Bab I Pendahuluan
Bab I Pendahuluan
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Appendiksitis atau radang apendiks merupakan kasus infeksi
intraabdominal yang sering dijumpai di negara-negara maju, sedangkan
pada negara berkembang jumlahnya lebih sedikit, hal ini mungkin terkait
dengan diet serat yang kurang pada masyarakat modern (perkotaan) bila
dibandingkan dengan masyarakat desa yang cukup banyak mengkonsumsi
serat. Apendiks seperti-jari yang kecil panjangnya kira-kira 10cm (4 inci),
melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks berisi
makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena
pengosongannya tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderung
menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis).
(Brunner & Suddarth, 2002)
Apendisitis merupakan penyebab paling umum sakit perut akut yang
memerlukan intervensi bedah, Penyebab apendisitis tidak jelas dan
mekanisme patogenesis terus diperdebatkan, dikarenakan apendisitis
merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi pada masyarakat
secara umum, yang tatalaksananya dengan cara apendiktomi, sehingga
penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah apendisitis
memerlukan perhatian khusus, karena masih tingginya kemungkinan
timbul infeksi paska bedah, yaitu 5-15% (Departemen/SMF ilmu bedah,
2009). Appendiksitis sendiri dapat menyerang orang dalam berbagai
umur, umumnya menyerang orang dengan usia dibawah 40 tahun,
khususnya 8 sampai 14 tahun, dan sangat jarang terjadi pada usia dibawah
dua tahun.
1
Berdasarkan latar belakang tersebut dan juga target yang diharuskan
kampus untuk itu kelompok kami teratarik untuk mengangkat kasus
asuhan keperawatan pada gangguan pencernaan apendisitis agar kedepan
nya dapat lebih memahami mengenai apendisitis
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan apendisitis ?
2. Apa penyebab apendisitis ?
3. Apa saja klasifikasi apendisitis ?
4. Bagaimana patofisiologi apendisitis?
5. Bagaimana manifestasi klinis apendisitis?
6. Apa saja komplikasi dari apendisitis?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari apendisitis?
8. Bagaimana penatalaksanaan medis pada apendisitis?
9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada penderita apendisitis?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
pencernaan apendisitis?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan apendisitis ?
2. Untuk mengetahui Apa penyebab apendisitis ?
3. Untuk mengetahui Apa saja klasifikasi apendisitis ?
4. Untuk mengetahui Bagaimana patofisiologi apendisitis?
5. Untuk mengetahui Bagaimana manifestasi klinis apendisitis?
6. Untuk mengetahui Apa saja komplikasi dari apendisitis?
7. Untuk mengetahui Apa saja pemeriksaan penunjang dari
apendisitis?
2
8. Untuk mengetahui Bagaimana penatalaksanaan medis pada
apendisitis?
9. Untuk mengetahui Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada
penderita apendisitis?
10. Untuk mengetahui Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan pencernaan apendisitis?
3
BAB II
LANDASAN TEORI
4
2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
factor prediposisi yaitu:
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya
obstruksi ini terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab
terbanyak.
2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan
jaringan limpoid pada masa tersebut.
Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendik yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)
3. Klasifikasi
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis
akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan
diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
5
1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang
diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin
meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan
tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke
dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang
menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks.Selain obstruksi,
apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari
organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
6
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika
dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua
minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik,
dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis
menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi
sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
d. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat
serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong
dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut.
Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh
spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya
karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya
serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya
dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi
karena sering penderita datang dalam serangan akut.
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang
berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang
biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan
tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan
oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
7
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak
enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio
iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda
apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
g. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini
jarang didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis
prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan
kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme
bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus
tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang
menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata
bisa memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan
opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan
karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang
reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan
8
4. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa
lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut
dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum
lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
9
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer,
2007)
Pathway
10
5. Manifestasi Klinik
a. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam
ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
b. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
c. Nyeri tekan lepas dijumpai.
d. Terdapat konstipasi atau diare.
e. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
f. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
g. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau
ureter.
h. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
i. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang
secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
j. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai
abdomen terjadi akibat ileus paralitik.
k. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan Tanda dan gejala
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan
pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada
sisi kanan.
