Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN LENGKAP

TEKNOLOGI SEDIAAN KOSMETIK


“WHITENING CREAM”

OLEH:
TRANSFER B 2018

ASISTEN: PUTRI DEWI ANGRIANI

PROGRAS STUDI SARJANA FARMASI


LABORATORIUM FARMASETIKA
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR
MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Perkembangan industri kosmetik di Indonesia saat ini tergolong baik.
Masyarakat terutama kaum wanita, semakin sadar akan pentingnya
kosmetik sebagai kebutuhan sehari-hari. Begitu banyak wanita yang
terobsesi terlihat cantik dan memiliki kulit wajah yang putih. Mayoritas
menganggap bahwa wanita yang memiliki kulit wajah putih lebih terlihat
cantik, dan selalu melakukan perawatan kecantikan ke salon-salon mahal.
Keinginan untuk mempunyai kulit wajah putih tersebut kemudian
mendorong penggunaan produk-produk kosmetik pemutih kulit. Tren
penggunaan kosmetik yang semakin berkembang, serta tuntutan
seseorang untuk berpenampilan menarik di depan khalayak umum
menjadi salah satu alasan industri kosmetik berkembang dengan baik di
Indonesia. Dengan permintaan pasar akan kosmetik yang terus
meningkat, menyebabkan para produsen kosmetik untuk saling bersaing
ketat menciptakan dan menawarkan produk yang mampu memenuhi
ekspektasi para calon pembeli. Menurut data yang didapat dari
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, penjualan kosmetik di
Indonesia pada tahun 2012 meningkat sebesar 12% dari tahun
sebelumnya yaitu sebesar Rp 8,5 triliun menjadi Rp. 9,76 triliun
(Kemenperin, 2014).
Salah satu perawatan secara sederhana yang biasa dilakukan
sendiri oleh para wanita dirumah adalah membersihkan dan merawat kulit
wajah. Banyak jenis produk yang digunakan untuk jenis perawatan wajah
secara sederhana di rumah, misalnya produk pembersih, penyegar,
pelembab, pemutih, anti acne, anti aging, dan lain sebagainya. Dari
berbagai macam produk kosmetika untuk wajah tersebut yang paling
banyak digunakan oleh para wanita adalah krim pemutih wajah. sekarang
ini tidak dapat diragukan lagi bahwa kebutuhan akan kosmetik sudah
demikian primer bagi hampir seluruh wanita. Lihat saja penggunaan
berbagai krim pemutih wajah banyak digunakan wanita baik kalangan
remaja, dewasa, bahkan lansia. Lihat pula besar dan kuatnya industri
kosmetika yang tidak kalah kuatnya dengan industri - industri lain. Dan
perangkat pelayan seperti salon dan penjualan yang telah meningkat.
Semua itu menunjukkan peranan kosmetika yang sangat penting dewasa
ini (Wasitaatmadja, 1997).
Satu bahan aktif yang terbukti memiliki kegunaan yang baik untuk
kulit yaitu asam kojic dimana cara kerja asam kojic sebagai pemutih,
senyawa ini memilki efek sebagai inhibitor kompetitif dan reversible pada
oksidase polifenol yaitu menghambat tirosinase, yang mengkatalisis
perubahan tirosin. Berdasarkan hal tersebut dilakukan formulasi whitening
krim dengan menggunakan asam kojic (Serra-Baldrich, dkk, 1998)
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini adalah mengetahui bagaimana
cara memformulasi sediaan whitening cream yang stabil secara fisik.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah dapat mengetahui cara
memformulasi sediaan whitening cream yang stabil secara fisik.
I.3 Prinsip Percobaan
Adapun prinsip dari percobaan ini adalah berdasarkan pada
pembuatan sediaan whitening cream, dimana basis air dipanaskan dan
basis minyak di leburkan. Kemudian keduanya di campurkan homogen
dan zat aktif hingga antioksidan dimasukkan lalu dihomogenkan hingga
terbentuk krim.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Kulit
Kulit merupakan panca indera yang terletak di permukaan tubuh
yang berperan penting dalam melakukan proteksi tubuh. Secara alami,
kulit akan melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme dengan
adanya tabir lemak di atas kulit yang diperoleh dari kelenjar lemak dan
sedikit kelenjar keringat serta adanya lapisan kulit (Wasitaatmadja, 2007).
Kulit beserta turunannya, meliputi rambut, kuku, kelenjar sebasea,
kelenjar keringat, dan kelenjar mamma disebut juga integumen. Fungsi
spesifik kulit terutama tergantung sifat epidermis. Epitel pada epidermis ini
merupakan pembungkus utuh seluruh permukaan tubuh dan ada
kekhususan setempat bagi terbentuknya turunan kulit, yaitu rambut, kuku,
dan kelenjar-kelenjar (Kalangi, Sonny, 2013).
Kulit disebut juga integumen atau kutis yang tumbuh dari dua macam
jaringan yaitu jaringan epitel yang menumbuhkan lapisan epidermis dan
jaringan pengikat (penunjang) yang menumbuhkan lapisan dermis (kulit
dalam). Kulit mempunyai susunan serabut saraf yang teranyam secara
halus berguna untuk merasakan sentuhan atau sebagai alat raba dan
merupakan indikator untuk memperoleh kesan umum dengan melihat
perubahan pada kulit (Syaifuddin, 2009).
Adapun struktur lapisan kulit, yaitu (Syaifuddin, 2009)
1. Epidermis
Lapisan paling luar yang terdiri atas lapisan epitel gepeng. Unsur
utamanya adalah sel-sel tanduk (keratinosit) dan sel melanosit.
Lapisan epidermis tumbuh terus karena lapisan sel induk yang berada
di lapisan bawah bermitosis terus-menerus, sedangkan lapisan paling
luar epidermis akan mengelupas dan gugur. Epidermis dibina oleh sel-
sel epidermis terutama serat-serat kolagen dan sedikit serat elastis.
Dari sudut kosmetik, epidermis merupakan bagian kulit yang
menarik karena kosmetik dipakai pada lapisan epidermis. Meskipun
ada beberapa jenis kosmetik yang digunakan sampai ke dermis,
namun tetap penampilan epidermis menjadi tujuan utama. Ketebalan
epidermis berbeda-beda pada berbagai tubuh, yang paling tebal
berukuran 1 milimeter, misalnya ada telapak kaki dan telapak tangan,
dan lapisan yang tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada kelopak
mata, pipi, dahi, dan perut (Tranggono & Latifah, 2007).

Gambar1.Lapisan-lapisan epidermis (Mescher AL, 2010)

