Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Iman adalah percaya dan meyakini bahwa Allah SWT adalah tuhan
semesta alam. Sedangkan taqwa adalah mematuhi perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya.
Masalah iman dan taqwa ini sangat menarik untuk dibicarakan,
terutama dalam implementasi di kehidupan modern seperti saat ini. Semakin
berkembangnya dunia saat ini selain berdampak positif, juga berdampak
negatif. Dalam kehidupan modern ini, iman dan taqwa sangat diperlukan
untuk menguatkan landasan hidup bagi manusia. Misalnya, dalam hal
pendidikan, pekerjaan, keluarga, masyarakat, pergaulan, dan sebagainya.
Tetapi kenyataannya saat ini banyak orang yang mengaku beriman tetapi
mereka jarang sekali menerapkan iman dan ketaqwaan mereka dalam
kehidupan. Sedangkan mereka sendiri mengaku sebagai umat Islam yang
beriman dan bertaqwa terhadap Allah SWT.
Kehidupan modern telah membuat sebagian masyarakat lupa akan
hakikat manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang wajib beriman dan
bertaqwa kepada-Nya. Mereka sibuk mencari kepuasan dan kenikmatan
duniawi. Mereka lebih mementingkan kebutuhan materi dibandingkan dengan
kebutuhan rohani. Semua rela mereka korbankan hanya untuk memenuhi
hawa nafsu mereka..Oleh karena itu, kita perlu mengetahui mengenai iman
dan taqwa, tanda-tanda orang mukmin, problematika imtaq dalam kehidupan
modern serta Peran imtaq dalam menyelesaikan maslah tantangan dunia
modern.

1
1.2 Rmusan Masalah
a. Apa pengertian iman dan taqwa?
b. Bagaimana tanda-tanda orang beriman?
c. Bagaimana problematika, tantangan dan resiko dalam kehidupan modern?
d. Bagaimana korelasi antara keimanan dan ketakwaan?

1.3 Tujuan
a. Menjelaskan pengertian iman dan taqwa
b. Memaparkan tanda-tanda orang beriman
c. Menjelaskan problematika, tantangan dan resiko dalam kehidupan
modern
d. Menjelaskan korelasi antara keimanan dan ketakwaan

2
BAB II
PERMASALAHAN
Hukum Paranormal dan Dukun Sebagai Prusak Iman

‫َاب َوال ُّسنَّةَ َوإِجْ َما َع ْاألُ َّم ِة‬


َ ‫ق َكا ِهنًا َوالَ َعرَّافًا َوالَ َم ْن يَ َّد ِع ْي َش ْيئًا يُخَ الِفُ ْال ِكت‬ َ ُ‫َوالَ ن‬
ُ ‫ص ِّد‬

“Kami tidak membenarkan dukun dan peramal, juga siapa saja yang mengklaim
sesuatu yang bertentangan dengan al-Kitab, as-Sunnah, dan Ijma’ umat.”

Praktik paranormal, dukun, peramal, tukang sihir, dan yang sejenisnya


sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad saw, bahkan sebelum zaman beliau.
Pada masa Abu Ja’far ath-Thahawiy semua praktik itu masih ada dan sampai
zaman sekarang pun masih ada. Seperti pada zaman ath-Thahawiy, beberapa
praktik dinisbatkan kepada orang yang diklaim atau mengklaim diri sebagai wali
Allah, sekarang pun demikian. Padahal para ulama telah sepakat mengenai
keharamannya.

Biasanya bentuk praktik mereka adalah mengabarkan posisi barang yang


hilang atau diambil orang lain, meramal nasib dengan melihat posisi bintang-
bintang, meramal masa depan, memberitahukan siapa yang akan menjadi jodoh
seseorang, mengubah nasib, dan lain sebagainya. Ada juga yang sampai
menimpakan mudarat kepada orang lain. Semua bentuk perbuatan ini hukumnya
haram.

Dalil Keharaman

Keharaman berbagai macam praktik mereka ini disebut dalam al-Qur`an


dan as-Sunnah. Di antaranya:

ِ ‫َو ِعن َدهُ َمفَاتِ ُح ْال َغ ْي‬


‫ب الَ يَ ْعلَ ُمهَا ِإالَّ هُ َو‬

“Dan di sisi Allah saja semua kunci (ilmu) gaib. Tidak ada yang tahu selain Dia.”
(Al-An’am: 59)

3
َ ‫ض ْال َغي‬
ُ ‫ْب إِاَّل هَّللا‬ ِ ْ‫ت َواأْل َر‬
ِ ‫قُل اَّل يَ ْعلَ ُم َمن فِي ال َّس َما َوا‬

“Katakanlah, tidak ada yang mengetahui perkara gaib di langit dan di bumi selain
Allah.” (An-Naml: 65)

Ayat-ayat di atas menunjukkan secara tegas bahwa yang mengetahui


perkara gaib hanyalah Allah. Maka siapa pun yang mengklaim diri memilikinya
atau meyakini bahwa ada orang yang memilikinya, sadar atau tidak ia telah
menolak ayat-ayat di atas. Sedangkan dari Rasulullah saw, Imam Muslim
meriwayatkan dari Hafshah ra bahwa beliau bersabda,

ً‫صالَةٌ أَرْ بَ ِع ْينَ لَ ْيلَة‬


َ ُ‫َم ْن أَتَى َعرَّافا ً فَ َسأَلَهُ ع َْن َش ْي ٍء لَ ْم تُ ْقبَلْ لَه‬

“Barangsiapa yang mendatangi peramal lalu ia bertanya kepadanya, sholatnya


tidak diterima selama 40 malam.”

