Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN PADA IBU NIFAS

“ADAPTASI PSIKOLOGIS MASA NIFAS


Hapisah, S.Si.T, MPH

1. Definisi Masa Nifas


Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat-
alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas
berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari. (Ambarwati, 2010 : 1)
Masa nifas (postpartum/ puerperium) yaitu masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil, berkisar
sekitar 6-8 minggu. (Sujiyatini, dkk. 2010 : 1)
Masa nifas disebut juga masa postpartum atau puerperium adalah masa atau
waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam
minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan
dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain
sebagainya berkaitan saat melahirkan. (Suherni, dkk. 2009 : 1)
Selama masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak
perubahan, baik secara fisik maupun psikologis sebenarnya sebagian besar bersifat
fisiologis, namun jika tidak dilakukan pendampingan melalui asuhan kebidanan
maka menutup kemungkinan akan terjadi keadaan patologis.(Sulistyawati, 2009:1)

2. Tahapan Masa Nifas

Masa nifas merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan untuk selalu
melakukan pemantauan karena pelaksanaab yang kurang maksimal dapat
menyebabkan berbagai masalah. (Sulistyaawati, 2009 : 1). Masa nifas dibagi
menjadi 3 tahap, yaitu :
a. Puerperium dini
Puerpurium dini merupakan masa kepulihan ketika ibu diperbolehkan berdiri dan
berjalan. (Bahiyatun, 2009 : 63)
b. Puerperium intermedial
Puerperium intermedial merupakan suatu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia, yang
lamanya sekitar 6-8 minggu. (Dewi Vivian, 2011 : 4)
c. Remote puerperium
Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna,
terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk
sehat sempurna dapat berlangsung selama berminggu- minggu, bulanan, bahkan
tahunan. (Sulistyawati, 2009 : 5)

3. Proses Adaptasi Psikologi Masa Nifas

Proses adaptasi psikologis pada seorang ibu sudah dimulai sejak dia hamil.
Wanita hamil akan mengalami perubahan psikologis yang nyata sehingga
memerlukan adaptasi. Perubahan mood seperti sering menangis, lekas marah dan
sering sedih atau cepat berubah menjadi senang merupakan manifestasi dari emosi
yang labil. (Suherni, dkk. 2009 : 85)
Beberapa penulis berpendapat, dalam minggu pertama setelah melahirkan
banyak wanita menunjukan gejala-gejala psikiatrik, terutama gejala depresi dari
ringan sampai berat serta gejala-gejala neurosis traumatik. Berikut beberapa faktor
yang berperan antara lain, ketakutan yang berlebihan dalam masa hamil, struktur
perorangan yang tidak normal sebelumnya, riwayat psikiatrik abnormal, riwayat
perkawinan abnormal, riwayat obtetrik (kandungan) abnormal, riwayat kelahiran
mati atau kelahiran cacat, riwayat penyakit lainnya. (Ambarwati, 2010 : 87)
Tidak mengherankan bila ibu mengalami sedikit perubahan perilaku dan
sesekali merasa kerepotan. Masa ini adalah masa rentan dan terbuka untuk
bimbingan dan pembelajaran. (Sulistyawati, 2009: 87)
Pada masa nifas, wanita banyak mengalami perubahan selain fisik yaitu
antara lain wanita meningkat emosinya. Pada masa ini wanita mengalami transisi
menjadi orang tua. Fase yang dilalui oleh ibu postpartum adalah :
a. Taking in
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari ke 1-2
setelah melahirkan. Pada saat itu fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri.
Pengalaman proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan membuat
ibu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur seperti mudah tersinggung.
Hal ini membuat ibu cenderung lebih pasif terhadap lingkungannya. (Ambarwati,
2010 : 88-89)
Pada tahap ini, bidan dapat menjadi pendengar yang baik ketika ibu
menceritakan pengalamannya. Berikan juga dukungan mental atau apresiasi atas
hasil perjuangan ibu sehingga dapat berhasil melahirkan anaknya. Dalam hal ini,
sering terjadi kesalahan dalam pelaksanaan perawatan yang dilakukan pasien
tehadap dirinya dan bayinya hanya Karena kuranngnya jalinan komunikasi yang
baik antara pasien dan bidan. (Sulistyawati, 2009 : 88)
b. Taking hold
Yaitu meniru dan role play. Cirinya :
1. Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 postpartum.

2. Ibu menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi orangtua yang sukses


dan meningkatkan tanggung jawab terhadap bayi.
3. Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya.
4. Ibu berusaha keras untuk menguasai ketrampilan perawatan bayinya.
5. Pada masa ini, ibu biasanya agak sensitive dan merasa tidak mahir dalam
melakukan hal-hal tersebut. (Sulistyawati, 2009 : 88)
Pada fase ini ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan
kesempatan yang baik untuk menerima berbagai dalam merawat diri dan
bayinya sehingga timbul percaya diri. (Dewi Vivian, 2011 : 66)
c. Letting go
1. Terjadi setelah ibu pulang kerumah dan sangat berpengaruh terhadap waktu
dan perhatian yang diberikan oleh keluarga.
2. Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi. Ia harus
beradaptasi dengan kebutuhan bayi yang sangat bergantung, yang
menyebabkan berkurangnya hak ibu dalam kebebasan dan berhubungan
sosial.
3. Pada periode ini umumnya terjadi depresi postpsrtum. ( Bahiyatun, 2009 :
64-65)