Epidermis terdiri atas beberapa lapisan sel. Sel-sel ini berbeda


dalam beberapa tingkat pembelahan sel secara mitosis. Lapisan
permukaan dianggap sebagai akhir keaktifan sel, lapisan tersebut
terdiri dari 5 lapisan meliputi (Syaifuddin, 2009):
a. Stratum korneum (Stratum corneum)
Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel tanduk (keratinosit),
gepeng, kering, dan tidak berinti. Sitoplasmanya diisi dengan serat
keratin, makin keluar letak sel makin gepeng seperti sisik lalu
terkelupas dari tubuh. Sel yang terkelupas akan digantikan oleh sel
yang lain. Zat tanduk merupakan keratin lunak yang susunan
kimianya berada dalam sel-sel keratin keras. Lapisan tanduk
hampir tidak mengandung air karena adanya penguap air,
elastisnya kecil, dan sangat efektif untuk pencegahan penguapan
air dari lapisan yang lebih dalam (Syaifuddin, 2009).
b. Stratum lusidum (Stratum lucidum)
Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang sangat gepeng
dan bening. Membran yang membatasi sel-sel tersebut sulit terlihat
sehingga lapisannya secara keseluruhan seperti kesatuan yang
bening. Lapisan ini ditemukan pada daerah tubuh yang berkulit
tebal (Syaifuddin, 2009). Lapisan ini terletak di bawah stratum
corneum. Antara stratum lucidum dan stratum granulosum terdapat
lapisan keratin tipis yang disebut rein's barrier (Szakall) yang tidak
bisa ditembus (impermeable) (Tranggono & Latifah, 2007).
c. Stratum granulosum
Lapisan ini terdiri atas 2-3 lapis sel polygonal yang agak
gepeng dengan inti ditengah dan sitoplasma berisi butiran (granula)
keratohialin atau gabungan keratin dengan hialin. Lapisan ini
menghalangi masuknya benda asing, kuman, dan bahan kimia
masuk kedalam tubuh (Syaifuddin, 2009).
d. Stratum spinosum
Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel berbentuk kubus
dan poligonal, inti terdapat di tengah dan sitoplasmanya berisi
berkas-berkas serat yang terpaut pada desmosom (jembatan sel).
Seluruh sel terikat rapat lewat serat-serat tersebut sehingga secara
keseluruhan lapisan sel-selnya berduri. Lapisan ini untuk menahan
gesekkan dan tekanan dari luar, tebal dan terdapat di daerah tubuh
yang banyak bersentuhan atau menahan beban dan tekanan
seperti tumit dan pangkal telapak kaki (Syaifuddin, 2009).
e. Stratum basal (Stratum germinativum atau membrane basalis)
Lapisan terbawah epidermis. Di dalam stratum germinativum
juga terdapat sel-sel melanosit, yaitu sel-sel yang tidak mengalami
keratinisasi dan fungsinya hanya membentuk pigmen melanin dan
memberikannya kepada sel-sel keratinosit melalui dendrit-
dendritnya. Satu sel melanosit melayani sekitar 36 sel keratinosit.
Kesatuan ini diberi nama unit melanin epidermal (Tranggono &
Latifah, 2007).
2. Dermis
Berbeda dengan epidermis yang tersusun oleh sel-sel dalam
berbagai bentuk dan keadaan. Dermis terutama terdiri dari bahan
dasar serabut kolagen dan elastin, yang berada di dalam substansi
dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin mukopolisakarida.
Batas dermis sulit ditentukan karena menyatu dengan lapisan subkutis
(hipodermis), ketebalannya antara 0,5 - 3 mm, beberapa kali lebih
tebal dari epidermis. Dermis bersifat ulet dan elastis yang berguna
untuk melindungi bagian yang lebih dalam. Serabut kolagen dapat
mencapai 72 % dari keseluruhan berat kulit manusia bebas lemak.
Di dalam dermis terdapat adneksa-adneksa kulit seperti folikel
rambut, papilla rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar
sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf,
juga sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah
kulit (subkutis/hipodermis) (Tranggono & Latifah, 2007; Syaifuddin,
2009).
3. Lapisan Subkutan
Hipodermis adalah lapisan bawah kulit (fasiasu perfisialis) yang
terdiri atas jaringan pengikat longgar, komponennya serat longgar,
elastis, dan sel lemak. Sel-sel lemak membentuk jaringan lemak pada
lapisan adiposa yang terdapat susunan lapisan subkutan untuk
menentukan mobilitas kulit diatasnya, bila terdapat lobules lemak yang
merata, hypodermis membentuk bantal lemak yang disebut pannikulus
adiposa. Pada daerah perut, lapisan ini dapat mencapai ketebalan 3
cm. Sedangkan pada kelopak mata, penis, dan skortum, lapisan
subkutan tidak mengandung lemak. Dalam lapisan hypodermis
terdapat anyaman pemnbuluh arteri, pembuluh vena, dan anyaman
saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit bawah dermis.
Lapisan ini mempunyai ketebalan bervariasi dan mengikat kulit secara
longgar terhadap jaringan di bawahnya (Syaifuddin, 2009).
II.2 Krim
II.2.1 Definisi Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu
atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang
sesuai. Sediaan ini merupakan sediaan setengan padat (semi solid) dan
emulsi yang terdiri dari campuran antara fase minyak dan fase air (Dirjen
POM, 1995).
Krim umumnya kurang kental dan lebih ringan dari pada salep,
sehingga krim lebih disukai dari pada salep. Umumnya krim mudah
menyebar rata dan karena krim merupakan emulsi minyak dalam air,
maka akan lebih mudah dibersihkan dari pada sebagian besar salep. Krim
dianggap mempunyai daya tarik estetik lebih besar karena sifatnya yang
tidak berminyak dan kemampuannya berpenetrasi dengan cepat ke dalam
kulit (Ansel,1989).
II.2.2 Keuntungan dan Kekurangan Krim
a. Keuntungan (Ansel, 2008):
1. Mudah menyebar rata
2. Praktis
3. Mudah dibersikan atau dicuci
4. Cara kerja berlangsung pada jaringan setempat
5. Tidak lengket terutama tipe M/A
6. Memberikan rasa dingin (cool cream) berupa tipe A/M
7. Digunakan sebagai kosmetik
8. Bahan untuk pemakaian topikan, jumlah yang diabsorbsi tidak
cukup beracun
b. Kekurangan (Ansel, 2008):
1. Susah dalam pembuatannya karena harus dalam keadaan
panas
2. Mudah pecah disebabkan komposisi dalam pembuatan formula
tidak sesuai
3. Mudah kering dan mudah rusak, khususnya tipe A/M karena
terganggunya sistem campuran terutama disebabkan
penambahan salah-satu fase yang berlebihan
II.2.3 Mekanisme Kerja Krim Pemutih
a. Proteksi sinar matahari (Tabir surya)
Makin gelapnya kulit (tanning) setelah terpapar radiasi matahari
(panjang gelombang: 290-320 nm) disebabkan oleh reaksi fisik dan
kimiawi menggelapkan warna melanin yang belum muncul ke luar
melanosit, dan merangsangnya secara cepat untuk masuk ke
keratinosit. Selain itu, terpapar radiasi matahari akan menyebabkan
kecepatan sintesis melanin dalam melanosit mengalami akselerasi,
sehingga semakin meningkatkan jumlah pigmen melanin (Fitrie, 2004).
Mekanisme tabir surya yaitu dengan memberikan tabir sehingga
radiasi matahari dengan panjang gelomang 290-320 nm tidak
langsung atau mengurangi pemaparannya terhadap kulit (Zhai, 2009).
b. Menghambat aktivitas melanosit
Menghambat aktivitas melanosit dilakukan dengan menghindari
cahaya matahari dan obat-obat fototoksik. Sebagaimana telah
dijelaskan bahwa melanosit akan masuk kedalam keratinosit jika kulit
terpapar cahaya matahari. Selain itu kecepatan sintesis melanin dalam
melanosit juga akan meningkat (Zhai, 2009).
c. Menghambat sintesis melanin
Melanin dibentuk oleh melanosit dengan enzim tirosinase
memainkan peranan penting dalam proses pembentukannya. Sebagai
akibat dari kerja enzim tirosinase, tiroksin diubah menjadi 3,4
dihidroksiferil alanin (DOPA) dan kemudian menjadi dopaquinone,
yang kemudian dikonversi, setelah melalui beberapa tahap
