Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU

OBSTRUKTIF KRONIK DI RUMAH SAKIT TK II ROBERT


WOLTER MONGISIDI MANADO

PRE KARYA TULIS ILMIAH

OLEH
VEYNE IVONNE RUNTUKAHU
NIM.19020064

AKADEMI KEPERAWATAN RUMKIT TK III MANADO


AGUSTUS 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan Pre Karya Tulis Ilmiah ini
dengan judul Asuhan keperawatan Pada Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Rumah Sakit TK II Robert Wolter Mongisidi
Manado
Adapun maksud dan tujuan pembuatan Pre Karya Tulis Ilmiah ini untuk
memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan program Diploma III
Keperawatan di Akademi Keperawatan Rumkit Tk. III Manado.
Dalam penyusunan Pre Karya Tulis Ilmiah penulis banyak menemui kesulitan
dan hambatan,akan tetapi berkat doa bimbingan dan arahan serta bantuan dari
berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan Pre Karya Tulis Ilmiah.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Pre Karya Tulis Ilmiah ini masih
terdapat kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun dalam menyempurnakan Pre Karya Tulis Ilmiah ini. Akhirnya penulis
mengharapkan semoga Pre Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua
pembaca, terutama dalam pendidikan keperawatan. Semoga Tuhan Yang Maha
Pengasih selalu memberikan hikmat dan berkat-Nya kepada kita semua.

Manado, Agustus 2020


Penulis

Veyne Ivonne Runtukahu

ii
DAFTAR ISI

halaman
COVER................................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................. iv
DAFTAR TABEL................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
A. Latar belakang........................................................................ 1
B. Ruang Lingkup....................................................................... 2
C. Tujuan .................................................................................... 2
D. Manfaat................................................................................... 3
E. Metode Penulisan.................................................................... 4
F. Sistematika Penulisan............................................................. 4

BAB II TINJAUAN TEORITIS............................................................. 5


A. Pengertian............................................................................... 5
B. Anatomi Fisiologi................................................................... 5
C. Klasifikasi............................................................................... 9
D. Etiologi................................................................................... 9
E. Derajat PPOK......................................................................... 10
F. Manifestasi Klinis................................................................... 10
G. Patofisiologis.......................................................................... 11
H. Pathway PPOK....................................................................... 12
I. Pemeriksaan Penunjang.......................................................... 13
J. Komplikasi.............................................................................. 13
K. Penatalaksanaan...................................................................... 14
L. Asuhan Keperawatan pada pasien ppok................................. 16

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 24

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi Fisiologi Paru.......................................................... 5


Gambar 2 Pathway PPOK....................................................................... 12

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Rencana Keperawatan ............................................................... 20

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah sekelompok penyakit paru
yang berlangsung lama dengan peningkatan resistensi aliran udara sebagai
patofisiologi utamanya . PPOK adalah penyakit inflamasi kronik pada saluran
napas dan paru yang ditandai oleh adanya hambatan aliran udara yang bersifat
persisten dan progresif sebagai respon terhadap partikel atau gas berbahaya.
Karakteristik hambatan aliran udara PPOK biasanya disebabkan oleh obstruksi
saluran nafas kecil (bronkiolitis) dan kerusakan saluran parenkim (emfisema)
yang bervariasi antara setiap individu(PDPI, 2011).
Menurut World Health Organitation (WHO) pada tahun 2015 diperkirakan
65 juta orang memiliki resiko untuk mengalami penyakit PPOK yang parah.
World Health Organizatiton (WHO) memperkirakan pada tahun 2020 yang akan
datang angka kejadian PPOK akan mengalami peningkatan dan menduduki dari
peringkat 6 menjadi peringkat 3 sebagai penyebab kematian tersering (Ikawati,
2011). Angka kejadian PPOK di Indonesia cukup tinggi dengan menggambil
beberapa sempel di daerah DKI Jakarta 2,7%, Jawa Barat 4,0%, Jawa Tengah
3,4%, DI Yogyakarta 3,1%, Jawa Timur 3,6% dan Bali 3,6% serta Sulawesi Utara
4,0%. Hasil wawancara pada peserta umur kurang lebih 30 tahun berdasarkan
gejala. Dalam kasus PPOK laki-laki cenderung lebih tinggi di banding perempuan
dan lebih tinggi pedesaan di banding perkotaan (Kemenkes, 2013).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDES) tahun 2013 didapatkan
pravelansi Penyakit Paru Obstruktif Kronis di Indonesia sebanyak 3,7%. Angka
kejadian PPOK di Indonesia cukup tinggi dengan menggambil beberapa sempel
di daerah DKI Jakarta 2,7%, Jawa Barat 4,0%, Jawa Tengah 3,4%, DI Yogyakarta
3,1%, Jawa Timur 3,6% dan Bali 3,6% serta Sulawesi Utara 4,0% (Riskesdas,
2013).

