Anda di halaman 1dari 44

jLAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS (DM)

DENGAN ULKUS

A.   DEFINISI

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,

dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya

gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di

dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang

biasanya disertai juga gangguan metabolism lemak dan protein ( Askandar, 2000 ).

Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan

absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001).

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender

dan ulkusadalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit.

Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga

merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati

perifer, (Andyagreeni, 2010).

Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai

sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL

yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk

terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding

pembuluh darah, (zaidah 2005).

Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan

morbiditas akibat Diabetes Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi

serius akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).


          Kaki Diabetes

B.   KLASIFIKASI TIPE DM

Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group: Classification and

Diagnosis of Diabetes Melitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:

1.      Klasifikasi Klinis

a.    Diabetes Melitus

1)    Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I

2)    Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami

obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)

b.    Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)

c.    Diabetes Kehamilan (GDM)

2.      Klasifikasi risiko statistik

a.    Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa

b.    Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa


C.   ETIOLOGI

Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:

1.    Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)

a.    Faktor genetic

            Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu

presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.

Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen

HLA(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang

bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

b.    Faktor imunologi

      Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan

respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara

bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan

asing.

c.    Faktor lingkungan

            Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil

penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses

autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.

2.    Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

      Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic

diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola

familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun
dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran

terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor

permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan

transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat

kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh

berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.

Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan

system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu

yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi

insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia

(Price,1995). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung

insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus(NIDDM) yang

merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan,

terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa

kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,

diantaranya adalah:

1)    Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)

2)    Obesitas

3)    Riwayat keluarga

4)    Kelompok etnik

3.    Diabetes dengan Ulkus

a.  Faktor endogen:

1)    Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan sensori

nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis yang

dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan

hilangnya tonus vaskuler

2)    Angiopati

Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.

3)    Iskemia

Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada

pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran

darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene

yang luas.

Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:

         Adanya hormone aterogenik

         Merokok

         Hiperlipidemia

Manifestasi kaki diabetes iskemia:

  Kaki dingin

  Nyeri nocturnal

  Tidak terabanya denyut nadi

  Adanya pemucatan ekstrimitas inferior

  Kulit mengkilap

  Hilangnya rambut dari jari kaki

  Penebalan kuku

  Gangrene kecil atau luas.


b.  Faktor eksogen

1)    Trauma

2)    Infeksi

D.   ANATOMI DAN FISIOLOGI

1.  Anatomi Pankreas  

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm,

lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90

gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.

Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam

tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas

terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan

bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari

organ ini merentang ke arah limpadengan bagian ekornya menyentuh atau terletak

pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk

dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus (Tambayong,

2001).

Fungsi pankreas ada 2 yaitu :

a.      Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan elektrolit.

b.      Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang bersama-

sama membentuk organ endokrin yang

mensekresikan insulin. Pulau langerhansmanusia mengandung tiga jenis sel

utama,yaitu :
1)     Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glukagon yang

manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like

activity “.

2)     Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.

3)     Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang

menghambat pelepasan insulin dan glukagon . (Tambayong, 2001).

Anatomi Pankreas
2.  Fisiologi

Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas,

adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin

dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai

glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena

hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa,

sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar

berperan sebagai glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk

mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar

terganggu akan mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran

insulin dan glucagon sangat penting pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon

menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim yang

dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk

gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun maka glukoneogenesis akan

lebih aktif. Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang

dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari

keseimbangan fisiologis beberapa hormon antara lain :

a.     Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin.

Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan

cara membantu glukosa darah masuk kedalam sel.

1)     Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.

2)     Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.

3)      Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.

4). Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.


b.     Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk suatu

mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat

pengaruh insulin.

Diabetes Melitus (DM)

E.   PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY

Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :

1.      Diabetes tipe I

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena

sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa

terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa

yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada

dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika


konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali

semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin

(Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan

disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan

diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien

akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).

Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang

menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera

makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup

kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut

turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang

mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping

pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu

keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis

diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti

nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak

ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.

2.      Diabetes tipe II

Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu

resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat

dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin

dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa

didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan

reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung

lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.

Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat

mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi

vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).

Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada

pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan

kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular)

disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut

mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar

disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses

pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf

perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik

terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar.

Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang

mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya

terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit

menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi

resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase

yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi

sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke

jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).


              Pathway Diabetes Melitus (DM)

Pathway DIABETES MELITUS (DM)

F.    MANIFESTASI KLINIS

1.     Diabetes Tipe I
a.      hiperglikemia berpuasa

b.      glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia

c.      keletihan dan kelemahan

d.      ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau

buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)

2.     Diabetes Tipe II

a.      lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif

b.      gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,

polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur

c.      komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

3.     Ulkus Diabetikum

Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun

nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan

biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan

sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis

5 P yaitu :

a.      Pain (nyeri)

b.      Paleness (kepucatan)

c.      Paresthesia (kesemutan)

d.      Pulselessness (denyut nadi hilang)

e.      Paralysis (lumpuh).

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:

a.      Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).

b.      Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten


c.      Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.

d.      Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

Smeltzer dan Bare (2001: 1220).

DIABETES MELITUS (DM)

Klasifikasi :

Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:

Derajat 0        :Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai

kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.

Derajat I          : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

Derajat II         :Ulkus dalam menembus tendon dan tulang

Derajat III        : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

Derajat IV      : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.


Derajat V        : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

DIABETES MELITUS (DM)

G.   KOMPLIKASI

Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan

kronik :
1.      Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka
pendek dari glukosa darah.

a.     Hipoglikemia.

b.     Ketoasidosis diabetic (DKA)

c.      sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).


2.      Komplikasi kronik

Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.

a.     Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,

vaskular perifer dan vaskular selebral.


b.     Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan

ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda

awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.

c.      Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta

menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.

d.     Ulkus/gangren

Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:

1)     Grade 0 : tidak ada luka

2)     Grade I  : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit

3)     Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

4)     Grade III            : terjadi abses

5)     Grade IV           : Gangren pada kaki bagian distal

6)     Grade V            : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai


3.      Komplikasi jangka panjang dari diabetes

Organ/jaringan yg
Yg terjadi Komplikasi
terkena

Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk & Sirkulasi yg jelek

menyumbat arteri berukuran menyebabkan penyembuhan

besar atau sedang di jantung, luka yg jelek & bisa

otak, tungkai & penis. menyebabkan penyakit

Dinding pembuluh darah kecil jantung, stroke, gangren kaki &

mengalami kerusakan tangan, impoten & infeksi

sehingga pembuluh tidak dapat


mentransfer oksigen secara

normal & mengalami

kebocoran

Mata Terjadi kerusakan pada Gangguan penglihatan & pada

pembuluh darah kecil retina akhirnya bisa terjadi kebutaan

Ginjal  Penebalan pembuluh Fungsi ginjal yg buruk 

darah ginjal Gagal ginjal

 Protein bocor ke dalam air

kemih

 Darah tidak disaring secara

normal

Saraf Kerusakan saraf karena       Kelemahan tungkai yg

glukosa tidak dimetabolisir terjadi secara tiba-tiba atau

secara normal & karena aliran secara perlahan

darah berkurang       Berkurangnya rasa,

kesemutan & nyeri di tangan

& kaki

      Kerusakan saraf menahun

Sistem saraf Kerusakan pada saraf yg      Tekanan darah yg naik-turun

otonom mengendalikan tekanan darah      Kesulitan menelan &

& saluran pencernaan perubahan fungsi pencernaan

disertai serangan diare


Kulit Berkurangnya aliran darah ke      Luka, infeksi dalam (ulkus

kulit & hilangnya rasa yg diabetikum)

menyebabkan cedera berulang      Penyembuhan luka yg jelek

Darah Gangguan fungsi sel darah Mudah terkena infeksi,

putih terutama infeksi saluran kemih

& kulit

H.   PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.      Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,

serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih

tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi

2.      Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180%

maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin:  + nilai

ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang  populer: carik celup memakai

GOD.