transformasi menjadi melanin. Penghambatan sintesis melanin
dilakukan dengan penghambatan enzim, tirosinase. Obat yang
biasanya digunakan dan mampu menghambat enzim tersebut adalah
hidrokuinon, asam kojik, asam azelaik, ekstrak bengkuang, arbutin
(Zhai, 2009).
d. Menghambat produksi melanin
Obat yang dapat digunakan untuk menghambat produksi melanin
diantranya adalah asam askorbat dan glutation (Zhai, 2009).
e. Toksisitas melanosit selektif dan supresi melanogenesis non selektif
Obat yang mempunyai efek toksisitas melanosit selektif adalah
merkuri, isopropil katekol, dan N-asetil sistein yang menyebabkan
kerusakan melanosit. Akibatnya melanin tidak dapat disintesis.Obat
yang mempunyai efek supresan pada melanogenesis non selektif yaitu
kortikosteroid dan indometasin. Obat tersebut bekerja dengan
menekan proses melanogenesis (Zhai, 2009).
f. Memindahkan melanin
Melanin yang sudah disintesis akan menumpuk dan berkumpul di
keratinosit. Obat ini bekerja untuk memindahkan melanin tersebut
untuk segera di metabolisme. Obat yang mempunyai aktivitas tersebut
adalah asam kloroasetik, solutio jessner, asam glikolat (Zhai, 2009).
II.2.4 Stabilitas Krim
Umumnya suatu emulsi dianggap tidak setabil secara fisika jika, fase
dalam atau fase terdispersi pada pendiaman cenderung untuk membentuk
agregat dari bulatan-bulatan, jika bulatan-bulatan atau agregat dari
agregat naik ke permukaan atau turun kedasar emulsi tersebut akan
membentuk suatu lapisan bekat dari fase dalam dan jika semua atau
sebagian dan cairan fase dalam tidak teremulsikan dan membentuk suatu
lapisan yang berbeda pada permukaan atau pada dasar emulsi, yang
merupakan hasil dari bergabungnya bulatan-bulatan fase dalam.
Disamping itu suatu emulsi sangat dipengaruhi oleh kontaminasi dan
pertumbuhan mikroba (Ansel, 2005).
Ketidakstabilan fisika dan sediaan ditandai dengan adanya
pemucatan warna atau munculnya warna, timbul bau, perubahan atau
pemisahan fase, pecahnya emulsi, pengendapan suspensi atau caking,
perubahan konsistensi, pertumbuhan kristal, terbentuknya gas, dan
perubahan fisik lainnya. Kestabilan dari emulsi ditandai dengan tidak
adanya penggabungan fase dalam, tidak adanya creaming, dan
memberikan penampilan, bau, warna dan fisik lainnya yang baik (Martin et
al., 1993).
Ketidakstabilan dalam emulsi farmasi dapat digolongkan sebagai
berikut:
a. Flokulasi dan Creaming
Creaming merupakan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa
lapis cairan, dimana masing-masing lapis mengandung fase dispersi
yang berbeda (Anief, 1997). Creaming kearah atas terjadi dalam suatu
emulsi A/M atau M/A yang tidak stabil dimana fase terdispersi
mempunyai kerapatan lebih kecil dari pada kerapatan fase luar.
Creaming kearah bawah dalam emulsi yang tidak stabil dimana
kerapatan fase dalam lebih besar dari pada kerapatan fase luar (Ansel,
2005).
b. Koalesen dan pecahnya emulsi (crecking atau breaking)
Creaming adalah suatu proses yang bersifat dapat kembali,
berbeda dengan proses creaking (pecahnya emulsi) yang bersifat tidak
dapat kembali (Anief, 1997). Hal ini dikarenakan lapisan pelindung
disekitar bulatan-bulatan fase terdispersi tidak adalagi (Ansel, 2005).
c. Inversi
Inverse fase yang meliputi perubahan tipe emulsi dari M/A menjadi
A/M atau sebaliknya (Martin et al.,1993).
II.2.5 Komposisi Sediaan Krim
Bahan-bahan penyusun krim, antara lain:
1. Zat aktif, yaitu zat berkhasiat pada suatu sediaan. contohnya :
Asam kojat, Arbutin, Vitamin C dll
2. Emulgator, adalah bahan aktif permukaan yang menurunkan
tegangan permukaan antar muka antara minyak dan air dan
mengelilingi tetesan terdispersi dengan membentuk lapisan yang
kuat untuk mencegah koalesensi dan pemisahan fase terdispersi.
Contohnya : Asam stearate, Trietanolamin dll
3. Bahan Pengawet, sering digunakan umumnya metil paraben
(nipagin) 0,12-0,18%, propil paraben (nipasol) 0,02-0,05%.
Pendapar, untuk mempertahankan pH sediaan Pelembab.
Antioksidan, untuk mencegah ketengikan akibat oksidasi oleh
cahaya pada minyak tak jenuh (Lachman, 1994).
4. Pelembab (humektan), ditambahkan dalam sediaan topikal
dimaksudkan untuk meningkatkan hidrasi kulit. Hidrasi pada kulit
menyebabkan jaringan menjadi lunak, mengembang dan tidak
berkeriput sehingga penetrasi zat akan lebih efektif. Contohnya:
gliserol, PEG, sorbitol dll. Anti Oksidan
5. Antioksidan dimaksudkan untuk mencegah tejadinya ketengikan
akibat oksidasi oleh cahaya pada minyak tidak jenuh yang sifatnya
autooksidasi. Contohnya: tokoferol, alkil gallat, BHA, BHT.
6. Peningkat Penetrasi, zat tambahan ini dimaksudkan untuk
meningkatkan jumlah zat yang terpenetrasi agar dapat digunakan
untuk tujuan pengobatan sistemik lewat dermal (kulit). Contohnya :
Cetyl alcohol, pyrrolidones, minyak atsiri dll
(Lachman, 1994).
II.2.6 Jenis-jenis Emulgator
Emulgator menstabilkan dengan cara menempati antara
permukaan antara tetesan minyak dan air. Emulgator juga mengurangi
tegangan antar muka antara fase sehingga meningkatkan proses
emulsifikasi selama pencampuran. Contohnya, Gom Arabikum, Tragakan,
Merah telur, Carboxymethyloellulose (CMC) (Fatmawaty, 2015).
Menurut buku Teknologi Sediaan Farmasi, Emulgator terbagi
menjadi dua, diantaranya :
1. Emulgator alami
a. Emulgator alam yang membentuk film multimolekuler. Contohnya
akasia dan gelatin.
b. Emulgator alam yang membentuk film monomolekuler. Contohnya
lesitin dan kolesterol.
c. Emulgator yang membentuk film berupa partikel padat. Contohnya
bentonit dan veegum.
2. Emulgator sintesis atau surfaktan yang membentuk film
monomolekuler. Kelompok bahan aktif permukaan ini dibagi menjadi
anionik, kationik dan nonionik, tergantung dari muatan yang dimiliki oleh
surfaktan.
II.2.7 Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB)
Produksi
1. Bahan Awal
a. Air
1. Air harus mendapat perhatian khusus karena merupakan bahan
penting. Peralatan untuk memproduksi air dan sistem
pemasokannya harus dapat memasok air yang berkualitas. Sistem
pemasokan air hendaknya disanitasi sesuai Prosedur Tetap.
2. Air yang digunakan untuk produksi sekurang-kurangnya
berkualitas air minum. Mutu air yang meliputi parameter kimiawi
dan mikrobiologi harus dipantau secara berkala, sesuai prosedur
tertulis dan setiap ada kelainan harus segera ditindak lanjuti
dengan tindakan koreksi.
3. Pemilihan metoda pengolahan air seperti deionisasi, destilasi atau
filtrasi tergantung dari persyaratan produk. Sistem penyimpanan
maupun pendistribusian harus dipelihara dengan baik.
4. Perpipaan hendaklah dibangun sedemikian rupa sehingga
terhindar dari stagnasi dan resiko terjadinya pencemaran.
b. Verifikasi Material (Bahan)
1. Semua pasokan bahan awal (bahan baku dan bahan pengemas)
hendaklah diperiksa dan diverifikasi mengenai pemenuhannya
terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan dan dapat ditelusuri
sampai dengan produk jadinya.
2. Contoh bahan awal hendaklah diperiksa secara fisik mengenai
pemenuhannya terhadap spesifikasi yang ditetapkan, dan harus
dinyatakan lulus sebelum digunakan.
3. Bahan awal harus diberi label yang jelas.
4. Semua bahan harus bersih dan diperiksa kemasannya terhadap
kemungkinan terjadinya kebocoran, lubang atau terpapar.
c. Pencatatan Bahan
1. Semua bahan hendaklah memiliki catatan yang lengkap mengenai
nama bahan yang tertera pada label dan pada bukti penerimaan,
tanggal penerimaan, nama pemasok, nomor batch dan jumlah.