1
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup
dan aktivitas berbagai organ atau sel. Sistem tubuh yang berperan dalam
kebutuhan oksigenasi yaitu saluran pernapasan bagian atas, bagian bawah, dan
paru (Hidayat, 2006). Untuk mencegah agar tidak terjadi seperti halnya yang
telah diuraikan diatas maka perlunya penanganan masalah PPOK secara maksimal
salah satunya adalah dengan cara pemberian asuhan keperawatan kepada
penderita PPOK, oleh karena penderita cenderung mengakibatkan terjadinya
gangguan pemunuhan kebutuhan oksigenasi yang mana keaadan tersebut dapat
mengancam kehidupan penderita sehingga pemberian asuhan keperawatan yang
cepat, tepat dan efesien dapat membantu menekan angka kejadian dan kematian
Penderita PPOK. Berdasarkan data tersebut penulis tertarik untuk melakukan
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik di
Rumah Sakit TK II Robert Wolter Mongisidi Manado

B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pre Karya Tulis Ilmiah ini adalah Asuhan Keperawatan pada
pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Rumah Sakit TK II Robert
Wolter Mongisidi Manado dengan menggunakan proses keperawatan melalui
pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan Umum dalam Pre Karya Tulis Ilmiah ini adalah mengetahui Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Rumah
Sakit TK II Robert Wolter Mongisidi Manado meliputi pengkajian, diagnosis
keperawatan, intervensi, implementasi sampai pada evaluasi sesuai standar
asuhan keperawatan

2
2. Tujuan Khusus
Terdiri dari tiga yaitu:
a. Menerapkan proses keperawatan secara sistematis yang meliputi
pengkajian, diagnosis keperawatan, intervensi, implementasi, dan
evaluasi, melalui asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan
penyakit paru obstruktif kronik.
b. Mengetahui adanya kesenjangan antara teori dan praktik dalam pemberian
asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik
c. Mengetahui adanya faktor penunjang dan faktor penghambat dalam
pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit paru
obstruktif kronik.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pasien
Pasien dapat memperoleh asuhan keperawatan yang tepat sehingga mampu
membantu kesembuhan pasien dan sebagai tambahan informasi buat pasien
tentang penanganan pasien penyakit paru obstruktif kronik
2. Bagi Institusi Akademik
Dapat menambah referensi bagi institusi akademik agar dapat dijadikan
sebagai bahan kajian dalam perkuliahan sehingga dapat menjadi pustaka
ilmiah dalam pengembangan ilmu keperawatan khususnya asuhan
keperawatan pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik.
3. Bagi Rumah Sakit
Dapat dijadikan sebagai bahan kajian dalam melakukan asuhan keperawatan
pada pasien penyakit paru obstruktif kronik sehingga dapat menjadi pustaka
untuk meningkatkan pelayananan keperawatan khususnya pada pasien
penyakit paru obstruktif kronik

3
4. Bagi Penulis
Untuk meningkatkan pengetahuan dan menambah informasi dalam
menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit paru obstruktif
kronik.

E. Metode
Metode penulisan yang akan digunakan dalam penulisan Pre Karya Tulis Ilmiah
ini adalah:
1. Wawancara
Wawancara akan dilakukan pada Pasien dan keluarga.
2. Observasi
Observasi akan dilakukan selama 3 hari
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Fisik akan dilakukan pada pasien secara head to toe dan
komprehensif meliputi bio, psiko, sosio dan spiritual.
4. Kepustakaan
Mengumpulkan data atau informasi dari literatur-literatur yang berhubungan
dengan asuhan keperawatan pada pasien penyakit paru obstruktif kronik
5. Dokumentasi.
Dengan mempelajari data dari pasien dan menggunakan catatan medis
keperawatan.

