Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Hepatitis virus akut merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di seluruh
dunia. Penyakit ini kadang-kadang memiliki episode hepatitis dengan klinis anikterik, tidak
nyata, atau subklinis. Hepatitis A merupakan penyakit infeksi sistemik yang dominan
menyerang hati akibat masuknya virus hepatitis A (HAV) melalui transmisi fekal-oral dari
makanan atau minuman yang telah terkontaminasi. Penyakit hepatitis A masih endemis di
negara berkembang, terutama karena keadaan lingkungan yang masih buruk.
Di seluruh dunia terdapat sekitar 1,4 juta kasus hepatitis A setiap tahunnya.1 Lebih
dari 75% anak di benua Asia, Afrika, dan India memiliki antibodi anti-HAV pada usia 5
tahun. Sebagian besar infeksi HAV didapat pada awal kehidupan, kebanyakan asimtomatik,
dan anikterik. Di Indonesia sendiri insidensi penyakit hepatitis A berkisar antara 39,8-63,8%
kasus.2
Manifestasi klinis berupa demam, kurang nafsu makan, mual, nyeri pada kuadran
kanan atas perut, dan dalam waktu beberapa hari kemudian timbul sakit kuning. Urin
penderita biasanya berwarna kuning hingga coklat gelap yang terjadi 1-5 hari sebelum
timbulnya penyakit kuning. Terjadi pembesaran pada organ hati dan tenderness pada
perabaan hati.
Diagnosis penyakit hepatitis dilakukan dengan tes virologi dan tes serologi.
Pencegahan dilakukan dengan cara meningkatkan pola hidup bersih dan sehat. Upaya
menjaga kebersihan diri melalui mencuci tangan dengan sabun hingga bersih, terutama
setelah buang air dan sebelum makan atau menyiapkan makanan, serta dengan pemberian
vaksin.
Jika seseorang sudah terkena hepatitis A pengobatan tidak ada yang spesifik, melainkan
hanya bersifat simtomatis seperti pemberian antipiretik untuk menurunkan panas, antiemetik
jika pasien mengalami mual muntah, serta yang paling penting adalah istirahat dengan tirah
baring.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI
Nama : Yudi
Usia : 14 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Karang Asem
Tanggal Kunjungan : 2 April 2012

II. ANAMNESIS
A. KELUHAN UTAMA
Mata kuning sejak 4 hari yang lalu
B. KELUHAN TAMBAHAN
Buang air kecil berwarna seperti teh pekat, mual, muntah dan demam
C. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
± 1 minggu yang lalu penderita mengeluh demam yang tidak terlalu
tinggi. Demam tidak disertai dengan menggigil, mual (+) dan muntah
sebanyak 2 kali berisi cairan dan sisa makanan. Nafsu makan biasa. Penderita
membeli obat “Bodrex” dan merasa keluhan demam agak berkurang. Os tidak
muntah lagi, namun masih merasa mual.
Sejak 4 hari yang lalu, os mengetahui kedua matanya terlihat kuning
yang semakin lama semakin jelas. Keluhan disertai dengan buang air kecil
berwarna seperti teh pekat. Mual (+), Demam (+), Muntah (-). Buang air besar
berwarna putih seperti dempul tidak ada. Keluhan tidak disertai dengan gatal-
gatal di seluruh tubuh. Keluhan tidak disertai dengan nyeri di perut kanan atas.
Os kemudian dibawa ibunya untuk berobat ke Puskesmas Tanjung Enim.
Riwayat kontak dengan penderita sakit kuning sebelumnya ada,
saudara sepupu os. Os memiliki aktivitas disekolah yang padat, jarang istirahat
dan mempunyai kebiasaan makan tidak teratur dan jajan sembarangan.

D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Os tidak pernah menderita penyakit kuning sebelumnya, tidak pernah
disuntik kecuali imunisasi, riwayat mendapat transfusi tidak ada.
2
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Kompos mentis (GCS 15)
Tekanan Darah : 110/70
Nadi : 82 x / menit
Pernapasan : 20 x / menit
Suhu : 37,7.C
Berat badan : 48 kg

Status Lokalis
Mata : Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik +/+
Abdomen
Palpasi : Hepar teraba membesar, ukuran 2 jari di bawah arcus costae,
konsistensi kenyal, tepi tajam, permukaan rata, lien tak teraba,
Nyeri tekan regio hipokondrium kanan, nyeri lepas (-).