2. Setiap penerimaan dan penyerahan bahan awal hendaklah dicatat
dan diperiksa secara teliti kebenaran identitasnya.
d. Material Ditolak (Reject)
1. Pasokan bahan yang tidak memenuhi spesifikasi hendaknya
ditandai, dipisah dan untuk segera diproses lebih lanjut sesuai
prosedur tetap.
e. Sistem Pemberian Nomor Batch
1. Setiap produk antara, produk ruahan dan produk akhir hendaklah
diberi nomor identitas produksi (nomor batch yang dapat
memungkinkan penelusuran kembali riwayat produk.
2. Sistem pemberian nomor batch hendaknya spesifik dan tidak
berulang untuk produk yang sama untuk menghindari
kebingungan/kekacauan.
3. Bila memungkinkan, nomor batch hendaknya dicetak pada etiket
wadah dan bungkus luar.
4. Catatan pemberian nomor batch hendaknya dipelihara.
f. Penimbangan dan Pengukuran
1. Penimbangan hendaknya dilakukan di tempat tertentu
menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi.
2. Semua pelaksanaan penimbangan dan pengukuran harus dicatat
dan dilakukan pemeriksaan ulang oleh petugas yang berbeda.
g. Prosedur dan Pengolahan
1. Semua bahan awal harus lulus uji sesuai spesifikasi yang
ditetapkan.
2. Semua prosedur pembuatan harus dilaksanakan sesuai prosedur
tetap tertulis.
3. Semua pengawasan selama proses yang diwajibkan harus
dilaksanakan dan dicatat.
4. Produk ruahan harus diberi penandaan sampai dinyatakan lulus
oleh Bagian Pengawasan Mutu.
5. Perhatian khusus hendaknya diberikan kepada kemungkinan
terjadinya kontaminasi silang pada semua tahap proses produksi.
6. Hendaknya dilakukan pengawasan yang seksama terhadap
kegiatan pengolahan yang memerlukan kondisi tertentu, misalnya
pengaturan suhu, tekanan, waktu dan kelembaban.
7. Hasil akhir proses produksi harus dicatat.
h. Produk Kering
1. Penanganan bahan dan produk kering memerlukan perhatian
khusus dan bila perlu dilengkapi dengan sistem pengendali debu,
atau sistem hampa udara sentral atau cara lain yang sesuai.
i. Produk Basah
1. Cairan, krim, dan lotion harus diproduksi demikian rupa untuk
mencegah dari kontaminasi mikroba dan kontaminasi lainnya.
2. Penggunaan sistem produksi dan transfer secara tertutup sangat
dianjurkan.
3. Bila digunakan sistem perpipaan untuk transfer bahan dan produk
ruahan harus dapat dijamin bahwa sistem yang digunakan mudah
di bersihkan.
j. Produk Aerosol
1. Pembuatan aerosol memerlukan pertimbangan khusus karena
sifat alami dari bentuk sediaan ini.
2. Pembuatan harus dilakukan dalam ruang khusus yang dapat
menjamin terhindarnya ledakan atau kebakaran.
k. Pelabelan dan Pengemasan
1. Lini pengemasan hendaklah diperiksa sebelum dioperasikan.
Peralatan harus bersih dan berfungsi baik. Semua bahan dan
produk jadi dari kegiatan pengemasan sebelumnya harus
dipindahkan.
2. Selama proses pelabelan dan pengemasan berlangsung, harus
diambil contoh secara acak dan diperiksa.
3. Setiap lini pelabelan dan pengemasan harus ditandai secara jelas
untuk mencegah campur baur.
4. Sisa label dan bahan pengemas harus dikembalikan ke gudang
dan dicatat. Bahan pengemas yang ditolak harus dicatat dan
diproses lebih lanjut sesuai dengan Prosedur Tetap.
l. Produk Jadi, Karantina dan Pengiriman ke Gudang Produk Jadi
1. Semua produk jadi harus dikarantina terlebih dahulu. Setelah
dinyatakan lulus uji oleh bagian Pengawasan Mutu dimasukkan ke
gudang produk jadi. Selanjutnya produk dapat didistribusikan.
II.2.8 Evaluasi Sediaan Krim
1. Uji organoleptik bertujuan untuk melihat tampilan fisik suatu
sediaan meliputi warna, bau dan bentuk. Berdasarkan hasil yang
didapat yaitu berwarna putih, tidak berbau dan konsistensi berupa
setengah padat. Hasil ini telah sesuai dengan spesifikasi yang telah
disyaratkan (Wibowo dkk, 2017).
2. Uji daya sebar krim bertujuan untuk mengetahui kemampuan
menyebar krim saat diaplikasikan pada kulit. Adanya penambahan
beban menyebabkan diameter penyebarannya juga semakin besar
sehingga semakin besar luas penyebarannya. Persyaratan daya
sebar sediaan setengah padat harus berada pada range 5-7 cm
(Rachmalia dkk, 2016).
3. Uji daya lekat bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan
krim tersebut untuk melekat pada kulit. Daya lekat yang baik
memungkinkan obat tidak mudah lepas dan semakin lama melekat
pada kulit, sehingga dapat menghasilkan efek yang diinginkan.
Persyaratan daya lekat yang baik untuk sediaan topikal adalah > 4
detik (Rachmalia dkk, 2016).
4. Metode penentuan tipe emulsi yang paling sering digunakan yaitu
pewarnaan. Pada metode pewarnaan menggunakan bahan
pewarna seperti metilen biru, dimana ketika metilen biru larut dan
tersebar merata dalam sediaan krim maka menunjukkan bahwa
sediaan krim tersebut memiliki tipe emulsi M/A dan sebaliknya bila
timbul bintik-bintik biru pada sediaan, maka krim yang dihasilkan
tipe A/M. Hal ini dikarenakan metilen biru merupakan pewarna yang
larut dalam air sehingga dapat dengan mudah larut dan menyebar
pada emulsi M/A (Depkes RI, 1985).
5. Uji viskositas bertujuan untuk mengetahui besarnya tahanan dari
sediaan untuk mengalir. Semakin besar viskositas sediaan semakin
sukar mengalir. Viskositas juga berpengaruh pada kecepatan
pemisahan krim menjadi fase minyak dan air. Kecepatan
pemisahan akan berkurang dengan meningkatnya viskositas
sediaan sehingga krim menjadi lebih stabil. Perubahan temperatur
dapat mempengaruhi viskositas, dimana viskositas sediaan
menurun jika temperatur dinaikkan (Sinko, 2006). Sifat alir yang
diharapkan dari suatu sediaan setengah padat adalah tiksotropik,
karena sediaan setengah padat diharapkan mempunyai konsistensi
tinggi dalam wadah pada saat penyimpanan, namun saat diberi
gaya dapat dengan mudah dituang (Martin dkk, 1993).
6. Uji pH bertujuan untuk mengetahui keamanan sediaan krim saat
digunakan sehingga tidak mengiritasi kulit. pH sediaan tidak boleh
terlalu asam karena dapat mengiritasi kulit dan tidak boleh terlalu
basa karena dapat membuat kulit menjadi kering/bersisik (Dureja,
2005). pH sediaan krim yang dipersyaratkan adalah 4,5-6,5
(Rachmalia dkk, 2016).
7. Uji iritasi bertujuan untuk mengetahui jumlah/kadar obat yang
mampu berpenetrasi dan terlepas dari basisnya. Sediaan semi
padat dapat memberikan efek jika bahan obat telah terlepas dari
basisnya. Pengujian iritasi dilakukan pada kulit hewan coba dengan
cara mencukur bulu dari hewan coba tersebut dan dioleskan
sediaan krim asam kojat, hal ini dilakukan untuk mengamati eritema
dan edema yang terjadi pada kulit hewan coba tersebut dengan
menggunakan metode Draize (Pratimasari dkk, 2015).
II.2.9 Penomoran Notifikasi dan Nomor batch Kosmetik
Penomoran notifikasi kosmetik terdiri dari dua huruf awal yang
menunjukkan benua, diikuti 11 angka yang artinya sebagai berikut :
2 angka pertama menunjukkan kode negara,
2 angka kedua tahun notifikasi,
2 angka ketiga menunjukkan jenis produk, dan
5 angka terakhir menunjukkan nomor urutnotifikasi.
Kode benua :
NA = produk Asia (termasuk produk lokal).
NB = Produk Australia
NC = Produk Eropa.
ND = Produk Afrika
NE = Produk Amerika.
Contoh, suatu produk memiliki nomor notifikasi
NA18150900279, maka artinya adalah produk tersebut merupakan
produk asia dan dalam negeri karena angka 18 adalah negara
Indonesia. Angka selanjutnya, 15, artinya memperoleh notifikasi di
tahun 2015. Kode produknya 09, dan nomor notifikasinya : 00279
(Depkes RI, 2013).
II.3 INFORMASI BAHAN AKTIF
II.3.1 Uraian Farmakologi
1. Asam Kojact (Rowe, 2009)

