Bab I
Bab I
LATAR BELAKANG
1.1 Latar Belakang
Terdapat 10 juta bayi di negara berkembang mengalami kematian dan 60% diantaranya dapat ditekan
risiko dengan cara memberikan nutrisi melalui ASI. Selain itu ASI juga bermanfaat untuk meningkatkan status
kesehatan bayi dimana 1,3 bayi dapat diselamatkan. UNICEF dan WHO memberikan rekomendasi untuk
memberikan ASI paling sedikit selama 6 bulan (WHO, 2005).
Pada umumnya kegagalan ASI eksklusif disebabkan oleh faktor bayi (BBLR, trauma persalinan, infeksi,
kelainan kongenital, bayi kembar dll) dan faktor ibu (pembengkakan, abes payudara, dan kurang percaya diri).
Selain itu hambatan pada inisiasi menyusui dini, paritas, umur, status merokok, dan tidak adanya dukungan
keluarga dapat mempengaruhi kegagalan menyusui. Dari segi faktor sosial budaya dan petugas tenaga
kesehatan terlihat bahwa kurangnya pendidikan laktasi dan kebijakan pelayanan kesehatan yang belum
mendukung laktasi berpotensi untuk mempengaruhi ibu untuk tidak memberikan ASI (Brown, 2002).
Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh
termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung di dalam ASI tersebut. ASI tanpa bahan makanan lain
dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan sampai usia sekitar empat bulan (Depkes RI, 1992). Setelah itu ASI
hanya berfungsi sebagai sumber protein vitamin dan mineral utama untuk bayi yang mendapat makanan
tambahan yang tertumpu pada beras. Dalam pembangunan bangsa, peningkatan kualitas manusia harus dimulai
1
sedini mungkin yaitu sejak dini yaitu sejak masih bayi, salah satu faktor yang memegang peranan penting
dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI). Pemberian ASI semaksimal
mungkin merupakan kegiatan penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan generasi penerus di
masa depan. Akhir-akhir ini sering dibicarakan tentang peningkatan penggunaan ASI. Dukungan politis dari
pemerintah terhadap peningkatan penggunaan ASI termasik ASI EKSLUSIF telah memadai, hal ini terbukti
dengan telah dicanangkannya Gerakan Nasional Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (GNPPASI) oleh Bapak
Presiden pada hari Ibu tanggal 22 Desember 1990 yang betemakan "Dengan Asi, kaum ibu mempelopori
peningkatan kualitas manusia Indonsia". Dalam pidatonya presiden menyatakan juga bahwa ASI sebagai
makanan tunggal harus diberikan sampai bayi berusia empat bulan. Pemberian ASI tanpa pemberiaan makanan
lain ini disebut dengan menyusui secara ekslusif. Selanjutnya bayi perlu mendapatkan makanan pendamping
ASI kemudian pemberian ASI di teruskan sampai anak berusia dua tahun (Depkes RI, 1992).
Rendahnya cakupan ASI eksklusif di wilayah Puskesmas Sindang Barang tahun 2012 yakni sebesar
34% menurut laporan profil puskesmas. Dari permasalahan ini, peneliti ingin melihat gambaran cakupan ASI
eksklusif di wilayah Puskesmas Sindang Barang Bogor dan mencari tahu penyebab atau faktor-faktor yang
berkontribusi serta dari permasalahan tersebut bisa dilakukan upaya intervensi untuk memperbaiki cakupan ASI
eksklusif.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui cara pemberian ASI.
b. Untuk mengetahui seberapa banyak pengetahuan ibu terhadap ASI ekslusif.
c. Untuk mengetahui seberapa banyak ibu yang sudah menyusui ASI eklusif.
1.2.3 Tujuan Khusus
Agar ibu dapat meningkatkan ASI ekslusif pada bayinya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
sebanyak 11 orang (11,1%), lebih kecil jika dibandingkan dengan proporsi responden yang berumur antara 25-
34 tahun, yaitu sebanyak 18 orang (18,2%). Sedangkan responden yang memiliki umur dibawah 25 tahun
terdapat sebanyak 70 orang (70,7%).
