BAB I WSD Trakeostomi
BAB I WSD Trakeostomi
PENDAHULUAN
Dalam hal ini peran perawat sangat penting sebagai edukator dan role mode dalam
perawatan mandiri pasien trakheostomi. Oleh karena itu, pada makalah ini akan dijelaskan
berbagai macam hal mengenai trakheostomi. (Nurhidayati, 2010).
Hidup sehat merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Saat ini
banyak penyakit yang diderita tidak hanya disebabkan oleh kuman atau bakteri, tetapi juga
dapat disebabkan oleh kebiasaan atau pola hidup tidak sehat. Jantung korener, kanker, stroke,
diabetes, gigi kropos, dan tekanan darah tinggi merupakan contoh dari penyakit-penyakit
tersebut. Maka dari itu, salah satu strategi Departemen Kesehatan Republik Indonesia
1
(Depkes RI) untuk mengatasi penyakit yang disebabkan oleh kebiasaan atau pola hidup tidak
sehat adalah dengan cara menerapkan pembangunan kesehatan yang berwawasan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan cara mengkonsumsi makanan sehat dan gizi
seimbang, melakukan aktifitas fisik dan olahraga, serta hidup sehat tanpa rokok (Konferensi
Nasional Promosi Kesehatan ke-4, 2006).
Dalam strategi tersebut dikemukakan bahwa hidup sehat tanpa rokok merupakan salah
satu Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Tetapi, jumlah perokok di Indonesia
mengalami peningkatan dari tahun-ketahunnya yang dapat diketahui pada tahun 2002, jumlah
rokok yang dihisap oleh penduduk Indonesia mencapai 215 miliar batang. Sekitar separuh
dari jumlah perokok akan meninggal akibat rokok tersebut, karena rokok dapat menimbulkan
penyakit-penyakit seperti jantung koroner, gigi kropos, dan masih banyak penyakit-penyakit
lainnya terutama penyakit paru seperti kanker paru.
Salah satu penyebab utama kanker paru (tipe kasinoma) adalah rokok, karena pada asap
rokok terkandung lebih dari 4.000 zat kimia, dimana 50 jenisnya bersifat karsinogen dan
beracun. Statistik membuktikan bahwa sekitar 90% penderita kanker paru adalah perokok
aktif atau mantan perokok. Kanker paru juga dapat bermetastase ke jaringan-jaringan sekitar,
contohnya pada kanker paru yang dapat bermestatase ke rongga pleura sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya penimbunan cairan dalam rongga pleura (Rahmadini, 2009).
Rongga pleura dalam keadaan normal berisi sekitar 10-20 ml cairan yang berfungsi
sebagai pelicin agar paru dapat bergerak dengan leluasa saat bernafas. Jumlah cairan melebihi
volume normal dan dapat menimbulkan gangguan, apabila cairan yang diproduksi oleh pleura
parietal atau visceral tidak mampu diserap oleh pembuluh limfa. Produksi cairan melebihi
normal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa kelainan, antara lain bisa disebabkan oleh
kanker paru yang bermestatase ke rongga pleura. Efusi atau penimbunan cairan melebihi
normal di rongga pleura terjadi akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah karena
reaksi inflamasi yang ditimbulkan oleh infiltrasi sel kanker pada pleura parietal atau visceral
dan hal ini bisa disebut juga dengan efusi pleura (Kurnia, 2008).
Menurut Sanjaya (2011) salah satu tindakan untuk pengobatan efusi pleura yaitu dengan
tindakan Water Seal Drainage (WSD) yang bertujuan untuk mengeluarkan cairan yang
terdapat dalam rongga pleura. Setelah dilakukan tindakan Water Seal Drainage (WSD), maka
akan timbul masalah nyeri akibat 3 luka pemasangan Water Seal Drainage (WSD). Setelah
dilakukan hal tersebut, maka harus diberikan tindakan fisioterapi dengan modalitas terapi
2
latihan yaitu latihan pernafasan (breathing exercise) dan latihan aktif. Tujuan utama
diberikan penatalaksanaan fisioterapi pada penderita efusi pleura adalah untuk mengurangi
spasme otot-otot bantu pernafasan, mengurangi nyeri akibat luka pemasangan Water Seal
Drainage (WSD), dan meningkatkan mobilisasi sangkar thorak.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan
Trakeostomi dan WSD ( Water Seal Drainage )
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi Trakeostomi dan WSD ( Water Seal Drainage ) ?