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Urine Rutin
- Glukosa : – mg/dl (N: –)
- Protein : – mg/dl (N: –)
- Bilirubin : +1 (N: –)
- Urobilinogen : +1 (N: –)
- Eritrosit : 1-2 sel/µl (N: 0-3)
- Leukosit : 2-4 sel/µl (N: 0-10)
- Epitel 1 : + (N: 1+)
- Ca Oxalat : – (N: –)
- Asam urin : – (N: –)
- Silinder : – (N: –)
- Lain-lain : Amorf

V. RESUME
Os diantar oleh ibunya berobat ke Puskesmas Tanjung Enim dengan keluhan
kedua matanya terlihat kuning yang semakin lama semakin jelas. Keluhan disertai

3
dengan buang air kecil berwarna seperti teh pekat. Demam (+) tidak terlalu tinggi,
Mual (+). Sebelumnya ± 1 minggu yang lalu penderita mengeluh demam yang tidak
terlalu tinggi. Demam (+) tidak disertai dengan menggigil, mual (+) dan muntah
sebanyak 2 kali berisi cairan dan sisa makanan. Nafsu makan biasa. Penderita
membeli obat “Bodrex” dan merasa keluhan demam berkurang. Os tidak muntah lagi,
namun masih merasa mual.
Riwayat kontak dengan penderita sakit kuning sebelumnya ada, saudara
sepupu os. Os memiliki aktivitas disekolah yang padat, jarang istirahat dan
mempunyai kebiasaan makan tidak teratur dan jajan sembarangan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan temperatur tubuh 37,7.C, pemeriksaan
fisik mata didapatkan sklera ikterik +/+ . Pada palpasi abdomen didapatkan hepar teraba
membesar, ukuran 2 jari di bawah arcus costae, konsistensi kenyal,tepi tajam,
permukaan rata, lien tak teraba,nyeri tekan regio hipokondrium kanan,nyeri lepas (-).
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Bilirubin: +1 (N: –), Urobilinogen: +1 (N: –)

VI. DIAGNOSIS KERJA


Hepatitis viral akut et causa Suspek Hepatitis A

VII. TATALAKSANA
Non Medikamentosa :
- Tirah baring
- Diet kalori dan protein yang adekuat
(Protein : 48 g, kalori : 1440-1680 calori)
Medikamentosa :
- Paracetamol 3 x 500 mg
- Curcuma 3 x 1 tab
- Domperidon 3x1 tab