4. Gangguan Psikologi Masa Nifas


Secara psikologi, setelah melahirkan seorang ibu akan merasakan gejala-gejala
psikiatrik. Wanita banyak mengalami perubahan emosi selama masa nifas
sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Penting sekali sebagai bidan
untuk mengetahui tentang penyesuaian psikologis yang normal sehingga ia dapat
menilai apakan seorang ibu memerlukan asuhan khusus dalam masa nifas ini.
(Ambarwati, 2010 : 87). Gangguan psikologi masa nifas meliputi :
a. Postpartum Blues
Postpartum blues dapat terjadi begitu selesai proses kelahiran dan biasanya akan
hilang setelah beberapa hari sampai seminggu setelah melahirkan. Seseorang yang
baru melahirkan dapat terkena perubahan mood secara tiba-tiba/ tak terduga, merasa
sedih, menangis tak henti tanpa sebab, kehilangan nafsu makan, tak tenang, gundah
dan kesepian. (Sujiyatini dkk, 2010 : 192)
Tidak ada perawatan khusus untuk postpartum blues jika tidak ada gejala yang
signifikan. Empati dan dukungan keluarga serta staf kesehatan diperlukan. Jika
gejala tetap ada lebih dari dua minggu diperlukan bantuan professional. (Bahiyatun,
2009 : 65)
Namun apabila postpartum blues ini tidak kunjung reda, keadaan ini dapat
berkembang menjadi depresi pasca melahirkan atau postpartum depression, itulah
kenapa akan membantu bila kita tidak menganggapnya sebagai kejadian yang tidak
penting. Bentuk paling hebat dari depresi postpartum yang tidak tetangani dengan
baik akan mengakibatkan postpartum psikosis (Marshall : 2004 :25-26)
b. Postpartum depression
Sekitar 10% wanita setelah melahirkan mengalami post natal depression atau
postpartum depression. Gejala dari postpartum depresi ini yaitu merasa letih, mudah
putus asa, depresi, serangan panik, tidak tertarik untuk melakukan hubungan
seksual, sulit tidur walaupun sangat lelah, tegang, pikiran obsesif dan tidak
terkontrol, mempunyai rasa bersalah yang berlebihan terhadap sesuatu. (Jhaquin,
2010 : 39)
Penyebab kelainan ini juga belum diketahui secara pasti, tetaapi seorang wanita
akan lebih mungkin mengalami depresi postpartum jika secara social dan emosional
ia terisolasi atau mengalami peristiwa kehidupan yang penuh dengan setres
terhadap kondisi jiwanya , terutama selama masa-masa kehamilan dan menjelang
persalinan. (Hendrik, 2006 : 144)
Postpartum depression ini dapat terjadi kapanpun di dalam jangka waktu satu
tahun setelah melahirkan. Postpartum depression ini memerlukan perawatan dokter
melalui konsultasi, group support dan pengobatan. (Sujiyatini, 2010 : 193)
c. Postpartum psikosis
Gangguan jiwa yang serius, yang timbul karena penyebab organik atau
fungsional/ emosional dan menunjukan gangguan kemampuan berpikir , bereaksi
secara emosional meningkat , berkomunikasi, menafsirkan kenyataan dan bertindak
sesuai dengan kenyataan. Psikosis merupakan gangguan kepribadian yang
menyebabkan ketidakmampuan menilai realita dengan fantasi dirinya. (Rukiyah,
2010 :383)
Postpsrtum psikosis merupakan keadaan dimana wanita mengalami tekanan jiwa
yang sangat hebat yang bias menetap sampai setahun. Gangguan kejiwaan ini juga
bias selalu kambuh setiap pasca melahirkan. (W. Benedicta, 2010 : 104)
Postpartum psikosis merupakan gangguan mental berat pasca melahirkan yang
memiliki gejala-gejala yang mirip dengan postpstum depression ditambah penderita
sering berkhayal, berhalusinasi dan bingung hingga muncul pikiran ingin melukai
bayinya dan dirinya sendiri, tanpa menyadari bahwa pikiran-pikiran itu tidak masuk
akal. Jadi resiko untuk bunuh diri atau membunuh bayinya lebih besar dari pada
postpartum depression. (H. Budhyastuti, 2011 : 322).