Abu Dawud meriwayatkan dari Abu Hurayrah ra bahwa Nabi saw bersabda,

‫ص َّدقَهُ فَقَ ْد َكفَ َر بِ َما أُ ْن ِز َل َعلَى ُم َح َّم ٍد صلى هللا عليه وسلم‬
َ َ‫َم ْن أَتَى َكا ِهنا ً ف‬

“Barangsiapa yang mendatangi dukun lalu ia percaya kepada apa yang


dikatakannya, sungguh ia telah kafir kepada apa yang diturunkan kepada
Muhammad saw.” Dengan sanad yang shahih Imam Ahmad meriwayatkan dari
Abu Hurayrah juga bahwa Nabi saw bersabda,

ً‫صالَةٌ أَرْ بَ ِع ْينَ لَ ْيلَة‬ َ َ‫َم ْن أَتَى َكا ِهنا ً أَوْ َعرَّافا ً فَ َسأَلَهُ ع َْن َش ْي ٍء ف‬
َ ُ‫ص َّدقَهُ لَ ْم تُ ْقبَلْ لَه‬

“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau peramal lalu ia bertanya kepadanya


dan percaya kepadanya, sholatnya tidak diterima selama 40 malam.”

Tingkatan Dosa

Percaya atau membenarkan kata-kata dukun bertingkat-tingkat dosanya.


Ada yang sampai ke tingkatan kufur dan ada pula yang merupakan dosa besar.
Yang merupakan kufur adalah mempercayai kabar gaib yang dikatakannya.
Termasuk perkara yang gaib di sini adalah perkara yang akan terjadi pada masa

4
yang akan datang. Misalnya peramal mengatakan, “Kamu akan menikahi laki-
laki/perempuan dari daerah tertentu, kamu akan mati di daerah ini.”

Barangsiapa yang percaya kepada kata-kata seperti ini, maka ia telah kafir.
Sebab ia telah mengkafiri firman Allah tersebut di atas (yakni an-Naml: 65).
Sedangkan percaya kepada kata-kata dukun tentang perkara gaib yang sifatnya
nisbi (ada orang yang mengetahuinya) seperti posisi barang hilang, barang yang
dicuri, dan lain sebagainya), maka ini tidak sampai ke tingkatan kufur. Meskipun
demikian, ia berada dalam bahaya besar. Seberapa besar bahayanya, cukuplah
peringatan dari Nabi saw bahwa shalatnya tidak akan diterima selama 40 hari.
Ada juga di antara para ulama yang menggeneralisir, percaya kepada
ucapan dukun adalah perbuatan kufur. Namun yang lebih kuat adalah diperinci
seperti tersebut di atas. Dasarnya, dalam hadits disebut tentang tidak diterimanya
shalat selama 40 hari. Ini menunjukkan orang yang melakukannya masih punya
iman. Sebab jika tidak punya iman, mestinya shalatnya tidak diterima selamanya.
Dasar berikutnya, orang-orang yang datang kepada dukun atau peramal umumnya
tahu bahwa para dukun dan peramal mendapatkan kabar gaib dari jin. Maknanya,
mereka tidak meyakini bahwa dukun/peramal memiliki ilmu gaib secara mutlak.

Pada matan disebut juga tentang orang yang mengklaim sesuatu yang
menyelisihi al-Qur`an, as-Sunnah dan Ijma’; bahwa kita tidak boleh
membenarkan ucapannya. Baik dukun, peramal, atau orang yang mengklaim
sesuatu yang bertantangan dengan al-Qur`an, as-Sunnah, atau Ijma’. Apa pun
yang menyelisihi al-Qur`an, as-Sunnah, atau Ijma’ tak boleh dibenarkan,
meskipun ada hakikatnya. Sama seperti dukun yang terkadang apa yang
dikabarkannya ada hakikatnya dan benar-benar terjadi.

Kabar Curian

Barangsiapa yang mengklaim diri memiliki ilmu gaib, sungguh ia termasuk setan
atau saudara-saudaranya setan. Allah berfirman,

“Dan (Ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya (dan


Allah berfirman), ‘Hai golongan jin, sesungguhnya kamu telah banyak

5
menyesatkan manusia!’ Lalu berkatalah kawan-kawan meraka dari golongan
manusia, ‘Wahai Rabb kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah mendapat
kesenangan dari sebagian (yang lain) dan kami telah sampai pada waktu yang
telah Engkau tentukan bagi kami.’ Allah berfirman, ‘Neraka itulah tempat diam
kamu, sedang kamu kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang
lain)!’ Sesungguhnya Rabbmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (Al-
An’am: 128)

Ayat ini menjelaskan bahwa baik manusia maupun jin telah sama-sama
saling menikmati interaksi yang Rabb-ku bangun. Setan jin jin menikmati ibadah
dan taqarrub manusia kepadanya. Dan sebaliknya, manusia menikmati kabar-
kabar gaib yang disampaikan oleh jin.

“Kecuali setan yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari malaikat)
lalu dia dikejar oleh semburan api yang terang.” (al-Hijar: 18)

Hukum Paranormal dan Dukun

Mengenai hukum dukun atau peramal, jika orang yang bertanya dan
membenarkan saja diancam dengan shalatnya selama 40 hari tidak diterima dan
bisa jadi sampai ke tingkatan kafir, lantas bagaimana dengan yang ditanya?