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sanactionam : bonam

4
IX. ANALISA KASUS
Pada pasien didapati keluhan demam yang terus menerus tanpa menggigil,
mual, kemudian disusul dengan BAK berwarna seperti teh, bagian putih bola mata
semakin lama semakin kuning. Ikterus atau jaundice adalah perubahan warna kulit,
sklera mata, atau jaringan lainnya seperti membran mukosa yang menjadi kuning oleh
karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi
darah. Dari timbulnya jaundice pada pasien maka harus dipikirkan penyebabnya yang
dapat terjadi akibat proses di pre-hepatik, intra-hepatik, dan post-hepatik.
Penyebab ikterus pre-hepatik adalah hemolisis, perdarahan internal, sindrom
Gilbert, sindrom Crigler-Najjar, sindrom Dubin-Johnson, dan sindrom Rotor. Semua
penyakit tersebut memiliki kesamaan dimana terdapat hiperbilirubinemia indirek.
Penyebab ikterus intra-hepatik adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena
alkohol, dan penyakit hepatitis autoimun. Penyebab ikterus post-hepatik adalah batu
duktus koledokus, kanker pankreas, striktur pada duktus koledokus, karsinoma duktus
koledokus, dan kolangitis sklerosing.
Jika dilihat dari gejala-gejala pasien dimana awalnya terdapat demam, mual,
dan dalam waktu beberapa hari kemudian BAK berwarna seperti teh disusul dengan
timbul kuning pada mata, ditambah dengan penemuan dari pemeriksaan fisik
didapatkan adanya sklera ikterik pada kedua mata, maka diagnosis sementara adalah
suspek hepatitis A akut.
Pada pemeriksaan urinalisa pasien didapatkan Bilirubin: +1(N:–),
Urobilinogen: +1 (N: –) . Bilirubin adalah hasil pemecahan heme yaitu bagian dari
hemoglobin. Liver bertanggungjawab atas clearance dari bilirubin melalui proses
konjugasi agar lebih larut air untuk disekresi ke empedu kemudian diekskresi ke
lumen usus. Ikterus yang timbul pada pasien diakibatkan oleh proses peradangan
intrahepatik mengganggu transport bilirubin konjugasi. Fase ini terjadi di mana
penyakit kuning berkembang di tingkat bilirubin total melebihi 20 - 40 mg/l. Fase
ikterik biasanya dimulai dalam waktu 10 hari gejala awal didahului urin yang
berwarna coklat, sklera kuning, kemudian seluruh badan menjadi kuning. Ikterus pada
hepatitis A bersifat akut. Puncak fase ikterik muncul dalam 1-2 minggu.
Faktor risiko untuk terkenanya hepatitis A meliputi berdomisili di tempat yang
penduduknya ramai dan dalam satu rumah dihuni oleh banyak orang, kebersihan yang
kurang, pada anak yang dititip di day care, bepergian ke negara berkembang,
pemakaian jarum suntik bersama misalnya pada orang yang memakai narkoba, juga
5
bisa melalui kontak seksual dengan penderita. Pada pasien ditemukan faktor risiko
berupa suka makan di warung-warung pinggir jalan, pasien tinggal di pemukiman
padat Riwayat kontak dengan penderita sakit kuning sebelumnya ada, saudara sepupu
os.
Hepatitis A merupakan penyakit infeksi sistemik yang dominan menyerang
hati akibat masuknya virus hepatitis A melalui transmisi fekal-oral dari makanan atau
minuman yang telah terkontaminasi. Hepatitis virus akut merupakan urutan pertama
dari berbagai penyakit hati di seluruh dunia. Penyakit ini kadang-kadang memiliki
episode hepatitis dengan klinis anikterik, tidak nyata, atau subklinis. Hepatitis virus
akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis virus hepatitis, yaitu virus hepatitis A
(HAV), virus hepatitis B (HBV), hepatitis C (HCV), hepatitis D (HDV), dan hepatitis
E (HEV).
Tatalaksana meliputi tatalaksana medikamentosa dan non-medikamentosa.
Dalam tatalaksana non-medikamentosa kunci utamanya adalah istirahat yang
dilakukan dengan tirah baring, mobilisasi pelan-pelan dimulai jika keluhan atau gejala
berkurang, bilirubin dan transaminase serum menurun. Aktivitas normal sehari-hari
dimulai setelah keluhan hilang dan data laboratorium normal.
Terapi harus mendukung dan bertujuan untuk menjaga keseimbangan gizi
yang cukup. Tidak ada diet khusus bagi penderita hepatitis A, yang penting adalah
jumlah kalori dan protein adekuat (1 g/kg protein, 30-35 cal/kg), menu dapat
disesuaikan dengan selera penderita, terkadang pemasukan nutrisi dan cairan kurang
akibat mual dan muntah, sehingga perlu ditunjang oleh nutrisi parenteral contohnya
infus Dekstrose 10-20%. Telur, susu dan mentega benar-benar dapat membantu
memberikan asupan kalori yang baik. Minuman mengandung alkohol tidak boleh
dikonsumsi selama hepatitis akut karena efek hepatotoksiknya.
Hingga sekarang belum ada pengobatan spesifik bagi hepatitis virus akut,
pengobatan hanya bersifat simtomatis. Penambahan vitamin dengan makanan tinggi
kalori protein dapat diberikan pada penderita yang mengalami penurunan berat badan
atau malnutrisi. Pengobatan simtomastis yang biasa diperlukan:
- Pemberian antiemetik jika pasien muntah-muntah
- Pemberian cairan melalui infus jika terdapat tanda-tanda dehidrasi
- Pemberian analgesik untuk menghilangkan sakit kepala
- Penggunaan bedak salisilat atau difenhidramin untuk mengurangi rasa gatal

6
- Pemberian imunoglobulin yang berisi antibodi terhadap virus hepatitis, namun
pemberiannya hanya efektif dalam 14 hari setelah timbulnya gejala.
- Jangan memberikan obat yang dimetabolisme di hati seperti acetaminofen atau obat
yang mengandung alkohol.