Tingkat pendidikan merupakan jenjang sekolah formal yang ditamatkan oleh responden. Jika dilihat dari
tingkat pendidikan, didapatkan proporsi responden yang berpendidikan tinggi (SMA ke atas) adalah 47 orang
(47,5%), angka ini hanya sedikit kecil dari proporsi responden yang berpendidikan rendah (SMP ke bawah)
yaitu sebanyak 52 (52,5%).
Mengenai pekerjaan responden, hasil penelitian menunjukkan 87 responden tidak bekerja atau
berprofesi sebagai ibu rumah tangga (87,5%), sedangkan yang bekerja hanya 12 orang (12,5%) yang terdiri
wiraswasta, PNS, dan karyawan swasta.
4
Tabel 3. Distribusi Responden Niat Ibu, Pengetahuan Ibu, dan Sikap Ibu
Variabel Pemberian ASI Eksklusif Jumlah Presentase (%)
Niat Ibu
Rendah 22 22,2
Tinggi 77 77,8
Pengetahuan Ibu
Baik 5 5,1
Kurang 94 94,9
Sikap Ibu
Kurang 77 77,8
Baik 22 22,2
Gambaran Dukungan Suami, Dukungan Orang Tua, dan Dukungan Tenaga Kesehatan
Hasil peneltian dapat ditunjukkan dukungan suami mengenai ASI eksklusif terdapat 48 responden yang
mendukung dengan kuat tentang ASI eksklusif, dan lainnya sebanyak 51 kurang mendukung dalam ASI
eksklusif. Sedangkan 46 responden (46%) mendapat dukungan kuat dari orang tua mengenai ASI eksklusif,
sedangkan 53 responden lainnya kurang mendapatkan dukungan dari orang tua.
Dukungan petugas kesehatan merupakan penilaian responden terhadap informasi tentang pemberian
ASI eksklusif dari petugas kesehatan yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang mendapatkan dukungan kuat dari petugas kesehatan adalah
sebanyak 23 orang (23,2%) dan yang mendapatkan dukungan kurang adalah sebesar 76 responden, seperti yang
ditunjukkan pada tabel berikut ini:
Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Suami, Orang Tua, dan Tenaga Kesehatan
Variabel Pemberian ASI Eksklusif Jumlah Presentase (%)
Dukungan Suami
Kurang 51 51,5
Kuat 48 48,5
Dukungan Orang Tua
Kurang 53 53,5
Kuat 46 46,5
Dukungan Tenaga Kesehatan
Kurang 76 76,8
Kuat 23 23,2
5
Hasil analisis menunjukkan bahwa proporsi responden dengan niat tinggi yang memberikan ASI
eksklusif adalah sebesar 61% , ini lebih kecil dibandingkan proporsi responden dengan niat kurang yaitu 90,9%.
6
Hasil uji statistik di dapatkan p value = 0.009. berarti ada perbedaan yang signifikan niat ibu terhadap
pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada tabel, dari 5 responden yang
memiliki pengetahuan baik, ibu yang memberikan ASI eksklusif sebanyak 2 orang (40%) dan ibu yang tidak
memberikan ASI eksklusif sebanyak 3 orang (60%), sedangkan dari 94 responden yang memiliki pengetahuan
kurang, ibu yang memberikan ASI eksklusif sebanyak 30 orang (31,9%) dan ibu yang tidak memberikan ASI
eksklusif sebanyak 64 orang (68,1%).
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji chi-square (x2) menghasilkan probabilitas sebesar
0,657 pada tingkat kesalahan (α) 0,05. Bila nilai probabilitas lebih kecil dari tingkat kesalahan maka dapat
dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara kedua variabel independendan variabel dependen dan sebaliknya.
Hal ini berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu menyusui dengan
pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Sindang Barang. Dari 22 responden yang memiliki
pengetahuan baik, ibu yang memberikan ASI eksklusif sebanyak 11 orang (50%) dan ibu yang tidak
memberikan ASI eksklusif sebanyak 11 orang (50%), sedangkan dari 77 responden yang memiliki pengetahuan
kurang, ibu yang memberikan ASI eksklusif sebanyak 21 orang (27,3%) dan ibu yang tidak memberikan ASI
eksklusif sebanyak 56 orang (72,7%).
Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap ibu menyusui dengan pemberian ASI eksklusif di
Wilayah Kerja Puskesmas Sindang Barang. Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.23 ditunjukkan bahwa
terdapat sebanyak 22 (48.8%) ibu yang menyusui secara eksklusif dengan dukungan yang kuat suami tentang
asi eksklusif. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.009 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi
kejadian menyusui eksklusif antara dukungan suami yang kuat tentang asi eksklusif dengan dukungan suami
yang kurang tentang asi eksklusif. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR= 3,469 artinya dukungan suami
yang kuat tentang asi eksklusif mempunyai peluang 3,47 kali terhadap pemberian asi eksklusif oleh ibu
dibandingkan dengan dukungan suami yang kurang tentang asi eksklusif.
Berdasarkan hasil analisis ditunjukkan bahwa terdapat sebanyak 21 (39.6%) ibu yang menyusui secara
eksklusif dengan dukungan yang kurang dari orang tua tentang asi eksklusif. Hasil uji statistik diperoleh nilai
p=0.132 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian menyusui eksklusif antara dukungan
orang tua yang kurang tentang asi eksklusif dengan dukungan orang tua yang kuat tentang asi eksklusif.
Berdasarkan tabel terlihat bahwa ada hubungan antara pemberian ASI ekslusif dengan dukungan petugas
kesehatan. Semakin kuat dukungan petugas kesehatan semakin besar jumlah pemberian ASI ekslusif. Dari 76
ibu yang mendapat dukungan kurang dari petugas kesehatan, sebanyak 17 orang (22,4%) melakukan pemberian
ASI ekslusif. Sedangkan dari 23 ibu yang kuat mendapat dukungan dari petugas kesehatan, sebanyak 15 orang
(65,2%) melakukan pemberian ASI ekslusif. Dari nilai OR (6,507) dapat disimpulkan bahwa ibu yang
mendapat dukungan kuat dari petugas kesehatan mempunyai kecenderunagn untuk melakukan pemberian ASI
ekslusif sebesar 6,507 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang kurang mendapat dukungan dari petugas
kesehatan untuk melakukan pemberian ASI ekslusif (Nilai p=0,00025).
Pemberian ASI
Eksklusif p- OR (95% CI)
Total
Variabel Tidak value
Eksklusif
Eksklusif
n % n % n %
Umur
< 25 tahun 5 19,2 21 80,8 26 100 0,593 2,100
25-34 tahun 17 33,3 34 66,7 51 100 (0,674-6,539)
7
< 25 tahun 5 19,2 21 80,8 26 100 3,500
≥ 35 tahun 10 45,5 12 54,5 22 100 (0,967-12,672)
Pendidikan
Rendah 18 34,6 34 65,4 52 100 0,670 0,810
Tinggi 14 29,8 33 70,2 47 100 (0,344-1,869)
8
Pekerjaan
Tidak bekerja 27 31 60 69 87 100 0,517 1,587
Bekerja 5 41,7 7 58,3 12 100 (0,462-5,454)
Niat Ibu
Rendah 20 90,9 2 9,1 22 100 0,009 6,838
Tinggi 47 61 39 89 77 100 (1,390-29,301)
Pengetahuan Ibu
Kurang 64 68,1 30 31,9 94 100 0,657 1,422
Baik 3 60 2 30 5 100 (0,226-8,964)
Sikap Ibu
Kurang 56 72,7 21 27,3 77 100 0,069 2,667
Baik 11 50 11 50 22 100 (1,006-7,067)
Dukungan Suami
Kurang 41 80,4 10 19,6 51 100 0,009 3,469
Kuat 26 54,2 22 48,8 48 100 (1,418-8,486)
Dukungan Orang Tua
Kurang 32 60,4 21 39,6 53 100 0,132 2,088
Kuat 35 76,1 11 23,9 46 100 (0,872-4,998)
Dukungan Nakes
Kurang 59 77,6 17 22,4 76 100 0,000 6,507
Kuat 8 34,8 15 65,2 23 100 (2,362-17,931)
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan intervensi, maka perlu dilakukan
suatu pengukuran dengan menggunakan lembar pre-test sebelum pemberian materi dan post-test setelah selesai
pemberian materi baik kegiatan intervensi pada saat pelatihan kader maupun penyuluhan di Posyandu.
