Anda di halaman 1dari 9

CLINICAL SCIENSE SESSION (CSS)

Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D)


SMF Ilmu Kesehatan Anak

Disusun oleh:

Prasetya Hadi Nugraha 12100112050

Preseptor:
Yoyoh Yusroh, dr., Sp. A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RSUD AL IHSAN BANDUNG

2014
SINDROM NEFRITIK AKUT (SNA)

• Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal


tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak.

• Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk


menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada
glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.

Etiologi

group A β-hemolytic streptococci (nephritogenic) pada :


a. Infeksi tenggorokan (faringitis)  serotype 12.
Periode laten infeksi saluran pernapasan atas 1-3 minggu sebelumnya
(rata-rata 10 hari), atau
b. Infeksi kulit (pyoderma)  serotype 49
Periode laten infeksi kulit (pyoderma) 3-6 minggu sebelumnya

Epidemiologi

• Sindrom ini sering menyerang pada anak-anak usia 5-12 tahun, dan jarang
pada usia kurang dari 3 tahun.

• Di Indonesia : di Surabaya (26,5%), Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%),


dan Palembang (8,2%).

• Prevalensi pasien anak laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1

Temuan Klinis

1. Onset biasanya dalam 7-14 hari setelah pharyngitis dan dalam 3-6
minggu setelah infeksi kulit
2. Edema perifer (85%), edema paru(14%), congestive cardiac
failure(2%)
3. Hypertensi(60-80%)
4. Haematuria (berwarna seperti teh)
5. Proteinuria
6. Oliguria, kreatinin plasma meningkat

Patogenesis dan Gambaran Histologis

Patogenesis GNAPS belum diketahui dengan pasti.Faktor genetik diduga


berperan dalam terjadinya penyakit dengan ditemukannya HLA-D dan HLADR.
Periode laten antara infeksi streptokokus dengan kelainan glomerulus
menunjukkan proses imunologis memegang peran penting dalam mekanisme
penyakit.Diduga respon yang berlebihan dari sistim imun pejamu pada stimulus
antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya
kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada membran basal glomerulus. Disini
terjadi aktivasi sistim komplemen yang melepas substansi yang akan menarik
neutrofil. Enzim lisosom yang dilepas netrofil merupakan faktor responsif untuk
merusak glomerulus. Hipotesis lain adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
streptokokus akan mengubah IgG endogen menjadi autoantigen. Terbentuknya
autoantibody terhadap IgG yang telah berubah tersebut, mengakibatkan
pembentukan komplek imun yang bersirkulasi, kemudian mengendap dalam
ginjal.

Pada kasus ringan, pemeriksaan dengan mikroskop cahaya menunjukkan


kelainan minimal. Biasanya terjadi proliferasi ringan sampai sedang dari
selmesangial dan matriks. Pada kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial,
matriks dan sel endotel yang difus disertai infiltrasi sel polimorfonuklear dan
monosit, serta penyumbatan lumen kapiler. Istilah glomerulonefritis proliferatif
eksudatif endokapiler difus digunakan untuk menggambarkan kelainan morfologi
penyakit ini. Bentuk bulan sabit dan inflamasi interstisial dapat dijumpai mulai
dari yang halus sampai kasar yang tipikal di dalam mesangium dan di sepanjang
dinding kapiler. Endapan immunoglobulin dalam kapiler glomerulus didominasi
oleh Ig G dan sebagian kecil Ig M atau Ig A yang dapat dilihat dengan mikroskop
imunofluoresen. Mikroskop elektron menunjukkan deposit padat elektron atau
humps terletak di daerah subepitelial yang khas dan akan beragregasi menjadi Ag-
Ab kompleks

