Oleh :
Dea Allan Karunia Sakti, dkk.
Edisi Pertama
Cetakan Pertama, 2018
Dicetak:
CV. INDOTAMA SOLO
Jl. Pelangi Selatan, Kepuhsari,
Perum PDAM Mojosongo, Jebres, Surakarta.
Telp. 085102820157, 08121547055, 081542834155
E-mail: pustakahanif@yahoo.com
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas terselesaikannya penyusunan prosiding nasional
dengan tema “Rekam Medis, Informasi Kesehatan dan Informatika Kesehatan”. Makalah dalam
prosiding ini, telah dipresentasikan dalam acara Call for Paper pada tanggal 18 Maret 2018 yang
diselenggarakan oleh UPPM APIKES Citra Medika Surakarta.
Harapan kami, semoga prosiding ini bermanfaat dan dapat memberikan wawasan dan referensi
terbaru hasil-hasil penelitian bidang kesehatan dan informatika kesehatan sehingga berperan dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan pengembangan IPTEK bidang kesehatan.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh peserta, presenter,
reviewer dan panitia sehingga kegiatan terlaksana dengan baik.
PANITIA
Tominanto,S.Kom.,M.Cs
Riska Rosita, SKM., MPH
Agung Suraydi, S.Kom., M.Kom
Nurhayati,S.Kom.,M.Kom
Hesty Latifa Noor,S.KM
Micco Welyam, Amd.Kom
REVIEWER
Dr. Nur Rokhman,M.Kom ( Universitas Gadjah Mada )
Sri Sugiarsi,S.KM.,M.Kes ( APTIRMIKI )
Tominanto,S.Kom.,M.Cs (APIKES Citra Medika)
Sri Widodo,S.Kom.,MM ( APIKES Citra Medika )
Ratini Setyowati,S.Pd.,MA (APIKES Citra Medika )
DAFTAR PEMAKALAH
PROSIDING APIKES- Citra Medika Surakarta
“Rekam Medis, Informasi Kesehatan dan Informatika Kesehatan”
NO NAMA INSTITUSI
1 Dea Allan Karunia Sakti, Diniyah Kholidah Poltekkes Kemenkes Malang
2 Viktorinus Alfred Saptiono Mulana Institut Ilmu Kesehatan Medika Persada
Bali
3 Rosdiana Kaharu STIKES Bakti Nusantara Gorontalo
4 Siti Farida, AnikSulistiyanti, Sri Widodo AKBID Citra Medika Surakarta
5 I Nyoman Mahayasa Adiputra Institut Ilmu Kesehatan Medika Persada
Bali
6 Chyntia Vicky Alvionita, Bernadus Rudy Poltekkes Kemenkes Malang
Sunindya
7 Ervita Nindy, Suhartinah, Djoko Wahyudi, STIA Malang
Eva Nur
8 Anik Sulistiyanti, Siti Farida, Sri Widodo AKBID Citra Medika Surakarta
9 Liss Dyah Dewi Arini, Udi Budi Harsiwi APIKES Citra Medika Surakarta
10 Rachmat Ipango, Tia Larastika Miu STIKES Bakti Nusantara Gorontalo
11 Puguh Ika Listiyorini APIKES Citra Medika Surakarta
12 Saryadi APIKES Citra Medika Surakarta
13 Nur Pratiwi Saud, Karsimim Umar STIKES Bakti Nusantara Gorontalo
14 Sri Widodo, Mursudarinah APIKES Citra Medika Surakarta
15 Ulfa Hafsari Putri, Mursudarinah STIKES Aisyiyah Surakarta
16 Novita Yuliani, Sukma Nur Fitri, Riska Ayu APIKES Citra Medika Surakarta
Uqiyani
17 Darah Ifalahma AKBID Citra Medika Surakarta
18 Devi Pramita Sari APIKES Citra Medika Surakarta
19 Yeni Tri Utami APIKES Citra Medika Surakarta
20 Puguh Priyo Widodo Poltekkes Kemenkes Malang
21 Erika Ova Iqlima STIKES Achmad Yani Yogyakarta
DAFTAR ISI
Halaman Judul................................................................................................................................ i
Halaman Copyright ........................................................................................................................ ii
Kata Pengantar................................................................................................................................ iii
Daftar Panitia dan Reviewer........................................................................................................... iv
Daftar Pemakalah............................................................................................................................ v
Jadwal Call For Paper..................................................................................................................... vi
Daftar Isi......................................................................................................................................... vii
Peningkatan Kepedulian dalam Menjaga Keamanan dan Kerahasiaan Rekam Medis menggunakan
FOCUS-PDCA di RSUP Sanglah
Dea Allan Karunia Sakti, Diniyah Kholidah.................................................................................. 1
Implementasi Sistem Informasi Eksekutif Pada Klinik Gigi (Imas Dental Care)
I Nyoman Mahayasa Adiputra........................................................................................................ 37
Pengaruh Model End User Computing Satisfaction Terhadap Kepuasan Pengguna SIMRS Di
RSD. Kalisat
Chyntia Vicky Alvionita, Bernadus Rudy Sunindya........................................................................ 42
Evaluasi Penyebab Kegagalan Klaim Asuransi Bpjs (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)
Kesehatan Di Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Malang (RSU-UMM)
Ervita Nindy, Suhartinah,Djoko Wahyudi,Eva Nur........................................................................ 55
Penerapan Pengendalian Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Rerata Kadar Gula Darah Di Puskesmas
Jaten II Plosokerep
Liss Dyah Dewi Arini, Udi Budi Harsiwi....................................................................................... 69
Tinjauan Analisis Kuantitatif Terhadap Pengisian Berkas Rekam Medis Di Ruangan Bedah
Instalasi Rawat Inap Rsud Toto Kabila Triwulan I Tahun 2017
Rachmat Ipango,, Tia Larastika Miu.............................................................................................. 77
Pengaruh Kompetensi Dan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawairekam Medik Melalui Komitmen
Organisasi
Saryadi............................................................................................................................................ 97
Tinjauan Resume Medis Pada Berkas Rekam Medis Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo 2017
Nur Pratiwi Saud, Karsimim Umar................................................................................................ 109
Peran Orangtua Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia Toddler Di Wilayah Kerja
Pukesmas Sambi 1 Boyolali
Ulfa Hafsari Putri, Mursudarinah.................................................................................................. 126
Efisiensi Indikator Rawat Inap Berdasarkan Grafik Barber Johnson Di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Sukoharjo Pada Triwulan III Dan Triwulan IV Tahun 2017
Novita Yuliani, Sukma Nur Fitri, Riska Ayu Uqiyani...................................................................... 133
Kemampuan Toilet Training Anak Usia18-36 Bulan Ditinjau Dari Kesiapan Orang Tua
Darah Ifalahma ............................................................................................................................. 139
Pengaruh Jenis Pembiayaan Terhadap Kualitas Pelayanan Di Uptd Puskesmas Sangkrah Kota
Surakarta
Yeni Tri Utami ............................................................................................................................... 151
Pengaruh Individu Dan Organisasi Terhadap Kinerja Tenaga Casemix Dalam Kelengkapan
Administrasi Klaim Di Rumah Sakit
Puguh Priyo Widodo ...................................................................................................................... 159
PENINGKATAN KEPEDULIAN
DALAM MENJAGA KEAMANAN DAN KERAHASIAAN REKAM MEDIS
MENGGUNAKAN FOCUS-PDCA DI RSUP SANGLAH
1
Dea Allan Karunia Sakti, S.ST, 2Diniyah Kholidah, S.ST.,MPH
1
Poltekkes Kemenkes Malang, allansakti@gmail.com
2
Poltekkes Kemenkes Malang, dini_0219@yahoo.com
ABSTRAK
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Rekam medis berisi data
pasien yang bersifat rahasia sehingga perlu disimpan pada ruang penyimpanan rekam medis yang bertujuan
untuk mempermudah dan mempercepat ditemukan kembali rekam medis yang disimpan, mudah dalam
pengembalian, serta melindungi dari rekam medis dari pencurian, bahaya dan kerusakan. Berdasarkan
hasil dari Praktek Kerja Lapangan di RSUP Sanglah Denpasar ruang penyimpanan rekam medis menyatu
dengan ruang administrasi. Ditemukan permasalahan kurangnya kepedulian staf rekam medis dalam menjaga
keamanan dan kerahasiaan penyimpanan rekam medis. Hal ini dapat terlihat dengan seringnya pintu ruang
rekam medis terbuka sehingga menyebabkan banyak petugas unit pelayanan lain keluar masuk ruang
penyimpanan rekam medis. Ditemukannya rekam medis hilang dan ada dokter yang memfoto isi rekam
medis namun hanya beberapa staf saja yang mengingatkan. SPO mengenai keamanan dan kerahasiaan
penyimpanan rekam medis sudah ada namun tidak dilakukan sepenuhnya oleh staf rekam medis. Praktek
Kerja Lapangan ini bertujuan mengupayakan peningkatan kepedulian staf rekam medis dalam menjaga
keamanan dan kerahasiaan penyimpanan rekam medis menggunakan FOCUS-PDCA di Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah Denpasar.
Kata Kunci: Penyimpanan Rekam Medis, Keamanan dan Kerahasiaan Rekam Medis, FOCUS-PDCA.
ABSTRACT
A medical record is a file containing records and documents about the patient’s identity, examination,
treatment, actions and other services that have been provided to the patient. The medical record contains
confidential patient data so it needs to be stored in medical record storage space that aims to facilitate and
speed up the recover of stored medical records, easy to return, and protect from medical records of theft,
harm and damage. Based on the results of the Field Work Practice at RSUP Sanglah Denpasar medical
record storage space integrates with administrative space. The problem of the lack of awareness of medical
record staff in maintaining the security and confidentiality of medical record keeping. This can be seen
with the frequent open door medical record room, causing many officers of other service units in and out
of medical record storage space. The discovery of the medical record is lost and there are doctors who
photographed the contents of the medical record but only a few staff were reminded. SPOs regarding the
safety and confidentiality of medical record keeping already exist but not fully done by medical record staff.
This Field Work Practice aims to improve the awareness of medical record staff in maintaining the security
and confidentiality of medical record keeping using FOCUS-PDCA at Sanglah Denpasar Public Hospital.
Keywords: Medical Record Storage, Security and Confidential Medical Record, FOCUS-PDCA
PENDAHULUAN
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri
yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan
sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan
terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Undang-Undang No.
44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit). Menurut Pedoman Penyelenggaraan Dan Prosedur Rekam Medis
Rumah Sakit Di Indonesia Revisi II Rumah sakit memiliki fungsi utama untuk memberikan perawatan dan
pengobatan yang sempurna kepada pasien baik pasien rawat inap, rawat jalan maupun pasien gawat darurat.
Pimpinan rumah sakit bertanggungjawab atas mutu pelayanan medik dirumah sakit yang diberikan kepada
pasien. Rekam medis sangat penting dalam membantu mutu pelayanan medik yang diberikan oleh rumah
sakit beserta staf mediknya.
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Pengelolaan rekam medis
dilaksanakan sesuai dengan organisasi dan tata kerja sarana pelayanan kesehatan (Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/Menkes/Per/III/2008).
Rekam medis berisi data pasien yang bersifat rahasia sehingga perlu disimpan pada ruang penyimpanan
rekam medis yang bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat ditemukan kembali rekam medis yang
disimpan, mudah dalam pengembalian, serta melindungi dari rekam medis dari pencurian, bahaya dan
kerusakan. Adapun bahaya dan kerusakan yang di maksud meliputi bahaya fisik, bahaya kimiawi, bahaya
biologis serta pencurian.
Bahaya fisik adalah kerusakan rekam medis yang disebabkan oleh sinar matahari, hujan, banjir, panas
dan kelembaban. Bahaya kimiawi adalah kerusakan rekam medis yang disebabkan oleh makanan, minuman,
dan bahan-bahan kimia. Bahaya biologis adalah kerusakan rekam medis yang disebabkan oleh tikus, kecoa,
ngengat dan rayap. Sedangkan untuk keamanan isi dari rekam medis perlu adanya ketentuan peminjaman, dalam
peminjaman rekam medis sehingga dapat diketahui keberadaan rekam medis dan siapa peminjamnya, dan juga
perlu diketahui juga kepentingan peminjaman rekam medis dan harus di perhatikan dari aspek hukumnya.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar memiliki ruang
instalasi rekam medis yang didalamnya terdapat ruang penyimpanan rekam medis, ruang administrasi atau
pendaftaran, ruang pengolahan rekam medis dan ruang kepala instalasi rekam medis. Ruang penyimpanan
rekam medis menyatu langsung dengan ruang administrasi atau pendaftaran tanpa ada sekat pemisah.
Penyimpanan rekam medis kurang terjaga keamanannya dikarenakan banyaknya petugas unit pelayanan
lain yang keluar masuk ruang instalasi rekam medis dan melewati ruang penyimpanan rekam medis untuk
mendaftarkan keluarganya agar mendapatkan pelayanan yang lebih cepat. Ditambah lagi pintu ruang instalasi
rekam medis seringkali terbuka, padahal pintu ruangan telah dilengkapi dengan sistem keamanan finger print
yang hanya bisa diakses oleh staf rekam medis namun pada kenyataannya masih ada petugas unit pelayanan
lain dengan mudah masuk ruangan dikarenakan staf rekam medis lupa untuk mengunci pintu. Sehingga hal
tersebut bisa menjadi salah satu ancaman kehilangan rekam medis dikarenakan ruang penyimpanan rekam
medis mudah diakses oleh petugas selain staf rekam medis.
Pada periode januari sampai maret tahun 2015 peneliti menemukan adanya laporan rekam medis yang
hilang. Berikut tabel laporan rekam medis yang hilang tersebut:
Peneliti menemukan adanya dokter yang memfoto isi rekam medis dan hanya beberapa staf rekam medis
saja yang mengingatkan atau menegur. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.269/MENKES/PER/III/2008
tentang rekam medis, pasal 10 ayat (1) bahwa isi berkas rekam medis mengandung nilai kerahasiaan yang harus dijaga.
Oleh karena itu dibutuhkan kepedulian dan tanggung jawab seluruh staf rekam medis untuk menjaga keamanan dan
kerahasiaan rekam medis.
Berdasarkan berbagai uraian yang telah dikemukakan, peneliti memiliki rencana dalam upaya
meningkatkan kepedulian staf rekam medis dalam menjaga keamanan dan kerahasiaan penyimpanan
rekam medis. Pada proses peningkatan kepedulian menggunakan metode FOCUS-PDCA. FOCUS-PDCA
merupakan perpanjangan dari siklus Plan, Do, Check, Action (PDCA) atau disebut siklus Deming atau
Shewhart. FOCUS-PDCA merupakan metode pendekatan sederhana, logis, dan sistematis untuk mencapai
peningkatan perbaikan atau mendesain ulang dari proses yang ada dan sebagai dasar merancang proses baru
dalam pemecahan masalah (Shugdar). Berdasarkan latar belakang masalah di atas pertanyaan penilitian
adalah sebagai berikut: Bagaimana meningkatkan kepedulian dalam menjaga keamanan dan kerahasiaan
rekam medis menggunakan FOCUS-PDCA?
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui hasil observasi,
wawancara dan studi pustaka. Dari hasil penelitian ini akan diolah dan dianalisa, serta deskripsikan berdasarkan
teori yang ada. Peneliti mendapat informasi yang bersumber dari Kepala Instalasi Rekam Medis, Petugas
Rekam Medis dan Petugas unit kesehatan lain di RSUP Sanglah. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel
adalah keamanan dan kerahasiaan rekam medis. Peneliti menggunakan metode pendekatan FOCUS-PDCA
yang terdiri dari sembilan langkah dalam menemukan dan menyelesaikan permasalahan keamanan dan
kerahasiaan rekam medis.
Prosedur pengumpulan data menggnakan observasi, wawancara dan studi pustaka. Observasi langsung
dengan cara mengamati pelaksanaan kebijakan atau prosedur kerja instalasi rekam medis. Peneliti menggunakan
wawancara semitersrtuktur dengan tujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana
fihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Studi pustaka dengan cara membandingkan
hasil yang diperoleh di lokasi dengan teori-teori yang ada pada literatur yang sesuai.
Analisa yang dipakai mengacu pada hasil observasi ,wawancara, dan studi pustaka yang telah dilakukan,
data tersebut kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk tulisan, tabel dan grafik.
HASIL
A. Identifikasi Permasalahan Keamanan dan Kerahasiaan Penyimpanan Rekam Medis berdasarkan
FOCUS (Find-Organize-Clarify-Understand-Select)
FOCUS-PDCA adalah pendekatan yang tepat untuk meningkatkan proses kerja di sebuah
organisasi (Nikniaz, 2002). Menurut Key Barder et. al (2002) dalam Nikniaz (2002) pendekatan ini
memiliki sembilan langkah untuk perbaikan proses. FOCUS merupakan kepanjangan dari kata find,
organize, clarify, understand dan select. Sedangkan PDCA merupakan kepanjangan dari kata plan, do,
check dan action.
Langkah awal pada pendekatan FOCUS-PDCA adalah FOCUS terhadap permasalahan tertentu.
FOCUS terdiri dari find, organize, clarify, understand, dan select. Find merupakan langkah pertama
dalam pendekatan FOCUS-PDCA. Dimana dalam langkah ini peneliti mencari dan menemukan proses
kerja di sebuah organisasi yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan (Shugdar).
Dari hasil penelitian di instalasi rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, peneliti
menemukan kurangnya kepedulian staf rekam medis dalam menjaga keamanan dan kerahasiaan
penyimpanan rekam medis. Hal tersebut dapat dilihat dengan tidak dijalankannya standar prosedur
operasional (SPO) mengenai keamanan dan kerahasiaan penyimpanan rekam medis. Banyaknya
petugas unit pelayanan lain yang masuk ke ruang penyimpanan rekam medis dikarenakan kurangnya
rasa kedisiplinan staf rekam medis untuk menutup pintu yang telah dilengkapi oleh sistem keamanan
finger print. Selain itu juga petugas rekam medis membiarkan petugas unit pelayanan lain untuk masuk
ke ruang penyimpanan rekam medis.
Peneliti menemukan adanya laporan kehilangan rekam medis. Rekam medis tersebut masih belum
masuk dalam kategori untuk dimusnahkan karena tanggal registrasi pasien masih dalam tahun yang
seharusnya rekam medis tersebut disimpan. Berikut tabel laporan rekam medis yang hilang tersebut:
Hal ini mengakibatkan riwayat pemeriksaan pasien tidak berkesinambungan sehingga dalam
memberikan tindakan medis kepada pasien tidak berdasarkan pertimbangan dari riwayat kesehatan
pasien sebelumnya. Peneliti juga menemukan adanya dokter yang memfoto isi rekam medis dan
hanya beberapa staf rekam medis saja yang mengingatkan atau menegur. Oleh karena itu dibutuhkan
kepedulian dan tanggung jawab seluruh staf rekam medis untuk menjaga keamanan dan kerahasiaan
rekam medis.
Langkah kedua adalah organize. Dimana peneliti memilih pihak-pihak yang mengetahui tentang
permasalahan serta ikut terlibat dalam melakukan perbaikan atau peningkatan proses kerja (Nikniaz,
2002). Pihak-pihak yang terlibat dan mengetahui permasalahan dalam menjaga keamanan dan
kerahasiaan penyimpanan rekam medis adalah kepala instalasi rekam medis, seluruh staf rekam medis,
dan seluruh staf pelayanan unit lain.
Langkah ketiga adalah clarify. Menurut Shugdar pada The FOCUS-PDCA Methodology tujuan
dari langkah tersebut adalah untuk memperjelas proses-proses masalah yang terjadi. Berdasarkan
permasalahan kurangnya kepedulian staf rekam medis dalam menjaga keamanan dan kerahasiaan
penyimpanan rekam medis, peneliti menemukan faktor-faktor yang memperjelas masalah tersebut.
Berikut faktor-faktor penyebab kurangnya kepedulian staf rekam medis dalam menjaga keamanan dan
kerahasiaan penyimpanan rekam medis :
1. Pintu ruang rekam medis telah menggunakan sistem keamanan finger print yang hanya bisa diakses
oleh petugas rekam medis namun pada kenyataannya masih ada petugas lain dengan mudah masuk
ruangan dikarenakan pintu terbuka
2. Sudah ada penggunaan CCTV pada ruang rekam medis namun belum dilakukan evaluasi
3. Seringkali petugas lain masuk tanpa ijin terlebih dahulu mengikuti petugas rekam medis yang
masuk ruangan
4. Ditemukannya rekam medis yang hilang dan petugas kurang mengetahui tata tertib di ruang rekam
medis
5. Sistem keamanan pada pintu belakang atau keluar ruang unit rekam medis rusak sehingga
menyebabkan staf rekam medis enggan menutup pintu kembali
Langkah keempat adalah understand. Tujuan dari langkah tersebut adalah untuk memahami
permasalahan proses kerja, menemukan penyebab dari permasalahan, dan memeriksa serta mengurangi
proses permasalahan yang terjadi (Shugdar). Untuk mencegah petugas unit pelayanan lain masuk ke
dalam ruang penyimpanan rekam medis perlu dimaksimalkan kembali penggunaan sitem keamanan
finger print pada pintu ruang rekam medis. Bentuk atau cara yang dapat digunakan peneliti untuk
meningkatkan kepedulian petugas menutup pintu salah satunya dengan resosialisasi. Resosialisasi
standar operasional prosedur (SPO) berupa tulisan mengenai akses pintu ruang rekam medis yang
telah ditempel pada pintu masuk ruang rekam medis agar petugas selalu menutup pintu. Hal ini
untuk meminimalisir petugas unit pelayanan lain masuk ke dalam ruang penyimpanan rekam medis.
Apabila pintu ruang rekam medis tertutup maka hanya staf rekam medis yang mempunyai akses masuk
B. Identifikasi Pemecahan Masalah Keamanan dan Kerahasiaan Penyimpanan Rekam Medis berdasarkan
PDCA (Plan-Do-Check-Action)
Langkah akhir pada pendekatan FOCUS-PDCA adalah PDCA. PDCA merupakan langkah
lanjutan setelah melakukan pendekatan FOCUS. Pada pendekatan PDCA peneliti membuat rencana
dalam proses peningkatan kepedulian staf rekam medis dalam menjaga keamanan dan kerahasiaan
penyimpanan rekam medis. Dalam PDCA setiap proses dilakukan dengan perencanaan yang matang,
implementasi yang terukur dan jelas, dilakukan evaluasi dan analisis data yang akurat, serta tindakan
perbaikan yang sesuai dengan monitoring pelaksanaannya agar benar-benar bisa menyelesaikan
masalah yang terjadi di organisasi (Dewi et al, 2013).
Terdapat 4 langkah pada pendekatan PDCA untuk memperbaiki dan menyelesaikan sebuah masalah.
4 langkah tersebut adalah plan, do, check, dan action. Langkah pertama adalah plan. Pada langkah plan
peneliti membuat perencanaan untuk melakukan strategi yang telah dipilih pada pendekatan FOCUS.
Peneliti telah memilih strategi resosialisasi standar operasional prosedur (SPO) berupa tulisan mengenai
akses pintu ruang rekam medis, mengevaluasi penggunaan CCTV, dan sosialisasi standar operasional
prosedur (SPO) berupa tulisan atau slogan mengenai keamanan dan kerahasiaan penyimpanan rekam
medis untuk menyelesaikan permasalahan peningkatan kepedulian staf rekam medis dalam menjaga
keamanan dan kerahasiaan penyimpanan rekam medis. Untuk melakukan strategi tersebut peneliti
telah membuat perencanaan sebagai berikut :
1. Laporkan kepada kepala instalasi rekam medis bahwa pintu ruang rekam medis sering kali terbuka
dikarenakan SPO berupa tulisan mengenai akses pintu ruang rekam medis tidak dipatuhi
2. Koordinasikan dengan petugas keamanan rumah sakit untuk menanyakan bagaimana cara
mengevaluasi penggunaan CCTV
3. Pembuatan tulisan atau slogan
Hari
Grafik 1. Jumlah Petugas Unit Pelayanan Lain Ijin Masuk Untuk Mendaftar Dan Menunggu
Di Luar Ruang Penyimpanan Rekam Medis (Sebelum dan Sesudah Intervensi)
Hari
Hari
Grafik 5. Jumlah Staf Rekam Medis Membantu Mengingatkan Petugas Unit Pelayanan Lain
Untuk Menunggu (Sebelum dan Sesudah Intervensi)
Grafik 6. Jumlah Dokter Masuk Untuk Meminjam Rekam Medis Dan Membawa Surat Pengantar
(Sebelum dan Sesudah Intervensi)
Grafik 7. Jumlah Laporan Rekam Medis Hilang (Sebelum dan Sesudah Intervensi)
Langkah keempat dari PDCA yang juga merupakan langkah akhir pada pendekatan FOCUS-PDCA
adalah action. Menurut Dr.Lameii (2000) dalam Nikniaz (2002) action merupakan tindakan didasarkan
pada hasil baru dan mendesain ulang jika diperlukan. Tujuan dari langkah ini adalah bertindak atas apa
yang telah dipelajari dan menentukan langkah selanjutnya, jika intervensi berhasil jadikan proses kerja
yang telah dirancang sebagai bagian dari standar prosedur operasional namun apabila tidak berhasil
analisis sumber kegagalan, merancang solusi baru dan ulangi siklus PDCA. Setelah dilakukan intruksi
dari kepala rekam medis, seluruh staf rekam medis mematuhi untuk selalu mengunci pintu depan dan
belakang rekam medis serta peneliti ikut memantau pintu ruangan sehingga tujuan dari intervensi
tersebut berhasil. Terjalin kerjasama dan koordinasi dengan seluruh staf rekam medis untuk mematuhi
tata tertib mengenai SPO berupa tulisan atau slogan yang telah ditempel dalam menjaga keamanan dan
kerahasiaan penyimpanan rekam medis sehingga rencana tersebut perlu ditindaklanjuti dan dilanjutkan
oleh instalasi rekam medis agar dipergunakan sebagai langkah dalam upaya meningkatkan kepedulian
staf rekam medis dalam menjaga keamanan dan kerahasiaan penyimpanan rekam medis serta slogan-
slogan yang telah tertempel supaya dirawat dan dipelihara agar tidak rusak. Berdasarkan hasil laporan
formulir pemantauan petugas unit pelayanan lain yang masuk dan pintu ruang rekam medis, hampir
setiap hari pintu depan dan belakang ruang rekam medis tertutup atau terkunci hal tersebut bisa dilihat
dengan seringnya terdengar bel, adanya bantuan staf rekam medis mengingatkan petugas lain untuk
tidak masuk ruang penyimpanan rekam medis dan membantu menanyakan keperluan petugas lain,
jumlah petugas lain yang masuk ruang penyimpanan rekam medis semakin berkurang dan tidak ada
laporan kehilangan rekam medis. Sehingga laporan tersebut dapat ditindak lanjuti oleh instalasi rekam
medis dalam memantau petugas unit pelayanan lain yang masuk ruang rekam medis dan pintu ruang
penyimpanan rekam medis. Intervensi tidak berhasil pada penerapan SOP evaluasi CCTV di ruang
rekam medis sehingga dibutuhkan kembali rencana pendekatan terhadap pihak keamanan rumah sakit
agar dapat mengetahui informasi SPO Evaluasi penggunaan CCTV.
PEMBAHASAN.
A. Identifikasi Permasalahan Keamanan dan Kerahasiaan Penyimpanan Rekam Medis berdasarkan
FOCUS (Find-Organize-Clarify-Understand-Select)
Berdasarkan hasil penelitian di instalasi rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar,
peneliti telah mengidentifikasi permasalahan keamanan dan kerahasiaan penyimpanan rekam medis
berdasarkan FOCUS. Berikut tabel identifikasi permasalahan keamanan dan kerahasiaan penyimpanan
rekam medis berdasarkan FOCUS :
Pada pelaksanaan standar prosedur operasional (SPO) tentang keamanan dan kerahasiaan
penyimpanan rekam medis tidak dijalankan sepenuhnya. Bedasarkan peraturan pengamanan rekam
medis di RSUP Sanglah Denpasar tempat penyimpanan rekam medis harus terpisah dari ruang
administrasi, hanya petugas rekam medis yang sedang menjalankan tugas yang boleh masuk ke dalam
ruang penyimpanan, dan lokasi ruang penyimpanan rekam medis harus aman, terkunci dengan baik
dan tidak mudah diakses oleh orang selain petugas rekam medis. Namun pada kenyataannya ruang
penyimpanan rekam medis menyatu langsung dengan ruang administrasi. Sehingga banyak petugas
unit pelayanan lain mudah masuk ruang penyimpanan rekam medis dengan alasan untuk mendaftar
pada loket pendaftaran dan pintu ruangan yang sering terbuka.
Pelaksanaan perundang-undangan tentang keamanan dan kerahasiaan rekam medis di RSUP
Sanglah tidak sesuai dengan Keputusan Dirjen Pelayanan Medik No.78/Yanmed/RS/Umdik/
YMU/I/91 tentang Penyelenggaraan Rekam Medis di Rumah Sakit. Pada bab IV tentang pemilikan dan
pemanfaatan rekam medis dijelaskan bahwa untuk melindungi kerahasiaan tersebut dibuat ketentuan-
ketentuan salah satunya adalah hanya petugas rekam medis yang diizinkan masuk ruang penyimpanan
rekam medis. Namun pada kenyataannya, banyak petugas-petugas dari unit pelayanan lain yang masuk
ke ruang penyimpanan rekam medis. Hal itu staf rekam medis lupa untuk menutup pintu yang telah
dilengkapi oleh sistem keamanan finger print. Selain itu juga staf rekam medis membiarkan petugas
unit pelayanan lain untuk masuk ke ruang penyimpanan rekam medis.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.269/MENKES/PER/III/2008 tentang rekam medis,
pasal 10 ayat (1) bahwa isi berkas rekam medis mengandung nilai kerahasiaan yang harus dijaga.
Peneliti menemukan adanya dokter yang memfoto isi rekam medis dan hanya beberapa staf rekam
medis saja yang mengingatkan atau menegur.
Secara umum informasi rekam medis bersifat rahasia. Informasi di dalam rekam medis bersifat
rahasia karena hal ini menjelaskan hubungan yang khusus antara pasien dan dokter yang wajib
dilindungi dari pembocoran sesuai dengan kode etik kedokteran dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Informasi yang mengandung nilai kerahasiaan yaitu laporan atau catatan yang terdapat
dalam berkas rekam medis sebagai hasil pemeriksaan, pengobatan, observasi atau wawancara dengan
pasien. Informasi ini tidak boleh disebar luaskan kepada pihak-pihak yang tidak berwengang karena
menyangkut informasi pribadi individu pasien.
Pemberitahuan informasi mengenai kondisi kesehatan atau penyakit yang diderita pasien menjadi
tanggungjawab dokter yang merawat pasien tersebut (Pedoman Penyelenggaraan Dan Prosedur Rekam
Medis Rumah Sakit Di Indonesia Revisi II). Apabila ditemukan adanya dokter yang memfoto isi rekam
medis, hal tersebut dapat menjadi ancaman hilangnya kerahasiaan informasi rekam medis pasien.
Karena apabila isi rekam medis difoto dimungkinkan akan tersebar luas informasi pasien tersebut.
Oleh karena itu dibutuhkan kepedulian dan tanggung jawab seluruh staf di rumah sakit untuk menjaga
dan melindungi keamanan dan kerahasiaan informasi rekam medis dari hilangnya keterangan atau
dipergunakan oleh orang yang tidak berwenang menggunakannya.
B. Identifikasi Pemecahan Masalah Keamanan dan Kerahasiaan Penyimpanan Rekam Medis berdasarkan
PDCA (Plan-Do-Check-Action)
Berdasarkan permasalahan mengenai keamanan dan kerahasiaan penyimpanan rekam medis
peneliti telah melakukan pemecahan permasalahan keamanan dan kerahasiaan penyimpanan rekam
medis berdasarkan PDCA dalam mengupayakan peningkatan kepedulian staf rekam medis dalam
menjaga keamanan dan kerahasiaan penyimpanan rekam medis. Berikut tabel identifikasi pemecahan
masalah keamanan dan kerahasiaan penyimpanan rekam medis berdasarkan PDCA :
Tabel 4. Pemecahan Masalah Keamanan Dan Kerahasiaan Penyimpanan Rekam Medis Berdasarkan PDCA
4. B u a t f o r m u l i r 4. M e m b u a t f o r m u l i r 4. Laporan pemantauan 4. Tu j u a n t e r c a p a i ,
pemantauan petugas pemantauan petugas petugas unit pelayanan hampir setiap hari
unit pelayanan lain yang unit pelayanan lain yang lain dan pintu ruang pintu depan dan
masuk dan pintu ruang masuk dan pintu ruang rekam medis berupa belakang ruang
p en y imp an an r e k am penyimpanan rekam medis grafik perbandingan rekam medis
medis sebelum dan sesudah tertutup/terkunci hal
intervensi. tersebut bisa dilihat
dengan seringnya
terdengar bel, adanya
bantuan staf rekam
medis mengingatkan
petugas lain untuk
tidak masuk ruang
penyimpanan rekam
medis dan membantu
menanyakan
keperluan petugas
lain, jumlah petugas
lain yang masuk
ruang penyimpanan
rekam medis semakin
berkurang dan
tidak ada laporan
kehilangan rekam
medis.
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa setelah dilakukannya intervensi terhadap peningkatan kepedulian
staf rekam medis dalam menjaga keamanan dan kerahasiaan penyimpanan rekam medis terdapat
perubahan dimana staf rekam medis sering menutup pintu ruang rekam medis. Dengan pintu yang
tertutup maka sistem keamanan finger print pada pintu ruangan dapat dimaksimalkan kegunaaannya.
Sehingga apabila ada petugas unit pelayanan lain ingin masuk ruang rekam medis harus ijin terlebih
dahulu kepada staf rekam medis dikarenakan hanya staf rekam medis yang bisa membuka pintu
ruangan. Hal tersebut dapat mengurangi petugas unit pelayanan lain mudah keluar masuk ruang
penyimpanan rekam medis. Seluruh staf rekam medis juga membantu peneliti untuk mengingatkan
petugas unit pelayanan lain untuk menunggu di luar penyimpanan rekam medis. Setiap dokter yang
meminjam rekam medis untuk dilakukan penelitian staf rekam medis selalu mengingatkan untuk tidak
memfoto isi rekam medis dikarenakan informasi rekam medis ini tidak boleh disebar luaskan kepada
pihak-pihak yang tidak berwengang karena menyangkut informasi pribadi individu pasien (Pedoman
Penyelenggaraan Dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit Di Indonesia Revisi II).
Selama dilakukannya intervensi menggunakan pendekatan PDCA peneliti tidak menemukan
laporan kehilangan rekam medis, semua dokter yang meminjam rekam medis membawa surat pengantar
dan tidak ditemukannya dokter yang memfoto isi rekam medis. Sehingga penyimpanan rekam medis
terjaga keamanan dan kerahasiaannya sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No.269/MENKES/
PER/III/2008 tentang rekam medis, pasal 10 ayat (1) bahwa isi berkas rekam medis mengandung nilai
kerahasiaan yang harus dijaga.
Rumah sakit bertanggungjawab untuk melindungi informasi informasi yang ada didalam rekam
medis terhadap kemungkinan hilangnya keterangan ataupun memalsukan data yang ada didalam
berkas rekam medis atau dipergunakan oleh orang yang tidak berwenang menggunakannya (Pedoman
Penyelenggaraan Dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit Di Indonesia Revisi II).
KESIMPULAN.
A. Setelah dilakukan intruksi dari kepala rekam medis, seluruh staf rekam medis mematuhi untuk selalu
mengunci pintu depan dan belakang rekam medis.
B. Intervensi tidak berhasil pada penerapan SOP evaluasi CCTV di ruang rekam medis.
C. Terjalin kerjasama dan koordinasi dengan seluruh staf rekam medis untuk mematuhi tata tertib mengenai
SPO berupa tulisan atau slogan yang telah ditempel dalam menjaga keamanan dan kerahasiaan
penyimpanan rekam medis sehingga rencana tersebut perlu ditindaklanjuti dan dilanjutkan oleh instalasi
rekam medis.
D. Berdasarkan hasil laporan formulir pemantauan petugas unit pelayanan lain yang masuk dan pintu ruang
rekam medis, hampir setiap hari pintu depan dan belakang ruang rekam medis tertutup atau terkunci hal
tersebut bisa dilihat dengan seringnya terdengar bel, adanya bantuan staf rekam medis mengingatkan
petugas lain untuk tidak masuk ruang penyimpanan rekam medis dan membantu menanyakan keperluan
petugas lain, jumlah petugas lain yang masuk ruang penyimpanan rekam medis semakin berkurang dan
tidak ada laporan kehilangan rekam medis.
DAFTAR PUSTAKA
Budi, Savitri Citra. 2011. Manajemen Unit Kerja Rekam Medis. Quantum Sinergis Medis. Yogyakarta
DepKes RI. 2006. Pedoman Penyelenggaraan Dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit Di Indonesia
Revisi II. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik
Dewi, Ariani Puspita. 2013. Analisis Pengendalian Kualitas Dengan Pendekatan P.D.C.A. (Plan-Do-Check-
Act) Berdasarkan Standar Minimal Pelayanan Rumah Sakit Pada Rsud Dr. Adhyatma Semarang (Studi
Kasus Pada Instalasi Radiologi) : Semarang.Universitas Diponegoro.
Idrus, M. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Kemenkes, Permenkes RI, No. 269/MENKES/PER/III/2008, Tentang Rekam Medis. (Jakarta: Kemenkes
RI. 2008).
Nikniaz, Alireza. 2002. Effectiveness Of Using FOCUS PDCA Approach As A Quality Improvement Tool
Among Public Health Deputy Staff In Tabriz University Of Medical Sciences-2002. Iran: Tabriz
University Of Medical Sciences.
Shugdhar, Majdah._____. The FOCUS-PDCA Methodology. ____. Central Board for Health care Institusion.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009. Tentang Rumah Sakit. Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia: Jakarta
1
Institut Ilmu Kesehatan Medika Persada Bali,viktorinus.alfred@gmail.com
ABSTRAK
Latar belakang: Adverse Drug Events (ADE) dan kesalahan dalam pemberian obat (medikasi) di rumah sakit
adalah penyebab utama meningkatnya lama rawat di rumah sakit, cedera, bahkan kematian. Diperkirakan bahwa di
Amerika Serikat, lebih kurang 98.000 kematian per tahun terjadi karena adanya kesalahan medis dan 7.000 kematian
terkait dengan kesalahan pemberian obat. Fakta ini tentu mengejutkan. Beberapa penelitian menganjurkan untuk
memakai sistem informasi klinis untuk peresepan obat (CPOE) guna menekan ADE, mengurangi kesalahan medikasi,
dan menekan angka kematian akibat kesalahan pemberian obat ini. Akan tetapi, penerapan sistem informasi klinis
dengan CPOE ini memakan biaya yang cukup tinggi dan berbagai hambatan lainnya. Mampukah negara-negara
berkembang menerapkannya demi keselamatan pasien?
Tujuan: Tujuan penulisan paper ini adalah: (1) untuk memaparkan bagaimanakah implementasi CPOE di negara
dengan pendapatan tinggi; (2) untuk memaparkan bagaimanakah implementasi CPOE di negara dengan pendapatan
rendah dan menengah; (3) untuk mengelaborasi keuntungan dan tantangan secara spesifik implementasi CPOE di
negara dengan pendapatan rendah dan menengah.
Metode: Studi literatur non sistematik melalui: (1) penelusuran menggunakan beberapa situs indexing (science
direct, Springerlink, google scholar dan IEEE Xplore) dengan beberapa kata kunci; (2) menelusuri literatur yang
dipakai oleh literatur terpilih dari hasil seleksi yang didapat melalui situs indexing.
Hasil: Implementasi CPOE di negara berpendapatan tinggi bergantung pada tiga hal yakni hubungan dan integrasi
antar teknologi, motivator dan otonomi professional. Sedangkan implementasi CPOE di negara berpendapatan rendah
masih menghadapi beberapa tantangan klasik seperti dana.
Kesimpulan: Proses penerapan CPOE di negara berpendapatan rendah dan menengah dengan negara
berpendapatan tinggi ternyata tidak jauh berbeda. Keduanya sama-sama mengalami penetrasi yang rendah. Tantangan
umumnya berasal dari proses peresepan yang ada di negara tersebut, ketiadaan dukungan teknis yang memadai dan
tantangan sosiokultural.
Kata Kunci: CPOE, Adverse Drug Events (ADE), Negara Berpendapatan Tinggi, Negara Berpendapatan
Menengah, Negara Berpendapatan Rendah.
PENDAHULUAN
Adverse Drug Events (ADE) dan kesalahan dalam pemberian obat (medikasi) di rumah sakit adalah
penyebab utama meningkatnya lama rawat di rumah sakit, cedera, bahkan kematian (Classen, Pestotnik,
Evans, Lloyd, & Burke, 1997). Diperkirakan bahwa di Amerika Serikat, lebih kurang 98.000 kematian per
tahun terjadi karena adanya kesalahan medis dan 7.000 kematian terkait dengan kesalahan pemberian obat
(Classen et al., 1997). Fakta ini tentu mengejutkan. Beberapa penelitian menganjurkan untuk memakai sistem
informasi klinis untuk peresepan obat guna menekan ADE, mengurangi kesalahan medikasi, dan menekan
angka kematian akibat kesalahan pemberian obat ini (Ammenwerth, Schnell-Inderst, & Siebert, 2010).
Berbagai model sistem informasi klinis telah dikembangkan, tetapi belum menemui jalan terang. Usaha
terus menerus dilakukan hingga akhirnya saat ini telah berhasil dikembangkan sistem informasi klinis yang
mampu menyediakan pengetahuan klinis yang memadai saat peresepan obat secara real time dan telah
mampu mengurangi kesalahan medikasi. Sistem inipun telah diterima dengan baik (D.W. Bates et al., 2003).
Computerized Physician Order Entry (CPOE) adalah bagian dari sistem informasi klinis yang
memungkinkan dokter untuk memasukkan order obat langsung ke komputer (Kazemi et al., 2009). Penggunaan
CPOE di dalam sistem informasi klinis telah banyak diteliti di mana hasilnya sebagian besar memperlihatkan
keuntungan dari implementasi CPOE itu sendiri. CPOE dapat menurunkan insiden kesalahan medikasi yang
serius sebesar 55% (D W Bates et al., 1998). Jika dipadukan dengan dose decision support system, CPOE
ini juga dapat menurunkan non-intercepted dose and frequency medication errors dari antibiotik dan anti
konvulsan (Kazemi et al., 2011).
Semua penelitian-penelitian tersebut dilakukan di negara maju dan berpendapatan tinggi. Satu pertanyaan
yang timbul, bagaimana dengan negara-negara berpendapatan rendah dan menengah seperti Indonesia, Iran
dan lain-lain? Dapatkah kita memetik keuntungan dari implementasi CPOE ini seperti di negara-negara
dengan pendapatan tinggi tersebut? Adakah dan bagaimanakah tantangannya?
Adapun tujuan penulisan paper ini adalah:
1. Untuk memaparkan bagaimanakah implementasi CPOE di negara dengan pendapatan tinggi
2. Untuk memaparkan bagaimanakah implementasi CPOE di negara dengan pendapatan rendah dan
menengah.
3. Untuk mengelaborasi keuntungan dan tantangan secara spesifik implementasi CPOE di negara dengan
pendapatan rendah dan menengah.
METODE
A. Metode Pencarian Literatur
Metode pencarian literatur dalam paper ini menggunakan 2 cara:
1. Menggunakan beberapa situs indexing (science direct, Springerlink, google scholar dan IEEE
Xplore) dengan kata kunci CPOE, “Computerized Physician Order Entry”, “Benefit of CPOE”,
“CPOE in Developing Country”, “CPOE in low income country” dan “CPOE in middle income
country”.
2. Menelusuri literatur yang dipakai oleh literatur terpilih dari hasil seleksi yang didapat melalui situs
indexing .
D. Pendekatan Penelitian:
1. Proses seleksi literatur
Literatur utama yang digunakan adalah 3 literatur yang telah direview, sementara literatur
penunjang adalah literatur-literatur yang berhubungan dengan CPOE dan keuntungan CPOE.
2. Jumlah literatur yang didapat
3. Kriteria inklusi/eksklusi
Dari literatur jurnal yang kami dapat, kami menerapkan beberapa kriteria inklusi untuk
menyeleksinya, yakni:
a. Jurnal dipublikasikan antara tahun 2000 sampai dengan 2018.
b. Jurnal merupakan review ataupun berupa studi cross sectional, case control, cohort, randomized
control trial (RCT) atau meta analysis.
c. Jurnal memb ahas tentang Computerized Physician Order Entry atau CPOE, dan keuntungan
implementasi CPOE di negara dengan pendapatan rendah dan menengah.
Diagram alir pemilihan artikel dalam paper ini adalah sebagai berikut:
HASIL
Pencarian artikel di basis data online menghasilkan lebih dari 1.000 hasil pencarian melalui science
direct, springer link, google scholar dan IEEE Xplore. Setelah dilakukan screening judul dan abstrak, akhirnya
didapatkanlah 18 artikel yang sesuai untuk dicari lebih lanjut full textnya. Berdasarkan review dari fulltext
yang telah didapat, akhirnya jumlah artikel diciutkan menjadi 11 berdasar kriteria eksklusi dan inklusi yang
telah dipaparkan pada bab metode penulisan.
A. Gambaran Implementasi CPOE di Negara Berpendapatan Tinggi (Studi Kasus di 7 Negara)
Implementasi CPOE di negara berpendapatan tinggi (khususnya Amerka Serikat) sudah
dilaksanakan sejak awal 1970. Meski telah dilaksanakan sejak lama, implementasi CPOE ini masih
berjalan belum optimal dan konsisten (Aarts & Koppel, 2009). Penetrasi pasar CPOE di 7 negara ini pun
masih rendah, meski berbeda dalam hal organisasi health care sistemnya. Ada beberapa kendala yang
menyebabkan rendahnya penetrasi pasar CPOE di 7 negara ini yakni kurangnya integrasi teknologi,
masalah pendanaan, antarmuka pengguna (user interfaces) yang belum memuaskan, Decision Support
Systems (DSS) yang membuat frustasi dan sikap professional yang kurang baik (Aarts & Koppel, 2009).
Perbandingan implementasi CPOE di 7 negara ini menurut Jos Aarts dan Ross Koppel dikelompokkan
menjadi 3, yakni:
a. Hubungan antar teknologi (Aarts & Koppel, 2009)
Hubungan antar teknologi yang dimaksud di sini adalah korelasi dan integrasi antara modul
CPOE dengan modul/teknologi lainnya, seperti DSS (Decision Support Systems), EMR (Electronic
Medical Record), dll. Ada negara yang CPOEnya telah dihubungkan dengan bagian farmasi,
seperti Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Swiss dan Australia dan ada yang tidak yakni Perancis
dan Jerman. Ada negara yang CPOEnya tidak terintegrasi dengan DSS (Jerman, Perancis dan
Australia) sedangkan Amerika Serikat, Inggris, Swiss dan Belanda CPOEnya sudah terintegrasi
dengan DSSnya. Mengenai integrasi dengan Electronic Medical Record (EMR), ternyata baru
dilaksanakan di Amerika Serikat, Inggris dan satu rumah sakit di Swiss sedangkan keempat negara
lainnya belum. Integrasi CPOE dengan Medication administration records (MARs) baru terlaksana
di Amerika Serikat saja.
b. Motivator
Di ketujuh negara ini, pemerintah masih menjadi stakeholder utama yang memotivasi
implementasi CPOE melalui pajak, peraturan-peraturan dan legislasi, dan secara tidak langsung
melalui petunjuk pelaksanaan (juklak), pendanaan riset, pendidikan dan inisiatif kesehatan
masyarakat.
c. Otonomi profesional dan konflik
Dokter masih menjadi pusat perhatian dalam implementasi CPOE di ketujuh negara lewat
otoritas dan peranannya yang penting dalam sistem peresepan. Perawat telah dilibatkan di dalam
CPOE sejak awal karena mereka terlibat saat mengumpulkan order medikasi dan pemberian
medikasi. Di beberapa negara, perawat bahkan mendapat kewenangan untuk menuliskan resep
(dengan menggunakan CPOE dan formularium khusus tentunya). Hal ini dipicu oleh keterbatasan
waktu dokter. Resistensi dokter terhadap CPOE telah menjadi isu yang hangat sejak 1990,
tetapi seiring waktu berjalan, resistensi ini berkurang karena pada akhirnya dokter mendapatkan
pelatihan dan pengetahuan teknologi informasi yang cukup serta sistem-sistem yang ada semakin
terintegrasi sehingga memudahkan kinerja para dokter itu sendiri.
Meskipun implementasi CPOE penetrasi pasarnya masih rendah (Aarts & Koppel, 2009), ada
sedikit paradoks yang terjadi di negara berpendapatan tinggi. Ternyata CPOE sudah dipakai secara
meluas di berbagai sub sistem pelayanan rumah sakit. Misalnya, CPOE telah dipakai dalam subsistem
rawat inap di beberapa rumah sakit di Amerika Serikat dan Eropa (Eslami, de Keizer, & Abu-Hanna,
2008), kemudian CPOE juga telah dipakai di ruang rawat Intensive Care Unit (ICU) (Al-Dorzi et al.,
2011; Hundt et al., 2013).
B. Gambaran Implementasi CPOE di Negara Berpendapatan Rendah dan Menengah (Studi Kasus di Iran)
Implementasi CPOE di Iran telah dimulai sejak 2007 (Kazemi et al., 2011). Sejak tahun tersebut,
banyak pro kontra yang mengiringi perjalanan implementasi CPOE di negara ini. Pro kontra ini
dipengaruhi oleh 2 hal, yakni proses peresepan yang ada di negara Iran itu sendiri dan analisis kebutuhan
dari pemberi resep yang apakah sudah dilakukan secara layak atau belum (Kazemi et al., 2009).
Proses peresepan di Iran bersifat dokter sentris, top down model, di mana si pemberi resep memiliki
otoritas dan tanggungjawab penuh untuk meresepkan obat atau mengubah resep tersebut, dan setiap
dokter yang junior mendapat pengawasan dari seniornya
Gambar 2. Proses Peresepan di Rumah Sakit Ekbatan Iran Sumber gambar: (Kazemi et al., 2009)
Proses dimulai ketika dokter yang bertugas mulai mengambil riwayat pasien, melakukan
pemeriksaan fisik dan melihat kembali dokumen medis, termasuk catatan kemajuan, hasil temuan
laboratorium dan pencitraan. Sumber-sumber data ini membimbing dokter untuk menentukan diagnosis
diferensial atau menentukan diagnosis definitive, yang mana nantinya akan membantu pemberi resep
untuk memilih pengobatan yang tepat untuk pasien. Pemberi resep kemudian menuliskan rekam medis
di dalam kertas. Pada umumnya, dokter tidak berinteraksi dengan sistem informasi rumah sakit yang
ada. Kemudian perawat membaca peresepan berbasis kertas tersebut dan mendaftarkannya ke dalam
sistem informasi rumah sakit. Jadi proses peresepan seperti inilah yang mempengaruhi implementasi
CPOE di Iran. Terlihat bahwa dokter tidak mau berhubungan langsung dengan sistem informasi rumah
sakit yang ada (di mana di dalamnya telah terpasang CPOE). Adapun terkait dengan proses analisis
kebutuhan, jika tidak dilakukan dengan layak dan baik, akan menghasilkan CPOE yang tidak sesuai
dengan keinginan dokter sebagai user sehingga akan berakibat tidak dipakainya aplikasi CPOE ini.
C. Tantangan dan Kesempatan Implementasi CPOE di Negara Berpendapatan Rendah dan Menengah
Beberapa tantangan yang berhasil diidentifikasi dari implementasi CPOE di Iran ini adalah sebagai
berikut:
a. Biaya yang tinggi
b. Hambatan sosial dan kultural
c. Sistem yang sifatnya time consuming akan menemui kegagalan
d. Permasalahan dukungan teknis
Adapun beberapa kesempatan yang bisa dieksploitasi dalam rangka implementasi CPOE ini
adalah sebagai berikut:
a. Adanya keuntungan-keuntungan implementasi CPOE itu sendiri seperti yang telah dipaparkan
di studi-studi sebelumnya. Misalnya penurunan jumlah kesalahan medikasi dan keuntungan
edukasional
b. Adanya dukungan dari pemerintah. Salah satunya melalui kebijakan-kebijakan yang mendukung
implementasi CPOE dan pemerintah Iran proaktif mencari dukungan dari luar untuk membantu
implementasi CPOE ini.
PEMBAHASAN
A. Implementasi CPOE di Negara Berpendapatan Tinggi (Studi Kasus di 7 Negara Eropa)
Dari hasil penelusuran literatur yang diperoleh, tampak bahwa meskipun negara-negara ini
memiliki dukungan finansial yang kuat (yang memang dibutuhkan dalam implementasi CPOE),
tapi mereka juga belum mampu menerapkan CPOE secara penuh (tampak dari penetrasi pasar yang
rendah). Ternyata faktor di luar uang seperti kebijakan pemerintah, integrasi teknologi dan sikap
para professional kesehatan (dokter, perawat dan lain-lain) lebih memegang peranan penting dalam
implementasi CPOE.
B. Implementasi CPOE di Negara Berpendapatan Rendah dan Menengah (Studi Kasus di Iran)
Dari literatur yang ada, diketahui bahwa pola peresepan dan analisis kebutuhan memegang
pengaruh dalam implementasi CPOE di Iran. Pola peresepan yang dokter sentris membawa beberapa
dampak seperti decision making error, transcription error, dan overconfidence error (Alsulami, Conroy,
& Choonara, 2013; Kazemi et al., 2009). Decision making error terjadi karena dokter-dokter di Iran
sering kali hanya mengandalkan ingatan dan jarang melihat referensi untuk dosis dan interval pemberian
obat. Jadi dokter dengan pengalaman yang kurang akan suatu subyek penyakit, kemungkinan besar
akan mengambil keputusan yang salah.
