Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN PADA NY.

Z
DENGAN DIAGNOSA MEDIS CEDERA KEPALA SEDANG
DI RUANG UGD RSUP MATARAM
TANGGAL 7 APRIL 2020

DISUSUN OLEH :

ANGGRIANI PUSPITA AYU


(P07120317002)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN MATARAM
TAHUN AKADEMIK 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA KEPALA

1. KONSEP DASAR MEDIS


A. Pengertian
Trauma kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Trauma kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun degenerative,
tetapi disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik. Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal
otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis
terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena
hemoragig, serta edema cereblal disekitar jaringan otak. (B.Batticaca, 2008).
B. Penyebab
Cedera kepala disebabkan oleh :
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Jatuh
3. Trauma benda tumpul
4. Kecelakaan kerja
5. Kecelakaan rumah tangga
6. Kecelakaan olahraga
7. Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)
C. Klasifikasi Cedera Kepala
Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang secara
deskripsi dapat dikelompokkan berdasar mekanisme, morfologi, dan beratnya
cedera kepala. (IKABI, 2004).
1. Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dikelompokkan menjadi dua yaitu :
a. Cedera kepala tumpul
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu
lintas, jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi
dan decelerasi yang menyebabkan otak bergerak didalam rongga kranial
dan melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak.
b. Cedera tembus
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan. (IKABI,
2004)
2. Berdasarkan morfologi cedera kepala
Cedera kepala menurut (Tandian, 2011). Dapat terjadi diarea tulang
tengkorak yang meliputi :
a. Laserasi kulit kepala
Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala.
Kulit kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu
skin, connective tissue dan perikranii. Diantara galea aponeurosis dan
periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit
bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan
pada lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan
jaringan ikat longgar, maka perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan
perdarahan yang cukup banyak.
b. Fraktur tulang kepala
Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi :
1) Fraktur linier
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal
atau stellata pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan
tulang kepala. Fraktur lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang
bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan
tulang kepala bending dan tidak terdapat fragmen fraktur yang masuk
kedalam rongga intrakranial.
2) Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura
tulamg tengkorak yang mengababkan pelebaran sutura-sutura tulang
kepala. Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena
sutura-sutura belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia
dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan
terjadinya hematum epidural.
3) Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang
meiliki lebih dari satu fragmen dalam satu area fraktur.
4) Fraktur impresi
Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan
tenaga besar yang langsung mengenai tulang kepala dan pada area
yang kecal. Fraktur impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan
penekanan atau laserasi pada duremater dan jaringan otak, fraktur
impresi dianggap bermakna terjadi, jika tabula eksterna segmen yang
impresi masuk dibawah tabula interna segmen tulang yang sehat.
5) Fraktur basis kranii
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi
pada dasar tulang tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan
robekan pada durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak.
Fraktur basis kranii berdasarkan letak anatomi di bagi menjadi
fraktur fossa anterior, fraktur fossa media dan fraktur fossa posterior.
Secara anatomi ada perbedaan struktur di daerah basis kranii dan
tulang kalfaria. Durameter daerah basis krani lebih tipis
dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah basis melekat
lebih erat pada tulang dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila
terjadi fraktur daerah basis dapat menyebabkan robekan durameter.
Hal ini dapat menyebabkan kebocoran cairan cerebrospinal yang
menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak (meningitis).
Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon eyes
sign (fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batle’s
sign (fraktur basis kranii fossa media). Kondisi ini juga dapat
menyebabkan lesi saraf kranial yang paling sering terjadi adalah
gangguan saraf penciuman (N,olfactorius). Saraf wajah (N.facialis)
dan saraf pendengaran (N.vestibulokokhlearis). Penanganan dari
fraktur basis kranii meliputi pencegahan peningkatan tekanan
intrakranial yang mendadak misalnya dengan mencegah batuk,
mengejan, dan makanan yang tidak menyebabkan sembelit. Jaga
kebersihan sekitar lubang hidung dan telinga, jika perlu dilakukan
tampon steril (konsultasi ahli THT) pada tanda bloody/
otorrhea/otoliquorrhea. Pada penderita dengan tanda-tanda
bloody/otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi
terlentang dan kepala miring ke posisi yang sehat.
c. Cedera kepala di area intracranial
Menurut (Tobing, 2011) yang diklasifikasikan menjadi cedera otak
fokal dan cedera otak difus.
1) Cedera otak fokal yang meliputi :
a) Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH)
Epidural hematom (EDH) adalah adanya darah di ruang
epidural yitu ruang potensial antara tabula interna tulang
tengkorak dan durameter. Epidural hematom dapat menimbulkan
penurunan kesadaran adanya interval lusid selama beberapa jam
dan kemudian terjadi defisit neorologis berupa hemiparesis
kontralateral dan gelatasi pupil itsilateral. Gejala lain yang
ditimbulkan antara lain sakit kepala, muntah, kejang dan
hemiparesis.
b) Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH) akut.
Perdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di
ruang subdural yang terjadi akut (6-3 hari). Perdarahan ini terjadi
akibat robeknya vena-vena kecil dipermukaan korteks cerebri.
Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh hemisfir otak.
Biasanya kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan
prognosisnya jauh lebih buruk dibanding pada perdarahan
epidural.
c) Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik
Subdural hematom kronik adalah terkumpulnya darah
diruang subdural lebih dari 3 minggu setelah trauma. Subdural
hematom kronik diawali dari SDH akut dengan jumlah darah
yang sedikit. Darah di ruang subdural akan memicu terjadinya
inflamasi sehingga akan terbentuk bekuan darah atau clot yang
bersifat tamponade. Dalam beberapa hari akan terjadi infasi
fibroblast ke dalam clot dan membentuk noumembran pada
lapisan dalam (korteks) dan lapisan luar (durameter).
Pembentukan neomembran tersebut akan di ikuti dengan
pembentukan kapiler baru dan terjadi fibrinolitik sehingga terjadi
proses degradasi atau likoefaksi bekuan darah sehingga
terakumulasinya cairan hipertonis yang dilapisi membran semi
permeabel. Jika keadaan ini terjadi maka akan menarik likuor
diluar membran masuk kedalam membran sehingga cairan
subdural bertambah banyak. Gejala klinis yang dapat ditimbulkan
oleh SDH kronis antara lain sakit kepala, bingung, kesulitan
berbahasa dan gejala yang menyerupai TIA (transient ischemic
attack).disamping itu dapat terjadi defisit neorologi yang
berfariasi seperti kelemahan otorik dan kejang .
d) Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH)
Intra cerebral hematom adalah area perdarahan yang
homogen dan konfluen yang terdapat didalam parenkim otak.
Intra cerebral hematom bukan disebabkan oleh benturan antara
parenkim otak dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh
gaya akselerasi dan deselerasi akibat trauma yang menyebabkan
pecahnya pembuluh darah yang terletak lebih dalam, yaitu di
parenkim otak atau pembuluh darah kortikal dan subkortikal.
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh ICH antara lain adanya
penurunan kesadaran. Derajat penurunan kesadarannya
dipengaruhi oleh mekanisme dan energi dari trauma yang dialami.
e) Perdarahan subarahnoit traumatika (SAH)
Perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya
pembuluh darah kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah
tertentu akibat trauma dapat memasuki ruang subarahnoit dan
disebut sebagai perdarahan subarahnoit (PSA). Luasnya PSA
menggambarkan luasnya kerusakan pembuluh darah, juga
menggambarkan burukna prognosa. PSA yang luas akan memicu
terjadinya vasospasme pembuluh darah dan menyebabkan iskemia
akut luas dengan manifestasi edema cerebri.

2) Cedera otak difus menurut (Sadewa, 2011)


Cedera kepala difus adalah terminologi yang menunjukkan
kondisi parenkim otak setelah terjadinya trauma. Terjadinya cedera
kepala difus disebabkan karena gaya akselerasi dan deselarasi gaya
rotasi dan translasi yang menyebabkan bergesernya parenkim otak
dari permukaan terhadap parenkim yang sebelah dalam. Fasospasme
luas pembuluh darah dikarenakan adanya perdarahan subarahnoit
traumatika yang menyebabkan terhentinya sirkulasi diparenkim otak
dengan manifestasi iskemia yang luas edema otak luas disebabkan
karena hipoksia akibat renjatan sistemik, bermanifestasi sebagai
cedera kepala difus. Dari gambaran morfologi pencitraan atau
radiologi menurut (Sadewa, 2011) maka cedera kepala difus
dikelompokkan menjadi :
a) Cedera akson difus (difuse aksonal injury) DAI
Difus axonal injury adalah keadaan dimana serabut
subkortikal yang menghubungkan inti permukaan otak
dengan inti profunda otak (serabut proyeksi), maupun
serabut yang menghubungkan inti-inti dalam satu hemisfer
(asosiasi) dan serabut yang menghbungkan inti-inti
permukaan kedua hemisfer (komisura) mengalami
kerusakan. Kerusakan sejenis ini lebih disebabkan karena
gaya rotasi antara initi profunda dengan inti permukaan.
b) Kontsuio cerebri
Kontusio cerebri adalah kerusakan parenkimal otak
yang disebabkan karena efek gaya akselerasi dan deselerasi.
Mekanisme lain yang menjadi penyebab kontosio cerebri
adalah adanya gaya coup dan countercoup, dimana hal
tersebut menunjukkan besarnya gaya yang sanggup
merusak struktur parenkim otak yang terlindung begitu kuat
oleh tulang dan cairan otak yang begitu kompak. Lokasi
kontusio yang begitu khas adalah kerusakan jaringan
parenkim otak yang berlawanan dengan arah datangnya
gaya yang mengenai kepala.
c) Edema cerebri
Edema cerebri terjadi karena gangguan vaskuler
akibat trauma kepala. Pada edema cerebri tidak tampak
adanya kerusakan parenkim otak namun terlihat
pendorongan hebat pada daerah yang mengalami edema.
Edema otak bilateral lebih disebabkan karena episode
hipoksia yang umumnya dikarenakan adanya renjatan
hipovolemik.
d) Iskemia cerebri
Iskemia cerebri terjadi karena suplai aliran darah ke
bagian otak berkurang atau terhenti. Kejadian iskemia
cerebri berlangsung lama (kronik progresif) dan disebabkan
karena penyakit degeneratif pembuluh darah otak.

3. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan beratnya


Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera, menurut (Mansjoer, 2000)
dapat diklasifikasikan penilaiannya berdasarkan skor GCS dan dikelompokkan
menjadi :
a. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14 – 15
1) Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.
2) Tidak ada kehilangan kesadaran.
3) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang.
4) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing.
5) Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala.
6) Tidak adanya criteria cedera kepala sedang-berat.
b. Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 – 13
Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi
respon yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan.
1) Amnesia paska trauma.
2) Muntah
3) Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal).
4) Kejang
c. Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8
1) Penurunan kesadaran sacara progresif.
2) Tanda neorologis fokal.
3) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium (mansjoer,
2000).
D. MANIFESTASI KLINIK
1) penurunan tingkat kesadaran

2) nyeri kepala

3) Mual dan muntah

4) Pupil edema

5) Dilatasi pupil ipsilateral

6) peningkatan suhu.

( http://webcache.googleusercontent.com: Selasa Tanggal 14 Desember Jam 19.00 )

E. Patofisiologi
Benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan :
1. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak
Kekuatan benda yang bergerak akan menyebabkan deformitas akibat
percepatan, perlambatan dan rotasi yang terjadi secara cepat dan tiba-tiba
terhadap kepala dan jaringan otak. Trauma tersebut bisa menimbulkan
kompresi dan regangan yang bisa menimbulkan robekan jaringan dan
pergeseran sebagian jaringan terhadap jaringan otak yang lain.
2. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam
Kepala yang sedang bergerak kemudian membentur suatu benda yang
keras, maka akan terjadi perlambatan yang tiba-tiba, sehingga mengakibatkan
kerusakan jaringan di tempat benturan dan pada sisi yang berlawanan. Pada
tempat benturan terdapat tekanan yang paling tinggi, sedangkan tempat yang
berlawanan terdapat tekanan negative paling rendah sehingga terjadi rongga
dan akibatnya dapat terjadi robekan.
3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena menyender pada benda lain dibentur
oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
Pada kepala yang tergencet pada awalnya dapat terjadi retakan atau
hancuran tulang tengkorak. Bila gencetan hebat tentu saja dapat
mengakibatkan hancurnya otak.

F. Mekanisme Timbulnya Lesi pada Cedera Kepala


Ada beberapa hipotesis yang mencoba menerangkan terjadinya lesi pada
jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala.
1. Getaran otak
Trauma pada kepala menyebabkan seluruh tengkorak beserta isinya
bergetar. Kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya getaran. Makin
besar getarannya makin besar kerusakan yang ditimbulkannya.
2. Deformasi tengkorak
Benturan pada tengkorak menyebabkan menggepeng pada tempat
benturan itu. Tulang menggepeng ini akan membentur jaringan dibawahnya
dan menimbulkan kerusakan pada otak. Pada sisi seberangnya, tengkorak
bergerak menjauh dari jaringan otak dibawahnya sehingga timbul ruang vakum
yang dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah.
3. Pergeseran otak
Benturan pada kepala menyababkan otak bergeser mengikuti arah gaya
benturan. Gerakan geseran lurus ini disebut juga gerakan translasional.
Geseran ini dapat menimbulkan lesi bila permukaan dalam tengkorak kasar
seperti yang terdapat di dasar otak. Kelambanan otak karena konsistensinya
yang lunak menyebabkan gerakan tertinggal terhadap gerakan tengkorak. Di
daerah seberang gerakan otak akan membentur tulang tengkorak dengan segala
akibatnya.
Bila kepala yang bergerak kesuatu arah atau kepala sedang dalam
keadaan tidak bergerak, tiba-tiba mendapat gaya yang kuat searah dengan
gerakan kepala maka kepala akan mendapat percepatan (akselerasi) pada arah
tersebut.
Mula-mula tulang tengkorak yang bergerak lebih cepat, jaringan otak
masih diam, kemudian jaringan otak ikut bergerak ke arah yang sama.
Peristiwa ini terjadi sangat cepat dalam waktu yang sangat singkat.
Pada peristiwa ini terjadi gesekan antara jaringan otak dan dasar
tengkorak serta terjadi benturan antara jaringan otak dan dinding tengkorak.
Mekanisme akselerasi dapat menyebabkan luka/robekan/laserasi pada bagian
bawah jaringan otak dan memar pada jaringan otak serta putusnya vena – vena
kecil yang berjalan dari permukaan otak ke duramater (Bridging veins).
4. Rotasi otak
Hendaklah diingat bahwa batang otak (brain stem) berupa sebuah
“batang” yang terletak di bagian tengah jaringan otak dan berjalan vertikal
kearah Foramen Magnum, sehinga otak seolah-olah terletak pada sebuah
sumbu (axis). Bila tengkorak tiba-tiba mendapat gaya mendadak yang
membentuk sudut terhadap arah gerak kepala, misalnya pada bagian depan
(frontal) atau pada bagian belakang (oksipital) ,maka otak akan terputar pada
sumbunya. Mekanisme rotasi dapat menyebabkan laserasi dari bagian bawah
jaringan otak dan kerusakan pada batang otak. Kerusakan pada batang otak
dapat merupakan peristiwa yang mematikan, Mekanisme rotasi dapat terjadi
pada seorang petinju yang mendapat pukulan”jab” yang sangat keras.
Pada tahun 1865 Alquie pada percobaan pada mayat dan hewan telah
mengetahui bahwa pada saat benturan kepala, otak mengalami rotasi
sentrifugal yang mengakibatkan benturan otak pada tabula interna tengkorak.
Holbourn (1943) mengatakan bahwa rotasi otak dapat terjadi pada bidang
sagital, horizontal, koronal dan kombinasinya. Gerakan berputar ini tampak
disemua daerah kecuali di daerah frontal dan temporal. Di daerah diaman otak
dapat bergerak, kerusakan otak yang terjadi sedikit atau tidak ada. Kerusakan
terbesar terjadi di daerah yang tidak dapat bergerak atau terbatas gerakannya,
yaitu daerah frontal di fossa serebri anterior dan daerah temporal di fossa
serebri media. Karena sulit bergerak, jaringan otak di daerah ini mengalami
regangan yang mengkibatkan kerusakan pada pembuluh darah dan serat-serat
sara

G. PATHWAYS

H. Komplikasi Cedera Kepala


Komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya menurut (Markam, 1999)
pada cedera kepala meliputi :
1. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada
situasi ini secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah
masa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainnya
memasuki vegetatife state. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar
dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada vegetatife state
lebih dari satu tahun jarang sembuh.
2. Kejang/Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-
kurangnya sekali kejang pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun
demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy.
3. Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran
(meningen) sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya
berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke system
saraf yang lain.
4. Hilangnya kemampuan kognitif
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori
merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala
mengalami masalah kesadaran.
5. Penyakit Alzheimer dan Parkinson
Pada khasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit
Alzheimer tinggi dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi
tergantung frekuensi dan keparahan cedera.
6. Edema Pulmonalis
Komplikasi paru-paru yang serius pada cedera kepala adalah edema
paru. Ini mungkin terutama berasal dari gangguan neurologis atau akibat dari
sindrom distress pernapasan dewasa. Edema paru dapat akibat dari cedera otak
yang menyebabkan adanya Refleks Cusihing. Peningkatan pada tekanan darah
simtemik terjadi sebagai respons dari system saraf simpatis pada peningkatan
TIK.
7. Kebocoran Cairan Serebrospinal

Hal yang tidak umum pada beberapa pasien cedera kepala dengan
fraktur tengkorak untuk mengalami kebocoran CSS dari telinga atau hidung.
Hal ini dapat akibat dari fraktur pada fossa anterior dekat sinus frontal atau
dari fraktur tengkorak basilar bagian petrous dari tulang temporal. (
Hudak,1996 )
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. CT-Scan
b. MRI ( Magnetik Resonance Imaging )
c. EEG ( Elektroensepalogram )
d. Pemeriksaan tulang belakang: deformitas, pembekakan , nyeri tekan,
gangguan gerakan ( terutam leher ). Jangan banyak manipulasi tulang
belakang.
e. Pemeriksaan radiologi: foto polos vertebral AP dan lateral. Pada servikal
diperlukan proyeksi khusus mulut terbuka ( odontoid ).
( Arief Mansjoer,200 ).

J. Penatalaksanaan Cedera Kepala


Penatalaksanaan awal penderita cedera kepala pada dasarnya memiliki
tujuan untuk sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta
memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu
penyembuhan sel-sel otak yang sakit (Fauzi,2002). Untuk penatalaksanaan cedera
kepala menurut (IKABI, 2004) telah menempatkan standar yang disesuaikan
dengan tingkat keparahan cedera yaitu cedera kepala ringan,cedera kepala sedang
dan cedera kepala berat. Penatalaksanaan penderita cedera kepala sedang dengan
GCS 9-13 meliputi :
1. Anamnesa penderita yang. terdiri dari; nama, umur, jenis kelamin, ras,
pekerjaan.
2. Mekanisme cedera kepala.
3. Waktu terjadinya cedera.
4. Adanya gangguan tingkat kesadaran setelah cedera.
5. Amnesia : retrogade, antegrade.
6. Sakit kepala : ringan, sedang, berat.
7. Pemeriksaan umum untuk menyingkirkan cedera sistemik.
8. Pemeriksaan neurulogis secara periodik.
9. Pemeriksaan CT scan kepala.
10.Penderita dilakukan rawat inap untuk observasi.
11.Bila kondisi penderita membaik (90%). penderita dapat dipulangkan dan
kontrol di poliklinik.
12.Bila kondisi penderita memburuk (10%) segera lakukan pemeriksaan CT scan
ulang dan penatalaksanaan sesuai dengan protokol cedera kepala berat.

Cedera kepala sedang walaupun masih bisa menuruti perintah sederhana


masih ada kemungkinan untuk jatuh ke kondisi cedera kepala berat. Maka harus
diperhatikan dan ditangani secara serius. Penatalaksanaan cedera kepala sedang
adalah untuk mencegah terjadinya cedera kepala sekunder oleh karena adanya
massa intrakranial atau infeksi intrakranial. Penderita yang setelah lewat 24 jam
terjadinya trauma kepala, meskipun keadaan stabil harus dilakukan perawatan
untuk keperluan obserfasi.(Markam S, Atmadja, Budijanto A, 1999).
Observasi bertujuan untuk menemukan sedini mungkin penyulit asau
kelainan lain yang tidak segera memberi tanda atau gejala. (Hidajat, 2004). Untuk
melakukan observasi pada panderita cedera kepala digunakan metode glasgow
coma scale (GCS).
2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Primary survey
a. Airways
1) Sumbatan atau penumpukan secret.
2) Wheezing atau krekles.
3) Kepatenan jalan nafas.
b. Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
3) Ronchi, krekles.
4) Ekspansi dada tidak penuh.
5) Penggunaan otot bantu nafas.
c. Circulation
1) Nadi lemah, tidak teratur.
2) Capillary refill.
3) Takikardi.
4) TD meningkat / menurun.
5) Edema.
6) Gelisah.
7) Akral dingin.
8) Kulit pucat, sianosis.
9) Output urine menurun.
d. Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow Coma
Scale (GCS) dan secara kwantitatif yaitu Compos mentis : Sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya. Apatis : keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. Somnolen : keadaan
kesadaran yang mau tidur saja. Dapat dibangunkan dengan rangsang nyeri,
tetapi jatuh tidur lagi. Delirium : keadaan kacau motorik yang sangat,
memberontak, berteriak-teriak, dan tidak sadar terhadap orang lain, tempat,
dan waktu. Sopor/semi koma : keadaan kesadaran yang menyerupai
koma,reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri. Koma :
keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat dibangunkan
dengan rangsang apapun.
e. Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan
ketidaknyamanan (nyeri) dengan pengkajian PQRST.