F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan Pre Karya Tulis Ilmiah yang digunakan adalah :
BAB I : Pendahuluan meliputi Latar Belakang, Ruang Lingkup, Tujuan
Penulisan, Metode Penulisan, Manfaat Penulisan, dan
Sistematika Penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka meliputi : Konsep Dasar Penyakit Paru
Obstruktif Kronik , Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada
pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang dicirikan oleh
keterbatasan aliran udara yang tidak dapat pulih sepenuhnya. Keterbatasan
aliran udara biasanya bersifat progresif dan dikaitkan dengan respon inflamasi
paru yang abnormal terhadap pertikel ataupun gas berbahaya, yang
menyebabkan penyempitan jalan napas, hipersekresi mukus dan perubahan
pada sistem pembuluh darah paru (Brunner dan Suudarth, 2013).
2. Penyakit Paru Obstruktif Kronis merupakan penyakit kronis ditandai dengan
terhambatnya aliran udara karena obstruksi saluran pernafasan yang
disebabkan oleh paparan yang lama terhadap polusi dan asap rokok. PPOK
merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-
paru yang berlangsung lama(Grace, 2011).
3. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
dapat dicegah dan diobati.Penyakit Paru Obstruktif Kronis ditandai dengan
adanya hambatan aliran udara disaluran napas yang bersifat progresif
nonreversibel atau reversible parsial, serta adanya respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2016).

B. Anatomi Fisiologi Paru

Gambar 1 Anatomi Fisiologi Paru

5
1. Anatomi Paru
Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari paruparu adalah
berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan
dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu bagian yaitu,
paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan
paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Setiap paruparu terbagi lagi menjadi
beberapa sub-bagian, terdapat sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut
bronchopulmonary segments. Paru-paru bagian kanan dan bagian kiri
dipisahkan oleh sebuah ruang yang disebut mediastinum
Sistem pernafasan manusia dapat dibagi ke dalam sistem pernafasan bagian
atas dan pernafasan bagian bawah.
a. Pernafasan bagian atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus paranasal,
dan faring.
b. Pernafasan bagian bawah meliputi laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan
alveolus paru
Menurut Mukti (2015)sistem pernapasan terbagi menjadi dari dua proses,
yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke
dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari 10 dalam paru ke
atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang
baik pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan
dibagi menjadi dua yaitu :
a. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,
sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.
b. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus
2. Fisiologi Paru
Paru-paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada
sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada karena
memiliki struktur yang elastis. Tekanan yang masuk pada ruangan antara
paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer(Guyton, 2012)

6
Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara darah dan
atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon
dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme
seseorang, akan tetapi pernafasan harus tetap dapat berjalan agar pasokan
kandungan oksigen dan karbon dioksida bisa normal.
Udara yang dihirup dan masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang
menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-paru
utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembunggelembung paru-paru
(alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan
karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih
dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia dan bersifat elastis. Ruang
udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan
yang dapat menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis
Menurut Guyton (2007) untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat
dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu :
a. Ventilasi paru yang berfungsi untuk proses masuk dan keluarnya udara
antara alveoli dan atmosfer.
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.
c. Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan
cairan tubuh ke dan dari sel.
d. Pengaturan ventilais pada sistem pernapasan.
Pada waktu menarik nafas atau inspirasi maka otot-otot pernapasan
berkontraksi, tetapi pengeluaran udara pernafasan dalam proses yang pasif.
Ketika diafragma menutup, penarikan nafas melalui isi rongga dada kembali
memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma dan
tulang dada menutup dan berada pada posisi semula (Pearce, 2013). Inspirasi
merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Selama bernafas tenang, tekanan
intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih tinggi terhadap atmosfer.

