Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang termasuk dalam golongan
retrovirus yang dapat menyebabkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dimana
AIDS merupakan suatu kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya
kekebalan tubuh akibat infeksi virus HIV.1Pada umumnya, AIDS disebabkan oleh HIV-1,
dan beberapa kasus seperti di Afrika Tengah disebabkan oleh HIV-2. Keduanya merupakan
virus yang menginfeksi sel CD4+T yang memiliki reseptor dengan afinitas tinggi untuk HIV,
makrofag dan jenis sel lain.
Menurut WHO, hingga saat ini ada 36,9 juta orang hidup dengan HIV dan
diantaranya terdapat 1.8 juta anak-anak yang hidup dengan HIV, dan sebagian besar
terinfeksi oleh ibu dengan HIV selama kehamilan, persalinan dan saat menyusui. Dari
perkiraan 1,8 juta anak-anak yang terinfeksi HIV, kira-kira 5000 anak berusia kurang dari 15
tahun terinfeksi HIV setiap harinya.
Penularan HIV/AIDS dapat terjadi lewat kontak dengan cairan tubuh yang terinfeksi
virus HIV/AIDS melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum
suntik pada pengguna narkotika, transfusi komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV
ke bayi yang dilahirkannya. HIV menyerang Limfosit CD4+ yang berfungsi
mengkoordinasikan fungsi imunologis yang penting, sehingga jika fungsi tersebut terganggu
maka dapat menyebabkan gangguan respons imun yang progresif.
Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau gejala tertentu. Gejala
awal pada infeksi HIV umumnya tidak khas, gejala yang sering terjadi adalah demam, nyeri
menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare atau batuk. Setelah terjadi infeksi
akut, maka dimulailah tahap tanpa gejala (asimptomatik).
Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk mendiagnosis HIV melalui
pemeriksaan serologis untuk mendeteksi antibody terhadap HIV. Namun untuk melakukan
pemeriksaan perlu diperhatikan adanya window period pada HIV, dimana window period
adalah waktu sejak tubuh terinfeksi HIV sampai mulai timbulnya antibody yang dapat
dideteksi dengan pemeriksaan, dimana antibody HIV terbentuk pada 4-8 minggu setekah
terinfeksi.
Hingga saat ini HIV/AIDS belum dapat disembuhkan secara total, tetapi melalui

1
pengobatan dengan kombinasi beberapa obat anti retroviral (ARV) bermanfaat menurunkan
morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV. Pada makalah ini, akan dibahas lebih
mendalam lagi mengenai penularan dari ibu hamil ke bayi serta penatalaksanaannya.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

HIV Pada Kehamilan


2.1. Definisi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan AIDS
yang termasuk kelompok retrovirus. Seseorang yang terinfeksi HIV, akan mengalami
infeksi seumur hidup. Kebanyakan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tidak
menunjukkan gejala dan tetap asimtomatik (tanpa tanda dan gejala dari suatu
penyakit) untuk jangka waktu lama.1
HIV/AIDS adalah suatu sindrom defisiensi imun yang ditandai oleh adanya
infeksi oportunistik dan atau keganasan yang tidak disebabkan oleh defisiensi imun
primer atau sekunder atau infeksi kongenital melainkan oleh human
immunodeficiency virus.2

2.2. Epidemiologi
Infeksi HIV masih menjadi salah satu penyebab kematian perempuan pada
usia reproduksi. Pada tahun 2016, UNAIDS menyatakan 36.7 juta orang hidup dengan
HIV dan 17.8 juta diantara nya adalah wanita. Lebih dari 90% wanita yang teinfeksi
dengan HIV terdapat di Sub Saharan Afrika. Pada tahun 2010 diperkirakan terdapat
57.000 ibu hamil terinfeksi HIV di regional Asia Tenggara. Negara dengan high-
burden penularan infeksi HIV dari ibu ke anak seperti India, Thailand, Myanmar dan
Indonesia menunjukan estimasi insidens HIV diantara ibu hamil cenderung tetap
selama lima tahun terakhir.Jumlah anak kurang dari 15 tahun yang terinfeksi
HIV sebesar 87.000 dengan estimasi infeksi HIV baru sebesar 48.000. Data estimasi
WHO (2017) memperkirakan 17% anak di wilayah Asia-Tenggara terinfeksi HIV dan
tanpa pengobatan, dan WHO memperkirakan 1.990.000 anak di seluruh dunia
membutuhkan terapi antiretroviral.3,4

