Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tracheostomy merupakan prosedur yang dilakukan dengan membuat lubang ke dalam
trakea dan memasukkan selang indwelling ke dalam trakea yang dapat bersifat permanen
(Hidayati, dkk, 2014). Komplikasi yang mengancam akan selalu ada, sehingga perawat selalu
mengamati dengan ketat pasien yang dilakukan pemasangan tracheostomy (Nurhidayati,
2010).

Pasien saat terpasang tracheostomy mempunyai komplikasi yang mengancam.


Komplikasi tersebut seperti obstruksi jalan napas akibat akumulasi sekresi, infeksi, fistula
trakeosofagus, dilatasi trakea dan nekrosis (Novialdi & Azani, 2015). Komplikasi yang
terjadi dapat di cegah dengan melakukan tindakan keperawatan berupa tracheostomy care.
Tracheostomy care merupakan tindakan dengan membersihkan kanul tracheostomy untuk
menjaga kepatenan jalan napas (Hidayati, dkk, 2014).

Pemeriksaan periodik kanul dalam, humidifikasi buatan, perawatan luka operasi,


pencegahan infeksi sekunder dan jika memakai kanul dengan balon (cuff) yang high volume-
low pressure cuff sangat penting agar tidak timbul komplikasi lebih lanjut. Perawatan kanul
trakea di rumah sakit dilakukan oleh paramedis yang terlatih dan mengetahui komplikasi
trakeostomi, yang dapat disebabkan oleh alatnya sendiri maupun akibat perubahan anatomis
dan fisiologis jalan napas pasca trakeostomi. Selain itu, pasien juga harus mengetahui
bagaimana cara membersihkan dan mengganti kanul trakheostomi, agar pasien dapat secara
mandiri menjaga kesehatan tubuhnya, apabila pasien pulang dengan kanul trakhea masih
terpasang. (Novialdi & Azani, 2015)

Dalam hal ini peran perawat sangat penting sebagai edukator dan role mode dalam
perawatan mandiri pasien trakheostomi. Oleh karena itu, pada makalah ini akan dijelaskan
berbagai macam hal mengenai trakheostomi. (Nurhidayati, 2010).

Hidup sehat merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Saat ini
banyak penyakit yang diderita tidak hanya disebabkan oleh kuman atau bakteri, tetapi juga
dapat disebabkan oleh kebiasaan atau pola hidup tidak sehat. Jantung korener, kanker, stroke,
diabetes, gigi kropos, dan tekanan darah tinggi merupakan contoh dari penyakit-penyakit
tersebut. Maka dari itu, salah satu strategi Departemen Kesehatan Republik Indonesia

1
(Depkes RI) untuk mengatasi penyakit yang disebabkan oleh kebiasaan atau pola hidup tidak
sehat adalah dengan cara menerapkan pembangunan kesehatan yang berwawasan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan cara mengkonsumsi makanan sehat dan gizi
seimbang, melakukan aktifitas fisik dan olahraga, serta hidup sehat tanpa rokok (Konferensi
Nasional Promosi Kesehatan ke-4, 2006).

Dalam strategi tersebut dikemukakan bahwa hidup sehat tanpa rokok merupakan salah
satu Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Tetapi, jumlah perokok di Indonesia
mengalami peningkatan dari tahun-ketahunnya yang dapat diketahui pada tahun 2002, jumlah
rokok yang dihisap oleh penduduk Indonesia mencapai 215 miliar batang. Sekitar separuh
dari jumlah perokok akan meninggal akibat rokok tersebut, karena rokok dapat menimbulkan
penyakit-penyakit seperti jantung koroner, gigi kropos, dan masih banyak penyakit-penyakit
lainnya terutama penyakit paru seperti kanker paru.

Salah satu penyebab utama kanker paru (tipe kasinoma) adalah rokok, karena pada asap
rokok terkandung lebih dari 4.000 zat kimia, dimana 50 jenisnya bersifat karsinogen dan
beracun. Statistik membuktikan bahwa sekitar 90% penderita kanker paru adalah perokok
aktif atau mantan perokok. Kanker paru juga dapat bermetastase ke jaringan-jaringan sekitar,
contohnya pada kanker paru yang dapat bermestatase ke rongga pleura sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya penimbunan cairan dalam rongga pleura (Rahmadini, 2009).