Transcription errors terjadi karena adanya proses multiple transfer dari satu lembar ke lembar
lain pada saat peresepan. Misal seorang dokter residen pertama kali menuliskan resep untuk seorang
pasien, resep ini kemudian dikonsulkan ke dokter spesialis konsulen supervisornya, kemudian setelah
mendapat persetujuan, lembar resep ini sampai di tangan perawat untuk diberikan kepada pasien dan
dimasukkan ke register pasien. Dari ilustrasi ini bisa dihitung terjadi tiga kali perubahan lembar resep.
Diantara ketiga perubahan ini bisa saja terjadi kesalahan penulisan nama obat atau dosis obat atau
kesalahan lainnya.
Overconfidence error terjadi karena adanya ego dan anggapan dari dokter-dokter di Iran yang
menilai kalau dirinya sendiri pasti benar di dalam meresepkan obat (apalagi jika didukung pengalaman
yang sudah bertahun-tahun).
Dengan adanya kesalahan-kesalahan seperti ini, dapat menjadi latar belakang dan pendorong yang
cukup kuat untuk mengimplementasikan CPOE guna meningkatkan keselamatan pasien.
C. Tantangan dan Kesempatan Implementasi CPOE di Negara Berpendapatan Rendah dan Menengah
Disebutkan dalam literatur beberapa tantangan dalam pengimplementasian CPOE di Iran:
a. Biaya tinggi. Persoalan biaya memang menjadi persoalan klasik yang menghambat penerapan
teknologi di bidang kesehatan (tidak hanya CPOE) di negara berkembang, namun meski ada biaya
yang melimpahpun ternyata tidak menyelesaikan masalah. Ada faktor lain yang juga tak kalah
penting untuk diselesaikan
b. Hambatan sosiokultural. Mungkin ini hanya terjadi spesifik di Iran saja, sebagai negara yang
statusnya mendapat blacklist dari negara Barat selaku penyedia utama perangkat teknologi, Iran
akan mengalami hambatan terutama dalam hal dukungan teknis dari perangkat-perangkat ini.
Selain itu ada pula harapan sosial di Iran bahwa seorang dokter harus mampu melakukan tugasnya
di manapun dia berada, apa jadinya jika seorang dokter menjadi tergantung penuh pada teknologi
padahal dia harus bertugas di daerah terpencil?
c. Sistem yang sifatnya time consuming akan menemui kegagalan. Ketakutan yang muncul dari
penerapan CPOE ini adalah adanya waktu yang terbuang akibat proses data entry. Dokter akan
frustasi dan berhenti menggunakan CPOE jika mereka harus mengetik banyak hal di dalam
komputer, khususnya saat fase awal.
d. Dukungan teknis. Ini terkait dengan hambatan sosiokultural. Kebanyakan vendor penyedia HIS di
Iran adalah perusahaan berskala kecil dan menengah di mana kemampuan dan sumber daya yang terbatas.
Beberapa kesempatan yang mungkin bisa dijadikan peluang untuk memperkuat dan meningkatkan
implementasi CPOE adalah adanya keuntungan medis (yang bisa digunakan sebagai faktor pendorong)
yakni bisa membantu mengurangi kesalahan peresepan Ada juga keuntungan edukasional, dengan
menggunakan CPOE berarti sebelumnya telah dibuat order obat yang terstruktur dengan format
peresepan yang terstandar sehingga dokter baru bisa belajar dari struktur baku ini.
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Proses penerapan CPOE di negara berpendapatan rendah dan menengah dengan negara
berpendapatan tinggi ternyata tidak jauh berbeda. Keduanya sama-sama mengalami penetrasi yang
rendah, meskipun di negara yang maju sudah terlebih dahulu menerapkan CPOE. Kendala yang
dihadapipun sebenarnya tak jauh berbeda (hanya berbeda dari segi finansial dan sosiokultural.).
Tantangan yang dialami negara berpendapatan rendah dan menengah umumnya berasal dari proses
peresepan yang ada di negara tersebut, ketiadaan dukungan teknis yang memadai dan tantangan
sosiokultural selain dana (yang menjadi masalah klasik).
B. Saran
Melihat telaah literatur selama menyusun paper ini, maka bisa diberikan saran bahwa untuk
mengimplementasikan CPOE di negara berkembang persoalan finansial hendaknya dikesampingkan
terlebih dahulu. Yang terutama adalah mengatasi tantangan yang datang dari proses peresepan obat
yang melibatkan profesional kesehatan seperti dokter dan perawat dan tak kalah penting adalah
dengan mengatasi tantangan sosiokultural yang mungkin muncul. Dengan mengatasi kedua faktor ini,
maka implementasi CPOE di negara berpendapatan rendah dan menengah menjadi mungkin untuk
dilaksanakan serta sebaiknya pengimplementasian CPOE hendaknya dalam rupa pilot project yang
artinya diterapkan dahulu di satu bangsal kemudian dianalisis kekurangan dan kelebihannya.
DAFTAR PUSTAKA
Aarts, J., & Koppel, R. (2009). Implementation of computerized physician order entry in seven countries.
Health affairs (Project Hope), 28(2), 404–14. doi:10.1377/hlthaff.28.2.404
Al-Dorzi, H. M., Tamim, H. M., Cherfan, A., Hassan, M. a, Taher, S., & Arabi, Y. M. (2011). Impact of
computerized physician order entry (CPOE) sistem on the outcome of critically ill adult patients: a
before-after study. BMC medical informatics and decision making, 11, 71. doi:10.1186/1472-6947-11-71
Alsulami, Z., Conroy, S., & Choonara, I. (2013). Medication errors in the Middle East countries: a sistematic
review of the literature. European journal of clinical pharmacology, 69(4), 995–1008. doi:10.1007/
s00228-012-1435-y
Ammenwerth, E., Schnell-Inderst, P., & Siebert, U. (2010). Vision and challenges of Evidence-Based Health
Informatics: a case study of a CPOE meta-analysis. International journal of medical informatics, 79(4),
e83–8. doi:10.1016/j.ijmedinf.2008.11.003
Bates, D W, Leape, L. L., Cullen, D. J., Laird, N., Petersen, L. a, Teich, J. M., Burdick, E., et al. (1998).
Effect of computerized physician order entry and a team intervention on prevention of serious medication
errors. JAMA : the journal of the American Medical Association, 280(15), 1311–6. Retrieved from http://
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9794308
Bates, D.W., Kuperman, G. J., Wang, S., Gandhi, T. K., Kittler, A., Volk, L., Horasani, R. A. K., et al. (2003).
Ten Commandments for Effective Clinical Decision Support : Making the Practice of Evidence-based
Medicine a Reality. Journal of American Medical Informatics Association, 10(6), 523–531. doi:10.1197/
jamia.M1370.
Classen, D. C., Pestotnik, S. L., Evans, R. S., Lloyd, J. F., & Burke, J. P. (1997). Adverse Drug Events in
Hospitalized Patients. Excess Length of Stay, Extra Costs and Attributable Mortality. Journal of American
Medical Association (JAMA), 227(4), 301–306.
Eslami, S., de Keizer, N. F., & Abu-Hanna, A. (2008). The impact of computerized physician medication
order entry in hospitalized patients--a sistematic review. International journal of medical informatics,
77(6), 365–76. doi:10.1016/j.ijmedinf.2007.10.001
Hundt, A. S., Adams, J. a, Schmid, J. A., Musser, L. M., Walker, J. M., Wetterneck, T. B., Douglas, S. V., et al.
(2013). Conducting an efficient proactive risk assessment prior to CPOE implementation in an intensive
care unit. International journal of medical informatics, 82(1), 25–38. doi:10.1016/j.ijmedinf.2012.04.005
Kazemi, A., Ellenius, J., Pourasghar, F., Tofighi, S., Salehi, A., Amanati, A., & Fors, U. G. H. (2011). The
effect of Computerized Physician Order Entry and decision support sistem on medication errors in the
neonatal ward: experiences from an Iranian teaching hospital. Journal of medical sistems, 35(1), 25–37.
doi:10.1007/s10916-009-9338-x
Kazemi, A., Ellenius, J., Tofighi, S., Salehi, A., Eghbalian, F., & Fors, U. G. (2009). CPOE in Iran--a viable
prospect? Physicians’ opinions on using CPOE in an Iranian teaching hospital. International journal of
medical informatics, 78(3), 199–207. doi:10.1016/j.ijmedinf.2008.07.004
Rosdiana Kaharu
Stikes Bakti Nusantara Gorontalo, rosdiana.kaharu@gmail.com
ABSTRAK
Rekam medis merupakan berkas / dokumen penting bagi instansi Rumah Sakit. Menurut peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2008:1), rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien.
Kelengkapan dokumen rekam medis merupakan hal yang sangat penting karena berpengaruh terhadap
proses pelayanan yang dilakukan oleh petugas medis dan mempengaruhi kualitas dari pelayanan suatu
rumah sakit.
Penelitian ini bertujuan 1) Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan petugas rekam medis
terhadap dokumentasi rekam medis, 2) Menganalisa hubungan tingkat pengetahuan petugas rekam medis
terhadap dokumentasi rekam medis.
Desain penelitian yang digunakan adalah non probality yang dilakukan pada bulan januari terhadap 68
petugas rekam medis. Cara pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah simple random
sampling. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner yang dibagikan langsung kepada petugas rumah sakit.
Hasil penelitian menunjukkan dari 68 responden bahwa tingkat pengetahuan petugas rekam medis baik
sebanyak 6 orang (12,6%), cukup 8 orang (16,6%), dan pengetahuan petugas rekam medis kurang sebanyak
22 orang (10,56%), kelengkapan dokumentasi identifikasi yang meliputi pengisian dokumen rekam medis
sebanyak 8 (16,6), pelaporan sebanyak 10 (4,8 %), autentifikasi sebanyak 8 (16,6), pencatatan sebanyak
6 (12,6).
Dengan menggunakan uji analisa Wilcoxon, tingkat signifikasi 0,000 hasilnya adalah p < 0,05. Ho di
tolak, H1 di terima artinya ada hubungan tingkat pengetahuan petugas rekam medis terhadap kelengkapan
dokumentasi rekam medis di RSUD Dunda Limboto Kabupaten Gorontalo.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini bahwa apabila semakin tinggi tingkat pendidikan petugas rekam
medis maka semakin tinggi pula pengetahuan mereka untuk memperoleh informasi sehingga petugas rekam
medis lebih memahami dan mengetahui kelengkapan dokementasi rekam medis.
ta kunci: Pengetahuan, Dokumentasi Rekam Medis
PENDAHULUAN
Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial
ekonomi masyarakat yang harus mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat agar terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Maka Rumah Sakit diwajibkan
untuk membuat rekam medis (Permenkes No. 269/Per/III/2008). Rekam medis merupakan berkas / dokumen
penting bagi instansi Rumah Sakit. Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2008:1),
rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Sebuah Rumah Sakit harus
menyelenggarakan rekam medis sebagai bukti proses pelayanan medis yang telah diberikan kepada pasien.
Rekam Medis tersebut memuat informasi yang cukup dan akurat tentang identitas pasien, perjalanan penyakit
selama pasien berada di Rumah Sakit.
Bagi Rumah Sakit, rekam medis merupakan dokumen yang menunjukan kesinambungan perawatan atau pengobatan
selama pasien dirawat Inap hingga ke rawat jalan, sebagai dokumen yang memperlihatkan komunikasi antara dokter
penanggung jawab pasien dan dokter konsultan atau tenaga kesehatan lainnya, dan sebagai dokumen pemberian
kewenangan kepada tenaga medis atau kesehatan untuk melakukan tindakan medis. Pelayanan yang baik digambarkan
oleh rekam medis yang baik, sedangkan rekam medis yang kurang baik menggambarkan tingkat pelayanan medis
kurang baik.
Dengan alasan tersebut Joint Comission on Accreditation of Hospital (JCAHO) USA, menetapkan bahwa rekam
medis penting sebagai alat pengukur kualitas pelayanan medis yang dapat diberikan oleh rumah sakit.
Rekam medis dikatakan baik apabila berisi data yang lengkap dan dapat diolah menjadi informasi, sehingga
memungkinkan dilakukannya evaluasi objektif terhadap kinerja pelayanan kesehatan dan dapat menjadi dasar atau
landasan untuk pendidikan, penelitian dan pengembangan.
METODE
A. Rancangan penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah analitik yaitu penelitian atau penelaahan hubungan
antara dua variabel pada suatu situasi atau sekelompok subjek, dengan menggunakan pendekatan cross
sectional yaitu untuk mencari hubungan diantara variabel yang diteliti. (Nursalam, 2008).
C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu variabel bebas, sebab mempengaruhi
atau variabel independen dan variabel tergantung, akibat terpengaruh atau variabel dependen. Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan petugas rekam medis sedangkan variabel tergantung
dokumentasi rekam medis.
D. Analisis Data
Analisa data adalah sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan
merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan dan sebagai usaha untuk mrmberikan bantuan dan
tema pada hipotesis (Taylor, 2010). Data yang terkumpul akan dilakukan uji Korelasi Wilcoxon.
HASIL
Rekam medis adalah naskah-naskah atau berkas-berkas yang berisikan catatan atau dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan (termasuk film), pengobatan, tindakan dan penyakit lain kepada pasien pada
sarana pelayanan kesehatan.
Tujuan rekam medis adalah untuk menunjang tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kegunaan Rekam Medis : 1) Administrasi data dan informasi yang
dihasilkan rekam medis dapat digunakan manajemen untuk melaksanakan fungsinya guna pengelolaan
berbagai sumber daya. 2)Keuangan / Financial, setiap jasa yang diterima pasien bila dicatat dengan lengkap
dan benar maka dapat digunakan untuk menghitung biaya yang harus dibayar pasien, selain itu jenis dan
jumlah kegiatan pelayanan yang tercatat dalam formulir dapat digunakan untuk memprediksi pendapatan dan
biaya sarana pelayanan kesehatan.Tungpalan (1983) mengatakan bahwa “Dokumen adalah suatu catatan
yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam persoalan hukum“ . Sedangkan pendokumentasian adalah
pekerjaan mencatat atau merekam peristiwa dan objek maupun aktifitas pemberian jasa (pelayanan) yang
dianggap berharga dan penting. Dokumentasi merupakan suatu informasi lengkap meliputi status kesehatan
pasien, kebutuhan pasien, kegiatan asuhan keperawatan/kebidanan serta respons pasien terhadap asuhan
yang diterimanya. Dengan demikian dokumentasi rekam medis mempunyai porsi yang besar dari catatan
klinis pasien yang menginformasikan faktor tertentu atau situasi yang terjadi selama asuhan dilaksanakan.
Disamping itu catatan juga dapat sebagai wahana komunikasi dan koordinasi antar profesi (Interdisipliner)
yang dapat dipergunakan untuk mengungkap suatu fakta aktual untuk dipertanggungjawabkan.
A. Gambaran rumah sakit
RSUD Dr. M.M Dunda Limboto terletak diwilayah administrasi Kabupaten Gorontalo yang
berlokasi di JalanAchmad A. Wahab (Eks. Jl. Jend. Ahmad Yani Nomor 53) kelurahanHunggaluwa
Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo. Melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 171/
Menkes/SK/III/1994 RSU Dr. M.M. Dunda ditetapkan menjadi RSU Kelas C yang peresmiannya pada
tanggal 19 September 1994. Dengan ditetapkannya sebagai Badan Layanan Umum Daerah maka sejak
Tahun Anggaran 2001 RSUD Dr. M.M Dunda Limboto mulai dikembangkan secara bertahap, dan
hingga kini mempunyai kapasitas 232 tempat tidur ditambah UGD 21 tempat tidur dengan rata-rata
penderita dirawat ± 148 pasien perhari.
Seiring dengan tuntutan masyarakat yang semakin membutuhkan pelayanan kesehatan
bermutu, lebih mudah, lebih cepat maka berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:
HK.03.05/I/1077/2011, RSUD Dr. M.M Dunda Limboto berubah tipe menjadi Kelas B.
Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi usia responden, tingkat pendidikan
responden, dan pendapatan responden :
1. Usia
Usia petugas rekam medis di RSUD Dunda LimbotoMenunjukkan bahwa sebagian terbesar
responden mempunyai usia kurang dari 25 tahun sebanayak 30 orang sedangakan sebagian
kecillebih dari usia 30 tahun sebanayak 38 orang. Hal ini menunjukkan bahwa petugas rekam
medis tergolong sebagai ibu tua yaitu berusia > 25 tahun.
2. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yaitu, sebagian kecil petugas rekam medis berpendidikan SMA sebanyak
28 orang, sedangkan sebagian besar petugas rekam medis yang berpendidikan Diploma sebanyak
40 orang.
3. Pendapatan
Hasil penelitian diperoleh mayoritas status pendapatan petugas rekam medis yaitu, sebagian terbesar
ibu yang berpendapatan Rp 1.500.000 sampai Rp 4.000.000 sebanyak 45 orang, sedangakan sebagian
terkecil pendapatan petugas rekam medis kurang dari Rp 1.500.000 sebanyak 28 orang.
PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian sebelumnya
Penelitian Sri Utami, 2016 dengan judul : Hubungan timgkat pengetahuan tentang rekam medis
dengan ketidak lengkapan pengisisan catatan keperawatan pada rawat inap di rumah sakit islam sleman.
Abstract : in the law of the republic of Indonesia Number 44 Year 2009, hospital is a comprehensive
personal service institution that provide health service for impatients, outpatients, and emergency
patients. One of the quality indicators of health service in the hospital is the medical record service.
In Permenkes Decree No. 269 / Menkes / PER/ III/2008, Article 1, paragraph 1 states that, medical
record is explained as files contain all notes and health services that has been received by patient. To
observe the relation between nurses’ knowledge level of medical record and how comprehensive they
fill the nursing documentation. This study used observational analysis with cross sectional approach.
Subjects in this study were all nurses in At-Turots Al-Islamy public hospital, Sleman. The study objects
were impatients medical record files that were analyzed with saturated sample technique. The study
was conducted from April to May 2016 with questionnaire as study instrument. The obtained data then
analyzed with bivariate an univariate analysis, where chisquare equation was used in bivariate analysis.
The study showed the value of nurses’ knowledge was 23,07% (sufficient), and the comprehensiveness
of nursing documentation in At-Taurots Al-Islamy public hospital, Sleman.
Keywords: Knowledge level, nursing documentation, medical record.
Penelitian Rinawati Basuki, 2016 dengan judul : Faktor penyebab ketidaklengkapan dokemen
rekam medis pasien rawat inap dalam batar waktu pelengkapan di rumah sakit umum daerah malang.
Abstrak : Latar Belakang: Kelengkapan dokumen rekam medis merupakan hal yang sangat penting
karena berpengaruh terhadap proses pelayanan yang dilakukan oleh petugas medis dan mempengaruhi
kualitas dari pelayanan suatu rumah sakit. Berdasarkan survei awal bahwa dokumen yang tidak
lengkap dalam kategori IMR ada 70% dan dokumen dalam kategori DMR ada 30%. Hal tersebut akan
berpengaruh pada pengelolaan dokumen rekam medis selanjutnya.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor penyebab terjadinya ketidaklengkapan dokumen
rekam medis pasien rawat inap dalam batas waktu pelengkapan. Metode: Jenis dan rancangan
penelitian ini menggunakan analisis kualitatif. Populasi dan sampel penelitian adalah seluruh dokumen
rekam medis pasien rawat inap yang diserahkan ke bagian Assembling atau Analising dokumen rekam
medis rawat inap dalam proses pelengkapan yang tercatat pada buku ketidaklengkapan dokumen
rekam medis dan petugas dari unit yang terkait, Metode pengumpulan data dengan observasi dan
wawancara, sedangkan analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Hasil dan Pembahasan:
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam proses pelengkapan dokumen rekam medis diperoleh
untuk hasil IMR 8,83% dan DMR 2,07% dari total 2901 pasien yang pulang pada bulan April. Faktor
penyebab ketidaklengkapan dokumen rekam medis pasien rawat inap disebabkan oleh aspek sumber
daya manusia dan aspek prosedur pelaksanaan. Simpulan dan Saran: Pelaksanaan penyerahan dokumen
rekam medis ke Analising dokumen rekam medis rawat inap sudah sesuai dengan prosedur tetap yang
berlaku dirumah sakit, sedangkan penyerahan dokumen rekam medis yang belum lengkap tidak sesuai
dengan prosedurtetap yang telah ditetapkan. Mutu pelayanan rekam medis ditinjau dari kelengkapan
dokumen rekam medis sudah baik ditunjukan dengan nilai IMR dan DMR dibawah 50%. Oleh karena
itu peningkatan kesadaran dan kedisiplinan petugas yang bertanggung jawab dengan cara sosialisasi
pentingnya kelengkapan data rekam medis pada unit-unit yang terkait,serta pemberian penghargaan
bagi petugas medis yang disiplin secara periodik untuk menjadi tanggung jawab bersama.
Penelitian JOHAN, ANGGARA DWI (2015) dengan judul : Analisa kuantitatif dan kualitatif
dokumen rekam medis rawat inap pada penyakit diabetes melitus periode triwulan ke 2 drsud ungaran.
Abstrak Berkas rekam medis bertujuan untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Untuk mengetahui lengkap dan tidak lengkapnya
suatu berkas rekam medis maka dilakukan analisa mutu rekam medis secara kuantitatif.Berdasarkan
survey awal peneliti melakukandengan observasi di RSUD Ungaran, kelengkapan pengisian formulir
rekam medis rawat inap penyakit diabetes melitusdi RSUD Ungaran terdapat formulir yang tidak
lengkap disebabkan dokter dan perawat yang kurang teliti dan cermat dalam pengisian dokumen
rekam medis.Sedangkan tujuan dari penelitian yaitu untuk Mengetahui tingkat Kelengkapan pengisian
formulir Dokumen Rekam Medis Rawat Inap Pada Penyakit Diabetes melitus di RSUD ungaran Pada
Tri Wulan II Tahun 2014 selain itu juga untuk mengetahui review identifikasi, review pelaporan,
review pencatatan dan review autentifikasi. Cara pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi
yaitu melakukan pengamatan langsung obyek yang diteliti.Besarnya populasi diambil sampel secara
keseluruhan yaitu DRM rawat inap pada penyakit diabetes melitus yang dilakukan di bagian filing Dari
hasil penelitian dokumen rekam medis rawat inap pada penyakit diare dari 58 dokumen rekam medis.
Berdasarkan 4 review prosentase ketidaklengkapan yang meliputi review identifikasi adalah 74% tidak
lengkap dan 26% lengkap, untuk review autentifikasi adalah 75% tidak lengkap dan 25% lengkap,
untuk review pencatatan adalah 85% tidak lengkap dan 15,% lengkap, dan untuk review pelaporan
adalah 90% tidak lengkap dan 10% lengkap, dan tingkat kebandelan DRM yaitu 70%.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ketidaklengkapan dokumen rekam medis
di RSUD ungaran tidak baik dan dari 4 review yaitu review identifikasi, review pelaporan, review
autentifikasi dan review pencatatan cukup tinggi. Sehingga penulis memberikan saran sebaiknya
memberikan penjelasan dan pengarahan kepada dokter maupun perawat bahwa betapa pentingnya
kelengkapan pengisian dokumen rekam medis , harus selalu mengingatkan dokter maupun perawat
untuk selau melengkapi dokumen rekam medis, selain itu harus memberikan penegasan yaitu berupa
sanksi apabila tidak melengkapinya.
Kata kunci: Dokumen Rekam Medis, Diabetes melitus, Ketidaklengkapan Kepustakaan
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan hasil pengetahuan petugas rekam medis terhadap
dokumen rekam medis dari 68 responden bahwa tingkat pengetahuan petugas rekam medis baik sebanyak
6 orang (12,6%), cukup 8 orang (16,6%), dan pengetahuan petugas rekam medis kurang sebanyak 22 orang
(10,56%), kelengkapan dokumentasi identifikasi yang meliputi pengisian dokumen rekam medis sebanyak
8 (16,6), pelaporan sebanyak 10 (4,8 %), autentifikasi sebanyak 8 (16,6), pencatatan sebanyak 6 (12,6). Hal
ini berarti dalam pengisian formulir rekam medis yang ada di RSUD Dr. M.M Dunda Limboto masih banyak
yang tidak lengkap karena berdasarkan hasil penelitian formulir tersebut angka kelengkapan pengisian cukup
rendah dan belum mencapai angka 100%. Karena standar angka kelengkapan yang diterapkan Depkes RI
2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit untuk kelengkapan 100% dan itu berarti rumah sakit
dan petugas belum melaksanakan kewajibannya sesuai prosedur.
SARAN
Untuk Manajemen Rumah Sakit :Untuk masalah kelengkapan agar ada standar angka kelengkapan yang
baik, sebaiknya rumah sakit atau bagian rekam medis membuat standar untuk kelengkapan rekam medis
agar diketahui standar kelengkapan yang ada di Rumah Sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Depertemen Kesehatan RI. ( 1997 ). Pedoman Pengelolaan Rekam Medis Rumah Sakit. Dirjen Yanmed. Revisi 1.Jakarta.
Hatta, Gemala, R. ( 2014 ). Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan.Universitas
Indonesia.Revisi 3.Jakarta.
Mahyunita.(2011). Tinjauan Kelengkapan Pengisian Formulir Pemeriksaan Dan Laporan Psikiatrik Rawat Inap Di
Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun 2011.
Oktaviani, Mentari, Annindita. (2012).Analisa Ketidaklengkapan Data Dokumen Rekam Medis Rawat Inap Pada Kasus
Gastroenteritisdi Rsu Sinar Kasih Purwokerto Periode Triwulan Iv Tahun 2012.
1
Akademi Kebidanan CitraMedika Surakarta, faridajihan45@yahoo.co.id
2
Akademi Kebidanan CitraMedika Surakarta,anick_yo@ymail.com
3
Akademi Perekam Medis dan Informatika Kesehatan Citra Medika Surakarta, papa_lucky01@yahoo.com
ABSTRAK
Metode saat ini yang digunakan oleh bidan dalam memantau kemajuandari proses bersalin adalah
dengan menggunakan partograf secara manual. Pemantauan dilakukan dengan cara menuliskan data-data
hasil pemeriksaan ke dalam tabel-tabel yang tersedia di dalam partograf. Selanjutnya untuk mengetahui
adanya penyulit persalinan dilakukan dengan melihat standar data yang ada di partograf. Dari proses
tersebut, permasalahan yang ditemukan adalah bidankesulitan dalam pengisian partograf, kesulitan dalam
memantau kemajuan persalinan dan kesulitan dalam membuat keputusan jika ditemukan adanya penyulit
persalinan.Permasalahan lainnya adalah bidan kesulitan dalam pendokumentasian data rekam medisibu
hamil. Penelitian yang dilakukan bertujuan mengembangkan aplikasi partograf cerdas. Aplikasi yang
dikembangkan meliputi pencatatan data rekam medis ibu hamil, pendeteksian status kesehatanibu hamil
secara otomatis, dan tampilan grafik pembukaan serviks, kontraksi uterus, nadi, tekanan darah, suhu dan
urine.Penelitian ini meliputi 2 (tiga) hal pokok. Pertama adalah pengembangan aplikasi pengelolaan data
rekam medis ibu hamil dan yang kedua adalah pengembangan aplikasi partograf cerdas.Hasil dari program
ini diharapkan dapat meningkatkan perilaku bidan khususnya dalam pengambilan keputusan jika terjadi
adanya faktor penyulit persalinan.
Kata Kunci: Bidan, Ibu Hamil, Partograf, Rekam Medis
ABSTRACT
Current method used by the midwife to monitor progress of maternityprocess is to use the manually
partograph. Monitoring is done by writing the examination data into the tables available in the partograph.
Then, to find out the complication of maternity process, done by looking at the standard data in the partograph.
From the process, the problems found are midwife difficulties in partograph filling, difficulties in monitoring
progress of maternity process and difficulty in making decisions if found maternity complication. Another
problem is midwife difficulties in documenting pregnant maternity record data. The aim of research is to develop
intelligent partograph applications. The application developed consisted of: recording maternity medical
record data, automatic pregnant health detection, and graph of cervical opening, uterine contractions, pulse,
blood pressure, temperature and urine. This research consists of two main points. The first is development
of maternal medical record management applications, second is development of intelligent partograph
applications. Results of this program are expected to assist midwives, especially in decision making if there
is a complication factor of birth.
Keywords: Midwife, Pregnant Mother, Partograph, Medical Record
PENDAHULUAN
Salah satu upaya untuk menurunkan Angka Kematian Ibu dan meningkatkan kesehatan ibu dan
anak adalah cakupan pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan. Salah satu kompetensi
bidan adalah memberikan asuhan bermutu yang tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama
persalinan, memimpin persalinan yang bersih, dan aman, menangani situasi kegawatdarutan tertentu untuk
mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayi baru lahirnya, salah satunya melalui pemantauan kemajuan
persalinan normal (Setiawan, 2010). Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin, plasenta
dan cairan ketuban) dari uterus ke dunia luar melalui jalan lahir atau jalan lain dengan bantuan atau dengan
kekuatan ibu sendiri.Proses persalinan ada beberapa tahapan yang harus di lalui oleh ibu, yang dikenal
dengan nama 4 kala, yg terdiri dari : kala pembukaan, pengeluaran bayi, pelepasan uri, dan kala pemantauan.
Selama fase persalinan, semua asuhan, pengamatan dan pemeriksaan harus dicatat oleh bidan atau tenaga
kesehatan yang menolong persalinan.
Metode saat ini yang digunakan oleh bidan dalam memantau hasil pemeriksaan ibu yang akan melakukan
persalinan adalah dengan menggunakan partograf secara manual. Partograf adalah alat yang dirancang untuk
memberikan gambaran terus menerus pada tenaga kerja dan telah terbukti meningkatkan hasil bila digunakan
untuk memonitor dan pengelolaan persalinan oleh tenaga kesehatan (Yisma, Dessalegn, Astatkie, Fesseha,
2013). Partograf dapat digunakan untuk memantau kemajuan persalinan kala satu persalinan dan informasi
untuk membuat keputusan klinik. Pengisian sesuai dengan isian lembar partograf. Dengan partograf tenaga
kesehatan dapat memastikan bahwa ibu dan janin mendapat asuhan yang aman, dan tepat waktu serta
membantu mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa ibu dan janin (Depkes,
2008).
Adapun cara penggunaan partograf manual adalah denganmenuliskan data-data hasil pemeriksaan ke
dalam tabel-tabel yang ada di partograf. Selanjutnya untuk mengetahui data-data pemeriksaan ibu hamil
normal atau tidak dilakukan dengan melihat standar data yang ada di partograf. Oleh karena itu, bidan
sangat kesulitan dalam pengisian partograf secara manual. Bidan juga kesulitan dalam memantau kemajuan
persalinan dan kesulitan dalam membuat keputusan.Permasalahan lainnya adalah bidan kesulitan dalam
pendokumentasian data rekam medisibu hamil. Penelitian yang bertujuan mengembangkan perangkat lunak
partograf cerdas bagi bidan dan tenaga perawat di rumah bersalin. Partograf cerdas yang dikembangkan yang
meliputi pencatatan data rekam medis ibu hamil, pendeteksian status kesehatanibu hamil secara otomatis,
dan tampilan grafik pembukaan serviks, kontraksi uterus, nadi, tekanan darah, suhu dan urine.Penelitian
ini meliputi 2 (dua) hal pokok. Pertama adalah Pengelolaan data rekam medis ibu hamil. Kedua adalah
pengembanganpartograf cerdasuntuk membantu bidan dan tenaga kesehatan dala memantau proses persalinan.
Hasil dari program ini diharapkan dapat meningkatkan perilaku bidan dalam pengisian partograf, sehingga
dapat mengurangi angka kematian ibu, yang biasanya terjadi karena tidak mempunyai akses ke pelayanan
kesehatan ibu yang berkualitas, terutama pelayanan kegawatdaruratan tepat waktu yang dilatarbelakangi
oleh bidan terlambat mengenal tanda bahaya sehingga terlambat dalam mengambil keputusan.
METODE
Aplikasi Partograf cerdas yang dirancang bertujuan untuk memudahkan tenaga kesehatan di rumah
bersalin dalam hal pencatatan data rekam medis ibu hamil, untuk identifikasi dini penyulit persalinan, dan
pemantauan kemajuan proses persalinan melalui tampilan grafik pembukaan serviks, kontraksi uterus, nadi,
tekanan darah, suhu dan urine. Tahapan-tahapan dari pengembangan Aplikasi partograf cerdas dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
Analisis
Mendesain Database
Ujicoba Program
1. Analisis
Analisis dilakukan untuk mengidentifikasi permasalahan yang berhubungan dengan proses
pengisian dari partograf secara manual.
2. Desain User Interface
Desain dari user interface dilakukan berdasarkan kebutuhan dari pengguna partograf cerdas,
yang didapatkan pada waktu analisis. Sebagai pertimbangan adalah kemudahan dalam penggunaan
perangkat lunak oleh tenaga kesehatan di rumah bersalin, oleh karena itu user interface juga di rancang
semudah mungkin untuk dioperasikan.
3. Desain database
Untuk memudahkan user dalam pengelolaan data rekam medis ibu hamil, maka program harus
dapat mendokumentasikan data-data hasil pemeriksaan dengan baik, dapat menampilkan informasi
yang dibutuhkan oleh user, sehingga data rekam medis dapat berkesinambungan. Oleh karena itu
dibutuhkan perancangan database yang baik dan benar.
4. Pengembangan Partograf Cerdas
Tahapan ini adalah tahapan yang menterjemahkan hasil rancangan yang telah dilakukan ke
dalam bahasa pemrograman, dalam hal ini adalah bahasa pemrograman Matlab (MathWorks, n.d.,
(2004), sehingga dapat menghasilkan perangkat lunak partograf cerdas.Tahapan dalampengembangan
perangkat lunak partograf cerdas dapat dijelaskan seperti berikut:
a. Pengambilan Data Persalinan
Pengambilan data persalinan untuk penelitian ini diambil dari data internet. Data yang diambil
meliputi data hasil pemeriksaan ibu hamil yang berupa data rekam medis yang meliputi nama,
umur, alamat, pekerjaan, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, tingi fundus uteri, tekanan
darah, pembukaan servik,denyut jantung, konstraksi, suhu dan urine.
Ekstraksi Fitur
Klasifikasi
partograf cerdas meliputi: fitur Body Mass Index (BMI), tekanan darah, pembukaan servik,denyut
jantung, konstraksi, suhu dan urine. Fitur-fitur yang terpilih nantinya digunakan untuk deteksi
otomatis adanya penyulit dalam persalinan. Keputusan yang diambil meliputi : Denyut Jantung
Janin Norma Atau Tidak, Pembukaan Servik Normal atau Tidak, Konstraksi Normal atau Tidak,
Tekanan Darah Normal atau Tidak, Suhu Normal atau Tidak, Urine Normal atau Tidak, serta
deteksi adanya penyulit persalinan atau tidak.
c. Klasifikasi
Pendeteksi status gizi ibu hamil dilakukan dengan melakukan proses klasifikasi. Salah satu
metode klasifikasi adalah Support Vector Machine (SVM) (Nugroho dkk., 2003). Support Vector
Machine (SVM) dikembangkan oleh Boser, Guyon, dan Vapnik, pertama kali dipresentasikan
pada tahun 1992 di Annual Workshop on Computational Learning Theory. Proses deteksi status
gizi ibu hamil yang pertama adalah deteksi status gizi berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT),
yaitu tinggi dan berat badan sebelum kehamilan. Jumlah data pelatihan yang digunakan sebanyak
60 data. Data tersebut terdiri dari data 0 sampai 20 adalah data ibu hamil status gizi kurang, 21
sampai 40 data ibu hamil status gizi normal, 41 sampai 60 adalah data ibu hamil status gizi
lebih. Deteksi selanjutnya adalah deteksi setiap indicator persalinan, yang meliputi deteksi denyut
jantung janin norma atau tidak, pembukaan servik normal atau tidak, konstraksi normal atau
tidak, tekanan darah normal atau tidak, suhu normal atau tidak, urine normal atau tidak, serta
deteksi adanya penyulit persalinan atau tidak. Data yang digunakan adalah data-data menurut
World Healt Organization (WHO).Pengembangan aplikasi partograf cerdas menggunakan bahasa
pemrograman Matlab (MathWorks, 2004).
5. Ujicoba Program
Setelah perangkat lunak partograf cerdas selesai dibuat, langkah selanjutnya adalah melakukan
ujicoba. Ujicoba dilakukan di dua rumah bersalin untuk mengetahui sejauhmana kehandalan dari
partograf cerdas yang akan dikembangkan.
HASIL
Perangkat lunak partograf cerdas yang dirancang bertujuan untuk memudahkan bidan dalam hal
pencatatan data rekam medis ibu hamil, memantau perkembangan persalinan, dan dilengkapi dengan
tampilan grafik pemantauan data persalinan. Menu Utama dari aplikasi yang dikembangkan dapat dilihat
pada gambar 3di bawah ini.
Untuk pengelolaan data pemeriksaan persalinan dapat ditunjukkan pada gambar 4. Salah satu hasil dari
keputusan yang diambil secara otomatis oleh partograf cerdas dapat ditunjukkan pada gambar 5. Sedangkan
tampilan grafik untuk memudahkan bidan dalam memantau perkembangan persalinan dapat dilihat pada
gambar 6 dan 7.
PEMBAHASAN
Jumlah data pelatihan yang digunakan untuk deteksi status gizi berdasarkan indek masa tubu sebanyak
60 data. Data tersebut terdiri dari data 0 sampai 20 adalah data ibu hamil status gizi kurang, 21 sampai 40
data ibu hamil status gizi normal, 41 sampai 60 adalah data ibu hamil status gizi lebih. Data pelatihan yang
digunakan untuk deteksi setiap indikator sebanyak 40 data.Sebanyak 20 data untuk indikator normal dan
20 data intuk indicator tidak normal. Dikarenakan jumah indikatornya ada 6, maka data pelatihan yang
digunakan sebanyak 240 dataUjicoba dilakukan dengan menggunakan 15 data testing. Hasil dari ujicoba
partograf menunjukkan rata-rata tingkat akurasi setiap indicator adalah 96.6%. Hal ini menunjukkan bahwa
metode yang digunakan dapat mendeteksi indicator perkembangan persalinan dengan akurat.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa perangkat lunak partograf
cerdas yang dikembangkan dengan metode Support Vector Machine (SVM) terbukti mampu digunakan
sebagai model partograf cerdas. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata nilai akurasi sebesar 96.6
DAFTAR PUSTAKA
Arif Muntasa, Muhammad Hariadi, Mauridhy Hery Purnomo (2009), A new Formulation of Face Sketch
Multiple Features Detektion Using Pyramid Parameter Model dan Simultaneously Landmark Movement,
International Journal of Computer Science Network and security, Vol 9.
Departemen Kesehatan RI (2010), Pedoman Status Gizi Melalui Posyandu. Jakarta : Depkes.
Duda, R., Hart, P., and Stork, D. (2000), “Pattern Clasiffication”, Second Edition. J. Wiley and Sons, Inc.
Jogiyanto. 2005. Analisa dan Desain Sistem Informasi.Yogyakarta:Andi Offset.
MathWorks, n.d., (2004) ‘Matlab: The Language of Technical Computing’, html page, viewed 25th th27
October 2004.
Nugroho, A.S., Witarto, B.A., Handoko, D., (2003), Support Vector Machine – Teori dan Aplikasinya Dalam
Bioinformatika, Kuliah Umum Ilmu Komputer.com.
Setiawan. 2010. Etika kebidanan dan hukum kesehatan. Jakarta: Trans Info Medika.
Yisma E, Dessalegn B, Astatkie A, Fesseha N. 2013. Knowledge and utilization of partograph among obstetric
care givers in public health institutions of Addis Ababa, Ethiopia. BMC Pregnancy and Childbirth.
14712393/13/17. Tanggal akses 21 Juni 2013
Depkes. 2008. Asuhan persalianan normal dan inisiasi menyusui dini. Jakarta
Sukarni, I dan Margareth, Z.H. (2013). Kehamilan, Persalinan dan Nifas,Yogyakarta: Nuha Medika
Sri Widodo, Siti Farida, Fitria Ika Wulandari,Agung Suryadi, (2016), Toddler Nutritional Status Monitoring
Using Intelligent System, International Journal of Research in Engineering and Science (IJRES) Volume
4 Issue 12, December 2016, PP.10-14
ABSTRAK
Sistem informasi eksekutif (SIE) telah banyak digunakan dalam perusahaan dan institusi untuk membantu
para eksekutif mengambil keputusan secara cepat dan akurat bagi kebutuhan bisnis organisasi. Sistem
informasi ksekutif
dirancang dapat menghasilkan laporan yang bersifat analitik dan laporan perbandingan dalam bentuk
pivot tabel dan grafik untuk analisis pemasaran. Sistem informasi eksekutif dalam penelitian ini akan
merancang dan mengimplementasikan pada klinik gigi (imas dental care) yang bertempat di jalan nangka
utara nomor 215, Denpasar Bali. Klinik imas dental care telah beroprasi selama satu tahun dan mengalami
kesulitan dalam hal pelaporan baik dari sisi pelaporan keuangan ataupun pelaporan data kesehatan. Hasil dari
penelitian dapat membantu klinik imas dental care untuk menghasilkan suatu laporan bagi eksekutif klinik
dalam bentuk pivot tabel dan grafik yang dapat membantu eksekutif melakukan pengambilan keputusan.
Sistem informasi eksekutif yang dihasilkan dalam penelitian ini meliputi pelaporan kunjungan pasien,
pelaporan rekam medis pasien, pelaporan keuangan klinik, serta pelaporan umum informasi kesehatan lainnya.
Kata Kunci: Sistem Informasi, Sistem Informasi Eksekutif, Klinik Gigi
PENDAHULUAN
Sistem Informasi Eksekutif (executive Information System–EIS) adalah suatu sistem yang memberikan
informasi kepada para manajer ditingkat yang lebih tinggi atas kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Para perancang EIS membuat sistem secara fleksibel sehingga ia akan dapat memenuhi keinginan semua
eksekutif. Dengan pendekatan ini eksekutif dapat mengeluarkan ringkasan dan kemudian secara berurutan
menampilkan detail dari tingkat yang lebih rendah. (widiantara, et al., 2015). Dalam implementasinya
sistem informasi eksekutif banyak dirancang untuk organiasi – organisasi berupa perusahaan. Sistem
informasi eksekutif digunakan untuk pihak top level manajemen memperoleh laporan secara real time,
lengkap, dan fleksibel. Sistem informasi eksekutif dapat ditampilkan dalam bentuk dashboard yang terdiri
atas grafik dengan kapabilitas drill-down. Penggunaan bentuk dashboard dapat memberikan sarana yang
unik dan powerful untuk menampilkan (Nuwidyantoro, et al., 2013). Pada penelitian ini sistem informasi
eksekutif akan di kembangkan di sektor kesehatan, berbeda dari kebanyakan sistem informasi eksekutif yang
dikembangkan untuk pemasaran. Pada penelitian ini akan memberikan teknologi dalam bentuk software untuk
top level manajemen pada sebuah klinik. Permasalahan yang muncul adalah, dalam suatu klinik manajemen
pelaporan masih dilakukan semi manual. Klinik sudah memiliki sistem informasi klinik (rekam medis dll),
tetapi belum mengakomodir untuk keperluan eksekutif pelaporan klinik. Penelitian ini mengambil contoh
satu klinik gigi (Imas dental care), yang bertempat di jalan nangka utara no 215, Denpasar Bali. Penelitian
ini akan menekankan dari sisi desain perangkat lunak SIE (Sistem Informasi Eksekutif) dan bagaimana
implementasinya pada sektor kesehatan.
METODE
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode pengembangan perangkat lunak waterfall
atau sering disebut system development life cycle, [ada prinsipnya hasil dari setiap tahap pada model
proses waterfall harus memiliki dokumentasi yang jelas, tahap berikutnya bisa saja dimulai sebelum tahap
yang menjadi pendahulunya selesai namun akan terjadi berbagai kendala misalkan pada saat desain sistem,
spesifikasi kebutuhan belum sepenuhnya selesai maka desain akan melenceng dari kebutuhan. Keuntungan
dari model proses waterfall adalah dokumentasi dihasilkan pada setiap tahapan, hal tersebut dapat berguna
untuk model proses perangkat lunak yang lain namun masalah utama dari model proses ini adalah tidak
flexibel, pada tahap awal semua kebutuhan harus diketahui secara jelas dan rinci, model proses ini akan sulit
untuk merespon perubahan dari kebutuhan perlanggan, model proses waterfall baik digunakan ketika persyaratan
dipahami dengan baik oleh pengembang sistem. (sommerville, 2007). Tahapan dari metode pengembangan
perangkat lunak waterfall dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini.
Metode kedua yang digunakan adalah OLAP, OLAP merupakan metode pendekatan untuk menyajikan
jawaban dari permintaan proses analisis yang bersifat dimensional secara cepat, yaitu desain dari aplikasi
dan teknologi yang dapat mengoleksi, menyimpan, memanipulasi suatu data multidimensi untuk tujuan
analis(Loukopoulos and Ahmad, 2006). Menurut (Berson and Smith, 1997) ada tiga kategori utama peralatan
OLAP antara lain Multidimensional Online Analytical Processing (MOLAP) dan Relational Online Analytical
Processing (ROLAP) dan Hybrid On-Line Analytical Processing (HOLAP) (Syaifudin, et al., 2014).
HASIL
Sebelum mendapatkan hasil dari sistem informasi eksekutif klinik, klinik pada tempat penelitian ini
sudah sebelumnya memiliki sistem informasi rekam medis, pelayanan pasien sudah dilakukan secara
elektronik. Dari sistem tersebut seluruh data dapat diambil dan dilakukan implementasi kedalam sistem
informasi eksekutif. Adapun tampilan dari sistem informasi rekam medis yang dimiliki oleh klinik dapat
dilihat pada gambar 2 dibawah ini.
Hasil sistem informasi eksekutif pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3 sampai 6 berikut ini,
Gambar 3 merupakan hasil pertama dari sistem informasi eksekutif klinik, informasi yang dihasilkan
adalah data berupa angka dan grafik kunjungan pasien setiap bulanya, dalam tahun 2017. Dari hasil pengolahan
data pada klinik imas dental care, kunjungan pasien tertinggi adalah pada bulan Juni dengan jumlah 19 pasien
dan kunjungan pasien terendah adalah pada bulan april dan mei dengan jumlah 3 pasien.
Gambar 4 merupakan hasil kedua dari sistem informasi eksekutif klinik, informasi yang dihasilkan adalah
jumlah therapi atau tindakan yang dilakukan oleh dokter ke pasien. Dari hasil pengolahan data tindakan
dengan jumlah terbanyak selama tahun 2017 adalah pemasangan mouthguard dengan jumlah 14 tindakan,
dan tindakan paling sedikit selama tahun 2017 adalah tambalan gigi dengan jumlah 4 tindakan.
Gambar 5 merupakan hasil ketiga dari sistem informasi eksekutif klinik, informasi yang dihasilkan
adalah jumlah pendapatan dari klinik dalam setiap bulannya. Karena informasi keuangan dari klinik bersifat
rahasia maka penulis tidak menampilkan angka pendapatan klinik, dari hasil pengolahan data didapatkan
pendapatan terbanyak adalah bulan juni dan pendapatan paling sedikit adalah bulan September.
Gambar 5 merupakan hasil ke empat atau terakhir dari sistem informasi eksekutif klinik, informasi yang
dihasilkan adalah pendapatan klinik untuk setiap tindakan yang dilakukan oleh dokter. Dari hasil pengolahan
data didapatkan tindakan dengan pendapatan tertinggi adalah pemasangan mouth guard dan pendapatan
terendah dari tindakan tambalan gigi.
PEMBAHASAN
Penelitian ini dapat membantu pihak manajemen atau pengelola klinik dalam mendapatkan infromasi
yang dapat dipercaya dan dengan waktu yang cepat, sesuai dengan update data pada sistem informasi
manajemen klinik, dari penelitian – penelitian sebelumnya sistem informasi eksekutif banyak digunakan
untuk membantu pemasaran produk ataupun jasa. Penelitian ini selain membantu pihak manajemen klinik,
diharapkan juga dapat berkontribusi dalam pelaporan data kesehatan khususnya pada daerah masing –
masing klinik, sehingga pihak – pihak terkait dapat memantau informasi kesehatan dengan lebih mudah dan
lebih cepat. Untuk penelitian selanjutnya dapat ditambahkan beberapa fitur yang dapat menyempurnakan
sistem informasi eksekutif klinik, seperti daerah persebaran pasien dan daerah persebaran penyakit (jika
menggunakan data klinik umum).
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah, dengan implementasi sistem informasi
eksekutif klinik, dapat membantu bukan hanya pihak manajemen klinik juga dapat membantu tersedianya
informasi kesehatan bagi pihak – pihak lain yang dalam hal ini adalah pemerintah untuk mendapatkan data
secara akurat dan cepat dari masing – masing daerah khususnya bagi pemegang kebijakan dalam dunia
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
widiantara, Ramdan, C. & Y., 2015. Sistem Informasi Eksekutif Bidang Penjualan Pada PT.Sinar Surya Duta.
Nuwidyantoro, A., Hakim, B. & Utomo, E. P., 2013. Perancangan Sistem Informasi Eksekutif (Studi Kasus UGM).
sommerville, i., 2007. Software Enginering 8th edition. s.l.:Pearson Education Limited.
Syaifudin, R., S. & Hartanto, R., 2014. Review: Implementasi Holap Untuk Optimasi Query Sistem Basis Data
1
Poltekkes Kemenkes Malang, chyntia.va@gmail.com
2
Poltekkes Kemenkes Malang, rsunindya@yahoo.com
ABSTRAK
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) merupakan salah satu kebutuhan rumah sakit untuk
proses manajemen pelayanan kesehatan di rumah sakit. Dengan adanya perkembangan sistem informasi,
maka diharapkan dapat meningkatkan kualitas informasi dan kepuasan dari pengguna sistem. Tujuan dari
penelitian ini adalah mengetahui seberapa besar pengaruh dari Model End User Computing Satisfaction
terhadap kepuasan pengguna SIMRS di RSD Kalisat. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif
kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis
regresi linier berganda. Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa tidak semua variabel dari
model End User Computing Satisfaction berpengaruh terhadap kepuasan pengguna SIMRS di RSD Kalisat.
Dari lima variabel hanya variabel content (X1), ease of use (X4), dan timeliness (X5) saja yang menunjukkan
pengaruh signifikan terhadap kepuasan pengguna SIMRS di RSD Kalisat. Faktor lain yang terdapat pada
model End User Computing Satisfaction seperti accuracy (X2) dan format (X3) tidak menunjukkan adanya
pengaruh signifikan terhadap kepuasan pengguna SIMRS di RSD Kalisat.
Kata Kunci: Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit, Model End User Computing Satisfaction,
Kepuasan Pengguna Sistem
ABSTRACT
Hospital Management Information System (SIMRS) is one of hospital requirement for health service
management process in hospital. With the development of information systems, it is expected to improve the
quality of information and user satisfaction. The purpose of this research is to know how big influence of
End User Computing Satisfaction Model to SIMRS user satisfaction in RSD Kalisat. The type of this research
is descriptive quantitative research with cross sectional approach. This research uses descriptive analysis
and multiple linear regression analysis. The result of multiple linear regression analysis shows that not all
variables of End User Computing Satisfaction model have an effect on the satisfaction of SIMRS user in RSD
Kalisat. Of the five variables only the content (X1), ease of use (X4), and timeliness (X5) variables showed
significant influence on SIMRS user satisfaction in RSD Kalisat. Other factors in End User Computing
Satisfaction model such as accuracy (X2) and format (X3) do not show any significant effect to SIMRS user
satisfaction in RSD Kalisat.
Keywords: Hospital Management Information System, End User Computing Satisfaction Model, Satisfaction
System Users
PENDAHULUAN
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit adalah suatu rangkaian kegiatan yang mencakup semua
pelayanan kesehatan di semua tingkatan administrasi yang dapat memberikan informasi kepada pengelola
untuk proses manajemen pelayanan kesehatan di rumah sakit. Peran sistem informasi di dalam kegiatan
manajemen rumah sakit sangatlah membantu dan mempunyai peran yang sangat efektif dalam proses
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Dengan sistem informasi seorang pimpinan rumah sakit dapat mengambil
suatu kebijakan secara cepat, tepat, dan akurat berdasarkan informasi yang didapat dari pelayanan kesehatan
di rumah sakit yang dipimpinnya (Rustiyanto, 2011).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Balaraman dan Kosalram (2013) di negara India, menyatakan
bahwa pertumbuhan pesat dalam teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah sangat berdampak pada
lingkungan global saat ini. SIMRS memberikan manfaat yang efisien, meningkatkan kontrol administrasi,
perawatan pasien yang berkualitas, pengendalian biaya, dan peningkatan profitabilitas. Beberapa dari fungsi
sistem manajemen rumah sakit dibahas dalam penelitian tersebut.
Sejak diaplikasikan SIMRS, RSD Kalisat belum pernah melakukan evaluasi secara resmi terhadap
sistem ini, baik aspek teknis maupun aspek non teknis. Berdasarkan hasil studi pendahuluan, SIMRS masih
banyak ditemukan berbagai kendala dalam pengimplementasian teknologi informasi tersebut. Beberapa
form belum sesuai dengan harapan pengguna terutama pada form pelaporan. Sehingga dalam pembuatan
laporan masih menggunakan cara manual. Data yang telah diinputkan seringkali hilang dan petugas harus
menginputkannya lagi. Hal ini seringkali terjadi pada bagian farmasi. SIMRS sering mengalami gangguan
atau error dan tidak bisa dipakai sehingga membuat pengguna kembali ke cara-cara manual, terutama pada
saat registrasi pasien. Selain itu masih banyak kendala yang ditemui, misalnya data yang dihasilkan pada
bagian bangsal tidak sesuai dengan yang sebenarnya dan belum tersedia Standart Operasional Prosedur
(SOP) mengenai SIMRS. Sering terjadinya keluhan dari setiap unit yang menggunakan SIMRS membuat
unit informasi dan teknologi (IT) harus bekerja maksimal.
Adanya beberapa permasalahan tersebut, maka perlu diadakan evaluasi terhadap implementasi SIMRS
bagi RSD Kalisat. Beberapa metode evaluasi sistem informasi yang dapat digunakan diantaranya adalah
End User Computing Satisfaction, Task Technology Fit (TTF) Analysis, Human-Organization-Technology
(HOT) Fit Model, Model DeLone & McLean dan Technology Acceptance Model (TAM).