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 DEFINISI
Hepatitis A merupakan penyakit infeksi sistemik yang dominan menyerang hati akibat
masuknya virus hepatitis A (HAV) melalui transmisi fekal-oral dari makanan atau minuman
yang telah terkontaminasi. Dulu hepatitis A disebut juga hepatitis infeksiosa, hepatitis
epidemika, epidemic jaundice, dan catarrhal jaundice.2,3

III.2 EPIDEMIOLOGI

Di seluruh dunia terdapat sekitar 1,4 juta kasus hepatitis A setiap tahun.7 Lebih dari
75% anak di benua Asia, Afrika, dan India memiliki antibody anti-HAV pada usia 5 tahun.
Sebagian besar infeksi HAV didapat pada awal kehidupan, kebanyakan asmtomatik, dan
anikterik. Di Indonesia sendiri insidensi penyakit hepatitis A berkisar antara 39,8-63,8%
kasus.2

III.3 ETIOLOGI
Hepatitis A disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis A (HAV) yang tidak memiliki
amplop, merupakan virus RNA rantai tunggal. HVA pertama kali diidentifikasi dengan
mikroskop elektron pada tahun 1973 dan diklasifikasikan ke dalam genus hepatovirus dan
masuk dalam famili picornavirus. HVA berdiameter 27-28 nm dengan bentuk kubus simetrik,
tahan terhadap cairan empedu, tidak dapat diinaktifasi oleh eter, dan stabil pada suhu -20o

8
Celcius serta pH yang rendah (pH 3,0). Virus hepatitis A ini dapat bertahan selama 2 jam
hingga 60 hari di permukaan kering.

Virus hepatitis A dilihat dari mikroskop elektron


Courtesy: emedicine11

Pada manusia terdiri atas satu serotipe, tiga atau lebih genotipe. Strukturnya mirip
dengan enterovirus, tapi hepatitis A virus berbeda. HVA dapat mempengaruhi fungi liver
ketika melakukan replikasi dalam hepatosit. Sistem imun seseorang kemudian akan
teraktivasi untuk memproduksi sebuah reaksi spesifik untuk mencoba melawan dan
mengeradikasi agen infeksius tersebut. Sebagai konsekuensinya, liver akan mengalami
inflamasi dan membesar.2