Rongga pleura dalam keadaan normal berisi sekitar 10-20 ml cairan yang berfungsi
sebagai pelicin agar paru dapat bergerak dengan leluasa saat bernafas. Jumlah cairan melebihi
volume normal dan dapat menimbulkan gangguan, apabila cairan yang diproduksi oleh pleura
parietal atau visceral tidak mampu diserap oleh pembuluh limfa. Produksi cairan melebihi
normal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa kelainan, antara lain bisa disebabkan oleh
kanker paru yang bermestatase ke rongga pleura. Efusi atau penimbunan cairan melebihi
normal di rongga pleura terjadi akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah karena
reaksi inflamasi yang ditimbulkan oleh infiltrasi sel kanker pada pleura parietal atau visceral
dan hal ini bisa disebut juga dengan efusi pleura (Kurnia, 2008).

Menurut Sanjaya (2011) salah satu tindakan untuk pengobatan efusi pleura yaitu dengan
tindakan Water Seal Drainage (WSD) yang bertujuan untuk mengeluarkan cairan yang
terdapat dalam rongga pleura. Setelah dilakukan tindakan Water Seal Drainage (WSD), maka
akan timbul masalah nyeri akibat 3 luka pemasangan Water Seal Drainage (WSD). Setelah
dilakukan hal tersebut, maka harus diberikan tindakan fisioterapi dengan modalitas terapi

2
latihan yaitu latihan pernafasan (breathing exercise) dan latihan aktif. Tujuan utama
diberikan penatalaksanaan fisioterapi pada penderita efusi pleura adalah untuk mengurangi
spasme otot-otot bantu pernafasan, mengurangi nyeri akibat luka pemasangan Water Seal
Drainage (WSD), dan meningkatkan mobilisasi sangkar thorak.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi Trakeostomi dan WSD ( Water Seal Drainage ) ?
2. Apa fungsi dan tujuan dari Trakeostomi ?
3. Apa fungsi dan tujuan WSD ( Water Seal Drainage ) ?
4. Apa etiologi dari Trakeostomi ?
5. Bagaimana menisfestasi klinis pada WSD ( Water Seal Drainage ) ?
6. Apa indikasi dilakukan prosedur Trakeostomi dan WSD ( Water Seal Drainage ) ?
7. Apa kontraindikasi dilakukan prosedur Trakeostomi dan WSD
(Water Seal Drainage) ?
8. Apa saja klasifikasi dari Trakeostomi ?
9. Bagaimana penatalaksanaan Trakeostomi ?
10. Bagaiamana prosedur pemasangan Trakeostomi ?
11. Apa mekanisme dari WSD ( Water Seal Drainage ) ?
12. Bagaimana letak pemasangan WSD ( Water Seal Drainage ) ?
13. Bagaimna prosedur pemasangan dari WSD ( Water Seal Drainage ) ?
14. Apa macam-macam dari WSD ( Water Seal Drainage ) ?
15. Apa peran perawat dalam pemasangan WSD ( Water Seal Drainage ) ?
16. Bagaimana komplikasi pada Trakeostomi dan WSD ( Water Seal Drainage ) ?
17. Bagaimana indikasi pada pelepasan Trakeostomi dan WSD ( Water Seal Drainage ) ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan
Trakeostomi dan WSD ( Water Seal Drainage )
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi Trakeostomi dan WSD ( Water Seal Drainage ) ?
2. Untuk mengetahui fungsi dan tujuan dari Trakeostomi ?
3. Untuk mengetahui fungsi dan tujuan WSD ( Water Seal Drainage ) ?

3
4. Untuk mengetahui etiologi dari Trakeostomi ?
5. Untuk mengetahui Bagaimana menisfestasi klinis pada WSD
( Water Seal Drainage ) ?
6. Untuk mengetahui indikasi dilakukan prosedur Trakeostomi dan WSD ( Water Seal
Drainage ) ?
7. Untuk mengetahui kontraindikasi dilakukan prosedur Trakeostomi dan WSD
(Water Seal Drainage) ?
8. Untuk mengetahui klasifikasi dari Trakeostomi ?
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan Trakeostomi ?
10. Untuk mengetahui prosedur pemasangan Trakeostomi ?
11. Untuk mengetahui mekanisme dari WSD ( Water Seal Drainage ) ?
12. Untuk mengetahui letak pemasangan WSD ( Water Seal Drainage ) ?
13. Untuk mengetahui prosedur pemasangan dari WSD ( Water Seal Drainage ) ?
14. Untuk mengetahui macam-macam dari WSD ( Water Seal Drainage ) ?
15. Untuk mengetahui peran perawat dalam pemasangan WSD ( Water Seal Drainage ) ?
16. Untuk mengetahui komplikasi pada Trakeostomi dan WSD ( Water Seal Drainage ) ?
17. Untuk mengetahui indikasi pelepasan Trakeostomi dan WSD
( Water Seal Drainage )?

