Anda di halaman 1dari 13

CURVE MATCHING

Pada dasarnya tahanan jenis semu untuk struktur berlapis


( tahanan jenis dan ketebalan perlapisan diketahui ) dapat dihitung
secara teoritis ( penyelesaian problem maju ) dengan cara
menyelesaikan persamaan Laplace untuk potensial listrik dalam
koordinat silinder dan pertimbangan syarat – syarat batas. Karena
penyelesaian sukar dan panjang dengan melibatkan fungsi Bassel dan
syarat – syarat batas maka interpretasi dapat dilakukan dengan teknik
Curve Matching. Teknik Curve Matching adalah mencocokkan kurva
tahanan jenis semu hasil pengukuran lapangan dengan kurva tahanan
jenis semu yang dihitung secara teoritis.
Struktur berlapis mempunyai tahanan jenis dan ketebalan lapisan
yang sangat banyak variasinya, sehingga kita perlu kurva tahanan
jenis semu teoritis ( standar atau baku ) struktur berlapis yang
mempunyai variasi yang sangat banyak juga. Pemilihan kurva bantu
yang paling cocok dengan kurva tahanan jenis yang diperoleh di
lapangan, memerlukan waktu yang lama karena variasi kurva baku
yang banyak tersebut. Dua hal itulah yang merupakan kendala –
kendala dalam penggunaan Curve Matching.
Untuk menghindari kendala – kendala tersebut, digunakan teknik
Curve Matching struktur medium 2 lapis yang terdiri 2 kurva baku
dan 4 kurva bantu. Hal ini dapat dilakukan karena struktur banyak
lapis dapat dianggap sebagai struktur 2 lapis yang setiap lapisannya
dapat diwakili oleh 1 atau kombinasi banyak lapis. Terdapat 2 jenis
kurva baku, yaitu kurva baku struktur 2 lapis yang menurun
( ρ 2 < ρ1 ) dan naik (ρ 2 > ρ1 ) .
Sedangkan 4 tipe kurva bantu
tersebut adalah ( Mooney, 1966 ) :
a) Kurva bantu tipe H
Tipe ini lengkungnya berbentuk pinggan ( minimum di
tengah ). Dibentuk oleh 2 lengkung baku, yaitu depan
menurun dan belakang naik. Dan terjadi seperti ada 3 lapisan
dengan 1
ρ >ρ <ρ2 3 . Dalam struktur 2 lapis, dianggap

lapisan bawah lebih resistan, sehingga arus mengalir paada


lapisan semu rapat arus berbanding terbalik terhadap tahanan
jenisnya. Sehingga total konduktansinya sama dengan
jumlah dari masing – masing konduktan.

Moe2KiyoKidi
S f = S1 + S 2
( 2.37 )
Atau dalam bentuk tahanan jenis
hf h1 h2
= +
ρf ρ1 ρ2
( 2.38 )
hf
Sedang ketebalan lapisan semu adalah
h f = h1 + h2
( 2.39 )
hf
Disini diperoleh 3 variabel yang belum diketahui yaitu
ρf
, , dan h2 . Dengan memvariasi harga h2 akan didapat
ρf hf
harga dan . Dan bila harga – harga di atas diplot
h2
log
dalam skala log – log dengan absis h1 dan ordinat
ρ2
log
ρ1 , maka didapat kurva bantu tipe H.
b) Kurva bantu tipe A
Kurva ini mencerminkan harga yang selalu naik. Dibentuk
oleh 2 kurva baku, yaitu depan naik dan belakang turun.
Sama seperti kurva bantu tipe H, tipe A ini terjadi seperti
ada 3 lapisan dengan 1 2ρ <ρ <ρ
3 . Dan dengan cara yang

sama seperti pada kurva tipe H pula, kurva bantu tipe A


dapat diperoleh dari rumusan :

h f = [(s1 + s2 )(
. T1 + T2 )]
1
2
( 2.40 )
 (T + T ) 
1
2
ρf =  1 2  ( 2.41 )
 (S1 + S 2 ) 

c) Kurva bantu tipe K


Lengkung kurva ini berbentuk bell (maksimum di tengah ).
Dibentuk 2 lengkung baku, yaitu depan naik dan belakang

Moe2KiyoKidi
turun. Seperti 3 lapisan dengan ρ1 < ρ 2 > ρ 2 . Kurva bantu
tipe K diperoleh dari rumusan :
h f = ε [(S1 + S 2 )(
. T1 + T2 )]
1
2
( 2.42 )
 (T1 + T2 ) 
1
2
ρf =  
 (S1 + S 2 )  ( 2.43 )
Dimana ε adalah angka banding ketidak isotropan.