Jika dalam melakukan praktik perdukunan dan peramalannya paranormal


atau dukun atau peramal meminta bantuan kepada jin/setan, maka ini adalah
perbuatan kufur. Para ulama seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam
Ahmad berpendapat, mereka telah kafir. Kecuali dalam beberapa kasus, menurut
Imam Ahmad, tidak sampai perbuatan kufur.

Menurut Imam Syafi’i, jika perbuatannya mengandung unsur kekafiran


seperti beribadah kepada setan, memanggil setan dan mengajak bicara dengannya,
menyembelih binatang tertentu untuknya, memenuhi keinginannya dengan
menyalakan dupa/kemenyan dan lain sebagainya maka ini adalah kekafiran.
Sedangkan jika tidak melakukan hal itu, maka itu termasuk dosa besar. Namun
jika ia meyakini kebolehannya, maka itu juga kekafiran.

6
BAB III

PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Iman dan Taqwa
Pengertian Iman
Definisi Iman menurut jumhur ulama dalam Yusmansyah (2008), Iman
artinya percaya. Percaya dengan cara membenarkan sesuatu dalam hati,
kemudian diucapkan oleh lisan dan dikerjakan dengan amal perbuatan.
Iman menurut Imam al-Ghazali dalam Yusmansyah (2008) berarti
pembenaran tasdiq. Dan tasdiq (pembenaran dalam hati) mempunyai tempat
khusus di dalam hati.
Menurut hadis riwayat al-Thabrani dari Aisyah dan Anas RA dalam
Athaillah A (2006), Iman adalah mengenal dengan hati, mengucapkan dengan
lidah, dan melaksanakan dengan anggota jasmani. Iman bukanlah angan –
angan, melainkan apa yang tertanam dalam hati dan dibuktikan dengan amal.
Apabila disimpulkan dari pendapat – pendapat di atas, maka iman
adalah pembenaran tasdiq, kemudian diucapkan oleh lisan dan dikerjakan
dengan amal perbuatan dan bukanlah angan – angan semata.
Pengertian Taqwa
Menurut tinjauan bahasa, takwa berarti “menjaga”. Sedangkan menurut
tinjauan syar’i, para ulama memiliki beragam ungkapan di dalam
mendefinisikannya. Meskipun beragam, semua definisi itu mengarah kepada
satu pengertian, yakni : penjagaan diri seorang hamba terhadap kemurkaan
Allah dan siksanya dengan melaksanakan semua yang diperintahkan dan
meninggalkan segala yang dilarang.
Menurut Al-Hafizh Ibnu Rajab dalam Farid (2008), Takwa asalnya
adalah penjagaan yang dilakukan oleh seorang hamba untuk dirinya terhadap
sesuatu yang ditakuti dan dikhawatirkannya, supaya dia terjaga darinya.
Menurut Farid (2008), Takwa seorang hamba kepada Rabbnya adalah
penjagaan yang dilakukan oleh seorang hamba untuk dirinya terhadap
kemurkaan dan hukuman dariNya, supaya dia terjaga darinya. Penjagaan itu
adalah menanti semua perintahNya dan menjauhi segala larangan-Nya.

7
Kata takwa dalam bahasa Arab “Taqwa” yaitu menjaga diri dari azab
Allah SWT dengan menjauhi tindakan ma’siat dan melaksanakan tata aturan
yang telah digariskan Allah SWT. Dengan kata lain, takwa berarti
melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya (Manan,
2005).

3.2 Tanda-tanda Orang Beriman


Berikut tanda-tanda orang yang beriman yang disebutkan dalam
Al-Qur'an
1. Sangat mencintai Allah SWT.
Ketahuilah bahwa orang kalau sudah mencintai pastinya akan sangat
trengginas, cekatan dan aktif, dan dalam hal ini melakukan berbagai macam
kebajikan sebagai wujud akan rasa cintanya.

Dalilnya, Suarat Al-Baqarah ayat 165.

‫اس َم ْن يَتَّ ِخ ُذ ِم ْن دُو ِن هَّللا ِ أَ ْندَادًا يُ ِحبُّونَهُ ْم َكحُبِّ هَّللا ِ َوالَّ ِذينَ آ َمنُوا أَ َش ُّد ُحبًّا هَّلِل ِ َولَوْ يَ َرى الَّ ِذينَ ظَلَ ُموا‬
ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬
ِ ‫اب أَ َّن ْالقُ َّوةَ هَّلِل ِ َج ِميعًا َوأَ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال َع َذا‬
‫ب‬ َ ‫إِ ْذ يَ َروْ نَ ْال َع َذ‬
Artinya:
dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-
tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai
Allah. Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada
Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui
ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan
Allah semuanya, dan bahwa Allah Amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka
menyesal).

2. Menjadi Kader Perjuangan Islam.


Dalil SUrat Al-Anfaal ayat 64-65
 
َ‫ك َوأَ ْغ َر ْقنَا الَّ ِذينَ َك َّذبُوا بِآيَاتِنَا إِنَّهُ ْم َكانُوا قَوْ ًما َع ِمين‬ ِ ‫فَ َك َّذبُوهُ فَأ َ ْن َج ْينَاهُ َوالَّ ِذينَ َم َعهُ فِي ْالفُ ْل‬
َ‫ال يَا قَوْ ِم ا ْعبُدُوا هَّللا َ َما لَ ُك ْم ِم ْن ِإلَ ٍه َغ ْي ُرهُ أَفَال تَتَّقُون‬
َ َ‫َوإِلَى عَا ٍد أَ َخاهُ ْم هُودًا ق‬

8
Artinya:
64. Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan Dia dan
orang-orang yang bersamanya dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-
orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum
yang buta (mata hatinya).
65. dan (kami telah mengutus) kepada kaum 'Aad saudara mereka, Hud.
ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu
selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?"