3
Gambar 1. Global Burden of HIV in Pregnancy by Region
2.3. Etiologi
Virus HIV termasuk golongan RNA yang berbentuk sferis dengan inti kerucut,
dikelilingi oleh selubung lipid yang berasal dari membran sel hospes diameter 1000
angstrom. Inti virus mengandung protein kapsid terbesar yaitu p24, protein
nukleokapsid p7/p9, dua kopi RNA genom, dan tiga enzim virus yaitu protease,
reverse transcriptase dan integrase . Protein p24 adalah antigen virus yang cepat
terdeteksi dan merupakan target antibodi dalam tes screening HIV. Inti virus
dikelilingi oleh matriks protein p17, yang merupakan lapisan di bawah selubung lipid.
Sedangkan selubung lipid virus mengandung dua glikoprotein yang sangat penting
dalam proses infeksi HIV dalam sel yaitu gp120 dan gp41. Genom virus yang berisi
gen gag, pol, dan env yang akan mengkode protein virus. Hasil translasi berupa
protein prekursor yang besar dan harus dipotong oleh protease menjadi protein
matang.5

4
Gambar 2. Human Immunodeficiency Virus

2.4. Penularan Perinatal3,6


Penularan perinatal merupakan penularan dari ibu ODHA (Orang Dengan HIV
AIDS) kepada janin pada masa perinatal. Angka penularan pada masa kehamilan
berkisar sekitar 5 – 10%, saat persalinan sekitar 10 – 20% dan saat menyusui sekitar
30 - 45% bila disusui sampai 2 tahun. Penularan pada masa menyusui terjadi pada
minggu – minggu pertama menyusui, terutama bila ibu baru terinfeksi saat menyusui.4
Pada proses persalinan, terjadi kontak antara darah ibu, maupun lendir ibu dan
bayi, sehingga virus HIV dapat masuk ke dalam tubuh bayi. Semakin lama proses
berlangsung, kontak antara bayi dengan cairan tubuh ibu semakin lama, resiko
penularan semakin tinggi.ASI dari ibu yang terinfeksi HIV mengandung HIV dalam
konsentrasi yang lebih rendah dari yang ditemukan dalam darahnya, sehingga ibu
dengan infeksi HIV dianjurkan tidak menyusui bayinya dan diganti dengan susu
pengganti ASI. Frekuensi penularan melalui asi dari ibu ke bayi mencapai sekitar
15% dari populasi.7

2.5. Faktor Resiko Penularan7


Seorang ibu yang terinfeksi HIV dengan kehamilan memiliki resiko untuk
menularkan HIV ke bayinya, yaitu:
A. Faktor Ibu
1. Jumlah virus (viral load)
Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau saat persalinan dan
jumlah virus dalam air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya sangat mempengaruhi
penularan HIV dari ibu ke anak. Risiko penularan HIV menjadi sangat kecil jika
kadar HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml) dan sebaliknya jika kadar HIV di
atas 100.000 kopi/ml risiko penularan menjadi sangat tinggi.
2. Jumlah sel CD4
Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko menularkan HIV ke bayinya.
Semakin rendah jumlah sel CD4 tinggi risiko penularan HIV semakin besar.
3. Status gizi selama hamil
Berat badan rendah serta kekurangan vitamin dan mineral selama hamil
meningkatkan risiko ibu untuk menderita penyakit infeksi yang dapat
meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi.