Selanjutnya untuk mengetahui evaluasi dari kegiatan pelatihan kader maka perlu untuk dilakukan survey angket
mengenai pelaksanaan acara pelatihan kader. Kegiatan intervensi berupa pelatihan kader cerdas ASI eksklusif
harus dapat diukur agar dapat menentukan keberhasilan program. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah ada
perbedaan antara pengetahuan kader sebelum dan sesudah pelatihan ASI eksklusif.
Dilihat dari tabel mengenai pengukuran pengatahuan Ibu kader pada saat pelatihan kader cerdas ASI
eksklusif diatas bahwa nilai pre-test yang diperoleh dengan sebaran nilai terendah adalah 46,7 sampai nilai
tertinggi yaitu 86,67 dengan skor rata-rata sebelum dilakukan intervensi adalah 64,56. Nilai post-test yang
diperoleh dengan sebaran nilai terendah adalah 20,00 sampai dengan nilai tertinggi yaitu 86,67 dengan rata-
rata sebesar 72,09 . Nilai-p yang didapatkan dengan uji wilcoxon menunjukkan nilai-p sebesar 0,015 (p<0,005)
yang artinya ada perbedaan signifikan antara sebelum dan sesudah intervensi dengan selisih rata-rata antara pre-
test dan post-test sebesar 11,66%. Peningkatan pengetahuan dapat dihitung dari rumus berikut:
9
10
Hasil pre-test dan post-test pada pelatihan kader ini telah mencapai tujuan khusus kegiatan PBL 2 pada
point a, yaitu meningkatkan pengetahuan kader kesehatan dalam mempromosikan pemberian ASI Eksklusif.
Adapun indikator keberhasilannya terlihat dari adanya peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah
dilakukannya pelatihan kader cerdas ASI eksklusif.
.
Hasil Pre-test dan Post-test Penyuluhan ASI Eksklusif di Posyandu
11
Gambar 1. Hasil Evaluasi Kegiatan Pelatihan Kader ASI Eksklusif Cerdas
13
warganya berpendidikan cukup baik jarang untuk mau datang ke posyandu. Kader juga mengatakan bahwa
untuk memberitahu si ibu tentang pentingnya ASI ekslusif di posyandu kadang susah, karena yang
mengantarkan si bayi ke posyandu bukan ibunya tapi si nenek. Selain itu, kader juga menyayangkan tindakan
bidan yang memberikan susu formula kepada bayi dan ibu pasca melahirkan. Mereka menyayangkan kenapa
bidan yang harusnya mendukung ASI Ekslusif malah memberikan susu formula.
Masyarakat awam beranggapan bahwa jumlah ASI berkurang makanya harus ditambah dengan susu
formula, stigma ini kemudian diluruskan oleh pemikiran Ibu kader sendiri bahwasanya jumlah ASI yang keluar
itu bergantung pada asupan nutrisi yang dikonsumsi oleh Ibu, oleh karena itu sangat penting untuk
mengkosumsi makanan yang bernutrisi. Pendangan lain yang salah tentang ASI adalah membuat bayi lebih
sering terkena diare dan mencret, justru Ibu kader meluruskan bahwasanya ASI mempunyai antibodi dan zat
kekebalan yang mampu menyerang penyakit yang masuk ke dalam tubuh bayi;
Selanjutnya dilakukan simulasi yang diperagakan oleh salah satu ibu kader. Dalam role play kader
berperan untuk menyampaikan materi dan melakukan intervensi sedangkan peserta yang lainnya bermain peran
menjadi ibu hamil yang sedang diintervensi. Dalam bermain peran cara penyampaian dari kader masih belum
terstrukutur akan tetapi bahasa yang digunakan cukup baik, poin materi penting juga sudah tersampaikan.
Dalam menyampaikan masih kurang tegas dan percaya diri. Perlu untuk latihan dan mempelajari materi lebih
lanjut.
14
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pembahasan
Pemberian ASI eksklusif dikelompokkan menjadi dua, yaitu eksklusif jika dari lahir sampai usia 6 bulan
bayi hanya diberi ASI saja tanpa makanan/minuman, tetapi jika bayi sudah diberikan makanan/minuman
sebelum usia 6 bulan maka dikelompokkan menjadi tidak eksklusif. Hasil penelitian yang dilakukan
mendapatkan jumlah responden yang memberikan ASI eksklusif adalah sebanyak 53,5%. Jumlah ini hanya
sedikit lebih banyak dibandingkan dengan responden yang tidak memberikan ASI eksklusif, yaitu sebanyak
46,5%.