3. Selalu Komitmen dalam Syahadatnya.


Dalil Surat Al-Fath ayat 18
 
‫الس§ ِكينَةَ َعلَ ْي ِه ْم َوأَثَ§§ابَهُ ْم‬
َّ ‫الش§ َج َر ِة فَ َعلِ َم َم§§ا فِي قُلُ§§وبِ ِه ْم فَ§§أ َ ْنزَ َل‬ َ §َ‫ين إِ ْذ يُبَايِعُون‬
َّ َ‫ك تَحْ ت‬ §َ ِ‫ض َي هَّللا ُ َع ِن ْال ُم ْؤ ِمن‬
ِ ‫لَقَ ْد َر‬
‫فَ ْتحًا قَ ِريبًا‬

Artinya:
18. Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin
ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, Maka Allah
mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas
mereka dan memberi Balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat
(waktunya).

 4. Tiap Pekerjaan selalu didasari Ilmu.


Dalil Surat Al-Isar' ayat 36

َ ِ‫ص َر َو ْالفُؤَ ا َد ُكلُّ أُولَئ‬


‫ك َكانَ َع ْنهُ َم ْسئُوال‬ َ َ‫ك بِ ِه ِع ْل ٌم إِ َّن ال َّس ْم َع َو ْالب‬ َ ‫َوال تَ ْقفُ َما لَي‬
َ َ‫ْس ل‬

Artinya:
36. dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.

9
5. Mentaati Aturan.
Dalilnya Surat AN-Nisa' ayat 60, 65.
Surat An-Nur ayat 51
Surat Al-Ahzab ayat 36.
6. Hidup Berjamaah

Surat An-Nisa' ayat 59.


 
ٍ ‫إِ َّن َمثَ َل ِعي َسى ِع ْن َد هَّللا ِ َك َمثَ ِل آ َد َم خَ لَقَهُ ِم ْن تُ َرا‬
ُ‫ب ثُ َّم قَا َل لَهُ ُك ْن فَيَ ُكون‬

Artinya:
59. Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti
(penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah
berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), Maka jadilah Dia.
  
7.  Senantiasa Bersyukur.
Dalinya SUrat Saba ayat 13.

‫ت ا ْع َملُ§§وا آ َل دَا ُو َد ُش§ ْكرًا َوقَلِي§ ٌل‬


ٍ ‫اس§يَا‬
ِ ‫ُور َر‬ ِ ‫يل َو ِجفَا ٍن َك ْال َج َوا‬
ٍ ‫ب َوقُد‬ َ ِ‫يب َوتَ َماث‬ ِ ‫يَ ْع َملُونَ لَهُ َما يَ َشا ُء ِم ْن َم َح‬
َ ‫ار‬
‫ي ال َّش ُكو ُر‬
َ ‫ِم ْن ِعبَا ِد‬

Atinya:
13. Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakiNya
dari gedung-gedung yang Tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang
(besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku).
Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). dan sedikit
sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.

Al-qur'an menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:


 
1. Jika disebut nama Allah, hatinya akan bergetar dan berusaha ilmu Allah
tidak lepas dari syaraf memorinya (al-anfal : 2)

10
2. Senantiasa tawakal, yaitu bekeja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah.
(Ali imran : 120, Al maidah: 12, al-anfal : 2, at-taubah: 52, Ibrahim:11)
3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu melaksanakn perintah-Nya.
(al-anfal: 3, Al-mu'minun: 2, 7)
4. Menafkahkan rizki yang diterima dijalan Allah.(al-anfal: 3, Al-mukminun:
2, 7)
5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan.
(Al-mukminun: 3, 5)
6. Memelihara amanah dan menepati janji. (Al-mukminun: 6)
7. Berjihad di jalan Allah dan Suka menolong. (al-Anfal : 74)
8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin. (an-nur: 62)
 
Ciri-Ciri Orang Yang Bertaqwa Kepada Allah
1. Teguh dalam keyakinan dan bijaksana dalam pelaksanaannya
2. Tampak wibawanya karena seuma aktivitas hidupnya dilandasi kebenaran
dan kejujuran
3. Menonjol rasa puasnya dalam perolehan rezeki sesuai dengan usaha dan
kemampuannya
4. Senantiasa bersih dan berhias walaupun miskin
5. Selalu cermat dalam perencanaan dan bergaya hidup sederhana walaupun
kaya
6. Murah hati dan murah tangan
7. Tidak menghabiskan waktu dalam perbuatan yang tidak bermanfaat
8. Tidak berkeliaran dengan membawa fitnah
9. Disiplin dalam tugasnya
10. Tinggi dedikasinya
11. Terpelihara identitas muslimnya (setiap perbuatannya berorientasi kepada
terciptanya kemaslahatan/kemanfaatan masyarakat)
12. Tidak pernah menuntut yang bukan haknya serta tidak menahan hak orang
lain