Psoas sign atau Obraztsova’s Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif
jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif
jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
11
pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium
atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke
kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan
pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-
tiba
6. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak
kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan
40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan
orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih
pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi,
sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis
komplikasi diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa
12
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi
bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak
awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui
praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam
sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan
leukositosis terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis
umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin
hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen
protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi,
dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan
spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
13
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-
scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari
appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat
akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan
92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas
dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan
hati, kandung empedu, dan pankreas.
e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
f. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium
enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan
karsinoma colon.
g. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis,
tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi
usus halus atau batu ureter kanan.
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
a. Penanggulangan konservatif
14
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan
perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi
luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan
perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan
dengan besar infeksi intra-abdomen.
1. Pengkajian Keperawatan
Wawancara untuk mendapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya
mengenai:
a. Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke
perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa
jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa
waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul
15
nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh
rasa mual dan muntah, panas.
b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan
klien sekarang.
c. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi.
e. Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
- Sirkulasi : Takikardia.
- Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
f. Aktivitas/istirahat : Malaise.
g. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
h. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada
bising usus.
i. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena
berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena
posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
j. Demam lebih dari 38oC.
k. Data psikologis klien nampak gelisah.
l. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
m. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri
pada daerah prolitotomi.
n. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
16
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal
oleh inflamasi)
2) Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan
peritaltik.
3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4) Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
b. Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi
appenditomi).
2) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
3) Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d
kurang informasi.
17
c. Rencana Keperawatan
PRE OPERASI
N DIAGNOSA
NOC NIC RASIONAL
O KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Kaji tingkat nyeri, lokasi dan -Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri
dengan agen injuri diharapkan nyeri klien berkurang dengan karasteristik nyeri. dan merupakan indiaktor secara dini untuk
biologi (distensi jaringan kriteria hasil: dapat memberikan tindakan selanjutnya
intestinal oleh inflamasi) - Klien mampu mengontrol nyeri (tahu -Informasi yang tepat dapat menurunkan
penyebab nyeri, mampu - Jelaskan pada pasien tentang tingkat kecemasan pasien dan menambah
menggunakan tehnik nonfarmakologi penyebab nyeri pengetahuan pasien tentang nyeri.
untuk mengurangi nyeri, mencari -Napas dalam dapat menghirup O2 secara
bantuan) - Ajarkan tehnik untuk adequate sehingga otot-otot menjadi
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang pernafasan diafragmatik lambat relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa
dengan menggunakan manajemen / napas dalam nyeri.
nyeri -Meningkatkan relaksasi dan dapat
- Tanda vital dalam rentang normal : - Berikan aktivitas hiburan meningkatkan kemampuan kooping.
TD (systole 110-130mmHg, diastole (ngobrol dengan anggota
70-90mmHg), HR(60-100x/menit), keluarga) -Deteksi dini terhadap perkembangan
RR (16-24x/menit), suhu (36,5- - Observasi tanda-tanda vital kesehatan pasien.
37,50C) -Sebagai profilaksis untuk dapat
18
- Klien tampak rileks mampu - Kolaborasi dengan tim medis menghilangkan rasa nyeri.
tidur/istirahat dalam pemberian analgetik
2. Perubahan pola eliminasi Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Pastikan kebiasaan - Membantu dalam pembentukan jadwal
(konstipasi) berhubungan diharapkan konstipasi klien teratasi defekasi klien dan gaya hidup irigasi efektif
dengan penurunan dengan kriteria hasil: sebelumnya.
peritaltik. - BAB 1-2 kali/hari - Auskultasi bising usus - Kembalinya fungsi gastriintestinal
- Feses lunak mungkin terlambat oleh inflamasi intra
- Bising usus 5-30 kali/menit peritonial
- Tinjau ulang pola diet dan - Masukan adekuat dan serat, makanan
jumlah / tipe masukan cairan. kasar memberikan bentuk dan cairan
adalah faktor penting dalam menentukan
konsistensi feses.