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan terkait asuhan keperawatan bagi mahasiswa terkait penyakit
Trakeostomi dan bisa mengaplikasikannya ke masyarakat.
1.4.2 Bagi Masyarakat
Dapat menjadi ilmu bagi masyarakat luas serta untuk promosi kesehatan.
1.4.3 Bagi Institusi
Mengembangkan anak didik untuk memiliki sifat mandiri dan berpengetahuan luas.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
 Trakeostomi adalah tindakan membuat stoma atau lubang agar udara dapat masuk ke
paru-paru dengan memintas jalan nafas bagian atas (adams, 1997).
 Trakeostomi adalah prosedur dimana dibuat lubang kedalam trakea. (Smeltzer &
Bare, 2002)
 Trakeostomi adalah insisi operasi dimana memasukkan selang ke dalam trakea agar
klien dapat bernafas dengan lebih mudah dan mengeluarkan sekretnya. ( Putriardhita,
C, 2008)
 Water Seal Drainage ( WSD ) merupakan tindakan yang dilakukan untuk
mengeluarkan udara, cairan berupa darah atau pus dari rongga pleura , rongga thorax,
dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung untuk mempertahankan
tekanan negatif rongga tersebut ( Arif. 2008 ). Dalam keadaan normal rongga pleura
memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura.

2.2 Fungsi dan Tujuan Trakeostomi


1. Fungsi dari trakheostomi antara lain:
 Mengurangi tahanan aliran udara pernafasan yang selanjutnya mengurangi kekuatan
yang diperlukan untuk memindahkan udara sehingga mengakibatkan peningkatan
regangan total dan ventilasi alveolus yang lebih efektif. Asal lubang trakheostomi
cukup besar (paling sedikit pipa 7)
 Proteksi terhadap aspirasi
 Memungkinkan pasien menelan tanpa reflek apnea, yang sangat penting pada pasien
dengan gangguan pernafasan.
 Memungkinkan jalan masuk langsung ke trachea untuk pembersihan
 Memungkinkan pemberian obat-obatan dan humidifikasi ke traktus respiratorius.
 Mengurangi kekuatan batuk sehingga mencegah pemindahan secret ke perifer oleh
tekanan negative intra toraks yang tinggi pada fase inspirasi batuk yang normal.

5
2. Tujuan dari Trakeostomi
 Untuk mengatasi obstruksi laring
 Untuk mempermudah penghisapan sekret dari bronkus dari penderita yang tidak dapat
mengeluarkan sekret secara fisiologis misalnya pada penderita dalam keadaan koma.
 Untuk memasang respirator ( alat bantu pernafasan )
 Untuk mengambil benda asing dari subgiotik apabila tidak mempunyai fasilitas untuk
bronkoskopi

2.3 Fungsi Dan Tujuan WSD ( Water Seal Drainage )


 Untuk mengembangkan kembali paru yang kolaps
 Untuk mencegah refluks dreainage ke dalam rongga dada.
 Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura
 Untuk mencegah kembalinya udara ke dalam rongga pleura
 Untuk mengembangkan paru secara sempurna

2.4 Etiologi pada Trakeostomi


 Etiologi pada Trakeostomi

Etiologi masalah pada jalan napas adalah sumbatan. Sumbatan dapat terjadi baik total
maupun parsial. Sumbatan total terjadi karena benda asing yang menutup jalan napas secara
tiba-tiba. Sedangkan sumbatan parsial dibedakan menjadi tiga bagian yaitu:

a.       Sumbatan Karena Cairan


Setiap pasien trauma beresiko mengalami sumbatan jalan nafas karena cairan yang
disebabkan oleh darah, secret dan lain-lain. Sumbatan karena cairan dapat mengakibatkan
aspirasi yaitu masuknya cairan asing kedalam paru-paru penderita.Upaya penanganan
sumbatan jalan nafas karena cairan adalah dengan melakukan penghisapan atau suctioning
sesegera mungkin.
b.  Sumbatan Karena Pangkal Lidah
Pada penderita yang mengalami penurunan kesadaran, maka mungkin pangkal lidah
akan jatuh kebelakang dan menyumbat hipofaring. Hal ini karena otot-otot penyanggah lidah
lemas atau mengalami kelumpuhan. Cara mengatasi sumbatan jalan nafas karena sumbatan
pangkal lidah pada prinsinya adalah mengangkat pangkal lidah agar tidak menyumbat jalan
nafas.