7
Pada permulaan, inspirasi menurun sampai - 6mmHg dan paru-paru ditarik ke
posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga
menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir
inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan
recoil paru-paru dan dinding 12 dada seimbang. Tekanan dalam jalan
pernafasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar
dari paru-paru (Mukti, 2015)
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume
toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga
udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir
menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi(Guyton, 2012)
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari alveoli
ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida.
Difusi dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke tekanan rendah.
Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada difusi gas dalam paru yaitu,
faktor membran, faktor darah dan faktor sirkulasi. Selanjutnya adalah proses
transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke
paru dengan bantuan aliran darah (Guyton, 2012)

8
C. Klasifikasi
Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
1. Asma
Penyakit jalan nafas obstruktif intermienb, reversible dimana trakea dan
bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu.
2. Bronkhitis kronis
Bronkhitis Kronis merupakan batuk produktif dan menetap minimal 3 bulan
secara berturut-turut dalam kurun waktu sekurang-kurangnya selama 2 tahun.
Bronkhitis Kronis adalah batuk yang hampir terjadi setiap hari dengan disertai
dahak selama tiga bulan dalam setahun dan terjadi minimal selama dua tahun
berturut-turut.
3. Emfisema
Emfisema adalah perubahan struktur anatomi parenkim paru yang ditandai
oleh pembesaran alveolus, tidak normalnya duktus alveolar dan destruksi pada
dinding alveolar (Padila, 2012).

D. Etiologi
Kondisi yang memicu eksaserbasi penyakit paru obstruksi kronik menurut
Morton, P. G., Fontaine, D., Hudak, C. M., & Gallo (2011) adalah:
1. Infeksi: bakteri atau superinfeksi bakteri dari proses virus primer
(trakeobronkitis akut)
2. Gagal ventrikel kiri
3. Distritmia jantung
4. Pneumotoraks
5. Tromboembolisme paru
6. Obstruksi jalan napas atas
7. Aspiras
8. Rinitis atau sinusitis
9. Asma
10. Reluks gastroesofagus

9
E. Derajat PPOK
Klasifikasi derajat PPOK menurut Global initiative for chronic Obstritif Lung
Disiase (GOLD, 2016).
1. Derajat I (PPOK Ringan)
Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering. Pada derajat
ini pasien sering tidak menyadari bahwa menderita PPOK.
2. Derajat II (PPOK Sedang)
Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala
batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai
memeriksakan kesehatannya.
3. Derajat III (PPOK Berat)
Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan
eksasernasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien.
4. Derajat IV (PPOK Sangat Berat)
Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan
ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan
jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa biasanya disertai gagal napas kronik

F. Manifestasi Klinis
Menurut GOLD (2016), manifestasi klinis PPOK yaitu:
1. Batuk
Batuk kronis biasanya merupakan gejala pertama yang muncul.Saat batuk
berlangsung selama lebih dari tiga bulan setahun dalam lebih dari dua tahun,
dikombinasikan dengan produksi sputum dan tidak ada penjelasan lain, maka
itu bisa didefinisikan sebagai bronkitis kronis.Kondisi ini dapat terjadi
sebelum PPOK berkembang penuh. Jumlah sputum yang dihasilkan dapat
berubah dalam beberapa jam atau hari. Dalam beberapa kasus, batuk mungkin
tidak muncul atau hanya terjadi sesekali dan bisa saja tidak produktif.

10
2. Sesak nafas
Umumnya, sesak napas bertambah buruk dalam tekanan, yang berlangsung
lama, dan bertambah parah seiring waktu.Pada tahap lanjutan, hal ini
berlangsung saat beristirahat dan mungkin berlangsung terus menerus.Hal ini
merupakan sumber dari kegelisahan dan kualitas hidup yang rendah yang
dialami penderita PPOK.
3. Eksaserbasi
Eksaserbasi akut dari PPOK didefinisikan sebagai sesak napas bertambah
parah, produksi sputum yang semakin banyak, perubahan warna sputum dari
bening menjadi hijau atau kuning, atau batuk semakin parah yang dialami
penderita PPOK.Hal ini dapat disertai dengan tanda-tandabertambah besarnya
usaha untuk bernapas seperti napas cepat, detak jantung cepat, berkeringat,
penggunaan otot dadasecara aktif, kulit membiru, serta kebingunganatau
perilaku agresif pada eksaserbasi parah. Gemerisik juga mungkin terdengar
dari paru-paru saat pemeriksaan dengan stetoskop

