Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Umum Perdarahan Hamil Muda


1. Pengertian
Perdarahan hamil muda adalah pada saat perdarahan yang melalui jalan
lahir yang terjadi sebelum umur kehamilan 16 – 28 minggu (menurut beberapa
buku sumber yang berbeda yaitu minimal 16 minggu dan maksimal 28minggu).
Perdarahan uterus merupakan tanda yang paling utama dan dapat beragam
mulai dari bercak darah sampai perdarahan yang profus. Perdarahan dapat terjadi
saat sebelum abortus, atau yang lebih sering,terjadi secara intermitten
berminggu-minggu atau berbulan-bulan (Gary, 2006).

2. Etiologi
Perdarahan hamil muda dapat terjadi sebagai akibat dari beberapa kondisi.
Beberapa penyebab utama perdarahan hamil muda yaitu antara lain:
a. Abortus
b. Mola hidatidosa
c. Kehamilan Ektopik

B. Tinjuan Khusus Pada Mola hidatidosa

1. Pengertian
Mola hidatidosa berasal bahasa latin yang artinya massa dan hidatidosa
berasal dari kata hydats yang berarti tetesan air. Mola hidatidosa merupakan
kehamilan yang berkembang tidak wajar (konsepsi patologis) dimana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan atau
degenerasi hidropik menyerupai buah anggur atau mata ikan. Dalam hal demikian
disebut mola hidatidosa atau complete mole¸sedangkan bila disertai janin atau
bagian janin disebut sebagai mola parsialis atau partial mole (Buku Ajar
Perdarahan Pada Kehamilan Trimester 1, 2018).
Mola hidatidosa adalah jonjot-jonjot karoin (charonic villi) yang tumbuh
berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan
sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil
atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma yang jinak (benigna)
(Nugraheny , 2010)

Mola hidatidosa adalah kehamilan di mana setelah terjadi fertilisasi tidak


berkembang menjadi embrio, tetapi terjadi proliferasi tropoblast dan ditemulkan
villi korialis yang mengalami perubahan degenerasi hidropik dan stoma yang hipo
vaskuler atau avaskuler, janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang
membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan
adalah sebagai gugus buah anggur ( Nugroho , 2010).

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan di mana hasil konsepsi tidak


berkembang menjadi embrio, tetapi terjadi proliferasi dari villi koriales disertai
dengan degenerasi hidropik (Fadlun , 2011).

Mola hidatidosa adalah bagian dari penyakit trofoblastik gestasional yang


disebabkan oleh kelainan pada vili khorionik yang disebabkan oleh profilerasi
trofoblastik dan edem (Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan, 2013).

2. Etiologi dan Faktor Risiko


Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namunada beberapa
faktor yang dapat menyebabkan terjadinya mola:

a. Faktor ovum yang memang sudah patologik tetapi terlambat untuk


dikeluarkan.
b. Umur
Mola hidatidosa banyak ditemukan pada wanita hamil yang berusia dibawah
20 tahun dan diatas 35 tahun.
c. Genetik
Wanita dengan balanced tranlocation merupakan risiko paling tinggi.
d. Gizi
Molahidatidosa banyak ditemukan pada mereka yang kekurangan protein,β-
carotene, dan vitamin A.
e. Penggunaan kontrasepsi oral
Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan
resiko terjadinya kehamilan mola hidatidosa.
f. Paritas tinggi Ibu
Dengan paritas tinggi, memiliki kemungkinan terjadinya abnormalitas pada
kehamilan berikutnya, sehingga ada kemungkinan kehamilan berkembang
menjadi mola hidatidosa.
g. Keadaan sosial-ekonomi yang rendah
Keadaan sosial ekonomi akan mempengaruhi terhadap pemenuhan gizi ibu
yang pada akhirnya akan mempengaruhi pembentukan ovum abnormal yang
mengarah pada pembentukkan mola hidatidosa (Norwitz , 2010).
h. Imunoselektif dari tropoblast
Imunoselektif dari tropoblast, yaitu dengan kematian fetus, pembuluh darah
pada stroma villi menjadi jarang dan stroma villi menjadi sembab dan
akhirnya terjadi hyperplasia sel-sel trofoblast.
i. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil.
Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan
menimbulkan penyakit. Hal ini sangat tergantuung dari jumlah mikroba
yang masuk virulensinya serta daya tahan tubuh.