Beberapa uraian permasalahan yang telah dikemukakan, maka sangat memungkinkan dapat mempengaruhi
kepuasan dari penggunaan SIMRS. Kepuasan pengguna (user satisfaction) merupakan salah satu indikator
dari keberhasilan pengembangan sistem informasi. Sistem informasi dapat diandalkan apabila memiliki
kualitas yang baik dan mampu memberikan kepuasan pada penggunanya, sehingga perlu dilakukan analisis
Pengaruh Model End User Computing Satisfaction Terhadap Kepuasan Pengguna SIMRS di RSD. Kalisat.
Model End User Computing Satisfaction merupakan model yang dapat mengevaluasi dan menganalisis
secara keseluruhan dari para pengguna sistem informasi berdasarkan pengalaman mereka dalam menggunakan
sistem tersebut. Model ini lebih menekankan kepuasan pengguna terhadap aspek teknologi yang meliputi
content, accuracy, format, ease of use, dan timeliness.
Tahun 2012 RSD Kalisat telah mengaplikasikan SIMRS. Sejak diaplikasikan sistem informasi tersebut,
RSD Kalisat belum pernah melakukan evaluasi dan analisis kepuasan pengguna secara resmi terhadap sistem
ini, baik aspek teknis maupun aspek non teknis. Sehingga didapatkan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
Bagaimana pengaruh content, accuracy, format, ease of use dan timeliness terhadap kepuasan pengguna?
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian deskriptif
bertujuan untuk menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan (Azwar,
2001). Analisis kuantitatif untuk mendukung penelitian ini digunakan skala sikap dari skala likert untuk mengetahui nilai
masing-masing variabel. Populasi penelitian ini adalah pengguna SIMRS di RSD Kalisat dengan populasi 70 orang.
Pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling dengan penentuan jumlah sampel menggunakan
rumus perhitungan Slovin yang mempunyai kepercayaan 95%. Besar sampel yang di dapat sebesar 60 orang.
Prosedur Pengumpulan Data menggunakan kuesioner dan wawancara tak berstruktur. Setelah data diperoleh dan
dikumpulkan dari kuisioner, ketepatan data (goodness of data) dinilai melalui uji validitas dan uji reliabilitas. Pengujian
ini menggunakan aplikasi statistik dimana hasilnya akan menyatakan apakah kuesioner yang akan digunakan dalam
penelitian ini valid atau tidak. Variabel yang di ukur meliputi kepuasan pengguna sebagai variabel terikat (Y) dan
model End User Computing Satisfaction yang terdiri dari content (X1), accuracy (X2), format (X3), ease of use (X4)
dan timeliness (X5) sebagai variabel bebas.
Setelah itu dilakukan uji normalitas datanya, hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel bebas
dan variabel terikatnya berdistribusi normal atau tidak. Selanjutnya akan dilakukan uji asumsi klasik yang
meliputi uji normalitas, uji multikolieritas dan uji heteroskedastisitas. Kemudian dilakukan analisis regresi
linier berganda dan pengujian koefisien regresi yang dilakukan sebanyak dua kali meliputi pengujian simultan
(Uji f) dan pengujian parsial (Uji t).
HASIL
A. Uji Validitas
Pengujian ini dilakukan di Rumah Sakit Daerah Balung. Berdasarkan hasil uji validitas dengan
melakukan korelasi antar skor butir pertanyaan dengan total skor variable di dapat hasil sebagai berikut:
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa korelasi antara masing-masing indikator (X1 sampai dengan X5)
terhadap total skor (X_Total) menunjukkan hasil yang signifikan karena nilai signifikansi kurang dari
0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa masing-masing indikator variabel adalah valid.
B. Uji Reliabilitas
Tabel 2. Hasil Uji Reliabilitas
Jumlah Item
Variabel Cronbach-Alpha (α) Keterangan
Pertanyaan
Content 0, 785 5 RELIABEL
Accuracy 0, 770 5 RELIABEL
Format 0, 777 5 RELIABEL
Ease of Use 0, 785 5 RELIABEL
Timeliness 0, 777 5 RELIABEL
Kepuasan Pengguna 0, 869 3 RELIABEL
Nilai Cronbach-Alpha (α) untuk variabel content, Accuracy, Format, Ease of Use, Timeliness,
Kepuasan Pengguna lebih besar dari 0,60 dengan jumlah indikator pertanyaan dalam kuisioner
sebanyak 28 buah item pernyataan, sehingga bisa disimpulkan bahwa variabel conten reliabel.
Dengan melihat tampilan grafik histogram pada grafik 1 dapat disimpulkan bahwa grafik
histogram memberikan pola distribusi yang sesuai dengan garis normalnya dengan demikian dapat
diartikan bahwa data terdistribusi secara normal. Sedangkan tampilan grafik normal probability
plot pada grafik 2 terlihat titik-titik menyebar mengikuti garis diagonal, serta penyebarannya
berada mendekati atau disekitar garis diagonal (membentuk garis lurus), sehingga dengan
demikian dapat diartikan bahwa data terdistribusi secara normal dan model regresi layak dipakai
untuk memprediksi kepuasan pengguna berdasarkan variabel bebasnya.
Dari hasil yang ditunjukkan oleh kedua grafik ini dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi
normal. Untuk memastikan kembali apakah data benar-benar terdistribusi secara normal maka
dilakukan uji statistik menggunakan uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov (K-S). Hasil pengujian
normalitas dengan analisis statistik dapat dilihat pada tabel 3 berikut.
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai Kolmogorov-Smirnov (K-S) sebesar 0,841
dengan probabilitas signifikansi sebesar 0, 480 yang nilainya diatas 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa data berdistribusi normal. Jadi dapat disimpulkan bahwa data memang benar-benar
terdistribusi secara normal, baik dilihat melalui grafik histogram, normal probability plot, maupun
uji Kolmogorov-Smirnov (K-S).
2. Uji Multikolieritas
Pengujian ada tidaknya gejala multikolinieritas dilakukan dengan memperhatikan nilai VIF
(Variance Inflation Factor) dan Toleransinya. Apabila nilai VIF kurang dari 10 dan nilai toleransi
lebih besar dari 10 persen, maka diambil kesimpulan bahwa model regresi tersebut tidak terdapat
multikolinieritas. Hasil uji Multikolinieritas dapat dilihat pada tabel 4.15 dibawah ini:
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa model regresi tidak mengalami gangguan multikolinieritas.
Hal ini tampak pada hasil perhitungan VIF menunjukkan bahwa nilai VIF masing-masing variabel
kurang dari 10 dan nilai tolerance masing-masing variabel lebih besar dari 10%. Jadi dapat
disimpulkan bahwa tidak ada multikolinieritas antar variabel bebas dalam model regresi tersebut.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi
terjadi ketidaksamaan varian dari residual observasi yang satu dengan observasi yang lain.
Homoskedastisitas terjadi jika pada scatterplot titik-titik hasil pengolahan data anatar ZPRED
dan SRESID menyebar dibawah maupun diatas titik origin (angka 0) pada sumbu Y dan tidak
mempunyai pola yang teratur. Heteroskedastisitas terjadi jika pada scatterplot titik-titiknya
mempunyai pola yang teratur baik menyempit, melebar, maupun bergelombang-gelombang. Hasil
uji heteroskedastisitas dari program SPSS dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini:
Dari gambar 1 diatas didapatkan titik-titik menyebar dibawah dan diatas sumbu Y dan tidak
mempunyai pola yang teratur. Jadi kesimpulannya adalah variabel bebas X1, X2, X3, X4, dan X5
diatas tidak terjadi heteroskedastisitas atau bersifat homoskedastisitas.
Berdasarkan tabel 4.17 di atas, diketahui bahwa variabel content, ease of use, dan timeliness
mempunyai nilai signifikansi yang secara berturut-turut yaitu 0, 032, 0, 031, dan 0, 001. Nilai signifikansi
masing-masing variabel tersebut besarnya kurang dari nilai alpha (α) = 0,05 sehingga variabel bebas
yang berpengaruh terhadap variabel terikat hanya ada tiga variabel yaitu variabel content, ease of use,
dan timeliness. Sehingga diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
Y = (-1, 669)+ 0, 175X1 + 0, 055X2 - 0, 046X3 + 0,193X4 + 0, 282 X5 + e
Dari uji simultan pada tabel 4.18 di atas, dapat diketahui bahwa nilai F hitung sebesar 16, 886
dengan probabilitas signifikansi 0,000. Karena nilai probabilitas signifikansi jauh lebih kecil dari 0,05,
maka model regresi dapat dikatakan fit/baik dan dapat dipergunakan untuk memprediksi kepuasan
pengguna SIMRS atau dapat dikatakan bahwa variabel yang tergabung dalam dimensi content,
accuracy, format, ease of use dan timeliness secara bersama-sama berpengaruh terhadap kepuasan
pengguna SIMRS.
Koefisien determinasi (R-Square) mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan
variasi variabel bebas. Koefisien determinasi (R-Square) adalah kekuatan atau daya penjelas dari
variabel bebas yaitu dimensi content, accuracy, format, ease of use dan timeliness terhadap variabel
terikat yaitu kepuasan pengguna SIMRS.
Dari hasil koefisien determinasi sebagaimana pada tabel 4.19 di atas, maka dapat dijelaskan
bahwa koefisien determinasi (R Square) yang menunjukkan korelasi atau hubungan antara variabel
bebas dengan variabel terikat adalah sebesar 0,610 atau 61% yang artinya bahwa korelasi atau tingkat
keeratan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dapat dinilai kuat.
Kemudian untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat dapat
diketahui melalui Adjusted R-Square dengan nilai 0,574. Hal ini berarti sebesar 57, 4% variabel
kepuasan pengguna SIMRS dapat dijelaskan oleh dimensi content, accuracy, format, ease of use, dan
timeliness. Artinya masih banyak faktor lain yang berpengaruh terhadap kepuasan pengguna SIMRS
yakni sebesar 42, 6%.
Pengujian koefisien regresi dilakukan dengan pengujian hipotesis pertama sampai hipotesis kelima
dapat dilihat dari pengujian parsial.
Dari table diatas menunjukkan bahwa Dari lima variabel hanya variabel content (X1), ease of use
(X4), dan timeliness (X5) saja yang menunjukkan pengaruh signifikan terhadap kepuasan pengguna
SIMRS di RSD Kalisat karena memiliki probabilitas signifikansi t nilainya lebih kecil dari taraf
signifikansi 0,05.
Faktor lain yang terdapat pada model End User Computing Satisfaction seperti accuracy (X2) dan
format (X3) tidak menunjukkan adanya pengaruh signifikan terhadap kepuasan pengguna SIMRS di
RSD Kalisat karena memiliki probabilitas signifikansi t lebih besar dari taraf signifikansi 0,05.
Rangkuman dari penjelasan hasil pengujian di atas dapat dilihat pada tabel 8 berikut:
PEMBAHASAN
Hasil pengujian parsial (uji t) untuk hipotesis pertama (Ha.1) menunjukkan bahwa variabel content yang
merupakan bagian dari instrumen End User Computing Satisfaction berpengaruh terhadap kepuasan pengguna
SIMRS. Hal ini ditunjukkan dari nilai probabilitas signifikansi t yang nilainya lebih kecil dari 0,05, dengan
demikian hipotesis pertama (Ha.1) diterima hal ini berarti bahwa ada pengaruh antara variabel content terhadap
kepuasan pengguna SIMRS. Nilai koefisien regresi antara variabel content dengan kepuasan pengguna
adalah positif (0, 175), hal ini menunjukkan bahwa variabel content berpengaruh positif terhadap kepuasan
pengguna SIMRS. Artinya bahwa apabila variabel content tinggi maka kepuasan pengguna SIMRS akan
tinggi pula, dan sebaliknya apabila variabel content rendah maka kepuasan pengguna SIMRS akan rendah
pula. Dengan kata lain apabila variabel content dalam SIMRS ditingkatkan maka kepuasan penggunanya
akan meningkat. Hasil penelitian ini sama dengan Freddy Koeswoyo (2006) yang menyebutkan bahwa
variabel content berpengaruh terhadap kepuasan pemakai software akuntansi. Namun hasil penelitian ini
tidak sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Charlesto Sekundera P.L (2006) yang menyebutkan
bahwa variabel content yang merupakan bagian dari instrumen End User Computing Satisfaction tidak
berpengaruh terhadap kepuasan pengguna sistem core banking di Bank ABC.
Berdasarkan hasil tanggapan responden diketahui bahwa content berpengaruh terhadap kepuasan
pengguna. Hal ini disebabkan responden menganggap bahwa isi dari sebuah sistem harus sesuai dengan
kebutuhan pengguna sehingga secara tidak langsung pengguna menginginkan sebuah sistem yang dapat
memberikan informasi guna memenuhi kebutuhan manajemen dan dapat menyediakan informasi sesuai
dengan kebutuhannya sehingga secara otomatis mempengaruhi kepuasan. Tingkat kepuasan pengguna SIMRS
akan semakin tinggi apabila SIMRS memiliki modul yang lengkap dan informatif.
Hasil pengujian parsial (uji t) untuk hipotesis kedua (Ha.2) menunjukkan bahwa variabel accuracy yang
merupakan bagian dari instrumen End User Computing Satisfaction tidak berpengaruh terhadap kepuasan
pengguna SIMRS. Hal ini ditunjukkan dari nilai probabilitas signifikansi t yang nilainya lebih besar dari 0,0
5, dengan demikian hipotesis kedua (Ha.2) ditolak hal ini berarti bahwa tidak ada pengaruh antara variabel
accuracy terhadap kepuasan pengguna SIMRS. Hasil penelitian ini tidak sama dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Charlesto Sekundera P.L (2006) yang menyebutkan bahwa variabel accuracy yang merupakan
bagian dari instrumen End User Computing Satisfaction berpengaruh terhadap kepuasan pengguna sistem
core banking di Bank ABC dan penelitian yang dilakukan oleh dengan Freddy Koeswoyo (2006) yang
menyebutkan bahwa variabel accuracy berpengaruh terhadap kepuasan pemakai software akuntansi
Berdasarkan hasil tanggapan responden, meskipun responden beranggapan bahwa Informasi yang
dihasilkan SIMRS akurat, namun penelitian ini tidak dapat membuktikan adanya pengaruh antara variabel
accuracy terhadap kepuasan pengguna. Hal ini dikarenakan dalam kenyataan penginputan data, responden
sering tidak tepat waktu dalam pengentrian data, sehingga dengan adanya permasalahan tersebut ada
kemungkinan terjadi miss antara data pada SIMRS dengan kenyataan yang ada. Apabila pada saat awal
penginputan sudah terjadi ketidakcocokan data, maka laporan atau informasi yang dihasilkan oleh SIMRS
dapat dikatakan tidak akurat. Kemungkinan lain adalah pembuatan pelaporannya masih mengerjakan secara
manual, dalam artian pengerjaannya masih menggunakan aplikasi excel dan tidak menggunakan SIMRS
yang ada. Selain itu pengguna mencari informasi yang dibutuhkan kebanyakan hanya dari data manual, yang
berarti dalam pencarian data masih belum sepenuhnya menggunakan SIMRS. Sehingga pada penelitian ini
variabel accuracy tidak berpengaruh terhadap kepuasan pengguna SIMRS. Namun apabila dikemudian hari
RSD Kalisat menggunakan SIMRS secara menyeluruh dan sudah tidak mengandalkan data manual lagi,
maka keakuratan informasi atau laporan yang dihasilkan oleh SIMRS sangat dibutuhkan oleh pengguna,
terutama Direktur rumah sakit yang menggunakan informasi dari SIMRS untuk pengambilan keputusan.
Hasil pengujian parsial (uji t) untuk hipotesis ketiga (Ha.3) menunjukkan bahwa variabel format yang
merupakan bagian dari instrumen End User Computing Satisfaction tidak berpengaruh terhadap kepuasan
pengguna SIMRS. Hal ini ditunjukkan dari nilai probabilitas signifikansi t yang nilainya lebih besar dari
0,05 dengan demikian hipotesis ketiga (Ha.3) ditolak hal ini berarti bahwa tidak ada pengaruh antara variabel
format terhadap kepuasan pengguna SIMRS. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Charlesto Sekundera P.L (2006) yang menyebutkan bahwa variabel format yang merupakan bagian
dari instrumen End User Computing Satisfaction tidak berpengaruh terhadap kepuasan pengguna sistem
core banking di Bank ABC, dan hasil penelitian yang dilakukan oleh dengan Freddy Koeswoyo (2006) yang
menyebutkan bahwa variabel format tidak berpengaruh terhadap kepuasan pemakai software akuntansi
Berdasarkan hasil tanggapan responden meskipun responden menganggap bahwa informasi yang
dihasilkan SIMRS jelas, namun penelitian ini tidak dapat membuktikan adanya pengaruh antara variabel
format terhadap kepuasan pengguna. Hal ini disebabkan pengguna sudah tidak begitu memperdulikan lagi
dengan bentuk yang ada dari sebuah teknologi informasi, sebab di jaman sekarang ini banyak orang yang
mau mempelajari mengenai teknologi tak terkecuali SIMRS sehingga bukan merupakan suatu hambatan
dan secara otomatis tidak mempengaruhi kepuasan.
Hasil pengujian parsial (uji t) untuk hipotesis keempat (Ha.4) menunjukkan bahwa variabel ease of use
yang merupakan bagian dari instrumen End User Computing Satisfaction berpengaruh terhadap kepuasan
pengguna SIMRS. Hal ini ditunjukkan dari nilai probabilitas signifikansi t yang nilainya lebih kecil dari
0,05, dengan demikian hipotesis keempat (Ha.4) diterima hal ini berarti bahwa ada pengaruh antara variabel
ease of use terhadap kepuasan pengguna SIMRS. Nilai koefisien regresi antara variabel ease of use dengan
kepuasan pengguna adalah positif (0, 193), hal ini menunjukkan bahwa variabel ease of use berpengaruh
positif terhadap kepuasan pengguna SIMRS. Artinya bahwa apabila variabel ease of use tinggi maka kepuasan
pengguna SIMRS akan tinggi, sebaliknya apabila variabel ease of use rendah maka kepuasan pengguna
SIMRS akan rendah pula. Dengan kata lain apabila variabel ease of use dalam SIMRS ditingkatkan maka
kepuasan penggunanya akan meningkat. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Charlesto Sekundera P.L (2006) yang menyebutkan bahwa variabel ease of use yang merupakan
bagian dari instrumen End User Computing Satisfaction berpengaruh terhadap kepuasan pengguna sistem
core banking di Bank ABC namun tidak sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh dengan Freddy
Koeswoyo (2006) yang menyebutkan bahwa variabel ease of use tidak berpengaruh terhadap kepuasan
pemakai software akuntansi
Berdasarkan hasil tanggapan responden yang menyatakan bahwa ease of use berpengaruh terhadap
kepuasan dapat dikarenakan responden merasa bahwa SIMRS merupakan hal yang baru, sehingga responden
membutuhkan waktu penyesuaian dari pencatatan data secara manual menjadi pencatatan elektronik yaitu
menggunakan SIMRS. Kemungkinan yang lain adalah sebagian responden masih merasa kesulitan untuk
menggunakan SIMRS, terutama untuk pengguna yang berumur paruh baya. Hal ini membuat responden
cenderung enggan untuk menggunakan SIMRS sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi kepuasan
pengguna.
Hasil pengujian parsial (uji t) untuk hipotesis kelima (Ha.5) menunjukkan bahwa variabel timeliness
yang merupakan bagian dari instrumen End User Computing Satisfaction berpengaruh terhadap kepuasan
pengguna SIMRS. Hal ini ditunjukkan dari nilai probabilitas signifikansi t yang nilainya lebih kecil dari
0,05, dengan demikian hipotesis kelima (Ha.5) diterima hal ini berarti bahwa ada pengaruh antara variabel
timeliness terhadap kepuasan pengguna SIMRS. Nilai koefisien regresi antara variabel timeliness dengan
kepuasan pengguna adalah positif (0, 282), hal ini menunjukkan bahwa variabel timeliness berpengaruh
positif terhadap kepuasan pengguna SIMRS. Artinya bahwa apabila variabel timeliness tinggi maka kepuasan
pengguna SIMRS akan tinggi, sebaliknya apabila variabel timeliness rendah maka kepuasan pengguna SIMRS
akan rendah pula. Dengan kata lain apabila variabel timeliness dalam SIMRS ditingkatkan maka kepuasan
penggunanya akan meningkat. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Charlesto
Sekundera P.L (2006) yang menyebutkan bahwa variabel timeliness yang merupakan bagian dari instrumen
End User Computing Satisfaction berpengaruh terhadap kepuasan pengguna sistem core banking di Bank
ABC namun tidak sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh dengan Freddy Koeswoyo (2006) yang
menyebutkan bahwa variabel timeliness tidak berpengaruh terhadap kepuasan pemakai software akuntansi.
Berdasarkan hasil tanggapan responden yang menyatakan bahwa timeliness berpengaruh terhadap
kepuasan dapat dikarenakan SIMRS masih belum dapat memberikan reminder secara tepat waktu sebagai
pemberitahuan atau peringatan sehingga dapat mempengaruhi kepuasan. Selain itu responden akan merasa
puas jika SIMRS selalu memberikan informasi yang selalu up-to-date.
Untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat dapat diketahui melalui Adjusted
R-Square dengan nilai 0,574. Hal ini berarti sebesar 57, 4% variabel kepuasan pengguna SIMRS dapat
dijelaskan oleh dimensi content, accuracy, format, ease of use, dan timeliness. Artinya masih banyak faktor
lain yang berpengaruh terhadap kepuasan pengguna SIMRS yakni sebesar 42, 6%. Faktor-faktor tersebut
kemungkinanya adalah faktor dari model evaluasi sistem yang lainnya seperti Model Task Technology Fit
yang berfokus pada teknologi, model Human-Organization-Technology (HOT) Fit Model yang berfokus
pada manusia (human), organisasi (organizition), dan teknologi (technology), dan model DeLone & McLean
yang berfokus pada kualitas sistem dan kualitas informasi.
Dari analisis regresi linier, diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
Konstanta (β0) = -1, 669, ini menunjukkan besarnya pengaruh variabel bebas (content, accuracy , format,
ease of use dan timeliness) terhadap variabel terikat (kepuasan pengguna), apabila variabel bebas (content,
accuracy, format, ease of use, dan timeliness) dianggap tetap atau besarnya sama dengan nol, maka nilai
kepuasan pengguna sebesar -1, 669
Koefisien regresi untuk dimensi Content (X1) = 0, 175, ini menunjukkan apabila variabel Content
dinaikkan sebesar 100%, maka akan terjadi peningkatan variabel terikat (kepuasan pengguna) sebesar 17,
5% dengan asumsi bahwa variabel bebas yang lain dari model regresi adalah tetap.
Koefisien regresi untuk dimensi Accuracy (X2) = 0, 055, ini menunjukkan apabila variabel bebas
Accuracy dinaikkan sebesar 100%, maka akan terjadi peningkatan variabel terikat (kepuasan pengguna)
sebesar 5,5% dengan asumsi bahwa variabel bebas yang lain dari model regresi adalah tetap.
Koefisien regresi untuk dimensi Format (X3) = (-0, 046) , ini menunjukkan apabila variabel bebas
format dinaikkan sebesar 100%, maka akan terjadi pengaruh variabel terikat (kepuasan pengguna) sebesar
4,6% dengan asumsi bahwa variabel bebas yang lain dari model regresi adalah tetap.
Koefisien regresi untuk dimensi Ease of Use (X4) = 0,193, ini menunjukkan apabila variabel bebas
Ease of Use dinaikkan sebesar 100%, maka akan terjadi peningkatan variabel terikat (kepuasan pengguna)
sebesar 19,3% dengan asumsi bahwa variabel bebas yang lain dari model regresi adalah tetap.
Koefisien regresi untuk dimensi Timeliness (X5) = 0, 282, ini menunjukkan apabila variabel bebas
Timeliness dinaikkan sebesar 100%, maka akan terjadi peningkatan variabel terikat (kepuasan pengguna)
sebesar 28, 2% dengan asumsi bahwa variabel bebas yang lain dari model regresi adalah tetap.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap kepuasan
pengguna SIMRS di RSD Kalisat adalah variabel Timeliness, yaitu peningkatan kepuasan pengguna sebesar
28, 2%.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan: hasil analisis regresi
linier berganda menunjukkan bahwa tidak semua variabel dari model End User Computing Satisfaction
berpengaruh terhadap kepuasan pengguna SIMRS di RSD Kalisat. Dari lima variabel hanya variabel content
(X1), ease of use (X4), dan timeliness (X5) saja yang menunjukkan pengaruh signifikan terhadap kepuasan
pengguna SIMRS di RSD Kalisat. Faktor lain yang terdapat pada model End User Computing Satisfaction
seperti accuracy (X2) dan format (X3) tidak menunjukkan adanya pengaruh signifikan terhadap kepuasan
pengguna SIMRS di RSD Kalisat.
DAFTAR PUSTAKA
Albertus. 2009. Evaluasi Implementasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit di RSUD Kota Yogyakarta.
Tesis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
http://simkes.fk.ugm.ac.id/~aplikasi/thesis/data/Tesis%20Albertus%20W.pdf Diunduh pada 20 April 2014;
20:02 WIB
Andriani, L. 2009. Sistem Informasi Pendaftaran Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit Dengan Menggunakan
Program Komputer. Skripsi. Universitas Sumatra Utara.
http://female.store.co.id/images/media/skripsi-kesehatan%20masyarakat%20-%20sistem%20informasi.pdf
Diunduh pada 4 Mei 2014; 22:11 WIB
Balaraman, P., K. Kosalram. 2013. E –Hospital Management & Hospital Information Systems – Changing
Trends. School of Management, SRM University, Vadapalani, Chennai 600026, India. Diunduh pada
29 Juni 2014; 20.56 WIB
Darmawan, D., K.N Fauzi. 2013. Sistem Informasi Manajemen. Cetakan Pertama. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Doll, W.J.,Torkzadeh, G. 1988. The Measurement of End-User Computing Satisfaction. MIS Quarterly, June,
Page 259-274. http://misq.org/misq/download. Diunduh pada 14 Mei 2014; 09.01 WIB
Doll, W.J.,Xia, W., Torkzadeh, G. 1994. A Conformatory Factor Analysis of the End User Computing
Satisfaction Instrument. MIS Quarterly. December Page 453-461 http://www.cob.calpoly.edu/~eli/Class/
p8.pdf Diunduh pada 12 Mei 2014; 20.04 WIB
Harinaldi. 2005. Prinsip-prinsip Statistik Untuk Teknis dan Sains. Jakarta: Erlangga
IBISA. 2010. Evaluasi Paket Sistem Aplikasi. Yogyakarta; Penerbit Andi http://books.google.co.id/
books?id=BY1v-D05aTMC&pg=PR11&dq=evaluasi+sistem&hl=en&sa=X&ei=SJuEU4vAKJC48gX
C4YK4Cw&ved=0CDIQ6AEwAQ#v=onepage&q=evaluasi%20sistem&f=false Diunduh pada Selasa,
27 Mei 2014; 21.38 WIB
Jogiyanto. 1989. Analisis dan Desain Sistem Informasi: Pendekatan terstruktur teori dan praktek aplikasi
bisnis.Yogyakarta: Penerbit Andi
Jogiyanto. 2003. Sistem Teknologi Informasi.Yogyakarta: Penerbit Andi
Julyanti, Dwi. 2010. Kepuasan Pemakai Terhadap Koleksi Dan Layanan Perpustakaan Badan
Litbangkes. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/
bitstream/123456789/3181/1/91728-DWI%20JULIANTI-FAH.pdf Diunduh pada 4 Mei 2014; 21:43 WIB
Kadir, Abdul. 2008. Dasar Perancangan Dan Implementasi Database Relasional. Yogyakarta: Penerbit Andi
Kemenkes, Permenkes RI, No. 1171/MENKES/PER/VI/2011,Tentang Sistem Informasi Rumah Sakit. (Jakarta:
Kemenkes RI. 2011).
Koeswoyo, Freddy.2006. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pemakai Software Akuntansi (Studi
Empiris pada Perusahaan Pemakai Software Akuntansi K-System di Pulau Jawa).Tesis. Universitas
Diponegoro Semarang
L. Whitten, Jeffrey., L.D Bentley, and K.C Dittman. 2004. Systems Analysis and Design Method. Edisi 6.
Penerbit Andi
McLeod, Raymond. 1995. Sistem Informasi Manajemen. Jilid II. Jakarta: PT Prenhallindo
Rasman, Y.I.K. 2012. Gambaran Unsur-Unsur End User Computing Satisfication Terhadap Kepuasan
Pengguna Sistem Informasi Rumah Sakit Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Depok. Skripsi. Universitas
Depok.
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20318250-SYoel%20Indra%20Kusuma%20Rasman.pdf Diunduh pada
3 Mei 2014; 23:03 WIB
Riana, Apit. 2006. Evaluasi Kinerja Sistem Informasi Manajemen Ditinjau dari Aspek Persepsi Pengguna
Dalam Mendukung Proses Manajemen Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Tesis.
Universitas Diponegoro. Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/16500/1/Apit_Riana.pdf Diunduh pada 20 April 2014; 20:15 WIB
Rustiyanto, Ery. 2011. Sistem Informasi Manajement Rumah Sakit Yang Terintegrasi, Cetakan pertama.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Santoso, Singgih. 2007. Soal-Jawab Statistik dengan SPSS dan Excel. Jakarta: PT Alex Media Komputindo
Sekundera, Charlesto. 2006. Analisis Penerimaan Pengguna Akhir Dengan menggunakan Technology
Acceptance Model dan End User Computing Satisfaction Terhadap Penerapan Sistem Core Banking
Pada Bank ABC. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang
http://eprints.undip.ac.id/15440/1/Charlesto_Sekundera_PL.pdf
Diunduh pada Kamis, 22 Mei 2014; 20.32 WIB
Siswanto, Susila,Suyanto. 2013. Metodologi Penelitian Kesehatan dan Kedokteran.Yogyakarta: Bursa Ilmu
Soepeno, Bambang. 1997. Statistik Terapan (Dalam Penelitian Ilmu-ilmu Sosial dan Pendidikan. Jakarta:
PT Rineka Cipta
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta
Sukoco, B.M. 2006. Manajemen Administrasi Perkantoran Modern; Studi Sistem Informasi Berbasis
Komputer. Surabaya: Erlangga
Sunyoto, Danang., A. Setiawan. 2013. Buku Ajar Statistik Kesehatan Parametrik, Non Parametrik, Validitas,
Reliabilitas. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Nuha Medika
Talmon, J. Rigby, M., Prokosch H.U., Nykanen P., Brender J.,Ammenwerth. E. 2004. Vision and Strategies to
Improve Evaluation of Health Information Systems. International Journal of Medical Informatics, vol 73,
pp. 479 - 491. http://www.intl.elsevierhealth.com/journals/ijmi Diunduh pada 21 Mei 2014; 20:05 WIB
Tantra, Rudi. 2012. Manajemen Proyek Sistem Informasi. Yogyakarta: Penerbit Andi
Umar, Husein. 2002. Metode Riset Bisnis.Gramedia Pustaka Utama
http://books.google.co.id/books?id=ihn8T5S8HaQC&pg=PA141&dq=rumus+slovin&hl=en&sa=X&ei=
zUeQU_uuAYGzuATni4AI&redir_esc=y#v=onepage&q=rumus%20slovin&f=false Diunduh pada 5
Juni 2014; 20.08 WIB
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009. Tentang Rumah Sakit. Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia. Jakarta.
Waluyo, Slamet Budi. 2010. Pengaruh Instrumen Eucs, Faktor Keamanan Dan Privasi, Serta Kecepatan
Respon Media Terhadap Kepuasan Pengguna E-Learning. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Perbanas Surabaya.
1
Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Malang, ervitanindy8@gmail.com
ABSTRAK
Klaim asuransi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah pengajuan pembiayaan
oleh pasien BPJS Kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit. Sehingga peserta biasanya tidak bisa
mengajukan sendiri klaim pada BPJS Kesehatan. Proses klaim pembiayaan asuransi BPJS Kesehatan
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor (2013h,12) tentang Jaminan Kesehatan, pembayaran di tingkat
lanjut akan menggunakan sistem pembayaran Indonesia Case Base Groups (INA-CBGs) yang merupakan
sebuah aplikasi yang digunakan rumah sakit untuk mengajukan klaim pada pemerintah. Permasalahan
yang di temukan terkait dengan adanya klaim asuransi BPJS Kesehatan oleh rumah sakit diantaranya :
ketidak lengkapan berkas klaim menjadi kendala dalam proses klaim, ketidak sesuaian tindakan dengan
diagnosa pasien, dan kesalahan penulisan tindakan dan diagnosa dan kelengkapan berkas pasien. Penelitian
ini menggunakan rancangan penelitian deskiptif dengan fokus pada berkas rekam medis pasien rawat Inap
pasien laki-laki maupun perempun yang menjadi peserta asuransi BPJS Kesehatan dan berkas klaim yang
telah dikembalikan oleh pihak BPJS untuk diklaim ulang atau yang tidak dapat diklaim oleh rumah sakit.
Data yang diperoleh dari penelitian menyebutkan bahwa total berkas pengajuan klaim rawat inap Rumah
Sakit Umum Universitas Muhammadiyah Malang sebesar 1011 berkas, yang lolos klaim sebanyak 93,7%
sedangkan yang dikembalikan oleh pihak BPJS sebesar 5,3% dengan rincian 2,3% harus direvisi ulang, 3%
karena berkas harus dilengkapi dan 0,2% tidak dapat diklaim. Hal tersebut menunjukkan bahwa evaluasi
merupakan cara yang tepat agar kegagalan klaim dapat diminimalkan.
Kata kunci: Evaluasi, Kegagalan klaim, BPJS, Asuransi..
ABSTRACT
Social Security Administering Agency (BPJS) Health insurance claims are the filing of financing by
BPJS Health patients conducted by the hospital. So the participants usually can not file their own claim on
BPJS Health. BPJS Health Insurance financing claim process In accordance with Presidential Regulation
No. (2013h, 12) on Health Insurance, advanced payments will use the Indonesia Case Base Groups (INA-
CBGs) payment system which is an application used by hospitals to file claims on government. The problems
that are found related to the existence of insurance claims BPJS Health by the hospital include: incomplete
claims file to be a constraint in the claim process, incompatibility of the action with the patient’s diagnosis,
and errors of action writing and diagnosis and completeness of patient files. This research uses descriptive
research design with focus on medical record file of patient patient of Inpatient of man and woman who
become participant of BPJS Health insurance and claim file which have been returned by BPJS to be
reclaimed or which can not be claimed by hospital. The data obtained from the research states that the
total file submission claims inpatient General Hospital University of Muhammadiyah Malang amounted to
1011 files, which escaped claims of 93.7% while returned by the BPJS of 5.3% with details 2.3% should be
revised, 3% because the file must be completed and 0.2% can not be claimed. It shows that evaluation is the
right way to minimize claims failures.
PENDAHULUAN
Kesehatan adalah keadaan seseorang dalam menghadapi paparan yang ada dilingkungan, kemampuan
seseorang menghadapi paparan tersebut tanpa mengalami infeksi disebut sehat. Kesehatan merupakan tingkat
efisiensi fungsional dari makhluk hidup. Pada manusia kesehatan merupakan kondisi umum dari pikiran dan
tubuh seseorang, yang berarti bebas dari segala gangguan penyakit dan kelainan. Sehingga makna kesehatan
sendiri yaitu sebuah kondisi dimana seseorang mengalami keadaan yang normal dan sesuai dengan apa yang
seharusnya. Jadi, kesehatan itu sebenarnya adalah sebuah tolak ukur dari suatu keadaan dimana keadaan
tersebut normal atau tidaknya. Menurut Undang-Undang No 23 Tahun 1992 kesehatan merupakan keadaan
sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI, 198) Menyebutkan bahwa kesehatan merupakan
ketahanan jasmani, rohani, dan sosial yang dimiliki oleh manusia sebagai karunia dari Allah yang wajib
disyukuri dengan cara mengamalkan segala ajaran-Nya.
Perkembangan mengenai pembanguan bidang kesehatan di Indonesia cukup terlihat. Dimana terlihat
banyak program pemerintah yang sekarang berjalan dan menyeluruh di semua kalangan, meskipun saat
ini program banyak dilakukan untuk memberi pelayanan kesehatan yang baik, namun tantangan yang
menghampiri sektor kesehatan semakin meningkat, antara lain jumlah sarana dan prasarana kesehatan yang
belum memadai, penyebaran sarana kesehatan yang terpusat di wilayah tertentu saja. Untuk saat ini salah
satu program yang dilakukan pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat dibidang kesehatan dengan
membuat program baru pemerintah yaitu asuransi kesehatan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)
Kesehatan. Dasar hukum BPJS Kesehatan sebagai berikut, Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), BPJS Kesehatan sebagai Badan Pelaksana merupakan badan
hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat
Indonesia. Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh
manfaan pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang
diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
Klaim asuransi BPJS Kesehatan adalah pengajuan pembiayaan oleh pasien BPJS Kesehatan yang
dilakukan oleh rumah sakit. Klaim dari biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh peserta dari asuransi BPJS
Kesehatan biasanya telah secara otomatis dilakukan oleh rumah sakit maupun fasilitas kesehatan yang
telah ditunjuk oleh asuransi BPJS Kesehatan. Sehingga peserta biasanya tidak bisa mengajukan sendiri
klaim pada BPJS Kesehatan. Proses klaim pembiayaan asuransi BPJS Kesehatan Sesuai dengan Peraturan
Presiden Nomor (2013h,12) tentang Jaminan Kesehatan, pembayaran di tingkat lanjut akan menggunakan
sistem pembayaran INA CBG. Didalam aplikasi ini sudah terhitung berapa jumalah paket tagihan setiap
penyakit termasuk obat, kamar perawatan, biaya dokter dan biaya lain-lain yang dikeluarkan oleh rumah sakit
dan nantinya akan dimintakan dengan pengajuan klaim kepada pihak BPJS Kesehatan. Sistem Indonesian
CaseBase Groups (INA-CBGs) Merupakan sebuah singkatan dari Indonesia Case Base Groups yaitusebuah
aplikasi yang digunakan rumah sakit untuk mengajukan klaim pada pemerintah. Menurut kepala Dinas
kesehatan DKI Jakarta, Dien Emmawati, INA-CBG merupakan sistem pembayaran dengan sistem “paket”,
berdasarkan penyakit yang diderita pasien. Arti dari Case Base Groups (CBG) itu sendiri, adalah cara
pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosisdiagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama. Rumah
sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok
diagnosis.
Agar pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional BPJS kesehatan ini berjalan dengan tertib
dan sesuai harapan, Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan membuat Petunjuk Teknis Verifikasi Klaim.
Petunjuk Teknis Verifikasi Klaim ini disusun dengan tujuan untuk dapat menjadi acuan bagi Verifikator
BPJS Kesehatan maupun bagi Fasilitas Kesehatan dalam rangka menjaga mutu layanan dan efisiensi biaya
pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan. Petunjuk Teknis Verifikasi Klaim berisikan beberapa
persyaratan yang wajib dibawa oleh pesertayang akan datang berobat diantara nya Surat Eligibilitas Peserta
(SEP). SEP sebagai dokumen yang menyatakan bahwa peserta dirawat dengan biaya BPJS Kesehatan Bukti
pelayanan yang mencantumkan diagnosa dan prosedur serta ditandatangani oleh Dokter Penanggung Jawab
Pasien (DPJP).
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan namun setiap program pasti ada masalah salah satunya
mengenai proses klaim biaya BPJS Kesehatan yang dilakukan rumah sakit. Permasalahan yang di temukan
terkait dengan adanya klaim asuransi BPJS Kesehatan oleh rumah sakit diantaranya : (1) ketidak lengkapan
berkas klaim menjadi kendala dalam proses klaim. (2) ketidak sesuaian tindakan dengan diagnosa pasien.
(3) kesalahan penulisan tindakan dan diagnosa dan kelengkapan berkas pasien sering dijumpai. Untuk kasus
yang benar-benar tidak dapat diklaim kemungkinan rumah sakit melakukan kesalahan sangat kecil. Namun
kasus kegagalan klaim karena kurang lengkap persyaratan klaim masih sering dijumpai. meskipun setiap
bulan sering dijupai kelengkapan berkas yang tidak lengkap tetapi setiap bulan tetap serin terjadi ketidak
lengkapan berkas yang harus diklaim ulang. Dalam proses tersebut klaim dapat dilakukan dalam bulan
berikutnya, namun pengembalian keuangan rumah sakit akan terhambat juga beban kerja petugas akan
bertambah karena seharusnya hanya diklaim 1kali klaim harus diklaim kan ulang pada bulan berikutnya
untuk mengganti biaya yang telah dikeluarkan rumah sakit.
Perbaikan proses klaim adalah salah satu upaya agar proses klaim biaya BPJS Kesehatan dapat di
klaim tepat waktu dan dapat mengganti biaya yang telah dikeluaran rumah sakit dalam mengoperasionalkan
pembiayaan, sehingga tidak merugikan pihak yang terkait. Asuransi BPJS Kesehatan adalah pertanggungan
yang didalamnya terdapat perjanjian antara dua pihak yaitu pihak yang berkewajiban untuk membayar iuran
dan pihak lain yang berkewajiban memberikan jaminan pembiayaan kesehatan untuk berobat sesuai dengan
aturan yang telah ditetapkan. Untuk dapat menagguhkan pembiayaan kepada pihak asuransi BPJS Kesehatan
maka harus ada bukti jelas terkait keadaan pasien. Bukti tersebut dengan menyertakan rekam medis pasien
sehingga pembiayaan dapat dilakukan.
Berdasarkan uraian diatas mengenai klaim asuransi BPJS Kesehatan diperlukan kerja sama antara pasien,
rumah sakit serta pihak BPJS Kesehatan. Termasuk pihak rumah sakit yang harus teliti dalam proses klaim
dan penggunaan aplikasi Indonesian Case Base Groups (INA-CBG‟s). Untuk meminimalisir kesalahan
klaim perlu dilakukan evaluasi klaim. Evaluasi adalah proses penilaian dalam kinerja petugas (dalam hal
ini petugas klaim asuransi BPJS) Kesehatan, evaluasi dapat diartikan sebagai proses pengukuran akan
efektivitas strategi yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan rumah sakit. Data yang diperoleh dari hasil
pengukuran tersebut akan digunakan sebagai analisis situasi program berikutnya yang sebaiknya dilakukan
oleh rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk Mengetahui alur pelaksanaan pelayanan kaim asuransi
BPJS Kesehatan dan mengevaluasi hambatan dan penyebab kegagalan klaim asuransi BPJS di Rumah Sakit
Universitas Muhammadiyah Malang (RS-UMM).
METODE
A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, menggunakan rancangan penelitian deskiptif. Rancangan penelitian
deskriptif merupakan rancangan penelitian yang bertujuan untuk memberikan deskripsi dengan
maksud untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti dari sumber data kuantitaif yang telah dibuat.
Rancangan penelitian deskripsi adalah tidak menyatakan adanya hubungan sebab akibat serta tidak
terlalu kompleks, karena biasanya ditujukan untuk meneliti variabel atau populasi tunggal. Sedangkan
fokus penelitian disini meliputi :
1. Berkas rekam medis pasien rawat Inap pasien laki-laki maupun perempun yang menjadi peserta
asuransi BPJS Kesehatan di rumah sakit Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Berkas klaim yang telah dikembalikan oleh pihak BPJS untuk diklaim ulang atau yangtidak dapat
diklaim oleh rumah sakit karena persyaratan tidak atau belum terpenuhi.
3. Mencatat sebab kegagalan klaim yang telah dikembalikan oleh pihak BPJS
HASIL
Dari hasil penelitian diperoleh data jumlah pasien BPJS Kesehatan Rawat Inap di Rumah Sakit Universitas
Muhammadiyah Malang (RS-UMM) pada bulan Januari 2016 sebesar 214 pasien, Februari 2016 361 pasien
Maret 2016 sebesar 431 pasien dan April 2016 sebesar 403 pasien.
Tabel 1. Prosentase berkas klaim yang dikembalikan oleh pihak BPJS bulan Januari – April 2016
Jumlah
Keterangan Berkas
Januari Februari Maret April
Berdasarkan data yang telah didapatkan oleh peneliti selama dilapangan selama 4 bulan total berkas
klaim yang dikembalikan oleh pihak BPJS Kesehatan sebanyak 65 berkas, dengan perincian pada bulan
Januari data yang kembali yaitu sebesar 5 berkas, Februari 22 berkas, Maret 22 berkas April 15 berkas. Data
tersebut meliputi data berkas klaim yang harus dilengkapi yaitu sebesar 38 berkas, yang harus direvisi 25
berkas dan yang tidak dapat diklaim karena tidak layak klaim sebesar 2 berkas.
2 berkas tidak
layak klaim 3,08%
24 berkas harus direvisi
38 ,40%
37 bekas yang
harus dilengkapi
58%
Total berkas pengajuan klaim rawat inap Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Malang (RS-UMM)
sebesar 1011 berkas yang lolos klaim sebanyak 948 atau 93,7% sedangkan yang dikembalikan oleh pihak
BPJS sebesar 63 berkas atau 5,3% dengan rincian 2,3 % harus direvisi ulang, 3% karena berkas harus
dilengkapi dan 0,2% tidak dapat diklaim (Gambar 1).
PEMBAHASAN
Dari data pasien BPJS Kesehatan rawat inap di rumah sakit Universitas Muhammadiyah Malang dapat
ditarik hasil bahwa seluruh pasieh yang diajukan klaim sebesar 1011 berkas klaim dimana jumlah tersebut
adalah jumlah keseluruhan pasien BPJS rawat inap di Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Malang
periode januari sampai dengan april 2016. Apabila berkas tersebut sudah dikirim kepada pihak BPJS maka
pihak rumah sakit akan mendapatkan respon atas berkas tersebut layak klaim atau kurang lengkap dalam
waktu kurang lebih 14 hari setelah pengajuan klaim. Apabila berkas klaim dirasa oleh pihak BPJS Kesehatan
belum memenuhi syarat maka berkas klaim tersebut dikembalikan oleh pihak BPJS Kepada pihak rumah
sakit. Dari penelitian yang telah peneliti lakukan selama periode bulan januari 2016 sampai dengan bulan
april 2016. Setiap bulan dari berkas klaim yang dikirim oleh pihak rumah sakit yaitu :
1. Januari total berkas klaim 214, yang dikembalikan 5, prosentase sebesar 2,32%.
2. Februari total berkas klaim 361,yang dikembalikan 22 berkas, prosentase sebesar 6,09%.
3. Maret total berkas klaim 431, yang dikembalikan 22 berkas, prosentase sebesar 5,1%.
4. April total berkas klaim 403, yang dikembalikan 15 berkas, prosentase sebesar 3,72%.
Dari hasil penelitian tersebut data yang paling banyak dikembalikan oleh pihak BPJS disebabkan 58%
berkas dikarenakan harus dilengkapi seperti kelengkapan resume medis, lembar operasi, lembar transfusi dan
kelengkapan lain. 38,4% berkas harus direvisi dikarenakan kesalahan-kesalahan diagnosis atau kesalahan
kode diagnosis yang sering terjadi. Kesalahan yang harus direvisi oleh pihak Rumah sakit atau kelengkapan
berkas akan menunda proses penggantian dana yang berasal dari BPJS. Dan 2 berkas yang tidak dapat
diklaim karena kasus hamil tidak diperbolehkan pemberian SKDP (surat keterangan dalam perawatan).
Sehingga apabila pasien telah menganggap biaya dibebankan oleh BPJS dan rumah sakit menganggap biaya
pengobatan pasien dapat menggunakan asuransi BPJS Kesehatan pasien tidak dikenakan tagihan oleh rumah
sakit. Apabila saat proses klaim
berkas pasien tersebut benar tidak dapat diklaim maka penanggungan biaya pasien tersebut ditanggung
oleh rumah sakit bukan ditanggung pihak BPJS Kesehatan. Dari ketiga penyebab pengembalian berkas klaim
tersebut sama-sama menghambat dana yang dikeluarkan oleh pihak BPJS. Dari segi beban kerja tentu hal
tersebut juga akan menambah beban kerja petugas yang berkaitan, petugas harus mengkode ulang, petugas
harus menambah kelengkapan sehingga petugas dapat bekerja 2 kali. Untuk berkas klaim yang tidak dapat
diklaim dan biaya yang harus ditanggung oleh rumah sakit sebesar 0,55% untuk periode Februari. Meskipun
hal tersebut sudah menjadi konsekuensi rumah sakit.
Gambar 2. Prosentasi berkas klaim yang lolos dan dikembalikan oleh pihak BPJS
periode Januari-April 2016
Berkas klaim BPJS rawat inap yang dikembalikan oleh pihak BPJS Kesehatan pada bulan januari sebesar
0,46%. Pada bulan februari berkas klaim yang di revisi naik menjadi 3,88%. Namun pada bulan maret turun
menjadi 1,62% dan pada bulan april turun lagi menjadi 0,43%. Dengan rata-rata menjadi 1,6%. Pada berkas
klaim yang harus dilengkapi pada bulan januari 1,87%. Selanjutnya pada bulan februari turun menjadi1,66%
namun setelah bulan maret naik menjadi 3,22% dan pada bulan april stabil 3,22% (Gambar 2). Untuk berkas
klaim yang gagal klaim karena tidak layak untuk klaim pada bulan januari prosentase 0%, pada bulan februari
0,55%. Dan selanjutnya untuk bulan maret dan april tetap 0%. Prosentase ini sangat menentukan besarnya
kerugian rumah sakit karena apabila berkas yang diajukan rumah sakit untuk mengajukan klaim tidak dapat
diklaim kan maka rumah sakit akan menaanggung biaya pasien tersebut.
b. Peluang untuk berkas klaim harus direvisi ulang setiap bulan selalu ada. Sebagaimana telah
disajikan dalam pembahasan diatas, jika demikian maka petugas berpotensi untuk bekerja dengan
berkas klaim yang sama dua kali.
c. Peluang untuk berkas klaim yang sama sekali tidak dapat diklaim sangar kecil yaitu 0,55% atau dua
berkas dalam periode 1bulan dengan total berkas 361. Meskipun demikin rumah sakit berpotensi
untuk mengalami kerugian karena pasien tidak dipungut pembiayaan sedangkan rumah sakit juga
tidak mendapatkan dana klaim yang diajukan.
d. Berdasarkan hasil wawancara kami kepada petugas koding rumah sakit Universitas Muhammadiyah
Malang secara keseluruhan hambatan kelengkapan atau kesalahan saat proses klaim dapat
terselesaikan dalam kurun waktu 20 hari. Hambatan tidak dikatakan spesifik dikarenakan dalam
setiap proses klaim memiliki permasalahan yang tidak sama. Namun secara keseluruhan karena
proses pengawasan atau pengendalian yang terkadang terlewatkan. Penghambat proses klaim
selama rumah sakit Universitas Muhammadiyah Malang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
tidak lebih kurang dari 15%.
2. Penyebab Berkas Klaim Dikembalikan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah peneliti olah maka penyebab berkas klaim dikembalikan
dikarenakan persyaratan klaim yang diwajibkan pihak BPJS Kesehatan belum dipenuhi oleh rumah
sakit. Persyaratn yang belum terpenuhi dari 3 aspek yaitu karena berkas yang diklaim belum lengkap
secara administrasi. Hal ini dibuktikan dengan hasil prosentase selama bulan Januari sampai dengan
April 2016 sebanyak 3%. Untuk berkas yang harus direvisi karena kesalahan kodefikasi penyakit atau
tindakan yang tidak sesuai dengan terapi yaitu 2,3 %.
Sedangkan untuk yang benar-benar gagal dan menjadi kerugian rumah sakit yaitu 2,3 %. Berdasarkan
wawancara kepada petugas kemungkinan lain bisa disebabkan karena kasus KLL (Kecelakaan Lalu
Lintas). Pasien KLL yang terdaftar menjadi anggota BPJS Kesehatan, ketika pasien tidak diminta oleh
pihak rumah sakit untuk meminta garansi latter (garansi yang dikeluarkan oleh pihak jasa raharja) dan
pasien tetap dilayani oleh Rumah sakit dengan menggunakan kartu BPJS, maka ketika klaim kepaa
pihak BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan tidak menanggung biaya klaim pasien tersebut dan berkas
klaim akan otomatis dikembalikan oleh pihak BPJS Kesehatan. Hal itu tentu menjadi pembiayaan/
kerugian rumah sakit.
3. Pemecahan Masalah
Tujuan diadakannya program BPJS kesehatan menurut amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), BPJS Kesehatan sebagai Badan Pelaksana
merupakan badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan
bagi seluruh rakyat Indonesia. Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar
peserta memperoleh manfaan pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar
oleh pemerintah. Dari iuran tersebut atau dari dana dari pemerintah tersebut pihak BPJS Kesehatan
yang dipercayakan untuk menanggung biaya pengobatan anggotanya apabila digunakan. Namun
tidak semua penyakit atau pengobatan dapat diklaimkan kepada pihak BPJS Kesehatan sesuai dengan
kebijakan internal BPJS. Berkas klaim juga harus lengkap dan ada bukti yang cukup untuk pengajuan
klaim. Terkait dengan berkas klaim yang dikembalikan oleh BPJS Karena harus direvisi, dilengkapi
atau memang benar tidak dapat diklaim karena tidak memenuhi kriteria klaim maka rumah sakit harus
lebih melakukan pengawasan agar kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh kelalaian petugas baik
dokter / petugas medis maupun non medis yang kelengkapannya diperlukan untuk proses klaim agar
proses klaim dapat dilakukan dengan lancar sehingga biaya untuk operasional rumah sakit juga dapat
dibayarkan oleh pihak BPJS Kesehatan dan tidak merugikan rumah sakit.