G. Patofisiologi
Iritasi kronik yang disebabkan oleh asap rokok dan polusi adalah faktor pencetus
bronkitis kronik. Asap rokok merupakan campuran partikel dan gas. Pada setiap
hembusan asap rokok terdapat radikal bebas yaitu radikal hidroksida (OH- ).
Sebagian besar radikal bebas ini akan sampai di alveolus waktu menghisap rokok.
Partikel ini merupakan oksidan yang dapat merusak paru. Parenkim paru yang
rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya dinding alveolus dan timbulnya
modifikasi fungsi anti elastase pada saluran nafas. Anti elastase berfungsi
menghambat netrofil.oksidan menyebabkan fungsi ini terganggu, sehingga timbul
kerusakan jaringan interstitial alveolus. Partikulat asap rokok dan udara terpolusi
mengendap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus sehingga
menghambat aktivitas silia.
Pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang, sehingga iritasi pada sel
mukosa meningkat. Hal ini akan merangsang kelenjar mukosa. Keadaan ini

11
ditambah dengan gangguan aktivitas silia menimbulkan gejala batuk kronik dan
ekspektorasi. Produk mukus yang berlebihan menimbulkan infeksi serta
menghambat proses penyembuhan, keadaan ini merupakan suatu lingkaran
dengan akibat terjadi hipersekresi. Bila iritasi dan oksidasi terus berlangsung di
saluran napas maka akan terjadi erosi epitel serta pembentukan jaringan
parut.selain itu terjadi pula metaplasia skuamosa dan penebalan lapisan skuamosa.
Hal ini menimbulkan stenosis dan obstruksi saluran nafas yang bersifat
irreversible (Grace, 2012)

H. Pathway

Bronkhitis Emfisema

Penumpukan lendir Sumbatan pada pertukaran gas

Gangguan ventilasi
udara

Batuk tidak efektif Dipsnea Peningkatan usaha


dan frekuensi nafas
orthopneu

Pola nafas tidak efektif


Penumpukan sekret
Pertukaran gas
CO2 dan O2 tidak
adekuat

Bersihan jalan
nafas tidak efektf
Gangguan pertukaran gas

Gambar 2 Pathway PPOK

12
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Radiologi
Foto Thoraks: Dapat menyatakan hiperinflasi paru, penurunan tanda
vaskularisasi (emfisema).
2. Pemeriksaan Laboratorium
a) Panalis gas pemeriksaan gas darah ; hopoksia dengan hiperkapnia
b) Rontgen dada ; pembesaran jantung dengan diafragma normal/mendatar
c) Pemeriksaan fungsi paru ; penurunan kapasitas vital dan volume ekspirasi
kuat, peningkatan volume residual, kapasitas paru total normal atau sedikit
meningkat
d) Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit ; dapat sedikit meningkat
(Padila, 2012)

J. Komplikasi
Komplikasi penyakit paru obstruksi kronik yaitu:
1. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai Pa02 < 55 mmHg, dengan
nilai saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan mengalmi perubahan
mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lajut akan
timbul sianosis.
2. Asidosis Respiratori
timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang
muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, letargi, dizzines, dan takipnea.
3. Infeksi Respirator
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus dan
rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa. Terbatasnya aliran udara
akan menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya dispnea.

13
4. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini sering
kali berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat
juga dapat mengalami masalah ini.
5. Kardiak Disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respirator
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronkial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali
tidak berespons terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunan otot bantu
pernapasan dan distensi vena leher sering kali terlihat pada klien dengan asma
(Soemantri, 2012)

K. Penatalaksanaan
PPOK adalah penyakit paru-paru kronis yang bersifat progresif dan irreversible.
Penatalaksanaan PPOK dibedakan berdasarkan pada keadaan stabil dan
eksaserbasi akut. Penatalaksanaan PPOK berdasarkan (PDPI, 2011):
1. Tujuan penatalaksanaan berdasarkan:
a) Meminimalkan gejala
b) Pencegahan terjadinya eksaserbasi
c) Pencegahan terjadinya penurunan fungsi paru
d) Peningkatan kualitas hidup
2. Penatalaksanaan umum PPOK terdiri dari:
a) Edukasi
Penatalaksanaan edukasi sangat penting pada PPOK keadaan stabil yang
dapat dilakukan dalam jangka panjang karena PPOK merupakan penyakit
kronis yang progresif dan irreversible. Intervensi edukasi untuk
menyesuaikan keterbatasan aktifitas fisik dan pencegahan kecepatan