3. Patofisiologi
Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear, terletak
dalam rongga panggul kecil diantara kandung kemih dan anus, ototnya disebut
miometrium dan selaput lendir yang melapisi bagian dalamnya disebut
endometrium. Peritonium menutupi sebagaian besar permukaan luar uterus, letak
uterus sedikit ante flexi pada bagian lehernya dan anteversi (meliuk agak memutar
kedepan) dengan fundusnya terletak diatas kandung kencing. Bagian bawah
bersambung dengan vagina dan bagian atasnya tube uterin masuk ke dalamnya.
Ligamentum latum uteri dibentuk oleh dua lapisan pertoneum, di setiap sisi uterus
terdapat ovarium dan tuba uterina.Panjang 5-8 cm dengan berat 60-80 gram
(Verrals, Silvia, 2003). Uterus terbagiatas 3 bagian yaitu :

a. Fundus : bagian lambung di atas muara uterina,

b.Badan uterus : melebar dari fundus ke serviks,

c. Isthmus : terletak antara badan dan serviks.

Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebuah


ovum, sesudah keluar dari overium diantarkan melalui tuba uterinke uterus
(pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang
secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus bertambah besar, tapi
dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar
pelvis, masuk kedalam rongga abdomen pada masa fetus.

Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirkan bayi yang


sempurna.Tetapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali
perkembangan kehamilan mendapat gangguan. Demikian pula dengan penyakit
trofoblast, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan
tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi
keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa
degenerasi hidrifik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang
disebut mola hidatidosa.

Patogenesis penyakit ini dapat diterangkan oleh beberapa teori yaitu:

a. Teori missed abortion


Kematian midugah pada usia kehamilan 3-5 minggu saat dimana seharusnya
sirkulasi fetomaternal terbentuk menyebabkan gangguan peredaran darah.
Sekresi dari sel-sel yang mengalami hiperplasia dan menghasilkan substansi-
substansi yang berasal dari sirkulasi ibu diakumulasikan ke dalam stroma villi
sehingga terjadi kista vili yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista
tersebut menyerupai cairan asites atau edema tetapi kaya akan HGC
b. Teori neoplasma dari park
Teori ini mengemukakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas yang
mempunyai fungsi yang abnormal pula dimana terjadi resorpso cairan yang
berlebihan ke dalam vili sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan
gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. Sebagian dari vili berubah
menjadi gelembung-gelembung yang berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada
janin, hanya pada mola parsial terkadang ditemukan janin. Gelembung-
gelembung ini sebesar kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung
ini dapat mengisi seluruh kavum uteri.

4. Klasifikasi Mola hidatidosa


Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi 2 jenis yaitu :
a. Mola hidatidosa komplet (MHK)
Yaitu penyimpanan pertumbuhan perkembangan kehamilan yang tidak
disertai janin dan seluruh vilikorialis mengalami perubahan hidropik.
b. Mola hidatidosa inkomplet (parsial)
Yaitu sebagain pertumbuhan dan perkembangan vili korialis berjalan dengan
normal sehingga janin dapat tumbuh dan berkembang bahkan sampai aterm
(Nugroho, 2010).

5. Gambaran klinik
a. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala kehamilan mola hidatidosa antara lain:
1) Terlambat haid (amenorea)
2) Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar
gelembug mola.
3) Mual dan muntah lebih sering terjadi dan durasinya lebih lama.
4) Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
5) Tidak terabanya bagian janin pada palspasi dan tidak terdengarnya DJJ
sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih.
6) Hipertensi dalam kehamilan
Tanda-tanda pre-eklampsia atau eklampsia sebelum minggu ke 24
menunjukan ke arah mola hidatidosa. Hal ini muncul pada 10-12% kasus
7) Tidak ada aktivitas janin.
8) Sesak nafas
9) Kadar hormon korionok gonadotropin (HCG) tinggi dalam darah dan air
kecing ibu (Sukarni, 2013)
10) Tanda-tanda tirotoksikosis
11) Tanda-tanda emboli paru
b. Diagnosis
Diagnosis yang dapatditegakkanberdasarkan :

1) Gejala hamil muda yang sangat menonjol.


