasi,
wawancara, pemeriksaan fisik dan dengan dokumentasi keperawatan
(rekam medis).
a. Pengumpulan data
1) Identitas pasien dan penanggung
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
agama dan alamat, serta data penanggung jawab.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama saat masuk rumh sakit
Biasanya pasien merasakan sakit pada pinggangnya dan
sulit untuk berkemih
b) Keluhan utama saat pengkajian
Pasien tidak bisa berkemih, tungkai bawah terasa lemas,
dan tidak bertenaga.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pasien merasakan sakit pada pinggangnya, merasakan mual
muntah dan napas pendek dan sering letih.
4) Riwayat penyakit keluarga
Menjabarkan penyakit pasien yang diderita sebelumnya.
5) Riwayat penyakit keluarga
Menjabarkan tentang riwayat penyakit keluarga, dengan tujuan
mendeteksi adanya penyakit-penyakit degeneratif.
6) Pola kebiasaan
a) Bernapas
Gejala : napas pendek
Tanda dyspnea, peningkatan frekuensi, kedalaman
(pernapasan kussmaul) , suara nafas cracles, napas ammonia,
batuk produktif dengan sputum kental merah muda (edema
paru)
b) Makanan/cairan
Gejala : peningkatan berat badan (edema), penurunan berat
badan (dehidrasi) mual, muntah anoreksia, nyeri ulu hati,
penggunaan diuretic.
Tanda : perubahan turgor kulit/kelembaban dan edema
(umum,bagian bawah).
c) Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih biasanya: peningkatan
frekuensi, poliuri (kegagalan dini) atau penurunan
frekuensi/oliguri, (fase akhir) dysuria ragu-ragu, dorongan
dan retensi, (inflamasi/obstruksi, infeksi), dan abdomen
kembung, diare atau konstipasi, riwayat BPH, batu/kalkuli.
Tanda : perubahan warna urin. Contoh: kuning pekat,
merah, coklat, berawan, oliguria (biasanya 12-21 hari) poliuri
(2-6 L/hari).
d) Aktivitas
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise, gangguan tidur,
somnolen
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus.
e) Rasa nyaman
Gejala : nyeri tubuh, sakit kepala, kram otot, nyeri panggul.
Tanda : perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.
f) Keamanan
Gejala : adanya reaksi transfuse (kulit gatal,
ada/berulannya infeksi, penyakit polikistik, nefritis herediter,
kalkulus urinaria, malignansi, riwayat terpanjan pada toksin,
contoh obat, racun lingkungan. Penggunaan antibiotic
nefrotoksik saat ini/berulang.
g) Pengetahuan
Gejala : riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal
ginjal.) penyakit polikistik, nefritis herediter, kulkulus
urinaria, malignansi, Riwayat terpajan pada toksin, contoh
obat, racun lingkungan. Penggunaan antibiotik nefrotoksik
saat ini/berulang.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadran (GCS)
- Compos mentis (sadar penuh)
- Somnolen
- Koma
b) Bangun Tubuh
- Gemuk
- Sedang
- Kurus
c) Postur tubuh
d) Cara berjalan
e) Gerak motorik
f) Keadaan kulit
- Kulit berwarna pucat akibat anemia
- Kulit kekuningan karena penimbunan urokrom
- Gatal-gatal akibat toksik
- Hipermegmentasi
h) Gejala cardinal
- TD : Hipertensi
- Nadi : Regular
- Suhu
- RR : Takipnea, bradikardia, kusmaul
i) Ukuran Lain
3) Mata
- Sklera
4) Hidung
5) Telinga
- Keadaan : bersih/tidak
- Nyeri
6) Mulut
- Lidah : bersih/tidak
- Tonsil : normal/tidak
7) Leher
8) Thorax
- Bentuk : simetris/tidak
- Perikarditis
- Efusi pericardiac
- Nyeri dada
9) Abdomen
- Asites
- Distensi abdomen
- Pembesaran ginjal
10) Genetalia
11) Anus
12) Estermitas
h. Pemeriksaan penunjang
1) Urin
- Volume : biasanya berkurang dari 400ml/24jam atau tidak
ada (anuria)
- Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan
disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat, atau
uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah,
Hb, myoglobin, porifin
- Berat jenis : kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat
- Osmoalitas : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan
kerusakan ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
- Klirens kreatinin : mungkin agak menurun
- Natrium : lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak
mampu mereabsorbsi natrium
- Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat
menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen
juga ada
2) Darah
- BUN/kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10mg/dl diduga
tahap akhir
- Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari
7-8 gr/dl
- SDM : menurun, defisiensi eritropoitin
- GDA : asidosis metabolic, ph kurang dari 7,2
- Natrium serum : rendah
- Magnesium : meningkat
- Kalsium : menurun
- Protein : (albumin) : menurun
3) Osmoalitas serum : lebih dari 285 mOsm/kg
4) Pelogram retograd : abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
5) Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya
masa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
6) Endoskopi ginjal, nefroskopi : untuk menentukan pelvis
ginjal, keluar batu, hematuria, dan pengangkatan tumor
selektif
7) Arteriogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskuler, masa.