Pengajuan klaim BPJS Kesehatan tidak mudah diantaranya adanya aturan-aturan internal dari
pihak BPJS dengan kebijakan-kebijakan tertentu tidak semua pengobatan ditanggung oleh BPJS
Kesehatan. oleh sebab itu rumah sakit harus dapat menganalisa setiap pasien yang datang berobat
menggunakan Asuransi BPJS Kesehatan apakah pengobatannya dapat ditanggung oleh pihak BPJS
atau tidak. Jika terjadi ketidak lengkapan berkas atau kesalahan dalam melengkapi berkas pihak BPJS
akan mengembalikan berkas klaim dari rumah sakit tersebut untuk dilengkapi. Dari penelitian yang
telah peneliti lakukan di rumah sakit Universitas Muhammadiyah Malang periode Januari sampai April
2016 berkas yang paling sering dikembalikan oleh BPJS adalah berkas yang kurang lengkap sebesar
58%, 38,4% karena kesalahan penulisan atau kesalahan dari pihak petugas rumah sakit dan 3,8%
karena berkas tersebut tidak layak klaim. Namun jika prosentase dibandingkan berkas lolos proses
pengajuan klaim rawat inap RS Universitas Muhammadiyah Malang sebesar 1011 berkas yang lolos
klaim sebanyak 948 atau 93,7% sedangkan yang dikembalikan oleh pihak BPJS sebesar 63 berkas
atau 5,3% dengan rincian 2,3 % harus direvisi ulang, 3% karena berkas harus dilengkapi dan 0,2%
tidak dapat diklaim. Kesalahan paling banyak yaitu berkas harus dilengkapi. Sedangkan kesalahan
terbesar periode Januari-April 2016 yaitu pada bulan Februari 2016 sebesar 3,9% dalam perhitungan
prosentase satu bulan diantaranya kesalahan memberikan kode diagnosis pasien, kode tindakan yang
kurang spesifik atau kesalahan input data oleh petugas. Unruk kemungkinan berkas yang tidak layak
klaim pernah ada pada bulan Februari sebesar 0,55%. Meskipun kerugian tidak besar tetapi tetap
pembiayaan pasien ditanggung sendiri oleh pihak rumah sakit dan hal tersebut tetap dikategorikan
tidak menguntungkan rumah sakit secara keuangan.
DAFTAR PUSTAKA
Hayt, Emanuel and Hayt, Jonatha.1964. Legal Aspect of Medical Record. Illinois: Physician‟s Record
Company.
Huffman, Edna. 1994. Healt nformation Management, Edisi 10. Berwyn KBBI.(2015) Kesehatan. Diakses
tanggal 10 april 2016. http://kbbi.web.id/sehat
Mboi, Nafsiah. 2014. Tentang Petunjuk Teknis Sistem Indonesian Case Base Group(INA-CBGs).
Jakarta:Depkes 2014.
Lerbin.1992 Dalam Hadi.2007.Pengertian Wawancara.
Moh. Nazir. 1988. Metode Penelitian Jakarta: Ghalia Indonesia
Permenkes nomor 269 tahun 2008 – rekam medic(homepae on the internet) Avaliable from: http://
www.apikes.com/files/permenkes-no-269tahun2008.pdf
Physician Record co.1994 (home page on the internet) Avaliable from: http://digilib.ui.ac.id/opac/themes/
libriz/detail.jps
R Hatta, Gemala 1986 “ Peranan Rekam Medis/kesehatan (Medical Record) dalam hukumkedokteran”.
Makalah disampaikan dalam kongres PERHUKI 1, Tanggal 8-9 Agustus1986 di Jakarta: PERHUKI
Rachmatullah, Hadi.( 2013). Kesehatan diakses 18 april 2016. http://hadiway.co.ic/2013/03/definisi_
sehat_9html
Menkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan
Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Sugiono. 2014. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&B. Bandung : Alfabeta.
Satori, Djaman and Aan Khomariah. 2011. Teknik Pengumpulan Data. Jakarta: Salemba Empat.
PENGEMBANGANPERANGKAT LUNAK
UNTUK MEMANTAU KEMAJUAN PERSALINAN
1
AKBID Citra Medika Surakarta, anick_yo@ymail.com
2
AKBID Citra Medika Surakarta, faridajihan45@yahoo.co.id
3
APIKES Citra Medika Surakarta, papa_lucky01@yahoo.com
ABSTRAK
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin, plasenta dan cairan ketuban) dari uterus ke
dunia luar melalui jalan lahir atau jalan lain dengan bantuan orang lain atau dengan kekuatan ibu sendiri.
Selama fase persalinan, semua asuhan, pengamatan dan pemeriksaan harus dicatat oleh bidan yang menolong
persalinan. Metode saat ini yang digunakan oleh bidan dalam memantau kemajuan persalinan adalah
dengan menggunakan partograf secara manual. Proses pemantauan dilakukan dengan cara menuliskan
data-data hasil pemeriksaan ke dalam tabel-tabel yang ada di partograf. Selanjutnya untuk mengetahui
data-data pemeriksaan ibu hamil normal atau tidak dilakukan dengan melihat standar data yang ada di
dalam partograf. Oleh karena bidan sangat kesulitan dalam pengisian partograf. Bidan juga kesulitan dalam
memantau kemajuan persalinan dan kesulitan dalam membuat keputusan. Penelitian yang dilakukan bertujuan
mengembangkanaplikasi pemantau kemajuan persalinan.Penelitian ini meliputi 2 (dua) hal pokok. Pertama
adalah pengembangan aplikasi untuk pengelolaan data rekam medis ibu hamil. Kedua adalahpengembangan
aplikasik untuk memantau kemajuan persalinan ibuhamilmenggunakan Support Vektor Machine (SVM).
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menyediakan alat bantu bagi bidan dalam memantaukemajuan
persalinan secara otomatis.
Kata Kunci: Bidan, Partograf, Persalinan, SVM.
ABSTRACT
Maternity is the process of removing the results of conception (fetus, placenta and amniotic fluid)
from the uterus to the outside world through the birth canal or other path with the help or by the mother’s
own strength. During the maternity phase, all care, observation and examination should be recorded by
midwives who help maternity process. The current method used by midwife in monitoring maternity process
is partograph manually. Monitoring process is done by writing data of examination results into tables
on the partograph.Then, to find out data of pregnant women normal examination or not, done by looking
at standard data in partograph. Therefore, midwives are very difficult in filling partograf. Midwives also
have difficulty monitoring maternity process and difficulty in making decisions.The objective of the study
was to develop a monitoring application for the progress of maternity process. This research consists of 2
(two) main points. The first is the development of applications for data management of maternity medical
records. The second is developing applications to monitor the progress of maternity process using Support
Vector Machine (SVM). The results of this study are expected to provide a tool for midwives in monitoring
the progress of maternity process automatically.
Keywords: Midwife, Partograph, Maternity, SVM.
PENDAHULUAN
Pada tahun 2010 diketahui bahwa sekitar 287.000 ibu diperkirakan meninggal diseluruh dunia,
kenyataannya terjadi kematian bayi sebanyak 2,9 juta pada tahun 2011 pada empat minggu pertama setelah
lahir, dan sebagian besar terjadi di negara berkembang (Blank, 2013). Salah satu upaya untuk menurunkan
Angka Kematian Ibu dan meningkatkan kesehatan ibu dan anak adalah cakupan pertolongan persalinan oleh
bidan atau tenaga kesehatan. Penelitian dari Blank telah menunjukkan bahkan petugas kesehatan terlatih
sering tidak melakukan tugasnya secara maksimal sesuai dengan kemampuan mereka. Petugas kesehatan
(bidan) tidak menerapkan kemampuan yang dimiliki dalam memberikan pelayanan kesehatan, khususnya
dalam perawatan ibu, mengamati tanda-tanda kegawatan dan mengambil tindakan yang tepat dan cepat dalam
mengantisipasi keadaan yang terjadi (Blank, 2013). Salah satu kompetensi bidan adalah memberikan asuhan
bermutu yang tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, mempimpin persalinan yang
bersih, dan aman, menangani situasi kegawatdarutan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan
bayi baru lahirnya, salah satunya melalui pemantauan kemajuan persalinan normal menggunakan partograf
(Setiawan, 2010).
Partograf adalah alat yang dirancang untuk memberikan gambaran terus menerus pada tenaga kerja
dan telah terbukti meningkatkan hasil bila digunakan untuk memonitor dan pengelolaan persalinan oleh
tenaga kesehatan (Yisma, Dessalegn, Astatkie, Fesseha, 2013).Partograf dapat digunakan untuk memantau
kemajuan persalinan kala satu persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik. Pengisian sesuai
dengan isian lembar partograf. Dengan partograf tenaga kesehatan dapat memastikan bahwa ibu dan janin
mendapat asuhan yang aman, adekuat, dan tepat waktu serta membantu mencegah terjadinya penyulit yang
dapat mengancam keselamatan jiwa ibu dan janin (Depkes, 2008).
Menurut Moxey, beberapa kekurangan dalam penerapan program partograf elektronik diantaranya
adalah partograf tidak mendeteksi semua masalah kesehatan yang kompleks sehingga petugas kesehatan bisa
saja tidak mengikuti petunjuk yang diberikan oleh sistem, hal tersebut bisa menyebabkan petugas kesehatan
memalsukan data dalam melakukan pendokumentasian, karena tidak semua intervensi yang diberitahukan
melalui sistem dilakukan oleh petugas kesehatan. Faktor lain adalah dari segi biaya yang cukup tinggi untuk
menerapkan partograf elektronik karena selain penyediaan komputer atau laptop dan sistem yang telah
disesuaikan dengan pedoman WHO, sebelum menerapkan partograf elektronik petugas kesehatan yang akan
bertugas untuk menggunakan program partograf elektronik harus mendapatkan pelatihan khusus mengenai
program tersebut. Faktor lain yang penting adalah, tidak adanya dokumentasi tertulis tentang pemeriksaan
antenatal yang dipegang oleh pasien selama kunjungan, sementara itu bukti tertulis merupakan dokumen
penting bagi ibu hamil.
Metode saat ini yang digunakan oleh bidan dalam memantau hasil pemeriksaan ibu yang akan melakukan
persalinan adalah dengan menggunakan partograf secara manual. Dengan cara menuliskan data-data hasil
pemeriksaan ke dalam tabel-tabel yang ada di partograf. Selanjutnya untuk mengetahui data-data pemeriksaan
ibu hamil normal atau tidak dilakukan dengan melihat standar data yang ada di partograf. Oleh karena bidan
sangat kesulitan dalam pengisian partograf. Bidan juga kesulitan dalam memantau kemajuan persalinan dan
kesulitan dalam membuat keputusan. Permasalahan lainnya adalah bidan kesulitan dalam pendokumentasian
data rekam medis ibu hamil. Jika lembar partograf hilang data dari perkembangan kemajuan persalinan
tidak bisa dilacak.
Penelitan yang dilakukan bertujuan mengembangkan perangkat lunak untuk memantau kemajuan
persalinan sebagai alat bantu bagi bidan dalam mengambil keputusan jika terjadi faktor penyulit persalinan.
Perangkat lunak yang dikembangkan meliputi pencatatan data rekam medis ibu hamil, pendeteksian status
kesehatan ibu secata otomatis, dan tampilan grafik perkembangan data hasil pemeriksaan ibu antara lain grafik
pembukaan serviks, kontraksi uterus, nadi, tekanan darah, suhu dan urine. Penelitian ini meliputi 2 (dua)
hal pokok. Pertama adalah pengembangan perangkat lunak untuk pengelolaan data rekam medis ibu hamil.
Kedua adalah pengembangan perangkat lunak untuk memantau perkembangan persalinan secara otomatis.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menyediakan alat bantu bagi bidan dan tenaga kesehatan dalam
pemantauan kemajuan persalinan, serta memudahkan dalam pengambilan keputusan jika terjadi keadaan
darurat selama proses persalinan.
METODE
Perangkat lunak untuk memantau kemajuan persalinanyang dikembangkan dapat melakukan deteksi
status kesehatan ibu dengan menggunakan sistem cerdas. Metode yang digunakan adalah deteksi status
ketidaknormalan berdasarkan kontraksi uterus, nadi, tekanan darah, suhu dan urine menggunakan Support
Vector Machine yang jarang dilakukan oleh peneliti lainnya, sehingga setiap pemeriksaan ibu,langsung dapat
mengetahui status kesehatannya, sehingga bidan dapat mengambil keputusan dengan cepat jika terjadi hal-
hal yang tidak diinginkan. Selain itu perangkat lunak yang dikembangkan terdapat pengelolaan data rekam
medis ibu yang berkesinambungan, sehingga data waktu ibu mulai merasakan gejala mau persalinan sampai
ibu melakukan persalinan dapat terdokumentasi dengan baik. Kontribusi lain adalah tampilan grafik untuk
memudahkan bidan dalam memantau perkembangan kemajuan persalinan yang meliputi grafik pembukaan
serviks, kontraksi uterus, nadi, tekanan darah, suhu dan urine secara otomatis.
Langkah-langkah dalam proses pengembangan perangkat lunak untuk memantau kemajuan persalinan
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengembangan basisdata untuk pengelolaan data rekam medis ibu hamil yang berkesinambungan,
sehingga data rekam medis ibu mulai dirawat sampai ibu selesai persalinan terdokumentasi dengan
baik, termasuk status dari perkembangan kesehatan ibu. Contoh dari form untuk pengelolaan data rekam
medis ibu hamil dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
b. Pengembangan metode deteksi status kesehatan ibu hamil dengan menggunakan sistem cerdas.
Metode yang digunakan adalah deteksi kesehatan ibu berdasarkan tekanan darah, nadi, konstraksi
uterus menggunakan Support Vector Machine. Adapun tahapan dari deteksi status kesehatan ibu dapat
dijelaskan seperti berikut:
1. Pengambilan Data Dari rumah Bersalin
Pengambilan data dilakukan di Rumah Bersalin. Data yang diambil meliputi data hasil pemeriksaan
ibu menjelang persalinan yang berupa data rekam medis ibu dan janin seperti yang ada pada
partograf manual.
2. Ekstraksi Fitur
Ekstraksi fitur adalah proses untuk mendapatkan informasi yang akurat agar dapat dilakukan proses
identifikasi (Muntasa, 2009) (Duda, 2000) (Sri, 2015). Fitur yang digunakan untuk deteksi status kesehatan
ibu meliputi: tekanan darah, nadi, konstraksi uterus. Fitur-fitur yang terpilih nantinya digunakan untuk
proses klasifikasi status kesehatan ibu yang meliputi : ibu hamil normal dan tidak normal.
3. Deteksi Status Kesehatan Ibu Menggunakan Support Vector Machine (SVM)
Pendeteksi status kesehatan ibu hamil dilakukan dengan melakukan proses klasifikasi. Salah satu
metode klasifikasi adalah Support Vector Machine (SVM) (Nugroho, 2003) (Sri,2015).Hasil dari
proses ini berupa nilai indeks dari fungsi keputusan yang terbesar yang menyatakan kelas dari data
pengujian. Jika kelas yang dihasilkan dari proses klasifikasi pengujian sama dengan kelas data
pengujian, maka pengenalan dinyatakan benar. Hasil akhirnya berupa ibu hamil normal dan tidak
normal, yang sesuai dengan nilai indeks dari fungsi keputusan yang menggunakan metode SVM.
Selain itu dapat juga mendeteksi setiap hasil pemeriksaan.
Ekstraksi Fitur
Klasifikasi
Hasil Deteksi :
Ibu Hamil Normal
Ibu Hamil Tidak Normal
Menghitung Akurasi
(1)
False positive rate (FPR) atau specificity adalah nilai yang menunjukkan tingkat kesalahan dalam
melakukan identifikasi yang diperoleh berdasarkan persamaan berikut
(2)
Sedangkan nilai yang menunjukkan keakuratan dari identifikasi (accuracy) diperoleh dari
persamaan berikut:
(3)
HASIL
Perangkat lunak pemantau kemajuan persalinanyang dirancang bertujuan untuk memudahkan bidan
dalam hal pencatatan data rekam medis ibu hamil, memantau perkembangan persalinan, dan dilengkapi
dengan tampilan grafik pemantauan data persalinan. Menu Utama dari aplikasi yang dikembangkan dapat
dilihat pada gambar 2di bawah ini.
Untuk pengelolaan data pemeriksaan persalinan dapat ditunjukkan pada gambar 3. Salah satu hasil dari
keputusan yang diambil secara otomatis oleh perangkat lunak pemantau kemajuan persalinandapat ditunjukkan
pada gambar 4. Sedangkan tampilan grafik untuk memudahkan bidan dalam memantau perkembangan
persalinan dapat dilihat pada gambar 5 dan 6.
PEMBAHASAN
Proses deteksi persalinan dilakukan per indicator, Indikator tersebut meliputi: denyut jantung, kontraksi,
pembukaan servik, suhu, volume urine dan tekanan darah, Jumlah data pelatihan untuk masing-masing
indicator adalah 40 data.. Data tersebut terdiri dari data 0 sampai 20 adalah data untuk indicator normal , 21
sampai 40 adalah data untuk indicator tidak normal. Ujicoba dilakukan dengan menggunakan 15 data testing.
Hasil dari ujicoba perangkat lunak pemantau kemajuan persalinanmenunjukkan rata-rata tingkat akurasi
setiap indicator adalah 95.7%. Hal ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan dapat mendeteksi
perkembangan persalinan dengan akurat.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa perangkat lunak pemantau
kemajuan persalinanyang dikembangkan dengan metode Support Vector Machine (SVM) terbukti mampu
digunakan sebagai model pemantau kemajuan persalinan secara cerdas. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata
nilai akurasi sebesar 95.7%.
REFERENSI
Arif Muntasa, Muhammad Hariadi, Mauridhy Hery Purnomo (2009), A new Formulation of Face Sketch
Multiple Features Detektion Using Pyramid Parameter Model dan Simultaneously Landmark Movement,
International Journal of Computer Science Network and security, Vol 9.
Blank, A., Prytherch, H., Kaltschmidt, J., Krings, A., Sukums, F., Mensah, N., Haefeli, W. E., (2013). Quality of prenatal
and maternal care: bridging the know-do gap” (QUALMAT study): an electronic clinical decision support system
for rural Sub-Saharan Africa. Medical Informatics and Decision Making 2013, 13:44.
Departemen Kesehatan RI (2008), Asuhan Persalianan Normal Dan Inisiasi Menyusui Dini. Jakarta
Duda, R., Hart, P., and Stork, D. (2000), “Pattern Clasiffication”, Second Edition. J. Wiley and Sons, Inc.
MathWorks, n.d., (2004) ‘Matlab: The Language of Technical Computing’, html page, viewed 25th th27
October 2004.
Moxey, A., Robertson, J., Newby, D., Hains, I., Williamson, M., Pearson, S. A. (2013). Computerized
clinical decision support for prescribing: provision does not guarantee uptake. J Am Med Inform Assoc
2010;17:25–33. doi:10.1197/jamia.M3170
Nugroho, A.S., Witarto, B.A., Handoko, D., (2003), Support Vector Machine – Teori dan Aplikasinya Dalam
Bioinformatika, Kuliah Umum Ilmu Komputer.com.
Saleha S, Satrianegara F. 2009. Organisasi dan manajemen pelayanan kesehatan serta kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika.
Setiawan. 2010. Etika kebidanan dan hukum kesehatan. Jakarta: Trans Info Medika
Sapartinah T. 2011. Panduan belajar soal partograf dalam ujian metode OSCE. Kendal: Akbid Pemkab Kendal
Sri Widodo, Wijiyanto, (2015), Software Development For Detecting Malaria Tropika On Blood Smears
Image Using Support Vector Machine, International Journal Of Engineering Sciences & Research
Technology (IJESRT), Vol 4, Issue 1, Januari 2015.
Widyastuti Y, Rahmawati A, Purnamaningrum Y. 2008. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya
ABSTRAK
Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan penyakit kronik yang serius di
Indonesia saat ini. Prevalensi penyakit diabetes meningkat karena terjadi perubahan gaya hidup, kenaikan
jumlah kalori yang dimakan, kurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya jumlah populasi manusia usia
lanjut. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan penerapan pengendalian penyakit Diabetes
Mellitus dengan rerata kadar gula darah. Penelitian ini menggunakan survey analitik dan wawancara secara
langsung kepada lima puluh pasien Diabetes Mellitus. Data-data tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam
tabel dan dilakukan analisis deskriptif. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa penerapan pengendalian
Diabetes Mellitus dengan rerata kadar gula darah, yaitu sebagian besar responden dengan penyerapan edukasi
baik sebesar 30 (60%) responden, sedangkan responden yang memiliki tingkat penyerapan kurang, yaitu
sebesar 20 (40%); responden memiliki tingkat pengaturan yang sesuai dengan anjuran tenaga kesehatan,
yaitu sebesar 32 (64%) responden, sedangkan responden yang memiliki pengaturan makan tidak sesuai, yaitu
sebesar 18 (36%); responden yang melakukan olahraga sebesar 34 (68%) dan 16 (32%) responden yang
tidak berolahraga serta responden tidak patuh melakukan pengobatan, yaitu sebesar 22 (44%), sedangkan
responden yang patuh melakukan pengobatan yaitu sebesar 28 (56%).
Kata Kunci: Diabetes Mellitus, pasien, pengendalian, rerata kadar gula darah
ABSTRACT
Diabetes is one of the most common diseases and serious chronic diseases in Indonesia today. The
prevalence of diabetes increases as a result of lifestyle changes, increased calorie intake, lack of physical
activity and an increasing number of elderly human populations. The purpose of this research is to know
the relationship of application of Diabetes Mellitus disease control with average blood sugar level. This
study used an analytical survey and interviews directly to fifty Diabetes Mellitus patients. The data are then
entered into the table and descriptive analysis. From this research, it is found that the application of Diabetes
Mellitus control with average blood sugar level, that is most of the respondents with the absorption of good
education is 30 (60%), while the respondent has less absorption rate, that is 20 (40%); the respondent has
the level of arrangement according to the recommendation of health worker, that is 32 (64%) respondent,
while the respondent having the meal arrangement is not suitable, that is equal to 18 (36%); of respondents
who exercised 34 (68%) and 16 (32%) respondents who did not exercise and respondents did not adhere
to treatment, that is equal to 22 (44%), whereas respondents who obediently did treatment that is equal to
28 (56%).
Keywords: Diabetes Mellitus, patient, controlling, glucose rate
PENDAHULUAN
Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan penyakit kronik yang serius di
Indonesia saat ini. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Gustaviani, 2006).
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan
beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (Gustaviani, 2006). World
health organization (WHO) merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam
satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema
anatomic dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana terjadi defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin (Gustaviani, 2006).
Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe 2) adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan
gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin yang
terjadi melalui 3 cara yaitu rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus,zat kimia,dll),
penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas, atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.
Penderita diabetes melitus biasanya mengeluhkan gejala khas seperti poliphagia (banyak makan), polidipsia
(banyak minum), poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari) nafsu makan bertambah namun
berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu) mudah lelah, dan kesemutan. Kejadian
DM Tipe 2 lebih banyak terjadi pada wanita sebab wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh
yang lebih besar. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008 prevalensi DM di Indonesia
membesar hingga 57%. Peningkatan Kejadian Diabetes Melitus tipe 2 di timbulkan oleh faktor faktor seperti
riwayat diabetes melitus dalam keluarga, umur, Obesitas, tekanan darah tinggi, dyslipidemia, toleransi glukosa
terganggu, kurang aktivitas, riwayat DM pada kehamilan. Untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus
Tipe 2 yaitu ditemukan keluhan dan gejala yang khas dengan hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu
>200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl. Penatalaksanaan Diabetes Melitus dapat dilakukan dengan
pemilihan obat oral hiperglikemik dan insulin serta modifikasi gaya hidup seperti diet , dan olahraga teratur
untuk menghindari komplikasi seperti ketoasidosis diabetik, koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan
kemolakto asidosis, penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke, nefropati, diabetik retinopati (kebutaan),
neuropati dan ulkus diabetikum (Fatimah, 2015).
Setengah dari jumlah kasus Diabetes Melitus (DM) tidak terdiagnosa karena pada umumnya diabetes
tidak disertai gejala sampai terjadinya komplikasi. Prevalensi penyakit diabetes meningkat karena terjadi
perubahan gaya hidup, kenaikan jumlah kalori yang dimakan, kurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya
jumlah populasi manusia usia lanjut. Dengan makin majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat Indonesia
serta pelayanan kesehatan yang makin baik dan merata, diperkirakan tingkat kejadian penyakit diabetes
mellitus (DM) akan makin meningkat. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosio ekonomi.
Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia didapatkan prevalensi sebesar 1,5 – 2,3% pada penduduk
usia lebih besar dari 15 tahun. Pada suatu penelitian di Manado didapatkan prevalensi 6,1%. Penelitian di
Jakarta pada tahun 1993 menunjukkan prevalensi 5,7% (Indriyani, 2005).
Penyebab DMTipe II selain karena faktor genetic, juga terjadi akibat kegemukan, pola makan yang
salah, dan gaya hidup yang kurang sehat. Pengobatan Diabetes yang paling utama adalah mengubah gaya
hidup terutama mengatur pola makan yang sehat dan sehat. Selain itu manajemen diet, pendidikan kesehatan,
pemantauan gula darah, pengobatan,dan latihan fisik merupakan hal yang penting. Penerapan diet merupakan
salah satu komponen utama dalam keberhasilan penatalaksanaan Diabetes, akan tetapi sering kali merupakan
salah satu kendala pada pelayanan Diabetes karena dibutuhkan kepatuhan dan motivasi pasien. Hal ini dapat
menimbulkan kejenuhan dan stress karena harus menaati program diet yang dianjurkan selama hidupnya
(Widodo, 2012).
Melihat pola pertambahan penduduk saat ini diperkirakan pada tahun 2020 nanti aka nada sejumlah
178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi Diabetes Mellitus sebesar 2%
akan didapatkan 3,56 juta pasien Diabetes Mellitus, suatu jumlah yang besar untuk dapat ditangani sendiri
oleh para ahli Diabetes Mellitus. Oleh karena itu antisipasi untuk mencegah dan menanggulangi timbulnya
ledakan pasien DM ini harus sudah dimulai dari sekarang.
Untuk dapat melakukan penelitian dan penyuluhan, seorang peneliti dan penyuluh dengan sendirinya harus
benar-benar dapat memahami dan menyadari pentingnya Pendidikan Kesehatan DM serta mampu menyusun
serta menjelaskan materi penyuluhan yang hendak disampaikan kepada pasien. Dalam penyampaian materi
penyuluhan tersebut, fasilitator dapat memakai bermacam-macam sarana, seperti ceramah, seminar, diskusi
kelompok dan sebagainya. Semua itu bertujuan untuk mengubah periakal (knowledge), perirasa (attitude)
dan perilaku (behavior). Perubahan perilaku inilah yang paling sukar dilaksanakan (Hisyam dan Sari, 2014).
Penelitian dan penyuluhan diperlukan karena penyakit diabetes adalah penyakit yang berhubungan dengan
gaya hidup. Pengobatan diabetes memerlukan keseimbangan antara beberapa kegiatan yang merupakan bagian
integral dari kegiatan rutin sehari-hari seperti makan, tidur, bekerja dan lain-lain. Pengaturan jumlah serta
jenis makanan serta olahraga oleh pasien serta keluarganya. Berhasilnya pengobatan diabetes tergantung pada
kerja sama antara petugas kesehatan dengan pasien dan keluarganya. Pasien yang mempunyai pengetahuan
cukup tentang diabetes, kemudian selanjutnya mengubah perilakunya, akan dapat mengendalikan kondisi
penyakitnya sehingga ia dapat hidup lebih lama (Fatmawati, 2010).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan pasien Diabetes Mellitus dalam penerapan
pengendalian penyakit Diabetes Mellitus dan mengetahui hubungan penerapan pengendalian penyakit
Diabetes Mellitus dengan rerata kadar gula darah. Penelitian dan penyuluhan Diabetes Mellitus pada dasarnya
adalah supaya meningkatkan pengetahuan pasien terhadap penyakit yang dideritanya sehingga pasien
dapat mengendalikan penyakitnya dan mengontrol gula darah dalam keadaan mendekati normal dan dapat
mencegah komplikasi. Adapun tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan memberikan penyuluhan
DM menurut Rasdianah, dkk (2016) antara lain adalah :
1. Agar pasien dapat hidup lebih lama dalam kebahagiaan. Kualitas hidup sudah merupakan kebutuhan bagi seseorang,
bukan hanya kuantitas, seseorang yang bertahan hidup, tetapi dalam keadaan tidak sehat akan mengganggu
kebahagiaan dan kestabilan keluarga.
2. Untuk membantu pasien agar mereka dapat merawat dirinya sendiri, sehingga komplikasi yang mungkin timbul
dapat dikurangi, selain itu juga jumlah hari sakit dapat ditekan.
3. Agar pasien dapat berfungsi dan berperan sebaik-baiknya di dalam masyarakat.
4. Agar penderita dapat lebih produktif dan bermanfaat.
5. Menekan biaya perawatan baik yang dikeluarkan secara pribadi, keluarga ataupun secara nasional.
Sasaran langsung penyuluhan DM adalah pasien DM beserta keluarganya, tetapi untuk mencapai program
yang berdaya guna dan sekaligus berhasil guna, kita perlu menentukan sasaran tidak langsung yang terdiri
dari petugas kesehatan dan berbagai komunitas dimana pasien berada di dalam melakukan kegiatanyya
sehari-hari. Petugas kesehatan perlu secara berkesinambungan mendapat pendidikan cara menangani pasien
DM . Masalah di Indonesia yang juga menjadi masalah di negara-negara lain adalah kurangnya pengetahuan
dokter tentang pengobatan mutakhir Diabetes. Informasi terbaru tentang penanganan Diabetes sering terlambat
sampai kepada dokter, terutama mereka yang tinggal di kota kecil dan daerah terpencil (Awad, dkk, 2013).
Sasaran kedua adalah tim kesehatan / perawat yang bisa terdiri dari berbagai kalangan misalnya perawat,
ahli gizi, ahli fisioterapi, pekerja sosial bahkan perawat bedah dan ahli farmasi. Masing-masing anggota tim
berfungsi sesuai dengan keahlian yang dimilikinya dan kebutuhan pasien pada saat konsultasi. Di tingkat
rumah sakit tentunya tim tersebut akan dapat lebih lengkap, tetapi di Puskesmas, balai kesehatan masyarakat
atau praktek pribadi, keberadaan tim yang sederhana terdiri dari 2-3 orang sudah merupakan modal yang
sangat berharga. Di dalam pekerjaan sehari-hari, tentu saja tim ini harus bekerjasama dengan dokter. Sasaran
ketiga adalah orang-orang yang beraktivitas bersama-sama dengan pasien sehari-hari, baik di lingkungan
rumah ataupun lingkungan lain misalnya lingkungan tenpat bekerja, lingkungan sekolah dan lain-lain.
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang mudah dijangkau, karema di Indonesia pada umumnya
seseorang tinggal bersama-sama keluarganya. Lingkungan lain adalah lingkungan yang dapat berubah-
ubah, tergantung pada aktivitas pasien. Lebih sulit untuk mencapai komunitas ini bila dibandingkan dengan
keluarga, karena lebih bervariasi dan dengan tempat tinggal yang berbeda-beda pula (Setyaningrum, 2011).
Penyuluhan bagi kelompok komunitas ini sangat penting dan menjadi tanggung jawab dokter puskesmas,
walaupun demikian dokter praktek pribadi atau educator diabetes juga dapat berpartisipasi melakukan
penyuluhan bagi kelompok ini. Pendidikan bagi kelompok ini dapat dilakukan melaui media masa setempat,
brosur, leaflet atau bila tersedia dan dapat dilakukan tatap muka kelompok. Kelompok ini adalah kelompok
dalam pekerjaanya sehari-hari paling mungkin untuk kontak dengan pasien DM misalnya pemimpin
perusahaan yang ada kontak langsung dengan karyawan yang perlu mendapat penyuluhan sesuai dengan
pekerjaanya yang dilaksanakan sehari-hari mislanya guru, karyawan penerbangan, polisi, karyawan pemadan
kebakaran, karyawan rumah sakit, petugas yang bergerak di dalam bidang transportasi seperti misalnya
sopir angkutan umum, pramugari dan sebagainya. Dengan member penyuluhan Diabetes kepada kelompok
tersebut, diharapkan mereka dapat membantu seorang pasien Diabetes pada saat kedaruratan (Putri dan
Isfandiari, 2013).
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian observasional yang bersifat analitik yaitu penelitian
yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara variabel penelitian. Rancangan penelitian yang
digunakan adalah cross sectional yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengamati hubungan antara
faktor resiko terhadap akibat yang terjadi dalam bentuk penyakit atau keadaan (status) kesehatan
tertentu dalam waktu yang bersamaan (Noor, 2008). Wawancara dilakukan secara langsung kepada 50
pasien Diabetes Mellitus di Puskesmas Jaten II Plosokerep, Karanganganyar.
C. Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti meliputi : variabel bebas yaitu penerapan empat pilar pengendalian Diabetes
Mellitus (yang terdiri dari : penyerapan edukasi, pengaturan makan, olahraga dan kepatuhan pengobatan),
dan variabel terikat yaitu rerata kadar gula darah. Data primer didapatkan dengan wawancara dan
kuesioner. Data sekunder didapatkan dari rekam medis di Puskesamas Jaten II Plosokerep. Selanjutnya
dilakukan analisis deskriptif berdasarkan data yang didapatkan.
D. Instrumen Penelitian
1. Alat dan bahan
a. Alat
Alat pada penelitian ini adalah pedoman wawancara kepada responden.
b. Bahan
Bahan pada penelitian ini adalah daftar pertanyaan yang dususun dalam pedoman wawancara.
2. Prosedur kerja
Peneliti mendatangi masing-masing pasien DM, kemudian melakukan wawancara. Ketika
wawancara berlangsung, peneliti mencatat jawaban responden pada lembar jawaban yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Kegiatan ini berulang sampai dengan responden ke lima puluh di
bulan Januari 2018. Data yang didapatkan dari kegiatan wawancara kemudian dibahas dengan
menggunakan acuan studi kepustakaan.
3. Studi Kepustakaan
Teknik pengumpulan data dengan mencari bahan dari beberapa literatur yang ada relevansinya
dengan pokok permasalahan yang sedang dikaji.
HASIL
1. Distribusi Responden Berdasarkan Rerata Kadar Gula Darah di Puskesmas Jaten II, Plosokerep
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki rerata kadar gula darah normal
(<160mg/dl), yaitu sebesar 36 (72%) responden., dan sebanyak 14 (28%) responden mempunyai rata-rata
kadar gula darah tidak normal (>160 mg/dl). Distribusi ini berdasarkan hasil rata-rata kadar gula darah
responden selama 1 bulan (Januari 2018).
Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Distribusi penyerapan edukasi
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan baik, yaitu sebesar
30 (60%) responden, sedangkan responden yang memiliki tingkat penyerapan kurang, yaitu sebesar 20
(40%).
Hasil tabulasi silang penelitian tentang penyerapan edukasi diketahui bahwa sebagian besar responden
dengan penyerapan edukasi baik memiliki rerata kadar gula darah <160 mg/dl yaitu sebanyak 24 (48%).
Sebagian besar responden dengan penyerapan edukasi kurang baik memiliki rerata kadar gula <160 mg/
dl yaitu sebanyak 12 (24%).
2. Distribusi pengaturan makan
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden memiliki tingkat pengaturan yang sesuai
dengan anjuran tenaga kesehatan, yaitu sebesar 32 (64%) responde, sedangkan responden yang memiliki
pengaturan makan tidak sesuai, yaitu sebesar 18 (36%).
Hasil tabulasi silang tentang pengaturan makan yang diketahui bahwa sebagain besar responden dengan
pengaturan makan yang sesuai memiliki rerata kadar gula darah <160 mg/dl yaitu sebanyak 27 (54%).
Sebagian besar responden dengan pengaturan makan yang tidak sesuai memiliki rerata kadar gula ≥160
mg/dl yaitu sebanyak 10 (20%).
3. Distribusi olahraga
Hasil penelitian menunjukkan responden yang melakukan olahraga sebesar 34 (68%) dan 16 (32%)
responden yang tidak berolahraga.
Hasil penelitian ii tentang tabulasi silang kegiatan olahraga yang diketahui bahwa sebagian besar
responden melakukan olahraga memiliki rerata kadar gula darah <160 mg/dl yaitu sebanyak 27 (54%).
Sebagian besar responden dengan tidak melakukan olahraga memiliki rerata kadar gula darah ≥ 160
mg/dl yaitu sebayak 8 (16%).
4. Distribusi kepatuhan pengobatan
Hasil penelitian menunjukkan sebagaian besar responden tidak patuh melakukan pengobatan, yaitu
sebesar 22 (44%), sedangkan responden yang patuh melakukan pengobatan yaitu sebesar 28 (56%)
responden.
Hasil penelitian ini tentang tabukasu silang kepatuhan pengobatan yang diketahui bahwa sebagiab
besar responden dengan kepatuhan pengobatan yang baik memiliki rerata kadar gula darah < 160 mg/
dl sebanyak 22 (44%). Sebagian besar responden yang tidak patuh melakukan pengobatan memiliki
rerata kadar gula darah ≥ 160 mg/dl yaitu sebanyak 9 (18%).
Kepatuhan penderita adalah perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan untuk pengobatan
seperti diet, kebiasaan hidup sehat dan ketepatan berobat. Hal ini berkenaan dengan kemauan dan kemampuan
penderita untuk mengikuti cara hidup sehat yang berkaitan dengan nasehat, aturan pengobatan yang
ditetapkan, mengikuti jadwal pemeriksaan. Sangat sulit menilai tingkat kepatuhan penderita dalam mengikuti
anjuran dokter untuk dapat mengendalikan kadar glukosa darah, baik menyangkut jadwal minum obat
dan dosis, maupun pola hidup (pola makan, olahraga, dan lain-lain). Menurut data WHO (2013), tingkat
kepatuhan pengobatan pada penderita Diabetes Melitus dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya;
karakteristik pengobatan dan penyakit (kompleksitas terapi, durasi penyakit dan pemberian perawatan), faktor
intrapersonal (umur, gender, rasa percaya diri, stres, depresi dan penggunaan alkohol), faktor interpersonal
(kualitas hubungan pasien dengan penyedia layanan kesehatan dan dukungan sosial) dan faktor lingkungan
(situasi berisiko tinggi dan sistem lingkungan).
Pengobatan akan dapat berjalan dengan baik jika diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Namun masih banyak penderita penyakit Diabetes Melitus yang tidak
rutin dalam mengonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh dokter. Kebanyakan para penderita Diabetes
Melitus mengonsumsi obatobatan apabila merasakan keluhan saja. Hal tersebut bisa dimungkinkan karena
berbagai faktor seperti responden kurang mendapat informasi tentang upaya pengendalian glukosa darah
yang lengkap dan kepatuhan responden dalam melaksanakan anjuran yang diberikan dokter. Mengubah
aturan minum obat yang tidak sesuai dengan anjuran dokter dapat mengurangi efektivitas. Karena setiap
obat memiliki fungsi dan waktu kerja yang berbeda sehingga penggunaannya juga harus tepat sesuai aturan
agar obat bekerja secara efektif. Namun, apabila selama minum obat penderita merasakan keluhan, dapat
melakukan konsultasi kembali dengan dokter.
Pengobatan diabetes memerlukan waktu yang lama karena diabetes akan diderita seumur hidup dan
sangat kompleks karena membutuhkan pengobatan dan perubahan gaya hidup sehingga seringkali pasien
menjadi tidak patuh dan cenderung putus asa dengan program terapi yang lama, kompleks dan tidak
menghasilkan kesembuhan. Keteraturan pemeriksaan gula darah di pelayanan kesehatan yang dilakukan
oleh responden seringkali hanya sebatas untuk mengetahui perkembangan dari diabetes yang dialami dan
pemberian obat tanpa ada sikap atau langkah berkelanjutan untuk mengendalikannya. Selain itu, kurangnya
informasi atau konseling pada saat pemeriksaan bisa menjadi salah satu faktor belum efektifnya proses
pemeriksaan teratur terhadap pengaruhnya dalam pengendalian glukosa darah. Karena salah satu tujuan
dari dianjurkan pemeriksaan teratur yang dilakukan oleh penderita Diabetes Melitus adalah sebagai upaya
dalam deteksi dini terjadinya komplikasi serta upaya penanganan klinis yang baik.
KESIMPULAN
Hasil penelitian pada penerapan pengendalian Diabetes Mellitus dengan rerata kadar gula darah, yaitu
sebagian besar responden dengan penyerapan edukasi baik sebesar 30 (60%) responden, sedangkan responden
yang memiliki tingkat penyerapan kurang, yaitu sebesar 20 (40%); responden memiliki tingkat pengaturan
yang sesuai dengan anjuran tenaga kesehatan, yaitu sebesar 32 (64%) responden, sedangkan responden
yang memiliki pengaturan makan tidak sesuai, yaitu sebesar 18 (36%); responden yang melakukan olahraga
sebesar 34 (68%) dan 16 (32%) responden yang tidak berolahraga serta responden tidak patuh melakukan
pengobatan, yaitu sebesar 22 (44%), sedangkan responden yang patuh melakukan pengobatan yaitu sebesar
28 (56%) responden.
DAFTAR PUSTAKA
Awad, Nadyah; Langi, Yuanita A dan Pandelaki, Karel. 2013. “Gambaran Faktor Resiko Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Poliklinik Endokrin Bagian / SMF FK –UNSRAT RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado
Periode Mei 2011 – Oktober 2011”. Skripsi. Manado : Universitas Sam Ratulangi.
Fatimah, Restyana Noor. 2015. “Diabetes Melitus Tipe 2”. J Majority Volume 4 (5) : 99.
Fatmawati. 2010. “Faktor Resiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Pasien Rawat Jalan”. Skripsi. Semarang
:Universitas Negeri Semarang.
Gustaviani, R. 2006. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi IV. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran.
Hisyam, B dan Sari, N. 2014. “Hubungan Antara Diebetes Melitus Tipe II dengan Kejadian Gagal Ginjal
Kronik Di RS PKU Muhammadyah Yogyakarta Periode Januari 2011 –Oktober 2012”. JKKI Volume
6 (1).
Indriyani, S. 2005. “Gambaran Penggunaan Obat pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe-2 Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Umum Pusat Suradji Tirtonegoro Klaten. Skripsi. Surakarta : Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadyah.
Notoatmodjo, S. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Putri, Nurlaili dan Isfandiari, Muhammad. 2013. “Empat Pilar Pengendalian Diabetes Mellitus”. Jurnal
Berkala Epidemiologi Volume 1 (2) : 234-243.
Rasdianah, Nur; Martodiharjo, Suwaldi; Andayani, Tri M; dan Hakim, Lukman. 2016. “Gambaran Kepatuhan
Pengobatan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Daerah Istimewa Yogyakarta”. Jurnal Farmasi
Klinik Indonesia Volume 5 (4) : 249-257.
Setyaningrum, Dewi Endah. 2011. “Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Diabetes Melitus
Tipe II pada Usia Kurang Dari 45 Tahun di RSUD Tugurejo Semarang”. Skripsi. Semarang : Universitas
Dian Nuswantoro.
Widodo, Agus. 2012. ”Stress pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe -2 dalam Melaksanakan Program Diet di Klinik
Penyakit Dalam di RSUP Dr. Kariadi Semarang”. Medica Hospitalia Vol 1 (1) : 53-56.
ABSTRAK
Analisis kuantitatif untuk menilai kelengkapan dan keakuratan rekam medis pada pasien rawat inap.
Tujuan penelitian adalah Untuk mengetahui Gambaran hasil Analisis Kuantitatif terhadap pengisian berkas
rekam medis di ruangan bedah instalasi rawat inap RSUD Toto Kabila triwulan I tahun 2017. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan Juni tahun 2017 di RSUD Toto Kabila. Penelitian ini menggunakan analisis
deskriptif, yaitu mengambarkan Analisis Kuantitatif terhadap pengisian berkas rekam medis di ruangan
bedah instalasi rawat inap RSUD Toto Kabila Tahun 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
berkas rekam medis di ruangan Bedah Instalasi Rawat Inap RSUD Toto Kabila periode januari sampai
dengan maret Tahun 2017 yaitu berjumlah 207 berkas rekam medis.
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwah pada tahun 2017 triwulan I jumlah pengisian RM 30
identitas pasien terisi lengkap 52,7% sedangkan yang tidak terisi lengkap 47,3%, pengisian RM 30 Diagnosa
terisi lengkap 25,1% sedangkan yang tidak terisi lengkap 74,9%, Pengisian RM 1 informed consent terisi
lengkap 3.41% sedangkan yang tidak terisi lengkap 68.6 % , dan pada Pengisian RM 3.1 Anamnesa terisi
lengkap 0% sedangkan yang tidak terisi lengkap 100%.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpukan bahwa pengisian berkas rekam medis di
RSUD Toto Kabila belum memenuhi mutu pelayanan yang baik sesuai ketentuan PERMENKES RI No.269/
MENKES/ PER/III/2008, bahwa mutu Rekam medis akan mencerminkan baik tidaknya mutu pelayanan
disuatu rumah sakit.
Kata Kunci : Analisis Kuantitatif, Pengisian Berkas Rekas Medis.
PENDAHULUAN
Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi
sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna seperti penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat (WHO dalam Kurnia, 2016). Undang-
Undang Republik Indonesia No 44 Tahun 2009 tetang rumah sakit bahwa rumah sakit mempunyai kewajiban
memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan
kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit (UU No.24, 2009).
Rumah sakit merupakan suatu institusi perawatan kesehatan profesional yang pelayanannya disediakan
oleh dokter, perawat dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Dalam pelayanan rumah sakit menyangkut berbagai
fungsi pelayanan, pendidikan, dan penelitian serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin, agar
rumah sakit mampu melaksanakan fungsi yang profesional baik dibidang teknis medis maupun administrasi
kesehatan. Untuk menjalankan tugas tersebut perlu di dukung adanya unit-unit pembantu yang mempunyai
tugas spesifik, diantaranya adalah unit rekam medis (Budi, 2011).
Salah satu yang berperan aktif dalam suatu rumah sakit adalah bagian dari perekam medis atau disebut
dengan Medical Record. Untuk menentukan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah data atau
informasi dari rekam medis yang baik dan lengkap. Pelayanan rekam medis (RM) rawat jalan dimulai dari
Tempat pendaftaran sampai memperoleh dokumen rekam medis (RM) yang digunakan untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2006).
METODE
Penelitian ini adalah analisis deskriftif yang bertujuan untuk mengambarkan Analisis Kuantitatif terhadap
pengisian berkas rekam medis di ruangan bedah instalasi rawat inap RSUD Toto Kabila Tahun 2017. Variabel
dalam penelitian ini adalah Pengisian berkas rekam medis pada RM 30 Identitas pasien dan Diagnosa, RM
1 Informed consent dan RM 3.1 Anamnesa. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Toto Kabila Kabupaten
Bone Bolango Provinsi Gorontalo pada bulan Juni sampai dengan Juli Tahun 2017.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh berkas rekam medis di ruangan Bedah Instalasi Rawat Inap
RSUD Toto Kabila periode januari sampai dengan maret Tahun 2017 yaitu berjumlah 433 berkas rekam
medis. Sampel dalam penelitian adalah berkas rekam medis di ruangan Bedah Instalasi Rawat Inap RSUD.
Toto Kabila Tahun 2017 berjumlah 207 berkas rekam medis, dengan mengunakan analisis besar sampel
sebagai berikut :
n =
n =
n =
n =
n =
Keterangan :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d = tingkat kepercayaan (0,05)
(Notoatmodjo, 2005).
Alat pengumpul data Data primer yaitu data yang diperoleh dari subjek penelitian melalui pengambilan
data langsung pada berkas rekam medis sebagai sumber informasi dilapangan. Data sekunder, yaitu data
yang diperoleh dilapangan berupa buku Register ruangan bedah dari RSUD Toto Kabila Tahun 2017.
HASIL
1. Hasil Analisis Kuantitatif pengisian berkas rekam medis
a. Analisis Kuantitatif RM 30 Identitas Pasien
Tabel 1. Analisis Kuantitatif Berkas Rekam Medis RM 30 Identitas Pasien Instalasi Rawat Inap
di Ruangan Bedah RSUD Toto Kabila Triwulan I Tahun 2017
Berdasarkan tabel 1, dari 207 berkas rekam medis RM 30 identitas pasien, terdapat 109
berkas yang lengkap (52.7%) . dan yang tidak lengkap sebanyak 98 berkas (47.3%), dimana
keterangan ketidaklengkapan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Berdasarkan tabel 3, dari 207 berkas rekam medis RM 30 Diagnosa , terdapat 52 berkas yang
lengkap (25.1%). dan yang tidak lengkap 155 berkas (74.9%), dimana keterangan ketidaklengkapan
tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Berdasarkan tabel 4, dari 155 Berkas Rekam Medis pada triwulan pertama tahun 2017 yang
tidak terisi yaitu Diagnosa berjumlah 82 Berkas rekam medis (39.6%), dan Tidak Ada Lembar RM
30 berjumlah 73 (35.3%).
Berdasarkan tabel 5, dari 207 berkas rekam medis RM 1 Informed Consent, 65 berkas yang
lengkap (31.4%). dan yang tidak lengkap sebanyak 142 berkas rekam medis (68.6%), dimana
keterangan ketidaklengkapan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Berdasarkan tabel 6, dari 142 Berkas Rekam Medis pada triwulan pertama tahun 2017 yang
tidak terisi yaitu Nomor Telpon berjumlah 9 Berkas rekam medis (4.3%), Tanggal berjumlah 9
berkas rekam medis (4.3%), Tanggal dan Tanda Tangan Saksi berjumlah 98 berkas rekam medis
(47.3%), Nomor Telpon, Tanggal dan Tanda Tangan Saksi berjumlah 26 berkas rekam medis
(12.6%).
Berdasarkan tabel 7, dari 207 berkas rekam medisRM 3.1 Anamnesa, terdapat 0 berkas
yang lengkap (0%). dan yang tidak lengkap sebanyak 207 berkas rekam medis (100%), dimana
keterangan ketidaklengkapan sebanyak tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Berdasarkan tabel 8, dari 207 Berkas Rekam Medis pada triwulan pertama tahun 2017 yang tidak
terisi Kode ICD berjumlah 207 berkas rekam medis (100%).
2. Hasil Analisis kuantitatif pada berkas rekam medis yang tidak terdokumentasi dengan baik
Tabel 9. Analisis kuantitatif pada berkas rekam medis yang tidak terdokumentasi dengan baik
Dari hasil analisis kuantitatif pada lembar RM 30, RM 1 dan RM 3.1 pada berkas rekam medis
yang tidak terdokumentasi dengan baik yaitu RM 3.1 Anamnesa dengan jumlah berkas 207 dan
presentasinya 100%.
PEMBAHASAN
1. Lembar RM 30 Identitas Pasien
Data RM 30 identitas pasien dari 207 berkas berdasarkan hasil penelitian, yang lengkap 109
Berkas rekam medis presentase sebesar 52.7% , RM 30 Identitas Pasien dinyatakan lengkap karena
dalam berkas tersebut di isi lengkap oleh petugas rekam medis dan yang tidak lengkap 98 berkas rekam
medis presentase sebesar 47.3% yang tidak dituliskan oleh petugas rekam medis diantaranya nomor
rekam medis, nama pasien , jenis kelamin dan Tidak Ada lembar RM 30. Hal ini belum sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 269/MENKES/PER/III/2008 Pasal 3 tentang
isi rekam medis untuk pasien rawat inap sekurang-kurangnya memuat Identitas pasien yang mencakup
nama pasien, Nomor rekam medis dan jenis kelamin.
2. Lembar RM 30 Diagnosa
Data RM 30 Diagnosa dari 207 berkas berdasarkan hasil penelitian, yang lengkap 52 Berkas
rekam medis presentase sebesar 25.1%, berkas rekam medis pada RM 30 Diagnosa dinyatakan lengkap
karena dalam berkas tersebut di isi lengkap oleh Dokter yang merawat pasien dan yang dan yang
tidak lengkap 155 berkas rekam medis presentase sebesar 74.9% yang tidak terisi diantaranya Tidak
dituliskan Diagnosa oleh Dokter yang merawat pasien dan Tidak Ada lembar RM 30. Hal ini belum
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 269/MENKES/PER/III/2008
Pasal 3 tentang isi rekam medis untuk pasien rawat inap sekurang-kurangnya memuat Diagnosa yang
dituliskan oleh Dokter yang merawat pasien.
3. Lembar RM 1 Informed Consent
Data RM 1 Informed Consent dari 207 berkas berdasarkan hasil penelitian, yang lengkap 65
Berkas rekam medis Presentase sebesar 31.4%, RM 1 Informed Consent dinyatakan lengkap karena
dalam berkas tersebut di isi lengkap oleh petugas rekam medis dan Dokter yang merawat pasien.
RM 1 Informed Consent yang tidak lengkap 142 berkas rekam medis Presentase sebesar 68.6% yang
tidak terisi Nomor Telpon, Terisi Tanggal dan Tanda Tangan Saksi. Ini dikarenakan petugas rekam
medis dan Dokter yang tidak mengisi RM 1 Informed Consent dengan lengkap. Hal ini belum sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 269/MENKES/PER/III/2008 Pasal 3
tentang isi rekam medis untuk pasien rawat inap sekurang-kurangnya Persetujuan tindaka (Informed
Consent) bila perlu yang mencakup Nama Pasien, Nomor rekam medis, Diagnosa, Alamat, Tanggal,
Tanda Tangan Dokter, dan Tanda Tangan Saksi.
4. Lembar RM 3.1 Anamnesa
Data RM 3.1 Anamnesa dari 207 berkas berdasarkan hasil penelitian, yang lengkap 0 Berkas
rekam medis presentase sebesar 0% dan yang tidak lengkap 207 berkas rekam medis presentase
sebesar 100% yang tidak terisi yaitu Kode ICD, berkas rekam medis RM 3.1 Anamnesa dinyatakan
tidak lengkap karena pada berkas rekam medis tidak dituliskan Kode ICD pada setiap lembar oleh
petugas rekam medis. Hal ini belum sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
nomor 269/MENKES/PER/III/2008 Pasal 3 tentang isi rekam medis untuk pasien rawat inap sekurang-
kuranya memuat Hasil Anamnesa yang mencakup keluhan pasien, Riwayat penyakit pasien, Diagnosa
dan Kode ICD.