5
4. Penyakit infeksi selama hamil
Penyakit infeksi seperti sifilis, Infeksi Menular Seksual, infeksi saluran
reproduksi lainnya, malaria dan tuberkulosis, berisiko meningkatkan jumlah virus
dan risiko penularan HIV ke bayi.
5. Gangguan pada payudara
Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lain, seperti mastitis, abses dan
luka di puting payudara dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui ASI.
B. Faktor Bayi7
1. Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir
Bayi lahir prematur dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) lebih rentan
tertular HIV karena sistem organ dan sistem kekebalan tubuhnya belum
berkembang dengan baik.
2. Periode pemberian ASI
Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan HIV ke bayi akan semakin
besar.
3. Adanya luka di mulut bayi
Bayi dengan luka di mulutnya lebih berisiko tertular HIV ketika diberikan
ASI.
C. Faktor Obstetrik8,9
Perinatal HIV Guidelines Working Group di Amerika Serikat mengajukan
rekomendasi penatalaksanaan obstetrik untuk mengurangi transmisi HIV vertikal.
Rekomendasi yang dianjurkan adalah:
No Cara Persalinan Rekomendasi
.
1. Wanita hamil yang terinfeksi HIV- Wanita hamil yang terinfeksi HIV-AIDS
AIDS yang datang: dilakukan :
 Konseling tentang sectio cesarea untuk
 Kehamilan ≥ 36 minggu
mengurangi resiko transmisi dan resiko
 Belumdapat ARV
komplikasi pascaoperasi, anestesi dan resiko
 Sedang menunggu hasil operasi lain padanya.
pemeriksaan kadar HIV dan  Jika diputuskan sectio cesarea, sectio
CD4 yang diperkirakan ada direncanakan pada minggu ke-38.
sebelum persalinan.  Selama sectio, wanita hamil yang terinfeksi
HIV-AIDS mendapat zidovudin IV yang

6
dimulai 3 jam sebelumnya dan bayi
mendapat zidovudin sirup selama 6 minggu.
 Keputusan akan meneruskan antiretrovirus
setelah melahirkan atau tidak, tergantung
pada hasil pemeriksaan kadar virus dan
CD4.
Wanita hamil yang terinfeksi HIV-  Regimen ARV yang digunakan tetap
AIDS yang datang: diteruskan.
 Pada kehamilan awal  Konseling bahwa kadar HIV-nya mungkin
 Sedang mendapat kombinasi tidak turun sampai kurang dari 1000
antiretrovirus kopi/mL sebelum persalinan, sehingga
 Kadar HIV tetap di atas 1000 dianjurkan untuk melakukan sectio cesarea.
kopi/mL pada minggu ke 36  Demikian juga dengan resiko komplikasi
kehamilan sectio yang meningkat, seperti infeksi
pascaoperasi, anestesi dan operasi.
 Jika diputuskan sectio cesarea, sectio
direncanakan pada minggu ke-38 kehamilan.
 Selama sectio, wanita hamil yang terinfeksi
HIV-AIDS mendapat zidovudin intravena
yang dimulai minimal 3 jam sebelumnya.
antiretrovirus lain tetap diteruskan sebelum
dan sesudah persalinan. Bayi mendapat
zidovudin sirup selama 6 minggu.
Wanita hamil yang terinfeksi HIV- Wanita hamil yang terinfeksi HIV-AIDS
AIDS yang: diberikan:
 Sedang mendapat kombinasi  Konseling bahwa kemungkinan transmisi
antiretrovirus jika kadar HIV tidak terdeteksi mungkin
 Kadar HIV tidak terdeteksi kurang dari 2 %, bahkan pada persalinan
pada minggu ke 36 kehamilan. pervaginam.
 Pemilihan cara persalinan harus
mempertimbangkan keuntungan dan resiko
komplikasi seksio.
Wanita hamil yang terinfeksi HIV-  Zidovudin IV segera diberikan.
AIDS yang:  Jika kemajuan persalinan cepat, wanita

7
 Sudah direncanakan seksio hamil yang terinfeksi HIV-AIDS ditawarkan
sesarea elektif untuk menjalani persalinan pervaginam.
 Namun datang pada awal  Jika dilatasi serviks minimal dan diduga
persalinan atau setelah ketuban persalinan akan berlangsung lama, dapat
pecah. dipilih antara zidovudine intravena dan
melakukan seksio sesarea atau memberikan
pitosin untuk mempercepat persalinan.
 Jika diputuskan untuk menjalani persalinan
pervaginam, elektrode kepala, monitor
invasif dan alat bantu lain sebaiknya
dihindari. Bayi sebaiknya mendapat
zidovudin sirup selama 6 minggu.

Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Faktor
obstetrik yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke anak selama
persalinan adalah:
1. Jenis Persalinan
Risiko penularan persalinan per vaginam lebih besar dari pada persalinan melalui bedah
sesar (sectio caesaria).
2. Lama Persalinan
Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV dari ibu ke anak
semakin tinggi, karena semakin lama terjadinya kontak antara bayi dengan darah dan
lendir ibu.
3. Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan meningkatkan risiko penularan
hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam.