Glomerulonefritis paska streptokokus dapat diakibatkan sekunder


terhadap efek toksik langung dari protein streptokokal terhadap glomerulus, atau
produk streptokokal tersebut dapat menginduksi kerusakan akibat imun kompleks.
Hal ini dapat terjadi akibat berbagai mekanisme: (1) dengan membawa antigen ke
glomerulus (antigen ditanamkan), (2) dengan deposisi kompleks imun yang
bersirkulasi, (3) dengan mengalterasi antigen ginjal normal, menyebabkannya
menjadi self-antigen, atau (4) dengan menginduksi respon autoimun terhadap self-
antigen (antigenic mimicry). Diduga bahwa lebih dari satu antigen streptokokal
dapat berperan dalam patogenesis glomerulonefritis paska streptokokus, dan lebih
dari satu mekanisme patogenik dapat ikut serta.
Beberapa protein streptokokal telah diimplikasikan dalam patogenesis
glomerulonefritis paska streptokokus. Molekul protein M yang menonjol dari
permukaan streptokokus grup A mengandung epitop yang dapat melakukan cross-
reaction dengan antigen glomerular. M protein tipe V, VI, dan XIX telah
menunjukkan kemampuan untuk merangsang antibodi yang bereaksi dengan
beberapa protein myokardium dan otot skelet. Sebaliknya, antibodi monoklonal
yang dihasilkan terhadap korteks ginjal manusia menunjukan cross-reaction
dengan protein M tipe VI dan XII, membuktikan bahwa beberapa jenis protein M
memiliki determinan antigenik yang serupa dengan glomerulus.
Bagan 1 Patofisiologi dari glomerulonefritis akut post streptococcal
Gambaran Klinis
Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimtomatik.Kasus klasik atau
tipikal diawali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua
minggu mendahului timbulnya sembab. Periode laten rata-rata 10 atau 21 hari
setelah infeksi tenggorok ataukulit. Hematuria dapat timbul berupa gross
hematuria maupun mikroskopik.Gross hematuria terjadi pada 30-50 % pasien
yang dirawat. Variasi lain yang tidak spesifik bisa dijumpai seperti demam,
malaise,nyeri, nafsu makan menurun, nyeri kepala, atau lesu. Pada pemeriksaan
fisis dijumpai hipertensi pada hampir semua pasien GNAPS, biasanya ringan
atausedang. Hipertensi pada GNAPS dapat mendadak tinggi selama 3-5 hari.
Setelah itu tekanan darah menurun perlahan-lahan dalam waktu 1-2
minggu.Edema bisa berupa wajah sembab, edem pretibial atau berupa gambaran
sindrom nefrotik. Asites dijumpai pada sekitar 35% pasien dengan
edem.Bendungan sirkulasi secara klinis bisa nyata dengan takipne dan dispne.
Gejala gejala tersebut dapat disertai oliguria sampai anuria karena penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG).
Laboratorium
Pemeriksaan urin sangat penting untuk menegakkandiagnosis nefritis akut.
Volume urin sering berkurangdengan warna gelap atau kecoklatan seperti air
cuciandaging.Hematuria makroskopis maupun mikroskopisdijumpai pada hampir
semua pasien.Eritrosit khasterdapat pada 60-85% kasus, menunjukkan adanya
perdarahan glomerulus.Proteinuria biasanya sebandingdengan derajat hematuria
dan ekskresi protein umumnyatidak melebihi 2gr/m2 luas permukaan tubuh
perhari.
Sekitar 2-5% anak disertai proteinuria masif sepertigambaran
nefrotik.Umumnya LFG berkurang, disertai penurunankapasitas ekskresi air dan
garam, menyebabkanekspansi volume cairan ekstraselular. MenurunnyaLFG
akibat tertutupnya permukaan glomerulusdengan deposit kompleks imun.
Sebagian besar anakyang dirawat dengan GNA menunjukkan peningkatanurea
nitrogen darah dan konsentrasi serum kreatinin.Anemia sebanding dengan derajat
ekspansi volumecairan esktraselular dan membaik bila edem
menghilang.Beberapa peneliti melaporkan adanyapemendekan masa hidup
eritrosit. Kadar albumindan protein serum sedikit menurun karena proses
dilusidan berbanding terbalik dengan jumlah deposit imunkompleks pada
mesangial glomerulus.Bukti yang mendahului adanya infeksi streptokokuspada
anak dengan GNA harus diperhatikantermasuk riwayatnya. Pemeriksaan
bakteriologis apustenggorok atau kulit penting untuk isolasi dan identifikasi
streptokokus. Bila biakan tidak mendukung, dilakukan uji serologi respon
imunterhadap antigen streptokokus. Peningkatan titer antibodi terhadap
streptolisin-O (ASTO) terjadi 10- 14 hari setelah infeksi streptokokus.Kenaikan
titerASTO terdapat pada 75-80% pasien yang tidak mendapat antibiotik. Titer
ASTO pasca infeksi streptokokus pada kulit jarang meningkat dan hanya terjadi
pada 50% kasus. Titer antibodi lain seperti antihialuronidase (Ahase) dan anti
deoksiribonuklease B (DNase B) umumnya meningkat. Pengukuran titer antibodi
yang terbaik pada keadaan ini adalah terhadap antigen DNase B yang meningkat
pada 90-95% kasus.
Pemeriksaan gabungan titer ASTO, Ahase dan ADNase B dapat
mendeteksi infeksi streptokokus sebelumnya pada hampir 100%
kasus.1Penurunan komplemen C3 dijumpai pada 80-90% kasus dalam 2 minggu
pertama, sedang kadar properdin menurun pada 50% kasus. Penurunan C3 sangat
nyata, dengan kadar sekitar 20-40 mg/dl (normal80-170 mg/dl). Kadar IgG sering
meningkat lebih dari 1600 mg/100 ml pada hampir 93% pasien.
Diagnosis
Kecurigaan akan adanya GNAPS dicurigai biladijumpai gejala klinis
berupa hematuria nyata yangtimbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut
setelahinfeksi streptokokus.Tanda glomerulonefritis yang khaspada urinalisis,
bukti adanya infeksi streptokokus secaralaboratoris dan rendahnya kadar
komplemen C3mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis.