- Berikan makanan tinggi serat. - Makanan yang tinggi serat dapat
memperlancar pencernaan sehingga tidak
terjadi konstipasi.
- Berikan obat sesuai indikasi, - Obat pelunak feses dapat melunakkan
contoh : pelunak feses feses sehingga tidak terjadi konstipasi.
3. Kekurangan volume Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Monitor tanda-tanda vital - Tanda yang membantu
19
cairan berhubungan diharapkan keseimbangan cairan dapat mengidentifikasikan fluktuasi volume
dengan mual muntah. dipertahankan dengan kriteria hasil: intravaskuler.
- kelembaban membrane mukosa - Kaji membrane mukosa, kaji - Indicator keadekuatan sirkulasi perifer
turgor kulit baik tugor kulit dan pengisian dan hidrasi seluler.
- Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg kapiler.
BB/jam - Awasi masukan dan haluaran, - Penurunan haluaran urin pekat dengan
- Tanda-tanda vital dalam batas catat warna urine/konsentrasi, peningkatan berat jenis diduga
normal : TD (systole 110-130mmHg, berat jenis. dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.
diastole 70-90mmHg), HR(60- - Auskultasi bising usus, catat
100x/menit), RR (16-24x/menit), suhu kelancaran flatus, gerakan
(36,5-37,50C) usus.
- Indicator kembalinya peristaltic,
- Berikan perawatan mulut
kesiapan untuk pemasukan per oral.
sering dengan perhatian khusus
pada perlindungan bibir.
- Dehidrasi mengakibatkan bibir dan
- Pertahankan penghisapan
mulut kering dan pecah-pecah
gaster/usus.
20
dan elektrolit usus, meningkatkan istirahat usus,
mencegah mentah.
- Peritoneum bereaksi terhadap
iritasi/infeksi dengan menghasilkan
sejumlah besar cairan yang dapat
menurunkan volume sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi
dapat terjadi ketidakseimbangan
elektrolit
4. Cemas berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Evaluasi tingkat ansietas, catat -Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat,
dengan akan diharapkan kecemasan klien berkurang verbal dan non verbal pasien. penting pada prosedur diagnostik dan
dilaksanakan operasi. dengan kriteria hasil : pembedahan.
- Melaporkan ansietas menurun sampai - Jelaskan dan persiapkan untuk -Dapat meringankan ansietas terutama ketika
tingkat teratasi tindakan prosedur sebelum pemeriksaan tersebut melibatkan
- Tampak rileks dilakukan pembedahan.
- Jadwalkan istirahat adekuat
dan periode menghentikan -Membatasi kelemahan, menghemat energi
tidur. dan meningkatkan kemampuan koping.
- Anjurkan keluarga untuk
menemani disamping klien -Mengurangi kecemasan klien
21
POST OPERASI
N DIAGNOSA
NOC NIC RASIONAL
O KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Kaji skala nyeri lokasi, -Berguna dalam pengawasan dan keefesien
dengan agen injuri fisik diharapkan nyeri berkurang dengan karakteristik dan laporkan obat, kemajuan penyembuhan,perubahan
(luka insisi post operasi kriteria hasil: perubahan nyeri dengan tepat. dan karakteristik nyeri.
appenditomi). - Melaporkan nyeri berkurang - Monitor tanda-tanda vital -Deteksi dini terhadap perkembangan
- Klien tampak rileks kesehatan pasien.
- Dapat tidur dengan tepat - Pertahankan istirahat dengan -Menghilangkan tegangan abdomen yang
- Tanda-tanda vital dalam batas posisi semi powler. bertambah dengan posisi terlentang.
normal : TD (systole 110-130mmHg, - Dorong ambulasi dini. -Meningkatkan kormolisasi fungsi organ.
diastole 70-90mmHg), HR(60- - Berikan aktivitas hiburan. -Meningkatkan relaksasi.
100x/menit), RR (16-24x/menit), suhu - Kolaborasi tim dokter dalam -Menghilangkan nyeri.
(36,5-37,50C) pemberian analgetika.
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Kaji adanya tanda-tanda infeksi -Dugaan adanya infeksi
berhubungan dengan diharapkan infeksi dapat diatasi dengan pada area insisi
tindakan invasif (insisi kriteria hasil: - Monitor tanda-tanda vital.