14
penurunan fungsi paru. Edukasi dilakukan menggunakan bahasa yang
singkat, mudah dimengerti dan langsung pada inti permasalahan yang
dialami pasien. Pelaksanaan edukasi seharusnya dilakukan berulang
dengan materi edukasi yang sederhana dan singkat dalam satu kali
pertemuan.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
a) Mengetahui proses penyakit
b) Melakukan pengobatan yang optimal
c) Mencapai aktifitas yang maksimal
d) Mencapai peningkatan kualitas hidup.
b) Terapi obat yaitu: bronkodilator, antibiotic, anti peradangan, anti oksidan,
mukolitik dan antitusif.
c) Terapi oksigen
Pasien PPOK mengalami hipoksemia yang progresif dan berkepanjangan
sehingga menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi
oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan
oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-
organ lainnya.
d) Ventilasi mekanis
Ventilasi mekanis pada PPOK diberikan pada eksaserbasi dengan adanya
gagal nafas yang akut, gagal nafas akut pada gagal nafas kronis atau
PPOK derajat berat dengan gagal nafas kronis. Ventilasi mekanis dapat
dilakukan di rumah sakit (ICU) dan di rumah.
e) Nutrisi Pasien
PPOK sering mengalami malnutrisi yang disebabkan meningkatnya
kebutuhan energi sebagai dampak dari peningkatan otot pernafasan karena
mengalami hipoksemia kronis dan hiperkapni sehingga terjadi
hipermetabolisme. Malnutrisi akan meningkatkan angka kematian pada
pasien PPOK karena berkaitan dengan penurunan fungsi paru dan
perubahan analisa gas darah.

15
f) Rehabilitasi
Rehabilitasi ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup dan toleransi
pasien PPOK terhadap katifitas fisik yaitu: menyesuaikan aktifitas, latihan
batuk efektif dan latihan pernafasan (GOLD, 2016).

L. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik


1. Pengkajian
Menurut NANDA (2015), fase pengkajian merupakan sebuah
komponen utama untuk mengumpulkan informasi, data, menvalidasi data,
mengorganisasikan data, dan mendokumentasikan data. Pengumpulan data
antara lain meliputi (Nanda, 2015)
a. Identitas klien
Pada klien penderita PPOK penyakit ini banyak diderita pada klien laki
laki dari pada wanita, diantara usia> 40 tahun
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering pada klien Penyakit Paru Obstruktif
Kronis yaitu: sesak nafas, batuk tak kunjung sembuh, ditemukan bunyi
nafas wheezing.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang
diderita oleh klien dari mulai timbulnya keluhan yang dirasakan
sampai klien dibawa ke Rumah Sakit, dan apakah pernah
memeriksakan diri ketempat lain selain Rumah Sakit umum serta
pengobatan apa yang pernah diberikan dan bagaimana perubahnnya
dan data yang didapatkan saat pengkajian..

16
3) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat sebelumnya seperti
bronchitis kronis, riwayat penggunaan obat-obatan
4) Riwayat penyakit keluarga.
Yang perlu dikaji apakah ada yang menderita penyakit paru-paru
lainnya.
c. Pemeriksaan fisik pada klien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis
meliputi pemeriksaan umum persistem dari observasi keadaan umum,
pemeriksan tanda-tanda vital .
1) Keadaan Umum Secara umum keadaan Penyakit Paru Obstruktif
Kronis meliputi ringan, cukup berat, berat.
2) Kesadaran
Secara kualitatif
a) Composmentis (conscious)
yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua
pertannyaan tentang keadaan sekelilingnya.
b) Apatis
yaitu keadaan yang segan untuk berhubungan dengan sekiranya,
sikapnya acuh tak acuh.
c) Delirium
yaitu gelisah disorientasi (orang, tempat waktu). Memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
d) Somnolen (Obtundasi, Letargi)
yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah
tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu member jawaban
verbal.
e) Stupor (soporo koma)
yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri

17
f) Coma (comatose)
yaitu tidak bias dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon terhadap rangsangan apapun
(tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga
tidak ada respon pupil terhadap cahaya)
3) Tanda-tanda vital :
a) Suhu pada klien Penyakit Paru Obstruktif Kronis yaitu hipotermi
b) Nadi pada klien Penyakit Paru Obstruktif Kronis yaitu takipnea
c) Tekanan darah pada klien Penyakit Paru Obstruktif Kronis yaitu
hipertensi
d) Pernafasan biasanya mengalami peningkatan
4) Sistem respirasi
a) Palpasi
Pada palpasi ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya
menurun
b) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal samapai hipersonor
sedangkan diafragma mendatar/menurun
c) Inspeksi
Pada klien dengan PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha dan
frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu napas
(sternokleidomastoid). Pada saat inspeksi, biasanya dapat terlihat
klien mempunyai bentuk dada barrel chest akibat udara yang
terperangkap, penipisan penipisan massa otot, bernapas dengan
bibir yang dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang tidak efektif.
Pada tahap lanjut, dispnea terjadi pada saat beraktivitas bahkan
pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan
mandi.Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen disertai
dengan demam mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi
pernafasan.

18
d) Auskultasi Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan
wheezingsesuai tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus
5) Sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler meliputi nyeri/ketidaknyamanan dada, palpitasi,
sesak nafas, dispnea pada aktivitas, dispnea nocturnal paroksimal,
orthopnea, murmur, edema, varises, kaki timpang, oarestesia,
perubahan warna kaki, periksa adanya pembekakan vena jugu laris.
6) Sistem neurosensori
Sistem neurosensori meliputi sakit kepala, kejang, sinkop/serangann
jatuh, paralisis, paresis, masalah koordinasi, tic/tremor/spasme,
parestesia, cedera kepala, pusing vertigo, berkurangnya rasa asin dan
panas (pengecapan), penilaian diri pada kemampuan olfaktorius
(penciuman/penghirup). Pemeriksaan pada sistem pendengaran antara
lain: perubahan pendengaran, rabas, tinnitus, sensitivitas pendengaran,
alat-alat protesa, riwayat infeksi, tanggal pemeriksaan paling akhir,
dan dampak pada penampilan activity of daily life (ADL).
7) Sistem pencernaan
Konstipasi, konsisten feses, frekuensi eliminasi askultasi bising usus,
anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri tekan abdomen.
8) Sistem musculoskeletal
Nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi pada area jaringan dapat
berkurang pada imobilisasi, kontraktur atrofi otot.
9) Sistem metabolisme integument
Sistem metabolisme integument meliputi lesi/luka, pruritus, perubahan
pigmentasi perubahan tekstur, perubahan nevi, sering memar,
perubahan rambut, perubahan kuku, pola penyembuhan lesi dan
memar, elastisitas/turgor.
10) Sistem perkemihan
Sistem genitourinaria meliputi disuria (nyeri saat berkemih), frekuensi,
kencing menetes, hematuria, poliuria, oliguria, nokturia, inkontinensia,

19
batu, infeksi saluran kemih.
11) Sistem Reproduksi
Pengkajian pada genetalia pria antara lain : lesi, rabas, nyeri testikuler,
massa testikuler, masalah prostat, penyakit kelamin, perubahan hasrat
sexual, impotensi, masalah aktivitas social. Sedangkan pengkajian
pada genetalia wanita antara lain: lesi, rabas, dispareunia, perdarahan
pasca senggama, nyeri pelvis, sistokel/rektokel/prolaps, penyakit
kelamin, infeksi ,asalah aktivitas seksual, riwayat menstruasi
(menarche, tanggal periode menstruasi terakhir), tanggal dan hasil pap
smear terakhir.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien penyakit paru
obstruktif kronik :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
nafas
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan mebran
alveolus kapiler (Tim Pokja SDKI DPP PNI, 2017)

3. Rencana Keperawatan
Tabel 1 Rencana Keperawatan(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

No Diagnosis Luaran Intervensi


Keperawatan
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan Latihan Batuk Efektif
tindakan 1. Identifikasi
nafas tidak efektif
keperawatan kemampuan batuk
berhubungan bersihan jalan nafas 2. Monitor adanya
meningkat dengan retensi sputum
dengan
kriteria hasil 3. Atur posisi semi
hipersekresi jalan 1. Batuk efektif fowler
2. Produksi 4. Ajarkan batuk efektif
nafas
sputum menurun 5. Kolaborasi
3. Mengi dan pemberian mukolitik