2.6.Diagnosis dan Monitoring


Pemeriksaan HIV direkomendasikan pada semua wanita yang telah aktif secara
seksual dan atau pada wanita yang menggunakan obat-obatan secara intravena dan
sebaiknya menjadi pemeriksaan rutin pada saat hendak merencanakan kehamilan dan saat
masa prenatal. Menegakkan diagnosis dari HIV pada saat awal kehamilan memiliki peran
penting dalam mencegah transimisi HIV dari ibu ke anak. The Society for Maternal Fetal
Medicine (SMFM), American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) dan
The Centers for Disease Control and Prevention(CDC) telah mewajibkan untuk
dilakukannya screening HIV pada wanita hamil. Penelitian di Amerika Serikat

8
menunjukkan, banyak wanita hamil yang terinfeksi dengan HIV dan segera diberikan
regimen pengobatan untuk mengurangsi resiko transmisi secara perinatal.3,6
Diagnosis dilakukan melalui tes terhadap antigen/antibody spesifik terhadap HIV 1
dan 2. Dan seiring dengan berkembangnya zaman, diagnosis dapat dilakukan melalui
pemeriksaan rapid test yang dapat memberikan hasil dalam 1 hingga 2 jam. Pada
kehamilan, pemeriksaan yang rutin dilakukan meliputi pemeriksaan untuk Infeksi
Menular Seksual(IMS) seperti Sifilis, Hepatitis dan HIV. IMS yang tidak diterapi dapat
meningkatkan risiko transimi HIV.3
Wanita hamil yang terinfeksi dengan HIV disarankan untuk melakukan
pemeriksaan viral load secara berkala setiap bulan untuk melihat efek dari terapi ARV.
Selain itu, pemeriksaan rutin pada fungsi ginjal dan hati dapat dilakukan untuk menilai
fungsi ginjal akibat metabolisme obat-obatan ARV di ginjal dan hepar secara berkala
setiap 6 minggu sebelum terapi dimulai dan dapat diulang 3 bulan kemudian.
Pemeriksaan CD4 (Cluster of Differentiation 4) harus dimonitor setiap 3 bulan, sama
seperti penderita HIV lainnya.

Gambar 2 Algoritma Diagnosis dan Manajemen pada Wanita Hamil dengan HIV3

Pada wanita yang didapatkan HIV negatif pada awal pemeriksaan


direkomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan HIV ulang pada trimester ketiga,
hendaknya sebelum mencapai usia kehamilan 36 minggu. Terutama pada wanita dengan
risiko tinggi untuk tertular HIV seperti pada6 :
 Wanita yang telah terdiagnosa dengan penyakit menular seksual lainnya dalam
1 tahun terakhir.
 Wanita yang menggunakan obat-obatan injeksi atau wanita dengan pasangan

9
seksual yang menggunakan obat-obatan suntik.
 Wanita yang menukarkan sex untuk uang atau obat-obatan.
 Wanita dengan pasangan seks yang baru, pasangan seks lebih dari satu selama
masa kehamilan, atau pasangan seks yang diketahui terinfeksi dengan HIV
atau risiko tinggi terinfeksi HIV.

2.7. Penatalaksanaan9
1. Penanganan ante partum
a. Konseling9
Pada konseling, ibu hamil diajak berkomunikasi dua arah dengan memberikan
informasi mengenai HIV dan hubungannya dengan kehamilan, tanpa
mengarahkan,dimana kemudian ibu hamil ini dapat mengambil keputusan mengenai
kehamilannya dan persalinannya.Pada kehamilan trimester pertama, konseling perlu
dilakukan dengan intensif untuk memutuskan apakah kehamilan akan diteruskan
atau tidak.
b. Pemberian obat anti virus8
Tujuan utama pemberian antiretrovirus pada kehamilan adalah menekan
perkembangan virus, memperbaiki fungsi imunologis, memperbaiki kualitas hidup,
mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit yang menyertai HIV. Pada
kehamilan, keuntungan pemberian antiretrovirus ini harus dibandingkan dengan
potensi toksisitas, teratogenesis dan efek samping jangka lama. Akan tetapi, efek
penelitian mengenai toksisitas, teratogenesis dan efek samping jangka lama
antiretrovirus pada wanita hamil masih sedikit.
Situasi Klinis Rekomendasi Pengobatan
1 ODHA sedang terapi ARV,  Lanjutkan paduan (ganti dengan
kemudian hamil NVP atau golongan PI jika sedang
menggunakan EFV pada trimester
1)
 Lanjutkan dengan paduan ARV
yang sama selama dan sesudah
persalinan
2 ODHA hamil dengan jumlah dalam - Mulai ARV setelah terdeteksi HIV
stadium klinis 1 atau jumlah CD4 positif
>350/mm3dan belum terapi ARV - Paduan :