11
13. Kalau ditegur orang segera intropeksi. Kalau ternyata teguran tersebut
benar maka dia menyesal dan mohon ampun kepada Allah swt. serta minta
maaf kepada orang yang tertimpa oleh kesalahannya itu
14. Kalau dimaki orang dia tersenyum simpul sambil mengucapkan: "Kalau
makian anda benar saya bermohon semoga Allah swt. mengampuniku.
Kalau teguran anda ternyata salah, saya  bermohon agar Allah
mengampunimu.
3.3  Problematika, Tantangan dan Resiko Dalam Kehidupan Modern
Problem-problem manusia dalam kehidupan modern adalah
munculnya dampak negatif (residu), mulai dari berbagai penemuan teknologi
yang berdampak terjadinya pencemaran lingkungan, rusaknya habitat hewan
maupun tumbuhan, munculnya beberapa penyakit, sehingga belum lagi
dalam peningkatan yang makro yaitu berlobangnya lapisan ozon dan penasan
global akibat akibat rumah kaca.
Aktualisasi taqwa adalah bagian dari sikap bertaqwa seseorang.
Karena begitu pentingnya taqwa yang harus dimiliki oleh setiap mukmin
dalam kehidupan dunia ini sehingga beberapa syariat islam yang diantaranya
puasa adalah sebagai wujud pembentukan diri seorang muslim supaya
menjadi orang yang bertaqwa, dan lebih sering lagi setiap khatib pada hari
jum’at atau shalat hari raya selalu menganjurkan jamaah untuk selalu
bertaqwa. Begitu seringnya sosialisasi taqwa dalam kehidupan beragama
membuktikan bahwa taqwa adalah hasil utama yang diharapkan dari tujuan
hidup manusia (ibadah).
Adanya kematian sebagai sesuatu yang pasti dan tidak dapat dikira-
kirakan serta adanya kehidupan setelah kematian menjadikan taqwa sebagai
obyek vital yang harus digapai dalam kehidupan manusia yang sangat singkat
ini. Memulai untuk bertaqwa adalah dengan mulai melakukan hal-hal yang
terkecil seperti menjaga pandangan, serta melatih diri untuk terbiasa
menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya, karena arti
taqwa itu sendiri  sebagaimana dikatakan oleh Imam Jalaluddin Al-Mahally
dalam tafsirnya bahwa arti taqwa adalah “imtitsalu awamrillahi

12
wajtinabinnawahih”, menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala
laranganya.
Menuru Namira (2011), menyatakan bahwa beberapa problem yang
sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, misalnya:

1. Problem dalam Hal Ekonomi


Semakin lama manusia semakin menganggap bahwa dirinya
merupakan homo economicus, yaitu merupakan makhluk yang memenuhi
kebutuhan hidupnya dan melupakan dirinya sebagai homo religious yang erat
dengan kaidah–kaidah moral. Ekonomi kapitalisme materialisme yang
menyatakan bahwa berkorban sekecil–kecilnya dengan menghasilkan
keuntungan yang sebesar-besarnya telah membuat manusia menjadi makhluk
konsumtif yang egois dan serakah.
2. Problem dalam Bidang Moral
Pada hakikatnya Globalisasi adalah sama halnya dengan Westernisasi.
Ini tidak lain hanyalah kata lain dari penanaman nilai–nilai Barat yang
menginginkan lepasnya ikatan–ikatan nilai moralitas agama yang
menyebabkan manusia Indonesia pada khususnya selalu “berkiblat” kepada
dunia Barat dan menjadikannya sebagai suatu symbol dan tolok ukur suatu
kemajuan.
3. Problem dalam Bidang Agama
Tantangan agama dalam kehidupan modern ini lebih dihadapkan
kepada faham Sekulerisme yang menyatakan bahwa urusan dunia hendaknya
dipisahkan dari urusan agama. Hal yang demikian akan menimbulkan apa
yang disebut dengan split personality di mana seseorang bisa berkepribadian
ganda. Misal pada saat yang sama seorang yang rajin beribadah juga bisa
menjadi seorang koruptor.
4. Problem dalam Bidang Keilmuan
Masalah yang paling kritis dalam bidang keilmuan adalah pada corak
kepemikirannya yang pada kehidupan modern ini adalah menganut faham
positivisme dimana tolok ukur kebenaran yang rasional, empiris,
eksperimental, dan terukur lebih ditekankan. Dengan kata lain sesuatu

13
dikatakan benar apabila telah memenuhi kriteria ini. Tentu apabila
direnungkan kembali hal ini tidak seluruhnya dapat digunakan untuk menguji
kebenaran agama yang kadang kala kita harus menerima kebenarannya
dengan menggunakan keimanan yang tidak begitu poluler di kalangan
ilmuwan–ilmuwan karena keterbatasan rasio manusia dalam memahaminya.
Perbedaan metodologi yang lain bahwa dalam keilmuan dikenal
istilah falsifikasi. Artinya setiap saat kebenaran yang sudah diterima dapat
gugur ketika ada penemuan baru yang lebih akurat. Sangat jauh dan bertolak
belakang dengan bidang keagamaan.Jika anda tidak salah lihat, maka akan
banyak anda temukan banyak ilmuwan yang telah menganut faham atheis
(tidak percaya adanya tuhan) akibat dari masalah–masalah dalam bidang
keilmuan yang telah tersebut di atas.
5. Pengaruh Modernisasi dalam Kehidupan Islam
Dalam abad teknologi ultra moderen sekarang ini, manusia telah
diruntuhkan eksistensinya sampai ketingkat mesin akibat pengaruh
morenisasi. Roh dan kemuliaan manusia telah diremehkan begitu rendah.
Manusia adalah mesin yang dikendalikan oleh kepentingan financial untuk
menuruti arus hidup yang materialistis dan sekuler. Martabat manusia
berangsur-angsur telah dihancurkan dan kedudukannya benar-benar telah
direndahkan. Modernisai adalah merupakan gerakan yang telah dan sedang
dilakukan oleh Negara-negara Barat Sekuler untuk secara sadar atau tidak,
akan menggiring kita pada kehancuran peradaban. Tak sedikit dari orang-
orang Islam yang secara perlahan-lahan menjadi lupa akan tujuan hidupnya,
yang semestinya untuk ibadah, berbalik menjadi malas ibadah dan lupa akan
Tuhan yang telah memberikannya kehidupan. Akibat pengaruh modernisasi
dan globalisasi banyak manusia khususnya umat Islam yang lupa bahwa
sesungguhnya ia diciptakan bukanlah sekedar ada, namun ada tujuan mulia
yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT.
Kondisi diatas meluaskan segala hal dalam aspek kehidupan manusia.
Sehingga tidak mengherankan ketika batas-batas moral, etika dan nilai-nilai
tradisional juga terlampaui. Modernisasi yang berladangkan diatas sosial
kemasyarakatan ini juga tidak bisa mengelak dari pergeseran negatif akibat