6
c. Sumbatan Anatomis Sumbatan anatomis
Disebabkan oleh penyakit saluran nafas atau karena adanya trauma yang
mengakibatkan pembekakan/ udema pada jalan nafas (ex. Trauma inhalasi pada kebakaran).
Penanganan sumbatan karena antomis seringkali membutuhkan penanganan secara surgical
dengan membuat jalan nafas alternatif tanpa melalui mulut atau hidung penderita.

2.5 Menifestasi Klinis/ Tanda dan Gejala padaWSD( Water Seal Drainage )
1. Dispnea, Takipnea
2. Kesulitan Bernafas
3. Gelisahn dan Cemas
4. Takhikardi
5. Ekspansi dada Tak Simetris

2.6 Indikasi Trakeostomi dan WSD ( Water Seal Drainage )


 Indikasi dari trakeostomi antara lain:
a. Terjadinya obstruksi jalan nafas atas
b. Sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya pada
pasien dalam keadaan koma.
c. Untuk memasang alat bantu pernafasan (respirator).
d. Apabila terdapat benda asing di subglotis
e. Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig), epiglotitis
dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul melalui mekanisme serupa
f. Obstruksi laring karena radang akut, misalnya pada laryngitis akut, laryngitis
difterika, laryngitis membranosa, laringo-trakheobronkhitis akut, dan abses laring
karena radang kronis, misalnya perikondritis, neoplasma jinak dan ganas, trauma
laring, benda asing, spasme pita suara, dan paralise Nerus Rekurens
g. Sumbatan saluran napas atas karena kelainan kongenital, traumaeksterna dan interna,
infeksi, tumor.
h. Cedera parah pada wajah dan leher
i. Setelah pembedahan wajah dan leher
j. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga
mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi

7
k. Penimbunan sekret di saluran pernafasan. Terjadi pada tetanus, trauma kapitis berat,
Cerebro Vascular Disease (CVD), keracunan obat, serta selama dan sesudah operasi
laring

 Indikasi dari WSD ( Water Seal Drainage )


a. Hemotoraks.
Adalah keadaan dimana terdapat daerah (eritrosit) dalam cairan rongga pleura.
Hemothoraks kebanyakan terjadi akibat trauma tumpul atau tusukan pada dinding
dada
b. Efusi pleura.
Adalah keadaan dimana terdapat cairan dalam rongga pleura.
c. Pneumutoraks ( >25% )
Adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Pada keadaan
normal rongga pleura tidak terdapat udara, supaya paru-paru leluasa mengembang
terhadap rongga dada.
d. Empiema
Adalah pengumpulan cairan purulen (pus) dalam kavitas pleural. Pada awalnya,
cairan pleura sedikit dengan hitungan leukosit rendah, tetapi sering kali cairan ini
berkembang ke tahap fibropurulen dan akhirnya ke tahap dimana cairan tersebut
membungkus paru dalam membran eksudatif yang tebal. Kondisi ini dapat terjadi jika
abses paru meluas sampai kavitas pleura.
e. Pasca operasi open heart
Untuk melakkukan operasi open heart, biasanya harus memebuka selaput
pembungkus jantung dan hal ini banyak sekali mengeluarkan darah yang dapat
memenuhi rongga pleura.
f. Chylothoraks
Adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan getah bening pada rongga pleura
karena adanya kebocoran dari duktus thorasikus.

8
2.7 Kontraindikasi dari Trakeostomi dan WSD ( Water Seal Drainage )
 Kontraindikasi dari Trakeostomi
Infeksi pada tempat pemasangan, dan gangguan pembekuan darah yang tidak
terkontrol, seperti hemofili.

 Kontraindikasi dari WSD (Water Seal Drainage )


a) Infeksi pada tempat pemasangan.
b) Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.