2. Untuk mengetahui fungsi dan tujuan dari Trakeostomi ?
3. Untuk mengetahui fungsi dan tujuan WSD ( Water Seal Drainage ) ?
3
4. Untuk mengetahui etiologi dari Trakeostomi ?
5. Untuk mengetahui Bagaimana menisfestasi klinis pada WSD
( Water Seal Drainage ) ?
6. Untuk mengetahui indikasi dilakukan prosedur Trakeostomi dan WSD ( Water Seal
Drainage ) ?
7. Untuk mengetahui kontraindikasi dilakukan prosedur Trakeostomi dan WSD
(Water Seal Drainage) ?
8. Untuk mengetahui klasifikasi dari Trakeostomi ?
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan Trakeostomi ?
10. Untuk mengetahui prosedur pemasangan Trakeostomi ?
11. Untuk mengetahui mekanisme dari WSD ( Water Seal Drainage ) ?
12. Untuk mengetahui letak pemasangan WSD ( Water Seal Drainage ) ?
13. Untuk mengetahui prosedur pemasangan dari WSD ( Water Seal Drainage ) ?
14. Untuk mengetahui macam-macam dari WSD ( Water Seal Drainage ) ?
15. Untuk mengetahui peran perawat dalam pemasangan WSD ( Water Seal Drainage ) ?
16. Untuk mengetahui komplikasi pada Trakeostomi dan WSD ( Water Seal Drainage ) ?
17. Untuk mengetahui indikasi pelepasan Trakeostomi dan WSD
( Water Seal Drainage )?
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan terkait asuhan keperawatan bagi mahasiswa terkait penyakit
Trakeostomi dan bisa mengaplikasikannya ke masyarakat.
1.4.2 Bagi Masyarakat
Dapat menjadi ilmu bagi masyarakat luas serta untuk promosi kesehatan.
1.4.3 Bagi Institusi
Mengembangkan anak didik untuk memiliki sifat mandiri dan berpengetahuan luas.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Trakeostomi adalah tindakan membuat stoma atau lubang agar udara dapat masuk ke
paru-paru dengan memintas jalan nafas bagian atas (adams, 1997).
Trakeostomi adalah prosedur dimana dibuat lubang kedalam trakea. (Smeltzer &
Bare, 2002)
Trakeostomi adalah insisi operasi dimana memasukkan selang ke dalam trakea agar
klien dapat bernafas dengan lebih mudah dan mengeluarkan sekretnya. ( Putriardhita,
C, 2008)
Water Seal Drainage ( WSD ) merupakan tindakan yang dilakukan untuk
mengeluarkan udara, cairan berupa darah atau pus dari rongga pleura , rongga thorax,
dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung untuk mempertahankan
tekanan negatif rongga tersebut ( Arif. 2008 ). Dalam keadaan normal rongga pleura
memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura.
5
2. Tujuan dari Trakeostomi
Untuk mengatasi obstruksi laring
Untuk mempermudah penghisapan sekret dari bronkus dari penderita yang tidak dapat
mengeluarkan sekret secara fisiologis misalnya pada penderita dalam keadaan koma.