14
modernisasi itu sendiri. Peningkatan intensitas dan kapasitan kehidupan serta
peradaban manusia dengan berbagai turunannya itu juga meningkatan
konstelasi  sosial kemasyarakatan baik pada level individu ataupun level
kolektif. Moralitas, etika dan nilai-nilai terkocok ulang menuju keseimbangan
baru searah dengan laju modernisasi. Pegerakan ini tentu saja mengguncang
perspektif individu dan kolektif dalam tatanan kemasyarakatan yang telaha
ada selama ini.
Sebagai umat Islam hendaknya nilai modern jangan kita ukur dari
modernnya pakaiannya, perhiasan dan penampilan. Namun modern bagi
umat Islam adalah modern dari segi pemikiran, tingkah laku, pergaulan, ilmu
pengetahuan, teknologi, ekonomi, sosial budaya, politik dan keamanan yang
dijiwai akhlakul karimah, dan disertai terwujudnya masyarakat yang adil,
makmur, sejahtera dalam naungan ridha Allah SWT.
3.4 Peran Imtaq Dalam Menyelesaikan Tantangan Dunia Modern
Allah SWT telah menciptakan manusia di dunia sebagai abdun
(hamba) yang tugas utama manusia beribadah kepada-Nya disamping
bertugas sebagai khalifah yaitu untuk mengelola dan memanfaatkan
kekayaan yang terdapat di bumi agar manusia dapat hidup layak, sejahtera
dan makmur lahir serta batin.
Manusia diciptakan Allah SWT sebagai hamba disamping sebagai
khalifah maksud hamba (abdu) adalah manusia telah diberikan kelengkapan
akal (pikiran) dan kemampuan rohani yang dapat ditumbu kembangkan
untuk selalu beribadah kepada-Nya agar manusia terhindar dari kehidupan
yang merusak dirinya, sedangkan penguasa (khalifah) adalah disamping
manusia dibekali akal/pikiran dan hati (qalbu) Allah memberikan pada diri
manusia itu kekuatan (emosional) dan nafsu (keinginan) dengan kekuatan
dan keinginan yang diberikan Allah menjadi alat yang berdaya guna dalam
ikhtiar kemanusiaannya agar manusia dapat memanfaatkan serta mengolah
bumi untuk kehidupannya.
Sebagai makhluk yang memiliki bentuk terbaik dan diberi potensi
yang paling sempurna dibandaingkan makhluk lainnya, manusia dapat
masuk kedalam berbagai tingkatan dan derajat mulai dari penjara (tempat

15
yang paling rendah) hingga taman-taman (tempat yang paling tinggi dan
mulia), disinilah manusia dapat terjerembab atau tergelincir kekancah
berbagai kehidupan bila manusi tidak memiliki keimanan dan ketaqwaan.
Kehidupan modern membawa manusia lupa segalanya dan kurang
memperhatikan hayati sehingga membawa manusia kehilangan kendali yang
pada awalnya manusi itu memiliki fitrah kemanusiaannya. Hal ini dapat
dilihat dair perkembangan yang ada disekitar kita, zaman telah maju dunia
teknologi merajai kehidupan manusia seperti internet dapat membantu
proses pengetahuan bila manusia ingin mencari bahan-bahan atau materi
kuliah tidak sulit cukup dengan klik situs atau web yang diinginkan
berkaitan dengan bahan / materi pelajaran atau materi lainnya, namun
internet dapat menyesatkan bila manusia belum siap, karena situs-situs
banyak membawa kemaksiatan dengan gambar yang tidak patut ditonton
oleh orang yang beriman.
Pelaksanaan iman dan taqwa pada dunia modern ini sangat turun
atau dapat dikatakan mulai memasuki dunia kejahilan bangkit kembali,
dimana manusia (wanita) dengan gembiranya mempertontokan auratnya di
depan umum khususnya laki-laki, banyak terjadi tindak kriminal yang cukup
tinggi yang dilakukan manusia sekaan-akan tidak menjadi problem dalam
kehidupannya seperti Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang
dilakukan suami terhadap isteri begitu juga terhadap anak-anak.
Berangkat dari itu semua peran iman dan taqwa sangat dominann
dalam kehidupan manusia, iman dan taqwa dapat memperbaiki kehidupan
walaupun lingkungan kehidupannya sangat rentan dari kejahatan, dengan
iman dan taqwa manusia dapat menjawab seluruh problem kehidupan
modern, dapat dibuktikan pada zaman Rasulullah SAW, bahwa Rasulullah
dilahirkan ditengah-tengah zaman jahiliyah (kemorosotan / kebajatan
moral), namun Rasulullah SAW dapat membawa umat manusia dari alam
kegelapan menjadi alam yang terang (baik).
Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini
dikemukakan beberapa pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan
manusia.