Secondary Survey
Observasi Dan Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Meliputi tanda-tanda vital, BB/TB,
2) Kesadaran(GCS) :
Skala Koma Glasgow ( Glasgow Coma Scale, GCS )
1. Respon membuka mata ( E )

a. Membuka mata dengan spontan ( 4 )

b. Membuka mata dengan perintah ( 3 )

c. Membuka mat dengan rangsangan nyeri ( 2 )

d. Tidak reaksi reaksi apapun ( 1 )

2. Respon motorik ( M )

a. mengikuti perintah ( 6 )

b. melokalisir nyeri ( 5 )

c. menghindar nyeri ( 4 )

d. fleksi abnormal ( 3 )

e. ekstensi abnormal ( 2 )

f. Tidak ada reaksi apapun ( 1 )

3. Respon verbal ( V )

a. orientasi baik dan sesuai ( 5 )

b. disorienasi tempat dan waktu ( 4 )

c. bicara kacau ( 3 )

d. mengerang ( 2 )

e. tidak ada reaksi papaun ( 1 )


3) Pemeriksaan Fisik Head To Toe

1. Kepala dan rambut


Dikaji bentuk kepala, kesemetrisan, keadaan kulit kepala
2 Wajah
Struktur wajah, warna kulit, ekspresi
3 Mata
Bentuk bola mata,ada tidaknya gerakan kelainan pada bola
mata
4 Hidung
Kesemetrisan, kebersihan
5. Telinga
Kesemtrisan, kebersihan dan tidaknya kelainan fungsi
pendengaran
6. Mulut dan bibir
Kesemetrisan bibir, kelembaban, mukosa, kebersihan mulut.
7. Gigi
Jumlah gigi lengkap atau tidak, kebersihan, ada tidaknya
peradangan pada gusi, ada tidaknya caries.
8. Leher
Posisi trakea ( deviasi trachea ), ada tidaknya pembesaran
kelenjar tiroid atau vena jugularis.
9. Integumen
Meliputi warna, kebersihan, turgor, tekstur kulit, dan
kelembaban, perubahan bentuk dan warna pada kulit.
10. Thorax
Dikaji kesemetrisannya, ada tidaknya suara redup pada
perkusi, kesemetrisan ekspansi dada, ada tidaknya suara
ronchi dan whezzing.
11. Abdomen
Ada tidaknya distensi abdomen. Asites, nyeri tekan
12 .Ektremitas atas dan bawah
Kesemetrisannya, ada tidaknya oedema, pergerakan dan
tonus otot, serta kebersihan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral
Berhubungan dengan : penghentian aliran darah oleh SOL (hemoragi,
hematoma); edema serebral (respon local atau umum pada
cedera, perubahan metabolic, takar lajak obat/alkohol);
penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia
jantung).
Kemungkinan dibuktikan oleh : perubahan tingkat kesadaran; kehilangan
memori, perubahan respon motorik/sensori, gelisah, perubahan
tanda vital.
Kriteria hasil : mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi,
dan fungsi motorik/sensasi.
Intervensi Keperawatan :
Mandiri
a. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau
yang menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan petensial
peningkatan TIK.
Rasional : menetukan pilihan intervensi. Penurunan tanda/gejala
neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan
awal mungkin menunjukkan bahwa pasien itu perlu dipindahkan ke
perawatan intensif untuk memantau tekanan TIK dan/atau
pembedahan.
b. Pantau/catat status neurologis secara teratus dan bandingkan dengan nilai
standar (misalnya skala koma Glasgow).
Rasional : mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesedaran dan
potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi,
perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
c. Evaluasi kemampuan membuka mata, seperti spontan (sadar penuh),
membukan mata hanya jika diberi rangsangan nyeri, atau tetap tertutup
(koma).
Rasional : menentukan tingkat kesadaran.
d. Kaji respon verbal; catat apakah pasien sadar, orientasi terhadap orang,
tampat, dan waktu yang baik atau malah bingung; menggunakan kata-
kata/frase yang tidak sesuai.
Rasional : mengukur kesesuaian dalam berbicara dan menunjukkan
tingkat kesadaran. Jika kerusakan yang terjadi sangat kecil pada
korteks serebral, pasien mungkin akan bereaksi dengan baik terhadap
rangsangan verbal yang diberikan tetapi mungkin juga
memperlihatkan seperti ngatuk atau tidak kooperatif. Kerusakan yang
lebih luas pada korteks serebral mungkin akan berespon lambat pada
perintah atau tetap tidur ketika tidak ada perintah, mengalami
disorientasi dan stupor. Kerusakan pada batang otak, pons dan
medulla ditandai dengan adanya respon yang tidak sesuai terhadap
rangsang.
e. Kaji respon motorik terhadap perintah yang sederhana, gerakan yang
bertujuan (patuh terhadap perintah, berusaha untuk menghilangkan
rangsangan nyeri yang diberikan) dan gerakan yang tidak bertujuan
(kelainan postur tubuh). Catat gerakan anggota tubuh dan catat sisi kiri dan
kanan secara terpisah.
Rasional : mengukur kesadaran secara keseluruhan dan kemampuan
untuk berespon pada rangsangan eksternal dan merupaka petunjuk
keadaan kesadaran terbaik pada pasien yang matanya tertutup
sebagai akibat dari trauma pada pasien yang afasi. Pasien dikatakan
sadar apabila pasien dapat meremas atau melepaskan tangan
pemeriksa dan dapat menggerakkan tangan sesuai dengan perintah.
Gerakan yang bertujuan dapat meliputi mimic kesakitan (meringis)
atau gerakan menarik/menjauhi rangsangan nyeri atau gerakan tang
disadari pasien (seperti duduk). Gerakan lain (fleksi abnormal dari
ekstremitas tubuh) biasanya sebagai indikasi kerusakan serebral yang
menyebar. Tidak adanya gerakan spontan pada salah satu sisi tubuh
menandakan kerusakan pada jalan motorik pada hemiser otak yang
berlawanan (kontralateral).
f. Pantau TD, catat adanya hipertensi sistolik secara terus menerus dan
tekanan nadi yang semakin berat; observasi terhadap hipertensi pada pasien
yang mengalami trauma multiple.
Rasional : normalnya, autoregulasi mempertahankan aliran darah otak
yang konstan pada saat ada fluktuasi tekanan darah sistemik.
Kehilangan autoregulasi dapat menyebar (menyeluruh). Peningkatan
tekanan darah sistemik yang diikuti oleh penurunan tekanan darah
sistolik (nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya
peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan tingkat kesadaran.
Hipovolemia/ hipertensi (yang berhubungan dengan trauma multipel)
dapat juga mengakibatkan kerusakan/iskemik serebral.

g. Frekuensi jantung, catat adanya bradikardia, takikardia, atau bentuk


disritmia lainnya.
Rasional : perubahan pada ritme (paling sering bradikardia) dan
disritmia dapat timbul yang mencerminkan adanya depresi trauma
pada batang otak pada pasien yang tidak mempunyai kelainan
jantung sebelumnya.
h. Pantau pernapasan meliputi pola dan iramanya, seperti adanya periode
apnea setelah hiperventilasi yang disebut pernapasan Cheyne-Stokes.
Rasional : napas yang tidak teratur dapat menunjukkan lokasi adanya
gangguan serebral/peningkatan TIK dan memerlukan intervensi yang
lebih lanjut termasuk kemungkinan dukungan napas buatan.
i. Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran, ketajaman, kesamaan antara kiri dan
kanan, dan reaksinya terhadap cahaya.
Rasional : reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) dan
berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik.
Ukuran/kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan
simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan
fungsi yang terkombinasi dari saraf cranial optikus (II) dan
okulomotor (III).
j. Kaji perubahan pada penglihatan, seperti adanya penglihatan yang kabur,
ganda, lapang pandang menyempit dan kedalaman persepsi.
Rasional : gangguan penglihatan yang dapat diakibatkan kerusakan
mikroskopis pada otak, mempunya konsekuensi terhadap keamanan
dan juga akan mempengaruhi pilihan intervensi.
k. Kaji letak/gerakan mata, catat apakah pada posisi tengah atau ada deviasi
salah satu sisi atau ke bawah. Catat pula hilangnya reflex “doll’s eye”
(reflek okulesefalik).
Rasional : posisi dan gerakan mata membantu menentukan lokasi dari
otak yang terlibat. Tanda vital dari peningkatan TIK adahak kegagalan dan
abduksi pada mata, mengindikasikan penekanan/trauma pada saraf cranial
V. hilangnya doll’s eye mengindikasikan adanya penurunan pada fungsi
batang otak dan prognosisnya jelek.
l. Catat ada tidaknya reflek-reflek tertentu seperti reflex menelan, batuk dan
babinski, dan sebagainya,
Rasional : penurunan reflex menandakan adanya kerusakan pada tingkat
otak tengah atau batang otak dan sangat berpengaruh langsung terhadap
keamanan pasien. Kehilangan reflex berkedip mengisyaratkan adanya
kerusakan pada daerah pons dan medulla. Tidak adanya reflex batuk atau
reflex gag menunjukkan adanya kerusakan pada medulla. Reflex babinski
positif mengindikasikan adanya trauma sepanjang jalur pyramidal pada
otak.
m. Pantau suhu dan atur suhu lingkungan sesuai indikasi. Batasi penggunaan
selimut; berikan kompres hangat saat demam timbul. Tutup ekstremitas
dalam selimut jika menggunakan selimut hipotermia (selimut dingin).
Rasional : demam dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus.
Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi
(terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya dapat menyebabkan
peningkatan TIK.
n. Pantau pemasukan dan pengeluaran. Ukur berat badan sesuai dengan
indikasi. Catat rurgor kulit dan keadaan membrane mukosa.
Rasional : bermanfaan sebagai indicator dari cairan total tubuh yang
terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat
mengakibatkan diabeter insipidus atau SIADH. Gangguan ini dapat
mengarahkan pada masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah
yang pada akhirnya akan berpengaruh negative terhadap tekanan serebral.
o. Pertakankan kepala/leher pada posisi tengah atau pada posisi netral, sokong
dengan gulungan handuk kecil atau bantal kecil. Hindari pemakaian bantal
besar pada kepala.
Rasional : kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena
jugularis dan menghambat aliran darah vena, selanjutnya akan
meningkatkan TIK.
p. Berikan waktu istirahat diantara aktivitas keperawatan yang dilakukan dan
batasi waktu dari setiap prosedur tersebut.
Rasional : aktivitas yang dilakukan terus menerus dapat meningkatkan
TIK dengan menimbulkan efek stimulasi kumulatif.
q. Turunkan stimulasi eksternal yang berikan kenyamanan, seperti masase
punggung, lingkungan yang tenang, suara atau bunyi-bunyian yang lembut
dan sentuhan yang hati-hati dan tepat.
Rasional : memberikan ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh
dan meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK.
r. Bantu pasien untuk menghindari atau membatasi batuk, muntah,
pengeluaran feses yang dipaksakan/mengejan jika mungkin.
Rasional : aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intratoraks dan
intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.
s. Hindari penggunaan restrein.
Rasional : restrein mekanik dapat menambah respons melawan yang
akan meningkatkan TIK. Catatan: penggunaan yang hati-hati dapat
diindikasikan untuk mencegah trauma pada pasien.