10
- AZT + 3TC + NVP*(AZT
2x300mg, 3TC 2x150mg,
NVP 2x200mg) atau
- TDF + 3TC (atau FTC) +
NVP*(TDF 1x300 mg, 3TC
2x150 mg,NVP 2x200 mg)
- AZT + 3TC + EFV(AZT
2x300 mg, 3TC 2x150 mg,
EFV 1x600mg) atau
- TDF + 3TC (atau FTC) + EFC
(TDF 1x300mg, 3TC
1x300mg, EFV 1x600mg)
3 ODHA hamil dengan jumlah CD4 Segera mulai terapi ARV dengan paduan
<350/mm3atau stadium klinis 2,3,4 seperti pada butir 2
4 ODHA hamil dengan Tuberkulosis - OAT tetap diberikan
aktif - Paduan untuk ibu, bila pengobatan
mulai trimester II dan III : AZT
(TDF) + 3TC + EFV
5 Ibu hamil dalam masa persalinan dan Tawarkan tes HIV dalam masa
status HIV tidak diketahui persalinan; atau tes setelah persalinan.
Jika hasil tes reaktif, dapat diberikan
paduan pada butir 2.
6 ODHA datang pada masa persalinan Lihat paduan pada butir 2
dan belum mendapat terapi ARV

2. Penanganan intra partum10


Pemilihan persalinan yang aman diputuskan oleh ibu setelah mendapatkan
konseling lengkap tentang pilihan persalinan, risiko penularan dan berdasarkan
penilaian dari tenaga kesehatan. Pilihan persalinan meliputi persalinan per vaginam
dan perabdominam (bedah sesar atau seksio sesarea). Dalam konseling perlu
disampaikan mengenai manfaat terapi ARV sebagai cara terbaik mencegah penularan
HIV dari ibu ke anak.
Pilihan persalinan
Persalinan pervaginam Persalinan perabdomen
Syarat : Syarat :

11
 Pemberian ARV mulai pada ≤  Ada indikasi obstetrik; dan
14 minggu (ART > 6 bulan);  VL > 1000 kopi/µL atau
atau  Pemberian ARV dimulai pada
 VL < 1000 kopi/µL usia kehamilan ≥ 36 minggu

3. Penanganan pasca persalinan12


Terdapat 50-75% dari bayi yang terinfeksi HIV yang disusui ibu HIV/AIDS
tertular HIV pada 6 bulan pertama kehidupan. ASI eksklusif memiliki resiko transmisi
HIV yang rendah daripada ASI yang dikombinasikan dengan cairan atau makanan
lainnya (ASI campuran).
Ibu yang menderita HIV/AIDS sangat dianjurkan untuk memberikan ASI
Ekslusif hingga 6 bulan dan dilanjutkan dengan pemberian ASI sekaligus makanan
tambahan hingga usia 12 bulan. Bila ibu yang menderita HIV/AIDS memutuskan
untuk tidak memberikan ASI ekslusif, dapat mengganti dengan makanan tambahan
bila kriteria AFASS terpenuhi. Adapun kriteria AFASS dari WHO yaitu: Acceptable
= mudah diterima, Feasible = mudah dilakukan, Affordable = harga terjangkau,
Sustainable = berkelanjutan, Safe= aman penggunaannya.
Salah satu alternatif untuk menghindari penularan HIV yaitu dengan
menghangatkan ASI > 66 0C untuk membunuh virus HIV. Adapun bayi yang telah
dinyatakan terinfeksi HIV positif maka harus diberikan ASI ekslusif selama 6 bulan
diteruskan dengan pemberian ASI campuran hingga usia 24 bulan.Ibu pengidap HIV
harus di sarankan mencegah kehamilan berikutnya dengan alat kontrasepsi.
Pada tahun 2018 WHO mengeluarkan aturan pemberian obat ARV untuk pencegahan
HIV dari ibu ke bayi, yaitu :

12
a. Untuk ibu :
Lini Pertama: TDF + 3 TC (atau FTC) + EFV sebanyak 1 kali sehari pada ibu
yang hamil dan sedang menyusui, termasuk ibu yang berada dalam trimester pertama
kehamilan

Tabel. ARV LiniPertama untuk Ibu.