16
a. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda
Orang yang beriman hanya percaya pada kekuatan dan kekuasaan
Allah. Kalau Allah hendak memberikan pertolongan, maka tidak ada satu
kekuatanpun yang dapat mencegahnya. Sebaliknya, jika Allah hendak
menimpakan bencana, maka tidak ada satu kekuatanpun yang sanggup
menahan dan mencegahnya. Kepercayaan dan keyakinan demikian
menghilangkan sifat mendewa-dewakan manusia yang kebetulan sedang
memegang kekuasaan, menghilangkan kepercayaan pada kesaktian benda-
benda kramat, mengikis kepercayaan pada khurafat, takhyul, jampi-jampi dan
sebagainya. Pegangan orang yang beriman adalah firman Allah surat al-
Fatihah ayat 1-7.
b. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut
Takut menghadapi maut menyebabkan manusia menjadi pengecut.
Banyak di antara manusia yang tidak berani mengemukakan kebenaran,
karena takut menghadapi resiko. Orang yang beriman yakin sepenuhnya
bahwa kematian di tangan Allah. Pegangan orang beriman mengenai soal
hidup dan mati adalah firman Allah:
Di mana saja kamu berada, kematian akan datang mendapatkan kamu
kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh (an-Nisa’ 4: 78).
c. Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupan.
Rezeki atau mata pencaharian memegang peranan penting dalam
kehidupan manusia. Banyak orang yang melepaskan pendiriannya, karena
kepentingan penghidupannya. Kadang-kadang manusia tidak segan-segan
melepaskan prinsip, menjual kehormatan, bermuka dua, menjilat, dan
memperbudak diri, karena kepentingan materi. Pegangan orang beriman
dalam hal ini ialah firman Allah: 

ِ ‫ستَقَ َّرهَا َويَ ْعلَ ُم ِر ْزقُ َها هَّللا ِ َعلَى إِاَّل اأْل َ ْر‬
‫ض فِي دَابَّ ٍة ِمنْ َو َما‬ ْ ‫ب ِفي ُك ٌّل َو ُم‬
ْ ‫ست َْو َد َع َها ُم‬ ٍ ‫ين ِكتَا‬
ٍ ِ‫ُمب‬
“Dan tidak ada satu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang
memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang dan
tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata. (lauh
mahfud).” (Hud, 11: 6).
d. Iman memberikan ketentraman jiwa

17
Acapkali manusia dilanda resah dan duka cita, serta digoncang oleh
keraguan dan kebimbangan. Orang yang beriman mempunyai keseimbangan,
hatinya tentram (mutmainnah), dan jiwanya tenang (sakinah), seperti
dijelaskan firman Allah:
ُ ُ‫الَّ ِذينَ آ َمنُوا َوتَ ْط َمئِنُّ قُلُوبُ ُه ْم بِ ِذ ْك ِر هَّللا ِ ۗأَاَل بِ ِذ ْك ِر هَّللا ِ تَ ْط َمئِنُّ ا ْلقُل‬
(28). ‫وب‬
“…(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati
menjadi tentram.” (ar-Ra’d, 13: 28).
Seorang yang beriman tidak pernah ragu pada keyakinannya terhadap
Qadla dan Qadar. Dia mengetahui dan meyakini seyakin-yakinnya bahwa
Qadla dan Qadar Allah telah tertulis di dalam kitab.
Qadar adalah apa yang dapat dijangkau oleh kemauan dan iradah
manusia. Allah telah menciptakan manusia serta dilengkapi dengan nikmat
berupa akal dan perasaan. Melalui akal dan iradahnya, manusia dapat berbuat
berbagai hal dalam batas iradah yang dianugerahkan Allah kepadanya.
Di luar batas kemampuan iradah manusia, Qadla dan Qadar Allahlah
yang berlaku. Orang-orang yang selalu hidup dalam lingkungan keimanan,
hatinya selalu tenang dan pribadinya selalu terang dan mantap. Allah
memberi ketenangan dalam jiwanya dan ia selalu mendapat pertolongan dan
kemenangan. Inilah nikmat yang dianugerahkan Allah kepada hambaNya
yang mukmin dan anugerah Allah berupa nur Ilahi ini diberikan kepada siapa
yang dikehendakiNya.
Seorang mukmin yang dalam hidupnya mengalami atau menghadapi
masalah, baik materi, kejiwaan, atau kemasyarakatan, mungkin masalah itu
terasa berat untuk ditanggulangi. Tetapi dekatnya dengan Allah dan rasa
tawakkal atau penyerahan diri yang bulat kepada Allah, serta iman dengan
Qadla dan Qadar dapat meringankan pengaruh tekanan yang berat. Dalam
keadaan yang seperti ini, kalau seorang beriman ditimpa malapetaka, ia akan
bersabar dan memohon rahmat kepada yang memiliki segala rahmat. Dengan
demikian ketenangan akan meliputi hati mukmin. Dia yakin bahwa Allah
akan mengabulkan do’anya, meneguhkan hatinya, serta memberikan
kemenangan. (ar-Ra’ad 28, al-Fath 4).