Nama : Asam kojact (Kojic acid)

Kelas farmakologi : Zat aktif (pemutih)

Indikasi : Pemutih dan gangguan hiperpigmentasi


Mekanisme kerja : Bekerja menghambat aktivitas tirosinase
dalam sintesis melanin
Kontraindikasi : Hipersensitivitas pada asam kojact

Efek samping : Iritasi ringan pada kulit ruam, memerah dan


gatal
Toksisitas : -

Konsentrasi pemberian : 2%
Interaksi zat aktif : Sensitif terhadap sinar matahari sehingga
penting untuk menggunakan tabir surya
terlebih dahulu
II.3.2 Uraian Sifat Fisika Kimia Bahan Aktif
1. Asam kojact (Rowe, 2009)
Nama resmi : KOJIC ACID
Nama lain : Asam kojac
RM : C6H6O4
BM : 142,11 g
RB :

Pemerian : Warna : Putih


Rasa : Tidak berasa
Bau : Tidak berbau
Bentuk : Kristal
Kelarutan : Dalam air : agak sukar larut dalam air
Dalam pelarut lain: agak sukar larut dalam
benzene, larut dalam etanol, etil eter, aseton
dan DMSO
pKa dan pH larutan : 9,40 / 7,66
Titik lebur : 151-156
Polimorfisme : -
Informasi tambahan : Pemutih, penanganan melasma, antifungi,
antibakteri konsentrasi 0,1-2%
Stabilitas : Suhu : Stabil
Cahaya : Terlindung cahaya
pH : Stabil pada pH 3-10
Air : -
Lainnya : Stabil pada penyimpanan
Inkompatibilitas : Gugus fungsi : -
Ion logam : -
Senyawa : -
tertentu
Saran penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
II.3.4 Informasi Bahan Tambahan (Sifat Fisika- Kimia dan Stabilitas)
1. Asam stearat (Rowe, 2009 ; Dirjen POM,1979 Hal : 57)
Nama resmi : ACIDUM STEARICUM
Nama lain : Asam stearate
Kelas fungsional Emulgator
Konsentrasi : 1 – 2%
RM C18H36O2
BM : 284,47
RB

Pemerian : Warna : Putih atau kuning pucat


Rasa : Rasa lemah atau getir dan
khas
Bau : Tidak berbau
Bentuk : Hablur atau massa hablur,
sangat rapuh
Kelarutan : Dalam air : Praktis tidak larut dalam air
Dalam pelarut lain: Larut dalam 20 bagian
etanol (95%) P, dalam 2 bagian kloroform P,
dan dalam 3 bagian eter P
pKa dan pH : -
Titik lebur : 69,6

Informasi lain : Titik didih 361

Stabilitas : Stabil terutama dengan penambahan


antioksidan
Inkompatibilitas : Dengan hampir atau semua logam
hidroksida dan zat pengoksidasi
Penanganan : peggunaan sarung tangan, masker dan
pelindung mata
Toksisitas : Non toksik
Saran Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2. TEA (Rowe, 2009 Hal : 754)
Nama resmi : TRIETHANOLAMINUM
Nama lain : Trietanolamin, TEA
Kelas fungsional : Emulgator
Konsentrasi : 4-4%
RM : C6H15NO3
BM : 149,19
RB :

Pemerian : Warna : Jernih, tidak berwarna, kuning


Rasa : pucat
Bau : Tidak berbau
Bentuk : Seperti amoniak
Cairan kental
Kelarutan : Dalam air : Larut dalam air
Dalam pelarut lain : Larut dalam aseton,
methanol, sukar larut dalam eter
pKa dan pH : -
Titik lebur : 20 - 21

Informasi lain : Sangat higroskopik


Stabilitas : Dapat berubah warna menjadi coklat apabila
terpapar udara dan cahaya
Inkompatibilitas : Triethanolamine akan bereaksi dengan
asam mineral terbentuk garam dan ester
Kristal
Penanganan : peggunaan sarung tangan, masker dan
pelindung mata
Toksisitas : Non toksik
Saran Penyimpanan : Dalam wadah kedap udara, terlindung dari
cahaya
3. Cetyl alkohol (Rowe, 2009 Hal : 155)
Nama resmi : CETYL ALKOHOL
Nama lain : Ethial, ethol, cetyl alcohol
Kelas fungsional : Zat penetrasi
Konsentrasi : 2 – 5%
RM : C16H34O
BM : 242,22
RB :

Pemerian : Warna : Putih


Rasa : Khas
Bau : Khas
Bentuk : Serpihan atau granul
Kelarutan : Dalam air : Tidak larut dalam air
Dalam pelarut lain : Mudah larut dalam
etanol (95%) P dan eter
pKa dan pH : 8,4/3-6
Titik lebur : 47-53

Informasi lain : kelarutannya meningkat dengan


peningkatan temperatur
Stabilitas : Stabil dengan adanya asam, alkali, cahaya
dan udara sehingga tidak menjadi tengik
Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan asam kuat dan
pengoksidasi kuat
Penanganan : Penggunaan pelindung mata, sarung tangan
dan masker
Toksisitas : Non toksik
Saran Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, tempat sejuk
dan kering
4. Propilenglikol (Dirjen POM, 1979 Hal : 534)
Nama resmi : PROPYLENGLYCOLUM
Nama lain : Propilenglikol
Kelas fungsional : Humektan
Konsentrasi : 15%
RM : C3H8O2
BM : 76,10
RB :

Pemerian : Warna : Tidak berwarna


Rasa : Agak manis
Bau : Tidak berbau
Bentuk : Cairan kental, jernih
Kelarutan : Dalam air : Dapat bercampur dengan air
Dalam pelarut lain: Dengan etanol dan
dengan kloroform P, larut dalam 6 bagian
eter P, tidak dapat bercampur dengan eter
minyak tanah P, dan dengan minyak lemak
pKa dan pH : -
Titik lebur : 185 – 189oC
Informasi lain : -
Stabilitas : Stabil pada suhu dingin
Inkompatibilitas : Tidak bercampur dengan reagen oksidasi
seperti kalium permanganat
Penanganan : Penggunaan pelindung mata, sarung tangan
dan masker
Toksisitas : Non toksik
Saran Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
5. Metil Paraben (Dirjen POM,1979 Hal : 378)
Nama resmi : METHYLIS PARABENUM
Nama lain : Nipagin
Kelas fungsional : Pengawet
Konsentrasi : 0,02% - 0,03%
RM : C3H8O3
BM : 152,51
RB :