20
wheezing atau ekspektoran
menurun Manajemen jalan nafas
4. Dipsnea 1. Monitor pola nafas
menurun 2. Monitor bunyi nafas
3. Pertahankan
kepatenan jalan nafas
4. Posisi semi fowler
5. Beri minum air
hangat
6. Lakukan fisioterapi
dada
7. Lakukan pengisapan
lender
8. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator

2 Pola nafastidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan nafas


tindakan 1. Monitor pola nafas
efektif
keperawatan pola 2. Monitor bunyi nafas
berhubungan nafas membaik 3. Pertahankan
1. Dipsnea kepatenan jalan nafas
dengan hambatan
menurun 4. Posisi semi fowler
upaya nafas 2. Penggunaan otot 5. Beri minum air
bantu nafas hangat
menurun 6. Lakukan fisioterapi
3. Frekuensi nafas dada
membaik 7. Lakukan pengisapan
lender
8. Kolaborasi
pemberian oksigenasi

3 Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi


pertukaran gas tindakan 1. Monitor
berhubungan keperawatan frekuesi,irama,kedala
dengan perubahan pertukaran gas man dan upaya nafas
mebran alveolus meningkat dengan 2. Monitor pola nafas
kapiler kriteria hasil 3. Monitor saturasi
1. Dipsnea oksigen
menurun 4. Monitor nilai AGD
2. Bunyi nafas 5. Dokuemntasikan
tambahan hasil pemantauan
menurun 6. Jelaskan tujuan dan
3. Takikardia prosedur pemantauan

21
membaik
4. SianosisTerapi oksigen
membaik 1. Monitor kecepatan
5. PCO2 membaik
aliran oksigen
6. PO2 membaik
2. Monitor aliran
oksigen secara
periodic
3. Monitorn tanda-tanda
hipoventilasi
4. Pertahankan
kepatenan jalan nafas
5. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018) dan (Tim POKJA SLKI DPP PPNI,
2018)

4. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan
kolaborasi.Pada tahap ini perawat menggunakan semua kemampuan yang
dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara
umum maupun secara khusus pada kpenyakit paru obstruktif kronik pada
pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen,
Interdependen dan dependen (Tarwoto dan Watonah, 2011).

5. Evaluasi keperawatan
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat
dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan). (Tarwoto dan Watonah, 2011)
Tehnik Pelaksanaan SOAP
a. S (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diberikan.
b. O (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.

22
c. A (Analisis) adalah membandingkan antara informasi subjective dan
objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan
bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.
d. P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa.

23
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suudarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Edisi 8
Volume 2 (ed.)). EGC.
GOLD. (2016). Global Strategy For The Diagnosis, Management, And Prevention Of
Chronic Obstructive Pulmonary Disease, 2016, Global Intiative For Chronic
Obstructive Lung Disease.
Grace, P. A. & B. N. R. (2011). At a Glance Ilmu Dalam. Erlangga.
Grace, P. A. & B. N. R. (2012). At a Glance Ilmu Bedah. Erlangga.
Guyton, A. C. (2012). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (13th ed.). EGC.
Morton, P. G., Fontaine, D., Hudak, C. M., & Gallo, B. M. (2011). KEPERAWATAN
KRITIS. EGC.
Mukti, A. H. dan. (2015). Anatomi dan Fisiologi paru. Edisi 4. Airlangga University
Press.
Nanda. (2015). Panduan Asuhan Keperawatan Profesional. EGC.
Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Nuha Medika.
PDPI. (2011). Diagnosis dan penatalaksaan PPOK. Perhimpunan dokter paru
Indonesia (PDPI),Univesitas Indonesia.
Pearce, E. C. (2013). Anatomi dan Fisiologis Untuk Para Medis, Cetakan kedua
puluh Sembilan. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Riskesdas. (2013). Pervalensi Penyakit Paru.
Smeltzer, S.C. & Bare, B. G. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth (Edisi 8). EGC.
Soemantri, I. (2012). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pasien
Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Salemba Merdeka.
Tarwoto dan Watonah. (2011). Keperawatan Medikal Bedah. EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st
ed.). DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st
ed.). DPP PPNI.
Tim POKJA SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.

24
WHO. (2015). Chronic Obstruktif Pulmonal Disease.
WHO. (2017). Chronic Obstruktif Pulmonal Disease.

25

Anda mungkin juga menyukai