Melihat data yang didapatkan diatas, gambar pemberian ASI Eksklusif yang terdapat di wilayah
Puskesmas Sindang Barang, Bogor Barat, Kota Bogor, masih dikatakan jauh dari kata berhasil. Seperti yang
kita ketahui, dengan adanya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 Tentang
Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, seharusnya angka pemberian ASI Eksklusif di seluruh wilayah Indonesia
meningkat, termasuk kota Bogor. “Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi meminta pemerintah daerah gencar
mengkampanyekan pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif untuk bayi. Nafsiah mengatakan, pemberian air
susu ibu ekslusif untuk bayi Indonesia saat ini rata-rata 34 persen. Kementerian Kesehatan, kata Nafsiah
menargetkan, pemberian ASI oleh ibu menyusui di angka 80 persen hingga 90 persen. Kesadaran akan
pentingnya pemberian ASI, kata dia, akan terus dikampayekan Kementerian yang dia
pimpin”(Simatupang,2013). Indikator pemberian ASI Eksklusif yang disebutkan diatas, masih sangat jauh
untuk mencapainya,dilihat dari hasil data presentase pemberian ASI Eksklusif di Sindang Barang,Bogor
Barat,Bogor.
Menurut Nursalam (2003), bahwa semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir maupun berperilaku. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada
hubungan yang signifikan antara umur terhadap keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Hasil penelitian ini
tidak sejalan dengan penelitian Marlina (2005), yang menyebutkan bahwa ada kecenderungan peningkatan
perilaku, semakin tua umur responden, praktek pemberian ASI eksklusif semakin tinggi. Hasil penelitian ini
menunjukkan terdapat tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkatan pendidikan dengan pemberian ASI
eksklusif. Ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marzuki (2004) yang mengatakan bahwa ada
hubungan bermakna antara status pendidikan dengan pemberian ASI eksklusif. Besar kecilnya peluang ibu
dalam memberikan ASI eksklusif juga dipengaruhi oleh status pekerjaan. Adanya kecenderungan pada ibu jika
memiliki pengahsilan sendiri menjadi penyebab kegagalan pemberian ASI eksklusif, oleh sebab itu penting
sekali semua tempat kerja memberikan ASI eksklusif. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara
pekerjaan dengan ASI eksklusif. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Amaral (2003) yang menyatakan
bahwa ada hubungan signifikan antara pekerjaan dengan pemberian ASI eksklusif.
Niat ibu merupakan kesungguhan Ibu untuk memberikan bayinya ASI eksklusif sejak kehamilannya
hingga benar-benar terealisasikan pasca-persalinan. Dalam penelitian ini dapat terlihat bahwa 77 responden
memiliki niatan yang baik untuk memberikan bayinya ASI eksklusif, sedangkan 22 responden lainnya masih
memiliki niat yang kurang, hal ini diduga karena tidak terealisasikannya pemberian ASI eksklusif ketika pasca-
kelahiran. Penelitian didapatkan hubungan antara niat ibu dengan pemberian ASI eksklusif di wilayah
Kelurahan Sindang Barang, dimana ibu yang memiliki niat baik akan cenderung untuk menyusui ASI eksklusif
pada bayinya 6,83 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang memiliki niat kurang
Hasil analisis penelitian ini sejalan degan hasil studi Cohort longitudinal di Avon, United Kingdom yang
menyimpulkan bahwa niat ibu merupakan prediktor yang lebih kuat di banding faktor demografi dan lainnya.
Sebagaimana dalam Theory of Reasoned Action (TRA), yang menyatakan bahwa faktor yang paling penting
pada perilaku (bahavior) seseorang adalah niat atau behavior intetion (Mantaho & Kaspryk, 2002). Niat
15
(intention) dipengaruhi langsung oleh faktor sikap (attitude) dan norma subjektif (subjectif norm)yang
berhubungan dengan prilaku. Oleh karena itu, diharapkan adanya peran serta dari keluarga tokoh agama, tokoh
masyarakat melalui keyakinan normatif yang ada pada masyarakat, sehingga informasi yang yang diberikan
dapat meningkatkan niat ibu untuk memberikan ASI ekslusif kepada bayinya.