5. Konsep Dasar Postpartum Blues


a. Definisi Postpartum Blues
Fenomena pasca partum awal atau baby blues merupakan sekuel umum
kelahirannya bayi , biasanya terjadi pada 70% wanita.Karakteristik postpartum
blues meliputi menangis, merasa letih karena melahirkan, gelisah, perubahan
alam perasaan, menarik diri, serta reaksi negatif terhdap bayi dan keluarga.
(Sulistyawati, 2009 : 90)
Postpartum blues dapat terjadi setiap waktu setelah wanita melahirkan,
tetapi seringkali terjadi pada hari ketiga atau keempat pascapartum dan
memuncak antara hari kelima dan keempat belas pascapartum. (Bobak, 2005 :
757)
Postpartum blues sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun
1875 telah menulis referensi di literature kedokteran mengenai suatu keadaan
disforia ringan pasca-salin yang disebut sebagai ‘milk fever’ karena gejala
disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini, post- partum
blues (PPB) atau sering juga disebut maternity blues atau baby blues dimengerti
sebagai suatu sindroma gangguan efek ringan yang sering tampak dalam minggu
pertama setelah persalinan.
Postpartum blues dikatagorikan sebagai sindroma gangguan mental yang
ringan oleh sebab ini sering tidak dipedulikan dan diabaikan sehingga tidak
terdiagnosa dan tidak dilakukan asuhan sebagaimana mestinya. Hal tersebut
dapat menimbulkan masalah yang menyulitkan dan dapat membuat perasaan
tidak nyaman bagi ibu yang mengalaminya. (Suherni, dkk. 2008 : 92)
b. Faktor Presdisposisi
Faktor presdisposisi postpartum blues meliputi perubahan biologis, stress,
respon normal, atau penyebab sosial atau lingkungan. Para ahli teori biologis
telah melakukan penelitian tentang fluktuasi hormon dan tanda beberapa reaksi
afeksi terhadap progesteron, estradiol, kortisol dan kadar prolaktin. Pendukung
teori stres berpendapat bahwa setiap yang menimbulkan stress dapat merangsang
reaksi, seperti blues. Beberapa orang memandang blues sebagai peristiwa
fisiologis normal berdasarkan respon yang meningkatkan naluri ibu dan sifat
protektif terhadap bayinya. Masalah social dan lingkungan, seperti tekanan
dalam hubungan pernikahan dan hubungan keluarga, riwayat sidrom menstruasi
(premenstrual syndrome [PMS]), rasa cemas, rasa takut tentang persalinan dan
dapresi selama masa hamil, dan penyesuaian social yang buruk dapat merupakan
faktor predisposisi.(Bobak, 2005 : 757)
Selain itu juga ada banyak faktor yang diduga berperan terhadap
terjadinya postpartum blues, antara lain:
1) Faktor Hormonal, berupa perubahan kadar esterogen, progesteron, prolaktin
dan estriol yang terlalau rendah. Kadar esterogen turun secara bermakna
setelah melahirkan ternyata efek esterogen memiliki efek seprusi aktifitas
enzim non adrenalin maupun serotin yang berperan dalam suasana hati dan
kejadian depresi.
2) Ketidaknyamanan fisik yang dialami wanita menimbulkan gangguan pada
emosional seperti payudara bengkak, nyeri jahitan dan rasa mules.
3) Ketidakmampuan beradapatasi terhadap perubahan fisik dan emosional yang
kompleks.
4) Faktor umur dan paritas (jumlah anak).
5) Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
6) Latar belakang psikologis wanita yang bersangkutan seperti tingkat
pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat
gangguan kejiwaaan sebelumnya, sosial ekonomi.
7) Stress dalam keluarga missal faktor ekonomi memburuk.
8) Kelelahan pasca persalinan.

9) Rasa yang memiliki bayi yang terlalu dalam sehingga timbul rasa takut yang
berlebihan akan kehilangan bayinya. (Sujiyatni , dkk. 2010 : 161-162)

c. Manifestasi klinis postpartum blues


Gejala-gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap
seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau ke-6 hari
setelah melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya ibu sering
tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia, penakut, tidak mau makan, tidak
mau bicara, sakit kepala sering berganti mood, mudah tersinggung (iritabilitas),
merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan, tidak bergairah, khususnya
terhadap hal yang semula sangat diminati, tidak mampu berkonsentrasi dan
sangat sulit membuat keputusan, merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan si
kecil yang baru saja di lahirkan, insomnia yang berlebihan. Gejala-gejala itu
mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam
waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun jika masih berlangsung
beberapa minggu atau beberapa bulan itu dapat disebut postpartum depression.
d. Gejala Postpartum Blues
Tipe depresi yang paling sering terjadi pada wanita pascapartum adalah
postpartum blues. Para wanita mengalami kondisi mood selama transisi ini, yang
dapat berlangsung selama 1-14 hari, dengan puncak gejala pada hari ke-5.
(Reeder, 2011 : 503)
Postpartum blues tidak berhubungan langsung dengan kesehatan ibu atau
bayinya maupun komplikasi obstetric tetapi bagaimanapun faktor-faktor tersebut
dapat mempengaruhi perubahan mood ibu. (Suherni, dkk. 2009 : 92)
Postpartum blues atau sering juga disebut maternity blues atau sindroma
ibu, baru dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan efek ringan yang sering
tampak dalam minggu pertama setelah persalinan ditandai dengan gejala- gejala
sebagai berikut :
1) Cemas tanpa sebab.
2) Menangis tanpa sebab.
3) Tidak sabar.
4) Tidak percaya diri.
5) Sensitif mudah tersinggung.
6) Mersa kurang menyayangi bayinya. (Jhaquin, 2010 : 49)
7) Cenderung menyalahkan diri sendiri.
8) Gangguan tidur dan gangguan nafsu makan.
9) Kelelahan.
10) Mudah sedih.
11) Cepat marah.