22
post pembedahan). - Klien bebas dari tanda-tanda infeksi Perhatikan demam, menggigil, -Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis,
- Menunjukkan kemampuan untuk berkeringat, perubahan mental abses, peritonitis
mencegah timbulnya infeksi - Lakukan teknik isolasi untuk
- Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul) infeksi enterik, termasuk cuci -Mencegah transmisi penyakit virus ke orang
tangan efektif. lain.
- Pertahankan teknik aseptik
ketat pada perawatan luka -Mencegah meluas dan membatasi penyebaran
insisi / terbuka, bersihkan organisme infektif / kontaminasi silang.
dengan betadine.
- Awasi / batasi pengunjung dan -Menurunkan resiko terpajan.
siap kebutuhan.
- Kolaborasi tim medis dalam -Terapi ditunjukkan pada bakteri anaerob dan
pemberian antibiotik hasil aerob gra negatif.
3. Defisit self care Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Mandikan pasien setiap hari -Agar badan menjadi segar, melancarkan
berhubungan dengan diharapkan kebersihan klien dapat sampai klien mampu peredaran darah dan meningkatkan
nyeri. dipertahankan dengan kriteria hasil: melaksanakan sendiri serta cuci kesehatan.
- klien bebas dari bau badan rambut dan potong kuku klien.
- klien tampak bersih - Ganti pakaian yang kotor -Untuk melindungi klien dari kuman dan
- ADLs klien dapat mandiri atau dengan yang bersih. meningkatkan rasa nyaman
23
dengan bantuan - Berikan Hynege Edukasipada -Agar klien dan keluarga dapat termotivasi
klien dan keluarganya tentang untuk menjaga personal hygiene.
pentingnya kebersihan diri.
- Berikan pujian pada klien -Agar klien merasa tersanjung dan lebih
tentang kebersihannya. kooperatif dalam kebersihan
- Bimbing keluarga klien
memandikan / menyeka pasien -Agar keterampilan dapat diterapkan
- Bersihkan dan atur posisi serta
tempat tidur klien. -Klien merasa nyaman dengan tenun yang
bersih serta mencegah terjadinya infeksi.
4. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Kaji ulang pembatasan -Memberikan informasi pada pasien untuk
tentang kondisi prognosis diharapkan pengetahuan bertambah aktivitas pascaoperasi merencanakan kembali rutinitas biasa
dan kebutuhan dengan kriteria hasil: - Anjuran menggunakan tanpa menimbulkan masalah.
pengobatan b.d kurang - menyatakan pemahaman proses laksatif/pelembek feses ringan -Membantu kembali ke fungsi usus semula
informasi. penyakit dan pengobatan bila perlu dan hindari enema mencegah ngejan saat defekasi
- berpartisipasi dalam program - Diskusikan perawatan insisi, -Pemahaman meningkatkan kerja sama
pengobatan termasuk mengamati balutan, dengan terapi, meningkatkan
pembatasan mandi, dan penyembuhan
24
kembali ke dokter untuk -Upaya intervensi menurunkan resiko
mengangkat jahitan/pengikat komplikasi lambatnya penyembuhan
- Identifikasi gejala yang peritonitis.