Dari hasil peneliti analisis kuantitatif, pengisian berkas rekam medis di RSUD Toto Kabila belum
memenuhi mutu pelayanan yang baik sesuai ketentuan PERMENKES RI No.269/MENKES/ PER/III/2008,
bahwa Rekam medis yang baik harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas. Karena mutu Rekam medis
akan mencerminkan baik tidaknya mutu pelayanan disuatu rumah sakit.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan penelitian yang berjudul, “Tinjauan Analisis kuantitatif terhadap pengisian
berkas rekam medis di ruangan bedah instalasi rawat inap RSUD Toto Kabila Triwulan I Tahun 2017” yang
telah disajikan pada Bab IV dan dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil Analisis kuantitatif lembar pada kategori :
a. RM 30 Identitas pasien, jumlah berkas yang diteliti pada triwulan I tahun 2017 sebanyak 207
berkas rekam medis yang terisi lengkap 52.7% . sedangkan yang tidak terisi lengkap 47,3 %.
b. RM 30 Diagnosa, jumlah berkas yang diteliti pada triwulan I tahun 2017 sebanyak 207 berkas
rekam medis yang terisi lengkap 25,1 % sedangkan yang tidak terisi lengkap 74,9%.
c. RM 1 Informed Consent, jumlah berkas yang diteliti pada triwulan I tahun 2017 sebanyak 207
berkas rekam medis yang terisi lengkap 3.41% sedangkan yang tidak terisi lengkap 68.6 %.
d. RM 3.1 Anamnesa, jumlah berkas yang diteliti pada triwulan I tahun 2017 sebanyak 207 berkas
rekam medis yang terisi lengkap 0% sedangkan yang tidak terisi lengkap 100%.
2. Analisis Kuantitatif pada berkas rekam medis yang tidak terdokumentasi dengan baik yaitu RM 3.1
Anamnesa dengan jumlah 207 berkas rekam medis dan presentasenya sebesar 100% tidak lengkap.
Jadi berdasarkan penelitian ini pengisian rekam medis di RSUD Toto Kabila masih belum sempurna
karena ada beberapa pengisian berkas yang tidak lengkap.
SARAN
1. Perlu adanya peningkatan pemahaman petugas rekam medis tentang SOP Analisis kelengkapan berkas
rekam medis di RSUD Toto Kabila, agar petugas rekam medis lebih memperhatikan dan menyadari
akan pentingnya kelengkapan berkas rekam medis.
2. Perlu memberikan pemahaman secara dalam tentang Analisis Kuantitatif terhadap pengisian berkas
rekam medis kepada petugas rekam medis agar petugas rekam medis lebih bertanggung jawab dalam
pengisian bekas rekam medis dan menyadari akan pentingnya kelengkapan berkas rekam medis.
DAFTAR PUSTAKA
Budi. 2011. Pengertian rumah sakit.
Departemen Kesehatan RI Direktorat Pelayanan Medik. 2006. Pedoman Pengelolaan Rekam Medis Rumah
Sakit Di Indonesia, Revisi II, Depkes, Jakarta.
Hidayah, Nurul. 2014. Tujuan Analisis Kuantitatif pada Rumah Sakit. http://ww w.Google.co.id/amp/s/
aepnurulhidayah.wordpress.com.
Hidayah, Nurul. 2015. Tujuan Primer dan Sekunder Rekam Medis. hidayat.wordpress.com
Hatta, Gemala R. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan Di Sarana Pelayanan Kesehatan. Edisi Revisi
, UIP, Jakarta 2011
Kurnia, N. 2016. Tinjauan Analisis Ketidaklengkapan Pengisian Berkas Rekam Medis Pasien Rawat Inap
Khususnya Pada Kasus Bedah Di Rsud Dr. R.M Djoelham Binjai Triwulan I Tahun 2016. Karya Tulis
Ilmiah. Medan: Akademi Perekam Medis Dan Informasi Kesehatan (Apikes) Imelda Medan. /images/
download /penelitia n/kti/.pdf
Laila. 2012. Definisi Ruangan Bedah.http://cutekeropi.blogspot.co.id/kamar-oper asiatauruangbedah.html
Mochi, Oktariani. 2015. Komponen Analisis Kuantitatif.http://googleweblight/?lite_url=http://oktarianimochi.
wordpress.coms/&ei
Notoatmojo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta
Permenkes RI. 2008 . Peraturan Menkes RI NO.269/MENKES/III/2008 tentang rekam Medis.Jakarta.
Prodi RMIK, 2017. Pedoman Karya Tulis Ilmiah. Gorontalo: Stikes Bakti Nusantara Gorontalo
Profil RSUD Toto Kabila, 2014. Data Primer Unit Rekam Medis.
Rustiyanto, Ery 2015. Etika Profesi Dan Hukum Kesehatan Dalam Manajemen Dan Informasi Kesehatan,Edisi
Pertama
ABSTRAK
Manfaat diadakannya evaluasi SIK adalah untuk memastikan SIK berjalan secara efisien, mampu
mengumpulkan informasi yang relevan dan berkualitas sebagai dasar pengambilan keputusan oleh pemangku
kebijakan. Hasil penilaian SIK dapat digunakan dalam meningkatkan kinerja SIK. SIK di Kota Surakarta
belum pernah dilakukan evaluasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi SIK di Kota
Surakartaerdasarkan pendekatan Health Metrics Network. Jenis penelitian ini adalah deskriptif evaluatif
dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Subyek penelitian adalah 17 petugas SIK di Puskesmas wilayah
Kota Surakarta dan dua petugas SIK Dinas Kesehatan Kota Surakarta. Pengumpulan data kuantitatif melalui
pengisian kuesioner, pengumpulan data kualitatif dengan wawancara. Analisis data penelitian dilakukan
dengan menggunakan perangkat Evaluasi SIK Provinsi yang merupakan modifikasi dari Assessment
Tool HMN Versi 4.00. Hasil evaluasi terhadap tujuh komponen SIK yaitu Penilaian kualitas data berdasarkan
metode HMN maka, hasil penilaian komponen SIK di Dinas Kesehatan Kota Surakarta untuk penggelolaan
SIK 93,3% (sangat adekuat), sumber daya 74,2% (adekuat), indikator 84,7 % (sangat adekuat), sumber
data 68,6% (adekuat), produk informasi 85,5% (sangat adekuat), dan diseminasi dan penggunaan informasi
88,3% (sangat adekuat). Secara keseluruhan komponen yang dinilai menunjukkan hasil 79,7% (adekuat).
Kata Kunci: Evaluasi, SIK, dan HMN.
PENDAHULUAN
Pengambilan keputusan di bidang kesehatan akan lebih mudah jika semua informasi yang dibutuhkan
sudah tersedia, untuk tujuan itu suatu sistem informasi kesehatan perlu dibangun (Kemenkes RI, 2011). Sistem
Informasi Kesehatan (SIK) adalah seperangkat tatanan yang meliputi data, informasi, indikator, prosedur,
perangkat, teknologi, dan sumber daya manusia yang saling berkaitan dan dikelola secara terpadu untuk
mengarahkan tindakan atau keputusan yang berguna dalam mendukung pembangunan kesehatan. Dasar
hukum pelaksanaan SIK di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 tahun 2014
tentang Sistem Informasi Kesehatan. Penyelengaraan SIK mencakup (1) pelaksanaan SIK, yang meliputi
data kesehatan, informasi kesehatan, indikator kesehatan, sumber data dan informasi, pengumpulan data
dan informasi, pengolahan data dan informasi, penyimpanan data dan informasi, keamanan dan kerahasiaan
informasi; (2) pengelolaan SIK; (3) sumber daya SIK; (4) pengembangan SIK; dan (5) penyebarluasan dan
penggunaan Data dan Informasi Kesehatan(Peraturan Pemerintah RI, 2014).
Penguatan SIK di Indonesia dilakukan dengan mengembangkan model SIK nasional yaitu SIK yang
terintegrasi, yang menyediakan mekanisme saling hubung antar sub sistem informasi dengan berbagai cara
yang sesuai (Kementerian Kesehatan RI. 2012). Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) dibangun
dari himpunan atau jaringan Sistem-sistem Informasi Kesehatan Provinsi dan SIK Provinsi dibangun dari
himpunan atau jaringan Sistem-sistem Informasi Kesehatan Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2007). Seluruh
dinas kesehatan kabupaten/kota sudah terkoneksi dengan jaringan SIKNAS online. Beberapa kabupaten/
kota juga sudah mengembangkan Sistem Informasi Managemen Puskesmas (SIMPUS). Namun demikian
implementasi SIK masih banyak menemui hambatan dan kendala sehingga tidak sesuai harapan.
Adanya penggunaan SIK diharapkan dapat meminimalisir adanya fragmentasinya data kesehatan,
mengurangi redudansi dan inkonsistensi, mempercepat proses pengolahan data, serta memperbaiki mekanisme
pelaporan, kelengkapan dan integrasi data pada tingkat administrasi yang lebih tinggi. Namun demikian
beberapa pengalaman menunjukkan masih lemahnya proses-proses tersebut sehingga data kesehatan belum
dapat dipercaya untuk digunakan dalam pengambilan keputusan (Odhiambo-Otieno, 2005). Meskipun
data yang dikumpulkan sudah lebih baik, permasalahan lain adalah kemampuan dalam menganalisis dan
mengelola data masih lemah serta kurangnya pemanfaatan data dan informasi untuk pengambilan keputusan
(Hotchkiss et al, 2010).
Berdasarkan hal tersebut maka perlu diadakan evaluasi SIK. Evaluasi dilakukan untuk memastikan
bahwa SIK berjalan secara efisien, mampu mengumpulkan informasi yang relevan dan berkualitas sebagai
dasar pengambilan keputusan oleh pemangku kebijakan (Garrib et al, 2008). Hasil penilaian SIK sangat
dibutuhkan dalam meningkatkan kinerja SIK secara terus-menerus (Hotchkiss et al, 2010).
Alat evaluasi SIK telah dikembangkan untuk memperkuat dan merancang SIK. Untuk memperkuat
SIK nasional, maka dibentuklah Health Metrics Network (HMN) pada tahun 2005 yang merupakan hasil
kesepakatan global. HMN telah mengembangkan referensi standar untuk pengembangan SIK yang selanjutnya
disebut HMN Framework. Beberapa negara menggunakan kerangka HMN untuk menilai kualitas informasi
kesehatan tingkat nasional. Komponen dan standar yang mempengaruhi kinerja dari SIK diantaranya adalah
sumber daya SIK, indikator, sumber data, manajemen data, produk informasi, diseminasi dan penggunaan
data (WHO, 2008).
PERUMUSAN MASALAH
Dinas Kesehatan Kota Surakarta sudah terkoneksi dengan jaringan SIKNAS online dan juga sudah
mengembangkan Sistem Informasi Managemen Puskesmas (SIMPUS). Namun, sampai saat ini SIK di Kota
Surakarta belum pernah dilakukan evaluasi, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan evaluasi terhadap
evaluasi SIK di Kota Surakarta dengan metode Health Metrics Network.
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka pertanyaan penelitiannya adalah
bagaimanakah evaluasi sistem informasi kesehatan di Kota Surakarta berdasarkan pendekatan Health Metrics
Network?
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Informasi Kesehatan
SIK adalah seperangkat tatanan yang meliputi data, informasi, indikator, prosedur, perangkat,
teknologi, dan sumber daya manusia yang saling berkaitan dan dikelola secara terpadu untuk
mengarahkan tindakan atau keputusan yang berguna dalam mendukung pembangunan kesehatan
(Peraturan Pemerintah RI, 2014). SIK merupakan suatu sistem yang menyediakan dukungan informasi
bagi proses pengambilan keputusan di setiap jenjang administrasi kesehatan, baik di tingkat unit
pelaksana upaya kesehatan, di tingkat kabupaten/kota, di tingkat provinsi, maupun di tingkat pusat
(Kemenkes RI, 2011). WHO mendefinisikan SIK sebagai upaya terpadu untuk mengumpulkan,
memproses, membuat laporan dan menggunakan informasi kesehatan dan pengetahuan untuk dasar
dalam pembuatan kebijakan, pelaksanaan program dan penelitian (WHO, 2003).
Sebuah SIK tidak dapat berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian fungsional dalam kerangka
sistem kesehatan yang komprehensif. SIK harus bisa memberikan dukungan informasi yang diperlukan
untuk pengambilan keputusan yang rasional di setiap tingkat dari sistem pelayanan kesehatan. Dalam
kerangka sistem kesehatan WHO disebutkan bahwa SIK merupakan salah satu dari enam “building
blocks” atau komponen utama dalam suatu sistem kesehatan. Enam komponen sistem kesehatan
tersebut adalah (WHO, 2007):
a. Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan
b. Produk Medis, Vaksin, dan Teknologi Kesehatan
c. Tenaga Medis
d. Sistem Pembiayaan Kesehatan
e. Sistem Informasi Kesehatan
f. Kepemimpinan dan Pemerintahan
SIK merupakan salah satu dari 6 komponen yang mendukung suatu sistem kesehatan, yang
bukan saja berperan dalam memastikan data mengenai kasus kesehatan dilaporkan tetapi juga berpotensi
membantu dalam meningkatkan efisiensi dan transparansi proses kerja (Kemenkes RI, 2011).
Evaluasi Sistem Informasi
Evaluasi adalah suatu proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu kegiatan
tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan suatu standar tertentu untuk
mengetahui apakah ada selisih diantara keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu
bila dibandingkan dengan harapan-harapan yang ingin diperoleh (Jogiyanto, 2005).
Evaluasi bertujuan untuk :
a. Menentukan peningkatan yang diperlukan dalam produk individu tunggal atau tim.
b. Mengkonfirmasi bagian-bagian dari sebuah produk dimana peningkatan tidak diperlukan atau
dibutuhkan.
c. Mencapai kerja kualitas teknik yang lebih baik, paling tidak lebih seragam dan lebih dapat
diprediksi dan untuk membuat kinerja teknis menjadi lebih dapat diatur.
Dalam sistem informasi, evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah penerapan Sistem Informasi
Manajemen (SIM) berbasis komputer telah berjalan secara optimal atau belum. Penilaian atau evaluasi
merupakan komponen yang penting dalam pengelolaan sistem informasi yaitu komponen input, proses
dan output. Komponen input merupakan langkah awal dalam penyusunan sistem informasi, komponen
proses berhubungan dengan transformasi informasi dan komponen output merupakan produk atau
hasil dan dampak sistem informasi.
Gambar 1. Kerangka dan Standar SIK pada Tingkat Negara dan Global
Kerangka HMN ini menggambarkan enam komponen sistem informasi kesehatan dan standar
yang dibutuhkan untuk masing-masing sistem informasi kesehatan. Kerangka ini juga mendfinisikan
apa itu sistem informasi kesehatan dan bagaimana komponennya saling terkait satu sama lain untuk
menghasilkan informasi yang lebih baik untuk keputusan yang lebih baik dan kesehatan yang lebih
baik. Komponen-komponen tersebut antara lain adalah:
1) Sumber daya SIK, yaitu termasuk undang-undang, peraturan dan kerangka kerja perencanaan yang
diperlukan untuk memastikan informasi kesehatan berfungsi secara menyeluruh, dan sumber daya
yang merupakan prasyarat suatu sistem sehingga sistem tersebut dapat berfungsi. Sumber daya
tersebut meliputi personil, pembiayaan, dukungan logistik, teknologi informasi dan komunikasi,
dan mekanisme koordinasi di dalam dan di antara enam komponen.
2) Indikator, merupakan basis dari perencanaan dan strategi informasi kesehatan. Indikator mencakup
faktor penentu kesehatan; input sistem kesehatan; output dan dampak; dan status kesehatan.
3) Sumber data, terbagi menjadi dua kategori utama yaitu data berbasis populasi dan data berbasis
lembaga. Selain dua kategori tersebut, ada pendekatan pengumpulan data yang dapat memberikan
informasi penting yang mungkin tidak tersedia di tempat lain, misalnya survei kesehatan, penelitian
dan informasi yang dihasilkan oleh organisasi berbasis masyarakat.
4) Manajemen data, ini mencakup semua aspek penanganan data dari pengumpulan, penyimpanan,
jaminan kualitas dan aliran, pengolahan, kompilasi dan analisis. Persyaratan khusus untuk
periodisitas dan ketepatan waktu perlu didefinisikan (seperti dalam kasus surveilans penyakit).
5) Produk Informasi, data harus diubah menjadi informasi yang akan menjadi dasar pembuktian dan
pengetahuan untuk membentuk tindakan kesehatan
6) Diseminasi dan penggunaan, nilai informasi kesehatan dapat ditingkatkan dengan membuatnya
mudah diakses oleh pengambil keputusan dan dengan menyediakan insentif untuk penggunaan
informasi.
Tahapan pelaksanaan dalam melaksanakan evaluasi SIK dengan menggunakan Kerangka HMN
adalah sebagai berikut (WHO, 2008):
1) Mengidentifikasi kelompok stakeholder untuk penilaian SIK sebagai prinsip dasar dan membuat
mereka berpartisipasi dalam menilai SIK. Stakeholder ini termasuk produsen, pengguna dan
pemodal dari informasi kesehatan dan statistik sosial lainnya di berbagai tingkat nasional dan
subnasional.
2) Stakeholder dari berbagai sektor di tingkat pusat melakukan penilaian terhadap SIK di tingkat
Nasional dan dicatat dalam lembar skor penilaian.
3) Stakeholder yang mewakili semua provinsi menilai SIK di tingkat provinsi dan temuan dicatat
dalam lembar skor penilaian.
4) Semua temuan itu disusun dan dimasukkan dalam skor lembar penilaian SIK yang dikembangkan
oleh HMN. Lembar penilaian SIK dalam bentuk spreadsheet Microsoft Excel di mana para
pemangku kepentingan dapat memasukkan temuan mereka dan melihat hasilnya secara langsung.
Dalam alat penilaian ini, berbagai skenario yang disediakan memungkinkan untuk penilaian
secara obyektif dan kuantitatif. Skor tertinggi (3) diberikan untuk skenario yang dianggap sangat
memadai dibandingkan dengan standar emas yang ditetapkan oleh Kerangka HMN. Skor terendah
(0) diberikan ketika situasi dianggap sebagai tidak cukup sekali dalam hal memenuhi standar
emas.
5) Skor total untuk masing-masing kategori dikumpulkan dan dibandingkan terhadap skor maksimum
untuk menghasilkan peringkat persentase. Masing-masing pertanyaan dapat berpotensi dinilai oleh
beberapa responden dan dikumpulkan untuk mendapatkan skor keseluruhan. Semakin bervariasi
(informasi) responden yang terlibat, semakin rendah risiko bias dalam hasil akhir.
6) Untuk tujuan laporan keseluruhan, skor dikonversi ke dalam kuartil. Jadi item dengan skor masuk
dalam kuartil terendah diklasifikasikan sebagai tidak memadai sama sekali. Skor jatuh ke dalam
kuartil terendah berikutnya diklasifikasikan sebagai Hadir tetapi tidak memadai, diikuti oleh yang
memadai, dan sangat memadai bagi mereka di kuartil ketiga dan keempat masing-masing.
METODE
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif evaluatif, yaitu mengambarkan penyelengrraraan
SIK di Dinas Kesehatan Kota Surakarta dan mengevaluasi penyelenggaraan SIK dengan menggunakan
standar yang ditentukan dalam HMN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixed
method, yaitu dengan mengkombinasikan atau menggabungkan antara metode kuantitatif dengan
metode kualitatif untuk digunakan secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian, sehingga
diperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliable dan obyektif (Sugiyono, 2015). Desain
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sequential explanatory design, dimana pada
tahap awal dilakukan pengumpulan dan analisis data kuantitatif, kemudian dilakukan pengumpulan
dan analisa data kualitatif berdasarkan pada hasil-hasil yang telah diperoleh pada tahap awal. Data
kualitatif digunakan untuk menjelaskan data kuantitatif. Data kuantitatif didapatkan melalui kegiatan
pengisian kuesioner, sementara data kualitatif diperoleh melalui kegiatan wawancara. Pendekatan
waktu yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah cross-sectional.
B. Sasaran Penelitian
Objek penelitian ini adalah pelaksanaan penyelenggaraan SIK di Dinas Kesehatan Kota Surakarta.
Subjek penelitiannya adalah petugas SIK di 17 Puskesmas Kota Surakarta, dan dua orang pengelola
SIK Dinas Kesehatan Kota Surakarta. Responden dipilih dengan purposive sampling.
C. Variabel Penelitian
1. Pengelolaan SIK, adalah kegiatan mengatur serangkaian proses SIK dalam menghasilkan suatu
produk informasi kesehatan. Variabel Pengelolaan SIK dapat diukur dari keberadaan kebijakan
dan organisasi pengelola SIK di tingkat provinsi/kabupaten/kota.
2. Sumber daya SIK, adalah komponen-komponen yang dibutuhkan dalam pengelolaan SIK meliputi,
sumber daya manusia, pendanaan dan infrastruktur.
a. Pendanaan adalah pengalokasian anggaran khusus untuk pengelolaan SIK.
b. Sumber Daya Manusia adalah orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan SIK.
c. Infrastruktur adalah sarana dan prasarana yang digunakan untuk mendukung pengelolaan SIK.
3. Indikator SIK, adalah data-data yang harus tersedia dalam SIK sebagai ukuran keberhasilan SIK.
Variabel ini dapat diukur dari keberadaan indikator inti minimal di tingkat provinsi dan kabupaten/
kota, penetapan indikator kesehatan provinsi dan kabupaten/kota, cara pemilihan indikator dan
pelaporannya.
4. Sumber data SIK, adalah subjek dari tempat mana data kesehatan diperoleh, yang meliputi data
yang bersumber dari fasilitas kesehatan dan masyarakat.
5. Manajemen data, adalah kegiatan yang mencakup aspek penanganan data dari pengumpulan,
penyimpanan, jaminan kualitas dan aliran, pengolahan, kompilasi dan analisis. Variabel ini dapat
diukur dari keberadaan SPO tentang pengelolaan data, keberadaan bank data, keberadaan kamus
metadata dan keberadaan kode identifikasi untuk memfasilitasi penggabungan beberapa database.
6. Produk informasi, adalah kualitas data dari indikator kesehatan yang dinilai dari sisi keakuratan,
konsistensi dan ketepatan waktunya
7. Diseminasi dan penggunaan informasi, adalah penyebarluasan dan penggunaan produk informasi
yang dihasilkan SIK baik secara manual maupun komputerisasi untuk tujuan evaluasi, perencanaan dan
advokasi.
D. Analisis Data
Analisa data kuantitatif pada penelitian ini menggunakan Assessment Tool HMN Versi 4.00 yang
telah dimodifikasi. dalam penilaian skor tertinggi (3) diberikan untuk variabel yang dianggap sangat
adekuat, skor (2) diberikan untuk variabel yang adekuat, skor (1) untuk variabel yang ada tapi tidak
adekuat dan skor (0) untuk variabel yang tidak adekuat sama sekali. Skor total untuk setiap kategori
dikumpulkan dan dibandingkan skor maksimumnya untuk menghasilkan peringkat persentase.
Masing-masing pertanyaan dapat berpotensi dinilai oleh beberapa responden dan dikumpulkan untuk
mendapatkan skor keseluruhan (WHO, 2008). Hasil wawancara dianalisa secara kualitatif dan semua
jawaban tidak diinterpretasikan, tetapi ditulis apa adanya. Penilaian diklasifikasikan dengan kriteria
sebagai berikut (Hartono, amang, dan Tjahjoso, 2007):
HASIL
Kuesioner yang telah diisi oleh 17 petugas SIK di 17 Puskesmas wilayah Dinas Kesehatan Kota Surakarta,
kemudian dianalisis dengan metode HMN. Berikut hasil analisis SIK Dinas Kesehatan Kota Surakarta dapat
dilihat dalam grafik berikut:
Grafik di atas menunjukkan hasil analisis SIK Dinas Kesehatan Kota Surakarta menggunakan dasar
penilaian metode HMN. Terdapat tujuh komponen yang digunakan sebagai acuan penilaian HMN, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Pengelolaan SIK
Pengelolaan SIK adalah kegiatan mengatur serangkaian proses SIK dalam menghasilkan suatu
produk informasi kesehatan. Evaluasi pengelolaan SIK di Dinas Kesehatan Kota Surakarta dilakukan
dengan memberikan penilaian terhadap keberadaan peraturan dan prosedur SIK, dokumen Renstra
SIK, sistem rutin pemantauan kinerja SIK, kebijakan pertemuan rutin SIK, dan unit kerja struktural
atau fungsional SIK di Dinas Kesehatan Kota Surakarta.
Tabel 2. Penilaian Komponen Pengelolaan SIK
Total Skor Skor
Kategori Prosentase
Maksimum Rata-rata
Pengelolaan SIK 15 14,0 93,3%
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa prosentase hasil analisis komponen kebijakan dan
organisasi Dinas Kesehatan Kota Surakarta sebesar 93,3% atau masuk dalam kategori sangat adekuat.
2. Sumber Daya SIK
Keberhasilan pelaksanaan suatu sistem bergantung pada sumber daya yang mendukung sistem
tersebut. Sumber daya SIK yang dievaluasi dalam penelitian ini ada dua sub komponen yaitu sumber
daya manusia dan pendanaan serta infrastruktur.Komponen sumber daya SIK terdapapat beberapa
indikator yang dinilai, antara lain sumber daya manusia, pendanaan, dan infrastruktur. Adapun hasil
penilaian dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa prosentase hasil analisis indikator sumber daya
manusia dan pendanaan Dinas Kesehatan Kota Surakarta sebesar 77,5% atau adekuat, sedangkan
indikator infrastruktur Dinas Kesehatan Kota Surakarta sebesar 70,9% atau adekuat. Secara garis besar
komponen sumber daya Dinas Kesehatan Kota Surakarta sebesar 74,2% atau adekuat.
3. Indikator SIK
Penilaian Indikator SIK pada Dinas Kesehatan Kota Surakarta dapat dilihat dalam tabel berikut
ini:
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa prosentase hasil analisis komponen indikator
Dinas Kesehatan Kota Surakarta sebesar 84,7% atau sangat adekuat.
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa prosentase hasil analisis komponen indikator
Dinas Kesehatan Kota Surakarta sebesar 61,8% atau masuk dalan kategori adekuat.
Komponen produk informasi terdapapat beberapa indikator yang dinilai, diantaranya adalah
indikator status kesehatan, indikator sistem kesehatan, dan indikator faktor risiko. Hasil penilaian
komponen ini dapat dilihat pada tebel berikut ini:
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa prosentase hasil analisis indikator status kesehatan
sebesar 85,9% atau sangat adekuat, indikator sistem kesehatan sebesar 88,5% atau sangat adekuat, dan
indikator sistem kesehatan sebesar 77,1% atau adekuat. Secara garis besar komponen produk informasi
Dinas Kesehatan Kota Surakarta sebesar 85,5% atau ada tetapi tidak adekuat.
PEMBAHASAN
Jika dilihat secara keseluruhan komponen yang dinilai, maka SIK Dinas Kesehatan Kota Surakarta
menunjukkan hasil 79,7%. Artinya secara garis besar semua komponen yang dinilai adalah adekuat. Hasil
keseluruhan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 9. Penilaian Komponen SIK
Total Skor Skor Rata-
No Kategori Prosentase
Maksimum rata
1 Pengelolaan 15 14 93,3%
2 Sumber Daya 36 26,7 74,2%
3 Indikator 15 12,7 84,7%
4 Sumber Data 72 49,4 68,6%
5 Manajemen Data 12 7,4 61,7%
6 Produk Informasi 114 97,5 85,5%
Diseminasi &
7 Penggunaan 30 26,5 88,3%
Informasi
Keseluruhan 294 234,2 79,7%
1. Pengelolaan SIK
Prosentase hasil analisis komponen kebijakan dan organisasi Dinas Kesehatan Kota Surakarta
sebesar 93,3% atau masuk dalam kategori sangat adekuat. Artinya dalam pengelolaan SIK Dinas
Kesehatan Kota Surakarta seharusnya sudah terdapat (WHO, 2008):
a. Peraturan dan prosedur yang memberikan kerangka kerja untuk SIK (pengumpulan, pengolahan
dan penggunaan data kesehatan, perencanaan pembangunan dan pengembangan infrastruktur
SIK).
b. Dokumen Renstra tentang SIK yang secara aktif menekankan integrasi sumber data yang berbeda
dan mengaplikasikan Renstra yang ada.
c. Sistem rutin untuk memantau kinerja SIK dan berbagai subsistemnya dan sistem yang ada ini
digunakan secara teratur.
d. Kebijakan resmi yang telah disahkan dalam melakukan pertemuan rutin untuk meninjau informasi
tentang SIK dan mengambil tindakan berdasarkan informasi tersebut dan diimplemantasikan.
e. Sumber daya yang memadai terkait unit kerja struktural atau fungsional SIK yang bertanggung
jawab dalam merancang, mengembangkan, dan mendukung pengumpulan informasi kesehatan,
manajemen, analisis, diseminasi, dan penggunaan informasi untuk melakukan perencanaan dan
fungsi manajemen.
2. Sumber DayaSIK
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa prosentase hasil analisis indikator sumber daya
manusia dan pendanaan Dinas Kesehatan Kota Surakarta sebesar 74,2% atau adekuat. Menurut WHO
(2008), hal ini dapat diartikan bahwa:
a. Ada SDM pengelola SIK dengan kapasitas yang memadai (memiliki kompetensi minimal di
bidang statistik, komputer dan epidemiologi).
b. Ada kegiatan peningkatan kapasitas bagi petugas pengelola SIK yang sebagian besar tergantung
dari dukungan pihak luar.
c. Sesekali ada pendampingan untuk petugas SIK dalam merancang, mengelola dan mendukung
database, dan software.
d. Ada anggaran khusus dalam anggaran daerah untuk pengelolaan SIK yang terbatas namun masih
dimungkinkan untuk digunakan untuk pengelolaan SIK.
e. Perangkat SIK yang ada mampu menerima, mengirimkan, dan memproses data.
f. Perangkat SIK yang ada mampu menyimpan data dan membuat cadangan data secara manual yang
disimpan terpisah untuk mengantisipasi kerusakan atau insiden yang tidak diinginkan.
3. Indikator
Prosentase hasil analisis komponen indikator Dinas Kesehatan Kota Surakarta sebesar 84,7%
atau sangat adekuat. Hal ini menandakan bahwa penentuan indikator sudah mencakup semua kategori,
dipilih sesuai dengan kriteria kegunaan, dientukan oleh kepala daerah yang mengacu pada indikator
sebelumnya, dan pelaporan dilakukan secara teratur dan lengkap.
4. Sumber Data
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa prosentase hasil analisis komponen sumber data Dinas
Kesehatan Kota Surakarta sebesar 68,6% atau adekuat. Artinya bahwa untuk mendapatkan data kesehatan di
Dinas Kesehatan Kota Surakarta telah mempunyai kapasitas melakukan survei, memproses data, menganalisis
data yang ada, melakukan pemilahan data berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, yang tentunya dilakukan oleh
sumber daya yang terampil dan memadai untuk mengelola data yang ada.
5. Manajemen Data
Hasil analisis komponen indikator Dinas Kesehatan Kota Surakarta sebesar 61,7% atau masuk
dalan kategori adekuat. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan manajemen data SIK di Dinas
Kesehatan Kota Surakarta adalah:
a. Ada prosedur tertulis untuk pengelolaan data diantaranya pengumpulan data, penyimpanan,
cleaning, quality control, analisis dan penyajian, akan tetapi masih diimplementasikan sebagian.
b. Ada bank data akan tetapi utilitas pelaporan yang dapat diakses secara terbatas terhadap pengguna
data.
c. Ada kamus meta data yang memberikan definisi yang komprehensif tentang data, akan tetapi
hanya mencakup definisi bidang tertentu saja.
d. Ada kode identifikasi unik untuk setiap unit administratif yang tujuannya untuk penggabungan
beberapa database dari unit yang berbeda, akan tetapi dalam implementasinya ada kode identifikasi
akan tetapi database belum dapat digabungkan.
6. Produk Informasi
Secara garis besar komponen produk informasi Dinas Kesehatan Kota Surakarta sebesar 85,5%
atau sangat adekuat. Artinya dalam pengelolaan indikator status kesehatan, sistem kesehatan, dan
faktor resiko Dinas Kesehatan Kota Surakarta menggunakan metode pengumpulan data yang tepat,
data yang dikumpulkan juga merupakan data aktual, melakukan pengumpulan atau pengukuran data
secara periodik dan teratur, tidak ada perbedaan data yang signifikan, survei dilakukan pada lebih dari
90% populasi, dan juga telah melakukan pemilahan data berdasarkan karakteristik demografi, status
sosial ekonomi dan wilayah.
waktu, akurat, relevan, valid, informasi yang berupa grafik, dan informasi yang berupa peta. Sedangkan
dari segi pengguna informasi, laporan SIK sudah didistribusikan secara teratur ke semua pihak, dan
informasi tersebut digunakan untuk perencanaan program kesehatan oleh kepala Dinas Kesehatan
Kota Surakarta.
KESIMPULAN
Penilaian kualitas data berdasarkan metode HMN maka, hasil penilaian komponen SIK di Dinas
Kesehatan Kota Surakarta untuk penggelolaan SIK 93,3% (sangat adekuat), sumber daya 74,2% (adekuat),
indikator 84,7 % (sangat adekuat), sumber data 68,6% (adekuat), produk informasi 85,5% (sangat adekuat),
dan diseminasi dan penggunaan informasi 88,3% (sangat adekuat). Secara keseluruhan komponen yang
dinilai menunjukkan hasil 79,7% (adekuat).
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2007. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan
Nasional (SIKNAS) : Keputusan Menkes No : 511/MENKES/SK/V/2002. Jakarta: Depkes RI.
Garrib A, Stoops N, McKenzie A, Dlamini L, Govender T, Rohde J, et al. 2008. An evaluation of the District
Health Information System in rural South Africa. S Afr Med J. Jul;98(7):549–52.
Hartono B, Bambang S, Tjahjoso D. 2007. Indonesia Health Information System Review and Assessment.
Hotchkiss DR, Aqil A, Lippeveld T, Mukooyo E. 2010. Evaluation of the Performance of Routine Information
System Management (PRISM) framework: evidence from Uganda. BMC Health Serv Res. Jan;10:188.
Jogiyanto. 2005. Analisis dan Desain Sistem Informasi : Pendekatan Terstruktur Teori dan Praktik Aplikasi
Bisnis. III. Yogyakarta: ANDI.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Sistem Informasi Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Kementerian Kesehatan RI. 2012.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 192/MENKES/
SK/VI/2012 tentang Roadmap Rencana Aksi Penguatan Sistem Informasi Kesehatan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI
Odhiambo-Otieno GW. 2005. Evaluation of Existing District Health Management Information Systems a
Case Study of the District Health Systems in Kenya. Int J Med Inform. Sep;74(9):733–44.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2014 Tentang Sistem Informasi Kesehatan.
WHO (World Health Organization). 2003. The World Health Report : Shaping the future. Genewa. WHO
Press.
WHO (World Health Organization). 2007. Everybody business : strengthening health systems to improve
health outcomes : WHO’s framework for action. Genewa: WHO Press.
WHO (World Health Organization). 2008.Framework and Standards for Country Health Information Systems.
World Health.2nd Editio(June):72. Genewa: WHO Press.
Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta; 2015.
SARYADI
1
Akademi Perekam Medik Dan Informatika Kesehatan, saryadisemm@gmail.com
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memberikan bukti empiris signifikansi pengaruh
langsung dan tidak langsung kompetensi dan motivasi terhadap kinerja pegawai rekam medik melalui
komitmen organisasi. Teknik pengumpulan data melalui angket. Teknik analisis dengan uji kualitas data,
analisis jalur, uji t, uji F, dan koefisien determinasi. Populasi penelitian ini sejumlah 84 orang yang diambil
dengan cara sensus. Uji t menunjukkan kompetensi dan motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
komitmen organisasi dan kinerja pegawai rekam medik RSUD dr. Moewardi Surakarta, sedang komitmen
organisasi berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja rekam medik RSUD dr. Moewardi Surakarta.
Hasil uji Sobel test menunjukkan komitmen organisasi bukan sebagai variabel pemediasi untuk kompetensi
terhadap kinerja. Hasil uji secara bersama menunjukkan variabel kompetensi dan motivasi melalui komitmen
organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai rekam medik RSUD DR. Moewardi Surakarta.
Pengaruh langsung kompetensi terhadap kinerja pegawai rekam medik di RSUD dr. Moewardi Surakarta
merupakan jalur paling efektif. Koefisien determinasi (Nilai R2) total sebesar 0,7835 menunjukkan bahwa
variabilitas kompetensi dan motivasi dapat menjelaskan kinerja pegawai rekam medik melalui komitmen
organisasi sebesar 78,35%, sisanya sebesar 21,65% dijelaskan variabel lain diluar model.
Kata kunci: Kinerja, Kompetensi, motivasi, komitmen organisasi.
PENDAHULUAN
Rekam medis merupakan berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Permenkes 269/Menkes/Per/
III/2008). Tujuan utama layanan rekam medis di rumah sakit adalah upaya menciptakan tertib administratif
dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Kinerja pegawai rekam medik penting dalam dukungan tertib administrasi rumah sakit. Evaluasi
kinerja pegawai rekam medik sangat penting sebagai acuan pemberdayaan sumber daya manusia rekam
medik. Evaluasi kinerja pegawai rekam medik berguna untuk menilai seberapa jauh sebuah rumah sakit atau
institusi kesehatan didukung oleh kekuatan sumber daya manusia di bagian rekam medik yang dimiliki dan
mengetahui hasil-hasilnya. Perhatian terhadap manajemen yang menyangkut pemberdayaan sumber daya
manusia, patut menjadi skala prioritas karena akan berkaitan dengan peningkatan kinerja (Mulyanto, dkk,
2017).
Kompetensi merupakan karakteristik mendasar yang dimiliki seseorang yang berkontribusi langsung
terhadap dan atau dapat memprediksikan, kinerja yang sangat baik McClelland (2014: 323). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kinerja dilakukan Sriekaningsih dan
Setyadi (2015); Purwanti dan Rasmini, Ni Ketut (2015). Hubungan positif antara kompetensi dengan kinerja
dilakukan Lolongan, dkk (2013). Penelitian Mulyono, dkk (2013) menunjukkan hasil tidak adanya hubungan
signifikan kompetensi dengan kinerja. Penelitian Rahardjo (2014) menunjukkan bahwa kompetensi tidak
berpengaruh terhadapkinerja. Research gap yang terjadi berkaitan pengaruh kompetensi terhadap kinerja
menjadikan bahan menarik untuk dilakukan penelitian. Variabel lain yang mempunyai pengaruh terhadap
kinerja yaitu motivasi Rokhilah dan Darmanto, Susetyo. (2014) yang menunjukkan motivasi mempunyai
pengaruh signifikan terhadap kinerja.Komitmen organisasi diperlukan sebagai kekuatan penggerak seseorang
dalam berperilaku akan menentukan arah maupun daya tahan (perintence). Unsur-unsur emosional insani
akan berpengaruh bagi seseorang dalam berkomitmen. Komitmen organisasi akan menuntun pegawai dalam
menciptakan pelaksanaan tugas dan pekerjaan yang berdampak bagi peningkatan kinerja. Komitmen
organisasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja dilakukan Mubarak dan Darmanto
(2016). RSUD Dr. Moewardi selalu meningkatkan kinerja pegawai yang dimiliki untuk mengupayakan
fasilitas layanan medis yang modern. Tertib administratif rekam medis sangat diperlukan dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran pegawai rekam medik menjadi kunci utama dalam
menjawab tantangan verifikasi di kantor dalam rangka penerapan e-claim tahun 2020. Peningkatan kinerja
pegawai diperlukan dalam konteks globalisai. Kinerja pegawai rekam medik era digitalisasi sebagai sumber
daya manusia pengelola rekam medik perlu memiliki komitmen kuat dalam meningkatkan layanan tertib
administratif rekam medis yang berbasis Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 1) Apakah kompetensiberpengaruh positif
dan signifikan terhadap komitmen organisasi? 2) Apakah motivasiberpengaruh positif dan signifikan
terhadap komitmen organisasi? 3) Apakah kompetensiberpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja pegawai Rekam Medik ? 4) Apakah motivasiberpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen
organisasi pegawai Rekam Medik? 5) Apakah komitmen organisasiberpengaruh signifikan terhadap kinerja
pegawai Rekam Medik? 6) Apakah komitmen organisasi sebagai pemediasi pengaruh kompetensi terhadap
kinerja pegawai rekam medik? 7) Apakah komitmen organisasi sebagai pemediasi pengaruh motivasi terhadap
kinerja pegawai rekam medik?
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memberikan bukti empiris pengaruh secara langsung
maupun tidak langsung variabel bebas kompetensi dan motivasi terhadap kinerja pegawai rekam medik
melalui komitmen organisasi.
METODE
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksplanatory yang menjelaskan pengaruh kompetensi dan
motivasi terhadap kinerja pegawai rekam medik RSUD dr. Moewardi Surakarta melalui komitmen organisasi.
Jumlah populasi sebanyak 84 pegawai yang di ambil sampel sebanyak 84 responden. Teknik pengumpulan
data dilakukan dengan cara survey menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada pegawai rekam medik
RSUD dr. Moewardi Surakarta. Penelitian ini menggunakan variabel bebas/independen yaitu kompetensi
(X1) danmotivasi (X2).Variabel pemediasi/intervening: komitmen organisasi (Y1); dan variabel terikat/
dependen : kinerja pegawai Rekam Medik (Y2). Teknik analisis data digunakan uji kualitas data, analisis
jalur, uji t, uji F, dan koefisien determinasi serta sobel test. \
HASIL
A. Uji Kualitas Data
1. Uji Validitas
Tabel 3. Validitas item pertanyaan terhadap variabel Komitmen Organisasi (Y1No Butir
Corrected Item Total Correlation rkritis Status
1 0,521 0,270 valid
2 0,491 0,270 valid
3 0,496 0,270 valid
4 0,531 0,270 valid
5 0,618 0,270 valid
6 0,554 0,270 valid
7 0,344 0,270 valid
8 0,559 0,270 valid
Variabel komitmen organisasii terdiri dari 27 item pertanyaan. Teknik one shot
methodsdigunakan untuk menguji dan membandingkan nilai rhitung dengan nilai rkritis = 0,270
menunjukkan bahwa 27 item pertanyaan semua valid karena mempunyai nilai ritem lebih besar.
Variabel kinerja pegawai RM terdiri dari 7 item pertanyaan. Teknik one shot methodsdigunakan
untuk menguji dan membandingkan nilai rhitung dengan nilai rkritis = 0,270 menunjukkan bahwa 7
item pertanyaan semua valid karena mempunyai nilai ritem lebih besar.
2. Uji Reliabilitas
Berdasarkan hasil uji reliabilitas ditunjukkan pada tabel berikut.
Hasil pengujian reliabilitas menunjukkan nilai cronbach alpha hitung seluruh variabel lebih
besar dibandingkan criteria yang dipersyaratkan (rule of tumb) sebesar 0,60 sehingga dapat
dikatakan bahwa butir-butir pertanyaan seluruh variabel dalam keadaan reliabel.
3. Uji Linieritas
Hasil uji linieritas dapat dilihat seperti dalam tabel berikut:
Uji linieritas menunjukkan nilai R2 sebesar 0,001 dengan jumlah sampel 84, besarnya nilai
c hitung = 84 x 0,000= 0,0 dan nilai c2 tabel sebesar 61,65. Nilai c2 hitung < c2 tabel dapat
2
B. Analisis Jalur
Hasil analisis jalur persmaan I disajikan dalam tabel berikut:
Penjelasan:
β1 = koefisien regresi variabel Kompetensi sebesar 0,274. Ini menunjukkan bahwa variabel
Kompetensi (X1) berpengaruh positif terhadap Komitmen Organisasi pegawai (Y1), ini berarti
apabila Kompetensi lebih baik maka Komitmen Organisasi akan meningkat, sehingga semakin
baik Komitmen Organisasinya.
β2 = koefisien regresi variabel Motivasi (X2) sebesar 0,449. Ini menunjukkan bahwa variabel Motivasi
(X2) berpengaruh positif terhadap Komitmen Organisasi pegawai (Y1), ini berarti bahwa apabila
Motivasi dinaikkan Komitmen Organisasi akan meningkat, sehingga komitmen organisasi lebih
baik.
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) ,619 2,828 ,219 ,827
Kompetensi (X1) ,408 ,031 ,865 13,216 ,000
Motivasi (X2) ,104 ,045 ,161 2,284 ,025
Komitmen Organisasi -,072 ,024 -,221 -2,984 ,004
(Y1)
a. Dependent Variable: Kinerja Pegawai RM (Y2)
Penjelasan:
β1 = koefisien regresi variabel Kompetensi sebesar 0,865; menunjukkan bahwa variabel Kompetensi
berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai rekam medik di RSUD dr. Moewardi Surakarta,
artinya apabila kompetensi lebih baik maka kinerja pegawai rekam medik akan meningkat.
β2 = koefisien regresi variabel Motivasi sebesar 0,161; menunjukkan bahwa variabel Motivasi
berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai rekam medik di RSUD dr. Moewardi Surakarta,
artinya apabila Motivasi dinaikkan kinerja pegawai akan meningkat.
β3 = koefisien regresi variabel komitmen Organisasi sebesar -0,221; menunjukkan bahwa variabel
komitmen organisasi berpengaruh negatif terhadap kinerja pegawai rekam medik di RSUD dr.
Moewardi Surakarta, artinya bahwa apabila komitmen organisasi meningkat maka kinerja pegawai
akan menurun.
C. Sobel Test
Uji Pengaruh kompetensi terhadap kinerja pegawai melalui komitmen organisasi sebagai pemediasi
Sab = b 2 S a 2 + a 2 S b 2 + S a 2 S b 2
Sab = (-0,221) 2 (0,135) 2 + (0,274) 2 (0,024) 2 + (0,135) 2 (0,024) 2
Sab = 0,048841x0,018225 + 0,075076x0,000576 + 0,018225 x 0,000576
Sab = 0,0000432 + 0,0008901 + 0,000010497
Sab = 0,0009438686
Sab =0,030722
Untuk menguji signifikansi pengaruh tidak langsung, maka kita perlu menghitung nilai t dari
koefisien ab dengan rumus sebagai berikut :
thitung =
thitung = = -1,971
Nilai t hitung sebesar 1,971 dibandingkan dibandingkan dengan nilai t tabel dari 84 data (t
tabel=1,989) diperoleh nilai t hitung lebih kecil dari nilai t tabel maka dapat disimpulkan tidak terjadi
pengaruh mediasi variabel kompetensi terhadap kinerja pegawai rekam medik.
Hipotesis keenam yang menyatakan kompetensi berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja
pegawai rekam medik dengan dimediasi komitmen organisasi tidak terbukti.
D. Uji Pengaruh motivasi terhadap kinerja pegawai melalui komitmen organisasi sebagai pemediasi
Sab = b 2 S a 2 + a 2 S b 2 + S a 2 S b 2
Sab = (-0,221)2 (0,184)2 + (0,449)2 (0,024)2 + (0,184)2 (0,024)2
Sab = 0,048841x0,03386 + 0,2016x0,000576 + 0,03386 x 0,000576
Sab = 0,00165 + 0,0001161 + 0,0000195
Sab = 0,001789
Sab =0,042298748
Untuk menguji signifikansi pengaruh tidak langsung, maka kita perlu menghitung nilai t dari
koefisien ab dengan rumus sebagai berikut :
thitung =
thitung = = -2,3459
Nilai t hitung sebesar -2,3459 dibandingkan dibandingkan dengan nilai t tabel dari 84 data (t
tabel=1,989) diperoleh nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel maka dapat disimpulkan terjadi
pengaruh mediasi variabel motivasi terhadap kinerja pegawai rekam medik melalui komitmen
organisasi.
Hipotesis ketujuh yang menyatakan motivasi berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja
pegawai rekam medik dengan dimediasi komitmen organisasi terbukti.
E. Uji t
Hasil uji t dan sobel test disajikan pada tabel berikut:
Tabel 9.Hasil uji t Persamaan I dan II dan Sobel Test
Pers Pengaruh Antar Variabel t t tabel Ket
1) Kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi di RSUD dr.
Moewardi Surakarta, hal ini dapat dilihat dari nilai t hitung> t tabel. Hipotesis pertama yang
menyatakan kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi
terbukti.
2) Motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi di RSUD dr. Moewardi
Surakarta, hal ini dapat dilihat dari nilai t hitung> t tabel. Hipotesis kedua yang menyatakan
motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi terbukti.
3) Kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai rekam medik di RSUD
dr. Moewardi Surakarta, hal ini dapat dilihat dari nilai t hitung> t tabel. Hipotesis ketiga yang
menyatakan kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai rekam medik
terbukti.
4) Motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai rekam medik di RSUD dr. Moewardi
Surakarta, hal ini dapat dilihat dari nilai t hitung> t tabel. Hipotesis keempat yang menyatakan
motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Pegawai RSUD dr. Moewardi
Surakartaterbukti.
5) Komitmen organisasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kinerja di RSUD dr. Moewardi
Surakarta, hal ini dapat dilihat dari nilai t hitung> t tabel. Hipotesis kelima yang menyatakan
komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawaiRSUD dr. Moewardi
Surakarta terbukti.
6) Komitmen organisasibukan sebagai pemediasi variabel kompetensi terhadap Kinerja pegawai
rekam medik RSUD dr. Moewardi Surakarta, hal ini dapat dilihat dari nilai t hitung< t tabel..
Hipotesis keenam yang menyatakan komitmen organisasi sebagai variabel pemediasi pengaruh
kompetensi terhadap kinerja pegawaiRSUD dr. Moewardi Surakarta tidakterbukti.
7) Komitmen organisasibukan sebagai pemediasi variabel motivasi terhadap Kinerja pegawai rekam
medik RSUD dr. Moewardi Surakarta, hal ini dapat dilihat dari nilai t hitung> t tabel.. Hipotesis
ketujuh yang menyatakan komitmen organisasi sebagai variabel pemediasi pengaruh motivasi
terhadap kinerja pegawaiRSUD dr. Moewardi Surakarta terbukti
F. Uji F
Hasil uji F dapat disajikan pada tabel 10 sebagai berikut:
Tabel 10. Hasil Uji F
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 344,114 3 114,705 60,040 ,000a
Residual 152,838 80 1,910
Total 496,952 83
a. Predictors: (Constant), Komitmen Organisasi (Y1), Kompetensi (X1), Motivasi (X2)
b. Dependent Variable: Kinerja Pegawai RM (Y2)
Sumber: Data diolah, 2017
Hasil uji F dapat disimpulkan secara bersama-sama Kompetensi, Motivasi dan Komitmen
Organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pegawai rekam medik RSUD dr. Moewardi
Surakarta.
G. Koefisien Determinasi
Koefisien Determinasi Persamaan I
Hasil uji koefisien determinasi persamaan I dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 11 berikut:
Tabel 11. Koefisien Determinasi Persamaan I
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 ,545a
,297 ,279 6,35879
a. Predictors: (Constant), Motivasi (X2), Kompetensi (X1)
Hasil uji koefisien determinasi persamaan I dalam penelitian ini diperoleh nilai sebesar 0,297.
Nilai e1 persamaan 1
e1 = 1 − R1
2
= 1 − 0,297 = 0,703 = 0,172
Hasil uji koefisien determinasi persamaan II dalam penelitian ini diperoleh nilai sebesar 0,692.
Nilai e2 dari persamaan 2
e2 = 1− R 2
2
= 1 − 0,692 = 0,308 = 0,003
Dari table 13 di atas dapat diuraikan pengaruh langsung dan tidak langsung sebagai berikut.
a. Pengaruh Langsung (Direct Effect)
a). Pengaruh Kompetensi terhadap Kinerja Pegawai
Berdasarkan tabel 13 diketahui Kompetensiberpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai
rekam medis RSUD dr. Moewardi Surakarta dengan nilai koefisien sebesar 0,865.
b). Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Pegawai
Berdasarkan tabel 14, diketahui Motivasiberpengaruh signifikan terhadap kinerja rekam medis
RSUD dr. Moewardi Surakarta dengan nilai koefisien sebesar 0,161.
b. Pengaruh Tidak Langsung (Indirect Effect)
1) Berdasarkan tabel 13 dan tabel 14, diketahui pengaruh Kompetensisignifikan terhadap
Komitmen Organisasi dan Komitmen Organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja
pegawai rekam medis RSUD dr. Moewardi Surakarta sebesar -0,061.
2) Berdasarkan tabel 13 diketahui pengaruh Motivasi signifikan terhadap Komitmen Organisasi
dan Komitmen Organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai rekam medis
RSUD dr. Moewardi Surakarta sebesar -0,099.
3). Pengaruh Total (Total Effect)
a. Pengaruh total (total effect) variabel Kompetensi terhadap kinerja pegawai RSUD dr.
Moewardi Surakarta melalui Komitmen Organisasi adalah 0,804
b. Pengaruh total (total effect) variabel Motivasi terhadap kinerja pegawai RSUD dr.
Moewardi Surakarta melalui Komitmen Organisasi adalah 0,072.
c. Kesimpulan
Berdasar analisis jalur diketahui jalur langsung kompetensi terhadap kinerja pegawai
rekam medis RSUD dr. Moewardi Surakarta merupakan jalur yang dominan atau efektif
untuk meningkatkan kinerja pegawai rekam medik.
(X1)
0,865**
0,274**
PEMBAHASAN
A. Pengaruh kompetensi terhadap kinerja pegawai Rekam Medik
Hasil analisis diperoleh pengaruh langsung kompetensi terhadap kinerja pegawai rekam medik
positif signifikan, artinya apabila variabel kompetensi ditingkatkan akan meningkatkan kinerja
pegawai rekam medik.
Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sriekaningsih dan Setyadi (2015) yang
menunjukkan kompetensi memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai rekam medik.
Hasil penelitian ini menolak hasil penelitian Rahardjo (2014) yang menunjukkan kompetensi tidak
berkontribusi terhadapkinerja.
Temuan dari penelitian ini diperoleh pengaruh tidak langsung variabel kompetensi terhadap
komitmen organisasi dan komitmen organisasi terhadap kinerja pegawai rekam medik lebih kecil
dibanding pengaruh langsung kompetensi terhadap kinerja pegawai rekam medik, maka jalur yang
dipilih efektif melalui jalur langsung.