12) Mood mudah berubah, cepat menjadi sedih dan cepat pula gembira.
13) Perasaan terjebak, marah kepada pasangan dan bayinya.
14) Perasaan bersalah.
15) Pelupa (Suherni, dkk. 2009 : 91)
e. Cara Mengatasi Postpartum Blues
Postpartum blues atau gangguan mental pasca persalinan seringkali
terabaikan dan tidak ditangani dengan baik. Banyak ibu yang berjuang sendiri
dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka merasakan ada sesuatu hal yang
salah namun mereka sendiri tidak benar-benar mengetahui apa yang sedang
terjadi. Penanganan gangguan mental pasca persalinan pada prinsipnya tidak
berbeda dengan penanganan gangguan mental pada pada momen-momen
lainnya. Para ibu yang mengalami postpartum blues membutuhkan dukungan
psikologis seperti juga kebutuhan fisisk lainnya yang harus juga dipenuhi.
(Rukiyah, 2010 : 378). Cara untuk mengatasinya antara lain :
1) Komunikasi segala permasalahan atau hal lain yang ingin diungkapkan.
2) Bicarakan rasa cemas yang dialami.
3) Bersikap tulus ikhlas dalam menerima aktivitas dan peran baru setelah
melahirkan.

4) Bersikap fleksibel dan tidak terlalu perfeksionis dalam mengurus bayi atau
rumah tangga.
5) Belajar tenang dengan menarik nafas dan meditasi.
6) Kebutuhan istirahat harus cukup, tidurlah ketika bayitidur.
7) Berolahraga ringan.
8) Bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru.
9) Dukungan tenaga kesehatan.
10) Dukungan suami, keluarga, teman, teman sesama ibu.
11) Konsultasikan pada dokter atau orang yang professional, agar dapat
meminimalisir faktor resiko lainnya dan membantu melakukan pengawasan.
(Suherni, dkk. 2009 : 95)
f. Pencegahan Terjadinya Postpartum Blues
Postpartum blues atau gangguan mental pasca persalinan sering kali
terabaikan dan tidak tertangani dengan baik Apabila postpartum blues ini tidak
kunjung reda, keadaan ini dapat berkembang menjadi depresi postpartum dan
bentuk paling hebat dari depresi postpartum yang tidak tetangani dengan baik
akan mengakibatkan postpartum psikosis. (Marshall, 2004 : 25-26). Namun
postpartum blues bias dicegah dengan berbagai cara, antara lain:

1) Persiapan diri yang baik, artinya persiapan diri pada saat kehamilan sangat
diperlukan sehingga saat kelahiran memiliki kepercayaan yang baik dan
mengurangi resiko terjadinya depresi postpartum. Kegiatan yang dapat ibu
lakukan adalah banyak membaca artikel atau buku yang ada kaitannya
dengan kelahiran, mengikuti kelas prenatal, bergabung dengan kelompok
senam hamil. Ibu dapat memperoleh banyak informasi yang diperlukan
sehingga pada saat kelahiran ibu sudah siap dan hal traumatis yang mungkin
mengejutkan dapat dihindari.
2) Olahraga dan nutrisi yang cukup, dengan olahraga dapat menjaga kondisi
dan stamina sehingga dapat membuat keadaan emosi juga lebih baik. Nitrisi
yang baik, asupan makanan maupun minuman sangat dibutuhkan pada
periode postpartum. Usahakan mendapatkan keseimbangan dari kedua hal
ini.
3) Support mental dan lingkungan sekitar, support mental sangat dibutuhkan
pada periode postpartum. Dukungan ini tidak hanya dari suami tetapi dari
keluarga, teman dan lingkungan sekitar. Jika ingin bercerita ungkapkan
perasaan emosi dan perubahan hidup yang dialami kepada para orang yang
dapat dipercaya. Ibu postpartum harus punya keyakinan bahwa lingkungan
akan mendukung dan selalu siap membantu jika mengalami kesulitan. Hal
tersebut akan membantu ibu merasa lebih baik dan mengurangi resiko terjadinya
postpartum blues.
4) Ungkapkan apa yang dirasakan, ibu postpartum jangan memendam
perasaan sendiri. Jika mempunyai masalah harus segera dibicarakan baik
dengan suami maupun orang terdekat. Petugas kesehatan dapat membantu
agar ibu dapat mengungkapkan perasaan dan emosi ibu agar lebih nyaman.
5) Mencari informasi tentang gangguan psikologi postpartum, informasi
tentang gangguan psikologi postpstum yang kita berikaan akan sangat
bermanfaat sehingga ibu mengetahui faktor pemicu, sehingga ibu dapat
mencari bantuan jika menghadapi kondisi tersebut.
6) Menghindari perubahan hidup yang drastis, maksudnya perubahan hidup
yang drastis sesudah kelahiran akan berpengaruh terhadap emosional ibu
sehingga sebisa mungkin sebaiknya dihindari.
7) Melakukan pekerjaan rumah tangga yang dapat membantu melupakan
gejolak emosi yang timbul pada periode postpartum. Saat kondisi ibu masih
labil bisa dilampiaskan dengan melakukan pekerjaan rumah tangga.
g. Phatway Postpartum Blues

Gangguan Psikologi
Masa Nifas

Postpartum Blues

Faktor Penyebab :
Faktor hormonal, ketidaknyamanan fisik, ketidakmampuan
beradaptasi terhadap perubahan fisik dan emosi, umur dan paritas,
pengalaman proses kehamilan dan persalinan, latar belakang
psikologi, rasa ingin memiliki bayi yang terlalu dalam.