Untuk memasang respirator ( alat bantu pernafasan )
Untuk mengambil benda asing dari subgiotik apabila tidak mempunyai fasilitas untuk
bronkoskopi
Etiologi masalah pada jalan napas adalah sumbatan. Sumbatan dapat terjadi baik total
maupun parsial. Sumbatan total terjadi karena benda asing yang menutup jalan napas secara
tiba-tiba. Sedangkan sumbatan parsial dibedakan menjadi tiga bagian yaitu:
6
c. Sumbatan Anatomis Sumbatan anatomis
Disebabkan oleh penyakit saluran nafas atau karena adanya trauma yang
mengakibatkan pembekakan/ udema pada jalan nafas (ex. Trauma inhalasi pada kebakaran).
Penanganan sumbatan karena antomis seringkali membutuhkan penanganan secara surgical
dengan membuat jalan nafas alternatif tanpa melalui mulut atau hidung penderita.
2.5 Menifestasi Klinis/ Tanda dan Gejala padaWSD( Water Seal Drainage )
1. Dispnea, Takipnea
2. Kesulitan Bernafas
3. Gelisahn dan Cemas
4. Takhikardi
5. Ekspansi dada Tak Simetris
7
k. Penimbunan sekret di saluran pernafasan. Terjadi pada tetanus, trauma kapitis berat,
Cerebro Vascular Disease (CVD), keracunan obat, serta selama dan sesudah operasi
laring
8
2.7 Kontraindikasi dari Trakeostomi dan WSD ( Water Seal Drainage )
Kontraindikasi dari Trakeostomi
Infeksi pada tempat pemasangan, dan gangguan pembekuan darah yang tidak
terkontrol, seperti hemofili.
9
dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan tidak meninggalkan scar.
Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga jauh lebih kecil.
Mini tracheostomy
Dilakukan insisi pada pertengahan membran krikotiroid dan trakeostomi mini ini
dimasukan menggunakan kawat dan dilator.
Uncuffed Tubes
Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita yang tidak mempunyai risiko
aspirasi.
10
Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam)
Dua bagian trakeostomi ini dapat dikembangkan dan dikempiskan sehingga kanul dalam
dapat dibersihkan dan diganti untuk mencegah terjadi obstruksi
Fenestrated Tubes
Trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka di sebelah posteriornya, sehingga
penderita masih tetap merasa bernafas melewati hidungnya. Selain itu, bagian terbuka ini
memungkinkan penderita untuk dapat berbicara.
11
C. Alat-Alat Trakeostomi
Alat yang diperlukan untuk melakukan trakeostomi adalah semprit yang berisi obat
analgesia, pisau, pinset anatomi, gunting panjang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem
arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea dengan ukuran sesuai.
2.10 Prosedur Pemasangan Trakeostomi
1. Pasien tidur terlentang, bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga memudahkan
kepala untuk diekstensikan pada persendian atalantooksipital. Dengan posisi seperti
ini leher akan lurus dan trakea akan terletak di garis median dekat permukaan leher.
2. Kulit leher dibersihkan sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik dan ditutup
dengan kain steril.
3. Obat anestetikum disuntikkan di pertengahan krikoid dengan fossa suprasternal
secara infiltrasi.
4. Sayatan kulit dapat vertikal di garis tengah leher mulai dari bawah krikoid sampai
fosa suprasternal atau jika membuat sayatan horizontal dilakukan pada pertengahan
jarak antara kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-kira dua jari dari
bawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan terlalu sempit, dibuat kira-kira lima
sentimeter.
5. Dengan gunting panjang yang tumpul kulit serta jaringan di bawahnya dipisahkan
lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul sampai tampak trakea
yang berupa pipa dengan susunan cincin tulang rawan yang berwarna putih.
6. Bila lapisan ini dan jaringan di bawahnya dibuka tepat di tengah maka trakea ini
mudah ditemukan. Pembuluh darah yang tampak ditarik lateral.
12
7. Ismuth tiroid yang ditemukan ditarik ke atas supaya cincin trakea jelas terlihat. Jika
tidak mungkin, ismuth tiroid diklem pada dua tempat dan dipotong ditengahnya.
8. Sebelum klem ini dilepaskan ismuth tiroid diikat keda tepinya dan disisihkan ke
lateral.Jika ada perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat.