3.      Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat

didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat

tidak terdeteksi

4.      Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL,

LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody)

I.      PENATALAKSANAAN

1.  Medis

a.    Obat
1)    Tablet OAD (Oral Antidiabetes)

a)      Mekanisme kerja sulfanilurea

         kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas

         kerja OAD tingkat reseptor

b)      Mekanisme kerja Biguanida

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat

meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:

         Biguanida pada tingkat prereseptor  ekstra pankreatik

(1)  Menghambat absorpsi karbohidrat

(2)  Menghambat glukoneogenesis di hati

(3)  Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

(4)  Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin

(5)  Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler

b.    Insulin

1)      Indikasi penggunaan insulin

a)      DM tipe I

b)      DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD

c)      DM kehamilan

d)      DM dan gangguan faal hati yang berat

e)      DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)

f)        DM dan TBC paru akut

g)      DM dan koma lain pada DM

h)     DM operasi

2)      Insulin diperlukan pada keadaan :


a)    Penurunan berat badan yang cepat.

b)    Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.

c)     Ketoasidosis diabetik.

d)    Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

2.  Keperawatan

Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain

dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan

mengompreskan ulkusdengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya

rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan

kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secaramekanik yang dapat merata tekanan

tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk

kasus DM.Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan

terapi pada Diabetes Melitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar

glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari

terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus

Diabetik:

a.    Diet

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua

unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa

darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.

Prinsip diet DM, adalah:

1)      Jumlah sesuai kebutuhan

2)      Jadwal diet ketat


3)      Jenis: boleh dimakan/tidak

Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan

kalorinya.

(1)  Diit DM I      :           1100 kalori

(2)  Diit DM II     :           1300 kalori

(3)  Diit DM III    :           1500 kalori

(4)  Diit DM IV   :           1700 kalori

(5)  Diit DM V    :           1900 kalori

(6)  Diit DM VI   :           2100 kalori

(7)  Diit DM VII  :           2300 kalori

(8)  Diit DM VIII:            2500 kalori

         Diit I s/d III         : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk

         Diit IV s/d V      : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal

         Diit VI s/d VIII   : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau

diabetes komplikasi.

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh status gizi

penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative

body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:

                BB (Kg)

BBR =    ------------------X 100 %

             TB (cm) – 100

1)        Kurus (underweight)      :           BBR < 90 %

2)        Normal (ideal)      :           BBR 90 – 110 %

3)        Gemuk (overweight)       :           BBR > 110 %


4)        Obesitas, apabila :           BBR > 120 %

         - Obesitas ringan :           BBR 120 – 130 %

         - Obesitas sedang           :           BBR 130 – 140 %

         - Obesitas berat    :           BBR 140 – 200 %

         - Morbid           :     BBR > 200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM

yang bekerja biasa adalah:

1)        kurus                     : BB X 40 – 60 kalori sehari

2)        Normal       : BB X 30 kalori sehari

3)        Gemuk       : BB X 20 kalori sehari

4)        Obesitas    : BB X 10-15 kalori sehari

b.    Latihan

Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan

kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan

memperbaiki pemakaian kadar insulin.

c.    Pemantauan

Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan

pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.

d.    Terapi (jika diperlukan)

Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan

kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.

e.    Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan

dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari

komplikasi dari diabetes itu sendiri.

Pendidikan kesehatan perawatan kaki

1.  Hiegene kaki:

         Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan, jangan

digosok

         Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan gesekan yang

berlebih

         Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong

         Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit

         Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit

         Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara kaki direndam

dalam air hangat sekitar 10 menit kemudian gosok dengan handuk atau dikikir

jangan dikelupas.

2.  Alas kaki yang tepat

3.  Mencegah trauma kaki

4.  Berhenti merokok

5.  Segera bertindak jika ada masalah

f.     Kontrol nutrisi dan metabolic

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka.

Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses

penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin

diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan
protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%.

Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar.

Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu

mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi,

kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus

diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.

g.    Stres Mekanik

Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight

bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan

sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki

harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan

karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi

trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat

luka.

h.    Tindakan Bedah

Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan

atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:

a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.

b. Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor


DIABETES MELITUS (DM)

SOP PERAWATAN LUKA DM

A.   TAHAP PRE INTERAKSI

1.    Cek catatan medis dan perawatan

2.    Kaji kebutuhan klien untuk manajemen nyeri farmakologi (analgetik) atau

nonfarmakologi saat akan dilakukan perawatan luka.