Upaya untuk meningkatkan kinerja pegawai dengan menggunakan pengaruh langsung yaitu
dengan meningkatkan kompetensi pegawai untuk peningkatan kinerja pegawai rekam medik.
Secara konkrit peningkatan kompetensi untuk meningkatkan kinerja dengan melihat hasil skor
uji validitas kompetensi yaitu:
1. Pegawai mempunyai pengetahuan yang baik tentang rekam medik
2. Pegawa mempunyai pengetahuan yang baik tentang job description dalam rekam medik.
3. Pegawai RM mampu berkomunikasi secara baik dengan rekan kerja
Penelitian ini menunjukkan bahwa kompetensi merupakan variabel dominan dalam memberikan
kontribusi peningkatan kinerja pegawai rekam medik RSUD dr. Moewardi Surakarta.
KESIMPULAN
1) Kompetensi dan motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi dan kinerja
pegawai rekam medik RSUD dr. Moewardi Surakarta.
2) Komitmen organisasi berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja pegawai rekam medik RSUD dr.
Moewardi Surakarta.
3) Uji Sobel test menunjukkan komitmen organisasi bukan sebagai variabel pemediasi untuk pengaruh
kompetensi terhadap kinerja pegawai.
4) Hasil uji secara bersama menunjukkan variabel kompetensi dan motivasi melalui komitmen organisasi
berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai rekam medik RSUD DR. Moewardi Surakarta.
5) Pengaruh langsung kompetensi terhadap kinerja pegawai rekam medik di RSUD dr. Moewardi Surakarta
merupakan jalur paling efektif.
6) Koefisien determinasi (Nilai R2) total sebesar 0,7835menunjukkan bahwa variabilitas kompetensi dan
motivasi dapat menjelaskan kinerja pegawai rekam medik melalui komitmen organisasi sebesar 78,35%,
sisanya sebesar 21,65% dijelaskan variabel lain diluar model.
KETERBATASAN PENELITIAN
Penelitian ini hanya menggunakan satu instansi yaitu RSUD dr. Moewardi sehingga tidak bisa
digeneralisasikan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
McClelland, David. 2014. The Achievement Motive. Irvington Publishers, Inc. New York.
Robbin, Stephen, 2013, Perilaku Organisasi, Konsep – Kontroversial – Aplikasi. Jilid I. Edisi Bahasa
Indonesia. PT. Prenhallindo, Jakarta
Wursanto, Ig. 2015. Dasar-Dasar Ilmu Organisasi. Andi. Yogyakarta
Jurnal
Lolongan, Balqis, dan Darmawansyah. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja PerawatDi
Rumah Sakit Umum Daerah LakipadadaKabupaten Tana Toraja Tahun 2013. Jurnal Bagian AKK,
Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, UNHAS, Makassar
Mulyanto, Haryani, dan Nugroho, Budi Eko. 2017. Pengaruh Kepemimpinan, Komunikasi dan Pengawasan
terhadap Kinerja Pegawai denganKedisiplinan dan Motivasi sebagai Variabel Intervening(Studi Pada
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Wonogiri). Excellent- Jurnal Manajemen, Bisnis
dan Pendidikan. Hal 33-40.
Mulyono, Hamzah, dan Abdullah, A. Zulkifli.2013. Factors Influencing The Nurses PerformanceAt The
Third Hospital Of 16.06.01 In The Ambon City. Jurnal AKK, Vol 2 No 1, Januari 2013, hal 18-26
Purwanti dan Rasmini, Ni Ketut. 2015. Pengaruh Kompetensi, Motivasi, Komitmen Organisasi Pada Kinerja
Dewan Komisaris Bpr Sekabupaten Gianyar. Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 12.3 .2015.ISSN:
2302-8556 E- hal. 686-704
Rahardjo, Sri. 2014. The Effect Of Competence, Leadership And Work Environment Towards Motivation
And Its Impact On The Performance Of Teacher Of Elementary School In Surakarta City, Central Java,
Indonesia. International Journal of Advanced Research in Management and Social Sciences ISSN:
2278-6236. Vol. 3 No. 6 June 2014
Respatiningsih dan Sudirjo, Frans. 2015. Pengaruh Komitmen Organisasi, Motivasi, Kapabilitas Dan
Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai.Studi Empirik Pada Inspektorat Kabupaten Pemalang.
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah Untag Semarang ISSN : 2302-2752, Vol. 4 No. 3, hal.
Rokhilah dan Darmanto, Susetyo. 2014. Pengaruh Kompetensi, Motivasi Dan Lingkungan Kerja Terhadap
Kinerja Penyuluh Lapangan Program Keluarga Berencana .PLKB. Di Kabupaten Pemalang. Jurnal
Media Ekonomi Dan Manajemen ISSN : 085-1442 Vol. 29 No. 1 Januari 2014 hal. 68-82.
Sriekaningsih dan Setyadi, Djoko. 2015. The Effect of Competence and Motivation and CulturalOrganization
towards Organizational Commitment andPerformance on State University Lecturers in East
KalimantanIndonesia. European Journal of Business and Management ISSN 2222-1905. Paper. ISSN
2222-2839 .Online. Vol.7, No.17, 2015 hal. 208-219
Taurisa dan Ratnawati, Intan. 2012. Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap
Komitmen Organisasional Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan (Studi pada PT. Sido Muncul
Kaligawe Semarang). Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), September 2012, Vol. 19, No. 2 ISSN: 1412-
3126 Hal. 170 – 187
1
Jurusan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan, STIKES Bakti Nusantara, Gorontalo,
npratiwi1991@gmail.com
ABSTRAK
Resume medis merupakan formulir dalam suatu berkas rekam medis yang harus diisi lengkap dan
harus diabadikan. Berdasarkan Studi pendahuluan di RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango Provinsi
Gorontalo terdapat ketidaklengkapan pengisian Resume Medis pasien rawat inap.
Tujuan penelitian ini Untuk Mengetahui Pengisian Resume Medis Pada Pasien Rawat Inap di RSUD
Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo Tahun 2017. Jenis penelitian ini adalah deskriptif
untuk menggambarkan tingkat kelengkapan pengisian formulir resume medis pada pasien rawat inap di
RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo. Dimana subjeknya Semua berkas rekam
medis yang telah dilakukan Penglepasan Informasi Medis pada triwulan pertama dari Januari sampai Juni
tahun 2017 sebanyak 53 berkas. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi yang
telah di check list.
Hasil dan pembahasan penelitian pada 53 berkas rekam medis diketahui dalam pengisian resume medis
sering tidak ditulis atau dilengkapi oleh petugas kesehatan. Item resume medis yang diisi lengkap hanya
13 (54%) item yang terdiri dari 24 item yaitu tanggal masuk, tanggal keluar, ruang/kelas, nama dokter, no.
rekam medis, nama pasien, alamat pasien, tanggal lahir/umur, diagnosa utama, kode diagnosa, riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, nama dan tanda tangan dokter.
Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa kelengkapan pengisian formulir resume
medis yang ditinjau dari 24 item, terdapat 13 item yang terisi lengkap (54%) dilihat dari data formulir
resume medis yang di analisis. Sehingga angka ketidaklengkapan di RSUD Toto Kabila masi kurang baik
karna belum sesuai dengan standar angka kelengkapan yang diterapkan Depkes RI 2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit untuk kelengkapan 100% Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh tersedianya
tenaga rekam medis di RSUD Toto Kabila yang belum mencukupi baik ditinjau dari segi jumlah maupun
dari segi kompotensi tenaga perekam medis
Kata Kunci: Kelengkapan Resume Medis
PENDAHULUAN
Menurut PERMENKES RI No.269/MENKES/PER/III/2008 Rekam Medis adalah berkas yang berisikan
tentang catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan,
serta tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada pasien.
Rekam Medis adalah salah satu bagian penting dalam membantu pelaksanaan pemberian pelayanan
kepada pasien di rumah sakit. Hal ini berkaitan dengan isi rekam medis yang mencerminkan segala informasi
menyangkut pasien sebagai dasar dalam menentukan tindakan lebih lanjut dalam upaya pelayanan maupun
tindakan medis lain (Marwati, 2010).
Resume medis merupakan formulir yang harus diabadikan. Hal ini guna menjamin kualitas tinggi dan
kontinuitas pelayanan medik serta sebagai data yang berguna bagi dokter penerima apabila pasien dirawat
kembali di rumah sakit (Sugiarsi, 2013).
Apabila resume medis diisi lengkap dan benar maka dapat diperoleh informasi yang dapat digunakan
untuk berbagai keperluan yaitu sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum, bahan penelitian dan
pendidikan, serta dapat digunakan sebagai alat untuk analisis mutu pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit.
Di RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo untuk analisis resume medis di
lakukan pada saat pasien sudah pulang dari pelayanan kesehatan, dikarenakan RSUD Toto Kabila Kabupaten
Bone Bolango Provinsi Gorontalo masih belum ada tenaga rekam medis diruang perawatan, sehingga
informasi yang belum terisi sudah tidak bisa diisi karena pasien sudah pulang dari pelayanan kesehatan.
Studi pendahuluan peneliti lakukan di RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo
ditemukan masalah yakni ketidaklengkapan pengisian Resume Medis pasien rawat inap. Peneliti melakukan
observasi langsung ke unit pengolahan Rekam Medis dengan jumlah sampel 15 berkas. Hasil analisis masih
terdapat ketidaklengkapan pengisian seperti No. Registrasi sejumlah 11, Tindakan sejumlah 14, Diagnosa
Masuk sejumlah 4, Diagnosa Sekunder sejumlah 2, Diagnosa Utama sejumlah 1 dan Pemeriksaan Lain
sejumlah 1.
Berdasarkan uraian diatas tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Tinjauan Resume
Medis Pada Berkas Rekam Medis Pasien Rawat Inap di RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango
Provinsi Gorontalo Tahun 2017”
Bagaimanakah Kelengkapan Pengisian Seluruh Item Resume Medis Pada Berkas Rekam Medis Pasien
Rawat Inap di RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo Tahun 2017?
METODE
Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini memiliki tujuan untuk
menggambarkan tingkat kelengkapan pengisian formulir resume medis pada pasien rawat inap di RSUD
Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo tahun 2017. Penelitian dilakukan di RSUD Toto
Kabila Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo pada bulan Juni samapai Juli 2017.
Objek dalam penelitian ini adalah seluruh berkas rekam medis yang sudah masuk dan disimpan diruang
filling pada triwulan pertama dari Januari sampai Juni tahun 2017. Subjek penelitian yaitu berkas rekam
medis yang telah dilakukan pengisian resume medis pada triwulan pertama dari Januari sampai Juni tahun
2017 yaitu sebanyak 53 berkas, sedangkan variabel dalam penelitian ini adalah Resume Medis.
Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi dengan menggunakan check list. Jenis data yang
digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang ada pada formulir resume medis dan data Profil
RSUD. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam peneltian ini adalah metode observasi yang telah
di check list dari menelaah berkas rekam medis. Data resume medis pasien diambil secara langsung pada
berkas rekam medis.
HASIL
1. Kelengkapan Pengisian Resume Medis pada Berkas Rekam Medis Pasien Rawat Inap
Hasil penelitian yang dilakukan pada 53 sampel berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD
Toto Kabila tahun 2017 diketahui bahwa pengisian resume medis sering tidak ditulis atau dilengkapi
oleh petugas kesehatan. Hasil analisis kelengkapan adalah sebagai berikut.
a. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item No. Registrasi di RSUD Toto Kabila
Tabel 1. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item No. Registrasi
di RSUD Toto Kabila tahun 2017
Berdasarkan tabel 1. dari 53berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila tahun
2017. Kelengkapan pengisian Resume Medis berdasarkan item no. registrasi yang lengkap diisi
sebanyak 14 (26.4%) sedangkan berkas rekam medis yang tidak lengkap sebanyak 39 (73.6%).
b. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Tanggal Masuk di RSUD Toto Kabila
Tabel 2. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkanItem Tanggal Masuk
di RSUD Toto Kabila tahun 2017
Berdasarkan tabel 2. dari 53 berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila
tahun 2017. Kelengkapan pengisian Resume Medis berdasarkan item tanggal masuk yaitu lengkap
sebanyak 53 (100.0%).
c. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Tanggal Keluar di RSUD Toto Kabila
Tabel 3. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkanItem Tanggal Keluar
di RSUD Toto Kabila tahun 2017
Berdasarkan tabel 3. dari 53 berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila
tahun 2017. Kelengkapan pengisian Resume Medis berdasarkan item tanggal keluar yaitu lengkap
sebanyak 53 (100.0%).
d. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Ruang/ Kelas di RSUD Toto Kabila
Tabel 4. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Ruang/Kelas
di RSUD Toto Kabila tahun 2017
Berdasarkan tabel 4. dari 53 berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila
tahun 2017. Kelengkapan pengisian Resume Medis berdasarkan item ruang/kelas yaitu lengkap
sebanyak 53 (100.0%.)
e. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Nama Dokter di RSUD Toto Kabila
Tabel 5. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkanItem Nama Dokter
di RSUD Toto Kabila tahun 2017
Berdasarkan tabel 5. dari 53 berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila
tahun 2017. Kelengkapan pengisian Resume Medis berdasarkan item nama dokter yaitu lengkap
sebanyak 53 (100.0%).
f. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item No. Rekam Medis di RSUD Toto Kabila
Tabel 6. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item No. Rekam Medis
di RSUD Toto Kabila tahun 2017
Berdasarkan tabel 6. dari 53 berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila
tahun 2017. Kelengkapan pengisian Resume Medis berdasarkan item no. rekam medis yaitu
lengkap sebanyak 53 (100.0%).
g. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Nama Pasien di RSUD Toto Kabila
Tabel 7. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Nama Pasien
di RSUD Toto Kabila tahun 2017
Berdasarkan tabel 7. dari 53 berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila
tahun 2017. Kelengkapan pengisian Resume Medis berdasarkan item nama pasien yaitu lengkap
sebanyak 53 (100.0%).
h. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Jenis Kelamin Pasien di RSUD Toto Kabila
Tabel 8. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Jenis Kelamin Pasien
di RSUD Toto Kabila tahun 2017
Berdasarkan tabel 8. dari 53 berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila
tahun 2017. Kelengkapan pengisian Resume Medis berdasarkan item jenis kelamin pasien yang
lengkap sebanyak 49 (92.5%) sedangkan berkas rekam medis yang tidak lengkap sebanyak 4
(7.5%).
i. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Alamat Pasien di RSUD Toto Kabila
Tabel 9. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Alamat Pasien
di RSUD Toto Kabila tahun 2017
Berdasarkan tabel 9. dari 53 berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila
tahun 2017. Kelengkapan pengisian Resume Medis berdasarkan item alamat pasien yaitu lengkap
sebanyak 53 (100.0%).
j. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item No. Telfon di RSUD Toto Kabila
Tabel 9. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item No Telfon
di RSUD Toto Kabila tahun 2017
Berdasarkan tabel 10. dari 53 berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila
tahun 2017. Kelengkapan pengisian Resume Medis berdasarkan item no. telfon yang lengkap
sebanyak 14 (26.4%) sedangkan berkas rekam medis yang tidak lengkap sebanyak 39 (73.6%).
k. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Tanggal Lahir/Umur di RSUD Toto Kabila
Tabel 11. Kelengkapan Resume Medis berdasarkan Item Tanggal Lahir/Umur
di RSDU Toto Kabila tahun 2017
Berdasarkan tabel 11. dari 53 berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila
tahun 2017. Kelengkapan pengisian Resume Medis berdasarkan item tanggal lahir/umur yaitu
lengkap sebanyak 53 (100.0%).
l. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Diagnosa Masuk di RSUD Toto Kabila
Tabel 12. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Diagnosa Masuk
di RSUD Toto Kabila tahun 2017
Berdasarkan tabel 12. dari 53 berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila
tahun 2017. Kelengkapan pengisian Resume Medis berdasarkan item diagnosa masuk yang
lengkap sebanyak 23 (43.4%) sedangkan berkas rekam medis yang tidak lengkap sebanyak 30
(56.6%).
m. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Diagnosa Utama di RSUD Toto Kabila
Tabel 13. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Diagnosa Utama
di RSUD Toto Kabila tahun 2017
Berdasarkan tabel 13. dari 53 berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila
tahun 2017. Kelengkapan pengisian Resume Medis berdasarkan item diagnosa utama yaitu
lengkap sebanyak 53 (100.0%).
n. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Diagnosa di RSUD Toto Kabila
Tabel 14. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Diagnosa
di RSUD Toto Kabila tahun 2017
Berdasarkan tabel 14. dari 53 berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila
tahun 2017. Kelengkapan pengisian Resume Medis berdasarkan item diagnosa yang lengkap
sebanyak 34 (64.2%) sedangkan berkas rekam medis yang tidak lengkap sebanyak 19 (35.8%).
o. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Kode Diagnosa di RSUD Toto Kabila
Tabel 15. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item kode Diagnosa
di RSUD Toto Kabila tahun 2017
Berdasarkan tabel 15. dari 53 berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila
tahun 2017. Kelengkapan pengisian Resume Medis berdasarkan item kode diagnosa yaitu lengkap
sebanyak 53 (100.0%).
p. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Tindakan di RSUD Toto Kabila
Tabel 16. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkanItem Tindakan
di RSUD Toto Kabila tahun 2017
Berdasarkan tabel 16. dari 53 berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila
tahun 2017. Kelengkapan pengisian Resume Medis berdasarkan item tindakan yang lengkap
sebanyak 25 (47.2%) sedangkan berkas rekam medis yang tidak lengkap sebanyak 28 (52.8%).
q. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Riwayat Penyakit di RSUD Toto Kabila
Tabel 17. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Riwayat Penyakit
di RSUD Toto Kabila tahun 2017
Berdasarkan tabel 17. dari 53 berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila
tahun 2017. Kelengkapan pengisian Resume Medis berdasarkan item riwayat penyakit yaitu
lengkap sebanyak 53 (100.0%).
r. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Pemeriksaan Fisik di RSUD Toto Kabila
Tabel 18. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Pemeriksaan Fisik
di RSUD Toto Kabila tahun 2017
Berdasarkan tabel 18. dari 53 berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila
tahun 2017. Kelengkapan pengisian Resume Medis berdasarkan item pemeriksaan fisik yaitu
lengkap sebanyak 53 (100.0%).
s. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Laboratorium di RSUD Toto Kabila
Tabel 19. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Laboratorium
di RSUD Toto Kabila tahun 2017
Berdasarkan tabel 19. dari 53 berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila
tahun 2017. Kelengkapan pengisian Resume Medis berdasarkan item laboratorium yang lengkap
sebanyak 44 (83.0%) sedangkan berkas rekam medis yang tidak lengkap sebanyak 9 (17.0%).
t. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Pemeriksaan Lain di RSUD Toto Kabila
Tabel 20. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkanItem Pemeriksaan Lain
di RSUD Toto Kabila tahun 2017
Berdasarkan tabel 20. dari 53 berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila
tahun 2017. Kelengkapan pengisian Resume Medis berdasarkan item pemeriksaan lain yang
lengkap sebanyak 28 (52.8%) sedangkan berkas rekam medis yang tidak lengkap sebanyak 25
(47.2%).
u. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Terapi di RSUD Toto Kabila
Tabel 21. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Terapi
di RSUD Toto Kabila tahun 2017
Berdasarkan tabel 21. dari 53 berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila
tahun 2017. Kelengkapan pengisian Resume Medis berdasarkan item terapi yang lengkap sebanyak
50 (94.3%) sedangkan berkas rekam medis yang tidak lengkap sebanyak 3 (5.7%).
v. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Keadaan Waktu Pulang di RSUD Toto
Kabila
Tabel 22. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Keadaan Waktu Pulang
di RSUD Toto Kabila tahun 2017
Berdasarkan tabel 22. dari 53 berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila
tahun 2017. Kelengkapan pengisian Resume Medis berdasarkan item keadaan waktu pulang yang
lengkap sebanyak 52 (98.1%) sedangkan berkas rekam medis yang tidak lengkap sebanyak 1
(1.9%).
w. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Konsul Ulang di RSUD Toto Kabila
Tabel 23. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkanItem Konsul Ulang
di RSUD Toto Kabila tahun 2017
Berdasarkan tabel 23. dari 53 berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila
tahun 2017. Kelengkapan pengisian Resume Medis berdasarkan item konsul ulang yang lengkap
sebanyak 14 (26.4%) sedangkan berkas rekam medis yang tidak lengkap sebanyak 39 (73.6%).
x. Kelengkapan Pengisian Resume Medis berdasarkan Item Nama dan Tanda Tangan Dokter di RSUD
Toto Kabila
Tabel 24. Kelengkapan Pengisian Resume Medis
berdasarkan Item Nama dan Tanda Tangan Dokter
di RSUD Toto Kabilatahun 2017
Berdasarkan tabel 24. dari 53 berkas rekam medis pasien rawat inap di RSUD Toto Kabila
tahun 2017. Kelengkapan pengisian ResumeMedis berdasarkan item nama dan tanda tangan
dokter yaitu lengkap sebanyak 53 (100.0%)
PEMBAHASAN
Kelengkapan Pengisian Resume Medis pada Berkas Rekam Medis Pasien Rawat Inap
Berdasarkan hasil pengamatan (observasi) tabel kelengkapan pengisian resume medis pada berkas rekam
medis pasien rawat inap menunjukan bahwa dari 53 formulir resume medis dengan seluruh item yang ada
seperti kelengkapan no. registrasi sebanyak 14 berkas (26.4%), tanggal masuk sebanyak 53 berkas (100.0%),
tanggal keluar sebanyak 53 berkas (100.0%), ruang/kelas sebanyak 53 berkas (100.0%), dokter sebanyak 53
berkas (100.0%), no. rekam medis sebanyak 53 berkas (100.0%), nama pasien sebanyak 53 berkas (100.0%),
jenis kelamin pasien sebanyak 49 berkas (92.5%), alamat pasien sebanyak 53 berkas (100.0%), no. telfon
sebanyak 14 berkas (26.4%), tanggal lahir/umur sebanyak 53 berkas (100.0%), diagnosa masuk sebanyak 23
berkas (43.4%), diagnosa utama sebanyak 53 berkas (100.0%), diagnosa sebanyak 34 berkas (64.2%), kode
diagnosa sebanyak 53 berkas (100.0%), tindakan sebanyak 25 berkas (64.2%), riwayat penyakit sebanyak
53 berkas (100.0%), pemeriksaan fisik sebanyak 53 berkas (100.0%), laboratorium sebanyak 44 berkas
(83.0%), pemeriksaan lain sebanyak 28 berkas (52.8%), terapi sebanyak 50 berkas (94.3%), keadaan waktu
pulang sebanyak 52 berkas (98.1%), konsul ulang sebanyak 14 berkas (26.4%), nama dan tanda tangan dokter
sebanyak 53 berkas (100.0%). Analisis kelengkapan pengisian formulir resume medis di RSUD Toto Kabila
yang terdiri dari 24 item tersebut, terdapat 13 (54%) item yang terisi lengkap serta 11 (46%) item tidak
terisi lengkap dari 53 formulir resume medis yang di analisis. Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh tersedianya
tenaga rekam medis di RSUD Toto Kabila yang belum mencukupi baik ditinjau dari segi jumlah maupun
dari segi kompotensi tenaga perekam medis. Sehingga secara langsung bisa berdampak pada pengelolaan
dan pengisian berkas rekam medis tidak terlaksana sesuai tatakelola yang diamanatkan dalam Permenkes
No.269 Tahun 2008 pasal 3 tentang pengisian berkas rekam medis dan pasal 2 secara jelas dijelaskan bahwa
rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas. Rekam medis yang bermutu salah satunya dapat
dilihat dari kelengkapan isi rekam medis.
Menurut Yulia (2015), Resume medis harus diisi dengan lengkap karena dengan lengkapnya resume
medis maka akan menjadikan mutu rekam medis yang baik. Mengingat resume medis merupakan lembar
yang sangat penting dan mendasar dari formulir rawat inap, maka kelengkapan isinya menjadi tanggung
jawab semua pihak yang terlibat dalam pengisian resume medis tersebut karena resume medis yang lengkap
bisa berdampak pada mutu pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit.
Pengisian rekam medis dalam hal ini adalah resume medis wajib dipahami dan dilaksanakan oleh tenaga
pengelola rekam medis dengan merujuk pada tata aturan yang telah ditetapkan. Kelengkapan pengisian
mencirikan kwalitas berkas yang baik, kwalitas berkas yang terisi dapat mencerminkan kepatuhan tenaga
dalam menjalankan standar operasioanl prosedur (SOP), dan kepatuhan dalam menerapkan SOP merupakan
aktualisasi penerapan mutu pelayanan kesehatan khususnya di RSUD Toto Kabila.
Ketidaklengkapan dari pengisian formulir resume medis merupakan bukti kurang pahamnya tenaga yang
ditugaskan. Hal tersebut bisa berimplikasi pada proses pelayanan yang dilakukan oleh petugas kesehatan.
Ketidaklengkapan resume medis menjadi salah satu masalah karena berkas tersebut dapat memberikan
informasi terinci tentang apa yang sudah terjadi selama pasien dirawat di rumah sakit sehingga berdampak
pada mutu rekam medis serta layanan yang diberikan oleh rumah sakit (Meigian, 2014).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kelengkapan pengisian
formulir resume medis yang ditinjau dari 24 item, terdapat 13 item yang terisi lengkap (54%) serta 11
item yang tidak terisis lengkap (46%) dilihat dari data formulir resume medis yang di analisis, sehingga
angka ketidaklengkapan di RSUD Toto Kabila masi kurang baik karna belum sesuai dengan standar angka
kelengkapan yang diterapkan Depkes RI 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit untuk
kelengkapan 100%, hal ini bisa saja dipengaruhi oleh tersedianya tenaga rekam medis di RSUD Toto Kabila
yang belum mencukupi baik ditinjau dari segi jumlah maupun dari segi kompotensi tenaga perekam medis.
SARAN
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan untuk RSUD Toto Kabila agar meningkatkan kelengkapan pengisian berkas
rekam medis pasien rawat inap, khususnya pada formulir resume medis.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, I. P. (2007). Factor-Faktor Penyebab Keterlambatan Penyetoran Sensus Harian Rawat Inap Di
Ruang Perawatan Kebidanan Ke Unit Pengolahan Rekam Medis Di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Goa.
Karya Tulis Ilmiah. Makassar: Program Studi D-III Perekam Medis Dan Informasi Kesehatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Panakkukang Makassar 2007.
DEPKES, RI. (2006). Pedoman Penyelenggaraan Dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit Di Indonesia.
Revisi II. Jakarta: Direktorat Jendral Pelayanan Medik.
Mahyunita, (2011). Tinjauan Kelengkapan Pengisian Formulir Pemeriksaan Dan Laporan Psikiatrik Rawat
Inap Di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun2011. Karya Tulis Ilmiah. Banjarbaru: Program Studi
Perekam Dan Informasi Kesehatan Stikes Husada Borneo Banjarbaru.
Marwati, T. (2010).Analisis Ketidaklengkapan Pengisian Berkas Rekam Medis Di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta.Yogyakarka: Falkutas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan
Yogyakarta.
Medrec, (2014). Data Primer Unit Rekam Medis.
Meigian, A. H. (2014). Analisis Kelengkapan Pengisian Resume Medis Pasien Hyperplasia Of Prostate
Pada Dokumen Rekam Medis Rawat Inap Di Rumah Sakit Mulia Hati Wonogiri Tahun 2013. Artikel
Publikasi Ilmiah. Surakarta: Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Ningrahayu, J. D. D. (2014). Tinjauan Analisis Kuantitatif Tentang Identifikasi Pada Formulir Ringkasan
Masuk KeluarDi Rumah Sakit Islam “Siti Hajar” Mataram. Karya Tulis Ilmiah. Mataram: Program
Studi D-III Rekam Medis & Informasi Kesehatan Politeknik Medika Farma Husada Mataram.
PERMENKES No:269/MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis.
Prodi RMIK. (2017). Pedoman Karya Tulis Ilmiah. Gorontalo: Stikes Bakti Nusantara Gorontalo
Pubra, J. M. (2016) Tinjauan Kelengkapan Berkas Rekam Medis Terkait Penyelesaian Klaim Asuransi
Kesehatan Guna Meningkatkan Mutu Pelayanan Di RSUPH. Adam Malik Tahun 2016. Karya Tulis
Ilmiah. Medan: Akademi Perekam Medis Dan Informatika Kesehatan (APIKES) Imelda Medan.
Sitorus, R. I. K. (2016). Tinjauan Ketidaklengkapan Penulisan Resume Medis Rawat Inap Di Rumah Sakit
Imelda Pekerja Indonesia Medan. Karya Tulis Ilmiah. Medan: Akademi Perekam Medik Dan Informasi
Kesehatan (APIKES) Imelda Medan.
Sugiarsi, S. (2013).Analisis Pengisian Formulir Resume Medis Diabetes Mellitus Pasien Rawat Inap. Karya
Tulis Ilmiah. Semarang: Akademi Perekam Medis Dan Informatika Kesehatan (APIKES) Mitra Husada.
Winarti, (2013). Analisis Kelengkapan Pengisian dan Pengembalian Rekam Medis Rawat Inap Rumah Sakit.
Karya Tulis Ilmiah. Surabaya: Falkutas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
Yulia, N. (2015). Kelengkapan Penulisan Diagnosa Pada Resume Medis Terhadap Ketepatan Pengkodean
Klinis Kasus Kebidanan. Artikel Publikasi Ilmiah. Surakarta: Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
2
STIKES Aisyiah Surakarta, mursudarinah@yahoo.co.id
ABSTRAK
Posyandu merupakan salah satu pendekatan partisipasi masyarakat di bidangkesehatan. Tugas kader
posyandu tidak hanya mengurusi masalah balita, tetapi sudah ditingkatkan sampai kepemantauan status
gizi lansia. Metode saat ini yang digunakan untuk mengetahui status gizi lansia adalah menggunakan
Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia. Yaitu dengan melakukan pengukuran serta pengkategorian dengan
Indikator Body Mass Index (BMI). Permasalahan yang dihadapi oleh kader posyandu adalah kesulitan
dalam penentuan status gizi lansia tiap bulan dan kesulitan dalam pendokumentasian data rekam medis
lansia. Jika KMS lansia hilang grafik dari perkembangan status gizi lansia tidak bisa dilacak. Penelitian
yang dilakukan bertujuan mengembangkan perangkat lunak cerdas untuk mendeteksi status gizi lansia.
Perangkat lunak yang dikemban kan meliputi pencatatan data rekam medis lansia, pendeteksian status gizi
lansia secara otomatis, dan tampilan grafik perkembangan berat badan, tinggi badan, tekanan darah, dan
kadar hemoglobin. Penelitian ini meliputi 2 (dua) halpokok. Pertama adalah pengembangan perangkat lunak
untuk mendeteksi status gizi lansia cerdas dan pengolahan data rekam medis lansia. Hasil dari program
ini diharapkan dapat meningkatkan peran kader posyandu khususnya dalam mendeteksi status gizi lansia,
sehingga setiap pemeriksaan lansia langsung dapat diketahui status gizi nya dan data rekam medis dapat
berkesinambungan.
Kata Kunci: Kader Posyandu, KMSLansia, Status GiziLansia.
ABSTRACT
Posyandu is one approach to community participation in the health sector. The duties of posyandu cadres
not only take care of toddler problems, but have been upgraded to the monitoring of nutritional status of the
elderly. The current method used to determine the nutritional status of elderly is to use the Healthy Goal Card
or KMS elderly. That is by measuring and categorizing with Body Mass Index (BMI) Indicator.The problem
of Posyandu Cadres is the difficulty in determining nutritional status of elderly every month and difficulty
in documenting the data of elderly medical records. If the elderly KMS is lost, graph of development of
nutritional status of elderly can not be traced. The aim of the research is to develop intelligent software to
detect the nutritional status of the elderly. The software developed includes the recording of elderly medical
record data, the detection of elderly nutritional status automatically, and graphic development of elderly
weight, height, blood pressure, and hemoglobin levels.This research consists of two main points. First is the
development of intelligent software to detect the elderly’s nutritional status and data processing of elderly
medical records. Results of this program are expected to help Posyandu Cadres especially in detecting
nutritional status of elderly, so that every examination of elderly can be known to its nutritional status and
medical record data can be sustainable.
Keywords: Posyandu Cadre, Elderly KMS, Elderly Nutritional Status.
PENDAHULUAN
Masyarakat kita saat ini memandang para lanjut usia sebagai orang-orang yang kurang produktif,
kurang menarik, kurangenergik, mudah lupa, barangkali kurang bernilai di bandingkan dengan mereka
yang masih dalam keadaan prima (Kroll dan Hawkins, 1999), untuk itu dalam pembangunan nasional
pemerintah telah berhasil mewujudkan hasil yang positif diberbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi,
perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang medis atau ilamu
kedokteran, sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan
hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih
cepat atau sering di sebut dengan Lansia Booming (Nugroho, 2000). Salah satu upaya pernerintah dalam
menyediakan fasilitas kesehatan dan penyelenggaraan upaya kesehatan lansia antara lain adalah dengan
mengadakan Posyandu. Posyandu merupakan salah satu pendekatan partisipasi masyarakat di bidang
kesehatan. Posyandu dikelola oleh kader posyandu yang telah mendapat kan pelatihan, salah satu nya
dari bidan puskesmas. Kader posyandu merupakan health provider yang berada di dekat kegiatan sasaran
posyandu. Frekuensi tatap muka kader posyandu lebih sering dari pada petugas kesehat anlainnya. Sekarang
ini tugas dari kader posyandu tidak hanya mengurusi balita saja, tetapi sudah ditingkatkan sampai mengurusi
lansia. Termasuk di dalammya adalah pemantauan status gizi lansia.
Posyandu Lansia merupakan suatu fasilitas pelayanan kesehatan yang berada di desa-desa yang
bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat khususnya bagi warga yang sudah berusia lanjut
yang pelaksanaanya dilakukan oleh kader posyandu. Kader posyandu merupakan perwujudan peran serta
aktif masyarakat dalam pelayanan terpadu. Dengan adanya kader yang dipilih oleh masyarakat, kegiatan
diperioritaskan pada lima program dan mendapat bantuan dari petugas kesehatan terutama pada kegiatan
yang mereka tidak kompeten (Depkes, 2010).
Metode saa tini yang digunakan oleh kader posyandu untuk mengetahui status gizi lansia adalah
menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia. Yaitu dengan melakukan pengukuran serta pengkategorian
dengan Indikator Body Mass Index (BMI). Permasalahan yang dihadapi oleh kader posyandu dalam pengisian
Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia manual adalah kesulitan dalam penentuan status gizi lansia tiap bulan. Hal
ini disebabkan karena pekerjaan itu biasanya dilakukan oleh bidan puskesmas. Selain itu penentuan status
gizi lansia secara manual kurang akurat,hal ini dikarenakan penentuan nya hanya berdasarkan satu indikator,
tidak bias beberapa indicators ekaligus. Permasalahan lainnya adalah kesulitan dalam pendokumentasian data
rekam medis lansia. Jika KMS lansia hilang grafik dari perkembangan status gizi lansia tidak bisa dilacak.
Penelitian yang dilakukan bertujuan mengembangkan perangkat lunak cerdas untuk mendeteksi status gizi
lansia, yang meliputi pencatatan data rekam medis lansia, pendeteksian status gizi lansiasecaraotomatis, dan
tampilan grafik perkembangan berat badan, tinggi badan,tekanan darah, dankadar hemoglobin. Penelitian
dilakukan meliputi 2 (dua) halpokok. Pertama adalah pengembangan perangkat lunak untuk mendeteksi
status gizi lansia cerdas dan pengolahan data rekammedislansia. Hasildari program ini diharapkan dapat
meningkatkan peran kader posyandu khususnya dalam mendeteksi status gizi lansia, sehingga setiap
pemeriksaan lansia langsung dapa tdiketahui status gizinya dan data rekam medis dapat berkesinambungan.
METODE
Bahasa pemrograman yang digunakan dalam pengembangan perangkat lunak untuk mendeteksi status
gizi lansia cerdas adalah Bahasa pemrograman Matlab. Adapaun tahapan dalam pengembangan perangkat
lunak untuk mendeteksi status gizi lansia cerdas dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pembuatan User Interface
User Interface (antarmuka) yang dikembangkan berupa Menu dalam bentuk Grafik User
Interface (GUI) yang dirancang sesederhana mungkin sehingga kader posyandu dengan mudah dapat
mengoperasikan program.
2. Pengelolaan Data Rekam Medis Lansia
Pengembangan basisdata untuk pengelolaan data rekam medis lansiayang berkesinambungan,
sehingga data rekam medis lansia hasil pemeriksaan tiap bulan dapat terdokumentasi dengan baik,
termasuk status dari perkembangan kesehatan lansia. Untuk memudah kan dalam memantau kesehatan
lansia, data juga disajikan dalam bentukgrafik, yang meliputigrafik perkembangan berat badan, tinggi
badan, tekanandarah, dan kadar hemoglobin.
3. Deteksi Status Gizi Lansia Cerdas
Metode yang digunakan untuk mengembangkan perangkat lunak pendeteksi gizi lansia cerdasa
dalah deteksi status gizi dan anemia berdasarkan IndikatorBody Mass Index (BMI) sertakadar
Hemoglobin menggunakan metodeSupport Vector Machine. Tahapan metode deteksi status dan anemia
dengan menggunakan sistem cerdas dapat dijelaskan seperti pada gambar 1.
Pengambilan Data dariPosyandu
EkstraksiFitur
Klasifikasi
HasilDeteksi StatusGizi:
Adapun tahapan dari deteksi status gizi lansiadapat dijelaskan seperti berikut:
a. Pengambilan Data Dari Posyandu
Pengambilan data dilakukan di dua Posyandu. Data yang diambil meliputi data hasil
pemeriksaanlansia yang berupa data rekam medis yang meliputi nama, umur, alamat, jeniskelamin,
pekerjaan, beratbadan, tinggibadan, tekanandarah, dan hemoglobin.
b. EkstraksiFitur
Ekstraksi fitur adalah proses untuk mendapatkan informasi yang akurat agar dapat dilakukan
proses identifikasi (Muntasa, 2009) (Duda, 2000) (Sri, 2016). Fitur yang digunakan untuk deteksi
status gizi lansia meliputi: fitur Body Mass Index (BMI). Sedang untuk deteksi anemia menggunakan
fitur kadar hemoglobin (HB). Fitur-fitur yang terpilih nantinya digunakan untuk proses klasifikasi
status gizi dan anemia yang meliputi : Lansia Status Gizi Normal, Lansia Status Gizi Kurang,
Lansia status Gizi Lebih, Lansia Tidak Anemia, Lansia Anemia Ringan, Lansia Anemia Sedang
dan Lansia Anemia Berat.
c. Deteksi Status Gizi Menggunakan Support Vector Machine (SVM)
Pendeteksi status gizi lansia dilakukan dengan melakukan proses klasifikasi. Salah satu
metode klasifikasi adalah Support Vector Machine (SVM) (Nugroho, 2003). Support Vector
Machine (SVM) dikembangkan oleh Boser, Guyon, dan Vapnik, pertama kali dipresentasikan
pada tahun 1992 di Annual Workshop on Computational Learning Theory. Konsep dasar SVM
sebenarnya merupakan kombinasi harmonis dari teori-teori komputasi yang telah ada puluhan
tahun sebelumnya, seperti margin hyperplane (Duda & Hart tahun 1973, Cover tahun 1965,
Vapnik 1964, dan sebagainya), kernel diperkenalkan oleh Aronszajn tahun 1950, demikian juga
dengan konsep-konsep pendukung yang lain. Akan tetapi hingga tahun 1992, belum pernah ada
upaya merangkaikan komponen-komponen tersebut. Berbeda dengan strategi neural network
yang berusaha mencari hyperplane pemisah antar kelas, SVM berusaha menemukan hyperplane
yang terbaik pada input space. Prinsip dasar SVM adalah linear classifier, dan selanjutnya
dikembangkan agar dapat bekerja pada problem non-linear dengan memasukkan konsep kernel
trick pada ruang kerja berdimensi tinggi. Perkembangan ini memberikan rangsangan minat
penelitian di bidang pattern recognition untuk investigasi potensi kemampuan SVM secara teoritis
maupun dari segi aplikasi. Saat ini SVM telah berhasil diaplikasikan dalam masalah dunia nyata
(real-world problems), dan secara umum memberikan solusi yang lebih baik dibandingkan metode
konvensional seperti misalnya artificial neural network (Nugroho, 2003).Program yang digunakan
adalah MATLAB, yang mana merupakan bahasa yang berkemampuan tinggi untuk teknik
komputasi. Matlab mengkombinasikan komputasi, visualisasi dan pemrograman pada lingkungan
tunggal (MathWork). Modul Software yang digunakan adalah Image Processing Toolbox. Toolbox
adalah kompilasi dari fungsi - fungsi yang diberikan matlab dengan implementasi algoritma
pemrosesan citrakhusus (MathWorks, 2004).
HASIL
Aplikasi deteksi status gizi lansiayang dirancang bertujuan untuk memudahkan kader posyandu dalam hal
pencatatan data rekam medis lansia, pendeteksian status gizi secara otomatis, dan tampilan grafik pemantauan
status gizilansia. Menu Utamadari aplikasi yang dikembangkan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
PEMBAHASAN
Data pelatihan yang digunakan dalam sistem yang dikembangkan sebanyak 200 data. Data
tersebutterdiridari data 0 sampai 100 adalah data lansia status gizi normal, 101 sampai 200 data lansia status
gizikurang. Fitur yang digunakan untuk mendeteksi status gizi lansia adalah beratbadan, tinggi badan dan
tekanan darah. Data pelatihan yang digunakan untuk mendeteksi anemia lansia sebanyak 160 data. Fitur
yang digunakan adalah kadar hemoglobin lansia. Uji coba dilakukan dengan menggunakan 20 data testing.
Hasil dari uji coba status gizilansia menunjukkan tingkat akurasi 88.6%. Hasil dari uji coba deteksi anemia
lansia menunjukkan tingkat akurasi 94.2%. Hal ini menunjukkan bahwa metode yang dapat mendeteksi
status gizidan anemia lansiadengan akurat.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa perangkat lunak pendeteksi
status gizi dan anemia lansia dengan metode Support Vector Machine (SVM) terbukti mampu digunakan
sebagai model pendeteksi status gizidan anemia lansia. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata nilai akurasi sebesar
88.6%untuk status gizidan 94.2% untuk anemia lansia.
DAFTAR PUSTAKA
ArifMuntasa, Muhammad Hariadi, MauridhyHeryPurnomo (2009), A new Formulation of Face Sketch
Multiple Features Detektion Using Pyramid Parameter Model dan Simultaneously Landmark Movement,
International Journal of Computer Science Network and security, Vol 9.
Almatsier, Sunita(2009),PrinsipDasarIlmuGizi. Jakarta :Gramedia
Kroll, W. dan Hawkins, D. (1999), Hidup Prima di UsiaSenja,Alih Bahasa olehSetiadarma, Y.E. Yogyakarta
: Yayasan Andi
DepartemenKesehatan RI (2010), Pedoman Status GiziMelaluiPosyandu. Jakarta :Depkes.
Duda, R., Hart, P., and Stork, D. (2000), “Pattern Clasiffication”, Second Edition. J. Wiley and Sons, Inc.
Gunawan L. A. danHariSutejo(1980), Pembangunan KesehatanMasyarakatDesa, Jakarta, IAKAMI.
Indonesia Depkes (1987), Posyandu, PusatPenyuluhanKesehatanMasyarakat. Jakarta.
Jogiyanto. 2005. AnalisadanDesainSistemInformasi.Yogyakarta:Andi Offset.
Karo-KaroSantoso. Kader Superstar Baru dalam DuniaKesehatan, MajalahKesehatan No. 72 tahun 1979.
Mantra I.B. Dr. Kader Tenaga HarapanMasyarakat, ProyekPengembangan PeyuluhanGizi, Jakarta 1987.
MathWorks, n.d., (2004) ‘Matlab: The Language of Technical Computing’, html page, viewed 25th th27
October 2004.
Nugroho, W (2000), KeperawatanGerontik, Edisi-2. Jakarta:EGC
Nugroho, A.S., Witarto, B.A., Handoko, D., (2003), Support Vector Machine – Teori dan Aplikasinya Dalam
Bioinformatika, Kuliah Umum Ilmu Komputer.com.
Sri Widodo, Siti Farida, FitriaIkaWulandari,AgungSuryadi, (2016), Toddler Nutritional Status Monitoring
Using Intelligent System, International Journal of Research in Engineering and Science (IJRES) Volume
4 Issue 12 , December 2016, PP.10-14
ABSTRAK
Latar Belakang; Pada usia toddler (1-3 tahun) terdapat periode yang sangat penting untuk mencapai
pertumbuhan dan perkembangan secara optimal. Motorik kasar merupakan aspek perkembangan gerakan
dan posisi tubuh. Data nasional Kementrian Kesehatan Indonesia bahwa pada tahun 2010, 11,5% anak
balita di Indonesia mengalami kelainan pertumbuhan dan perkembangan. Orangtua memiliki pengaruh
besar terhadap perkembangan motorik kasar anak. Tujuan; Mengetahuihubungan antara peran orangtua
dengan perkembangan motorik kasar pada anak usia toddler di Wilayah Kerja Pukesmas Sambi 1 Boyolali.
Metode; Penelitian Analitik dengan metode Cross Sectional. Responden penelitian ini adalah anak usia 25-35
bulan beserta orangtuanya berjumlah 78 responden. Sedangkan instrumen yang digunakan adalah kuesioner
peran orangtua dan lembar observasi Denver II dengan analisa Univariat dan Bivariat. Hasil; Mayoritas
responden mempunyai peran orangtua tergolong baik yaitu sebanyak 49 orang (62,8%), dan perkembangan
motorik kasar anak tergolong normal yaitu sebanyak 48 orang (61,5%). Hasil uji statistik menggunakan uji
Kendall’s Tau diperoleh nilai koersasi = 0,543 dengan p-value 0,000 < 0,05. Kesimpulan; Ada hubungan
signifikan antara peran orangtua dengan perkembangan motorik kasar pada anak usia toddler di Wilayah
Kerja Pukesmas Sambi 1 Boyolali.
Kata Kunci : Peran Orangtua, perkembangan motorik kasar, anak usia toddler
ABSTRACT
Background: A very important period exists In toddler ages (1-3 years old) to achieve optimal growth and
development. Gross motoric is aspect of body motion and position developments. National Data of Indonesian
Health Ministry of 2010 indicated that 11.5% young children of Indonesia had growth and development
disorders. Parent has great influence on development of gross motoric of their children. Purpose: Purpose
of the research was to know relationship between parental role and development of gross motoric of toddler
in working region of Puskesmas Sambi I, Boyolali. Method: The research was analytical one with cross-
sectional method. Respondents of the research were young children of 25-35 months old and their parents
amounting to 78 respondents. Instruments of the research consisted of questionnaire of parental role and
Denver II observation sheet with univariate and bivariate analysis. Results: Majority of the respondents,
namely 49 respondents (62.8%), had good parental roles and, 48 young children respondents (61.5%) had
normal development of gross motoric. Statistical test of Kendall’s Tau obtained value of correlation = 0.543
with p-value = 0.000 < 0.05. Conclusion: A significant correlation between parental role and gross motoric
developments of toddlers was found in working region of Puskesmas Sambi 1 Boyolali.
Key words: Parental role, gross motoric development, toddler
PEDAHULUAN
Usia toddler merupakan istilah dari anak usia 1-3 tahun (Maryunani, 2014). Pada usia toddler terdapat
periode yang sangat penting untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan intelektual secara optimal
(Maya dan Fida, 2012). Hasil riset mengenai pertumbuhan dan perkembangan UNICEF tahun 2011 didapat
data masih tingginya angka kejadian gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia balita
khususnya gangguan motorik didapatkan (27,5%) atau 3 juta anak mengalami gangguan. Data nasioanl
menurut Kementrian Kesehatan Indonesia bahwa pada tahun 2010, 11,5% anak balita di Indonesia mengalami
kelainan pertumbuhan dan perkembangan (Kemenkes, 2010).
Pada perkembangan motorik anak, perkembangan motorik kasar merupakan aspek perkembangn lokomisi
(gerakan) dan postur (posisi tubuh). Menurut penelitian yang dilakukan Lisa (2012) megenai perkembangan
motorik kasar pada balita yang dilakukan di Kelurahan Brontokusuman Kecematan Mergangsan Yogyakarta
ditemukan perkembangan motorik kasar sesuai umur sebanyak 88 balita (38,1%), sedangkan tidak berkembang
sesuai umur sebanyak 143 balita (61,9%).
Penelitian yang dilakukan Yuniko, Syamlan & Kusuma (2013) di Kecematan Mayang pada variabel peran
pendamping ibu menunjukan bahwa anak memiliki resiko sebesar 4,150 kali untuk mengalami keterlambatan
perkembangan motorik pada peran pendamping ibu yang tidak berperan.
Dari hasil penelitian di atas, interaksi ibu dan anak sangan mempengaruhi proses pertumbuhan dan
perkembangan anak. Seorang anak yang tidak diasuh oleh kedua orangtuanya pasti mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda ketimbang anak yang diasuh oleh mereka (Maya & Fida,
2012).
Pertumbuhan dan perkembangan anak dapat dipantau melalui kegiatan posyandu. Peran orangtua dalam
mengahdiri posyandu diperlukan. Presentase cakupan balita menghadiri posyandu menunjukan tingkat
partisipasi masyarakat dalam kegiata posyandu. Presentase cakupan balita mengahdiri posyandu di Jawa
Tengah pada tahun 2015 sebanyak 73,9% (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2015).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan Maret 2017 di Wilayah Kerja
Pukesmas Sambi 1 Boyolali, didapatkan data anak usia toddler terbanyak di posyandu kelurahan canden
sebanyak 166 balita usia toddler dihitung dari bulan Januari-Agustus 2017. Balita usia 24-35 bulan sejumlah
78 balita.
Berdasarkan observasi dari 12 balita di Posyandu Kelurahan Canden yang terkait dengan perkembangan
motorik kasar, ada 10 balita yang mengalami keterlambatan dalam berkembang, seperti anak umur 12 bulan
masih ada yang digendong belum bisa jalan sendiri, umur 24-35 bulan ketika disuruh melompati kertas
yang ada didepannya anak belum bisa, dan beberapa lagi belum bisa berjalan mundur. Dari 10 orangtua
dengan anak yang mengalami keterlambatan dalam berkembang, 50% orangtua tidak memberi stimulus,
30% orangtua tidak mengerti tentang tahap perkembangan anaknya, 20% orangtua memperhatikan tumbuh
kembang anaknya.
Dari hasil studi pendahuluan tersebut peneliti tertarik mengajukan penelitian tentang hubungan peran
orangtua dengan perkembangan motorik kasar pada anak usia toddler di Wilayah Kerja Pukesmas Sambi
1 Boyolali.
METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian analitik. Metode pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode cross sectional.Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan
penelitian korelasional. Lokasi penelitian di Posyandu Kelurahan Canden pada bulan Februari-Agustus
2017 dengan jumlah responden 78 responden pada orangtua dan anak usia 24-35 bulan. Teknik sampel
menggunakan total sampeling.Instrumen yang digunakan berupa kuesioner peran orangtua dan lembar
observasi Denver II. Teknik analisa penelitian ini menggunakan analisa univariat, analisa bevariat dengan
uji statistik Kendal tau.
Peran Orangtua F %
Baik 49 62.8
Cukup 24 30.8
Kurang 5 6.4
Total 78 100
Sumber : Data primer diolah tahun 2017
Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan banyaknya responden yang memiliki peran orangtua
baik sebesar 49 responden (62,8%), sedangkan responden yang memiliki peran orangtua cukup
sebanyak 24 responden (30,8%) dan yang berperan kurang sebanyak 5 responden (6,4%).
Menurut Permono (2013), faktor penentu bagi perkembangan anak baik fisik maupun mental
adalah peran orangtua, terutama peran seorang ibu, karena ibu adalah pendidik pertama dan utama
bagi anak-anak yang dilahirhan sampai dia dewasa. Novita et al. (2016) menyebutkan peran
orangtua dalam meningkatkan perkembangan anak usia dini adalah sebagai sentral pendidik
utama anak usia dini dalam masa golden age, penanggung jawab pemenuhan kebutuhan anak dan
pengasuh dengan tingkat kedekatan hubungan emosional paling erat.
Hasil penelitian Werdiningsih dan Astarani (2012) mengemukakan hasil penelitian Peran ibu
dalam memenuhi kebutuhan tahap perkembangan anak usia prasekolah bahwa peran ibu mayoritas
berperan baik dengan sebanyak 57 responden (87,6%) dan 8 responden (12,4) dengan kategori
cukup berperan.
Menurut Herentina dan Yusiana (2012), peran orangtua dipengaruhi beberapa hal yang terkait
dengan pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, umur, minat, pengalaman, kebudayaan
dan informasi. Hal tersebut dangat perpengaruh pada peran orangtua dan perkembangan anak.
b. Perkembangan Motorik Kasar
Hasil penelitian mengenai perkembangan motorik kasar yang diperoleh dari penilaian lembar
observasi Denver II dapat dikategorikan menjadi normal yaitu: bila tidak ada keterlambatan (F)
atau paling banyak terdapat satu caution (C), sedangkan suspek yaitu: bila didapat dua atau lebih
caution (C) dan atau satu atau lebih keterlambatan (F), dan abnormal yaitu: terdapat 2 atau lebih
keterlambatan (F). Distribusi Frekuensi Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia Toddler dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia Toddler
di Wilayah Kerja Pukesmas Sambi 1 Boyolali Tahun 2017.
Perkembangan Motorik Kasar F %
Normal 54 69.2
Suspek 21 26.9
Abnormal 3 3.8
Total 78 100
Sumber : Data primer diolah tahun 2017
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan banyaknya responden yang normal sebanyak 54 responden
(69,2%), sedangkan responden yang suspek sebanyak 21 responden (26,9%), dan responden yang
abnormal sebanyak 3 responden (3,8%).