9. Lakukan aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membran antara cincin trakea
dan akan terasa ringan waktu ditarik.
10. Buat stoma dengan memotong cincin trakea ke tiga dengan gunting yang tajam.
11. Kemudian pasang kanul trakea dengan ukuran yang sesuai.
12. Kanul difiksasi dengan tali pada leher pasien dan luka operasi ditutup dengan kasa.
13. Untuk menghindari terjadinya komplikasi perlu diperhatikan insisi kulit jangan terlalu
pendek agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya emfisema kulit.
13
kurang lebih 2 cm. Apabila terdapat sumbatan maka dalam saluran penghubung tidak akan
muncul gelembung-gelembung udara. Setelah kedua ruangan tersebut terdapat ruang
selanjutnya yaitu Pressure Regulating. Ruangan ini diisi oleh cairan tertentu yang sesuai
dengan kebutuhan dan tinggi air harus tetap dijaga misalnya membutuhkan tekanan 20 cm
H2O maka tekanan air dalam ruang tersebut harus tetap 20 cm H2O. Ruangan ini terhubung
dengan suction serta selang yang berhubungan dengan udara bebas. Fungsi suction ini adalah
mengontrol dan mengurangi jumlah gelembung-gelembung udara yang terdapat pada
pressure regulating agar tekanan dalam ruang tersebut selalau negatif, apabila terlalau banyak
gelembung maka tidak akan terlihat ketinggian air dalam ruang tersebut. Kecepatan suction
tidak terlalu tinggi, apabila terlalu tinggi maka akan banyak menimbulkan gelembung-
gelembung udara, hal ini dapat meningkatkan tekanan dalam ruang tersebut.
A. Pengkajian
14
Mencek inform consent
B. Persiapan pasien
Siapkan pasien
Memberi penjelasan kepada pasien mencakup Tujuan tindakan
Posisi tubuh saat tindakan dan selama terpasang WSD. Posisi klien dapat duduk atau
berbaring
Upaya-upaya untuk mengurangi rangsangan nyeri seperti nafas dalam, distraksi
Latihan rentang sendi (ROM) pada sendi bahu sisi yang terkena
C. Persiapan alat
Sistem drainage tertutup
Motor suction
Slang penghubung steril
Botol berwarna putih/bening dengan kapasitas 2 liter, gas, pisau jaringan/silet, trokart,
cairan antiseptic, benang catgut dan jarumnya, duk bolong, sarung tangan , spuit 10cc
dan 50cc, kassa, NACl 0,9%, konektor, set balutan, obat anestesi (lidokain, xylokain),
masker
D. Pelaksanaan
Prosedur ini dilakukan oleh dokter. Perawat membantu agar prosedur dapat
dilaksanakan dengan baik , dan perawat member dukungan moril pada pasien e.
Tindakan setelah prosedur
Perhatikan undulasi pada sleng WSD Bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi dapat
terjadi antara lain : (1) Motor suction tidak berjalan, (2) Slang tersumbat, (3) Slang
terlipat, (4) Paru-paru telah mengembang Oleh karena itu, yakinkan apa yang menjadi
penyebab, segera periksa kondisi sistem drainage, amati tanda-tanda kesulitan
bernafas
Cek ruang control suction untuk mengetahui jumlah cairan yang keluar
Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan batas yang telah
ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada 2cm di bawah air
15
Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untuk mengetahui jumlah
cairan yg keluar
Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama
Perhatikan balutan pada insisi, apakah ada perdarahan
Anjurkan pasien memilih posisi yg nyaman dengan memperhatikan jangan sampai
slang terlipat
Anjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan merubah posisi
Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu
Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat jumlah cairan yang
dibuang
Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran
Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis, emphysema subkutan
Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk efektif
Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh
Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas WSD
Latih dan anjurkan klien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan gerak
pada persendian bahu daerah pemasangan WSD
16
Semi fowler sampai fowler tinggi untuk mengeluarkan udara (pneumothorak)
Posisi fowler untuk mengeluarkan cairan (hemothorak)
e. Pertahankan hubungan selang antara dada dan selang drainase utuh dan menyatu
f. Gulung selang yang berlebih pada matras di sebelah klien. Rekatkan dengan plester
g. Sesuaikan selang supaya menggantung pada garis lurus dari puncak matras sampai
ruang drainase. Jika selang dada mengeluarkan cairan, tetapkan waktu bahwa drainase
dimulai pada plester perekat botol drainase pada saat persiaan botol atau permukaan
tertulis sistem komersial yang sekali pakai
h. Urut selang jika ada obstruksi
i. Cuci tangan
j. Catat kepatenan selang, drainase, fluktuasi, TTV klien, kenyamanan klien.