t. Anjurkan orang terdekat (keluarga) untuk berbicara dengan pasien.


Rasional : ungkapan keluarga yang menyenangkan pasien tampak
mempunyai efek relaksasi pada beberapa pasien koma yang akan
menurunkan TIK.
u. Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, pengingkatan keluhan, dan
tingkah laku yang tidak sesuai lainnya.
Rasional : petunjuk nonverbal ini mengindikasikan adanya peningkatan
TIK atau menandakan adanya nyeri ketika pasien tidak dapat
mengungkapkan keluhan secara verbal. Nyeri yang tidak hilang dapat
menjadi pemacu munculnya TIK saat berikutnya.
v. Palpasi kemungkinan adanya distensi kemih,pertahankan kepatenan
drainase urine jika digunakan. Pantau kemungkinan adanya kontsipasi.
Rasional : dapat menjadi pemicu respons otonom yang berpotensi untuk
meningkatkan TIK.
w. Observasi adanya aktivitas kejang dan lindungi pasien dari cedera.
Rasional : kejang dapat terjadi sebagai akibat dari iritasi serebral
hpoksia,atau peningkatan TIK dan kejang dapat meningkatkan TIK lebih
lanjut yang meningkatkan kerusakan jaringan serebral.
x. Kaji adanya peningkatan rigiditas, regangan, meningkatnya kegelisahan,
peka rangsang, serangan kejang.
Rasional : merupakan indikasi dari iritasi meningeal yang dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan pada durameter dan/atau perkembangan
infeksi selama periode akut atau penyembuhan dari trauma kepala.
Kolaborasi
a. Tinggikan kepala pasien 15-45 derajat sesuai indikasi/yang dapat
ditoleransi
Rasional : meningkatkan aliran balik vena dari kepala,sehingga akan
mengurangi kongesti dan edema atau risiko terjadinya peningkatan TIK.
b. Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.berikan cairan melalui iv dengan
alat control.
Rasional : pembatasan cairan mungkin diperlukan untuk menurunkan
edema serebral; meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler tekanan
darah dan TIK.
c. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan
vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.

2. Pola napas, tidakefektif, resiko tinggi terhadap kerusakan neurovaskuler


(cedera pada pusat pernapasan otak), kerusakan persepsi atau kognitif,
obstruksi trakeobronkial ditandai dengan (tidak dapat diterapkan.adanya
tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnose aktual).
Kriteria hasil : Mempertahankan pola pernapasan normal/efektif, bebas
sianosis, dengan GDA dalam batas normal pasien.
Intervensi Keperawatan :
Mandiri
a. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan.catat ketidakteraturan
pernapasan.
Rasional : perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal
atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan
lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.
b. Catat kompetensi reflex gag/menelan dan kemampuan pasien untuk
melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.
Rasional : kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi penting
untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan reflex menelan atau
batuk menandakan perlunya jalan napas buatan atau intubasi.
c. Catatan : jalan napas nasofaringeal lunak mungkin disarankan untuk
mencegah stimulasi reflex gag dibandingkan dengan jalan napas yang keras
melalui orofaring yang dapat mengantarkan pada proses batuk yang
berlebihan dan meningkatkan TIK. Angkat kepala tempat tidur sesuai
aturannya, posisi miring sesuai indikasi.
Rasional : untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan
menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan
napas.
d. Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif jika pasien
sadar.
Rasional : mencegah/menurunkan atelektasis.
e. Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati,jangan lebih dari 10-15
detik.catat karakter, warna dan kekeruhan dari secret.
Rasional : penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma/dalam
keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napasnya
sendiri. Penghisapan pada trakea yang lebih dalam harus dilakukan
dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau
meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokontriksi yang pada
akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi serebral.
f. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara-
suara tambahan yang tidak normal (seperti krekels, ronki, mengi).
Rasional : untuk mengidentfikasi adanya masalah paru seperti
atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang membahayakan
oksigenasi serebral dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru
(umumnya merupakan komplikasi dan cedera kepala).
g. Pantau penggunaan dari obat-obatan depresan pernapasaan, seperti sedatif.
Rasional : dapat meningkatkan gangguan/komplikasi pernapasan.
Kolaborasi
a. Pantau atau gambarkan analisa gas darah, tekanan oksimetri.
Rasional : menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa
dan kebutuhan akan terapi.
b. Lakukan ronsen toraks ulang.
Rasional : melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tanda
komplikasi yang berkembang (seperti atelektasis atau
bronkopneumonia).
c. Berikan oksigen.
Rasional : memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu
dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernapasan tertekan, mungkin
diperlukan ventilasi mekanik.
d. Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi.
Rasional : walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan
peningkatan TIK fase akut namun tindakan ini sering kali berguna
pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan membersihkan
jalan napas dan menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru
lainnya.

3. Perubahan persepsi sensori.


Berhubungan dengan : perubahan persepsi sensori, transinisi dan/
integrasi (trauma atau deficit neurologis).
Kemungkinan dibuktikan oleh : disorientasi terhadap waktu, tempat,
orang, perubahan dalam respons terhadap rangsang,
inkoordinasi motorik, perubahan dalam postur,
ketidakmampuan untuk memberitahu posisi bagian tubuh
(propiosepsi), perubahan pola komunikasi, distorsi auditorius
dan visual, Konsentrasi buruk, perubahan proses pikir/berpikir
kacau, respons emosional berlebihan, perubahan dalam pola
perilaku.
Kriteria hasil : Melakukan kembali/mempertahnkan tingkat kesadran
biasanya dan fungsi persepsi, mengakui perubahan dalam
kemampuan dan adanya residu, mendemonstrasikan perubahan
perilaku/gaya hidup untuk mengkompensasi/ deficit hasil.
Intervensi Keperawatan :
Mandiri
a. Evaluasi/pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara
alam perasaan/afektif, sensorok dan proses pikir.
Rasional : fungsi serebral bagian atas biasanya terpengaruh lebih dulu
oleh adanya gangguan sirkulasi, oksigenasi.kerusakan dapat terjadi
saat trauma awal atau kadang-kadang berkembang setelahnya akibat
dari pembengkakan atau perdarahan, perubahan motorik, persepsi,
kognitif dan kepribadian mungkin berkembang dan menetap dengan
perbaikan respons secara perlahan-lahan atau tetap bertahan secara
terus menerus pada derajat tertentu.
b. Kaji kesadaran sensorik seperti respons sentuhan, panas/dingin benda
tajam/tumpul dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh. Perhatikan
adanya masalah penglihatan atau sensasi yang lain.
Rasional : informasi penting untuk keamanan pasien, semua sistem
sensorik dapat terpengaruh dengan adanya perubahan yang
melibatkan peningkatan atau penurunan sensitivitas atau kehilangan
sensasi/kemampuan untuk menerima dan berespons secara sesuai
pada suatu stimulasi.
c. Observasi respons perilaku seperti rasa bermusuhan, menangis, afektif
yang tidak sesuai, agitasi, halusinasi.
Rasional : respns individu mungkin berubah-ubah namun umumnya
seperti emosi yang labil, frustasi, apatis dan muncul tingkah laku
impulsive selama proses penyembuhan dari trauma kepala,
pencatatan terhadap tingkah laku memberikan informasi yang
diperlukan untuk perkembangan proses rehabilitasi.
d. Catat adanya perubahan yang spesifik dalam hal kemampuan seperti
memuaskan kedua mata dengan mengikuti instruksi verbal yang sederhana
dengan jawaban “ya” atau “tidak” makan sendiri dengan tangan dominan
pasien.
Rasional : membantu melokalisasi daerah otak yang mengalami
gangguan dan mengidentifikasi 5anda perkembangan terhadap
peningkatan fungsi neurologis.
e. Hilangkan suara bising/stimulus yang berlebihan sesuai kebutuhan.
Rasional : menurunkan ansietas, respons emosi yang
berlebihan/bingung yang berhubungan dengan sensorikyang
berlebihan.
f. Bicara dengan suara yang lembut dan pelan. Gunakan kalimat yang pendek
dan sederhana. Pertahankan kontak mata.
Rasional : pasien mungin mengalami keterbatasan
perhatian/pemahaman selama fase akut dan penyembuhan dan
tindakan ini dapat membantu pasien untuk memunculkan
komunikasi.
g. Pastikan/validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik. Orientasikan
kembali pasien secara teratur pada lingkungan, staf dan tindakan yang akan
dilakukan terutama jika penglihatannya terganggu.
Rasional : membantu pasien untuk memisahkan pada realitas dari
perubahan persepsi. Gangguan fungsi kognitif dan/penurunan
penglihatan dapat menjadi potensi timbulnya disorientasi dan
ansietas.
h. Berikan stimulasi yang bermanfaat; verbal (berbincang-bincang dengan
pasien ), penciuman (seperti terhadap kopi atau minyak tertentu). Taktil
(sentuhan, memegang tangan pasien) dan pendengaran (dengan tape,
televise, radio, pengunjung dan sebagainya). Hindari isolasi baik secara
fisik atau psikologis.
Rasional : pilihan masuk sensorik secara cermat bermanfaat untuk
menstimulasi pasien koma dengan baik selama melatih kembali
fungsi kognitifnya.
i. Berikan lingkungan terstruktur termasuk terapi aktivitas. Buatkan jadwal
utuk pasien (jika memunginkan) dan tinjau kembali secara teratur.
Rasional : meningkatkan konsistensi dan keyakinan yang dapat
menurunkan ansietas yang berhubungan dengan ketidaktahuan pasien
tersebut. Meningkatkan rasa terhadap control diri atau melatih
kognitif kembali.
j. Buat jadwal istirahat yang adekuat/periode tidur tanpa ada gangguan.
Rasional : mengurangi kelelahan,mencegah kejenuhan, memberikan
kesempatan untuk tidur REM ( ketidakadaan tidur REM ini dapat
meningkatkan gangguan persepsi sensorik).
k. Gunakan penerangan siang atau malam hari.
Rasional : memberikan perasaan normal tentang pola perubahan waktu
dsan pola tidur/bangun.
l. Berikan kesempatan yang lebih banyak untuk berkomunikasi dan
melakukan aktivitas.
Rasional : menurunkan frustasi yang berhubuingan dengan perubahanh
kemampuan / pola responjs yang memanjang.
m. Berikan keamanan terhadap pasien, seperti member bantalan pengalas pada
penghalang tempat tidur. Membantu saat berjalan, melindungi dari benda
tajam/panas. Catat adanya penurunan persepsi pada catatan dan letakkan
pada tempat tidur pasien.
Rasional : agitasi, gangguan pengambilan keputusan, gangguan
keseimbangan dan penurunan sensorik meningkatkan terjadi trauma
pada pasien.
n. Temukan cara lain untuk menanggulangi penurunan persepsi sensorik ini
seperti mengatur hidup, membuat catatan pribadi mengenai derah tubuh
yang terkena. Makanan yang menguntungkan terhadap penglihatan,
menggambarkan bagian tuibuh yang terkena trauma.
Rasional : pasien dapat meningkatkan kemandiriannya, meningkatkan rasa
control kerena mempunyai kemammpuan untuk kompensasi terhadap
penurunan neurologis yang dialaminya.
Kolaborasi
a. Rujuk pada ahli fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara ,dan terapi
kognitif.
Rasional : pendekatan antardisiplin dapat menciptakan penatalaksanaan
terintegrasi yang didasarkan atas kombinasi kemampuan/
ketidakseimbangan secara individu yang unik dengan berfokus
pada peningkatan evaluasi dan fungsi fisik, kognitif, dan
keterampilan perceptual.