Gejala :
Cemas tanpa sebab, menangis tanpa sebab, tidak sabar, tidak percaya
diri, sensitif mudah tersinggung, merasa kurang menyayangi bayinya.

Penanganan :
Komunikasikan segala permasalahan, bicarakan rasa cemas, bersikap tulus
ikhlas, bersikap feksibel dan tidak terlalu perfeksionis, bersikap tenang,
istirahat cukup, olahraga ringan, dukungan dari tenaga kesehatan, suami
keluarga, teman, konsultasikan pada dokter.

Berhasil Tidak berhasil

Depresi
Postpartum

Postpartum
Psikosis

Bagan 2.1 Phatway Postpartum Blues


B. Teori Manajemen Kebidanan

1. Pengertian Manajemen Kebidanan

Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan


oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara
sistematis mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosis
kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.( IBI, 2007 )
Menurut Hellen Varney 1997, manajemen kebidanan adalah
proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk
mengorganisasikan pikiran dan tidakan berdasarkan teori ilmiah
penemuan-penemuan, keterampilan dalam rangkaian tahapan yang
logis untuk pengambilan suatu keputusan berfokus pada klien.
Manajemen kebidanan adalah metode dan pendekatan
pemecahan masalah ibu dan anak yang khusus dilakukan oleh
bidan dalam memberikan asuhan kebidanan kepada individu,
keluarga dan masyarakat. (Depkes RI, 2005 )
2. Prinsip Manajemen Kebidanan

Varney (1997) menjelaskan bahwa prinsip manajemen adalah


pemecahan masalah. Dalam text book masalah kebidanan yang
ditulisnya pada tahun 1981 proses manajemen kebidanan
diselesaikan melalui 5 langkah.
Setelah menggunakannya, Varney (1997) melihat ada
beberapa hal yang penting disempurnakan. Misalnya seorang bidan
dalam manajemen yang dilakukannya perlu lebih kritis untuk
mengantisipasi masalah atau diaognosa potensial. Dengan
kemampuan yang lebih dalam melakukan analisa kebidanan akan
menemukan diagnosa atau masalah potensial. Kadangkala bidan
juga harus segera bertindak untuk menyelesaikan maslah tertentu
dan mungkin juga harus melakukan kolaborasi, konsultasi bahkan
mungkinjuga harus merujuk kliennya. Varney kemudian
menyempurnakan proses manajemen kebidanan menjadi 7 langkah.
Ia menambahkan langkah ke III agar bidan lebih kritikal
mengantisipasi masalah yang kemungkinan dapat terjadi pada
kliennya.Varney juga menambahkan langkah ke IV di mana bidan
diharapkan dapat menggunakan kemanpuannya untuk melakukan
deteksi dini dalam proses majemen sehingga bila klien
membutuhkan tindakan segera atau kolaborasi konsultasi bahkan
dirujuk segera dapat dilaksanakan. Proses manajemen kebidanan
ini diyulis oleh Varney berdasarkan proses manajemen kebidanan
American College of Midwife yang pada dasarnya mempunyai
pemikiran sama dengan proses manajemen menurut Varney.
3. Proses Manajemen Kebidanan Menurut HellenVarney

a. Langkah I (pertama) : Pengumpulan Data Dasar

Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua


informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan
dengan kondisi klien.Bidan mengumpulkan data dasar awal
yang lengkap. Bila klien mengalami komplikasi yang perlu
yang lengkap. Bila klien mengalami komplikasi yang perlu
dikonsultasikan kepada dokter dalam manajemen kolaborasi
bidan akan melakukan konsultasi. (Muslihatun, dkk. 2009:
115)
Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah
mengupulkan semua data yang dibutuhkan untuk
mengevaluasi keadaan pasien. ( Ambarwati, 2010: 131 )
1) Data subyektif

a) Identitas pasien

1) Nama

Dikaji dengan nama yang jelas dan lengkap agar


tidak keliru dalam memberikan penanganan.
2) Umur

Dikaji untuk mengetahui adanya resiko.