Pemerian : Warna : Putih


Rasa : Tidak berasa
Bau : Hampir tidak berbau
Bentuk : Serbuk hablur halus
Kelarutan : Dalam air : Larut dalam 500 bagian air,
dalam 20 bagian air mendidih
Dalam pelarut lain : Mudah larut dalam eter
P, dan dalam larutan alkali hidroksida, larut
dalam 60 bagian gliserol P panas, dan
dalam 40 bagian minyak lemak nabati
panas.
pKa dan pH : -
Titik lebur : 125-128oC
Informasi lain : -
Stabilitas : Larutan encer pada pH 3-6 dapat disterilkan
pada suhu 120oC
Inkompatibilitas : Aktivitas antimikroba berkurang dengan
adanya surfaktan
Penanganan : Penggunaan pelindung mata, masker dan
sarung tangan
Toksisitas : -
Saran Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
6. Propil paraben (Dirjen POM,1979 Hal: 535 ; Rowe, 2009)
Nama resmi : PROPYLIS PARABENUM
Nama lain : Nipasol
Kelas fungsional : Pengawet
Konsentrasi :
RM : C10H12O3
BM : 180,21
RB :

Pemerian : Warna : -
Rasa : Tidak berasa
Bau : Tidak berbau
Bentuk : Serbuk hablur putih

Kelarutan : Dalam air : Sangat sukar larut


Dalam pelarut lain: Larut dalam 3,5 bagian
etanol P, dalam 3 bagian aseton P, dalam
140 bagian gliserol P, dan dalam 40 bagian
minyak lemak
pKa dan pH : -
Titik lebur : 95-98oC
Informasi lain : -
Stabilitas : Larutan propil paraben encer pada pH 3-6
Inkompatibilitas : Aktivitas pengawet berkurang dengan
adanya surfaktan
Penanganan : Penggunaan pelindung mata, sarung tangan
dan masker
Toksisitas : -
Saran Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
7. Tokoperol (Rowe, 2009 ; Dirjen POM,1979)
Nama resmi : TOCOPHEROLUM
Nama lain : Vitamin E
Kelas fungsional : Antioksidan
Konsentrasi : 0,001 – 0,05%
RM : C29H50O2
BM : 430,72
RB :

Pemerian : Warna : Tidak berwarna


Rasa : Tidak berasa
Bau : Tidak berbau
Bentuk : Cairan minyak
Kelarutan : Dalam air : Praktis tidak larut
Dalam pelarut lain : Larut dalam minyak,
aseton, dan etanol
pKa dan pH : -
Titik lebur : -
Informasi lain : -
Stabilitas : Tokoferol teroksidasi perlahan oleh oksigen
Inkompatibilitas : Ester lebih stabil terhadap oksidasi daripada
tokoferol
Penanganan : Penggunaan pelindung mata, sarung tangan
dan masker
Toksisitas : -
Saran Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
10. Oleum rosae (Dirjen POM, 1978 Hal : 459)
Nama resmi : OLEUM ROSAE
Nama lain : Minyak mawar
Kelas fungsional Pengaroma
Konsentrasi : 0,01 – 0,05%
RM C10H18O
BM : 154,35
Pemerian : Warna : Tidak berwarna atau kuning
Rasa : khas
Bau : Menyerupai bunga mawar
Bentuk : Cairan
Kelarutan : Dalam air : -
Dalam pelarut lain: Larut dalam 1 bagian
Kloroform, larutan jernih
pKa dan pH : 4 – 7,5
Titik lebur : -
Informasi lain : Pada suhu 25 kental, jika didinginkan

perlahan-lahan berubah menjadi massa


hablur bening yang jika dipanaskan mudah
melebur
Stabilitas : Stabil
Inkompatibilitas : -
Penanganan : -
Toksisitas : -
Saran Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
11. Aquadest (Dirjen POM, 1979 Hal: 96)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling, aquadest
Kelas fungsional : Pelarut
Konsentrasi : Ad 100%
RM : H2O
BM : 18,00
RB :

Pemerian : Warna : Tidak berwarna


Rasa : Tidak berasa
Bau : Tidak berbau
Bentuk : Cairan jernih
Titik lebur : -
Stabilitas : Stabil
Toksisitas : Non toksik
Saran Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
BAB III
METODE KERJA

III.1 Formula

III.1.1 Formula Asli

Krim Asam Kojact

III.1.2 Formula Disetujui

Tiap 20 g sediaan mengandung

Asam Kojat 2%
Asam Stearat 8%
TEA 2%
Propilenglikol 7%
Cetyl Alkohol 5%
Metil Paraben 0,01%
Propil Paraben 0,1%
Alfa- tokoferol 0,001%
Oleum Rosae qs
Aquadest ad 100%
III.1.3 Master Formula

Tanggal Pengesahan : 18 desember 2019


Nama Produk
Beauty® Nomor Registrasi : NA18190100003
Nomor Batch : J903001

Tabel Formula
Beauty®
Produksi : PT. TeBe PharMa
Isi Bersih : 20 gram
Tgl Formula: Dibuat Oleh:
Tgl Produksi: Disetujui oleh:
18 Desember Eka, Pace dan
18 Januari 2019 Putri Dewi Angriani
2019 Fatmasari
Kode bahan Nama Bahan Fungsi Jumlah/Dosis Jumlah/Batch
AK Asam Kojat Zat Aktif 0,4 g 0,4 g
AS Asam Stearat Emulgator Anionik 2,4 g 2,4 g
TEA Triethanolamin Agen Pengemulsi 0,6 g 0,6 g
PG Propilenglikol Humektan 1,4 g 1,4 g
CA Cetil Alkohol Agen Pengemulsi 0,6 g 0,6 g
MP Metil Paraben Pengawet 0,004 g 0,004 g
PP Propil Paraben Pengawet 0,002 g 0,002 g
VITE Tokoferol Antioksidan 0,0002 g 0,0002 g
OR Oleum Rosae Parfum 3 tetes 3 tetes
AQDS Aquadest Pelarut
III.1.4 Perhitungan Bahan
Tiap 20 g

1. Asam Kojat

2. Asam Stearat

3. TEA

4. Propilenglikol

5. Cetyl Alkohol

6. Metil paraben

7. Propil paraben

8. Tokoferol
9. Aquadest ad 100 % = 100 – (0,44 + 1,76 +
0,44 +1,54 + 0,66 + 0,0044 + 0,0022 +
0,0022) g
= 100 – 4,8488
= 95,1512
% kelebihan
1. Asam Kojat = 0,4 g + 10% = 0,44 g
2. Asam Stearat = 1,6 g + 10% = 1,76 g
3. TEA = 0,4 g + 10% = 0,44 g
4. Propilenglikol = 1,4 g + 10% = 1,54 g
5. Cetyl Alkohol = 0,6 g + 10% = 0,66 g
6. Metil paraben = 0,004 g + 10% = 0,0044 g
7. Propil paraben = 0,002 g + 10% = 0,0022 g
8. Tokoferol = 0,002 g + 10% = 0,0022 g
III.1.5 Cara kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang bahan sesuai perhitungan bahan
3. Dilebur fase minyak (asam stearat, cetyl alkohol, propil paraben) sambil
dilakukan pengadukan dan dipertahankan suhunya sampai 70 oC
(Campuran 1)
4. Dipanaskan fase air (aquadest, metil paraben, propilenglikol) sambil di
lakukan pengadukan dan dipertahankan suhunya hingga 70 oC
(Campuran 2)
5. Ditambahkan fase minyak kedalam fase air sedikit demi sedikit sambil
dilakukan pengadukan hingga terbentuk krim
6. Ditambahkan zat aktif (asam kojat) yang sudah dilarutkan dengan
propilenglikol sedikit demi sedikit kedalam campuran krim, lalu aduk
hingga homogen
7. Ditambahkan alfa-tokoferol ke dalam campuran krim
8. Dilakukan evaluasi
9. Dimasukkan kedalam kemasan primer
10. Dimasukkan kedalam wadah sekunder
III.2 Evaluasi
1. Organoleptik
Dengan menggunakan panca indra melihat kesesuaian warna, bau
dan bentuk sedapat mungkin mendekati spesifikasi sediaan yang
telah ditentukan selama formulasi. Pemeriksaan pemerian obat jadi
dilakukan dengan metode sebagai berikut : ambil 1 pcs produk,
pindahkan seluruh isi kedalam wadah kaca (beker gelas), amati
warna, bau (aroma) dan konsistensi.
2. Pengukuran pH
Dengan menggunakan kertas pH universal tujuan untuk
mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan.
3. Homogenitas
Dilihat pada kaca pembesar jika warna pada dasar krim menyebar
secara merata maka krim dikatakan homogen. Pemeriksaan
homogenitas obat jadi dilakukan dengan metode sebagai berikut :
ambil 0,5 g, simpan diatas plat kaca (objek gelas) tutup dengan deg
glass, amati bentuk sediaan.
4. Uji daya lekat
Ini dapat dilakukan dengan cara krim diletakkan pada suatu sisi
kaca objek dengan sisi bawahnya telah dipasangkan tali untuk
mengikat beban, kemudian ditempatkan pada kaca objek lain beban
yang digunakan adalah 50 g kemudian diamati waktu yang dibutuhkan
beban tersebut untuk memisahkan kedua kaca tersebut.
5. Uji daya sebar
Kaca transparan diletakkan diatas kertas grafik pada kaca tersebut
diletakkan 0,5 gram kemudian ditutup dengan kaca transparan baru
dibiarkan selama 1 menit untuk beberapa diameter daerah yang
terbentuk kemudian dilanjutkan dengan penambahan beban diatas
kaca tersebut, beban yang diberikan 50, 100, 200, dan 500 g dan
dihitung setiap beban yang diberikan. Pemeriksaan daya sebar
dilakukan dengan metode sebagai berikut : ambil 1 pcs produk,
sediaan sebanyak ±0,5 g letakkan pada plat kaca biarkan 1 menit, beri
beban tiap 1 menit 50 g hingga 250 g lalu diukur diameter sebar.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil
IV.1.1 Alur Produksi
Tahap Bahan Alat Parameter Hasil
Zat aktif dan bahan Penimbangan
Penimbangan Timbangan Sesuai
tambahan seksama