4. Perubahan proses pikir


Berhubungan dengan : perubahan fisiologis; konflik psikologis.
Kemungkinan dibuktikan oleh : deficit/perubahan memori jarak jauh, saat
ini, yang baru terjadi. Pengalihan perhatian, perubahan
lapang/konsentrasi perhatian, disorientasi terhadap waktu,
tempat, orang, lingkungan, dan kejadian, kerusakan
kemampuan untuk membuat keputusan, pemecahan masalah,
alasan, abstrak, konseptualisasi.
Kriteria hasil : mempertahankan/melakukan kembali orientasi mental
dan realistas biasanya, mengenali perubahan
pikri/perilaku, berpartisipasi dalam aturan
teraupetik/penyerapan kognitif.
Intervensi Keperawatan :
Mandiri
a. Kaji rentang perhatian, kebingungan, dan catat tingkat ansietas pasien
Rasional : rentang perhatian /kemampuan untuk berkonsentrasi mungkin
memendek secara tajam yang menyebabkan merupakan potensi
terhadap terjadinya ansietas yang mempengaruhi proses pikir pasien.
b. Pastikan dengan orang terdekat untuk membandingkan
kepribadian/tingkah laku pasien sebelum mengalami trauma dengan
respons pasien sekarang
Rasional : masa pemulihan cedera kepala meliputi fase agitasi. Respons
marah, dan berbicara/proses pikir yang kacau. Munculnya halusinasi
atau perubahan pada interprestasi stimulus dapat berkembang
tergantuing dari keadaan trauma atau tergantung dari berkembangnya
bagian tertentu dari otak yang mengalami trauma tersebut. Catatan:
orang terdekat pasien seringkali mengalami kesulitan dalam
menerima tingkah laku pasien mungkin memerlukan bantuan dalam
menyiapkan koping dalam keadaan tersebut.
c. Pertahankan bantuan yang konsisten oleh staf atau keberadaan staf
sebanyak mungkin.
Rasional : memberikan pasien perasaan yang stabil dan mampu
mengontrol situasi.
d. Usahakan untuk menghadirkan realitas secara konsisten dan jelas,
hindari pikiran-pikiran yang tidak masuk akal.
Rasional : pasien mungkin tidak menyadari adanya trauma secara total
(amnesia) atau dari perluasan trauma dan karena itu pasien perlu
dihadapkan terhadap terjadinya cidera pada dirinya. Orientas
realiatas yang terstruktur dapat menurunkan reaksi perlawanan dari
pasien sendiri.
e. Berikan penjelasan mengenai prosedur-prosedur dan tekankan, kembali
penjelasan yang diberikan itu oleh sejawat lain. Berikan informasi
tentnang proses penyakit yang ada hubungnya dengan gejala yang
muncul.
Rasional : kehilangan srutkur internal (perubahn dalam memori, alasan
dan kemampuan untuk membuat konseptual) menimbulakn
ketakutan baik terhadap pengaruh proses yang tidak diketahui
maupun retensi terhadap informasi, ansietas yang kompleks,
kebingungan dan disorientasi.
f. Jelaskan pentingnya melakukan pemeriksaan neurologis secara berulang
dan teratur.
Rasional : pemahaman bahwa pengkajian dilakukan secara teratur untuk
mencegah/membatasi komplikasi yang mugkin terjadi dan tidak
menimbulkan suatu hal yang serius pada pasien dapat membantu
menurunkan ansietas.
g. Kurangi stimulus yang merangsang, kritik negatife, argumentasi, dan
konfrontasi.
Rasional : menurunkan risiko terjadinya respon terhadap pertengkaran
atau penolakan. Pasien dengan cedera kepala berat mungkin menjadi
kasar atau menyiksa secara fisik/verbal.
h. Dengarkan dengan penuh perhatian semua hal yang diungkapkan pasien
Rasional : perhatian dan dukungan yang diberikan pada individu akan
meningkatkan harga diri dan mendorong kesinambungan usaha
tersebut.
i. Tingkatkan sosialisasi dalam batas-batas yang wajar.
Rasional : penguatan terhadap tingkah laku yang positif (seperti
interaksi yang sesuai dengan orang lain) mungkin bermanfaat dalam
proses belajar sruktur internal.
j. Anjurkan pada orang terdekat untuk memberikan berita baru/keadaan
keluarga dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan terpeliharanya kontak dengan keadaan yang
biasanya terjadi akan meningkatkan orientasi realitas dan berpikir
normal.
k. Instruksikan untuk melakukan tehknik relaksasi. Berikan aktivitas yang
beragam.
Rasional : dapat membantu untuk memfokuskan kembali perhatian
pasien dan untuk menurunkan ansietas pada tingkat yang dapat
ditanggulangi.
l. Pertahankan harapan realitas dari kemampuan pasien untuk mengontrol
tingkah lakunya sendiri, memahami dan mengingat informasi yang ada.
Rasional : penting untuk mempertahankan harapan dari kemampuan
untuk meningkatkan dan melanjutkan sampai tingkat fungsi lebih
tinggi untuk mepertahankan harapan dan meningkatkan aktivitas
rehabilitas kontinue.
m. Hindari meninggalkan pasien sendirian ketika mengalami agitasi,
gelisah, atau berontak.
Rasional : ansietas dapat mengakibatkan kehilangan control
meningkatkan kepanikan. Dukungan dapat memberikan ketenangan
yang menurunkan ansietas dan resiko terjadi trauma.
n. Lakukan tindakan untuk mengontrol emosi, tingkah laku agresif, seperti
katakan pada pasien untuk “berhenti”, berbicara perlahan, menyingkir
dari keadaan tertentu, berikan distraksi.mungkin perlu untuk menahan
diri pada keadaan tertentu.
Rasional : pasien mungkin memerlukan bantuan/control dan untuk
melindungi diri atauorang lain dari keadaan bahaya hingga control
internal pulih kembali. Restrein (pegangan fisik, mekanik, atau
farmakologis) harus digunakan secara bijaksana untuk menghindari
kekerasan atau tingkah laku yang tidak rasional.
o. Beritahu pasien/orang terdekat bahwa fungsi intelektual, tingkah laku,
dan fungsi emosi akan meningkat secara perlahan namun beberapa
pengaruhnya mungkin tetap ada selama beberapa bulan atau bahkan
permanen.
Rasional : kebanyakan pasien dengan cedera kepala mengalami masalah
dengan daya konsentrasi dan memorinya dan mungkin daya pikirnya
menjadi lambat, mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah.
Pemulihan/kesembuhan dapat juga tuntas atau meninggalkan gejala
sisa.
Kolaborasi
a. Koordinasikan/ikutsertakan pada pelatihan kognitif atau program
rehabilitasi sesuai indikasi.
Rasional : membantu dengan metode pengajaran yang baik untuk
kompensasi gangguan pada kemampuan berpikir dan mengatasi
masalah konsentrasi, memori, daya penilaian, runutan dan
menyelsaikan masalah.
b. Rujuk pada kelompok-kelompok penyokong seperti asosiasi cedera
kepala, pelayanan social (jika ada).
Rasional : bantuan tambahan mungkin bermanfaat dalam menyokong
upaya-upaya pemulihan.