16
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sebanyak 32,3% ibu menyusui secara eksklusif di wilayah Kelurahan Badean, Kecamatan bondowoso,
Kota Bondowoso. Didapatkan hubungan antara niat ibu dengan pemberian ASI eksklusif di wilayah Kelurahan
Badean, dimana ibu yang memiliki niat baik akan cenderung untuk menyusui ASI eksklusif pada bayinya 6,83
kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang memiliki niat kurang
Didapatkan hubungan antara dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif di wilayah Kelurahan
Badean, dimana ibu yang mendapatkan dukungan yang kuat dari suami cenderung untuk menyusui ASI
eksklusif pada bayi 3,47 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang kurang mendapatkan dukungan dari
suami. Didapatkan hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan pemberian ASI eksklusif di wilayah
Kelurahan Sindang Barang, dimana Ibu yang mendapatkan dukungan kuat dari petugas kesehatan mempunyai
kecenderungan untuk menyusui ASI secara eksklusif 6,5 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang kurang
mendapatkan dukungan dari petugas kesehatan. Tidak ada hubungan antara umur, pendidikan, pekerjaan,
pengetahuan, sikap, dukungan orang tua, dan ketersediaan waktu ibu terhadap pemberian ASI eksklusif di
wilayah Kelurahan Badean, Kecamatan Bondowoso, Kota Bondowoso 2017.
Terdapat peningkatan pengetahuan tentang ASI Eksklusif pada kader (11,66%) dan ibu hamil (52,52%)
yang dihitung melalui pre/post-test. Penilaian kader terhadap Pelatihan ASI Eksklusif yang dilakukan adalah
bagus yaitu sebesar 93%. Selain itu, Pelatihan yang dilakukan sudah memenuhi kebutuhan para kader terkait
informasi tentang ASI Eksklusif (82%). Menurut kader, materi tersampaikan dengan baik (48 %) dan 100%
kader bersedia memberikan penyuluhan ASI Eksklusif terhadap ibu hamil. Pengukuran terhadap keterampilan
kader tidak dapat dinilai dengan jelas, hal ini karena kader yang kami observasi pada saat di Posyandu tidak
memiliki kesempatan untuk melakukan roleplay ketika pelatihan kader cerdas ASI eksklusif sebelumnya karena
keterbatasan alokasi waktu. Pada observasi Posyandu IA dan Posyandu 5B kader menyampaikan penyuluhan
sesuai dengan substansi materi yang telah ditentukan meskipun belum memberikan semangat dan motivasi serta
belum menggunakan media penyuluhan secara efektif.
Agar program dapat terus berjalan, diharapkan puskesmas terus memantau kader dalam upaya
pemberian informasi mengenai ASI Eksklusif secara terus-menerus. Puskesmas dengan fungsi gandanya
sebagai penyedia pelayanan preventif-promotif juga diharapkan untuk dapat mengadakan kegiatan penyuluhan
terencana kepada masyarakat Sindang Barang. Kegiatan penyuluhan tersebut dapat menyasar masyarakat yang
lebih luas lagi, seperti suami dan pasangan usia subur. Selain itu, puskesmas juga dapat meneruskan kegiatan
serupa pada kader-kader kelurahan lainnya guna tersebarnya informasi kesehatan secara luas dan menyeluruh.
17
Pengetahuan responden tentang ASI eksklusif tidak berhubungan dengan pemberian ASI karena
pengetahuan responden yang baik tentang ASI eksklusif belum terwujud dalam tindakan pemberian ASI
eksklusif dan dengan pengetahuan yang kurang tidak membuat tindakan menjadi kurang baik. Melalui
penyesuaian diri, pengetahuan yang masih kurang dapat disesuaikan dengan berpikir logis untuk melakukan
tindakan yang baik. Terdapat berbagai faktor yang bisa mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Menurut
Amiruddin dan Rostia (2007), kurangnya dukungan dari keluarga merupakan salah satu faktor terhambatnya
pemberian ASI eksklusif sehingga walaupun ibu pernah menerima atau tidak pernah menerima informasi ASI
eksklusif dari petugas kesehatan tidak akan mempengaruhi tindakan ibu untuk memberikan ASI eksklusif pada
bayi mereka. Menurut Roesli (2000), sering kali ibu yang bekerja mengalami dilema dalam memberikan ASI
eksklusif pada bayinya meskipun kelompok ini tahu manfaat dan keunggulan ASI, namun sulit untuk
mempraktikkannya. Selain itu, gencarnya promosi dan penjualan susu formula juga menjadi pemicu rendahnya
pemberian ASI eksklusif kepada bayi, padahal kandungan nutrisi dan kualitas ASI jauh lebih baik untuk bayi
jika dibandingkan dengan susu formula. Beredarnya produk susu formula ini juga mudah dibeli masyarakat.