17
c. Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level.
d. Dapat dihubungkan dengan suction control.
18
Pasien dianjurkan untuk mobilisasi, tindakan tersebut diharapkan mampu
memperlancar pertukaran udara dalam paru, namun tetap menjaga agar selang bekerja
secara efektif (tidak tertekuk)
b) Batuk efektif
Dengan batuk efektif diharapkan otot-otot pernafasan menjadi adekuat.
a. Latihan nafas dalam
Tujuan latihan ini ialah untuk menambah ventilasi alveolar dan
mengembalikan fungsi diafragma; supaya otot-otot pernafasan jadi bertambah
kuat dan bekerja dengan efisien dan terkoordinasi baik, dan kemampuan
mengontrol pernafasan, memelihara penggerakan dinding toraks dengan
mendorong penderita berusaha dan percaya pada diri sendiri.
Macam-macam latihan pernafasan.
1. Latihan pernafasan diafragma yaitu mengeluarkan nafas (ekspirasi) dengan
mengecilkan perut dan pada waktu inspirasi dikembangkan. Ini dapat dilakukan
dengan duduk atau terlentang. Dapat pula dengan tidur terlentang dengan suatu beban
kantong pasir di atas perut; hal ini dapat untuk latihan penguatan otot-otot perut dan
diafragma.
2. Latihan pernafasan pursed lip yaitu waktu inspirasi mulut tertutup, pada waktu
ekspirasi mulut sedikit dibuka dan udara ditiupkan secara perlahan-lahan. Biasanya
latihan pernafasan diafragma dan pursed lip dilakukan bersamaan.
3. Bentuk-bentuk latihan yang lain seperti meniup lilin, meniup air dalam botol dapat
dilakukan dengan tujuan seperti pursed lip yaitu melatih koordinasi dan pernafasan
panjang.
4. Disamping hal tersebut di atas dapat digunakan bantuan audio-visual agar penderita
lebih dapat mengontrol pernafasan yaitu dengan biofeedback.
a. Perawatan diri
1. Menjaga personal higyne
2. Perawatan luka insersi, misalnya dengan memberi bantalan pada tempat insersi
b. Pengontrolan WSD
1. Catat tanggal dan waktu pemasangan WSD dan jenis WSD yang digunakan
2. Pastikan drainase selang berfungsi optimal dengan menjaga agar selang tetap lurus,
tidak tertekuk, dan tidak ada kingking serta menjaga fiksasi drainase selang dinding
dada dengan baik
19
3. Observasi cairan dalam Drainage Chamber. Lihat jumlah cairan, jenis, warna, dan
konsistensi cairan.
4. Catat banyaknya cairan yang keluar
5. Observasi gelembung-gelembung udara pada Water Seal Chamber
6. Jaga agar air dalam Suction Control tetap berada pada tekanan 20 cm H2O atau sesuai
dengan perintah dokter
7. Kontrol kecepatan mesin suction sesuai dengan kebutuhan
8. Monitor tanda-tanda vital pada status pernapasan
20
Infeksi
Fistula trakeoesofagus
Stenosis trakea
Iskemia atau nekrosis trakea
21
22