3) Agama

Dikaji untuk mengetahui keyakinan pasien


sehingga dapat membimbing atau mengarahkan
dalam berdoa.
4) Pendidikan

Dikaji untuk mengetahui sejauh mana tingkat

intelektualnya sehingga bidan dapat

memberikan konseling sesuai dengan

pendidikannya.
5) Suku/ bangsa

Dikaji untuk mengetahui adat istiadat atau


kebiasaan sehari-hari pasien.
6) Pekerjaan

Dikaji untuk mengetahui dan mengukur tingkat


sosial ekonominya.
7) Alamat

Dikaji untuk mempermudah kunjungan rumah


bila diperlukan.
b) Keluhan Utama

Dikaji untuk mengetahui masalah yang dihadapi


pasien yang berkaitan dengan masa nifas.
c) Riwayat Kesehatan

1) Riwayat kesehatan yang lalu

Dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya


riwayat atau penyakit akut, kronis seperti
jantung,DM, hipertensi, asma, yang dapat
mempengaruhi masa nifas.
2) Riwayat kesehatan sekarang

Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan


adanya penyakit yang diderita pada saat ini yang
berhubungan dengan masa nifas.
3) Riwayat kesehatan keluarga

Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan


adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap
gaangguan kesehatan pasien dan bayinya.
d) Riwayat Perkawinan

Untuk mengetahui status perkawinan, berapa kali


menikah, syah atau tidak, umur berapa menikah dan
lama pernikahan. (Prawirohardjo, 2005)
e) Riwayat menstruasi

Untuk mengetahui tentang menarche umur berapa,


siklus, lama menstruasi, banyak menstruasi, sifat
darah, disminorhoe atau tidak, untuk mengetahui
hari pertama haid terakhir untuk menentukan tanggal
kelahiran dari persalinan. (Prawirohardjo, 2005)
f) Riwayat Obstetrik

1) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang


lalu.
Dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu hamil,
apakah pernah abortus, jumlah anak, cara
persalinan yang lalu, penolong persalinan,
keadaan nifas yang lalu.
2) Riwayat persalinan sekarang

Dikaji untuk mengetahui tanggal persalinan,


jenis persalinan, jenis kelamin anak, keadaan
bayi. Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui
apakah proses persalinan mengalami kelainan
atau tidak yang bisa berpengaruh terhadap masa
nifas.
g) Riwayat KB

Dikaji untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut


KB dengan kontrasepsi jenis apa, berapa lama,
adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi
serta rencana KB setelah masa nifas ini dan beralih
kekontrasepsi apa.
h) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari

1) Nutrisi

Dikaji untuk mengetahui tentang pola makanan


dan minum, frekuensi, banyaknya, jenis
makanan, makanan pantangan.
2) Eliminasi

Dikaji untuk mengetahui pola fungsi sekresi


yaitu kebiasaan buang air besar meliputi
frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau seta
kebiasaan air kecil meliputi frekuensi, warna,
jumlah.
3) Istirahat

Dikaji untuk mengetahui pola istirahat yaitu


berapa jam pasien tidur siang dan malam.
4) Personal hygiene

Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu


menjaga kebersihan tubuh terutama pada daerah
genetalia, karena pada masa nifas masih
mengeluarkan lochea.
5) Aktivitas

Dikaji untuk menggambarkan pola aktivitas


pasien sehari-hari. Pada pola ini perlu dikaji
pengaruh aktivitas terhadap kesehatannya.
Apakah ibu melakukan ambulasi, seberapa
sering, apakah mengalami kesulitan, dengan
bantuan atau sendiri, apakah ibu pusing ketika
melakukan ambulasi
i) Psikososial spiritual

Dikaji untuk mengetahui respon ibu dan keluarga


terhadap bayinya. Wanita mengalami banyak
perubahan emosi/psikologis selama masa nifas
sementara ia menyesuaikan diri menjadi seseorang
ibu. Cukup sering ibu menunjukan depresi ringan
beberapa hari setelah melahirkan.
2) Data Objektif

Dalam menghadapi masa nifas dari seorang klien,


seorang bidan harus mengumpulkan data untuk
memastikan bahwa keadaan klien dalam keadaan stabil.
Yang termasuk dalam komponen-komponen pengkajian
data obyektif ini adalah :
1) Pemeriksaan umum

(1) Keadaan umum

Dikaji untuk menilai keadaan pasien pada saat


itu.
(2) Kesadaran

Dikaji untuk menilai kesadaran pasien.

(3) Vital sign

Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan


dengan kondisi yang dialaminya
(a) Tekanan darah

Pada beberapa kasus ditemukan keadaan


hipertensi postpsrtum, tetapi keadaan ini
akan menghilang dengan sendirinya apabila
tidak ada penyakit-penyakit lain yang
menyertainya.
(b) Temperatur/ suhu

Dikaji untuk mengetahui suhu badan yang


dialami ibu selama masa nifas.
(c) Nadi

Nadi berkisar antara 60-80x/ menit.


Beberapa ibu postpartum kadang-kadang
mengalami bradikardi puerperal.
(d) Pernafasan

Pernafasan harus berada dalamrentang yang


normal, yaitu sekitar 20-30x/menit.
b) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung rambut