a) Emesis gravidarum/hiperemesis gravidarum.
b) Terdapat komplikasi.
 Tirotoksikosis (2-5%)
 Hipertensi/preeklamsia
 Anemia akibat perdarahan.
2) Pemeriksaan palpasi
a) Uterus
 Lebih besar dari usia kehamilan (50%- 60%).
 Besarnya sama dengan usia kehamilan (20–25 %)
 Lebih kecil dari pada usia kehamilan (5-10%)
b) Palpasi lunak seluruhnya
 Tidak ada teraba janin.
 Terdapat bentuk asimetris. Bagian menonjol agak padat.
3) Pemeriksaan USG
a) Sudah dipastikan mola hidatidosa tampak seperti tv rusak.
b) Tidak terdapat janin.
c) Akan ada kelihatan bayangan badai salju.
d) Tampak sebagaian plasenta normal dan kemungkinan dapat tampak
janin.
4) Genitalia eksternal
Pemeriksaan genetalia eksternal dilakukan inspekulo menggunakan
speculum terlihat adanya pengeluaran darah pervaginam dan terlihat
gelembung-gelembung mola seperti buah anggur (Esti, 2010)
5) Diagnosis Diferensial
a) Abortus.
b) Kehamilan ganda.
c) Kehamilan dengan mioma uteri.
d) Hidramnion.
6) Prognosis Risiko kematian/kesakitan pada penderita molahidatidosa
meningkat karena perdarahan, Perforasi uterus, pre-eklamsia berat atau
infeksi. Akan tetapi,kematian karena mola hidatidosa sudah jarang sekali
(Sastrawinata, 2009). Sebagaian besar penderita mola hidatidosa akan
kembali pada saat kuretase. Bila hamil lagi, umumnya berjalan normal.
Mola hidatidosa berulang dapat terjadi, tetapi jarang. Walaupun demikian
15-20 % dari penderita pasca mola hidatidosa dapat mengalami degenerasi
keganasan menjadi tumor trofoblast gestasional, baik berupa mola insatif,
koriokarsinoma, maupun placental site trofoblast (Duff, 2004).
keganasan ini biasanya terjadi pada satu tahun pertama setelah terjadi mola
yang terbanyak adalah enam bulan pertama. Molahidatidosa parsial lebih
jarang terjadi keganasan (Sastrawinata, 2009).