Jadi banyak ibu yang lebih memilih memberi susu formula karena dinilai lebih praktis.
Tidak adanya hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif. Hal tersebut
dikarenakan ibu menyusui hanya sekedar mengetahui namun belum memahami, mengaplikasikan, mensistesis
dan mengevaluasi apa yang diketahui.
Sikap tentang pemberian ASI eksklusif merupakan faktor yang menentukan seseorang untuk bersedia
atau kesiapan untuk memberikan ASI secara eksklusif. Dalam hubungannya dengan ASI eksklusif, sikap ibu
adalah bagaimana reaksi atau respon tertutup ibu menyusui terhadap ASI eksklusif. Jika ibu sudah memiliki
sikap yang kuat dalam memberikan ASI eksklusif, maka perilakunya menjadi lebih konsisten dan sebaliknya.
Sikap dapat terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami individu. Interaksi di sini tidak hanya
berupa kontak sosial dan hubungan antar pribadi sebagai anggota kelompok sosial, tetapi meliputi juga
hubungan dengan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis sekitarnya (Maulana,2009).
Dukungan suami sangat erat kaitannya dengan pemberian asi eksklusif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ibu yang mendapatkan dukungan yang kuat dari suami memberikan asi eksklusif pada bayinya
dibandingkan dukungan suami yang kurang. Hasil uji chi square memperlihatkan nilai p=0.009 sehingga dapat
disimpulkan bahwa dukungan suami berhubungan signifikan dengan pemberian asi eksklusif.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rokhanawati, Dewi (2009) menemukan bahwa
dukungan sosial dari suami mempunyai hubungan yang bermakna dengan pemberian asi ekslusif oleh ibu
kepada bayinya. Malau (2010) menemukan ada hubungan yang signifikan antara dukungan suami dan kemauan
ibu memberikan asi eksklusif dengan kekuatan hubungan sedang (r=0.38) yang berarti semakin kuat dukungan
dari suami tentang asi eksklusif maka semakin besar pula kemauan ibu untuk memberikan asi eksklusif.
Penelitian lainnya oleh Fjeld,. (2008) menyebutkan bahwa orang tua ibu yang tidak memiliki
pengetahuan yang baik tentang asi eksklusif sangat mempengaruhi perilaku ibu dalam memberikan asi esklusif
kepada anaknya. Informasi lainnya yang diperoleh dari penelitian Rasyika, dkk (2012) adalah adanya kebiasaan
nenek mencarikan donor asi jika asi ibu tidak lancar. Nenek cenderung memberikan penyusuan kepada tante
bayi (saudara ibu bayi) atau keluarga terdekat lainnya. Hal ini pada dasarnya bukanlah sesuatu yang
menghambat asi eksklusif, sebagaimana juga telah diatur dalam PP No.33 Tahun 2012 Tentang Asi Eksklusif,
dimana di dalamnya disebutkan mengenai pendonor ASI. Pada intinya pedoman ASI ini diperbolehkan dengan
syarat yang telah dicantumkan PP tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa terdapat hubungan antara dukungan petugas kesehatan
dengan pemberian ASI eksklusif oleh ibu. Bentuk dukungan tersebut diantaranya ialah pemberian informasi
mengenai ASI eksklusif, konsultasi ASI, hingga bentuk pemberian susu formula oleh petugas. Dukungan
petugas yang kurang memberikan pengaruh pada perilaku pemberian ASI eksklusif ibu. Hal ini didukung
dengan adanya teori yang dikemukakan Green dalam Notoatmodjo (2010), bahwa perilaku kesehatan
disebabkan oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Dalam hal ini,
18
petugas kesehatan termasuk ke dalam faktor pemungkin. Faktor pemungkin adalah faktor yang memungkinkan
atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan yang meliputi sarana dan prasarana atau fasilitas untuk
19
terjadinya perilaku kesehatan, seperti puskesmas, rumah sakit, tempat pembuangan
sampah, makanan bergizi, uang, dan sebagainya. Petugas sebagai bagian dari sarana
seharusnya memberikan ibu informasi yang baik dan jelas guna membentuk perilaku ibu
dalam pemberian ASI eksklusif.