3.    Cuci tangan

4.    Siapkan alat-alat:

a.    Satu set perawatan luka steril/ bak steril:

-          Sarung tangan steril 1 pasang

-          Pinset anatomis 2 buah

-          Pinset chirurgis 1 buah

-          Gunting jaringan 1 buah

-          Kassa steril

-          Kom berisi larutan pembersih (normal salin 0,9% sesuai order dokter)
b.    Alat non steril:

-          Sarung tangan bersih

-          Kapas alkohol

-          Korentang

-          Perlak atau pengalas

-          Bengkok

-          Kom berisi Lysol 1%

-          Gunting verban/ plester

-          Verban

-          Plester

-          Schort

-          Masker

-          Obat sesuai program medis

-          Tempat sampah

B.   TAHAP ORIENTASI

1.    Siapkan dan dekatkan alat-alat dekat pasien

2.    Memberi salam, panggil klien serta mengenalkan diri

3.    Menerangkan prosedur dan tujuan tindakan

4.    Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya.

C.   TAHAP KERJA

1.    Cuci tangan

2.    Jaga privasi klien


3.    Gunakan schort, masker

4.    Gunakan sarung tangan bersih sebagai proteksi

5.    Tempatkan tempat sampah dekat dengan kita

6.    Atur posisi klien senyaman mungkin dan yang memudahkan dalam perawatan luka

7.    Pasang perlak dan pengalas di bawah pada bagian luka yang akan dirawat

8.    Taruh bengkok dekat dengan luka

9.    Lepaskan plester, ikatan atau balutan dengan pinset, basahi plester dengan kapas

yang diolesi alcohol dan tarik plester perlahan sejajar pada kulit dan mengarah pada

balutan dengan menggunakan pinset anatomis. Bila balutan lengket dengan luka

maka basahi dengan dengan NS secukupnya.

10. Angkat balutan dan pertahankan permukaan kotor jauh dari penglihatan klien.

11. Buang balutan kotor pada bengkok

12. Inspeksi keadaan luka (tipe luka, derajat luka, tanda-tanda infeksi,pus)

13. Taruh pinset yang telah digunakan di cairan desinfektan dan lepaskan sarung

tangan bersih.

14. Gunakan teknik steril dalam membuka alat-alat steril dan menuangkan cairan sesuai

order.

15. Pakai sarung tangan steril dan ambil pinset anatomis dan chirurgis

16. Pegang pinset chirurgis pada tangan dominan dan anatomis pada tangan non

dominan untuk memegang kassa yang telah dibasahi dengan normal salin 0,9%.

17. Bersihkan luka menggunakan tangan dominant dengan gerakan satu arah sirkuler

(dalam ke luar) atau (atas ke bawah) dengan ganti kassa pada tiap area.keluarkan

pus dengan menekan area luka secara perlahan, pada jaringan nekrosis dapat

dilakukan debridement.
18. Keringakan luka dengan kassa kering

19. Beri obat pada area luka sesuai dengan order

20. Tutup luka dengan kassa kering sesuai dengan kebutuhan

21. Balut luka dengan verban

22. Pasang plester untuk fiksasi balutan

23. Buang kotoran pada bengkok pada tempat sampah dan bereskan alat

24. Lepaskan sarung tangan

25. Cuci tangan

D.   TAHAP TERMINASI

1.    Evaluasi perasaan klien

2.    Simpulkan hasil kegiatan

3.    Berikan reinforcement positif

4.    Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya

5.    Akhiri kegiatan

E.   TAHAP DOKUMENTASI

1.    Hari, tanggal, nama pasien, tindakan, keadaan luka, tanda tangan perawat.
Kaki Diabetik/ Diabetes

ASUHAN KEPERAWATAN

A.   PENGKAJIAN

Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan

mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan

utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan

sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes melitus :

1.  Aktivitas dan istirahat :


Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,

tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma

2.  Sirkulasi

Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas

bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.

3.  Eliminasi

Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.

4.  Nutrisi

Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.

5.  Neurosensori

Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi,

letargi, koma dan bingung.

6.  Nyeri

Pembengkakan perut, meringis.

7.  Respirasi

Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.

8.  Keamanan

Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.

9.  Seksualitas

Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi

impoten pada pria.

B.   DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Nyeri akut b/d agen injuri fisik


2.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor

biologis.

3.      Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan

sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)

4.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi

aktifitas, penurunan kekuatan otot

5.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan

sumber informasi.