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:
a. Perbaiki keadaan umum
Sebelum dilakukan tindakan evakuasi jaringan mola, keadaan umum
penderita harus distabilkan dahulu. Tindakan yang dilakukan sebelum
penderita dalam keadaan stabil, dapat merangsang terjadinya syok
irreversibel, eklampsia atau krisis tiroid yang dapat menyebabkan
kematian. Tergantung pada penyulitnya,kepada penderita harus diberikan :
 Koreksi dehidrasi
 Transfusi darah, pada anemia
 Antihipertensi atau antikonvulsi
 Obat anti tiroid
 Untuk emboli paru hanya diberikan terapi suportif terutama oksigenasi
dan antikolagen sampai gejala akutnya hilang.
b. Pengeluaran jaringan mola
Oleh karena mola hidatidosa merupakan suatu bentuk kehamilanyang
patologis dan dapat disertai dengan penyulit, pada prinsipnya harus
dievakuasi secepat mungkin. Terdapat dua cara yaitu:
 Kuretase
Kuret vakum merupakan metode terpilih karena lebih aman, cepat, dan
efektig untuk megevakuasi jaringan mola. Kuretase dilakukan langsung
apabila pembukaan kira-kira sebesar 1 jari: jaringan mola telah keluar
dan keadaanumum pasien stabil, yaitu jika pemeriksaan DPL, Kadar
beta-hcg, serta foto thorax selesai. Sedangkan apabila jaringan mola
belum keluar, dilakukan dilatasi kanalis serviks dengan sebatang
laminaria dan kuretasi dilakukan 24 jam kemudian, dan semeblum
kuretase diberikan infus dekstrosa 5%, uterotonika (oksitoksin) dan
narkoleptik. Oksitoksin diberikan 10 mIu dalam 500 cc dextrose 5%
atau dengan penyuntikan 2 ½ satuan oksitosin tiap setengah jam
sebanyak 6 kali. Seluruh hasil kerokan di PA. Kira-kira 10-14 hari
sesudah kerokan itu dilakukan kerokan ulangan dengan kuret tajam,
agar ada kepastian bahwa uterus betul-betul kosong dan untuk
memastikan tingkat proloferasi sisa-sisa trofoblas yang dapat
ditemukan. Makin tinggi tingkat itu maka perlu untuk waspada terhadap
kemungkinan keganasan.
 Histeroktomi
Histeroktomi dilakukan untuk mengurangi frekuensi terjadinya
penyakit trofoblas ganas. Histeroktomi hanya dilakukan pada penderita
umur 35 tahun ke atas dengan jumlah anak hidup tiga atau lebih.
Histeroktomi dapat dilakukan dengan jaringan mola intoto atau setelah
kuretase. Apabila terjadi kisra lutein maka ovarium harus dipertahankan
karena ovarium akan kembali ke ukuran normal setelah kadar beta hcG
turun. Pada mola hidatidosa parsial setelah dilakukan evakuasi,
selanjutnya tidak perlu tindakan apapun. Histerektomi dan upaya
profilaksis lainnya tidak dianjurkan. Kejadian koriikarsinoma setelah
histerektomi hanya 2,8% sedangkan sesudah kuretase 8,4%.
• Terapi dengan profilaksis dengan sistostasika
Terapi ini diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadi
keganasan, misalnya pada umur > 35 tahun, riwayat kehamilan mola
sebelumnya, dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan
histerektomi, atau kasus dengan hasil histopatoligi yang mencurigakan.
Biasanya diberikan methotrexate (MTX) atau actinomycin D. Kadar
beta hcG diatas 100.000 IU/L praecakusia dianggap sebagai resiko
tinggi untuk perubahan ke arah ganas, pertimbangkan untuk
memberikan MTX 3 x 5 mg sehari selama 5 hari dengan interval 2
minggu sebanyak 3 kali pemberian. Pada pemberian MTX diikuti
dengan pemberian asam folat 10 mg 3 kali sehari (sebagai antidotum
MTX) dan cursil 35 mg 2 kali sehari (sebagai hepatoprotektor). Dapat
juga diberikan actinomysin D 12 µg/kgBB/hari selama 5 hari berturut-
turut tanpa antifot maupun heparprotektor.
• Follow up
Seperti diketahui 20-30% dari penderita pasca MHK dapat mengalami
transformasi keganasan menjadi tumor trofoblas gestasional. Keganasan
dapat terjadi dalam waktu satu minggu sampai tiga tahun pasca
evakuasi. Oleh karena itu dibutuhkannya suatu follow up. Selama
pengawasan secara berkala dilakukan pemeriksaan ginekologik, kadar
beta hcG, dan radiologi. Pemeriksaan ginekologi dimulai satu minggu
setelah pengeluaran jaringan mola. Pada pemeriksaan ini dinilai ukuran
uteris, keadaan admelsa serta cari kemungkinan mestastase ke vulva,
vagina, uretradan ceviz. Gejala-gejala koriokarsinoma yang harus
diwaspadai setelah dilakukan kuretase mola: perdarahan yang terus
menerus, involusi uterus tidak terjadi, terkadang namoak metastatis di
vagina berupa tumor-tumor yang biru, ungu, rapuh, dan mudah
berdarah sebesar kacang bogor. Sekurang-kurangnya pemeriksaaan
diulang setiap 4 minggu. Cara yang paling peka saat ini adalah dengan
pemeriksaan beta hcG yang menetap untuk beberapa lama. Jika masih
meninggi hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblas yang aktif. Cara
yang umum dipakai sekarang ini adalah dengan radiommunoassay
terhadao beta hcG sub unti. Pemeriksaan kadar beta hcG dilakukan
setiap minggu atau setiap 2 minggu sampai kadar menjadi negatif lalu
diperiksa ulang sebulan sekali selama 6 bulan, kemudian 2 bulan
selama 6 bulan. Seharusnya kadar beta hcg harus kembali normal dalam
14 minggu setelah evakuasi. Pemeriksaan foto toraks dilakukan tiap 4
minggu, apabila ditemukan adanya metastase penderita harus dievaluasi
dan dimulai pemberian kemoterapi.
Apabila pemeriksaan fisik, foto toraks, dan kadar beta hcg dalam batas
normal, follow up dapat dihentikan dan ibu diperbolehkan hamil setelah
1 tahun. Bila selama masa observasi kadar beta hcg menetap atau
bahkan cenderung meningkat atau pada pemeriksaan klinis dan foto
toraks ditemukan adanya mestaste maka penderita harus dievakuasi dan
dimulai pemberian kemoterapi.
Adapun tujuan dari follow up yaitu:
 Untuk melihat apakah proses involusi berjaln secara normal. Baik
anatomis, laboratoris maupun fungsional seperti involusi uterus,
turunnya kadar beta hcg dan kembalinya fungsi haid.
 Untuk menentukan adanya transformasi keganasan terutama pada
tingkat yang sangat dini.

7. Komplikasi
Menurut Taufan nugroho (2010) komplikasi yang mungkin terjadi pada
kehamilan mola, yaitu :
a) Perdarahan yang hebat sampai syok, kalau tidak segera ditolong
dapat berakibat fatal.
b) Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan Anemis.
c) Infeksi sekunder
d) Perforasi uterus.
e) Krisis tiroid
f) Keganasan (PTG), akan menjadi mola destruens atau
koriokarsinoma
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu


di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujuan Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan Edisi
Pertama. 2013. Jakarta

Ratna Dewi, Arif Yudho. Buku Ajar Perdarahan Pada Kehamilan Trimester 1.
2018. Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Anda mungkin juga menyukai