5. Kerusakan mobilitas fisik


Berhubungkan dengan : kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan
kekuatan/tahanan, terapi pembatasan/kewaspadaan
keamanan misalnya tirah baring, Imobilisasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : ketidakmampuan bergerak sesuai tujuan dalam
lingkungan fisik, termasuk mobilitas ditempat tidur,
pemindahan, ambulasi, kerusakan kordinasi keterbatasan
rentang gerak, penurunan kekuatan/control otot.
Kriteria Hasil : melakukan kembali/mempertahankan posisi fungsi optimal,
dibuktikan oleh tak adanya kontraktur, footdrop,
mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian
tubuh yang sakit dan kompensasi, mendemonstrasikan
teknik/prilaku yang memungkinkan dilakukannya kembali
aktivitas, mempertahankan integritas kulit, kandung kemih,
dan fungsi usus.
Intervensi Keperawatan :
Mandiri
a. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan
yang terjadi.
Rasional : mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional
dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan di lakukan.
b. Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena
tekanan. Ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi
antara waktu perubahan posisi tersebut.
Rasional : perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran
terhadap berat badan dan meningkatkan sirkulasi pada seluruh bagian
tubuh. Jika ada paralisis/keterbatasan kognitif, pasien harus di ubah
posisi nya secara teratur dan posisi dari daerah yanag sakit hanya
dalam jangka waktu yang sangat terbatas.
c. Perubahan kesejajaran tubuh secara fungsional, seperti bokong, kaki,
tangan. Pantau selama penempatan alat dan atau tanda penekanan dari alat
tersebut.
Rasional : penggunaan sepatu tenis hak tinggi, ”space boots” dan “kulit
domba T-bar” dapat membantu mencegah footdrop. Bidai tangan
bervariasi dan di desain untuk mencegah deformitas tangan dan
meningkatkan fungsi nya secara optimal. Penggunaan bantal,
gulungan alas tidur, dan bantal pasir dapat membantu mencegah
terjadinya rotasi abnormal pada bokong.
d. Sokong kepala dan badan, tangan dan lengan, kaki dan paha ketika pasien
berada pada kursi roda. Beri pengalas pada kursi dengan busa/balon air dan
bantu pasien untuk memindahkan berat badannya dengan periode waktu
yang teratur.
Rasional : mempertahankan kenyamanan, keamanan, dan postur tubuh
yang normal dan mencegah/menurunkan resiko kerusakan kulit pada
daerah kogsigis.
e. Berikan/bantu untuk melakukan latihan rentang gerak.
Rasional : mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal
ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis.
f. Instruksikan/bantu pasien dengan program latihan dan penggunaan alat
mobilisasi. Tingkatkan aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri
sesuai kemampuan.
Rasional : proses penyembuhan yang lambat sering kali menyertai
trauma kepala dan pemulihan secara fisik merupakan bagian yang
amat penting dari suatu program pemulihan tersebut.
g. Berikan perawatan kulit dengan cermat, dan ganti linen/pakaian yang basah
dan pertahankan linen tersebut tetap bersih dan bebas dari kerutan (jaga
tetap tegang).
Rasional : meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan
resiko terjadinya ekskoroiasi kuli.
h. Berikan perawatan mata, air buatan; tutup mata sesuai kebutuhan.
Rasional : melindungi jaringan lunak dari peristiwa kekeringan. Pasien
perlu menutup mata selama tidur untuk melindungi mata dari trauma jika
tidak dapat menjaga mata tetap tertutup.
i. Pantau haluaran urin. Catat warna dan bau dari urin, bantu dengan latihan
kandung kemih jika memungkinkan.
Rasional : pemakaian kateter foley selama fase akut mungkin di
butuhkan untuk jangka waktu yang panjang sebelum memungkinkan
untuk melakukan latihan kandung kemih saat kateter di lepas,
beberapa metode control dapat di coba seperti kateterisasi intermiten
(selama pengosongan sebagian/ seluruhnya); kateter eksternal
interval di atas pispot memberikan duk inkontinen.
j. Berikan cairan dalam batas-batas yang dapat di toleransi (contoh tolerasi
oleh neurologis dan jantung).
Rasional : sesaat setelah fase aku cedera kepala dan jika pasien tidak
memiliki factor kontraindikasi yang lain,pemberian cairan yang memadai
akan menurunkan resiko terjadi nya infeksi saluran kemih/batu ginjal/batu
kandung kemih dan berpengaruh cukup baik terhadap konsistensi feses
yang normal dan turgor kulit menjadi optimal.
k. Pantau pola eliminasi dan berikan/bantu untuk dapat melakukan defekasi
secara teratur. Periksa adanya konsistensi feses yang keras; gunakan
stimulasi manual sesuai indikasi. Biarkan pasien duduk di toilet pada
interval tertentu secara teratur. Tambahkan makanan beserta/buah-buahan
berserat pada diet sesuai kebutuhan.
Rasional : defekasi yang teratur merupakan kebutuhan yang sederhana
tapi merupakan tindakan yang amat penting untuk mencegah
terjadinya stimulasi. Spingter internal dari anus akan merangsang
usus kosong secara otomatis jika feses tersebut cukup lembek. Posisi
duduk membantu evakuasi feses tersebut.
l. Berikan matras udara/air, terapi kinetic sesuai dengan kebutuhan.
Rasional : menyeimbangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi,
dan membantu meningkatkan arus balik membantu untuk
menurunkan resiko terjadi nya trauma jaringan.

6. Resiko tinggi terhadap infeksi


Faktor resiko meliputi : jaringan trauma, kulit rusak, prosedur
invasive, penurunan kerja silia, statis cairan tubuh,
kekurangan nutrisi, respon inflamasi tertekan
(penggunaan steroid) dan perubahan integritas sistem
tertutup (kebocoran GCS).
Kemungkinan di buktikan oleh : tidak dapat di terapkan adanya tanda-tanda
dan gejala-gejala membuat diagnose actual.
Kriteria Hasil : mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi,
mencapai penyembuhan luka tepat waktu bila ada.
Intervensi Keperawatan :
Mandiri
a. Berikan perawatan aseptik dan antiseptic, pertahankan teknik cuci tangan
yang baik.
Rasional : cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
nosokomial.
b. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (seperti luka, garis
jahitan), daerah yang terpasang alat invasi (terpasang infus dan sebagainya),
catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.
Rasional : deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk
melakukan tindakan dengan segera dan pencegahanterhadap
komplikasi selanjutnya.
c. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil,
diaphoresis, dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran).
Rasional : dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang
selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.
d. Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran secret paru
secara terus menerus. Observasi karakteristik sputum.
Rasional : peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru untuk
menurunkan resiko terjadinya pneumonia atelektasis.
e. Berikan perawatan parineal. Pertahankan integritas dari sistem drainase
urine tertutup jika menggunakannya, anjurkan untuk minum adekuat.
Rasional : menurunkan kemungkinan terjadinya pertumbuhan bakteri
atau infeksi yang merambah naik.
f. Observasi warna/kejernihan urin, catat adanya bau busuk (yang tidak enak).
Rasional : sebagai indicator dari perkembangan infeksi pada saluran
kemih yang memerlukan tindakan dengan segera.
g. Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi atau cegah pengunjung
yang mengalami infeksi saluran napas bagian atas.
Rasional : menurunkan pemajanan terhadap “pembawa kuman
penyebab infeksi”.
Kolaborasi
a. Berikan antibiotic sesuai indikasi.
Rasional : terapi profilaktik dapat digunakan pada pasien yang
mengalami trauma (perlukaan), kebocoran CSS atau setelah
dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi
nosokomial.
b. Ambil bahan pemeriksaan (spesimen) sesuai indikasi.
Rasional : kultur/sensivitas, pewarnaan gram dapat di lakukan untuk
memastikan adanya infeksi dan mengidentifikasi organism penyebab
dan untuk menentukan obat pilihan yang sesuai.

7. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.


Factor resiko meliputi : perubahan kemampuan untuk mencerna
nutrient (penurunan tingkat kesadaran), kelemahan otot
yang di perlukan untuk menguyah, menelan, status
hipermetabolik
Kemungkinan dibuktikan oleh : adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat
diagnose actual.
Kriteria Hasil : Mendemostrasikan pemeliharaan/kemajuan peningkatan berat
badan sesuai tujuan, tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi,
dengan nilai laboratorium dalam rentang normal.
Intervensi Keperawatan :
Mandiri
a. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan mengatasi
sekresi.
Rasional : factor ini menentukan pemilihan terhadap jenis sehingga
pasien terus terlindung dari aspirasi.
b. Auskultasi bising usus, catat adanya penurunan/hilangnya/suara yang
hiperaktif.
Rasional : fungsi saluran pencernaan biasanya tetap baik pada cidera
kepala, jadi bising usus membantu dalam menentukan respon untuk
makan/berkembangnya komplikasi seperti paralitik ileus.
c. Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : mengevaluasi keefektifan/kebutuhan mengubah pemberian
nutrisi.
d. Tingkatkan kenyaman, lingkungan yang santai, termasuk sosialisasi saat
makan. Anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai
pasien.
Rasional : meskipun proses pemilihan pasien memerlukan bantuan
makan dan menggunakan alat bantu sosialisasi waktu makan dengan
orang terdekat/teman dapat meningkatkan pemasukan dan
menormalkan fungsi makan.
i. Jaga keaamanan saat memberikan makan pada pasien, seperti
tinggikan kepala tempat tidur selama makan atau memberikan
makan lewat selang NGT.
Rasional : menurunkan resiko regurgitasi dan terjasi aspirasi.
e. Berikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dengan
teratur.
Rasional : meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien
terhadap nutrisi yang di berikan dan dapat meningkatkan kerja sama
pasien saat makan.
f. Kaji feses, cairan lambung, muntah darah dan sebagainya.
Rasional : perdarahan subakut/akut dapat terjadi (ulkus cushing) perlu
intervensi dan metode alternative makanan.
Kolaborasi
a. Konsultasi dengan ahli gizi
Rasional : merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi
kebutuhan kalorinutrisi/nutrisi tergantung pada usia, berat badan,
ukuran tubuh, keadaan penyakit sekarang (trauma, penyakit
jantung/masalah metabolisme).
b. Pantau pemeriksaan laboraturium, seperti albumin darah, transferin,
keadaan asam amino, zat besi, ureum/kreatinin, keseimbangan nitrogen
(CCT), glukosa, AST/ALT dan elektrolid darah.
Rasional : mengidentifikasi defisiensi nutrisi, fugsi organ dan respons
terhadap terapi nutrisi tersebut.
c. Beri makan dengan cara yang sesuai, seperti melalui selang NGT, melalui
oral dengan makanan lunak dan cairan yang agak kental.
Rasional : pemilihan rute pemberian tergantung pada kebutuhan dan
kemampuan pasien .makan melalui selang NGT mungkin diperlukan
pada awal pemberian, jika pasien mampu menelan, makanan lunak
atau makanan setengah cair mangkin lebih mudah diberikan tanpa
menimbulkan aspirasi.
d. Libatkan terapi wicara, terapi okupasi/fisioterapi jika masalah mekanis
masih ada, seperti gangguan reflex menelan, kaku rahang, kontraktur pada
tangan dan paralisis.
Rasional : strategi/peralatan khusus mungkin diperlukan untuk
meningkatkan kemampuan untuk makan.