Selain itu, dukungan petugas juga dapat tergolong sebagai faktor penguat yang
mendorong dan memperkuat terjadinya perilaku. Faktor ini timbul karena seringkali
meskipun seseorang tahu dan mampu berperilaku sehat, namun tidak melakukannya.
Dalam kuesioner, ibu pasca melahirkan mendapatkan susu formula dari petugas. Oleh
karena itu, walaupun ibu mengetahui mengenai ASI eksklusif, ibu tetap terdorong
memberikan susu formula karena didukung petugas secara tidak langsung melalui
pemberian susu formula tersebut.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner,
sehingga kualitas data yang terkumpul dalam penelitian ini sangat bergantung pada
kemampuan pewawancara serta pada kemampuan ibu mengingat kembali peristiwa atau
apa yang telah dilakukan selama hamil, bersalin, dan masa menyusui, dan faktor lupa dapat
menjadi penyebab recall bias, selain itu keterbatasan pengumpulan data dengan pengisian
kuesioner dapat bersifat subyektif, sehingga kebenaran dan kesungguhan responden dalam
menjawab pertanyaan ikut menentukan kualitas data. Disisi lain, metode pengambilan
sampel yang digunakan adalah non- probability sampling sehingga keadaan yang benar-
benar ada di populasi mungkin saja tidak terwakili oleh sampel yang diambil oleh peneliti.
4.2 Saran
Mengingat zaman Era millennial saat ii banyak ibu menyusui dengan susu formula
dikarenakan aktivitasnya yang padat dan menjadi wanita karir tanpa memikirkan bahwa ASI
ekklusif lah yang lebih baik dan sehat untuk bayi maka setidaknya untuk semua ibu Indonesia
dan terutama di Kelurahan badean untuk menyusui dengan ASI eklusif saja .
20
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin R, Rostia. 2007. Promosi Susu Formula Menghambat Pemberian ASI
Eksklusif Pada Bayi 6 – 11 Bulan di Kelurahan Pa’Baeng-Baeng Makassar
Tahun 2006.(Jurnal)
Brown, J. E. et.al. 2002. Nutrition Trought the Life Cycle. International Student
Edition, 3rd, Thomson Wardsworth
Fjeld,. (2008). „No sister, the breast alone is not enough for my baby‟ A Qualitative
Assessment of Potentials and Barriers in the Promotion of Exclusive
Breastfeeding in Southern Zambia. International Breastfeeding Journal 2008,
3:26. Centre for International Health, University of Bergen Norway.
Diakses 18 Desember 2013
(http://www.internationalbreastfeedingjournal.com/content/3/1/26) Hafni et al
(2013). Determinan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas
Mongolato
Roesli, U. 2008. Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka Bunda
Rokhnawati, Dewi, (2010). Dukungan Sosial Suami dan Perilaku Pemberian ASI
Eksklusif di Kabupaten Bantul Yogyakarta. (online). Diakses 18 Desember
2012 (www.google..com)
21
Sulistyoningsih, H. 2005. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Ibu
dalam Pemberian ASI di Desa Cikunir Kecamatan Singaparna Kabupaten
TasikmalayaTahun 2005.
Utami, H. S. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Ibu dalam
Praktek Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan
Koba Kabupaten Bangka Tengah Tahun 2012. Skripsi. Depok: Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
Wahyuni. 1998. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pendidikan Ibu dan Pendapatan
Keluarga dengan Praktek Pemberian ASI Eksklusif. Skripsi. Medan: Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara
Wenas, Winly. (2012). Diakses 17 Desember 2013.
http://fkm.unsrat.ac.id/wp-
content/uploads/2012/10/Winly-Wenas.pdf
WHO. 2005. Global Strategy for Infant and Young Child Feeding: The
Optimal Duration of Exlusive Breastfeeding, 54th WHA.
22