LiniKedua: 2 NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor) + PI (Ritonavir


boosted Protease Inhibitor)
NRTI lini kedua ini direkomendasikan jika :
- Kegagalan TDF + 3 TC (atau FTC), regimen pengobatan lini pertama gunakan AZT+
3TC dan NRTI sebagai dasar regimen lini kedua
- Kegagalan AZT atau d4T + 3TC , regimen pengobatan lini pertama gunakan TDF+
3TC (atau FTC) dan NRTI sebagai dasar regimen pengobatan lini kedua.

Tabel: Obat-obat pada antenatal,intrapartum dan postpartum.

13
b. Untuk bayi :
Profilaksis NVP (Niverapin) setiap hari selama 6 minggu setelah lahirnya bayiatau
postpartum apabila HIV diidentifikasi dan jika bayinya sedang menerima makanan
penganti,maka harus diberikan profilaksis NVP setiap hari (atau AZT dua kali sehari).
Regimen ARV Usia Bayi Dosis

AZT Sampai Usia 6 minggu


(rekomendasi hanya pada bayi  2000-2499 gram 10 mg, 2x sehari
dengan makanan pengganti)  ≥ 2500 gram 15 m, 2x sehari

NVP Sampai Usia 6 minggu


 2000-2499 gram 10 mg, 1x sehari
 ≥ 2500 gram 15 m, 1x sehari

>6 minggu – 6 bulan 20 mg, 1x sehari

>6bulan – 9 bulan 30 mg, 1x sehari

>9 bulan – berakhirnya 40 mg, 1x sehari


periode menyusui

Tabel. Dosis Pemberian ARV dan NVP untuk Bayi yang menyusui.

Menurut WHO tahun 2012, pemberian ARV mencakup dua pilihan, yang keduanya
harus mulai lebih awal pada kehamilan, pada usia kehamilan 14 minggu atau segera
mungkin setelah ibu hamil.
a.Opsi A, yaitu dua kali sehari pemberian AZT (zidovudin) untuk ibu dan untuk bayi
dengan pemberian salah satu dari AZT atau NVP selama enam minggu setelah lahir
jika bayi tidak menyusui. Jika bayi sedang menyusui, NVP harian profilaksis bayi
harus dilanjutkan selama satu minggu setelah berakhirnya periode menyusui.
b. Opsi B, yaitu pemberian ketiga jenis obat profilaksis untuk ibu yang dipakai selama
kehamilan dan selama menyusui serta untuk bayi pemberian NVP sekali sehari atau AZT
dua kali sehari selama empat sampai enam minggu setelah lahir.

14
Tabel :Program PMTCT 2013
Sebagai kesimpulan ibu yang terinfeksi dengan virus HIV selama kehamilan
harus segera diberikan ART maternal dan pada bayi harus diberikan terapi profilaksis
NVP selama 6 minggu.Pada ibu-ibu yang mendapatkan HIV intrapartum atau
postpartum dan ingin menyusui,maka dianjurkan pemberian ART maternal serta pada
bayinya diberikan NVP selama 6 hingga 12 minggu. Ibu yang terdiagnosa HIV
intrapartum dan mau memberikan makanan pengganti pada bayinya harus dirujuk ke
unit perawatan HIV untuk evaluasi bagi tindakan lanjut dalam pengobatan dan pada
bayinya harus diberikan NVP selama 6 minggu.
Bagi ibu-ibu yang sedang menerima pengobatan ART tetapi memilih untuk berhenti
regimen pengobatan selama menyusui maka harus dideterminasi regimen ART
alternatif serta diberikan konselling tentang kepentingan pengobatan ART dan
bahayanya jika dihentikan pengobatannnya. Bayi ibu harus diberikan profilaksis NVP
selama 6 minggu selepas ART maternal dimulakan kembali atau sehingga 1 minggu
selepas proses menyusui dihentikan.
2.8. Pencegahan HIV pada bayi dan anak
Dalam buku Prevention of Mother to Child Transmission of HIV, World
Health Organization menyebutkan bahwa PMTCT (programmes of the Prevention
of Mother to Child Transmission), dapat menurunkan penularan vertikal HIV juga