d) Kurva bantu tipe Q


Kurva ini mempunyai harga selalu turun. Dibentuk oleh 2
kurva baku, yaitu depan turun dan belakang juga turun.
Seperti 3 lapis dengan
ρ1 > ρ 2 > ρ3 . Kurva Bantu tipe Q
diperoleh dari rumusan :
hf =
1
(h1 + h2 )
η ( 2.44 )
1  (h1 + h2 ) 
ρf =  
η  (S1 + S 2 )
( 2.45 )
1
η adalah faktor kemerosotan atau penurunan yang
bergantung pada kontras tahanan jenis antara lapisan
pertama dan kedua yang tergantung pada perbandingan
ketebalannya.
Adapun langkah – langkah interpretasi dengan kurva matching
konfigurasi Schlumberger adalah ( Waluyo, 2004 ):
a) Plot data lapangan pada kertas transparan dengan skala log –
log dengan absis AB/2 ( setengah jarak elektroda arus ) dan
ordinat ρa ( tahanan jenis semu ).
b) Matchingkan lengkung data lapangan dengan lengkung
baku. Cari lengkung baku yang paling cocok ( ρ2/ρ1 ).
c) Plot titik silang P1 ( titik potong garis ρa /ρ1 =1 dan AB/2
=1 ) pada kertas data lapangan. Titik P1 mempunyai arti
yang penting karena ordinatnya adalah harga tahanan jenis
lapisan pertama dan absisnya adalah kedalaman lapisan
pertama.

Moe2KiyoKidi
d) Tentukan tahanan jenis lapisan kedua yaitu ρ2 = ρ1 x ρ2/ρ1.
e) Pilih lengkung bantu yang cocok dengan pola lengkung data.
Lalu letakkan pusat lengkung bantu berhimpit dengan titik
silang P1 lalu pilih harga sama dengan ρ2/ρ1.
f) Plot lengkung bantu diatas lembar data lapangan dengan
garis putus – putus.
g) Ganti lengkung bantu dengan lengkung baku. Telusurkan
pusat lengkung baku diatas garis putus – putus yang telah
dibuat sampai match dengan data di belakang data yang telah
di interpretasi.
h) Setelah cocok catat harga ρ3/ρ2 , plot titik kedua P2 pada
kertas data ( letak pusat lengkung baku ).
i) Koordinat titik P2 memberikan harga kedalaman lapisan
kedua (absis ) dan tahanan jenis ρ2’ (ordinat).
j) Tentukan tahanan jenis lapisan ketiga ρ3 = ρ2’ x ρ3/ρ2.
k) Bila masih ada data yang belum diinterpretasi, langkah
selanjutnya sama seperti 10 poin diatas. Diteruskan hingga
data terakhir yang merupakan kedalaman lapisan terakhir
( dasar).
Perlu diketahui bahwa diantara keempat jenis tipe lengkung bantu
yang ada, lengkung bantu tipe H merupakan lengkung bantu yang
paling mudah penggunaannya, karena harga h2/h1 dapat diperoleh
langsung dengan menarik garis sejajar sumbu ordinatnya, dan harga
h tidak perlu dikoreksi. Sedangkan tipe A, K dan Q memerlukan
koreksi untuk menentukan ketebalannya. Harga ketebalan
merupakan harga h dikalikan dengan faktor koreksi.

2.14 Teknik Forward dan Inversi


Teknik ini menggunakan komputer untuk mencari kurva tahanan
jenis semu yang nantinya akan diketahui urutan lapisan. Hal – hal
yang harus diketahui interpreter adalah ( Sharma, 1997 ) :
1. Keakuratan nilai perhitungan tahanan jenis ditunjukkan
dengan adanya pengindikasi kesalahan.
2. Terampil menerka (dengan berdasar pada konsep geologi)
parameter tiap lapisan
(ρi , hi ) untuk dijadikan sebagai
masukan awal.

Moe2KiyoKidi
3. Kurva tahanan jenis semu hasil masukan dari poin 2,
dihitung atau diolah dengan menggunakan program
perhitungan maju ( forward calculation program ).
4. Dilakukan minimalisasi kesalahan dari parameter tiap
lapisan, hingga didapatkan kurva teoritis yang sama atau
mendekati kurva lapangan.

2. 15 Progres 3.0
Progres 3.0 adalah program interpretasi tahanan jenis
menggunakan metode optimasi non – linier yang secara otomatis
menentukan model inversi tahanan jenis dan interpretasi data untuk
struktur bawah permukaan dari data observasi titik sounding hasil
survey geolistrik. Dasar teori yang mendasari pembuatan program
komputer Progres 3.0 adalah teori pencocokan kurva atau Curve
Matching.
Progres 3.0 membutuhkan masukan berupa nilai tahanan jenis
semu (ρa) dan nilai AB/2 atau setengah jarak elektroda arus. Hasil
masukan kedua variabel ini akan menampilkan sebuah kurva
lapangan tahanan jenis semu (ρa ) vs setengah jarak elektroda arus
(AB/2). Untuk pengolahan kurva lapangan menggunakan forward
modelling dan inverse modelling membutuhkan masukan model
parameter berupa lapisan ( layer ), kedalaman (depth),dan nilai
tahanan jenis semu (ρa ).

Moe2KiyoKidi
Moe2KiyoKidi
Moe2KiyoKidi
Moe2KiyoKidi
Moe2KiyoKidi
Moe2KiyoKidi
Moe2KiyoKidi
Kertas Log Log

Moe2KiyoKidi
Titik 1

Moe2KiyoKidi

Anda mungkin juga menyukai