memerlukan evaluasi medic,
contoh peningkatan nyeri
edema/eritema luka, adanya
drainase, demam
25
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
I. IDENTITAS
1. Nama : Nn. Desta Ramadanty
2. Umur : 20 thn
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Status : Belum Menikah
5. Agama : Islam
6. Suku/bangsa : Sunda
7. Bahasa : Indonesia
8. Pendidikan : SMA
9. Pekerjaan : Karyawan
10. Alamat dan no.telpon : Desa Jati Waringin
26
setelah nyeri nya tak tertahankan pasien ke Puskesmas Sukadiri,
yang kemudian di rujuk ke igd rsud kabupaten, dan didapati
adanya apendisitis pada pasien sehingga mengharuskan pasien
untuk melakukan apendiktomi
3. Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak pernah di rawat sebelumnya, pasien memiliki gastritis
kronis
4. Riwayat kesehatan keluarga :
Keluarga pasien tidak ada yang sakit seperti pasien sebelumnya,
tidak ada riwaya hipertensi, atapun diabetes
Nn. D
: Perempuan
: keluarga yang tinggal satu rumah
: Laki-laki
27
hilang, pasien juga berjanji setelah ini dia akan lebih
memperhatikan pola makannya dan kebersihan makanan yang
dimakan
2. Pola aktifitas dan latihan
a. Kemampuan perawatan diri
0 : mandiri
1 : alat bantu
2 : dibantu orang alin
3 : dibantu orang lain dan alat
4 : tergantung/ tidak mampu
b. Kebersihan diri
Dirumah Keramas : 1
Mandi: 2x/hari x/mgg
Gosok gigi: 2 Potong kuku: 1
x/hari x/mg
28
Keramas :…-
Dirumah sakit ….x/hari
Mandi : 1 x/hari Potong kuku:…-
Gosok gigi: 1 x/hari
x/hari
29
waktu tidur : Siang Jumlah jam tidur : 7
-
Malam 9-4
30
b. Pola minum
Di rumah
Jenis : susu dan air putih
Jumlah : > 1500 cc
Pantangan :-
Minuman disukai : air dingin
Di rumah sakit
Jenis : susu dan air putih
Jumlah : <1500 cc
Pantangan :-
Minuman disukai :
5. Pola eliminasi
a. Buang air besar
Dirumah
Frekuensi : 1 x sehari
Konsistensi : lunak
Warna : kuning pekat
Dirumah sakit
Frekuensi : 1 x sehari
Konsistensi : agak padat
Warna : ( ) kuning
( ) bercampur darah
( ) dan lain lain
31
Masalah di rs ( ) konstipasi ( ) diare ( )
inkontinen
kolostomi ( ) tidak ( ) ya
Dirumah
Frekuensi : 3-4 x sehari
Konsistensi : cair
Warna : kuning bening
Di rumah sakit
Frekuensi :2 x sehari
Konsistensi : cair
Warna :kuning coklat peka
32
( )berat ( ) panik
sebab, pasien kurang pengetahuan mengenai proses
penyakit.
Kemampuan interaksi : () sesuai ( ) tidak,
……………………………..
Vertigo : () tidak ( ) ya
Nyeri : ( ) tidak () ya
Bila ya, P : nyeri karna post operasi dan proses penyakit
Q : nyeri seperti tertusuk tusuk dan panas
R : nyeri di perut bagian kanan bawah
S : skala nyeri 6
T : nyeri ketika bergerak, atau berpindah posisi neri hilang
timbul
7. Pola Konsep Diri
Pasien selama ini sadar akan masalah pada pencernaannya,tapi
pasien lebih memilih mengabaikan karna takut untuk periksa lebih
lanjut jadi pasien hanya menahan apabila sakit, pasien selau
meyakini kalau diriya baik baik saja
8. Pola Koping
Masalah Utama selama MRS (penyakit, biaya, perawatan diri)
Pasien cemas terhadap nyeri yang dirasakan, meskipun pasien
sempat tersenyum dengan perawat ketika berbincang bincang.