sampai ujung kaki.
(1) Kepala

Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala,


keadaan rambut rontok atau tidak, kebersihan
kulit kepala.
(2) Muka

Dikaji untuk mengetahui keadaan muka oedem


atau tidak, pucat atau tidak.
(3) Mata

Dikaji untuk mengetahui keadaan mata sklera


ikterik atau tidak, konjungtiva anemis atau
tidak.
(4) Hidung

Dikaji untuk mengetahui keadaan hidung


simetris atau tidak, bersih atau tidak, ada
infeksi atau tidak.
(5) Telinga

Dikaji untuk mengetahui apakah ada


penumpukan skret atau tidak.
(6) Mulut

Dikaji untuk mengetahui apakah bibir pecah-


pecah atau tidak, stomatitis atau tidak, gigi
berlubang atau tidak.
(7) Leher

Dikaji untuk mengetahui apakah ada


pembesaran kelenjar tiroid, limfe, vena
jugularis atau tidak.
(8) Ketiak

Dikaji untuk mengetahui apakah ada


pembesaran kelenjar limfe atau tidak.
(9) Dada

Dikaji untuk mengetahui apakah simetris atau


tidak, ada benjolan atau tidak.
(10) Ekstermitas atas

Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik


atau tidak, ikterik atau tidak, sianosis atau
tidak.
(11) Ekstermitas bawah

Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik


atau tidak, sianosis atau tidak, oedem atau
tidak, reflek patella positif atau tidak.
(12) Anus

Dikaji untuk mengetahui apakah ada


hemorrhoid atu tidak.
c) Pemeriksaan khusus

(1) Inspeksi

Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan


untuk melihat keadaan muka, payudara,
abdomen dan genetalia.
(2) Palpasi

Palpasi adalah pemeriksaan dengan indera


peraba atau tangan, digunakan untuk
memeriksa payudara dan abdomen.
d) Pemeriksaan Penunjang

Mendukung diagnosa medis, kemungkinan


komplikasi, kelainan dan penyakit yang menyertai
kehamilannya (Nursalam, 2008).
b. Langkah II ( kedua ): Interpretasi Data Dasar

Pada langkah ini dilakukan interpretasi data yang benar


terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien
berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah
dikumpulkan.( Muslihatun, dkk. 2009: 115)
Dalam langkah ini data yang telah dikumpulkan
diinterpretasikan menjadi diagnosa kebidanan dan masalah.
1) Diagnosa Kebidanan

Diagnosa kebidanan dapat ditegakkan yang berkaitan


dengan Para, Abortus, umur ibu dan keadaan nifas.
Data dasar meliputi :

a) Data Subyektif

Pernyataan ibu tentang jumlah persalinan, apakah


ibu pernah abortus atau tidak, keterangan umur
serta keluhan yang dialami ibu.
b) Data Obyektif

Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan


2) Masalah

Permasalahan yang muncul berdasarkaan pernyataan


pasien
Data dasar meliputi :

a) Data Subyektif

Data yang didapat dari hasil anamnesa pasien.

b) Data Obyektif

Data yang didapat dari hasil


pemeriksaan. ( Ambarwati, 2010 : 141)
c. Langkah III ( ketiga ): Mengidentifikasikan Diagnosa atau
Masalah Potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasikan masalah atau
diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan
diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan
pencegahan, sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat
bersiap-siap bila diagnosa atu masalah potensial benar-benar
terjadi.( Muslihatun, dkk. 2009: 116 )
d. Langkah IV (keempat): Mengidentifikasi dan Menetapkan
Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan Segera
Langkah keempat mencerminkan kesinambunagan dari
proses manajemen kebidanan. Jadi manajemen bukan hanya
selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja,
tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus
menerus, misalnya pada waktu wanita tersebut dalam
persalinan.
Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan dan
dievaluasi.Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi
yang gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk
kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak.
Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukan satu
situasi yang memerlukan tindakan segera sementara yang lain
harus menunggu intervensi dari seorang dokter. Situasi lainya
bisa saja tidak merupakan kegawatan tetapi memerlukan
konsultasi atau kolaborasi dengan dokter.( Muslihatun, dkk.
2009 : 117 )
e. Langkah V ( kelima ) : Merencanakan Asuhan yang
Menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuahan yang
menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya.
Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap
diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau
diantisipasi, pada langkah ini informasi/ data dasar yang tidak
lengkap dapat dilengkapi.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi
apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari
setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka
pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang
diperkirakan akan terjadi berikutnya apakah diberikan
penyuluhan, konseling, dan apakah merujuk klien bila ada
masalah-masalah yg berkaitan dengan sosial ekonomi,kultur
atau masalah psikologis.( Muslihatun, dkk. 2009 : 117 )
f. Langkah VI( keenam ) : Melaksanaan perencanaan

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh


seperti yang telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan
secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan oleh
bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi
oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain. Jika bidan
tidak melakukanya sendiri ia tetap memikul tanggung jawab
untuk mengarahkan pelaksanaanya. Manajemen yang efisien
akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu
dari asuhan klien. (Muslihatun, dkk. 2009 : 118 )
g. Langkah VII ( terakhir ) : Evaluasi

Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan


dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan
kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi
sesuai dengan sebagaimana telah diidentifikasi didalam
masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap
efektif dalam pelaksanaannya.Ada kemungkinan bahwa
sebagian rencana tersebuttelah efektif sedang sebagian belum
efektif.(http://bidansisi.blogspot.com/2010/12/7-langkah-
manajemen-kebidanan-menurut.html)