8) EKG : ketidak seimbangan elektrolit dan asam basa
1. Pre Hemodialisa (HD)
a. Data Subjektif
1) Pasien mengeluh sulit bernafas
2) Pasien mengeluh sering mual muntah
3) Pasien mengeluh nafsu makan berkurang
4) Pasien mengeluh nyeri dada
5) Pasien mengeluh nyeri/sakit kepala
6) Pasien mengeluh penglihatan rabun
7) Pasien mengeluh gatal pada kulit dan mengeluh demam
8) Pasien mengatakan aktivitas seksual mulai menurun
b. Data Objektif
1) Pasien terlihat lemas
2) Nafas pendek
3) Dispneu
4) Mual, muntah dan anoreksia
5) Penurunan BB yang drastic
6) Perubahan turgor kulit
2. Intra Hemodialisa
a. Data Subjektif
1) Pasien mengeluh lemas
2) Pasien mengeluh mual muntah
3) Pasien mengatakan cemas dengan keadaanya
b. Data Objektif
1) Kelemahan otot, kehilangan tonus
2) Pasien tampak lemas
3) Pasin tampak cemas dan gelisah
3. Post Hemodialisa
a. Data Subjektif
1) Pasien mengeluh lemas, kepala pusing
b. Data Objektif
1) Terjadi atau terdapat tanda-tanda infeksi (kolor, dolor, rubor, tumor
dan fungsional)
2. Diagnosa
a. Pre Hemodialisa
1) Pola nafas tidak efektif b/d penumpukan secret, edema sekunder pada
paru akibat CKD
2) Perubahan perfusi jaringan perifer b/d transportasi oksigen dan nutrisi
ke jaringan menurun
3) Kelebihan volume cairan b/d retensi cairan dan natrium, penurunan
haluaran urin
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia, mual, muntah
5) Kerusakan integritas kulit b/d penumpukan ureum
6) Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang penyakitnya
7) Resiko ketidakseimbangan elektrolit b/d kelebihan volume cairan
b. Intra Hemodialisa
1) Resiko tinggi syok hipovolemik b/d proses ultrasi yang berlebihan
2) Kekurangan volume cairan b/d pembatasan cairan, kehilangan darah
actual
3) Nyeri akut b/d proses patologis penyakit
4) Ansietas b/d kurang pengetahuan terhadap penyakitnya
c. Post Hemodialisa
1) Resiko perdarahan b/d pemberian heparin yang berlebihan
2) Resiko tinggi infeksi b/d tindakan invasive
3. Perencanaan
a. Prioritas masalah
1) Pre Hemodialisa
a) Perubahan perfusi jaringan perifer
b) Kelebihan volume cairan
c) Kerusakan integrasi kulit
d) Ansietas
2) Intra Hemodialisa
a) Kekurangan volume cairan
b) Resiko syok hipovolemik
c) Nyeri akut
d) Intoleransi aktivitas
e) Ansietas
f) Resiko trauma vaskuler
3) Post Hemodialisa
a) Resiko terjadinya pendarahan
b) Resiko tinggi infeksi
b. Intervensi Keperawatan
1) Pre Hemodialisa
a) Diagnosa : Perubahan perfusi jaringan perifer b/d
transportasi oksigen dan nutrisi ke jaringan menurun
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
perfusi jaringan perifer kembali aktif
Kriteria hasil :
a) Tidak ada sianosis
b) Kulit pasien teraba hangat
c) Tidak merasa kesemutan lagi
d) CRT < 3 detik
Intervensi :
a) Observasi warna dan suhu kulit/membrane mukosa
R : kulit pucat atau sianosis, kuku, membrane bibir/lidah,
atau dingin, kulit burik menunjukan vasokontriksi perifer
(syok) atau gangguan aliran darah sistemik.
b) Tingkatkan tirah baring selama fase akut
R : pembatasan aktivitas menurunkan aktivitas oksigen
c) Tinggikan kaki bila ditempat tidur atau duduk, sesuai indikasi
R : menurunkan pembengkakan jaringan dan pengosongan
cepat vena superficial dan tibial, mencegah distensi berlebihan
dan sehingga meningkatkan aliran balik vena
d) Peringatkan pasien untuk menghindari menyilang kaki atau
hiperfleksi lutut
e) R : pembatasan fisik dalam sirkulasi mengganggu aliran
darah dan meningkatkan statis vena pada pelvis, popliteal, dan
pembuluh kaki, jadi meningkatkan pembengkakan embolisasi
dan meningkatkan risiko komplikasi
b) Diagnosa : Kelebihan volume cairan b/d retensi cairan dan natrium,
penurunan pengeluaran urin
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan
diharapkan volume cairan pasien seimbang
Kriteria hasil :
a) BB pasien stabil
b) Tidak terdapat edema
c) Kadar Na+ dan air di dalam darah pada batas normal
d) TTV dalam batas normal (TD= 110-120/70-80 mmHg,
N=60-100x/menit, RR=16-20x/menit)
Intervensi :
a) Kaji kulit, wajah area tergantung untuk edema. Evaluasi derajat
edema (+1 sampai +4)
R : edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung
pada tubuh, contoh tangan, kaki, area lumbosacral. BB pasien
dampat meningkat sampai 4,5 kg cairan sebelum piting edema
terdeteksi.
b) Ukur semua sumber pemasukan dan pengeluaran, timbang
dengan rutin.