6.      Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya

7.      PK: Hipo / Hiperglikemi

8.      PK : Infeksi

    DIABETES MELITUS (DM)


C.   RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa NOC NIC

1 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri :

injuri fisik keperawatan,tingkat 1.      Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

kenyamanan klien meningkat, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.

dan dibuktikan dengan level2.  Observasi  reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

nyeri: 3.  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui

klien dapat melaporkan nyeri pengalaman nyeri klien sebelumnya.

pada petugas, frekuensi nyeri,4.  Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu

ekspresi wajah,  dan ruangan, pencahayaan, kebisingan.

menyatakan kenyamanan fisik5.  Kurangi ontro presipitasi nyeri.

dan psikologis, TD 120/806.  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non

mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: farmakologis)..

16-20x/mnt 7.  Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk

Control nyeri dibuktikan mengetasi nyeri..


dengan klien melaporkan gejala8.  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

nyeri dan control nyeri. 9.  Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

10.         Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang

pemberian analgetik tidak berhasil.

11.         Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :.

1.  Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

2.  Cek riwayat alergi..

3.  Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

4.  Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.

5.  Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

6.  Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.

2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi

nutrisi kurang dari keperawatan, klien1. kaji pola makan klien


kebutuhan tubuh bd menunjukan status nutrisi2. Kaji adanya alergi makanan.

ketidakmampuan adekuatdibuktikan dengan BB3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.

tubuh stabil tidak terjadi mal nutrisi,4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai

tingkat energi adekuat, dengan kebutuhan klien.


mengabsorbsi zat-
masukan nutrisi adekuat 5. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.
zat gizi
6. Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk
berhubungan
mencegah konstipasi.
dengan faktor
7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi
biologis.
tubuh klien.

Monitor Nutrisi

1. Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.

2. Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien

makan.

3. Monitor lingkungan selama makan.

4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan

waktu klien makan.


5. Monitor adanya mual muntah.

6. Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input

makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.

7. Monitor intake nutrisi dan kalori.

3. Kerusakan Setelah dilakukan asuhan Wound care

integritas jaringan keperawatan, Wound healing 1.    Catat karakteristik luka:tentukan ukuran dan kedalaman luka,

bd faktor mekanik: meningkat dan klasifikasi pengaruh ulcers

dengan criteria: 2.    Catat karakteristik cairan secret yang keluar


perubahan sirkulasi,
Luka mengecil dalam ukuran 3.    Bersihkan dengan cairan anti bakteri
imobilitas dan
dan peningkatan granulasi 4.    Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
penurunan
jaringan 5.    Lakukan nekrotomi K/P
sensabilitas
6.    Lakukan tampon yang sesuai
(neuropati)
7.    Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan

8.    Lakukan pembalutan

9.    Pertahankan tehnik dressing steril ketika melakukan perawatan


luka

10. Amati setiap perubahan pada balutan

11. Bandingkan dan catat setiap adanya perubahan pada luka

12. Berikan posisi terhindar dari tekanan

4.. Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan Asuhan Terapi Exercise : Pergerakan sendi

fisik bd tidak keperawatan, dapat


1.    Pastikan keterbatasan gerak sendi yang dialami

nyaman nyeri, teridentifikasi Mobility level 2.     Kolaborasi dengan fisioterapi

Joint movement: aktif. 3.    Pastikan motivasi klien untuk mempertahankan pergerakan


intoleransi aktifitas,
Self care:ADLs sendi
penurunan
Dengan criteria hasil: 4.    Pastikan klien untuk mempertahankan pergerakan sendi
kekuatan otot
1.     Aktivitas fisik meningkat 5.    Pastikan klien bebas dari nyeri sebelum diberikan latihan

2. ROM normal 6.    Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual; keteraturan, Latih ROM

3. Melaporkan perasaan pasif.

peningkatan kekuatan Exercise promotion

kemampuan dalam bergerak 1.    Bantu identifikasi  program latihan yang sesuai


4. Klien bisa melakukan aktivitas 2.    Diskusikan dan instruksikan pada klien mengenai latihan yang

5. Kebersihan diri klien terpenuhi tepat

walaupun dibantu oleh perawat Exercise terapi ambulasi

atau keluarga 1.    Anjurkan dan Bantu klien duduk di tempat tidur sesuai toleransi

2.    Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai toleransi

3.    Fasilitasi penggunaan alat Bantu

Self care assistance:

Bathing/hygiene, dressing, feeding and toileting.