4. Data Perkembangan

Pendokumentasian atau catatan manajemen kebidanan dapat


deterapkan dengan metode SOAP, yang merupakan singkatan dari :
S (Subjektif) : merupakan pendokumentasian manajemen

kebidanan menurut Hellen Varney langkah


pertama (pengkajian data), terutama data
yang diperoleh dari anamnesis.
O (Objektif) : merupakan pendokumentasian manajemen

kebidanan menurut Hellen Varney langkah


pertama (pengkajian data, terutama data
yang diperoleh dari pemeriksaan fisik
pasien, pemeriksaan laboratorium)
pemeriksaan diagnostik lain.
A (Assessment) : merupakaan pendokumentasian hasil

analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari


data subjektif dan objektif.
P (Planning) : berisi tentang rencana asuhan yang disusun

berdasarkan hasil analisis dan interpretasi


data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk
mengusahakan tercapainya kondisi pasien
seoptimal mungkin dan mempertahankan
kesejahteraannya. (Muslihatun, 2009 :
123-
124)
C. Teori Hukum Kewenangan Bidan

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan, dalam
kompetensi 5 menyebutkan bahwa :
“Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui yang
bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.”
Berdasakan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang standar profesi bidan
dalam kompetensi 5 maka dalam kasus ini bidan berwenang
memberikan asuhan pada masa nifas.
Dalam kompetensi ke-5 terdapat pengetahuan dasar dan
ketrampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang bidan yaitu :
1. Pengetahuan Dasar

a. Fisiologis nifas.

b. Proses involusio dan penyembuhan sesudah persalinan.

c. Proses laktasi/ menyusui dan teknik menyusui yang benar


serta penyimpangan yang lazim terjadi termasuk
pembengkakan payudara, abses, mastitis, putting susu lecet,
putting susu masuk.
d. Nutrisi ibu nifas, kebutuhan istirahat, aktifitas dan
kebutuhan fisiologis lainnya seperti pengosongan kandung
kemih.
e. Kebutuhan nutrisi bayi baru lahir.
f. Adaptasi psikologis ibu sesudah bersalin dan abortus.

g. “ Bonding& Atacchment “ orang tua dan bayi baru lahir


untuk menciptakan hubungan positif.
h. Indikator subinvolusio misalnya, perdarahan yang terus-
menerus, infeksi.
i. Indikator masalah-masalah laktasi.

j. Tanda dan gejala yang mengancam kehidupan misalnya


perdarahan pervaginam menetap, hematoma vulva, retensi
urine dan incontinetia alvi.
k. Indikator pada komplikasi tertentu dalam periode
postpartum, seperti anemia kronis, hematoma vulva, retensi
urine dan incontinetia alvi.
l. Kebutuhan asuhan dan konseling selama dan sesudah
abortus.
m. Tanda dan gejala komplikasi abortus.

2. Ketrampilan dasar

a. Mengumpulkan data tentang riwayat kesehatan yang


terfokus, termasukketerangan rinci tentang kehamilan,
persalinan dan kelahiran.
b. Melakukan pemeriksaan fisik yang terfokus pada ibu.

c. Pengkajian involusi uterus serta penyembuhan perlukaan/


luka jahitan.
d. Merumuskan diagnosa masa nifas.
e. Menyusun perencanaan.

f. Memulai dan mendukung pemberian ASI eksklusif.

g. Melaksanakan pendidikan kesehatan pada ibu meliputi


perawatan diri sendiri, istirahat, nutrisi dan asuhan bayi
baru lahir.
h. Mengidentifikasikan hematoma vulva dan melaksanakan
rujukan bilamana perlu.
i. Mengidentifikasi infeksi pada ibu, mengobati sesuai
kewenangan atau merujuk untuk tindakan yang sesuai.
j. Penatalaksanaan ibu postpartum abnormal: sisa plasenta,
renjatan dan infeksi ringan.
k. Melakukan konseling pada ibu tentang seksualitas dan KB
pasca persalinan.
l. Melakukan konseling dan memberikan dukungan untuk
wanita pasca persalinan.
m. Melakukan kolaborasi atau rujukan pada komplikasi
tertentu.
n. Memberikan antibiotika yang sesuai.

o. Mencatat dan mendokumentasikan temuan-temuan dan


intervensi yang dilakukan
Sesusai dengan pengetahuan pada point “f” dan ketrampilan
dasar pada point “l” maka pada kasus postpartum blues ini bidan
berwenang memberikan asuhan yang berhubungan dengan adaptasi
psikologis ibu sesudah bersalin dengan melakukan konseling dan
memberkan dukungan untuk wanita pasca persalinan.
Selain itu pada Permenkes No 1464/ MENKES/ PER/ X/ 2010
tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, bahwa pada pasal 9
dijelaskan “ Bidan dalam menjalankan praktek berwenang untuk
memberikan pelayanan yang meliputi pelayanan kesehatan ibu,
pelayanan kesehatan anak, dan pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana “. Serta pada pasal 10 ayat 2 dan
3 dijelaskan bahwa “Bidan berwenang memberikan pelayanan
kesehatan pada ibu nifas normal dan berwenang memberikan
penyuluhan dan konseling”.
Sesuai dengan pada Permenkes No 1464/ MENKES/ PER/ X/
2010 tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan dalam pasal 9
dan pasal 10 ayat 2 maka pada kasus ini bidan berwenang
memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan cara penyuluhan
maupun konseling.

Anda mungkin juga menyukai