- Fase minyak (Asam


- Fase minyak
stearat, Cetil Bahan
Penggolongan larut pada
alkohol, Propil dipisahkan
Bahan fase air Cawan suhu 70oC
Paraben) sesuai fase
dan fase porselin - Fase air larut
- Fase air (TEA, metil masing-
minyak pada suhu
paraben, masing
75-80oC
propilenglikol
Aquadest)
Semua
Melebur pada bahan
Peleburan Fase minyak Hot plate
suhu 70oC melebur
sempurna

Dipanaskan
Pemanasan Fase air Hot plate pada suhu 75- Sesuai
80oC

Terbentuk
Fase air, fase Mortir dan
Pencampuran massa krim Homogen
minyak, Asam kojat Stamper
yang homogen

Baik,
Pengemasan Sediaan ruahan Pot cream terlindung Baik
cahaya

Seperangkat
alat untuk uji Sesuai
Sesuai
daya lekat persyaratan
Evaluasi Sediaan jadi persyaratan
dan daya sediaan
sediaan krim
sebar, kertas krim yang
yang baik
pH universal baik

1. Hasil Evaluasi
Tanggal Pengesahan : 18 desember 2019
Nama Produk
Nomor Registrasi : NA18190100003
Beauty®
Nomor Batch : J903001
Jenis Evaluasi Alat Bahan Kriteria Hasil

Berwarna
Berwarna putih, tidak putih, tidak
Uji Organoleptik Panca indra Sediaan krim berbau, konsistensi berbau,
semipadat konsistensi
semipadat

Kertas pH Sediaan krim


Uji pH 4,5-6,5 6
universal 0,5 g

Seperangkat alat
Sediaan krim
Uji Daya Lekat uji daya lekat + > 4 detik 3 detik
1g
stopwatch

Seperangkat alat Sediaan krim


Uji Daya Sebar 5.7 cm 5,6 cm
uji daya sebar 1g

Penentuan Tipe  Kaca objek &  Metilen blue


Emulsi: mikroskop Sediaan krim (M/A) & sudan III
 Pewarnaan  Beaker glass secukupnya (A/M)
 Lampu dan  Dapat diencerkan
 Pengenceran
kabel dengan air
 Konduktivitas (M/A),sebaliknya -
 Kertas saring
listrik  Lampu menyala
 Kertas saring (M/A), sebaliknya
 Kertas saring
terbasahi (M/A),
sebaliknya
Viskositas dan Viskometer
Sediaan krim 2000-5000 cps -
Rheologi Brookfield Sifat alir (thiksotropik)
Sel difusi Franz
dan Sediaan krim
Uji Difusi Diperoleh kadar zat aktif -
Spektrofotometer secukupnya
UV-Vis