1.    Dorong keluarga untuk berpartisipasi untuk kegiatan mandi dan

kebersihan diri, berpakaian, makan dan toileting klien

2.    Berikan bantuan kebutuhan sehari – hari sampai klien dapat

merawat secara mandiri

3.    Monitor kebersihan kuku, kulit, berpakaian , dietnya dan pola

eliminasinya.

4.    Monitor kemampuan perawatan diri klien dalam memenuhi


kebutuhan sehari-hari

5.    Dorong klien melakukan aktivitas normal keseharian sesuai

kemampuan

6.    Promosi aktivitas sesuai usia

5. Kurang Setelah dilakukan Teaching : Dissease Process

pengetahuan asuhankeperawatan, 1.    Kaji  tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses

tentang penyakit pengetahuan klien meningkat. penyakit

dan perawatan nya 2.    Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta
Knowledge : Illness Care dg

kriteria : penyebab yang mungkin

1  Tahu Diitnya 3.    Sediakan informasi tentang kondisi klien

2  Proses penyakit 4.    Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan

3  Konservasi energi informasi tentang perkembangan klien

4  Kontrol infeksi 5.    Sediakan informasi tentang diagnosa klien

5  Pengobatan 6.    Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan

6  Aktivitas yang dianjurkan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau

7  Prosedur pengobatan kontrol proses penyakit


8  Regimen/aturan pengobatan 7.    Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan

9  Sumber-sumber kesehatan 8.    Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi

10                    Manajemen penyakit
9.    Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh

alternatif pilihan

10. Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi

11. Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit

12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada

13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul

pada petugas kesehatan

14. kolaborasi dg  tim yang lain.

6. Defisit self care Setelah dilakukan asuhan Bantuan perawatan diri

keperawatan, klien mampu1. Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri

Perawatan diri 2. Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting

Self care :Activity Daly Living dan makan

(ADL) dengan indicator : 3. Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat

   Pasien dapat melakukan diri


aktivitas sehari-hari (makan,4. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.

berpakaian, kebersihan,5. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai

toileting, ambulasi) kemampuannya

   Kebersihan diri pasien6. Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

terpenuhi 7. Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-

hari.

8. Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan dalam

melakukan perawatan diri sehari hari.

7. PK: Hipo / Setelah dilakukan asuhan Managemen Hipoglikemia:

Hiperglikemi keperawatan, 1.    Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi


diharapkan

perawat akan menangani dan


2.    Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar gula darah < 70

meminimalkan episode hipo / mg/dl, kulit dingin, lembab pucat, tachikardi, peka rangsang,

hiperglikemia gelisah, tidak sadar , bingung, ngantuk.

3.    Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis jahe setiap

15 menit sampai kadar gula darah > 69 mg/dl

4.    Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol


5.    K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya.

Managemen Hiperglikemia

1.    Monitor GDR sesuai indikasi

2.    Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula darah > 300

mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit kepala, pernafasan kusmaul,

anoreksia, mual dan muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria,

polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan kabur atau kadar

Na,K,Po4 menurun.

3.    Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi

4.    Berikan insulin sesuai order

5.    Pertahankan akses IV

6.    Berikan IV fluids sesuai kebutuhan

7.    Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala Hiperglikemia

menetap atau memburuk

8.    Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi


9.    Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya adanya

keton pada urine

10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama, warna kulit,

waktu pengisian kapiler, nadi perifer dan kalium

11. Anjurkan banyak minum

Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan

8. PK : Infeksi Setelah dilakukan asuhan 1.   Pantau tanda dan gejala infeksi primer & sekunder

keperawatan, perawat akan 2.   Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

menangani / mengurangi 3.   Batasi pengunjung bila perlu.

komplikasi defesiensi imun   4.   Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak

dan sesudahnya.

5.   Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.

6.   Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan

keperawatan.

7.   Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

8.   Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.


9.   Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari.

10.  Amati keadaan luka dan sekitarnya dari tanda – tanda meluasnya

infeksi

11.  Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan

12.  Berikan antibiotik sesuai program.

13.  Monitor hitung granulosit dan WBC.

14.  Ambil kultur jika perlu dan laporkan bila hasilnya positip.

15.  Dorong istirahat yang cukup.

16.  Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

17.  Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8,


Penerbit RGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online]
cited 12 Februari 2012], avaible from
URL: http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-
diabetes-mellitus.htmlhttp://www.hyves.web.id/askep-diabetes-melitus/
Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit
Erlangga

Anda mungkin juga menyukai