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) struktur dan fungsi tubuh yang tebih
kompleks, dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan
atau maturitas (Soetjiningsih, 2014). Perkembangan motorik kasar adalah aspek yang berhubungan
dengan pergerakan dan sikap tubuh. Perkembangan motorik kasar merupakan aspek yang menarik
perhatian karena mudah diamati (Maryunani, 2010). Aspek atau gerak motorik kasar, merupakan
gerak anggota badan secara kasar, atau setidaknya dilakukan dengan gerak-gerak yang agak keras.
Misalnya berjalan, naik turun tangga, melempar, dan menagkap bola yang disodorkan kepadanya.
Anak dapat mencapai perkembangan disebabkan syaraf yang berfungsi mengontrol gerak motorik
sudah mencapai kematangan dan menstimulasi berbagai kegiatan motorik yang dilakukan anak
secara luas. Otot besar yang mengontrol gerakan motorik kasar berkembang lebih cepat dibanding
otot halus (Werdiningsih dan Astarani, 2012).
Menurut penelitian yang dilakukan Lisa (2012) megenai perkembangan motorik kasar
pada balita yang dilakukan di Kelurahan Brontokusuman Kecematan Mergangsan Yogyakarta
ditemukan perkembangan motorik kasar sesuai umur sebanyak 88 balita (38,1%), sedangkan tidak
berkembang sesuai umur sebanyak 143 balita (61,9%). Penelitian Werdiningsih dan Astarani (2012)
tentang peran orangtua dalam pemenuhan kebutuhan anak tahap perkembangan anak usia pra
sekolah di TK Baptis Setia Bakti Kediri menjelaskan bahwa dari 65 anak terdapat perkembangan
motrorik kasar dalam kategori lebih 13 anak (20%), 41 anak (63%) tergolong normal, 4 anak
(6,1%) tergolong peringatan, 2 anak (3,3) tergolong keterlambatan dan 5 anak (7,6%) tidak ada
kesempatan.
Dari penelitian diatas menunjukkan bahwa hal tersebut menunjukkan masih ada anak yang
mengalami keterlambatan dan perekembangan motorik kasar anak belum optimal padahal
keterlambatan motorik anak akan mempengaruhi perkembangan pada tahap berikutnya.
Tabel 5.3 menunjukkan hasil perhitungan analisa bivariat hubungan antara peran orangtua dengan
perkembangan motorik kasar anak usia toddler. Didapatkan hasil bahwa dari 78 anak usia toddler yang
sedang dalam perkembangan motorik kasar dalam kategori normal yaitu 54 responden (69,2%) dan
peran orangtua dalam kategori baik yaitu 49 responden (62,8%). Hasil dari uji statistik kendall’s tau
diperoleh nilai koersasi = 0,518 dengan p-value 0,000 < 0,05, hal ini berarti ada hubungan signifikan
antara peran orangtua dengan perkembangan motorik kasar pada anak usia toddler di Wilayah Kerja
Pukesmas Sambi 1 Boyolali.
Setiap orangtua akan mengharapkan anaknya tumbuh dan berkembang secara sempurna tanpa
mengalami hambatan apapun. Namun ada banyak faktor yang dapat berpengaruh terhadap proses
pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut dimana ada sebagian anak tidak selamanya tahapan
tumbangnya sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orangtua. Ridha (2014), ada beberapa faktor
yang mempengaruhi terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu faktor genetik atau
herediter, faktor lingkungan dan faktor pelayanan kesehatan. Dalam faktor lingkungan terdapat faktor
lingkungan internal dan lingkungan eksternal, pada faktor lingkungan eksternal salah satunya adalah
status gizi, pemenuhan gizi anak adalah salah satu peran orangtua dan mempengaruhi perkembangan
motorik kasar anak.
Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian dari Wauran et al (2016), Hubungan status gizi dengan
perkembangan motorik kasar pada anak usia 1-3 tahun di Kelurahan Bitung Kecamatan Amurang
Kabupaten Minahasa Selatan bahwa didapat nilai p value 0,006 nilai α 0,05 maka Ho ditolah dan Ha
diterima artinya ada hubungan antara status gizi dengan perkembangan motorik kasar pada anak usia
1-3 tahun.
2. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian maka peneliti dapat memberikan beberapa saran sebagai berikut:
a. Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat mengembangkan penelitian lebih lanjut tentang peran orang tua dalam
perkembangan motorik kasar anak usia toddler dengan metode yang berbeda sehingga akan
diperoleh hasil yang lebih baik dan dapat memperbaiki keterbatasan penelitian ini.
b. Kader Posyandu
Diharapkan kader posyandu memberikan penyuluhan atau penjelasan kepada orangtua agar lebih
memperhatikan tumbuh kembang anak terutama perkembangan motorik kasar anak dengan aktif
menghadiri posyandu setiap bulannya.
c. Orangtua
Diharapkan orangtua lebih meningkatkan pengetahuan tetang perkembangan motorik kasar anak
dan memantau perkembangan anak dengan melakukan skrining dini. Sehingga dapat mencegah
keterlambatan anak dalam tumbuh kembang.
DAFTAR PUSTAKA
Briawan, D. dan T. Herawati. 2008. Peran Stimulasi Orangtua Terhadap Perkembangan Anak Balita Keluarga
Miskin Tahun 2008. Jurnal 2(1).
Dahlan, M. S. 2013. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 5. Selemba Medika. Jakarta.
Departemen Kesehatan Boyolali. 2015. Profil Kesehatan Kabupaten Boyolali Tahun 2015. DINKES. Boyolali.
Departemen Kesehatan Jawa Tengah. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015. DINKES.
Semarang.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Profil Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015.
DINKES. Jakarta.
Dewi, R. C., A. Oktiawati, dan L. D. Saputri. 2015. Teori dan Konsep Tumbuh Kembang: Bayi, Toddler,
Anak dan Usia Remaja. Nuha Medika. Yogyakarta.
Diba, F. V. 2014. Peran Orangtua Dalam Tumbuh Kembang Anak. Dokter Anakku. http://dokteranakku.net/
article/2014/09/peran-orangtua-dalam-tumbuh-kembang-anak.html.
Gunarsa, S. D. 2007. Psikologi Remaja. BPK Gunung Mulia. Jakarta
Harmaini, V. Shofiah, dan A. Yyulianti. 2014. Peran Ayah Mendidik Anak. Jurnal Psikologi 10(2).
Harmoko. 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Iriani, D. 2014. 101 Kesalahan dalam Mendidik Anak. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Jonson, L. dan R. Leny. 2010. Keperawatan keluarga Plus Contoh Askep Keluarga. Nuha Medika. Yogyakarta.
Kusuma, I. F., R. Syamlan, dan A. Yoniko. 2013. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Stimulasi Dini dengan
Perkembangan Motorik pada Anak Usia 6-24 Bulan di Kecamatan Mayang Kabupaten Jember Tahun
2013. Jurnal Ikesma 9(1).
Lindawati. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perkembangan Motorik Anak Usia Pra Sekolah
tahun 2013. Jurnal Health Quality 1(1): 1-76.
Lisa, U. F. 2012. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Perkembangan Motorik Kasar Balita di
Kelurahan Brontokusuman Kecamatan Mergangsan Yogyakarta Tahun 2012. Jurnal Ilmiah 2(2).
Maryunani, A. 2010. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebibanan. Trans Info Media. Jakarta.
________. 2014. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra-Sekolah. IN Media.
Maya dan Fida. 2012. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. D-Medika. Jogjakarta.
Novita, D., Amirullah, Ruslan. 2016. Peran Orangtua Dalam Meningkatkan Perkembangan Anak Usia Dini
Di Desa Air Pinang Kecamatan Simeulue Timur. Jurnal Ilmiah 1(1): 22-30.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.Edisi 8. Salemba Medika.
Jakarta.
Ridha, H. N. 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Riyanto, A. 2011. Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Nuha Medika. Yogyakarta.
Santoso, S. 2014. Statistik NonParametrik. Edisi Revisi. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Siswanto, H. 2010. Pendidikan Kesehatan Anak Usia Dini. Pustaka Rihama. Yogyakarta.
Soetjiningsih dan IG. N. Gde Ranuh. 2014. Tumbuh Kembang Anak.Edisi 2. EGC. Jakarta.
Susanty, N. M dan A. Margawati. Hubungan Derajat Sunting 2012. Asupan Zat Gizi dan Sosial Ekonomi
Rumah Tangga dengan Perkembangan Motorik Anak Usia 24-36 Bulan di Wilayah Kerja Pukesmas
Bungangan Semarang. Jurnal of Nutrition College 1(1): 327-336.
Taju, C. M., A. Y. Ismanto, dan A. Babakal 2015. Hubungan Status Pekerjaan Ibu Dengan Perkembangan
Motorik Halus dan Motorik Kasar Anak Usia Prasekolah di PAUD GMIM Bukit Hermon dan TK Idhata
Kecamatan Malalayang Kota Manado. Ejurnal Keperawatan 3(2)
Wauran, C. G., R. Kundre, dan W. Silolonga 2016. Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Motorik
Kasar pada Anak Usia 1-3 Tahun di Kelurahan Bitung Kecamatan Amurang Kabupaten Minahasa Selatan
Tahun 2016. Jurnal Keperawatan 4(2).
Werdiningsih, A. T. A dan K. Astarani (2012). Peran Ibu dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar Anak Terhadap
Perkembangan Anak Usia Prasekolah. Jurnal STIKES 5(1).
Yuniarti, S. 2015. Asuhan Tumbuh Kembang Neonatus Bayi – Balita dan Anak Pra-Sekolah. Refika Aditama.
Bandung.
1
APIKES Citra Medika Surakarta, yuliani_novita@gmail.com
2
APIKES Citra Medika Surakarta, sukmanurfitri13@yahoo.com
3
RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo, riska_ayu@gmail.com
ABSTRAK
Salah satu pelayanan yang diberikan rumah sakit adalah rawat inap. Untuk menilaisuatu efisiensi
rumah sakit dapat diukurdenganmenghitungnilaidari BOR, LOS, TOI, dan BTO, dandibantudengan grafik
Barber Johnson, yang terdapat daerah efisiensi. Rekam medis adalah salah satu penunjang tercapainya tertib
admnistrasi dalam rangka tercapainya tujuan rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
efisiensi indikator rawat inap berdasarkan grafik Barber Johnson di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Sukoharjo pada Triwulan III dan Triwulan IV tahun 2017. Metode penelitian ini menggunakan jenis diskriptif
dengan pendekatan Cross sectional. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada Triwulan III dan Triwulan IV
belum termasuk kategori efisien menurut Barber Johnson. Hal ini terbukti dari hasil grafik Barber Johnson
yang menunjukan pada titik BOR, LOS, TOI, dan BTO bertemu pada satu titik yang terletak diluar daerah
efisien. Dari hasil wawancara dan observasi didapatkan hasil pada Triwulan III dan Triwulan IV tahun
2017 nilai BOR belum ideal, nilai LOS ideal, nilai TOI ideal, dan nilai BTO pada triwulan III belum ideal
sedangkan pada triwulan IV ideal. Kesimpulan dari penelitian ini adalah untuk efisiensi indikator Rawat
Inap berdasarkan grafik Barber Johnson di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Sukoharjo pada Triwulan
III dan Triwulan IV tahun 2017 belum efisien.
Kata Kunci : Barber Johnson , BOR, LOS, TOI, BTO
ABSTRACT
One of the services provided by the hospital is hospitalization. To assess a hospital efficiency a Barber
Johnson graph can be used. In the Barber Johnson chart there is an efficiency area. At the hospital there is a
need to improve service quality. Medical record is one of supporting the achievement of orderly administration
in order to reach the purpose of hospital. The purpose of this research is to analyze the efficiency of inpatient
indicator based on Barber Johnson graph at PKU Muhammadiyah Hospital Sukoharjo in Quarter III and
Quarter IV 2017. This research method use descriptive type with Cross sectional approach. The results showed
that in the third and fourth quarters of the IV is not yet efficient category according to Barber Johnson. This
is evident from the Barber Johnson chart showing at the point BOR, LOS, TOI, and BTO meet at a point
located outside the efficient area. From the interviews and observation results obtained in Quarter III and
Quarter IV 2017 BOR value is not ideal, ideal LOS value, ideal TOI value, and BTO value in the third quarter
is not ideal yet in the fourth quarter ideal. The conclusion of this research is for the efficiency of Inpatient
indicator based on Barber Johnson chart at Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Sukoharjo in Quarter III
and Quarter IV 2017 not efficient yet.
Keywords: Barber Johnson, BOR, LOS, TOI
PENDAHULUAN
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Rawat inap adalah salah satu bentuk pelayanan pasien yang diberikan oleh rumah sakit. Pelayanan
rawat inap yaitu pelayanan yang diberikan kepada pasien yang memerlukan observasi, diagnosis, terapi atau
rehabilitasi yang perlu menginap dan menggunakan tempat tidur serta mendapat makanan dan pelayanan
perawatan terus menerus (Rustyanto, 2010). Rumah sakit dikatakan baik, jika jumlah kunjungan dari tahun
ketahun semakin meningkat dan adanya peningkatan dalam pelayanan kepada pasien. Peningkatan mutu
pelayanan rekam medis, dapat ditinjau dari mutu efisiensi rumah sakit, yang dalam hal ini dapat dilihat dari
penghitungan statistik rumah sakit. Statistik Rumah Sakit adalah statistik yang bersumber pada data rekam
medis, sebagai informasi kesehatan yang digunakan untuk memperoleh kapasitas bagi praktisi kesehatan,
manajemen dan tenaga medis dalam pengambilan keputusan. Rekam medis adalah berkas yang berisikan
catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien (Permenkes Nomor 269 Tahun 2008).
Tingkat efisiensi suatu rumah sakitdapatdiukurdenganmenggunakan empat parameter., yaitu BOR,
LOS, TOI, dan BTO.Efisiensi adalah salah satu parameter/indikator kinerja yang secara teoritis mendasari
seluruh kinerja suatu organisasi dalam hal ini adalah rumah sakit. Hal tersebut dapat digambarkan memalui
grafik Barber Johnson. Grafik Barber Johnson adalah suatu grafik, yang dapat dengan jelas menganalisa
dan sekaligus menyajikan efisiensi penggunaan tempat tidur baik dari segi mutu medis mmaupun ekonomis
dengan menampilkan keempat parameter yaitu BOR (Bed Occupancy Rate), LOS (Lenght of Stay), TOI
(Turn Over Interval), dan BTO (Bed Turn Over).
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Sukoharjo yang beralamat di Jl. Mayor Sunaryo No 37
Sukoharjo (57512) merupakan rumah sakit tipe C yang telah ditetapkan pada tanggal 14 Juni 2016 Terbit
Izin Operasional dan Penetapan Kelas Rumah Sakit Tipe C dari Dinas Kabupaten Sukoharjo No 445/7936/
VI/2016. Berdasarkan dari hasil yang diperoleh dari wawancara dan observasi didapatkan hasil indikator
rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Sukoharjo tahun 2017 untuk nilai BOR Triwulan III adalah
74% dan pada Triwulan IV adalah 73%. Nilai LOS pada Triwulan III adalah 9,62 atau dalam pembulatan
10 hari dan pada Triwulan IV adalah 7,11 atau dalam pembulatan7 hari. Nilai TOI pada Triwulan III adalah
3,43 atau dalam pembulatan 3 hari dan pada Triwulan IV 2,63 atau dalam pembulatan 3 hari. Dan nilai BTO
adalahTriwulan III adalah 7,04 atau dalam pembulatan 7 kali dan pada Triwulan IV adalah 9,43 atau dalam
pembulatan 9 kali. Dari hasil tersebut, dapat dirumuskan sebuah permasalahan yang akan diselesaikan
yaitu bagaimana analisis efisiensi indikator rawat inap berdasarkan grafik Barber Johnson di Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Sukoharjo pada Triwulan III dan Triwulan IV tahun 2017? Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis efisiensi indikator rawat inap berdasarkan grafik Barber Johnson di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Sukoharjo pada Triwulan III dan Triwulan IV tahun 2017.
METODE
Jenis penelitian ini adalah diskriptif dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah
Rekapitulasi SHRI di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Sukoharjo padaTriwulan III dan Triwulan IV tahun
2017. Mengguakan Sampel Jenuh yaitu jumlah total populasi berupa hasil Rekapitulasi SHRI di Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Sukoharjo padaTriwulan III dan Triwulan IV tahun 2017. Variabel dalam penelitian
ini adalah BOR, LOS, TOI, dan BTO.
HASIL
Pelayanan rawat inap di rumah sakit, dapat dikatakan efisien apabila keempat parameter indikator
yaitu BOR (Bed Occupancy Rate), LOS (Lenght of Stay), TOI (Turn Over Interval), dan BTO (Bed Turn
Over) bertemu pada satu titik didaerah efisiensi. Dari hasil penelitian di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Sukoharjo belum efisien menurut standar Barber Johnson.
Tabel 1. Indikator Efisiensi Pelayanan Rawat InapRumah Sakit PKU Muhammadiyah Sukoharjo
Indikator Triwulan III Triwulan IV
BOR (Bed Occupancy Rate) 74 % 73 %
LOS (Lenght of Stay) 9,62 hari 7,11 hari
TOI (Turn Over Interval) 3,43 hari 2,63 hari
BTO (Bed Turn Over) 7,04 kali 9,43 kali
Tabel 1 merupakan hasil perhitungan indikator efisiensi pelayanan rawat inap di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Sukoharjo pada Triwulan III dan Triwulan IV tahun 2017. Dari tabel tersebut dapat dilihat
bahwa indikator yang tidak efisien menurut perhitungan Barber Johnson adalah indikator BOR pada
Triwulan III dan Triwulan IV, dan indikator BTO pada Triwulan III. Masing-masing standar ideal menurut
Barber Johnson yaitu BOR adalah 75-85%, sedangkan standar ideal BTO untuk Triwulan adalah 7,5 kali,
karenastandar ideal BTO adalah 30 kali per tahun.
Grafik 1 dan Grafik 2 merupakan hasil perhitungan indikator rawat inap di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Sukoharjo pada Triwulan III dan Triwulan IV tahun 2017 menurut Barber Johnson. Pada
grafik tersebut terdapat garis horizontal yang menunjukan nilai TOI, dan pada garis vertikal menunjukan
nilai LOS. Garis yang ditarik dari pertemuan sumbu horizontal dan vertikal,yaitu titik 0,0 dan membentuk
kipas disebut garis bantu BOR. Garis yang ditarik dan menghubungkan posisi nilai LOS dan TOI sama
disebut garis bantu BTO.Dan terdapat area yang disebut daerah efisiensi.Pertemuan empat indikator antara
BOR, LOS, TOI, dan BTO masih berada di luar daerah efisiensi. Hal tersebut menunjukan bahwa pelayanan
rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Sukoharjo pada Triwulan III dan Triwulan IV tahun 2017
belum efisien menurut Barber Johnson. Dikatakan dapat efisien apabila keempat indikator tersebut berada
di daerah efisiensi.
PEMBAHASAN
Analisis efisiensi pelayanan rawat inap berdasarkan grafik Barber Johnson dengan cara memadukan
keempat indikator yaitu BOR, LOS, TOI, dan BTO dimana titik pertemuan keempat indikator tersebut masih
berada diluar daerah efisiensi dan dapat dikatakan belum efisien. Nilai BOR, LOS, TOI dan BTO di Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah Sukoharjo pada Triwulan III dan Triwulan IV tahun 2017 merupakan faktor
utama tidak efisiensinya suatu pelayanan rawat inap.
Hasil Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Sukoharjo, nilai BOR yang
menunjukan persentase pemakaian TT di unit rawat inap, pada Triwulan III adalah 74% dan pada Triwulan IV
adalah 73%. Hal tersebut menunjukan terjadinya penurunan dan belum memenuhi standar. Menurut standar
ideal menurut Barber Johnson untuk nilai BOR adalah 75%-85%. Dari hasil observasi dan wawancara yang
diperoleh, faktor yang menyebabkan tidak idealnya nilai BOR dan terjadinya penurunan , disebabkan oleh
Hari Perawatan pada Triwulan III ke Triwulan IV tahun 2017 terjadi. Karena berkurangnya jumlah dokter
spesialis pada triwulan IV , dan kurangnya dalam peningkatan mutu pelayanan rumah sakit (promosi rumah
sakit, khualitas pelayanan, fasilitas yang kurang memadai, jumlah tenaga medis) adalah faktor pemicu BOR
tidak ideal. Nilai BOR yang rendah dapat memicu rendahnya pendapatan rumah sakit.
Nilai LOS yang menujukan rata-rata jumlah hari pasien rawat inap di rumah sakit pada Triwulan III
ke Triwulan IV tahun 2017 terjadi penurunan dan sudah memenuhi standar. Pada Trwilulan III adalah 9,62
Dan dibulatkan menjadi 10 hari, dan pada Triwulan IV adalah 7,11 dan dibulatkan menjadi7 hari. Standar
ideal untuk LOS adalah 3-12 hari. Dari hasil wawancara dan observasi yang didapatkan, pada Triwulan IV
di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Sukoharjo sudah menerapkan Clinical Pathway. Dimana Clinical
Pathwaysendiri adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang
diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasiS bukti
dengan hasil yang terukur dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit.
Nilai TOI yang menunjukan lamanya TT kosong sampai terisi kembali pada Triwulan III ke Triwulan
IV tahun 2017 adalah sama. Pada Triwulan III adalah 3,43 dibulatkan menjadi 3 hari dan Triwulan IV adalah
2,63 dibulatkan menjadi 3 hari. Hal tersebut sudah sesuai dengan standar ideal TOI adalah 1-3 hari. Dari
hasil wawancara dan observasi yang didapatkan, karena jumlah pasien pada Triwulan IV meningkat. Dan
berkaitan dengan nilai LOS yang menurun pada triwulan IV disebabkan di rumah sakit sudah menerapkan
Clinical Pathway.
Nilai BTO yang menunjukan beberapa kali satu tempat tidur dipakai oleh pasien dalam periode tertentu,
pada Triwulan III satu tempat tidur dipakai oleh pasien sebanyak 7,04 dibulatkan menjadi 7 kali dalam suatu
periode , sedangkan pada Triwulan IV satu tempat tidur dipakai oleh pasien sebanyak 9,43 dibulatkan menjadi
9 kali dalam suatu. Nilai BTO pada Triwulan III belum memenuhi stndar,danTriwulanIV sudah memenuhi
standar.Untuk standar ideal BTO adalah 30 kali/tahun. Dan dalamtriwulanadalah 7,5 kali. Tidak idealnya nilai
BTO pada Triwulan III karena jumlah TT yang tersedia dengan jumlah pasien rawat inap yang ada, belum
sesuai dengan TT tersedia. Karena kurangnya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit (promosikesehatan,
khualitaspelayanan, fasilitas yang kurangmemadai, dan tenaga medis).
KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian ini adalah pelayanan rawat inap di Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Sukoharjo pada Triwulan III dan Triwulan IV tahun 2017 belum dikatakan efisien
menurut standar ideal Barber Johnson. Indikator yang sudah sesuai standar adalah LOS pada Triwulan III
dan Triwulan IV, TOI pada Triwulan III dan Triwulan IV , dan BTO pada Triwulan IV. Sedangkan indikator
yang belum memenuhi standar Barber Johnson adalah BOR pada Triwulan III dan Triwulan IV, dan BTO
pada Triwulan III.
DAFTAR PUSTAKA
Budi, Savitri C. 2011. Manajemen Unit Kerja Rekam Medis. Yogyakarta : Quantum Sinergis Medis
Hasan, Iqbal. 2012. Pokok-Pokok Materi Statistik 2 (Edisi ke-2). Jakarta : PT Bumi Aksara.
Hidayah, Nurulhttps://aepnurulhidayat.wordpress.com/2016/08/30/konsep-kodifikasi-coding-penyakit-by-
aep-nurul-hidayah/. Diakses pada tanggal 9 Januari 2018 Pukul 15.00 WIB.(Onlinehttps://www.google.
co.id/url?q=http://ejournal.stikesayaniyk.ac.id/index.php/mik diakses 10 Januari 2018).
Ningsih dan Maya. 2016. Analisis Efisiensi Pengelolaan Tempat Tidur Rumah Sakit Berdasarkan Grafik
Barber Johnson Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2015. Jurnal Media Ilmu Kesehatan.
Vol 5. No. 3.
Notoatmodjo ,Soekidjo. 2012. MetodologiPenelitianKesehatan. Jakarta: RinekaCipta.
Permenkes No. 269 tahun 2008. TentangRekamMedis.
Sudra, Rano Indardi. 2014. Rekam Medis. Tangerang Selatan : Universitas Terbuka
Sudra, Rano Indardi. 2010. Statistik Rumah Sakit. Yogyakarta : Graha Ilmu
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung : Alfabeta.
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No. 44 Tahun 2009. Tentang Rumah Sakit.
Rustyanto, Ery. 2010. Statistik Rumah Sakit Untuk Pengambilan Keputusan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Darah Ifalahma
AKBID Citra Medika Surakarta, darahifalahma@yahoo.co.id
ABSTRAK
Survey yang ada di Indonesia menyebutkan bahwa setengah juta anak masih suka mengompol. Terdapat
sekitar 20% anak usia balita tidak melakukan toilet training dan 75% orang tua tidak memandang kondisi
seperti itu sebagai masalah. Kedekatan interaksi orang tua dengan anak dalam toilet training akan membuat
anak merasa aman dan percaya diri. Faktor kesiapan orang tua memegang peranan penting untuk melatih
anak dan membutuhkan proses yang bertahap dan waktu yang lama. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui korelasi kesiapan orang tua dengan kemampuan toilet training pada anak usia 18 – 36 bulan.
Desain penelitian yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Variable bebas
adalah kesiapan orang tua, sedangkan variable terikat adalah kemampuan toilet training anak usia 18 – 36
bulan. Sampel dalam penelitian ini yaitu ibu yang memiliki anak usia 18 – 36 bulan. Data yang digunakan
adalah data primer dan sekunder. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner tertutup.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan analisis univariate (distribusi frekuensi) dan analisis
bivariate (Chi Squere).
Hasil analisa data menunjukkan p <0,05 yang berarti ada hubungan signifikan dan nilai Odd ratio
sebesar 22 artinya ibu yang siap dalam melakukan toilet training pada anak berpeluang anaknya berhasil
melakukan toilet training 22 kali lebih besar. Kesimpulan ada hubungan signifikan antara kesiapan Orang
tua dengan kemampuan toilet training pada anak usia 18–36 bulan.
Kata Kunci: Toilet Training, anak usia 18-36 bulan, kesiapan orang tua
ABSTRAK
Surveys in Indonesia say that half a million children still like to wet the bed. There are about 20% of
children under five do not do toilet training and 75% of parents do not view such conditions as a problem. The
proximity of parents’ interactions with children in toilet training will make children feel safe and confident.
Parents readiness factor plays an important role to train children and requires a gradual process and a long
time. The purpose of this research is to know the correlation of parents readiness with the ability of toilet
training in children aged 18 - 36 months.
The research design used was analytical with Cross Sectional approach. Free variable is the readiness
of parents, while the dependent variable is the ability of toilet training children aged 18 - 36 months. The
sample in this research is mother who have children aged 18 - 36 months. The data used are primary and
secondary data. The data collection instrument used is a closed questionnaire. The data obtained were then
analyzed by univariate analysis (frequency distribution) and bivariate analysis (Chi Squere).
Result of data analysis show p <0,05 meaning there is significant relation and value of Odd ratio equal
to 22 mean that mother ready in doing toilet training in child have chance of their child successfully do toilet
training 22 times bigger. Conclusion There is a significant relationship between Parental readiness with toilet
training ability in children aged 18-36 months.
Keywords: Toilet Training, children aged 18-36 months, readiness of parents
PENDAHULUAN
Menurut teori Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud menjelaskan bahwa fase anal merupakan
salah satu fase penting perkembangan psikologis seseorang, dimana genetalia menjadi area yang menarik
dan area tubuh yang sensitif. Dalam fase ini anak pertama kali dihadapkan pada kondisi dimana keadaan
fisiologis dan biologis tubuhnya harus disesuaikan dengan faktor lingkungan dan sosial. Fase ini merupakan
fase yang tepat untuk mengajarkan anak untuk menahan kebutuhan biologis misalnya melakukan buang air
kecil (BAK) dan buang air besar (BAB). Pada periode ini pula konsep diri anak sudah mulai berkembang,
terjadi peningkatan kontrol diri dan penguasaan, lebih banyak bergerak, peningkatan kemandirian dan sudah
siap untuk melakukan toilet training ( Potter, 2010).
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam
melakukan BAK dan BAB. Toilet training dapat berlangsung pada fase kehidupan anak dimulai pada umur
18 bulan sampai 2 tahun. Hal ini penting untuk menyesuaikan perkembangannya dengan faktor lingkungan
yaitu menjaga kebersihan dan faktor sosial yaitu ajaran orang tua (Hidayat, 2008).
Survey yang ada di Indonesia menyebutkan bahwa setengah juta anak masih suka ngompol, yang terdiri
dari 32% anak berusia 4 tahun, 21% anak berusia 5 tahun, 12% anak berusia 6 tahun, 14% anak berusia 7
tahun, 11% anak berusia 9 tahun, 5% anak berusia 12 tahun dan 5% anak berusia 15 tahun masih mengompol
ditempat tidur. Terdapat sekitar 20% anak usia balita tidak melakukan toilet training dan 75% orang tua
tidak memandang kondisi seperti itu sebagai masalah.
Menurut Wong (2008) menyatakan bahwa melalui toilet training anak akan belajar bagaimana mereka
mengendalikan keinginan untuk buang air yang selanjutnya akan menjadikan mereka terbiasa untuk
meggunakan toilet (mencerminkan keteraturan)secara mandiri. Kedekatan interaksi orang tua dengan anak
dalam toilet training ini akan membuat anak merasa aman dan percaya diri. Faktor yang mempengaruhi
keberhasilan toilet training antara lain kesiapan orang tua dan kesiapan anak (Hidayat, 2010). Widayatun
(2010) menjelaskan bahwa kesiapan orang tua dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor
intrinsik merupakan dorongan yang berasal dari dalam diri seseorang yaitu berupa pengetahuan, sikap dan
kematangan usia. Sedangkan faktor ekstrinsik yaiu berupa sarana prasarana dan lingkungan. Faktor kesiapan
orang tua memegang peranan penting untuk melatih anak. Dimulai dari melatih anak untuk tidak mengompol
di siang hari, tidak BAB di celana sampai tidak mngompol di malam hari. Hal ini membutuhkan proses
yang bertahap dan waktu yang lama (Repurawati, 2011). Usaha untuk melatih anak dalam BAK dan BAB
dapat dilakukan dengan cara memberikan contoh dan anak menirukannya secara benar, mengobservasi saat
memberikan contoh toilet training, memberikan pujian saat anak berhasil dan tidak memarahi saat anak
gagal dalam melakukan toilet training (Gupte, 2009).
Keberhasilan toilet training tidak hanya dari kemampuan fisik, psikologis dan emosi anak itu sendri
tetapi juga dari bagaimana perilaku orang tua untuk mengajarkan toilet training secara baik dan benar,
sehingga anak dapat melakukan dengan baik dan benar hingga besar kelak (Warner, 2009). Menurut Bloom
membagi perilaku manusia dalam tiga ranah, yaitu pengetahuan(knowledge), sikap (attitude), dan praktik
atau tindakan (practice). Mulai dari pengetahuan orang tua tentang toilet training, kemudian orang tua harus
mempersiapkan diri serta anak untuk latihan toilet training (Wulandari, 2011). Keberhasilan toilet training
memberikan beberapa keuntungan bagi anak, seperti dapat mengontrol BAK dan BAB, awal terbentuknya
kemandirian sehingga anak bisa melakukan BAK atau BAB sendiri serta mulai mengetahui beberapa bagian
tubuh dan fungsinya(Rana, 2010). Toilet training juga penting dalam perkembangan kepribadian anak, karena
merupakan latihan moral pertama kali yang diterima anak dan sangat berpengaruh pada perkembangan moral
selanjutnya (Supartini, 2009).
Peran orang tua yang dilakukan dalam toilet training mencakup kebiasaan anak agar terbiasa
mengkomunikasikan keinginan BAK atau BAB, anak dapat memberitahu orang tua saat pakaian basah,
dengan harapan anak mampu mandiri saat BAK atau BAB. Tetapi terkadang orang tua masih kurang bisa
membaca tanda yang telah diberikan oleh anak mereka atau terlambat saat mengetahui tanda bahwa anak
mereka ingin BAK atau BAB. Banyak hal yang menyebabkan kegagalan toilet training antara lain memulai
toilet training pada saat yang salah, memaksa anak dan menghukum anak. Pada anak usia 2 tahun, apabila
dilaksanakan toilet training dengan benar, seharusnya anak tidak mengompol pada siang hari. Orang tua
seharusnya tidak menghukum dan memarahi anak dalam penerapan toilet training karena hampir tidak ada
anak yang mengingat mengompol (Pembadjeng, 2010).
Dampak toilet training yang paling umum dalam kegagalan toilet training antara lain adalah adanya
perlakuan atau aturan yang ketat dari orang tua kepada anaknya yang dapat mengganggu kepribadian anak
atau cenderung bersifat retentif dimana cenderung bersikap keras kepala. Hal ini dapat terjadi apabila orang
tua sering memarahi anak pada saat BAK atau BAB. Bila orang tua santai dalam memberikan aturan toilet
training maka akan dapat mengalami kepribadian ekspresif dimana anak lebih tega, cenderung ceroboh,
suka membuat masalah, emosional dan sesuka hati dalam melakukan kegiatan sehari-hari ( Hidayat, 2008).
Cara orang tua mendidik anak agar terbiasa untuk dapat BAK atau BAB sesuai waktunya bisa dimulai
sejak anak usia 1 tahun karena pada umur sekian anak baru memasuki fase awal yaitu fase dimana anak
berpusat pada kesenangannya pada bagian kelamin, tetapi para peneliti lebih menyarankan agar mengajari
anak untuk toilet training saat anak mereka berusia 18 bulan (Wulandari, 2011). Studi terbaru mengenai
toilet training merekomendasikan para orang tua untuk mulai mengenalkan toilet training saat anak berusia
18-36 bulan. Anak yang baru mulai belajar menggunakan toilet di atas usia 3 tahun cenderung lebih sering
mengompol hingga usia sekolah. Sebaliknya, bila anda mulai mengenalkan anak untuk pipis dan buang air
besar di toilet sebelum ia berusia 18 bulan justru lebih sering gagal (Rana, 2010).
Studi pendahuluan di Kelurahan Kadipiro Banjarsari Surakarta didapatkan hasil wawancara dengan
10 ibu yang memiliki anak balita, ada 3 ibu (30%) mengatakan masih memakaikan diapers pada anaknya
karena beralasan lebih praktris, 3 ibu (30%) mengatakan tidak melakukan toilet training karena kesibukan
dan para ibu beranggapan bahwa anak akan bisa mengontrol BAK dan BAB dengan sendirinya, 4 ibu (40%)
mengatakan sudah melatih toileting kepada anaknya sejak usia 1,5 tahun. Observasi perilaku toilet training
yang dilakukan oleh ibu kepada anak-anaknya didapatkan bahwa para ibu masih sering marah atau bahkan
memberikan hukuman saat anaknya BAK atau BAB disembarang tempat, ada beberapa anak yang tidak bilang
sebelum BAK atau BAB, dan kadang masih ada yang menangis saat BAK dicelana karena takut dimarahi.
Masalah pada penelitian ini adalah bagaimana korelasi kesiapan orang tua dengan kemampuan toilet
training pada anak usia 18 – 36 bulan. Menurut teori kesiapan orang tua dipengaruhi oleh faktor intrinsik
dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik merupakan dorongan yang berasal dari dalam diri seseorang yaitu
berupa pengetahuan, sikap dan kematangan usia. Sedangkan faktor ekstrinsik yaiu berupa sarana prasarana
dan lingkungan. Faktor kesiapan orang tua memegang peranan penting untuk melatih kemampuan toilet
training anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi kesiapan orang tua dengan kemampuan
toilet training pada anak usia 18 – 36 bulan di Kelurahan Kadipiro Banjarsari Surakarta.
METODE
Desain penelitian yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Penelitian
analitik adalah penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi,
penelaahan hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau sekelompok subjek. Pendekatan Cross
Sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan
efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat atau disebut juga
dengan point time approach (Notoatmodjo, 2012). Variable bebas adalah kesiapan orang tua, sedangkan
variable terikat adalah kemampuan toilet training anak usia 18 – 36 bulan.
Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Kadipiro Banjarsari Surakarta. Sampel dalam penelitian ini yaitu
ibu yang memiliki anak usia 18 – 36 bulan di Kelurahan Kadipiro Banjarsari Surakarta. Data yang digunakan
adalah data primer dan sekunder. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner tertutup
untuk mengetahui kesiapan orang tua dan kemampuan toilet training pada anak.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan analisis univariate (distribusi frekuensi) dan analisis
bivariate. Analisis univariate dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing variabel
yang diteliti. Analisis bivariate digunakan untuk melihat korelasi variabel dependent dan variabel independent,
yaitu korelasi kesiapan orang tua dengan kemampuan toilet training anak usia 18 – 36 bulan menggunakan
uji Chi Squere (χ2) dengan derajat kepercayaan 95% dan α = 0,05 (Notoatmodjo, 2012). Analisis yang akan
dilakukan yaitu melakukan analisis kesiapan orang tua meliputi pengetahuan tentang toilet training, sikap
toilet training, kematangan usia orang tua yang dikorelasikan dengan kemampuan toilet training anak usia
18 – 36 bulan.
HASIL
Tabel 1. Kesiapan Orangtua dalam Toilet Training pada Anak Usia 18–38 Bulan
No Kesiapan Jumlah Persentase (%)
1 Siap 36 60.0
2 Tidak siap 24 40.0
Total 60 100
Berdasarkan tabel 1 menyatakan sebagian besar orangtua dengan siap dalam memberikan toilet training
kepada anyaknya yaitu sebanyak 36 responden (60%)
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan sebagian besar anak dengan anak terlambat dalam toilet training
secara mandiri yaitu sebanyak 34 responden (56,7%)
Pada tabel 4 menunjukkan nilai χ 2 hitung sebesar 19,955 dan nilai χ 2 tabel untuk df 1 taraf
signifikansi 5% sebesar 3,841 dan OR sebesar 22. Hasil penelitian menunjukkan s (19,955) > dari nilai
χ 2 tabel (3,841) sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan signifikan antara kesiapan
orang tua dengan kemampuan toilet training pada anak usia 18 – 36 bulan di Kelurahan Kadipiro Banjarsari
Surakarta. Odd ratio sebesar 22, artinya ibu yang siap dalam melakukan toilet training pada anak berpeluang
anaknya berhasil melakukan toilet training 22 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak siap.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan sebagian besar orangtua dengan siap dalam melakukan
toilet traning yaitu sebanyak 36 responden (60%). Wong (2008) menyatakan bahwa melalui toilet training
anak akan belajar bagaimana mereka mengendalikan keinginan untuk buang air yang selanjutnya akan
menjadikan mereka terbiasa untuk meggunakan toilet (mencerminkan keteraturan)secara mandiri. Kedekatan
interaksi orang tua dengan anak dalam toilet training ini akan membuat anak merasa aman dan percaya
diri. Faktor kesiapan orang tua memegang peranan penting untuk melatih anak. Dimulai dari melatih anak
untuk tidak mengompol di siang hari, tidak BAB di celana sampai tidak mngompol di malam hari. Hal ini
membutuhkan proses yang bertahap dan waktu yang lama (Repurawati, 2011).
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar anak dengan anak terlambat dalam toilet training secara
mandiri yaitu sebanyak 34 responden (56,7%). Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar anak terlambat
memberi tahu bila merasa membuang air kecil atau buangair besar, anak terlambat mengatakan pada ibu bila
buang air kecil atau buang airbesar, anak terlambat mampu menahan buang air kecil atau buang air besar,
dan anak ngompol terus atau buang air besar dicelana. Kemampuan toilet training secara mandiri menurut
Subayo, dkk (2010) dipengaruhi oleh meliputi pertama kesiapan fisik,(usia telah mencapai 18- 24 bulan, dapat
duduk atau jongkok kurang lebih 2 jam, ada gerakan usus yang regular, kemampuan motorik kasar seperti
duduk, berjalan, dan kemampuan motorik halus seperti membuka baju). Kedua, kesiapan mental (mengenal
rasa yang dating tiba-tiba untuk berkemih dan defekasi, komunikasi secara verbal dan nonverbal jika merasa
ingin berkemih dan defekasi, keterampilan kognitif untuk mengikuti perintah dan meniru perilaku orang lain).
Ketiga, kesiapan psikologis (duduk atau jongkok di toilet selama 5-10 menit tanpa berdiri dulu, mempunyai
rasa penasaran atau rasa ingin tahu terhadap kebiasaan orang dewasa dalam buang air, merasa tidak betah
dengan kondisi basah dan adanya benda padat di celana, dan ingin diganti segera). Keempat kesiapan orang
tua (mengenal tingkat kesiapan anak untuk berkemih dan defekasi, ada keinginan untuk meluangkan waktu
yang diperlukan untuk latihan berkemih dan defekasi pada anaknya, dan tidak mengalami konflik atau stres
keluarga yang berarti misalnya, perceraian.
Hasil penelitian mneunjukkan anak yang berhasil melakukan Toilet Training sebagain besar ditemukan
pada orangtunya yang siap dalam Toilet Training sebanyak 24 anak. Hal ini mmebuktikan semakin siap ibu
dlam melakukan toilet training semakin berhasil pula anak melakukan toilet training secara mandiri. Hal
ini seperti yang dijelaskan Warner (2009) keberhasilan toilet training tidak hanya dari kemampuan fisik,
psikologis dan emosi anak itu sendri tetapi juga dari bagaimana perilaku orang tua untuk mengajarkan toilet
training secara baik dan benar, sehingga anak dapat melakukan dengan baik dan benar hingga besar.
Hasil analisa data menunjukkan p <0,05 yang berarti ada hubungan signifikan antara kesiapan orang tua
dengan kemampuan toilet training pada anak usia 18 – 36 bulan di Kelurahan Kadipiro Banjarsari Surakarta.
Hal ini membuktikan kesiapan orangtua orangtua sangat penting dalam kemandirian dalam kebiasaan toilet
training. Hal penelitian ini sesuai dengan pendapat Subagyo, et al (2010) kesiapan orangtua mempengaruhi
keberhasilan dalam toilet traning. Kesiapan orangtua (mengenal tingkat kesiapan anak untuk berkemih dan
defekasi, ada keinginan untuk meluangkan waktu yang diperlukan untuk latihan berkemih dan defekasi pada
anaknya, dan tidak mengalami konflik atau stres keluarga yang berarti misalnya, perceraian. Hasil penelitian
menunjukkan nilai Odd ratio sebesar 22, artinya ibu yang siap dalam melakukan toilet training pada anak
berpeluang anaknya berhasil melakukan toilet training 22 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak
siap. Hal ini membutikan peluang semakin besar anak akan berhasil dalam toilet traning jika orangtua siap.
KESIMPULAN
1. Kesipan orang dalam kebiasaan toilet training secara mandiri sebagian besar orang tua siap dalam melakukan
toilet training .
2. Kemampuan toilet training secara mandiri sebagian besar anak dengan belum berhasil atau anak yang terlambar
melakukan Toilet Training .
3. Ada hubungan signifikan antara kesiapan Orang tua dengan kemampuan toilet training pada anak usia 18–38
bulan di Kelurahan Kadipiro Banjarsari Surakarta
DAFTAR PUSTAKA
Gupte, J. Latihan Toilet. Jakarta: Erlangga. 2009.
Hidayat, AA. PengantarIlmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika. 2005.
Notoadmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2012.
Pambadjeng. Mengenali dan Memahami Tumbuh Kembang Anak. Jogjakarta : Katahati. 2010
Potter, S. Toilet Training. Gale Encyclopedia Of Children’s Healt : Infancy Trough Adolescence. 2010.
www.encyclopedia .com
Rana, T. Enuresis Nokturnal Pada Anak. Jakarta : IDAI JAYA. 2010
Repurawati, M .Telat “Toilet training“ Bikin Anak Rawan Infeksi. 2011. http://health.liputan6.com/
read/348092/telat-toilet-training-bikin-anakrawan-infeksi
Supartini, E, N. Hubungan antara Presepsi Dan Tingkat pendidikan Terhadap Sikap Ibu Tentang Toilet
training pada anak usia 1-3 tahun. Di wilayah Kampung Sewu Jebres Surakarta. 2009. www.eld.ums.ac.id
Warner. AsuhanKeperawatan Pada Anak Edisi1,Yogyakarta : Graha Ilmu. 2009.
widayatun, DC. Buku Keperawatan Anak. Volume 1. Jakarta: EGC. 2010.
Wong, D L. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta :EGC. 2008.
wulandari. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Asuh Dengan Pelaksanaan Toilet Training Secara Mandiri
Pada Anak Usia Toddler Ditpa Citra RSU Rajawali Citra Bantul. 2011.
ABSTRAK
Puskesmas Bringin mengembangkan dan membina serta menyelenggarakan pelayanan kesehatan terdepan dan
terdekat kepada masyarakat untuk mewujudkan kepuasan masyarakat. Pertumbuhan masyarakat di Kecamatan Bringin
yang banyak maka menuntut Puskesmas Bringin agar memberikan pelayanan maksimal. Status demografi diperlukan
agar dapat diketahui faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepuasan pasien. Karakteristik demografi adalah
status yang dimiliki oleh seseorang contohnya umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara karakteristik demografi masyarakat dengan kepuasan
pelayanan BPJS Di Puskesmas Bringin. Penelitian ini analitik menggunakan metode kuantitaif dengan pendekatan
cross sectional study. Sampel penelitian diambil secara accidental sampling yaitu seluruh pasien BPJS yang berobat
di Puskesmas Bringin Minggu Pertama Bulan Januari sebanyak 97 responden. Instrumen penelitian menggunakan
kuesioner. Analisis data kuantitatif menggunakan uji hubungan chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan antara umur dan kepuasan pasien dengan nilai ρ sebesar 0,078 > α (0,05), ada hubungan antara jenis
kelamin dengan kepuasan pasien dengan nilai ρ 0,001 < α (0,05), ada hubungan antara pekerjaan dan kepuasan pasien
dengan nilai ρ 0,000 < α (0,05), ada hubungan antara pendidikan dengan kepuasan pasien dengan nilai p = 0,000<
α (0,05), dan ada hubungan antara penghasilan dan kepuasan pasien dengan nilai ρ 0,001 < α (0,05). Kesimpulan
yang diperoleh penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan antara umur dengan kepuasan pelayanan BPJS di
Puskesmas Bringin dan terdapat hubungan antara jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan dengan
kepuasan pelayanan BPJS di Puskesmas Bringin.
Kata Kunci: Karakteristik Demografi, Kepuasan, Pelayanan Pasien
ABSTRACT
Puskesmas Bringin develop and create character building of as well as implemented health service in the front line
in and are stationed near to the public to create of community satisfaction. The growth of the community in Bringin a
great amount as demanding the Puskesmas Bringin so as to give services to the maximum quality. Demographic status
are required so that it can be seen factors that can affect the level of satisfaction patients. Characteristic of demographic
is status that is owned by someone for example age, sex, work, education, and income. The purpose of this study is to
find the relationship between characteristic demographic people with satisfaction at community service Puskesmas
BPJS Bringin.This research analytic uses the method kuantitatif with the approach of cross sectional study. The reseach
sample taken as accidental the sampling method of patients are usually presentable an even all she management agency
BPJS who at a public health center Bringin the First Sunday In January on a deal valid as many as 97 respondent
in the present study.The reseach instrument used in uses a questionnaire. The result of this research is showed there
was no relationship between age and patient satisfaction with the value ρ of 0.078 > α(0.05), there was relationship
between sex and patient satisfaction with the value ρ 0.001 < α(0.05), there was relationship between work and patient
satisfaction with the value ρ 0.000 < α(0.05), there was relationship between education and patient satisfaction with
the value ρ 0.000 < α(0.05), there was relationship between income and patient satisfaction with the value ρ 0.000
< α(0.05). The conclusion of this study there was no association between age with patient satisfaction in Puskesmas
Bringin, and there is a relationship between sex, work, education, income and patient satisfaction in Puskesmas Bringin.
Keywords: Demographics Characteristic, Satisfaction, Patient Services
PENDAHULUAN
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai
pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan
pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu. Puskesmas sebagai ujung tombak dalam
upaya kesehatan dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang memenuhi standar pelayanan yang optimal pada
masyarakat. Puskesmas dalam memberikan pelayanan pada masyarakat untuk memberikan kepuasan pada masyarakat
terhadap pelayanan BPJS (Azwar, 1996).
Terselenggaranya BPJS terutama di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yaitu di Puskesmas diharapkan mampu
meningkatkan derajat kesehatan seluruh penduduk Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan monitoring dan evaluasi
secara berkala terhadap pelaksanaan sistem BPJS. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat
keberhasilan BPJS adalah dengan menilai tingkat kepuasaan pasien peserta BPJS. Kepuasan pasien terhadap sistem
BPJS akan mempengaruhi kelangsungan dan efektivitas sistem JKN yang telah berjalan (Pohan, 2007).
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan
yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya. Kepuasan pasien merupakan
keluaran layanan kesehatan dengan demikian pasien baru akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang
diperolehnya sama atau melebihi harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasan akan muncul apabila kinerja layanan
kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya (Pohan, 2007). Analisis kepuasan pelanggan dilakukan
bedasarkan lima dimensi kualitas layanan, yakni responsiveness, reliability, assurance, empathy, dan tangible (Muninjaya,
2011). Kepuasan peserta juga dipengaruhi oleh status demografi pasien.
Menurut Schoenfelder dkk. (2010) status demografi yang berhubungan signifikan pada kepuasan pasien antara
lain umur, jenis kelamin, status sosial, pendidikan, dimana umur dan pendidikan memiliki hubungan yang kuat dengan
kepuasan pasien. Menurut penelitian Montol dkk. (2014) dan Stefan dkk. (2014), demografi pasien yaitu pendidikan
dan penghasilan memiliki hubungan yang bermakna dengan kepuasan pasien saat menerima pelayanan di Puskesmas.
Karakteristik demografi dapat mempengaruhi kepuasan masyarakat, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, dan
pekerjaan. Berdasarkan penelitian Budiman dkk mengenai hubungan status demografi dengan kepuasan masyarakat
tentang pelayanan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) di wilayah Puskesmas Tanjungsari Kabupaten Bogor
Tahun 2010, adapun hasil penelitian yang didapatkan sebanyak 68 dari 100 responden yang diteliti merasa tidak puas
dengan pelayanan Jamkesmas (Budiman dkk, 2010).
Berdasarkan hasil survei awal pendahuluan yang dilakukan dengan penyebaran angket pada 10 responden
yaitu sangat bervariasi dalam menyatakan kepuasannya berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, dan
penghasilan terhadap pelayanan BPJS di Wilayah Puskesmas Bringin. Kemudian 6 responden dari 10
responden diantaranya menjawab tidak puas dalam pelayanan BPJS di Puskesmas Bringin, hal ini disebabkan
oleh kurangnya kedisiplinan dan kecepatan pelayanan petugas dalam memberikan pelayanan, antrian yang
panjang, dan kurangnya kepastian jadwal pelayanan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu penulis tertarik
untuk melakukan penelitian “Hubungan Karakteristik Demografi Masyarakat Dengan Kepuasan Pelayanan
BPJS Di Puskesmas Bringin.“
METODE
Penelitian ini dilakukan analitik menggunakan metode kuantitaif dengan rancangan pendekatan cross
sectional study. Populasi dan sampel seluruh pasien BPJS yang berobat di Puskesmas Bringin Minggu Pertama
Bulan Januari sebanyak 97 responden. Tekhnik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara
accidental sampling yang dilakukan melalui penyebaran kuesioner. Variabel yang diukur dalam penelitian
ini untuk variabel bebasnya adalah karakteristik demografi masyarakat dan variabel terikatnya adalah
kepuasan pelayanan BPJS di Puskesmas Bringin. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat
untuk mendeskrepsikan karakteristik responden dan analisis bivariate untuk menguji hubungan dengan uji
statistik chi-square (Santoso, 2000).
HASIL
1. Analisis Univariat Karakteristik Demografi Pasien
Tabel 1. Gambaran Karakteristik Demografi Responden Pasien BPJS Di Puskesmas Bringin
No Variabel Frekuensi Persentase (%)
1. Umur
a. 18-40 45 46
b. 41-60 30 31
c. ≥61 22 23
Total 97 100
2. Jenis Kelamin
a. Laki-Laki 32 33
b. Perempuan 65 67
Total 97 100
3. Pendidikan
a. Pendidikan Tinggi 47 48
b. Pendidikan Rendah 50 52
Total 97 100
4. Pekerjaan
a. Tidak Bekerja 0 0
b. Bekerja 97 100
Total 97 100
5. Penghasilan
a. Tinggi 37 38
b. Rendah 60 62
Total 97 100
Pada tabel di atas, terlihat bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah kelompok
umur 18-40 sebanyak 45 responden (46%), sebagian besar adalah perempuan yaitu sebanyak 65
responden (67%), sebagian besar berpendidikan rendah sebanyak 50 responden (52%). Tetapi seluruh
responden pasien BPJS bekerja yaitu sebanyak 100 responden (100%), dengan penghasilan rendah
sebanyak 60 responden (62%).
Total 28 69 97
4. Pekerjaan a. Tidak Bekerja 0 0 0 0,000
b. Bekerja 57 40 97
Total 57 40 97
5. Penghasilan a. Tinggi 7 30 37 0,001
b. Rendah 33 27 60
Total 40 57 97
Pada tabel di atas, terlihat bahwa sebagian besar responden berdasarkan variabel umur merasa
puas sebanyak 73 responden dan dari variabel tersebut kelompok umur 18-40 yang menyatakan
puas sebanyak 35 responden dengan p value adalah 0,078. Pada variabel jenis kelamin sebagian
besar responden menyatakan tidak puas yaitu sebesar 50 responden dengan jumlah responden yang
menyatakan sebagian besar tidak puas adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 30 responden
dengan p value adalah 0,001. Variabel pendidikan sebagian besar responden menyatakan tidak puas
yaitu sebesar 69 responden dengan jumlah responden yang menyatakan sebagian besar tidak puas
adalah berpendidikan tinggi yaitu sebesar 47 responden dengan p value adalah 0,000. Variabel pekerjaan
sebagian besar responden menyatakan puas yaitu sebesar 57 responden dengan jumlah responden yang
menyatakan sebagian besar puas adalah responden bekerja yaitu sebesar 57 responden dengan p value
adalah 0,000. Variabel penghasilan sebagian besar responden menyatakan tidak puas yaitu sebesar 57
responden dengan jumlah responden yang menyatakan sebagian besar tidak puas adalah responden
berpenghasilan tinggi yaitu sebesar 30 responden dengan p value adalah 0,001.