Uji Iritasi Kulit Sediaan krim Edema dan eritema -


IV.2 Pembahasan
Pada percobaan ini dibuat krim asam kojat dengan penambahan
bebrapa bahan tambahan, dimana krim asam kojat merupakan salah satu
produk kecantikan yaitu krim pemutih, produk ini banyak di pakai oleh
masyarakat pada umumnya yang ingin terlihat bersih, putih sehingga
dapat membuat seseorang akan percaya diri. Krim pemutih berfungsi
sebagai proteksi sinar matahari (tabir surya), menghambat aktivitas
melanosit, menghambat sintesis melanin, menghambat produksi melanin,
toksisitas melanosit selektif dan supresi melanogenesis non selektif,
memindahkan melanin. Produk krim pemutih yang stabil secara fisika
maupun kimia sehingga nyaman digunakan dan memberikan efikasi yang
optimal pada pasien. Krim yang dibuat kali ini adalah krim yang
ditambahkan dengan asam kojat. Asam kojat bekerja dengan
menghambat aktivitas tirosinase dalam sintesis melanin.
Dalam pembuatan krim ini, dilakukan dengan metode peleburan
dan distabilkan dengan TEA (fase air) dan asam stearat (fase minyak)
yang merupakan emulgator nonionik. Digunakan emulgator nonionik
karena emulgator ini bersifat netral dan stabil dengan adanya asam/basa
dari komponen krim. Alasan pemilihan 2 emulgator karena emulgator
gabungan dapat menghasilkan penurunan tegangan antar muka yang
lebih besar dibandingkan emulgator tunggal sehingga krim yang dibuat
dengan sistem emulsi akan lebih stabil (Hamzah dkk, 2014). Fase minyak
dan fase air yang telah dileburkan, kemudian dicampurkan dengan
penggerusan secara manual. Kemudian ditambahkan asam kojat dan alfa
tokoferol sebagai antioksidan agar melindungi bahan-bahan yang mudah
teroksidasi dan bahan yang memiliki bau tengik serta oleum rosae untuk
menambah aroma yang menyenangkan bagi konsumen. Untuk pengujian
sediaan dilakukan evaluasi fisik yaitu uji berat bersih, organoleptik, daya
sebar, daya lekat, viskositas dan rheologi, tipe emulsi sedangkan untuk
evaluasi kimia dilakukan pengujian pH, uji difusi dan uji iritasi.
Uji organoleptik bertujuan untuk melihat tampilan fisik suatu
sediaan meliputi warna, bau dan bentuk. Berdasarkan hasil yang didapat
yaitu berwarna putih, tidak berbau dan konsistensi berupa setengah
padat. Hasil ini telah sesuai dengan spesifikasi yang telah disyaratkan
(Wibowo dkk, 2017).
Uji daya sebar krim bertujuan untuk mengetahui kemampuan
menyebar krim saat diaplikasikan pada kulit. Adanya penambahan beban
menyebabkan diameter penyebarannya juga semakin besar sehingga
semakin besar luas penyebarannya. Dari percobaan yang telah dilakukan
diperoleh daya sebar dengan diameter 5-6 cm dimana hasil tersebut telah
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan yaitu, sediaan setengah
padat harus berada pada range 5-7 cm (Rachmalia dkk, 2016).
Uji daya lekat bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan
krim tersebut untuk melekat pada kulit. Daya lekat yang baik
memungkinkan obat tidak mudah lepas dan semakin lama melekat pada
kulit, sehingga dapat menghasilkan efek yang diinginkan. Pada percobaan
yang telah dilakukan diperoleh daya lekat krim hanya 3 detik dimana hasil
tersebut tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Persyaratan
daya lekat yang baik untuk sediaan topikal adalah > 4 detik (Rachmalia
dkk, 2016).
Metode penentuan tipe emulsi yang paling sering digunakan yaitu
pewarnaan. Pada metode pewarnaan menggunakan bahan pewarna
seperti metilen biru, dimana ketika metilen biru larut dan tersebar merata
dalam sediaan krim maka menunjukkan bahwa sediaan krim tersebut
memiliki tipe emulsi M/A dan sebaliknya bila timbul bintik-bintik biru pada
sediaan, maka krim yang dihasilkan tipe A/M. Hal ini dikarenakan metilen
biru merupakan pewarna yang larut dalam air sehingga dapat dengan
mudah larut dan menyebar pada emulsi M/A. pada percobaan yang telah
dilakukan diperoleh tipe emulsi M/A (Depkes RI, 1985).
Uji pH bertujuan untuk mengetahui keamanan sediaan krim saat
digunakan sehingga tidak mengiritasi kulit. pH sediaan tidak boleh terlalu
asam karena dapat mengiritasi kulit dan tidak boleh terlalu basa karena
dapat membuat kulit menjadi kering/bersisik (Dureja, 2005). Dari
pengujian pH yang telah dilakukan diperoleh pH 6 dimana krim tersebut
telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, dimana pH sediaan
krim yang dipersyaratkan adalah 4,5-6,5 (Rachmalia dkk, 2016).
Hasil yang didapatkan saat membuat krim berwarna putih, bentuk
semi padat, aroma khas, sediaan homogen ditandai dengan tidak ada
bercak dan partikel tidak merata, memiliki pH 6, memiliki daya lekat
selama 3 detik dan daya sebar 5.6 cm.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa krim
pemutih yang telah dibuat, stabil secara fisik setelah dilakukan beberapa
pengujian seperti uji organoleptik, uji pH, uji daya lekat dan uji daya sebar
semuanya telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan kecuali pada uji
daya lekat dimana hasil yang diperoleh pada pengujian ini adalah 3 detik
sedangkan kriteria yang telah ditetapkan adalah tidak boleh kurang dari 4
detik.
V.2 Saran
V.2.1Saran Untuk Dosen
Diharapkan dosen agar dapat memantau dengan baik setiap
kegiatan praktikum baik yang telah terlaksana maupun yang belum
terlaksana sehingga praktikum berjalan dengan baik.
I.2.2 Saran Untuk Asisten
Untuk asisten diharapkan untuk menjalin interaksi yang baik
bersama praktikan yang melaksanakan praktikum di laboratorium agar
faktor-faktor kesalahan yang biasa terjadi dapat dikurangi dengan adanya
komunikasi yang baik.
I.2.3 Saran Untuk laboratorium
Sebaiknya dalam menjalankan kegiatan praktikum ketersediaan alat
dan bahan yang akan digunakan saat praktikum lebih diperhatikan dan
ditingkatkan serta sarana dan prasarana laboritorium lebih diperbaiki lagi
terutamanya ketersediaan untuk alat penyejuk ruangan.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M., 1997, Ilmu Meracik Obat, 10-17, Gadjah Mada University Press:
Jogyakarta.

Ansel, H.C.1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press; Jakarta

Ansel, H.C.,2005.Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat.


Penerjemah: Farida Ibrahim. Penerbit UI Press : Jakarta.

Ansel, H. C., 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed IV, Alih


bahasa Ibrahim, F. Jakarta : UI Press.

Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01-4852-1998 Sistem Analisa


dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman
Penerapannya. Jakarta : BSN.
Depkes RI. 2013. Peraturan Kepala BPOM RI; NOMOR 34 TAHUN 2013;
Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala BPOM NOMOR
HK.03.1.23.12.10.11983 TAHUN 2010 Tentang Kriterian dan Tata
CaraPengajuan Notifikasi Kosmetika.

Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Jakarta; Departemen


Kesehatan Republik Indonesia

Dirjen POM, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta; Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Dirjen POM, 2003, Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik,


Jakarta; Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Dureja Harish, D Kaushik, M Gupta, V Kumar, V Lather, Cosmeceuticals :


An Emerging Concept. Departement of Pharmaceutical Sciences,
M.D. University, Rohtak; India

Elmitra, 2017, Dasar-dasar Farmasetika Dan Sediaan Semi Solid,


Yogyakarta; Deepublish.

Fitrie, Alya Amila., 2004, Histologi dari melanosit, e-USU Repository,


Fakultas Kedokteran Bagian Histologi Universitas Sumatera Utara.

Hamzah Mochtar, Adhi Djuanda Siti Aisah, 2014, Anatomi Kulit dan Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-3. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta

Kalangi, Sonny J. R, 2013. Histofisiologi Kulit. Jurnal Biomedik (JBM),


Volume 5, Nomor 3, Suplemen, November 2013, hlm. S12-20
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. 2014. Konsumsi Energi
Seiring Pertumbuhan Industri.http://www.kemenperin.go.id/artikel/
9897/Konsumsi EnergiSeiring-Pertumbuhan-Industri diakses tanggal
30 September 2017.
Lachman, 1994, Teori Dan Praktek Farmasi Industri, Edisi II. Jakarta; UI
Press

Martin, A., Swarbick, J., dan A. Cammarata. 1993. FarmasiFisik 2. Edisi


III. Jakarta: UI Press. Pp. 940-1010, 1162, 1163, 1170.

Mescher AL.2010, Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas.New York:


McGraw Hill Medical.

Pratimasari Diah, Nining Sugihartini , Tedjo Yuwono, 2015, Evaluasi Sifat


Fisik Dan Uji Iritasi Sediaan Salep Minyak Atsiri Bunga Cengkeh
Dalam Basis Larut Air, Jurnal Ilmiah Farmasi Universitas Ahmad
Dahlan, Yogyakarta Vol. 11 No. 1

Rachmalia Izzatul, Mukhlishah, 2016, Daya Iritasi dan Sifat Fisik Sediaan
Salep Minyak Atsiri Bunga Cengkeh (Syzigium aromaticum) pada
Basis Hidrokarbon, Majalah Farmaseutik, Vol. 12 No. 1, Universitas
Ahmad Dahlan: Yogyakarta, pp: 372 – 376
Rowe R. C., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition,
Pharmaceutical Press and American Pharmacists Assosiation;
London

Serra-Baldrich, E., Tribo, M.J., Camarasa, J.G., 1998. Allergic contact


dermatitis from kojic acid. Contact Dermatitis, 39(2):86-87.
Syaifuduin.2009.Anatomi Tubuh Manusda, Jukarta: Salenba Medica.

Sinko, Patrick J. (2006). Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika, Edisi
5, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Tranggono, R.I., & Latifah, F.2007.Buku Pengantar limu Kosmetik.,
Jakarta: Gramnedia Pustaka Utarna, 6-8, 11-13, 30-3 1, 129.

Wasitaatmadja, 1997, Penuntun Kosmetik Medik, Universitas Indonesia,


Jakarta.

Wasitaatmadja, S. M. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta:


Penerbit Universitas Indonesia.

Wibowo. S.A, Arif. B, Dwi. H. 2017, Formulasi dan Aktivitas Anti Jamur
Sediaan Krim M/A Ekstrak Etanol Buah Takokak (Solanum torvum
Swartz) terhadap Candida albicans. J. Riset Sains dan Teknologi
(1)1.

Zhai, Hongbo., Maibach, Howard I., 2009, Skin Whitening Agent in


Handbook of Cosmetic Science and Tecnology, Barel., Andre O., et
all (editor), Informa HealthCare USA, Inc

Anda mungkin juga menyukai