III.4 PATOGENESIS
Virus Hepatitis A disebarkan melalui kotoran atau tinja penderita. Penyebarannya disebut
fecal-oral route contohnya tangan secara tidak sengaja menyentuh benda bekas terkena tinja
dan kemudian tanpa mencuci tangan digunakan untuk makan, atau ikan atau kerang yang
berasal dari kawasan air yang dicemari oleh kotoran manusia penderita hepatitis A. Faktor
risiko untuk
terkenanya hepatitis A meliputi berdomisili di tempat yang penduduknya ramai dan
dalam satu rumah dihuni oleh banyak orang, kebersihan yang kurang, pada anak yang dititip
di day care, bepergian ke negara berkembang, pemakaian jarum suntik bersama misalnya
pada orang yang memakai narkoba, juga bisa melalui kontak seksual dengan penderita.2,4
Virus masuk ke dalam tubuh dengan perantara makanan atau air yang tercemar oleh
feces pasien, misalnya makan buah-buahan, sayur yang tidak dimasak atau makan kerang
yang setengah matang, ataupun minum dengan es batu yang proses pembekuannya
terkontaminasi. Di dalam saluran penceranaan HVA dapat berkembang biak dengan cepat,
kemudian diangkut melalui aliran darah ke dalam hati, dimana tinggal di dalam kapiler-
kapiler darah dan menyerang jaringan-jaringan sekitarnya sehingga menyebabkan hati
megalami inflamasi dan membesar.
9
III.5 MANIFESTASI KLINIS
Periode inkubasi infeksi virus hepatitis A antara 15-50 hari dengan rata-rata 30 hari.
Masa infeksi virus hepatitis A berlangsung antara 3-5 minggu. Virus sudah berada di dalam
feces 1-2 minggu sebelum gejala pertama muncul dan dalam minggu pertama timbulnya
gejala.
Setelah masa inkubasi biasanya diikuti dengan gejala-gejala berikut: demam, kurang
nafsu makan, mual, nyeri pada kuadran kanan atas perut, dan dalam waktu beberapa hari
kemudian timbul sakit kuning. Urin penderita biasanya berwarna kuning gelap yang terjadi 1-
5 hari sebelum timbulnya penyakit kuning. Terjadi hepatomegali dan pada perabaan hati
ditemukan tenderness. Banyak orang yang mempunyai bukti serologi infeksi akut hapatitis A
tidak menunjukkan gejala atau hanya sedikit sakit, tanpa ikterus (Hepatitis A Anikterik).
Infeksi penyakit tergantung pada usia, lebih sering dijumpai pada anak-anak. Sebagian besar
(99%) dari kasus hepatitis A adalah sembuh sendiri.2
HAV ditularkan dari orang ke orang melalui mekanisme fekal-oral. HAV diekskresi
dalam tinja, dan dapat bertahan di lingkungan untuk jangka waktu lama. Orang bisa tertular
apabila mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh HAV dari tinja.
Kadang-kadang, HAV juga diperoleh melalui hubungan seksual (anal-oral) dan transfusi
darah.
Hepatitis akut A dapat dibagi menjadi empat fase klinis:
1. Inkubasi
Masa inkubasi atau periode preklinik berlangsung 10-50 hari, dengan rata-rata kurang lebih
28 hari di mana pasien tetap asimtomatik meskipun terjadi replikasi aktif virus.
2. Fase prodromal
Fase prodromal atau pre-ikterik berlangsung selama 3-10 hari yang ditandai dengan
munculnya gejala seperti menurunnya nafsu makan, kelelahan, panas, mual sampai muntah,
anoreksia, nyeri perut sebelah kanan sakit perut, mual dan muntah, demam, diare, urin
berwarna coklat gelap seperti air teh dan tinja yang pucat.
3. Fase ikterik
Fase ini terjadi di mana penyakit kuning berkembang di tingkat bilirubin total melebihi 20 -
40 mg/l. Pasien seringkali baru mencari pertolongan medis pada fase ini. Fase ikterik
biasanya dimulai dalam waktu 10 hari gejala awal didahului urin yang berwarna coklat,
sklera kuning, kemudian seluruh badan menjadi kuning. Teradi puncak fase ikterik dalam 1-2
minggu, hepatomegali ringan yang disertai dengan nyeri tekan. Demam biasanya membaik
10
setelah beberapa hari pertama penyakit kuning. Viremia berakhir tak lama setelah
mengembangkan hepatitis, meskipun tinja tetap menular selama 1 - 2 minggu. Tingkat
kematian rendah (0,2% dari kasus ikterik) dan penyakit akhirnya sembuh sendiri. Kadang-
kadang, nekrosis hati meluas terjadi selama 6 hingga 8 minggu pada masa sakit. Dalam hal
ini, demam tinggi, ditandai nyeri perut, muntah, penyakit kuning dan pengembangan
ensefalopati hati terkait dengan koma dan kejang, ini adalah tanda-tanda hepatitis fulminan,
menyebabkan kematian pada tahun 70 - 90% dari pasien. Dalam kasus-kasus kematian sangat
tinggi berhubungan dengan bertambahnya usia, dan kelangsungan hidup ini jarang terjadi
lebih dari 50 tahun.
4. Masa penyembuhan
Masa penyembuhan pada umumnya berjalan lambat, tetapi pemulihan pasien lancar dan
lengkap. Kejadian rekurensi pada hepatitis terjadi dalam 3 - 20% dari pasien, sekitar 4-15
minggu setelah gejala awal telah sembuh. Ikterus berangsur berkurang dan hilang dalam 2-6
minggu, demikian
pula anorksia, lemas badan dan hepatomegali. Penyembuhan sempurna sebagian besar terjadi
dalam 3-4 bulan.2,3