2.8 Klasifikasi Trakeostomi


1. Menurut letak insisinya, trakeostomi dibedakan menjadi
 Trakeostomi elektif : Insisi horizontal
 Trakeostomi emergensi : Insisi vertikal
2. Menurut waktu dilakukannya tindakan, trakeostomi dibedakan menjadi
Trakeostomi darurat dan segera dengan persiapan sarana sangat kurang
trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik.
3. Menurut lamanya pemasangan, trakheostomi dibagi menjadi
 Tracheal stoma post laryngectomy: merupakan tracheostomy permanen. Tracheal
cartilage diarahkan kepermukaan kulit, dilekatkan pada leher. Rigiditas cartilage
mempertahankan stoma tetap terbuka sehingga tidak diperlukan tracheostomy tube
(canule).
Tracheal stoma without laryngectomy: merupakan tracheostomy temporer. Trachea dan
jalan nafas bagian atas masih intak tetapi terdapat obstruksi. Digunakan tracheostomy tube
(canule) terbuat dari metal atau Non metal (terutama pada penderita yang sedang mendapat
radiasi dan selama pelaksanaan MRI Scanning)
2.9 Penatalaksanaan
A. Jenis Tindakan Trakeostomi
 Surgical trakeostomy
Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang operasi. Insisi
dibuat diantara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.
 Percutaneous Tracheostomy
Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan
pembuatan lubang diantara cincin trakea satu dan dua atau dua dan tiga. Karena lubang yang

9
dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan tidak meninggalkan scar.
Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga jauh lebih kecil.
 Mini tracheostomy
Dilakukan insisi pada pertengahan membran krikotiroid dan trakeostomi mini ini
dimasukan menggunakan kawat dan dilator.

B. Jenis Pipa Trakeostomi


 Cuffed Tubes
Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga memperkecil risiko timbulnya
aspirasi.

 Uncuffed Tubes
Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita yang tidak mempunyai risiko
aspirasi.

10
 Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam)
Dua bagian trakeostomi ini dapat dikembangkan dan dikempiskan sehingga kanul dalam
dapat dibersihkan dan diganti untuk mencegah terjadi obstruksi

 Silver Negus Tubes


Terdiri dua bagian pipa yang digunakan untuk trakeostomi jangka panjang. Tidak perlu
terlalu sering dibersihkan dan penderita dapat merawat sendiri.

 Fenestrated Tubes
Trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka di sebelah posteriornya, sehingga
penderita masih tetap merasa bernafas melewati hidungnya. Selain itu, bagian terbuka ini
memungkinkan penderita untuk dapat berbicara.

11
C. Alat-Alat Trakeostomi
Alat yang diperlukan untuk melakukan trakeostomi adalah semprit yang berisi obat
analgesia, pisau, pinset anatomi, gunting panjang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem
arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea dengan ukuran sesuai.
2.10 Prosedur Pemasangan Trakeostomi
1. Pasien tidur terlentang, bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga memudahkan
kepala untuk diekstensikan pada persendian atalantooksipital. Dengan posisi seperti
ini leher akan lurus dan trakea akan terletak di garis median dekat permukaan leher.
2. Kulit leher dibersihkan sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik dan ditutup
dengan kain steril.
3. Obat anestetikum disuntikkan di pertengahan krikoid dengan fossa suprasternal
secara infiltrasi.
4. Sayatan kulit dapat vertikal di garis tengah leher mulai dari bawah krikoid sampai
fosa suprasternal atau jika membuat sayatan horizontal dilakukan pada pertengahan
jarak antara kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-kira dua jari dari
bawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan terlalu sempit, dibuat kira-kira lima
sentimeter.
5. Dengan gunting panjang yang tumpul kulit serta jaringan di bawahnya dipisahkan
lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul sampai tampak trakea
yang berupa pipa dengan susunan cincin tulang rawan yang berwarna putih.
6. Bila lapisan ini dan jaringan di bawahnya dibuka tepat di tengah maka trakea ini
mudah ditemukan. Pembuluh darah yang tampak ditarik lateral.

12
7. Ismuth tiroid yang ditemukan ditarik ke atas supaya cincin trakea jelas terlihat. Jika
tidak mungkin, ismuth tiroid diklem pada dua tempat dan dipotong ditengahnya.
8. Sebelum klem ini dilepaskan ismuth tiroid diikat keda tepinya dan disisihkan ke
lateral.Jika ada perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat.
9. Lakukan aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membran antara cincin trakea
dan akan terasa ringan waktu ditarik.
10. Buat stoma dengan memotong cincin trakea ke tiga dengan gunting yang tajam.
11. Kemudian pasang kanul trakea dengan ukuran yang sesuai.
12. Kanul difiksasi dengan tali pada leher pasien dan luka operasi ditutup dengan kasa.
13. Untuk menghindari terjadinya komplikasi perlu diperhatikan insisi kulit jangan terlalu
pendek agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya emfisema kulit.