Tetapi beberapa keadaan dapat menyerupai GNAPSseperti:


 Glomerulonefritis kronik dengan eksaserbasi akut
 Purpura Henoch-Schoenlein yang mengenai ginjal
 Hematuria idiopatik
 Nefritis herediter (sindrom Alport )
 Lupus eritematosus sistemik

Penatalaksanaan

1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Untuk memberi kesempatan ginjal


untuk proses penyembuhan
2. Pemberian antibiotik (penisilin), tidak mempengaruhi beratnya
glomerulonefritis. Melainkan mengurangi menyebarnya infeksi
streptococcus yg mungkin masih ada (eradikasi)à amoksilin
50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Diberi eritromisin
oral 30 mg/kgBB/hari selama 10 hari bila pasien alergi penisilin

3. Pembatasan makanan: Pada fase akut diberikan makanan rendah protein


(1g/kgBB/hari) dan rendah garam (1g/hari).

4. Diuretik : Diberikan untuk mengatasi retensi cairan dan hipertensi.


Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan
mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan
darah

5. Antihipertensi àtergantung pada berat ringannya hipertensi

Pasien hipertensi dapat diberi diuretik atau anti hipertensi

▫ Hipertensi ringan (tekanan darah sistolik 130 mmHg dan diastolik


90 mmHg) umumnya diobservasi tanpa diberi terapi

▫ Hipertensi sedang (sistolik > 140 –150 mmHg dan diastolik > 100
mmHg) -> hidralazin oral atau intramuskular (IM), nifedipin oral
atau sublingual.
▫ Hipertensi berat -> hidralazin 0,15-0,30 mg/kbBB intravena,
dapat diulang setiap 2-4 jam atau reserpin 0,03-0,10 mg/kgBB (1-3
mg/m2) iv, atau natrium nitroprussid 1-8 m/kgBB/menit

Komplikasi

• Oliguria - anuria à 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi


glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia

• Gagal jantung (jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat
hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium)

• Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi


à gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini
disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.

Prognosis

• Sebanyak 95% pasien sembuh total jika ditangani secara tepat ketika fase
akut kemudian kejadian berulang jarang terjadi.

• 5% di antaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan


cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus.

• Eksaserbasi kadang terjadi akibat infeksi akut selama fase penyembuhan,


tetapi umumnya tidak mengubah proses penyakitnya.

• Kelainan urin selama 1 tahun dianggap menderita penyakit


glomerulonefritis kronis.

Anda mungkin juga menyukai