8. Perubahan proses keluarga.


Berhubungan dengan : transisi dan krisis situsional, ketidakpastian
yentang hasil/harapan.
Kemungkinan dibuktikan oleh : kesulitan beradaptasi terhadap perubahan
atau menghadapi pengalaman traumatic secara konstruktif,
keluarga tidak memenuhi kebutuhan anggotanya, kesulitan
menerima atau mendapatkan bantuan dengan tepat,
ketidaktepatan untuk mengekspresikan atau menerima
perasaan dari anggota keluarga.
Kriteria Hasil : mulai mengekspresikan perasaan dengan bebas dan tepat,
mengidentifikasikan sumber-sumber internal dan eksternal
untuk menghadapi situasi, mengarahkan energy dalam cara
yang bertujuan untuk merencanakan resolusi krisis,
mendorong dan memungkinkan anggota yang cedera untuk
maju kearah kemandirian.
Intervensi Keperawatan :
Mandiri
a. Catat bagian-bagian dari unit keluarga, keberadaan/keterlibatan sistem
pendukung.
Rasional : menentukan adanya sumber keluarga dan
mengindentifikasikan hal-hal yang diperlukan.
b. Anjurkan keluarga untuk mengemukakan hal-hal yang menjadi
perhatiannya tentang keseriusan kondisi, kemungkinan untuk meninggal,
atau kecacatan (ketidakmampuan).
Rasional : pengungkapan tentang rasa takut secara terbuka dapat
menurunkan ansietas dan meningkatkan koping terhadap realitas.
c. Dengarka pasien dengan penuh perhatian selama pasien mengungkapkan
ketidakberdayaannnya/yang membuatnya gelisah.
Rasional : kegembiraan dapat berubah menjadi kesedihan/kemarahan
akan “kehilangan” dan kebutuhan pertemuan dengan “orang yang
baru mungkin asing bagi keluarga dan bahkan tidak disukai oleh
keluarganya”. Berlarutnya perasaan seperti tersebut diatas dapat
menimbulkan depresi.
d. Anjurkan untuk mengakui perasaannya. Jangan menyangkal atau
meyakinkan bahwa segala sesuatunya akan beres/baik-baik saja.
Rasional : karena hal tersebut tidak mungkin untuk diperkirakan
hasilnya, hal tersebut lebih bermanfaat untuk membantu seseorang untuk
menyatakan perasaannya tentang apa yang sedang terjadi sebagai akibat
dari pemberian keyakinan yang kurang tepat/salah.
e. Berikan penguatan awal terhadap penjelasan tentang luasnya trauma,
rencana pengobatan, dan prognosisnya. Berikan informasi yang tepat dan
akurat pada tingkat pemahaman yang dapat diterima saat ini.
Rasional : pasien/orang terdekat tidak dapat menyerap/memahami
semua informasi yang disampaikan dan hambatan dapat terjadi
sebagai akibat dari emosi karena trauma. Dengan berjalannya waktu
penguatan terhadap informasi yang telah diverikan dapat membantu
menurunkan konsepsi yang keliru, takut tentang sesuatu yang tidak
diketahui/perkiraan dimasa datang.
f. Tekankan pentingnya untuk selalu menjaga suatu dialog terbuka secara
terus menerus antara anggota keluarga.
Rasional : memberikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaan
dalam susan terbuaka, saling mengenal dan kesadaran terhadap satu
dengan yang lainnya akan meningkat dan akan mengilangkan rasa
marah.
g. Evaluasi/diskusikan harapan/tujuan keluarga.
Rasional : keluarga mungkin percaya bahwa pasien akan hidup.
Rehabilitasi akan sangat dibutuhkan untuk pengobatan walaupun
informasinya akurat. Harapan dapat tidak wujud. Penyembuhan
awalnya juga dapat berjalan cepat, menurun lagi, yang
mengakibatkan kekecewaan/frustasi.
h. Tentukan peran khusus dan antisipasi/terima adanya perubahan.
Rasional : tanggung jawab/peran mungkin harus sebagian atau secara
keseluruhan dibebankan pada anggota keluarga yang lain yang
selanjutnya dapat menimbulkan kerumitan terhadap koping keluarga.
i. Kaji kekuatan yang di miliki, seperti apakah usaha pengambilan keputusan
bermanfaat/malah tidak ada gunanya.
Rasional : mungkin memerlukan bantuan memfokuskan kekuatan agar
menjadi efektif/meningkatkan koping.
j. Tentukan dan anjurkan untuk menggunakan cara-cara koping tingkah laku
yang cukup berhasil yang sebelumnya di lakukan.
Rasional : berfokus pada kekuatan dan penguatan kemampuan khusus
untuk menghadapi krisis saat sekarang ini.
k. Demonstrasikan dan anjurkan untuk penggunaan keterampilan penanganan
stress, seperti teknik relaksasi, latihan bernafas, visualisasi.
Rasional : membantu mengarahkan perhatikan terhadap vitalitas diri
untuk meningkatkan kemampuan koping seseorang.
l. Beri dukungan terhadap keluarga yang merasa kehilangan anggotanya.
Ukur normalitas rentang perasaan yang lebar dan proses-proses alamiah.
Rasional : walaupun berduka tidak pernah teratasi penuh dan keluarga
mungkin bimbang terhadap berbagai tahap.
Kolaborasi
a. Libatkan keluarga dalam pertemuan tim rehabilitasi dan perencanaan
perawatan /pengambilan keputusan.
b. Identifikasi sumber-sumber komunitas yang ada seperti perawatan di
rumah, konselor mengenai hukum/financial.
c. Rujuk pada tepi keluarga/sekelompok penyokong lainnya.

9. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenal kondisi dan


kebutuhan pengobatan.
Kriteria Hasil : berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan
pemahaman tentang kondisi, aturan pengobatan, potensial
komplikasi, memulai perubahan gaya hidup baru
dan/keterlibatan dalam program rehabilitasi, melakukan
prosedur yang diperlukan dengan benar.
Intervensi Keperawatan :
Mandiri
a. Evaluasi kemampuan dan kesiapan untuk belajar dari pasien dan juga
keluarganya.
Rasional : memungkinkan untuk menyampaikan bahan yang didasarkan
atas kebutuhan secara individual.
b. Berikan kembali informasi yang berhubungan dengan proses trauma dan
pengaruh sesudahnya.
Rasional : membantu dalam menciptakan harapan yang realistis dan
meningkatkan pemahaman pada keadaan saat ini dan kebutuhannya.
c. Berikan kembali/berikan penguatan terhadap pengobatan yang diberikan
sekarang. Identifikasi program yang setelah proses penyembuhan.
Rasional : aktivitas, pembatasan pengobatan/kebutuhan terapi yang di
rekomendasikan diberikan/disusun atas dasar pendekatan
antardisiplin dan evaluasi amat penting untuk perkembangan
pemulihan/pencegahan terhadap komplikasi.
d. Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Rasional : berbagai tingkat bantuan mungkin perlu di rencanakan yang
didasarkan atas kebutuhan yang bersifat individual.
e. Berikan instruksikan dalam bentuk tulisan dan jadwal mengenai aktivitas,
obat-obatan, dan factor-faktor penting lainnya.
Rasional : memberikan penguatan visual dan rujukan setelah sembuh.
f. Identifikasi tanda/gejala adanya factor resiko secara individual, seperti
kebocoran CSS yang sama, kejang pasca trauma.
Rasional : diperlukan untuk memberikan bantuan perawatan secara
fisik, penanganan di rumah, perubahan dalam gaya hidup baik secara
emosional maupun financial.
g. Rujuk/tegaskan kembali pentingnya untuk melakukan evaluasi dengan tim
rehabilitasi, seperti terapi fisik, terapi bicara, terapi okupasi dan sebagainya
termasuk pula untuk melatih kembali proses kognitif.
Rasional : kerja keras (seringkali selama beberapa tahun dengan
pemberi asuhan ini) akhirnya menghasilkan deficit neurologis dan
memampukan pasien untuk memulai gaya hidup baru/produktif.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8. Jakarta: EGC.
Doenges. 2000. Buku Rencana Asuhan Keperawata. Jakarta: EGC.
Aritonang, S. 2007. Trauma Kepala, online [PDF], (http://digilib.unimus.
ac.id/download .php?id=9070, diakses pada tanggal 28 Mei 2014).
Yoseph, Hendry. 2011. Head Injury/ Trauma Kepala/ Trauma Capitis, online,
(http://hendryyoseph.blogspot.com/2011/10/head-injury-trauma-kepala-trauma.html,
diakses pada tanggal 31 Mei 2014).
Kasus Trauma Kepala Sedang

Seorang pasien, Ny “Z”, 30 Tahun mengalami kecelakaan saat hendak mengantar istrinya ke
pasar di jalan Dasan Cermen, di bawa ke UGD Rumah Sakit Umum Provinsi dalam keadaaan tidak
sadar di bawa oleh keluarganya.

Informasi pasien
Ny ”Z”, 30 Tahun, Perempuan.mengalami kecelakaan lalu lintas. Masuk Rumah sakit dengan keadaan
tidak sadar.

• Riwayat penyakit saat ini:


Klien mengalami penurunan kesadaran (tidak sadar) akibat kecelakaan lalu lintas jatuh
dari motor, 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Tiba di rumah sakit diantar suaminya dalam
keadaan tidak sadar, akibat kepalanya terbentur di trotoar karna tidak memakai helm. Terdapat
luka-luka di kepala klien,tangan dan lutut kanannya

• Riwayat pengobatan yang lalu :


-

• Riwayat Alergi :
Tidak diketahui adanya riwayat allergi

• Riwayat keluarga:
Klien IRT, menikah. Tidak ada riwayat penyakit,hipertensi atau diabetes millitus dalam
keluarga.
Tingkat kesadaran : coma,
GCS 10 (E:3; V:3; M:4)
Suhu :36,70 C
Nadi : 96 x /menit
Irama : reguler ,
Suaran Jantung : Normal
Tekanan Darah :150/90 mmHg
MAP : 85 mmHg
Sianotik pada bibir dan ekstrimitas
Pupil : isokor

Pernapasan : cepat, 30 x/menit,


Irama nafas tidak teratur
SpO2: 95%

Bunyi paristaltik usus : normal

Hasil pemeriksaan yang di dapatkan


- CT Scan Terdapat edema serebral
- Terdapat lesi di bagian kepala, tangan kanan dan lutut kiri
ASUHAN KEPERAWATAN KEGAAT DARURATAN PADA NY.Z

DENGAN DIAGNOSA MEDIS CKS (CEDERA KEPALA SEDANG)

DI RUANG UGD RSUP MATARAM

TANGGAL 7 APRIL 2020

Nama Pasien : Ny”Z”

Umur : 30 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

No Rekam Medik : 123456

Diagnosa Medis : Cedera Kepala Sedang

Tgl Pengkajian : Selasa, 7 April 2020

Jam : 09.25 WITA

Tgl MRS : Selasa, 7 April 2020

Riwayat Keperawatan

Keluhan Utama Pasien mengatakan sakit kepala/pusing


Riwayat kejadian Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami kecelakaan saat hendak mengantar
istrinya ke pasar di jalan Dasan Cermen, di bawa ke UGD Rumah Sakit Umum
Provinsi dalam keadaaan tidak sadar di bawa oleh keluarganya. Kepalanya
terbentur di trotoar karna tidak memakai helm.. Terdapat luka-luka di kepala,
tangan dan lutut kanan klien.