2.11MEKANISME SISTEM WSD

WSD terdiri dari tiga ruang


yaitu Fluid Collection, Water Sealed, Pressure Regulating yang dihubungkan dengan suction.
Ruangan yang terdekat dengan pasien adalah Fluid Collection yang tidak diisi oleh apapun.
Apabila kantong pleura berisi cairan maka cairan tersebut akan tertampung dalam ruang ini.
Selanjutnya ruangan yang kedua adalah Water Sealed, ruang ini diisi dengan air. Fungsi air
tersebut adalah untuk menangkap udara agar udara tidak kembali lagi ke ruang sebelumnya,
karena tekanan ruangan ini lebih rendah dari ruang fluid collection. Saluran penghubung
antar ruang fluid collection dengan ruang water sealed cukup masuk kedalam air sepanjang

13
kurang lebih 2 cm. Apabila terdapat sumbatan maka dalam saluran penghubung tidak akan
muncul gelembung-gelembung udara. Setelah kedua ruangan tersebut terdapat ruang
selanjutnya yaitu Pressure Regulating. Ruangan ini diisi oleh cairan tertentu yang sesuai
dengan kebutuhan dan tinggi air harus tetap dijaga misalnya membutuhkan tekanan 20 cm
H2O maka tekanan air dalam ruang tersebut harus tetap 20 cm H2O. Ruangan ini terhubung
dengan suction serta selang yang berhubungan dengan udara bebas. Fungsi suction ini adalah
mengontrol dan mengurangi jumlah gelembung-gelembung udara yang terdapat pada
pressure regulating agar tekanan dalam ruang tersebut selalau negatif, apabila terlalau banyak
gelembung maka tidak akan terlihat ketinggian air dalam ruang tersebut. Kecepatan suction
tidak terlalu tinggi, apabila terlalu tinggi maka akan banyak menimbulkan gelembung-
gelembung udara, hal ini dapat meningkatkan tekanan dalam ruang tersebut.

 Tiga situasi dapat menyebabkan tekanan negatif tinggi


1. Pasien yang kesusahan dalam bernafas, misalnya batuk dengan keras atau juga
menangis
2. Tabung terlepas
3. Pengisap terputus

2.12 Letak pemasangan WSD

a. Bila berisi udara  prinsip 3A


1. Apex
2. Anterior
3. Air
Letak pemasangan pada axillar line

b. Bila berisi cairan, darah  prisip 3B


1. Back
2. Basal
3. Blood
Letak pemasangan pada midklavikula line

2.13 Prosedur pemasangan WSD

A. Pengkajian

 kembali instruksi dokter

14
 Mencek inform consent

 Mengkaji status pasien; TTV, status pernafasan

B. Persiapan pasien
 Siapkan pasien
 Memberi penjelasan kepada pasien mencakup Tujuan tindakan
 Posisi tubuh saat tindakan dan selama terpasang WSD. Posisi klien dapat duduk atau
berbaring
 Upaya-upaya untuk mengurangi rangsangan nyeri seperti nafas dalam, distraksi
 Latihan rentang sendi (ROM) pada sendi bahu sisi yang terkena

C. Persiapan alat
 Sistem drainage tertutup
 Motor suction
 Slang penghubung steril
 Botol berwarna putih/bening dengan kapasitas 2 liter, gas, pisau jaringan/silet, trokart,
cairan antiseptic, benang catgut dan jarumnya, duk bolong, sarung tangan , spuit 10cc
dan 50cc, kassa, NACl 0,9%, konektor, set balutan, obat anestesi (lidokain, xylokain),
masker

D. Pelaksanaan
Prosedur ini dilakukan oleh dokter. Perawat membantu agar prosedur dapat
dilaksanakan dengan baik , dan perawat member dukungan moril pada pasien e.
Tindakan setelah prosedur
 Perhatikan undulasi pada sleng WSD Bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi dapat
terjadi antara lain : (1) Motor suction tidak berjalan, (2) Slang tersumbat, (3) Slang
terlipat, (4) Paru-paru telah mengembang Oleh karena itu, yakinkan apa yang menjadi
penyebab, segera periksa kondisi sistem drainage, amati tanda-tanda kesulitan
bernafas
 Cek ruang control suction untuk mengetahui jumlah cairan yang keluar
 Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan batas yang telah
ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada 2cm di bawah air