Courtesy: emedicine5

III.6 DIAGNOSIS

11
Hepatitis A dapat didiagnosis dengan salah satu cara sebagai berikut:
1. Isolasi partikel virus atau antigen virus Hepatitis A dalam tinja penderita
2. Kenaikan titer anti-HAV
3. Kenaikan titer IgM anti-HAV
Cara yang terbaik adalah cara ke tiga karena kenaikan antibodi yang pertama kali terjadi pada
kasus akut adalah kelas IgM dan IgM ini tidak lama kemudian akan menghilang. Antibodi
IgM untuk virus hepatitis A pada umumnya positif ketika gejala muncul disertai kenaikan
ALT (alanine aminotransferase) atau SGPT. IgM akan positif selama 3-6 bulan setelah
infeksi primer terjadi dan bertahan hingga 12 bulan dalam 25% pasien. 11 IgG anti-HAV
muncul setelah IgM turun dan biasanya bertahan hingga bertahun-tahun. Pada awal penyakit,
keberadaan IgG anti-HAV selalu disertai dengan adanya IgM anti-HAV. Sebagai anti-HAV
IgG tetap seumur hidup
setelah infeksi akut, deteksi IgG anti-HAV saja menunjukkan infeksi yang pernah terjadi
pada masa lalu.
Untuk menunjang diagnosis dapat dilakukan tes biokimia fungsi hati (evaluasi
laboratorium: bilirubin urin dan urobilinogen, bilirubin total serum dan langsung, ALT atau
SGPT, AST atau SGOT, fosfatase alkali, waktu protrombin, protein total, albumin, IgG, IgA,
IgM, hitung darah lengkap). Level bilirubin naik setelah onset bilirubinuria diikuti
peningkatan ALT dan AST. Individu yang lebih tua dapat memiliki level bilirubin yang lebih
tinggi. Fraksi direk dan indirek akan meningkat akibat adanya hemolisis, namun bilirubin
indirek umumnya akan lebih tinggi dari bilirubin direk. Peningkatan level ALT dan AST
sangat sensitif untuk hepatitis A. Enzim liver ini dapat meningkat hingga melebihi 10.000
mlU/ml dengan level ALT lebih tinggi dari AST yang nantinya akan kembalil normal setelah
5-20 minggu kemudian. Peningkatan Alkaline Phospatase terjadi selama penyakit akut dan
dapat berkelanjutan selama fase kolestasik berlangsung mengikuti kenaikan level
transaminase. Selain itu, albumin serum dapat turun.5
Pencitraan biasanya tidak diindikasikan untuk infeksi virus hepatitis A, namun
ultrasound scan dapat digunakan untuk membantu menyingkirkan diagnosis banding, untuk
melihat pastensi pembuluh darah, dan mengevaluasi apakah ada penyakit liver kronis. USG
penting dilakukan pada pasien gagal hati fulminan.
Teknik molekular dapat dilakukan melalui bahan sampel darah dan feses untuk
mendeteksi antigen virus RNA hepatitis A.5 Virus dan antibodi dapat dideteksi oleh RIA
tersedia secara komersial, AMDAL atau ELISA kit. Biopsi hati jarang dilakukan untuk
infeksi virus hepatitis A kecuali pasien dicurigai sedang mengalami relaps kronik virus
12
hepatitis A dan apabila diagnosis lain tidak pasti.

III.7 PENATALAKSANAAN
Hingga sekarang belum ada pengobatan spesifik bagi hepatitis virus akut. Tidak ada indikasi
terapi kortikosteroid untuk hepatitis virus akut. Penambahan vitamin dengan makanan tinggi
kalori protein dapat diberikan pada penderita yang mengalami penurunan berat badan atau
malnutrisi.
Istirahat dilakukan dengan tirah baring pada masa masih banyak keluhan, mobilisasi
berangsur dimulai jika keluhan atau gejala berkurang, bilirubin dan transaminase serum
menurun. Aktifitas normal sehari-hari dimulai setelah keluhan hilang dan data laboratorium
normal.
Terapi harus mendukung dan bertujuan untuk menjaga keseimbangan gizi yang
cukup. Tidak ada diet khusus bagi penderita hepatitis A, yang penting adalah jumlah kalori
dan protein adekuat, disesuaikan dengan selera penderita, terkadang pemasukan nutrisi dan
cairan kurang akibat mual dan muntah, sehingga perlu ditunjang oleh nutrisi parenteral
contohnya infus Dekstrose 10-20%.
Tidak ada bukti yang baik bahwa pembatasan lemak memiliki efek menguntungkan
pada program penyakit. Telur, susu dan mentega benar-benar dapat membantu memberikan
asupan kalori yang baik. Minuman mengandung alkohol tidak boleh dikonsumsi selama
hepatitis akut karena efek hepatotoksik langsung dari alkohol.3

III.8 PROGNOSIS
Prognosis hepatitis A sangat baik, lebih dari 99% dari pasien dengan hepatitis A
infeksi sembuh sendiri. Komplikasi akibat Hepatitis A hampir tidak ada kecuali pada para
lansia atau seseorang yang memang sudah mengidap penyakit hati kronis atau sirosis. Hanya
0,1% pasien berkembang menjadi nekrosis hepatik akut fatal.