Riwayat penyakit Keluarga pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit seperti Hipetensi, DM dll
dahulu dan juga paien tidak pernah masuk rumah sakit.
Riwayat Allergi Keluarga klien mengatakan pasien tidak ada riwayat alergi obat maupun makanan.
Riwayat medikasi Keluarga klien mengatakan pasien tidak pernah di rawat di Rumah Sakit
Keadaan umum : Lemah

PENGKAJIAN PIMER
General Assessment : Pediatric Assesment Triangle
Appearance Mental status : Delirium 
GCS : 10 (E:3; V:3; M:4)
Muscle tone :  lemah
Body position :Paien tampak mengangkat tangannya dan memegang kepalanya,
terdapat luka pada bagian kaki, tangan dan lutut kanan

Airway 1. Paten: Bebas dan tidak ada obstruksi jalan nafas


2. Vokalisasai : Tidak teratur dan lemah.
3. Pergerakan udara : Adekuat
Masalah Keperawatan:…..
Tindakan
1. Berikan posisi yang tepat agar jalan nafas tetap paten
2. Identifikasi dan hilangkan sumbatan
3. Lindungi tulang servikalis

Breathing Respiratory Rate : 30x/menit


Pergerakan dada : Simetris kanan dan kiri
Penggunaan otot bantu napas : Ada
Suara napas : Stridor
Suara napas tambahan : Tidak ada 
Batuk :  Tidak ada
Irama pernapasan : Ireguler Jelaskan : Tidak teratur
RR : 30X/Menit
Masalah Keperawatan : Pola nafas tidak efekitf
Rencnana Tindakan :
1. Auskultasi bunyi pernafasan
2. Posisikan pasien untuk dapat melakukan ventilasi maksimal
3. Berikan oksigen

SIRKULASI Nadi : ada, 98x/mnt


Akral :  Dingin 
Warna Kulit : Sianosis 
Temperatur : 36,6
CRT : > 2Dtk
Turgor kulit : Baik 
Edema : ada lokasi : Kepala
Irama jantung : reguler 
Perdarahan : tidak ada 
Masalah Keperawatan : perfusi jaringan serebral
Tindakan
1. Berikan pengobatan
2. Kontrol perdarahan
3. Berikan iV line
4. Terapi cairan dengan cairan isotonis
PENGKAJIAN SEKUNDER

General observation
1. Keadaan umum : Lemah
Posisi pasien supinasi
2. Klien tampak menjaga aktivitasnya karena terdapat lesi di bagian tangan dan lutut sebelah
kanan. Masalah yang tampak terlihat
3. Prilaku pasien tampak gelisah
4. Pasien tidak dapat melakukan ambulasi, tampak tidak kuat dalam posisinya
5. Pasien dapat melakukan komunikasi verbal, berbicara dengan jelas tetapi dengan keadaan
lemah
6. Pasien tampak tidak ada bau khas sesuatu, seperti urin, keton, etanol, zat kimia
7. Terdapat tanda luka baru ataupun akibat injury

PENGKAJIAN PER SISTEM/HEAD to TOE


NEUROLOGI Pupil : isokor Reflek cahaya : +/+
Ukuran Pupil : Normal 

Nyeri : Ada, Jelaskan (PQRST):


- P : pasien mengatakan jatuh dari motor
- Q : pasien mengatakan seperti di sayat-sayat
- R : pasien mengatakan nyeri di kepala,tangan kanan dan lutut
kanannya
- S : pasien menunjuk skala nyerinya 5 (nyeri sedang)
- T : pasien mengatakan nyeri ketika hendak bergerak ke arah kanan.

Masalah Keperawatan: Nyeri akut

INTEGUMEN
Luka Bakar : tidak ada 
Terdapat lesi di bagian kepala, tangan dan lutut kanan
Tampak adaya edema serebral.

Abdomen Frekuensi Peristaltik usus : Normal 


Mual : ada  Emesis :  tidak ada
Gangguan Eliminasi : tidak ada 
Masalah Kep : -

Perkemihan Terpasang kateter :  ya, jenis : Kateter dower


Produksi urin : normal 100cc
Masalah Perkemihan :  Tidak ada

Masalah Kep : -

Tindak lanjut Rontgen

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jenis Pemeriksaan
Jam Hasil
Lab/Foto/ECG/lain lain

09:30 CT Scan Edema cerebral

Pemberian Terapi

Jam Tindakan/ medikasi Keterangan

NaCl 0,9% Untuk menormalkan tekanan darah agar otak menerima


pasokan darah yang cukup

Agar asupan oksigen ke otak cukup dan pernafasan


Oksigen nasal kanul 3rpl
kembali normal dan teratur

Piracetam
Untuk mengobati pasien yang mengalami cidera kepala
Manitol Untuk mengurangi tekanan dalam kepala akibat edema
otak

Untuk mengurangi rasa nyeri


Paracetamol

Untuk mengobati infeksi bakteri


Cofotaxime

PERAWATAN INTENSIF

JAM Tensi RR N SUHU º SPO2 Input Output Medikasi Obat


C (cc) (cc)

09.25 150/90 30 96 36,6 95 500 100 NaCl 0,9%, O2 kanul


3rpl,Manitol ,piracetam

10. 25 120/80 24 90 36,0 98 - 100 Paracetamol, Cefotaxime

11.25 110/90 22 95 36,7 95 - 100 -


TINDAKAN KEPERAWATAN

Waktu Analisa Data Kriteria Hasil Tindakan Evaluasi

09: 25 Masalah Kep : Gangguan perfusi Tujuan : Setelah diberkan 1. Mengkaji pasien dengan S : - Pasien mengatakan pusing
jaringan cerebral b/d adanya asuhan keperawatan 1x3 jam di prinsip ABC
O : - Airway : paten dan bebas
edema atau hematoma cerebral harapkan edema cerebral dapat (Airway,Breathing dan
teratasi dengan : Circulation) - Breathing : 30x/menit
DATA :
2. Mengkaji tingkat kesadaran - Circulation :
KH :
Ds : pasien - Ttv
- Edema cerebral 3. Pemberian cairan isotonic Td : 150/90 mmHg
- Pasien mengatakan
berkurang dan iv line N : 96x/menit
pusing
- Ttv dalam batas normal 4. Mengobservasi tanda-tanda RR : 30x/menit
Do : - Pasien tidak pusing S : 36,6 Derajat Celcius
vital pasien
- Ttv 5. Memberikan obat - Kesadaran : coma

Td: 150/90 mmHg ,pericetam dan manitol - GCS : 10

N : 96x/menit untuk menurunkan TIK - Tampak terpasang infus

RR : 30x/menit Yang Diakibatkan dari NaCl 0,9%

S : 36,6 Derajat Celcius cedera kepala itu sendiri A : - Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

I : - Observasi kesadaran dan


GCS

- Observasi cairan infus


- CT Scan lanjutan
- Observasi Ttv

E : - kesadaran composmentis
dengan GCS 13-15

- Infus yang habis akan


diganti
- Hasil CT Scan edema
cerebral tidak ada
- Ttv dalam batas normal

09:25 Masalah Kep : Pola nafas tidak Tujuan : Setelah di lakukan 1. Memasang oksigen nasal S : - Pasien mengataan sesak
efektif b/d hiperventilasi tindakan keperawatan selama kanul 3rpl nafasnya sudah berkurang
1x3 jam di harapkan pola nafas 2. Observasi RR pasien
- Pasien mengatakan nyaman
pasien kembali normal dengan: setiap 1 jam sekali
dengan posisi semi fowler
DATA : 3. Memberikan posisi semi
KH :
fowler O : - Tidak tampak adanya otot
Ds :
- RR : 18-24X/Menit bantu pernafasan
- Pasien mengatakan sesak - Tidak ada bantuan otot
- Pasien tampak terpasang
pernafasan
O2 nasal kanul 3rpl.
Do : - Pasien mengatakan tidak - RR : 25x/menit
sesak
- RR : 30X/menit A : Masalah teratasi sebagian
- Tampak adanya otot
P : Intervensi dilanjutkan
bantu pernafasan
I : - Pertahankan posisi semi
fowler

- Observasi RR pasien

E : - pasien tampak nyaman dan


RR dalam batas normal 18-
24x/menit

09:25 Masalah Kep : Nyeri akut b/d Tujuan : Setelah dilakuka 1. Membersihkan dan S : - Pasien mengatakan nyerinya
agent injury fisik tindakan keperawatan selama mengobservasi semua luka berkurang
1x3jam diharapkan nyeri pasien
DATA : - Pasien dan keluarga
berkurang dengan : 2. Mengkaji skala nyeri pasien
mengatakan mau
Ds : 3. Menganjurkan pasien dan
KH : melakukan rontgen
- P : pasien mengatakan keluarganya untuk rontgen
- Pasien tampak tidak untuk mengetahui adanya O : - Tampak luka sudah di
jatuh dari motor
meringis kesakitan fraktur tulang akibat bersihkan dan di tutupi dengan
- Q : pasien mengatakan
- Skala nyeri pasien kecelakaan
seperti di sayat-sayat berkurang menjadi 2 4. Memberikan obat anti nyeri kasa
- R : pasien mengatakan
- Ekspresi wajah pasien
nyeri di kepala,tangan
tampak rileks
kanan dan lutut
- S : pasien menunjuk skala
kanannya
nyeri 4 (nyeri ringan )
- T : pasien mengatakan
nyeri ketika hendak A : masalah teratasi sebagian

bergerak ke arah kanan. P : intervensi di lanjutkan

Do : I : - Memberikan obat anti nyeri

- S : pasien menunjuk skala - Melakukan rontgen


nyerinya 5 (nyeri sedang) - Mengganti balutan luka
- Tampak adanya luka di
E: - pasien tidak mengeluh merasa
tangan dan lutut
kesakitan
kanannya
- Pasien tampak meringis - Hasil rontgen tidak ada
kesakitan tulang yang fraktur
- Tidak terdapat tanda-tanda
infeksi

Anda mungkin juga menyukai