R : membantu mengevaluasi status cairan khususnya bila
dibandingkan dengan berat badan. Peningkatan berat badan
antara pengobatan harus tidak lebih dari 0,5kg/hari.
c) Timbang BB pre HD dan post HD
R : BB pre HD diperlukan untuk menentukan HD yang
dilakukan
d) Lakukan HD sesuai kebutuhan
R : program HD sesuai kelebihan cairan dalam tubuh
c) Diagnosa : Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang penyakitnya
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien
tidak cemas
Kriteria hasil :
a) Pasien tampak tenang dan nyaman
b) Kecemasan pasien berkurang
Intervensi :
a) Kaji tingkat ansietas
R : untuk menentukan intervensi yang diberikan
b) Beri informasi tentang HD
R : untuk mengetahui prosedur HD
c) Komunikasi terapeutik
R : sesuatu yang disampaikan pada pasien agar menjadi
efektif
2) Intra Hemodialisa
a. Diagnosa : Resiko tinggi syok hipovolemik b/d
ultrafiltrasi berlebihan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan klien
tidak mengalami syok hipovolemik
Kriteria hasil :
a) Volume darah dalam tubuh kembali normal
b) Keadaan pasien compos mentis
c) Keadaan umum pasien baik
d) TTV dalam batas normal
Intervensi :
a) Observasi KU pasien
R: Pasien syok tidak menunjukan KU yang lemah
b) Observasi TTV pasien
R: Penurunan TD dan nadi menunjukan andanya syok
c) Kolaborasi pemberian cairan intravena (IVFD)
R: Mengganti kekurangan cairan dan menyeimbangkan cairan
vaskuler
b. Diagnosa : Kekurangan volume cairan b/d
pembatasan cairan, kehilangan darah actual
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
kebutuhan cairan klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
a) Volume cairan tubuh kembali normal
Intervensi :
a) Kaji ulang KU dan tanda-tanda vital pasien
R : mendapatkan data dasar pasien untuk mengetahui
penyimpangan dari keadaan normal
b) Observasi tanda-tanda syok
R : dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani
terjadinya syok
c) Catat intake dan output cairan
R : untuk mengetahui keseimbangan cairan
d) Kolaborasi pemberian cairan intravena sangat pening bagi
pasien yang mengalami kekurangan cairan tubuh. Karena
cairan yang diberikan langsung masuk kedalam pembuluh
darah.
c. Diagnosa : Intoleransi aktivitas b/d kelemahan,
terapi, pembatasan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
aktivitas pasien
terpenuhi
Kriteria hasil :
a) Klien mampu beraktifitas sendiri
b) Klien tidak merasa lemas lagi
Intervensi :
a) Kaji faktor yang mempengaruhi kelemahan
R : untuk mengetahui penyebab terjadinya kelemahan
b) Anjurkan aktivitas alternative sambil istirahat
R : melatih pasien untuk beraktifitas secara bertahap
c) Kaji ulang hal-hal yang mampu dan tidak mampu dilakukan
pasien
R : mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam
memenuhi kebutuhan
3) Post Hemodialisa
a. Diagnosa : Resiko perdarahan b/d pemberian heparin yang
berlebihan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
pendarahan tidak
lanjut
Kriteria Hasil :
a) Tidak ada tanda-tanda perdarahan
Intervensi :
a) Observasi daerah luka penusukan
R : untuk mengetahui adanya perdarahan secara dini
b) Lakukan fiksasi/penekanan pada tempat penusukan dengan
gaas berisi betadine
R : mencegah pengeluaran darah
b. Diagnosa : Resiko tinggi infeksi b/d tindakan invasive
Tujuan : Setelah diberikan askep diharapkan tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil :
a) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi (pembengkakan, kemerahan,
nyeri, panas dan perubahan fungsi
Intervensi :
a) Observasi TTV post HD
R : sebagai data dasar untuk tindakan selanjutnya
b) Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan pelepasan alat
HD/perawatan luka
R :tindakan aseptic merupakan tindakan preventif terhadap
kemungkinan terjadinya infeksi
c) Observasi daerah pemasangan/daerah penusukan
R : mengetahui tanda-tanda infeksi pada daerah pemasangan
alat HD /bekas luka tusukan
d) Segera cabut jarum bila tampak adanya pembengkakan
R : menghindari kondisi yang lebih buruk
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana perawatan. Tindakan perawatan mencangkup tindakan mandiri
(independen) dan tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri atau independen
adalah aktivitas keperawatan yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan
sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan
lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan
bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat
menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada dasarnya
adalah membandingkan status keadaan status pasien dengan tujuan atau
kriteria hasil yang telah ditetapkan.