III.9 PENCEGAHAN
Pada tahun 1986, P.J. Provost dkk telah menemukan Live Attenuated vaksin hepatitis A, dari
strain CR326F yang berasal dari tinja penderita hepatitis A, di Costa Rica. Virus hepatitis A
ini telah mengalami beberapa kali pasase pada jaringan fetal rhesus monkey kidney (FRhK6).
Human Diploid Lung (MRCS) yang akhirnya dapat menurunkan faktor-faktor
patogennya dan dapat digunakan untuk manusia sebagai vaksin dengan hasil yang baik.
Menurut WHO, ada beberapa cara untuk mencegah penularan hepatitis A, antara lain:
13
 Hampir semua infeksi HAV menyebar dengan rute fekal-oral, maka pencegahan dapat
dilakukan dengan hygiene perorangan yang baik, standar kualitas tinggi untuk
persediaan air publik dan pembuangan limbah saniter, serta sanitasi lingkungan yang
baik.
 Dalam rumah tangga, kebersihan pribadi yang baik, termasuk tangan sering dan
mencuci setelah buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan, merupakan
tindakan penting untuk mengurangi risiko penularan dari individu yang terinfeksi
sebelum dan sesudah penyakit klinis mereka menjadi apparent.
 Pemberian vaksin atau imunisasi. Terdapat dua jenis vaksin, yaitu:
1. Imunisasi pasif
Pemberian antibodi dalam imunisasi pasif profilaksis untuk hepatitis A telah tersedia
selama bertahun-tahun. Serum imun globulin (ISG), dibuat dari plasma populasi
umum, memberi 80-90% perlindungan jika diberikan sebelum atau selama periode
inkubasi penyakit. Dalam beberapa kasus, infeksi terjadi, namun tidak muncul gejala
klinis dari hepatitis A.
Saat ini, ISG harus diberikan pada orang yang intensif kontak pasien hepatitis A dan
orang yang diketahui telah makan makanan mentah yang diolah atau ditangani oleh
individu yang terinfeksi. Begitu muncul gejala klinis, host sudah memproduksi
antibodi. Orang dari daerah endemisitas rendah yang melakukan perjalanan ke
daerah-daerah dengan tingkat infeksi yang tinggi dapat menerima ISG sebelum
keberangkatan dan pada interval 3-4 bulan asalkan potensial paparan berat terus
berlanjut, tetapi imunisasi aktif adalah lebih baik.
2. Imunisasi aktif
Untuk hepatitis A, vaksin dilemahkan hidup telah dievaluasi tetapi telah menunjukkan
imunogenisitas dan belum efektif bila diberikan secara oral. Penggunaan vaksin ini lebih
baik daripada pasif profilaksis bagi mereka yang berkepanjangan atau berulang terpapar
hepatitis A. Vaksin hepatitis A diberikan 2 kali dengan jarak 6-12 bulan. Vaksin sudah mulai
bekerja 2 minggu setelah penyuntikan pertama. Apabila terpapar virus hepatitis A sebelum 2
minggu yang berarti vaksin masih belum bekerja maka dapat diberikan imunoglobulin.3

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

14
1. World Health Organization. The global prevalence of hepatitis A virus infection and
susceptibility: a systematic review. [cited 2011 Jan 25]. [Internet] Available at:
http://whqlibdoc.who.int/hq/2010/WHO_IVB_10.01_eng.pdf
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
P420-428
3. Previsani N, Lavanchy D. Hepatitis A. 2000. [cited 2011 Jan 25]. [Internet] Available
at:http://www.who.int/csr/disease/hepatitis/HepatitisA_whocdscsredc2000_7.pdf
4. Hollinger FB and Ticehurst JR. Hepatitis A virus. In: Fields BN, Knipe DM, and
Howley PM, eds. Fields Virology, 3rd ed. Philadelphia, Lippincott - Raven,
1996:735-782
5. 5 Gilroy RK. Hepatitis A: Differential Diagnoses & Workup. 2010 Dec 29. [cited
2011 Jan 25]. [Internet] Available at: http://emedicine.medscape.com/article/177484-
diagnosis

15

Anda mungkin juga menyukai