15
 Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untuk mengetahui jumlah
cairan yg keluar
 Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama
 Perhatikan balutan pada insisi, apakah ada perdarahan
 Anjurkan pasien memilih posisi yg nyaman dengan memperhatikan jangan sampai
slang terlipat
 Anjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan merubah posisi
 Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu
 Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat jumlah cairan yang
dibuang
 Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran
 Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis, emphysema subkutan
 Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk efektif
 Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh
 Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas WSD
 Latih dan anjurkan klien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan gerak
pada persendian bahu daerah pemasangan WSD

 Perawatan pada klien yang menggunakan WSD


a. Kaji adanya distress pernafasan & nyeri dada, bunyi nafas di daerah paru yg terkena
& TTV stabil
b. Observasi adanya distress pernafasan
c. Observasi :
 Pembalut selang dada
 Observasi selang untuk melihat adanya lekukan, lekukan yang menggantung, bekuan
darah
 Sistem drainage dada
 Segel air untuk melihat fluktuasi inspirasi dan ekspirasi klien
 Gelembung udara di botol air bersegel atau ruang
 Tipe & jumlah drainase cairan. Catat warna & jumlah drainase, TTV & warna kulit
 Gelembung udara dalam ruang pengontrol penghisapan ketika penghisap digunakan
d. Posisikan klien :

16
 Semi fowler sampai fowler tinggi untuk mengeluarkan udara (pneumothorak)
 Posisi fowler untuk mengeluarkan cairan (hemothorak)
e. Pertahankan hubungan selang antara dada dan selang drainase utuh dan menyatu
f. Gulung selang yang berlebih pada matras di sebelah klien. Rekatkan dengan plester
g. Sesuaikan selang supaya menggantung pada garis lurus dari puncak matras sampai
ruang drainase. Jika selang dada mengeluarkan cairan, tetapkan waktu bahwa drainase
dimulai pada plester perekat botol drainase pada saat persiaan botol atau permukaan
tertulis sistem komersial yang sekali pakai
h. Urut selang jika ada obstruksi
i. Cuci tangan
j. Catat kepatenan selang, drainase, fluktuasi, TTV klien, kenyamanan klien.

2.14 MACAM-MACAM WSD


1.WSD dengan satu botol

a. Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana.


b. Botol berfungsi selain sebagai Water Seal juga berfungsi sebagai penampung.
c. Drainage berdasarkan adanya grafitasi.
d. Umumnya digunakan pada pneumotoraks.

2. WSD dengan dua botol

a. Botol pertama sebagai penampung / dainase.


b. Botol kedua sebagai water seal.

17
c. Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level.
d. Dapat dihubungkan dengan suction control.

3.WSD dengan tiga botol

a. Botol pertama sebagai penampung / drainage.


b. Botol kedua sebagai water seal.
c. Botol ketiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol dengan manometer.

2.15 PERAN PERAWAT


a. Sebelum pemasangan WSD
membantu dokter mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam
pemasangan WSD
b. Sesudah pemasangan WSD
1. Posisikan klien dalam keadaan fowler untuk mengeluarkan cairan (hemothoraks).
2. Health education yang meliputi :
a) Mobilisasi