PEMBAHASAN
1. Hubungan Umur Dengan Kepuasan Pasien
Responden umur 18-40 sebagian besar merasa puas akan pelayanan BPJS sebesar 35 responden,
sebagian besar responden umur 41-60 responden merasa puas sebesar 21 responden, dan sebagian besar responden
umur ≥61 merasa puas sebesar 17 responden. Hasil uji statistik dari penelitian ini didapatkan nilai p value=
0,078 > 0,05 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara umur dengan kepuasan pasien. Tidak adanya
hubungan antara umur dengan kepuasanpasien karena pada umumnya menurut Barata (2006) umur tidakdapat
menjadi tolak ukur untuk menentukan kepuasan, karena pada kenyataannya seseorang yang lebih muda pun
dapat lebih berpengalaman dan lebih puas dibandingkan dengan seseorang yang lebih tua. Semakin tua umur
responden kecenderungan untuk lebih sering memanfaatkan pelayanan kesehatan akan lebih tinggi (Sumaryanti,
2000). Menurut pendapat Resmisari (2008) bahwa pasien berumur lebih banyak merasa puas dibandingkan
denganpasien yang berumur muda. Hal ini disebabkan karena seringnya pasien berumur memanfaatkan waktu
yang ada untuk bertanya kepada petugas puskesmas mengenai keadaannya, hasilnya kebutuhan akan pengetahuan
dan pemahaman terhadap kesehatan dapat terpenuhi. Sedangkan kelompok umur usia produktif cenderung lebih
banyak menuntut dan berharap lebih banyak terhadap kemampuan pelayanan dasar dan cenderung mengkritik.
Seseorang pada waktu muda sangat kreatif, namun setelah tua kemampuan dan kreativitasnya mengalami
kemunduran karena dimakan usia. Kadang kemampuan dan bakat seseorang yang begitu jaya waktu muda dapat
sirna setelah tua. Hal ini disebabkan kehilangan upaya dan telah merasa puas dengan keberhasilan yang telah
diraihnya.
Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kepuasan Pasien
Responden berjenis kelamin sebagian besar merasa tidak puas akan pelayanan BPJS sebesar 50
responden, sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki merasa tidak puas sebesar 30 responden. Hasil
uji statistik dari penelitian ini didapatkan nilai p value= 0,001 < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan
antara jenis kelamin dengan kepuasan pasien. Dari hasil tersebut, secara persentase responden yang berjenis
kelamin wanita lebih banyak yang puas dibandingkan responden pria. Hal ini sejalan dengan pendapat Lumenta
(1989) yang menyatakan bahwa jenis kelamin mempengaruhi kepuasan, dimana laki-laki mempunyai tuntutan
lebih besar sehingga cenderung untuk tidak puas dibandingkan dengan wanita. Menurut Barata (2006) jenis
kelamin dapat mempengaruhi kepuasan karena masyarakat banyak beranggapan bahwa wanita dianggap lemah,
tidak rasional, dan kurang berpengalaman. Sedangkan laki-laki dianggap lebih kuat, rasional dan berpengalaman,
sehingga laki-laki cenderung membutuhkan pelayanan yang lebih untuk mencapai kepuasan. Menurut Gerson
(2002) bahwa jenis kelamin merupakan faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku. Dalam hal ini kaitannya
perilaku yang berhubungan dengan kepuasan pasien (Christasani, 2016).
yang bergantung pada fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu harus dipertimbangkan bahwa
tingkat tercapainya pelayanan medis juga ditentukan oleh biaya yang meningkat, sehingga faktor
ekonomi sebenarnya menjadi penyebab utama naik turunnya tingkat pemanfaatan fasilitas pelayanan
oleh seseorang yang berpenghasilan rendah (Lumenta,1989).
KESIMPULAN
Kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tidak ada hubungan antara umur dengan kepuasan pelayanan BPJS di Puskesmas Bringin
2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepuasan pelayanan BPJS di Puskesmas Bringin
3. Ada hubungan antara pendidikan dengan kepuasan pelayanan BPJS di Puskesmas Bringin
4. Ada hubungan antara pekerjaan dengan kepuasan pelayanan BPJS di Puskesmas Bringin
5. Ada hubungan antara penghasilan dengan kepuasan pelayanan BPJS di Puskesmas Bringin
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara
Barata, A. A., 2006. Dasar-Dasar Pelayanan Prima. Jakarta : PT Elex Media Komputindo
Budiman, Suhat, dan Herlina, N., 2010. Hubungan Status Demografi Dengan Kepuasan Masyarakat Tentang
Pelayanan Jamkesmas Di Wilayah Puskesmas Tanjungsari Kabupaten Bogor Tahun 2010. Jurnal
Kesehatan Kartika. Vol 1 Edisi 1
Christasani, dkk. 2016. Kajian Faktor Demografi Terhadap Kepuasan Pasien Jaminan Kesehatan Nasional
Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas. Vol 13. No 1
Gerson.2002. Mengukur Kepuasan Pelanggan. Panduan MenciptakanPelayanan Bermutu. Jakarta : Penerbit
PPM
Lumenta, B. 1989. Pelayanan Medis, Citra, Konflik Dan Harapan. Yogyakarta : Kanisius
Montol, S.A., Maramis, F.R., dan Engkeng, S., 2014. Hubungan Antara Status Demografi Dengan Kepuasan
Dalam Pelayanan Pasien Jamkesmas Di Wilayah Kerja Puskesmas Ratahan Kabupaten Minahasa
Tenggara, Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Muninjaya. 2011. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta : EGC
Pohan, I. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan: Dasar-dasar Pengertian dan Penerapan. Jakarta: EGC
Resmisari, R., (2008). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan KepuasanPasien Terhadap Pelayanan
Laboratorium Patologi Klinik. Jakarta : EGC
Santoso. 2000. Statistik Untuk Penelitian. Bandung : Alfa Beta
Schoenfelder, T., Klewer, J., dan Kugler, J., 2010. Factors Associated with Patient Satisfaction in Surgery:
The Role of Patients’ Perceptions of Received Care, Visit Characteristics, and Demographic Variables.
Journal of Surgical Research, 164: 53–59.
Stefan, M.M., REdjeki, S.G., dan Susilo, H.W., 2014, Hubungan Karakteristik Pasien Dengan Kepuasan
Pasien Terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan
2013, Bagian Penelitian STIK Sint Carolus
Sumaryanti, S., 2000. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Oleh Masyarakat di Puskesmas Di Kecamatan
Selogiri Kabupaten Wonogiri. Jurnal Media Medika Muda, 131.
Tjiptoherijanto, P.1994. Ekonomi Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
ABSTRAK
Background: Salah satu indikator utama untuk memantau kualitas pelayanan adalah terpenuhinya
harapan pasien atas pelayanan yang diterimanya. Penilaian kualitas pelayanan oleh pasien dipengaruhi
oleh beberapa aspek antara lain jenis pembiayaan. Dari data diketahui bahwa jumlah kunjungan pasien
rawat jalan di puskesmas Sangkrah kota Surakarta dari tahun 2015 ke tahun 2016 mengalami penurunan
sehingga peneliti ingin melakukan penelitian terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui adakah pengaruh jenis pembiayaan pasien terhadap penilaian
kualitas pelayanan rawat jalan Puskesmas Sangkrah kota Surakarta.
Subjects and Method: Desain penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan dengan
pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sangkrah kota Surakarta pada bulan
Mei-Juli 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien rawat jalan di Puskesmas Sangkrah kota
Surakarta. Sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Quota Sampling. Besar sampel adalah 60
subjek penelitian. Variabel independen penelitian ini meliputi jenis pembiayaan pasien sedangkan variabel
dependen meliputi kualitas pelayanan. Data variabel independen dan dependen dikumpulkan menggunakan
instrument kuesionar. Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan chi square dengan
program IBM SPSS 22.
Results: Hasil perhitungan chi square diperoleh sig (0,005), maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya
jenis pembiayaan pasien mempunyai pengaruh yang signifikan dengan kualitas pelayanan pasien rawat
jalan di Puskesmas Sangkrah Kota Surakarta. Dari hasil analisis diperoleh nilai C (Koefisien kontingensi)
sebesar 0,370, hal ini berarti tingkat atau kekuatan hubungan antara jenis pembiayaan pasien dengan kualitas
pelayanan pasien rawat jalan di Puskesmas Sangkrah Kota Surakarta tergolong tingkat hubunganya cukup.
Conclussion: Terdapat pengaruh jenis pembiayaan pasien terhadap kualitas pelayanan rawat jalan di
Puskesmas Sangkrah kota Surakarta.
Keywords: Jenis Pembiayaan pasien, Rawat jalan, Kualitas pelayanan.
ABSTRAK
Background: An indicator of quality health service is the extent of patient expectation fulfilment.
Perceived quality of health services may be influenced by various factors such as patient financing type
factors. As statistics have shown, the number of patient visits at Sangkrah Surakarta Community Health
Center has been decresing from 2015 to 2016. This study aimed to determine the associations between patient
financing type and the quality of health services at community health center.
Subjects and Method: This was a quantitative study with cross-sectional design. It was conducted
at Sangkrah Community Health Center, Surakarta, Central Java, from May to July 2017. A sample of 60
patients. The independent variables were patient financing type of the Community Health Centers selected.
The dependent variable was quality of health service. The data were collected using a set of questionnaire
and analyzed using chi square.
Results: Chi square calculation results sig (0.005), then Ho is rejected and Ha accepted means the
type of financing the patient has a significant influence with the quality of outpatient services in Sangkrah
Community Health Center, Surakarta. From the analysis results obtained value C (contingency coefficient)
of 0.370, this means the level or strength of the relationship between the type of financing the patient with the
quality of outpatient services in Sangkrah Community Health Center, Surakarta is classified enough level.
Conclusion: There is an influence of the type of patient financing on the quality of health services in
Sangkrah Community Health Center, Surakarta.
Keywords: patient financing type, outpatient, quality of services
PENDAHULUAN
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di era JKN meliputi semua fasilitas kesehatan yang bekerja
sama dengan BPJS Kesehatan dikembangkan konsep pelayanan berjenjang yang berupa Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), dimana FKTP berupa
Puskesmas atau yang setara, dokter, praktek dokter gigi, klinik pratama atau yang setara dan rumah sakit
kelas D Pratama atau yang setara, sedangkan FKRTL berupa klinik utama atau yang setara, Rumah Sakit
Umum, dan Rumah Sakit Khusus yang harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara komprehensif
(Kemenkes RI, 2013). Puskesmas sebagai salah satu tempat fasilitas kesehatan tingkat pertama sesuai dengan
Peraturan Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Jaminan Kesehatan. Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) memiliki tugas operasional
dalam pembangunan kesehatan wilayahnya. Tugas rutin dari Puskesmas yaitu promosi kesehatan kepada
masyarakat termasuk pelayanan bagi peserta BPJS Kesehatan. Hal ini diperkuat dalam penelitian Rumengan
(2015) dalam penelitianya menyatakan bahwa Puskesmas dalam sistem JKN/BPJS memiliki peran yang
sangat besar kepada peserta BPJS kesehatan. Oleh karena itu pelayanan yang diberikan kepada pasien harus
berkualitas sesuai standar pelayanan yang ditentukan (Anggriani, 2016).
UPTD Puskesmas Sangkrah merupakan salah satu Puskesmas di Kota Surakarta. Dilihat dari jumlah
kunjungan pasien rawat jalan dari tahun 2015 sejumlah 66.570 pasien (rata-rata 221 pasien/hari) mengalami
penurunan pada tahun 2016 sejumlah 57.522 pasien (rata-rata 192 pasien/hari). Jika dilihat dari jumlah
penduduk wilayah kerja di Puskesmas Sangkrah mengalami kenaikkan yaitu pada tahun 2015 sejumlah
49.336 penduduk dan tahun 2016 sejumlah 52.339 penduduk (Profil Kesehatan Kota Surakarta tahun 2015
dan 2016).
Data tersebut menunjukan adanya kecenderungan penurunan angka kunjungan pasien disarana pelayanan
kesehatan Puskesmas. Ada dua kemungkinan yang terjadi jika terjadi penurunan angka kunjungan ke
pelayanan kesehatan yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternalnya yaitu karena derajat
kesehatan masyarakat semakin meningkat. Atau faktor internalnya yaitu disebabkan enggannya masyarakat
untuk berobat ke unit pelayanan kesehatan dikarenakan kurang puasnya masyarakat terhadap kualitas
pelayanan kesehatan yang diterimanya.
Penilaian kualitas pelayanan yang baik akan timbul apabila terpenuhinya harapan pasien atas pelayanan
yang diterimanya. Konsep penelitian tentang penilaian kualitas pelayanan yang saat ini masih populer adalah
konsep lima dimensi mutu atau kualitas pelayanan yang dikenal sebagai Service Quality (SERVQUAL) yang
dikembangkan oleh Kotler (2000) yaitu : (1) kehandalan (reliability); (2) daya tanggap (responsiveness); (3)
jaminan (assurance); (4) empati (emphaty); dan (5) bukti langsung (tangibles).
Banyak faktor yang memengaruhi kualitas pelayanan kesehatan di Puskesmas salah satunya jenis
pembiayaan yang digunakan. Hasil penelitian Imelda (2015) menunjukkan bahwa pada pasien BPJS diketahui
bahwa Mutu Pelayanan yang terdiri dari Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Emphaty
berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Pasien BPJS. Sedangkan pada pasien Non BPJS diketahui bahwa
Reliability dan Assurance tidak berpengaruh terhadap kepuasan pasien Non BPJS, Sedangkan Tangible,
Responsiveness dan Emphaty berpengaruh terhadap kepuasan pasien Non BPJS. Menurut Christasani
(2016), Hubungan perbedaan status kepesertaan pembiayaan dengan kepuasan pasien diketahui terdapat
hubungan yang signifikan. Pasien dengan iuran yang dibayarkan oleh Pemerintah cenderung merasa puas
dengan sistem yang ada. Keluhan dan pernyataan tidak puas banyak muncul dari pekerja penerima upah
dan yang iurannya dibayar secara mandiri karena beberapa prosedur kepesertaan yang dirasa rumit dan
kurangnya sosialisasi mengenai sistem JKN yang sedang berjalan. Selain itu karena merasa telah memenuhi
kewajibannya dengan membayar iuran setiap bulan maka harapan terhadap pelayanan kesehatan yang lebih
baik menjadi lebih tinggi.
Berdasarkan uraian di atas perlu dianalisis lebih lanjut apakah terdapat pengaruh dari jenis pembiayaan
pasien sebagai pengguna layanan kesehatan di Puskesmas terhadap penilaian kualitas pelayanan rawat jalan
yang diberikan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Jenis Pembiayaan
Terhadap Kualitas Pelayanan di UPTD Puskesmas Sangkrah Kota Surakarta”.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Adakah pengaruh jenis pembiayaan terhadap kualitas
pelayanan di UPTD Puskesmas Sangkrah Kota Surakarta?
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembiayaan pelayanan kesehatan
Pembiayaan pelayanan kesehatan adalah besarnya dana yang harus dikeluarkan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan,
keluarga, kelompok, dan masyarakat (Azrul, 1996 dalam Sihombing, 2015). Pembiayaan kesehatan
harus kuat, stabil, dan selalu berkesinambungan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan
(adequacy), pemerataan (equity), efisiensi (efficiency), dan efektifitas (effectiveness) pembiayaan
kesehatan itu sendiri.
Cara pembayaran atas fasilitas kesehatan dibagi menjadi pembayaran kepada FKTP dan FKRTL.
Pembayaran kepada FKTP dilakukan berdasarkan kapitasi atas jumlah peserta yang terdaftar di FKTP
dan non-kapitasi berdasarkan jenis dan jumlah pelayanan yang diberikan (Women Research Institute,
2015).
Menurut WHO dan Azwar (1996), cara pembayaran adalah cara pengguna pelayanan kesehatan
membayar kepada pelaksana kesehatan di rumah sakit, puskesmas atau praktek-praktek swasta.
Ada dua cara pembayaran kepada pelaksana pelayan kesehatan yaitu langsung dan melalui asuransi
kesehatan, penjelasannya sebagai berikut :
1. Cara pembayaran langsung atau yang disebut dengan Out of pocket
yakni masyarakat mengeluarkan biaya dari kantong sendiri, cara pembayaran langsung
biasanya berbentuk fee for service, jadi pasien membayar langsung kepada dokter atau pemberi
pelayanan kesehatan lainnya untuk pelayanan kesehatan yang sudah diterima (dipungut oleh
pemberi pelayanan sektor pemerintah dan/ atau swasta), co-payment di mana asuransi tidak
meliput semua biaya pelayanan, atau pengeluaran langsung dari pembelian obat (Murti, 2010).
2. Asuransi kesehatan
Asuransi adalah salah satu jenis produk asuransi yang secara khusus menjamin biaya
kesehatan baik dalam pengobatan kesehatan ataupun perawatan kesehatan para anggota asuransi
tersebut. Pada umumnya, jenis perawatan yang ditawarkan perusahaan asuransi hanya perawatan
bentuk rawat inap dan rawat jalan. Pada umumnya perusahaan asuransi yang menyelenggarakan
program asuransi kesehatan akan bekerja sama dengan rumah sakit, puskesmas atau fasilitas
pelayanan kesehatan yang lainnya baik secara langsung maupun melalui institusi perantara untuk
menyelenggarakan perawatan kesehatan.
dan atau keluarganya). Keadaan yang tidak menguntungkan di atas untuk sebagian besar disebabkan
oleh cara pembayaran pelayanan medis secara langsung dari kantong (out-of-pocket) (Murti, 2010).
Untuk mengatasi hal tersebut, maka pada tahun 2004 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2004 mengamanatkan bahwa program jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk program
Jaminan Kesehatan melalui suatu badan penyelenggara jaminan sosial. Badan penyelenggara jaminan
sosial telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) yang terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Untuk program
Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, implementasinya telah dimulai sejak
1 Januari 2014. Program tersebut selanjutnya disebut sebagai program Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN). Kepesertaan JKN ini terbagi menjadi pasien PBI (Penerima Bantuan Iuran) yang terdiri dari
fakir miskin dan orang tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan bukan PBI yang terdiri dari Pekerja Penerima Upah (PPU), Pekerja Bukan Penerima
Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja.
C. Kualitas Pelayanan
Menurut Parasuraman et.al. (1988) mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai perbandingan
antara layanan yang diharapkan konsumen dengan layanan yang diterimanya.
Menurut Parasuraman, Zeithmal dan Berry (1985) mengungkapkan ada lima dimensi kualitas jasa.
Pengertian kelima dimensi kualitas jasa dari Parasuraman, Zeithmal dan Berry seperti yang dikutip
oleh Kotler (2000), Suharyanta (2013) adalah :
1. Reliability (kehandalan) yaitu Kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan tepat dan
terpercaya. Kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan
memuaskan.
2. Responsiveness (daya tanggap) yaitu Kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa
dengan cepat atau ketanggapan dari personil dan karyawan perusahaan tersebut. Keinginan para
staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
3. Assurance (jaminan) yaitu Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka dalam
menimbulkan kepercayaan dan keyakinan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki staf bebas dari
bahaya, risiko atau keragu-raguan kepada pelanggan.
4. Empathy (empati) yaitu Adanya kepedulian, memberi perhatian secara pribadi kepada pelanggan.
Memahami kebutuhan mereka dan memberikan kemudahan untuk dihubungi setiap saat jika para
pengguna jasa ingin memperoleh bantuannya.
5. Tangible (bukti langsung) yaitu Penampilan fisik, peralatan, personil dan media komunikasi yang
dimiliki oleh perusahaan. Tangible juga dapat meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan
sarana komunikasi.
METODE
Desain penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian
ini dilakukan di UPTD Puskesmas Sangkrah Kota Surakarta pada bulan Mei-Juli 2017. Besar sampel adalah
60 subjek penelitian dengan teknik pengambilan sampel menggnakan quota sampling.
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas yaitu jenis pembiayaan pasien (Umum dan BPJS)
skala data Nominal. Variabel terikat yaitu kualitas pelayanan (baik dan kurang baik). Kualitas pelayanan baik
apabila score nilai dari kuesioner > 120 dan kurang baik apabila score nilai dari kuesioner ≤ 120, skala data
Nominal. Instrument pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada
pasien. Analisis data univariat sampel data kategorikal didiskripsikan memakai parameter n dan presentase.
Analisis bivariat menggunakan Chi Square yang diolah dengan program IBM SPSS 22.
HASIL
Hasil penelitian ini menguraikan data yang meliputi jenis pembiayaan terhadap kualitas pelayanan
kesehatan pasien rawat jalan.
1. Hasil Analisis Univariat
Karakteristik subjek penelitian pasien rawat jalan di UPTS Puskesmas Sangkrah Kota Surakarta.
Tabel.1 Karakteristik Pasien Rawat jalan di UPTS Puskesmas Sangkrah Kota Surakarta
Kriteria Klasifikasi Frekuensi %
Jenis Kelamin Laki-laki 10 16.7
Perempuan 50 83.3
Usia 17-55 tahun 53 88,3
56-65 tahun 7 11.7
Pendidikan < SMA 23 38.3
≥ SMA 37 61.7
Tabel.1 menunjukkan bahwa dari 60 subjek penelitian sebagian besar didapatkan berjenis kelamin
perempuan sebesar 83.3% dengan usia terbanyak antara 17-55 tahun, yaitu sebesar 88.3%. Berdasarkan
tabel tersebut menunjukkan bahwa dari 60 pasien didapatkan 61.7% dengan tingkat pendidikan ≥
SMA, 50 % dengan status pekerjaan maupun tidak bekerja.
Deskripsi variabel penelitian secara univariat menjelaskan tentang gambaran data penelitian
masing-masing variabel penelitian.
Jenis pembiayaan yang digunakan pasien sebagian besar menggunakan BPJS Kesehatan, yaitu
sebanyak 80.0% baik PBI maupun Bukan PBI. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas pelayanan
kesehatan, diperoleh hasil sebanyak 36.7% kurang dan sisanya 63.3% menyatakan baik terhadap
pelayanan rawat jalan yang telah diterima pasien di Puskesmas Sangkrah kota Surakarta.
Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa jenis pembiayaan pasien dengan cara umum
memengaruhi penilaian kualitas pelayanan rawat jalan kurang sebesar 75% dan 25% memberikan penilaian baik.
Sedangkan jenis pembiayaan pasien dengan cara BPJS Kesehatan (PBI dan Bukan PBI) memengaruhi penilaian
terhadap kualitas pelayanan rawat jalan sebesar 27.1% kurang dan 72.9% memberikan penilaian baik, dengan
nilai p= 0.005.
Hasil perhitungan chi square diperoleh sig (0,005), maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya jenis
pembiayaan pasien mempunyai pengaruh yang signifikan dengan kualitas pelayanan pasien rawat jalan di
Puskesmas Sangkrah Kota Surakarta. Dari hasil analisis diperoleh nilai C (Koefisien kontingensi) sebesar 0,370,
hal ini berarti tingkat atau kekuatan hubungan antara jenis pembiayaan pasien dengan kualitas pelayanan pasien
rawat jalan di Puskesmas Sangkrah Kota Surakarta tergolong tingkat hubunganya cukup.
PEMBAHASAN
Hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa ada pengaruh jenis pembiayaan terhadap penilaian
kualitas pelayanan kesehatan. Jenis pembiayaan diketahui memberikan pengaruh positif terhadap penilaian
kualitas pelayanan dimana jenis pembiayaan disini terbagi menjadi 2 yaitu pembiayaan dengan umum (out
of pocket) dan dengan asuransi BPJS kesehatan baik penerima bantuan iuran (PBI) dan bukan penerima
bantuan iuran (Bukan PBI). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang berkunjungan sebagian
besar menggunakan asuransi BPJS Kesehatan sebanyak 80%, dan lebih banyak pasien PBI daripada pasien
Bukan PBI.
Hasil penelitian menunjukkan pasien dengan jenis pembiayaan umum (out of pocket) akan cenderung
memberikan penilaian terhadap kualitas pelayanan kurang dibandingkan dengan penilaian kualitas pelayanan
baik. Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian Maharlouei et al. (2016), dari hasil penelitiaannya
menyebutkan bahwa orang yang mempunyai asuransi baik dari pemerintah maupun asuransi tambahan
(mandiri) secara signifikan lebih puas terhadap kualitas pelayanan dibanding mereka yang tidak mempunyai
asuransi pemerintah maupun asuransi mandiri. Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian Fenny et al.
(2014) yang dilakukan di pelayanan kesehatan primer. Hasilnya menunjukkan bahwa proporsi pasien yang
diasuransikan lebih tinggi merasa puas dengan keseluruhan kualitas pelayanan kesehatan yang diterima
dibandingkan dengan yang tidak diasuransikan.
Hasil penelitian menunjukkan pasien dengan jenis pembiayaan BPJS Kesehatan atau dengan asuransi
cenderung memberikan penilaian terhadap kualitas pelayanan baik daripada penilaian kurang. Hal tersebut
sesuai dengan penelitian Husnati et al. (2016), ditinjau dari dimensi mutu, tidak terdapat perbedaan bermakna
pada tangible, reliability, responsiveness antara pasien eks ASKES dan non-ASKES. Pada dimensi assurance
dan empathy terdapat perbedaan bermakna antara pasien eks ASKES dan non-ASKES, pasien eks ASKES lebih
puas dibanding pasien non-ASKES. Sejalan dengan hasil penelitian Imelda et al. (2015) menunjukkan bahwa
pada pasien BPJS diketahui bahwa Mutu Pelayanan yang terdiri dari Tangible, Reliability, Responsiveness,
Assurance dan Emphaty berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Pasien BPJS. Sedangkan pada pasien
Non BPJS diketahui bahwa Reliability dan Assurance tidak berpengaruh terhadap kepuasan pasien Non
BPJS, Sedangkan Tangible, Responsiveness dan Emphaty berpengaruh terhadap kepuasan pasien Non BPJS.
Hasil penelitian tersebut tidak sejalan dengan penelitian Dewi (2016) bahwa tidak terdapat perbedaan
tingkat kepuasaan antara pasien BPJS dengan pasien umum (Out of Pocket). Hasil penelitian menunjukkan
pasien non asuransi (umum) pada dimensi Responsiveness yang harus diprioritaskan dan ditingkatkan
sementara pada pasien BPJS menunjukkan dimensi Responsiveness dan Reliability yang harus diprioritaskan
dan diperbaiki oleh Rumah Sakit Umum Daerah (milik Pemerintah).
Berdasarkan penilain kualitas pelayanan dilihat dari dimensi reliability, pasien banyak memberikan
penilaian kurang berkaitan dengan waktu tunggu pada saat pendaftaran, menunggu di poli maupun pada
saat pengambilan obat di Apotik, sebagian besar pasien menilai waktu tunggu lama. Dari hasil pengamatan
peneliti hal tersebut disebabkan oleh terbatasnya tenaga khususnya di tempat pendaftaran. Hal tersebut sesuai
dengan hasil penelitian Anggriani (2016) faktor penghambat pelayanan jumlah pasien yang kadang ramai
sementara jumlah petugas yang cukup terbatas.
Berdasarkan dimensi responsiveness (Daya Tanggap), semua petugas melayani dengan ramah dan tidak
bersikap acuh terhadap pasien. Sedangkan pada dimensi assurance (Jaminan), semua petugas khususnya
Dokter sudah memberikan informasi berkaitan dengan diagnosis pasien dengan jelas dan waktu pemeriksaan
sudah sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
Berdasarkan dimensi empathy, hampir semua pasien memberikan penilaian kualitas pelayanan baik,
memberikan kesempatan kepada pasien atau pihak keluarga untuk bertanya berkaitan dengan informasi
penyakit pasien atau yang lainnya sehingga pasien merasa diberi perhatian oleh petugas, akan. Sedangkan
pada dimensi tangible, mayoritas pasien sudah memberikan penilaian baik dilihat dari segi fasilitas. Namun
masih ada sedikit pasien yang mengeluhkan keterbatasan ruang tunggu pasien baik pada saat menunggu
antrian di pendaftaran, poli maupun apotik. Beberapa pasien juga mengeluh toilet berbau tidak enak.
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh jenis pembiayaan pasien terhadap
tingkat penilaian kualitas pelayanan rawat jalan di Puskesmas Sangkrah Kota Surakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Anggriani SW. (2016) . Kualitas Pelayanan Bagi Peserta BPJS Kesehatan Dan Non BPJS Kesehatan. JISIP:
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 5 (2) : 79-84
Azwar A. (1997). Pengantar pelayanan dokter keluarga. Jakarta : Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.
Christasani PD, Satibi (2016). Kajian Faktor Demografi Terhadap Kepuasan Pasien Jaminan Kesehatan
Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. Jurnal Farmasi Sains Dan Komunitas 13 (1) : 28-34
Dewi A, and Ramadhan NK. (2016). The Difference of Satisfaction Level in BPJS Health Insurance Patient
and Non Insurance Patient toward Health Service. International Journal of Public Health Science
(IJPHS). 5 (1) : 36 - 40
Fenny AP, Enemark U, Asante FA and Hansen KS. (2014). Patient Satisfaction with Primary Health Care
– A Comparison between the Insured and Non-Insured under the National Health Insurance Policy in
Ghana. Global Journal of Health Science. 6 (4) : 9-21
Imelda S, Nahrisah E. (2015). Analisis Tingkat Mutu Pelayanan Rawat Inap Dalam Upaya Peningkatan
Kepuasan Pasien Di RSUP Adam Malik Medan (Studi Perbandingan Antara Pasien Umum Dan Pasien
BPJS). J. Informatika AMIK-LB. 3 (3) : 92-105
Husnati NY, Setiawati EP, Sunjaya DK. (2016). Perbandingan Kepuasan Pasien Eks ASKES dan Non-ASKES
di Puskesmas pada Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional. JSK. 1 (3) :145-151
Kemenkes RI. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 Tentang
Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional.
Kotler, Philip. (2000). “Marketing Management”. New Jersey : Prentice Hall International
Maharlouei N, Akbari M, Akbari M, Lankarani KB. 2016. Socioeconomic Status and Satisfaction with Public
Healthcare System in Iran. IJCBNM 5(1):22-29
Murti, B. (2010). Strategi untuk Mencapai Cakupan Universal. Pelayanan Kesehatan di Indonesia.
Disampaikan pada Temu Ilmiah Reuni Akbar FK-UNS, di Surakarta, 27 November, 2010
Parasuraman, Zeithaml and Berry. (1985). A Conceptual Model of Service Qualityand Its Implications for
Future Research. Journal of Marketing
Parasuraman,A., Zeithaml,V.A. and Berry, L.L. (1988). SERVQUAL: A Multiple Item Scale for Measuring
Consumer Perceptions of Service Quality. Journal of Retailing 4 (1).
Profil Kesehatan Kota Surakarta (2015). Profil Kesehatan Kota Surakarta tahun 2015. Surakarta
Profil Kesehatan Kota Surakarta (2016). Profil Kesehatan Kota Surakarta tahun 2016. Surakarta
Rumengan. Debra. 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Pada Peserta BPJS Kesehatan di Puskesmas Paniki Bawah Kecamatan Mapanget kota Manado. Jurnal,
(online), Vol.5. No 7.
Sihombing. (2015). Pembiayaan Kesehatan. Http://www.repository.usu.ac.id/ bitstream/123456789/50456/4/
Chapter%20II.pdf (diakases pada tanggal 20 November 2016
Suharyanta D, dan A’yunin Q. (2013). Analisis Tingkat Kualitas Pelayanan Jasa Menggunakan Metode Service
Quality (Servqual) Fuzzy Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan
Senopati Bantul. Kesmas. 7 (1) : 27-50
Women Reseach Institute. (2015). Efektivitas Jaminan Kesehatan Nasional untuk Menurunkan Angka
Kematian Ibu. Jakarta : Women Research Institute
1
Poltekkes Kemenkes Malang, pwidodo.puguh@gmail.com
ABSTRAK
Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), kelengkapan administrasi klaim menjadi syarat yang penting
dalam pengajuan klaim. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh individu dan organisasi terhadap
kinerja tenaga casemix dalam kelengkapan administrasi klaim di RS. Desain penelitian adalah penelitian
observasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh tenaga casemix
serta dokumen administrasi klaim yang menjadi tanggung jawab tenaga casemix tersebut. Instrumen yang
digunakan adalah kuesioner kepada tenaga casemix untuk mengetahui faktor individu dan persepsi organisasi.
Analisis data menggunakan Partial Least Square (PLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kesenjangan
antara kelengkapan administrasi klaim dengan pengetahuan dan sikap tenaga casemix tentang kelengkapan
administrasi klaim. Hal ini terjadi pada tenaga casemix yang yang dianggap sebagai tenaga yang memiliki
etika profesionalisme. Kesimpulan pada penelitian adalah faktor individu berpengaruh positif namun tidak
signifikan terhadap kinerja tenaga casemix dan faktor organisasi berpengaruh negatif namun tidak signifikan
terhadap kinerja tenaga casemix.
Kata Kunci: Kelengkapan administrasi klaim, kinerja tenaga casemix
ABSTRACT
In the era of Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), completeness of claim administration becomes
important term in the filing of a claim. This study aims to determine the influence of individual and
organizational on the performance of casemix in the claim administration completeness/ in hospital. The
research design is an observational research with cross sectional approach. The population of this study is
all casemix personnel as well as the claims administration documents that are the responsibility of casemix
personnel. The instruments used are questionnaires to casemix personnel to know the individual factors and
organizational perceptions. Partial Least Square (PLS) was used as data analysis method. The results show
that there is a gap between the completeness of claims administration with the knowledge and attitude of
casemix personnel about the completeness of claims administration. This happens to the casemix personel
who has been considered a force that has an ethical professionalism. The conclusion in this research are
individual factor have positive but not significant influence to casemix worker performance and organizational
factor have negative but not significant influence to casemix energy performance.
Keywords: claim administration Completeness and performance of casemix.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pembiayaan kesehatan merupakan bagian yang vital
dalam implementasi JKN untuk mendorong peningkatan mutu, pelayanan berfokus pada pasien,
efisiensi dan mendorong pelayanan tim. Metode pembayaran yang digunakan adalah metode
pembayaran prospektif yaitu casemix (case based payment) yang sudah diterapkan sejak tahun 2008
(program Jaminan Kesehatan Masyarakat/ Jamkesmas).
Berkas klaim yang diverifikasi ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) minimal berisi:
surat perintah rawat inap; surat eligibilitas peserta (SEP); resume medis yang mencantumkan diagnosa
dan prosedur serta ditandatangani oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP) serta; pada kasus
tertentu bila ada pembayaran klaim diluar INA CBG’s diperlukan tambahan bukti pendukung (BPJS
Kesehatan, 2014). Pujihastuti dan Sudra (2014) menyatakan bahwa di antara rumah sakit yang
sudah bekerjasama dengan BPJS, 65% belum menuliskan diagnosis dengan lengkap dan jelas. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa 30% rekam medis tidak lengkap dan 30% rekam medis kode
diagnosisnya tidak akurat (Pujihastuti & Sudra, 2014).
Data kelengkapan dokumen rekam medis pasien rawat inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada
bulan April tahun 2008 diperoleh jumlah dokumen yang tidak lengkap adalah 256 dokumen dari total
2901 dokumen, yaitu sebesar 8,83% (Rahmadhani, Sugiarsi & Pujihastuti, 2008). Penelitian lain yang
dilakukan oleh Sugiyanto (2005) menunjukkan bahwa kelengkapan resume medis rawat inap di RSUD
Ungaran Semarang sebesar 81,1%. Penelitian oleh Nurhaidah, Harijanto dan Djauhari (2016) di RS
UMM menunjukkan bahwa di antara 40 dokumen rekam medis rawat inap didapatkan bahwa jumlah
rekam medis yang tidak diisi lengkap adalah 100%, dengan presentasi ketidaklengkapan yang paling
banyak adalah dari dokter.
Kode diagnosis yang akurat sangat berpengaruh terhadap pembayaran biaya kesehatan dengan
sistem case-mix/ INA CBG’s. Kode diagnosis yang tidak akurat berakibat pada data yang tidak
akurat dan pembayaran. Selain itu, kesalahan kode akan menghasilkan kesalahan tarif. Informasi
yang terdapat dalam resume medis merupakan ringkasan dari seluruh masa perawatan dan pengobatan
pasien selama di fasilitas pelayanan kesehatan (Pujihastuti & Sudra, 2014).
Salah satu Indikator pelayanan yang belum tercapai di Rumah Sakit yaitu kelengkapan berkas
administrasi klaim setelah selesai pelayanan sebesar 77,23% dari standar 100% (periode Januari-
Desember 2016). Berkas administrasi klaim yang tidak lengkap berdampak pada pengembalian
berkas oleh verifikator BPJS. Di era BPJS berkas administrasi klaim menjadi hal yang penting karena
merupakan syarat klaim BPJS (BPJS Kesehatan, 2014), sehingga dilakukan studi pendahuluan
mengenai kelengkapan berkas administrasi klaim. Hasil studi pendahuluan di RS pada bulan Januari
tahun 2017 didapatkan data evaluasi unit casemix bulan Desember 2016 dari 465 berkas administrasi
klaim sebanyak 109 berkas tidak lengkap. Kurangnya kelengkapan administrasi klaim membuat klaim
BPJS terlambat sehingga dapat mengganggu keuangan rumah sakit.
Menurut Gibson, et al. (1997) terdapat tiga variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja dari
individu yaitu variabel individu, psikologis dan organisasi. Variabel individu terdiri dari sub variabel
kemampuan dan ketrampilan yang merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja;
pengalaman; serta sub variabel demografis: usia, asal usul dan jenis kelamin (Gibson, et al., 1997).
Hasil wawancara dengan tenaga casemix, didapatkan informasi tentang ketidaklengkapan
admisitrasi klaim di RS meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Resume medis ysng tidak
lengkap dan bukti penunjang yang tidak ada. Tenaga casemix merasa lelah setiap pengembalian berkas
administrasi klaim oleh verifikator BPJS. Oleh karena itu, penelitian tentang pengaruh faktor individu
dan organisasi terhadap kinerja casemix dalam kelengkapan administrasi klaim di Rumah Sakit perlu
dilakukan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada pengaruh faktor individu terhadap kinerja casemix dalam kelengkapan administrasi
klaim di Rumah Sakit ?
2. Apakah ada pengaruh faktor organisasi terhadap kinerja casemix dalam kelengkapan administrasi
klaim di Rumah Sakit ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh faktor individu terhadap kinerja casemix dalam kelengkapan administrasi klaim di
Rumah Sakit.
2. Mengetahui pengaruh faktor organisasi terhadap kinerja casemix dalam kelengkapan administrasi klaim di
Rumah Sakit.
D. Tinjauan Pustaka
1. Administrasi Klaim
Administrasi klaim berdasarkan definisi HIAA adalah pengumpulan bukti atau fakta yang
berhubungan dengan kajian sakit dan cidera. Ada 4 (empat) langkah dalam penyelesaian klaim
yaitu (1). Penerimaan dan perangkuman. (2) Telaah dan verifikasi klaim, (3) Pembuatan keputusan
klaim, (4) Penyelesaian klaim.
2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial. Program jaminan sosial sudah ditetapkan oleh
pemerintah melalui undang-undang no 40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional (SJSN).
BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan
program jaminan kesehatan, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program
jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. BPJS
bertanggungjawab langsung kepada presiden (Presiden RI, 2011).
BPJS Kesehatan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatan pada
tanggal 1 Januari 2014 dan PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada
tanggal 1 Januari 2014 (Presiden RI, 2011). Setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang
sudah berdiam di Indonesia selama minimal enam bulan wajib menjadi anggota BPJS (Widyasih,
Mubin & Hidyati, 2014). Pemerintah memiliki target bahwa pada tahun 2019 seluruh warga
Indonesia harus menjadi peserta BPJS kesehatan (universal health coverage).
Menurut hasil rilis situs resmi BPJS kesehatan per tanggal 9 September 2016 terdapat
168.807.302 jiwa penduduk yang sudah menjadi peserta BPJS dengan peserta terbanyak dari
golongan PBI APBN (penerima bantuan iuran anggaran penerimaan dan belanja negara) yaitu
sebesar 91.174.295 jiwa penduduk. Sisanya yaitu PBI APBD (penerima bantuan iuran anggaran
penerimaan dan belanja daerah), PPU-PNS (pekerja penerima upah-pegawai negeri sipil) dan
peserta BPJS mandiri (membayar sendiri) (Anonymous, 2016).
3. Kinerja
Menurut Rivai & Basri dalam Sinambela (2012) kinerja merupakan perbandingan tingkat
keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan tugas dengan berbagai indikator, seperti standar
hasil kerja, sasaran atau kriteria yang telah ditentukan dan disepakati bersama.
Kinerja memiliki tiga komponen penting yaitu: (Ilyas, 2002)
a. Tujuan: strategi untuk meningkatkan kerja yaitu dengan menentukan tujuan dari setiap unit di
organisasi.
b. Ukuran: standar kinerja secara kuantitatif dan kualitatif untuk setiap uraian tugas agar capaian
kerja seorang karyawan dapat diukur.
c. Penilaian : Dilakukan penilaian kinerja secara kontinyu untuk menilai proses pencapaian tujuan
kinerja setiap personel.
Terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berhubungan dengan sifat-sifat seseorang, yang
terdiri dari sikap, kepribadian, sifat fisik, motivasi, umur, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman
kerja, latar belakang budaya dan variabel-variabel personal lainnya. Faktor eksternal merupakan
faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yang berasal dari luar seperti kepemimpinan,
tindakan rekan kerja, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan lingkungan sosial.
METODE
Desain penelitian ini adalah penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi
seluruh tenaga casemix di empat RS. Sampel pada penelitian ini adalah total sampling. Kinerja casemix
(variabel dependen) dinilai dengan menghitung kelengkapan administrasi klaim pada bulan Januari-Maret.
Variabel bebas ada dua yaitu faktor individu dan organisasi serta variabel terikat adalah kinerja. Instrumen
penelitian ini yaitu kuesioner. Analisis data menggunakan Korelasi rank Spearman.
HASIL
A. Karakteristik Responden
Tabel 1. Karakteristik responden
No Karakteristik Responden Jumlah Persentase
1 Umur (th) Median 39..5; Mean 39.84±9.971(26-57)
2 Jenis Kelamin :
• Laki-Laki • 18 • 56.3%
• Perempuan • 14 • 43.7%
3 Status Menikah
• Lajang • 9 • 28.1%
• Menikah • 23 • 71.9%
5 Status Kepegawaian
• Peg Tetap • 11 • 34.4%
• Peg Kontrak • 4 • 12.5%
6 Lama Masa Kerja (Tahun) Median 3.0 Th, Mean 4.98±4.628(0-20)
7 Aministrasi klaim Lengkap Median 9,5, Mean 7,88±4,709 (0 – 14)
Sumber : Data primer diolah, 2017
Tabel 2. Koefisien korelasi antara proporsi administrasi yang lengkap oleh responden
dengan indikator pengetahuan dan kemampuan
Variabel % Administrasi A n g g a p M u d a h
klaim Lengkap adminitrasi Melengkapi
klaim Penting administrasi
Klaim
Persentase administrasi Correl Coeff 1.000 .023 -.176
klaim yang lengkap Sig. (2-tailed) . .899 (NS) .336 (NS)
N 32 32 32
Anggap administrasi Correl Coeff .023 1.000 .454**
klaim penting Sig. (2-tailed) .899 . .009
N 32 32 32
C. Hubungan antara Persentase Kelengkapan Administrasi klaim dengan Faktor Individu dan
Organisasi
Tabel 3. Koefisien korelasi spearman antara proporsi administrasi klaim lengkap
oleh responden dengan variabel independen
Variabel Indikator Koeffisien Sig 2 Jumlah
korelasi tailed sampel
P (n)
Individu Pengetahuan tentang administrasi klaim .023 0.899 32
Kemampuan melengkapi administrasi klaim -.176 0.336 32
Organisasi Kecukupan fasilitas kerja (sumber daya) -.197 0.281 32
Pembinaan oleh manajemen (supervisi) -.076 0.679 32
Kecukupan imbalan kerja (imbalan) -.232 0.201 32
Fasilitasi kerja oleh manajemen (struktur -.101 0.581 32
organisasi)
Dorongan manajemen -.363* (s) 0.041 32
Sumber: Data primer diolah, 2017
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
Tenaga casemix yang menjadi responden tergolong usia produktif yaitu 30-40 tahun, dengan masa
kerja 0-5 tahun. Lama bekerja tenaga casemix membuat semakin memahami tanggungjawabnya. Semakin
lama tenaga casemix bekerja, diharapkan semakin memahami manfaat kelengkapan administrasi klaim
(Akbar & Kirana, 2012). Tingkat pendidikan dan lama kerja seseorang mempengaruhi kinerja dari
seorang karyawan (Faizin, 2008). Usia dokter yang masih dalam usia produktif dan dengan tingkat
pendidikan yang tinggi menjadi keuntungan bagi RS dalam melengkapi administrasi klaim sebagai
syarat pembayaran BPJS.
B. Pengaruh Faktor Individu terhadap Kinerja Casemix dalam Kelengkapan Administrasi Klaim
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa faktor individu berpengaruh negatif namun tidak
signifikan terhadap kinerja casemix. Hal ini berarti semakin baik faktor individu maka cenderung dapat
menurunkan kinerja casemix, namun pengaruh tersebut tidak signifikan. Sebaliknya semakin jelek
faktor individu maka cenderung dapat meningkatkan kinerja casemix, walaupun pengaruh tersebut
tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis pertama ditolak.
C. Pengaruh Faktor Organisasi terhadap Kinerja Casemix dalam Kelengkapan Administrasi Klaim
Faktor organisasi berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap kinerja dokter. Hal ini
berarti semakin baik faktor organisasi maka cenderung dapat meningkatkan kinerja dokter, namun
pengaruh tersebut tidak signifikan. Sebaliknya semakin jelek faktor individu maka cenderung dapat
menurunkan kinerja dokter, walaupun pengaruh tersebut tidak signifikan
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian tentang pengaruh faktor individu dan faktor organisasi
terhadap kinerja tenaga casemix dalam kelengkapan administrasi klaim di RS, maka dapat diambil kesimpulan
berikut ini:
1. Faktor individu berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja tenaga casemix dalam
kelengkapan administrasi klaim
2. Faktor organisasi berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja tenaga casemix dalam
kelengkapan administrasi klaim.
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah W. & Jogiyanto H.M., 2009, Konsep dan Aplikasi PLS (Partial Least Square) untuk Penelitian
Empiris, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM, Yogyakarta
Anonymous, 2016, Peserta Program JKN, https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/, dilihat 14 Oktober 2016
BPJS Kesehatan, 2014, Petunjuk Teknis Verifikasi Klaim, BPJS Kesehatan, Jakarta
Gibson J.L., Ivancevich J.M., & Donelly J., 1997, Perilaku Organisasi, Struktur dan Proses, Bina Rupa
Aksara: Jakarta.
Herjanto E., 2001, Manajemen Produksi dan Operasi, Gramedia, Jakarta.
Ilyas Y., 2002, Kinerja: Teori, Penilaian dan Penelitian, Jakarta, Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM UI.
Nurdiah R.S. & Iman A.T., Analisis Penyebab Unclaimed Berkas BPJS Rawat Inap di RSUD Dr. Soekardjo
Tasikmalaya, Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, 2016, vol. 4, no. 2.
Rahmadhani I.S., Sugiarsi S. & Pujihastuti A., Faktor Penyebab Ketidaklengkapan Dokumen Rekam Medis
Pasien Rawat Inap dalam Batas Waktu Pelengkapan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi
Surakarta, Jurnal Kesehatan, 2008, vol. 2, no. 2, pp. 82-88.
Sinambela L.P., 2012, Kinerja Pegawai, Teori Pengukuran dan Implikasi, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Sugiyanto Z., Analisis Perilaku Dokter Dalam Mengisi Kelengkapan Data Rekam Medis Lembar Resume
Rawat Inap Di Rumah Sakit Ungaran Tahun 2005, 2005, Skripsi , MIKM UNDIP.
ABSTRACT
Nowadays health care is a serious concern because it deals directly with the wider community as users
of healthcare services. Health problems are also the responsibility of the government as a state organizer for
the people to get health coverage that is equitable and fair. Some of the most prevalent conditions related
to health services are limited human resource (HR) of health personnel compared to the number that must
be served, facilities and infrastructures that have not been fulfilled yet and also not implemented according
to standard operating procedures (SOP) as expected can affect the implementation of health services to the
community.
In accordance with Law Number 36 Year 2009 on Health Chapter IV (Government Responsibility)
in Article 16 reads “The Government is responsible for the availability of resources in the field of fair
and equitable health for all communities to obtain the highest degree of health” and Article 17 reads “The
Government is responsible for the availability of access to information, education, and health care facilities
to improve and maintain the highest degree of health. The existing health care system in Indonesia provides
equitable and fair health services, does not distinguish between economic status of lower economic status,
middle economic status and economic status in the form of facilitating registration, health care and community
care and health education so that people health services as the task of government and its ranks.
Keywords: Health, Policy, Health Information System, Justice
PENDAHULUAN
Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang paling banyak dibutuhkan
oleh masyarakat dan menjadi perhatian yang serius karena berhubungan langsung dengan masyarakat luas
sebagai pengguna jasa layanan kesehatan. Persoalan kesehatan tentunya bukan hanya mengurusi orang yang
sakit tetapi juga bagaimana mempertahankan rakyat yang sehat tetap terjaga kesehatannya. Masalah kesehatan
adalah masalah semua lapisan masyarakat dan tentunya juga menjadi tanggung jawab pemerintah sebagai
penyelenggara negara agar rakyatnya mendapatkan jaminan kesehatan yang merata dan adil.Karenabila
masyarakat sehat negara kuat dan berdaulat sesuai dengan apa yang dicita-citakan yaitu kemakmuran bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Mengingat pentingnya peranan pelayanan kesehatan dalam rangka mewujudkan rakyat yang sehat, negara
yang kuat dan berdaulat, selanjutnya penulis akan mengulas lebih lanjut tentang pelayanan kesehatan yang
merata dan adil bagi semua lapisan masyarakat. Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui perkembangan
pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia. Sedangkan tujuan khusus untuk memperoleh gambaran bahwa
pelayanan kesehatan secara khusus harus dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat yang adil dan
merata.
METODE
Metode dan teknik yang penulis gunakan adalah dengan cara pengamatan langsung dan survey. Analisis
data menggunakan metode deskriptif. Dalam penyajian hasil analisis, penulis menggunakan metode informal.
HASIL
1. Hasil pengamatan dibagian pendaftaran pasien, pelayanan pendaftaran terlihat menumpuk dan antri
sehingga SOP ( Sistem Operasional Prosedur ) pendaftaran belum dapat terlaksana seluruhnya.
2. Setelah mengantri di Ruang Pendaftaran, pasien harus menunggu panggilan daftar memeriksa dokter
sehingga SOP ( Sistem Operasional Prosedur ) tidak sepenuhnya terlaksana .
3. Saat pemeriksaan oleh Dokter menjadi tidak maksimal karena jumlah dokter yang ada tidak cukup
sementara pasien yang mengantri sangat banyak, sehingga kemungkinan SOP (Sistem Operasional
Prosedur) pemeriksaan terhadap pasien tidak terlaksanakan seluruhnya demi mengejar target
menyelesaikan pemeriksaan pasien yang antri .
PEMBAHASAN
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga kelompok ataupun masyarakat (DEPKES RI Tahun 2009)
Saat ini pada pelayanan kesehatan masih terdapat Pekerjaan Rumah (PR) terutama bagi pemerintah
karena belum dapat menjangkau dan melayani masyarakat dengan baik dan merata untuk semua lapisan
masyarakat di Indonesia. Di kota-kota besar, antrian masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan
luar biasa padatnya, sementara sarana dan prasarana yang ada belum memuaskan dan menjangkau semua
lapisan masyarakat terutama golongan menengah kebawah.
Berdasarkan hasil PKL ( Praktik Kerja Lapangan ) yang saya lakukan di suatu Rumah Sakit Pemerintah
dan Rumah Sakit Swasta d salah satu daerah jawa tengah pada bulan januari 2017, terdapat masalah yaitu
pada SDM tidak adil . Sistem pendaftaran di RS Pemerintah menggabungkan pasien bpjs dan pasien umum
sedangkan sistem pendaftaran di RS Swasta pasien bisa mendaftarkan dengan menggunakan aplikasi .
SIMPULAN
Bahwa pelayanan kesehatan belum seluruhnya dapat diberikan kepada masyakat secara adil dab merata,
masih perlu ditingkatkan baik itu berupa sarana dan prasarana maupun pemberian servis yang memuaskan
bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama masyarakat menengah kebawah.
Saran penulis ialah pemerintah dalam hal ini yang paling bertanggungjawab dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat sesuai amanah Undang-undang, sudah seharusnya meningkatkan
pelayannya dengan membangun lebih banyak lagi rumah sakit dan klinik milik negara, menambah dan
meningkatkan kapasitas SDM jasa kesehatan yang ada. Memberikat pelayanan yang sama adil dan merata
kepada semua lapisan masyarakat agar tidakbterjadi kecemburuan sosial, dan pada akhirnya bila semua
masyarakat sehat maka negara akan kuat dna berdaulat.
DAFTAR PUSTAKA
DEPKES RI. 2009. Buku Panduan
UU NO. 36 TAHUN 2009 Tentang Kesehatan
Buku Panduan Praktik Kerja Lapangan STIKES Achmad Yani Yogyakarta
Buku Standar Operasional Procedure Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong
Buku Standar Operasional ProcedureRumah Sakit Umum Daerah Muntilan