15
menghubungkan wanita dengan infeksi HIV, anak serta keluarganya untuk
memperoleh pengobatan, perawatan serta dukungan.
 Intervensi PMTCT :
 Pemeriksaan dan konseling HIV
 Antiretroviral
 Persalinan yang lebih aman
 Menyusui yang lebih aman
 Keterlibatan pasangan dalam PMTCT:
 Kedua pasangan harus mengetahui pentingnya sex yang aman selama
kehamilan dan masa menyusui
 Kedua pasangan harus menjalani pemeriksaan dan konseling HIV
 Kedua pasangan harus mengetahui dan menjalankan PMTCT
 Faktor resiko MTCT selama kehamilan:
 Viral load ibu yang tinggi (HIV / AIDS baru atau lanjutan)
 Infeksi virus, bakteri, maupun parasit melaui plasenta (khususnya malaria)
 Infeksi menular seksual
 Malnutrisi maternal (secara tidak langsung)
 Faktor resiko MTCT selama persalinan13:
 Viral load ibu yang tinggi (HIV / AIDS baru atau lanjutan)
 Pecahnya ketuban > 4 jam sebelum persalinan dimulai
 Prosedur persalinan invasif
 Janin pertama pada kehamilan gemeli13
 Faktor resiko MTCT selama masa menyusui:
 Viral load ibu yang tinggi (HIV / AIDS baru atau lanjutan)
 Lama menyusui
 Pemberian ASI dengan pemberian makanan pengganti yang awal
 Abses payudara / puting yang terinfeksi
 Malnutrisi maternal
 Penyakit oral bayi (mis: oral thrush atau luka mulut)

16
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. HIV/AIDS Fact Sheets diunduh dari https://www.who.int/news-


room/fact-sheets/detail/hiv-aids 30 Desember 2018.
2. Garne K, Iris R. Defisiensi Imun. Imunologi Dasar.Edisi 11. Jakarta: FK UI;2011.p 427-63.
3. Rimawi B, Michael L. HIV Care During Pregnancy.Topics in Obs & Gyn 2018:38. p1-6.
4. Pereira et al. HIV Prevalence among Pregnant Women in Brazil: A National Survey. Revista
Brasileira de Ginecologia e Obstettricia 2016:38.p391-7.
5. Savira M. Imunologi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam Kehamilan. JIK
2014:8.p1-7.
6. HIV Expert Work Group. Prenatal and Perinatal Human Immunodeficiency Virus Testing.
ACOG Committee Opinion 2018:132.p138-141.
7. Kassa GM. Mother-to-child Transmission of HIV Infection and Its Associated Factors in
Ethiopia: a Systematic Review and Meta-Aanlysis. BMC Infectious Diseases 2018:18.p1-9.
8. Rimawi B, Lisa H, Martina LB, Rana C. Management of HIV Infection during pregnancy in
the United States: Updated Evidence-Base Recommendations and Future Potential Practices.
Infectious Diseases in Obstetrics and Gynecology 2016.p1-9.
9. World Health Organization : Antiretroviral Drugs For Treating Pregnant Women and
Preventing HIV Infection in Infants.
2013.https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/75236/9789241599818_eng.pdf;jsessio
nid=F5545756E6C7835BDF06BBF17FDDF80E?sequence=1
10. HIV Expert Work Group. Labor and Delivery Management of Women With Human
Immunodeficiency Virus Infection. ACOG Committee Opinion 2018:132.p.131-5.
11. Kennedy C, et al. Elective Cesarean Section for Women Living with HIV: A systematic
Review of Risks and Benefits. AIDS 2017:31.p1579-91.
12. Mallampati D, et al. Optimal Breastfeeding durations for HIV-exposed infants: the impact of
maternal ART use, infant mortality and replacement feeding risk. Journal of the International
AIDS Society 2018:21.p21-5.
13. Makunyane LL, J Moodley, MJ Titus. HIV Transmission in Twin pregnancy: Maternal and
Perinatal Outcomes. Southern African Journal of Infectious Diseases 2017:32.p54-6.
14. Mitchell HS, Stephens E. Contraception Choice for HIV Positive Women. Sex Transm Infect
2004;80.p167-173.

17
KARYA TULIS

HIV PADA KEHAMILAN


DISAJIKAN SEBAGAI SALAH SATU PERSYARATAN KENAIKAN PANGKAT
DARI GOLONGAN IIIb KE IIIc

D
I
S
U
S
U
N

OLEH:

NUR NENENG ALFIATUN


NIP : 198109092008012002

18

Anda mungkin juga menyukai