9. Kehilangan perubahan yang terjadi sebelumnya
Pasien kehilangan waktu berkumpul dengan keluarga, dan juga
waktu belajar untuk persiapan melamar perkejaan
10. Kemampuan adaptasi
Pasien mampu beradaptsi dengan baik di rumah sakit terbukti
pasien mematuhi segala aturan dan tindakan keperawatan yang
diberikan
11. Pola Seksual- Reproduksi
Menstruasi Terakhir :-
33
Masalah Menstruasi :-
Pap smear terakhir :-
Pemeriksaan payudara/ testis sendiri tiap bulan : ( ) ya
( ) tidak
Masalah seksual yang berhubungan dengan penyakit : -
12. Pola Peran-Hubungan
Pekerjaan :-
Kualitas bekerja :-
Hubungan dengan orang lain : baik
Sistem pendukung : ( ) pasangan( ) tetangga/teman
( )tidak
ada
( ) lainnya, ibu
Masalah keluarga mengenai perawtaan di RS :-
13. Pola Nilai-Kepercayaan
Agama : islam
Pelaksanaan ibadah : pasien biasa ibadah di bed
selama sakit
Pantangan agama : ( ) tidak () ya, pasien
tidak minum alcohol dan makan daging babi
Meminta kunjungan rohaniawan : () tidak ( ) ya
34
2. Sistem Pernafasan (breath)
Bentuk hidung simetris, tidak ada kelainan, dapat mencium bau
dengan baik, tidak ada nyeri tekan pada hidung, RR : 19X Menit,
tidak ada suara nafas tambahan
3. Sitem Kardiovaskuler (blood)
Frekuensi denyut jantung dibawah 100x/menit yaitu 89x/ menit,
tidak ada nyeri tekan, tekanan darah 110/70 mmHG
4. Sistem Persarafan (brain)
GCS : 15 Compos mentis dengan E : 4 M: 6 V: 5 kekuatan otot 5,
sensibiliitas baik, dan respon baik
5. Sistem perkemihan (bladder)
Terdapat lesi post operasi di sebelah kanan, bentuk abdomen
simteris, terdapat nyeri tekan pada area sekitar luka post operasi
6. Sistem Pencernaan (bowel)
Mulut simetris, warna bibir pucat kering, terdengar sedikit suara
peristaltik usus, terdapat nyeri saat eliminasi
7. Sistem Muskuloskeletal (bone)
Pasien bergerak dengan dibantu karena nyeri dalam pergerakan,
kekuatan otot 5, yaitu karena pasien dapat melawan gravitasi
8. Sistem Integumen
Kulit pasien sawo matang, sedikit pucat, kurang segar, terdapat lesi
dibagian abdomen, integritas kulit baik dengan nilai <2 detik
9. Sistem penginderaan
a. Mata : mata simetris, tidak ada ikterus, konjungtuva
pucat, mata cekung, mampu melihat objek dengan jelas
b. Hidung : hidung simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
polip atau pembengkakan, mamapu mencium bau-bau dengan
jelas, tidak terdapat cuping hidung
c. Telinga : telinga simetris keadaan telinga bersih, tidak
terdapat serumen, tidak ada lesi, tidak cairan yang keluar dari
lubang telinga, dapat mendengar dengan baik.
35
10. Sitem Reproduksi dan genitalia
Organ genetalia simetris, tidak ada edema, tidak tetrdapat nyeri
tekan tidak terpasang kateter, warna kulit vagina merah muda,
tidak tercium bau.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
2. Photo
36
3. Lain-lain
VI. TERAPI
Cextriaxone 1x 2 gr
Keterolak 3 x 30 mg
ranitidine
ANALISA DATA
37
Nama Klien : Nn. D Ruangan/ kamar :
Pavilliun Dahlia
Umur : 20 th No. RM :
Do :
-pasien terlihat gelisah
-pasien terlihat merintih
kesakitan
-pasien terlihat dalam
38
posisi untuk menahan
nyeri
nyeri
resiko infeksi
3. Ds : appendik Kurang
-pasien mengatakan pengetahuan
khawatir untuk bergerak thrombosis pada vena intra tentang kondisi
karena lukanya. mural prognosis dan
- Klien mengaku belum kebutuhan
paham mengenai proses pembengkakan dan pengobatan b.d
penyembuhan iskemia kurang informasi.
penyakitnya dan
39
makanan apa saja yang perforasi
baik untuk dikonsumsi.
pembedahan operasi
Do: cemas
- Pasien tidak ingin
mengkonsumsi kurang pengetahuan
ikan dan telur
PRIORITAS MASALAH
Umur : 20 th No. RM :
40
No. Masalah Keperawatan Tanggal Paraf
Ditemukan Teratasi
(Nama
Perawat)
1. Nyeri berhubungan 20 februari 22 februari
dengan agen injuri fisik 2019 2019
(luka insisi post operasi
appenditomi).
2. Resiko infeksi 20 februari 22 ebruari
berhubungan dengan 2019 2019
tindakan invasif (insisi
post pembedahan).
3. Kurang pengetahuan 20 februari 22 februari
tentang kondisi 2019 2019
prognosis dan
kebutuhan pengobatan
b.d kurang informasi.
41