18
Pasien dianjurkan untuk mobilisasi, tindakan tersebut diharapkan mampu
memperlancar pertukaran udara dalam paru, namun tetap menjaga agar selang bekerja
secara efektif (tidak tertekuk)
b) Batuk efektif
Dengan batuk efektif diharapkan otot-otot pernafasan menjadi adekuat.
a. Latihan nafas dalam
Tujuan latihan ini ialah untuk menambah ventilasi alveolar dan
mengembalikan fungsi diafragma; supaya otot-otot pernafasan jadi bertambah
kuat dan bekerja dengan efisien dan terkoordinasi baik, dan kemampuan
mengontrol pernafasan, memelihara penggerakan dinding toraks dengan
mendorong penderita berusaha dan percaya pada diri sendiri.
 Macam-macam latihan pernafasan.
1. Latihan pernafasan diafragma yaitu mengeluarkan nafas (ekspirasi) dengan
mengecilkan perut dan pada waktu inspirasi dikembangkan. Ini dapat dilakukan
dengan duduk atau terlentang. Dapat pula dengan tidur terlentang dengan suatu beban
kantong pasir di atas perut; hal ini dapat untuk latihan penguatan otot-otot perut dan
diafragma.
2. Latihan pernafasan pursed lip yaitu waktu inspirasi mulut tertutup, pada waktu
ekspirasi mulut sedikit dibuka dan udara ditiupkan secara perlahan-lahan. Biasanya
latihan pernafasan diafragma dan pursed lip dilakukan bersamaan.
3. Bentuk-bentuk latihan yang lain seperti meniup lilin, meniup air dalam botol dapat
dilakukan dengan tujuan seperti pursed lip yaitu melatih koordinasi dan pernafasan
panjang.
4. Disamping hal tersebut di atas dapat digunakan bantuan audio-visual agar penderita
lebih dapat mengontrol pernafasan yaitu dengan biofeedback.
a. Perawatan diri
1. Menjaga personal higyne
2. Perawatan luka insersi, misalnya dengan memberi bantalan pada tempat insersi
b. Pengontrolan WSD
1. Catat tanggal dan waktu pemasangan WSD dan jenis WSD yang digunakan
2. Pastikan drainase selang berfungsi optimal dengan menjaga agar selang tetap lurus,
tidak tertekuk, dan tidak ada kingking serta menjaga fiksasi drainase selang dinding
dada dengan baik

19
3. Observasi cairan dalam Drainage Chamber. Lihat jumlah cairan, jenis, warna, dan
konsistensi cairan.
4. Catat banyaknya cairan yang keluar
5. Observasi gelembung-gelembung udara pada Water Seal Chamber
6. Jaga agar air dalam Suction Control tetap berada pada tekanan 20 cm H2O atau sesuai
dengan perintah dokter
7. Kontrol kecepatan mesin suction sesuai dengan kebutuhan
8. Monitor tanda-tanda vital pada status pernapasan

2.16 Komplikasi pada Trakeostomi dan WSD ( Water Seal Drainage )


 Komplikasi pada Trakeostomi :
a. Waktu tindakan operasi
 Perdarahan
 Cardiac arrest
 Perforasi
 Emboli udara
 Ruptur pleura servikalis
 Apneu
 Sumbatan darah / secret
b. Setelah operasi
 Infeksi
 Perdarahan
 Sumbatan kanul
 Pergeseran stenosis
 Pembentukan jaringan granulasi
 Aspirasi, atelektasis
 Pneumotoraks
 Pipa trakeostomi tercabut
 Emfisema subkutis

c. Komplikasi Jangka panjang


 Obstruksi jalan nafas atas

20
 Infeksi
 Fistula trakeoesofagus
 Stenosis trakea
 Iskemia atau nekrosis trakea

 Komplikasi Pada WSD


a. Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial aritmia
b. Komplikasi sekunder : infeksi, emfiema
2.17 Indikasi pelepasan pada Trakeostomo dan WSD ( Water Seal Drainage )
 Indikasi Pelepasan Trakeostomi
Kondisi paru yang membaik ditandai dengan :
 Hasil rontgen baik, tidak terdapat bercak putih pada paru.
 Gejala klinis penyakit yang diderita klien berkurang atau tidak ada.
 Tidak terdapat infeksi lanjutan.
 Tanda-tanda vital klien normal
 Indikasi Pelepasan WSD ( Water Seal Drainage )
1. Fungsi WSD tidak efektif lagi (misal: adanya sumbatan, clot pada selang, dsb)
2. Tercapai kondisi: produksi < 50 cc/hari selama 3 hari berturut-turut, dan undulasi
negatif atau minimal.
3. Paru-paru telah mengembang sempurna. Untuk mengetahui paru sudah mengembang
ialah dengan jalan penderita disuruh batuk-batuk, apabila di selang WSD tidak
tampak lagi fluktuasi permukaan cairan, kemungkinan besar paru telah mengembang
dan juga disesuaikan dengan hasil pemeriksaan fisik.
4. Melakukan Rontgen foto toraks untuk mengetahui paru dapat mengembang secar
sempurna. Setelah dipastikan bahwa paru telah mengembang sempurna, sebaiknya
WSD jangan langsung dicabut tapi diklem dulu selama 3hari. Setelah 3 hari klem
dibuka. Apabila paru masih tetap mengembang dengan baik baru selang WSD
dicabut. Selang WSD dicabut pada waktu penderita Ekspirasi maksimal.

21
22

Anda mungkin juga menyukai