18
Kalau Allah telah menurunkan ketenangan dalam hati, maka hati
menjadi mantap, segala krisis dapat dilalui, keseimbangan hormon tetap
mantap, dan keserasian kimiawi tubuh berjalan dengan wajar. Dalam keadaan
demikian segala penderitaan dan tekanan jiwa akan berganti dengan perasaan
bahagia dan ketenangan.
e. Iman mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan tayyibah)
Kehidupan manusia yang baik adalah kehidupan orang yang selalu
melakukan kebaikan dan mengerjakan perbuatan yang baik. Hal ini dijelaskan
dalam firman Allah :

‫§ؤ ِم ٌن فَلَنُحْ يِيَنَّهُ َحيَ§§اةً طَيِّبَ §ةً َولَنَجْ § ِزيَنَّهُ ْم‬ َ §ُ‫§ر أَوْ أُ ْنثَى َوه‬
ْ §‫§و ُم‬ ٍ §‫ص §الِحًا ِم ْن َذ َك‬
َ ‫َم ْن َع ِم§ َل‬
)97( َ‫أَجْ َرهُ ْم بِأَحْ َس ِن َما َكانُوا يَ ْع َملُون‬
 
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya, akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.
(an-Nahl, 16: 97).
f. Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen
Iman memberi pengaruh pada seseorang untuk selalu berbuat dengan
ikhlas, tanpa pamrih, kecuali keridaan Allah. Orang yang beriman senantiasa
konsekuen dengan apa yang telah diikrarkannya, baik dengan lidahnya
maupun dengan hatinya. Ia senantiasa berpedoman pada firman Allah:

َ‫ي َو َم َماتِي هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِمين‬ َ ‫قُلْ إِ َّن‬


َ ‫صالتِي َونُ ُس ِكي َو َمحْ يَا‬
Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (al-An’aam, 6: 162)
g. Iman memberikan keberuntungan
Orang yang beriman selalu berjalan pada arah yang benar, karena
Allah membimbing dan mengarahkan pada tujuan hidup yang hakiki. Dengan
demikian orang yang beriman adalah orang yang beruntung dalam hidupnya.
Hal ini sesuai dengan firman Allah:

َ ِ‫ك َعلَى هُدًى ِّمن َّربِّ ِه ْم َوأُ ْولَـئ‬


َ ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِح‬
‫ُون‬ َ ِ‫أُ ْولَـئ‬

19
“Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan
merekalah orang-orang yang beruntung.” (al-Baqarah, 2: 5).
h. Iman mencegah penyakit
Akhlak, tingkah laku, perbuatan fisik seorang mukmin, atau fungsi
biologis tubuh manusia mukmin dipengaruhi oleh iman. Hal itu karena semua
gerak dan kegiatan manusia, baik yang dipengaruhi oleh kemauan seperti
makan, minum, berdiri, melihat dan berfikir, maupun yang tidak dipengaruhi
kemauan seperti gerak jantung, proses pencernaan, dan pembuatan darah
tidak lebih dari serangkaian proses atau reaksi kimia yang terjadi di dalam
tubuh. Organ-organ tubuh yang melaksanakan proses bio-kimia ini bekerja di
bawah perintah hormon. Kerja bermacam-macam hormon diatur oleh hormon
yang diproduksi oleh kelenjar hipofise, yang terletak di samping bawah otak.
Pengaruh dan keberhasilan kelenjar hipofise ditentukan oleh gen (pembawa
sifat) yang dibawa manusia semenjak ia masih berbentuk zygot dalam rahim
ibu. Dalam hal ini iman mampu mengatur hormon dan selanjutnya
membentuk gerak, tingkah laku, dan akhlak manusia.
Jika karena pengaruh tanggapan, baik indera maupun akal, terjadi
perobahan fisiologis tubuh (keseimbangan hormon terganggu), seperti takut,
marah, putus asa, dan lemah, maka keadaan ini dapat dinormalisir kembali
oleh iman. Oleh karena itu orang-orang yang dikontrol oleh iman tidak akan
mudah terkena penyakit modern, seperti darah tinggi, diabetes, dan kanker.
Sebaliknya jika seseorang jauh dari prinsip-prinsip iman, tidak
mengacuhkan azas moral dan akhlak, merobek-robek nilai kemanusiaan
dalam setiap perbuatannya, tidak pernah ingat kepada Allah, maka orang
yang seperti ini hidupnya akan dikuasai oleh kepanikan dan ketakutan.
Hal itu akan menyebabkan tingginya produksi adrenalin dan
persenyawaan kimia lainnya. Selanjutnya akan menimbulkan pengaruh yang
negatif terhadap biologi tubuh serta lapisan otak bagian atas. Hilangnya
keseimbangan hormon dan kimiawi akan mengakibatkan terganggunya
kelancaran proses metabolisme zat dalam tubuh manusia. Pada waktu itu
timbullah gejala penyakit, rasa sedih, dan ketegangan psikologis, serta
hidupnya selalu dibayangi oleh kematian.

20
Demikianlah pengaruh dan manfaat iman pada kehidupan manusia, ia
bukan hanya sekedar kepercayaan yang berada dalam hati, tetapi menjadi
kekuatan yang mendorong dan membentuk sikap dan perilaku hidup. Apabila
suatu masyarakat terdiri dari orang-orang yang beriman, maka akan terbentuk
masyarakat yang aman, tentram, damai, dan sejahtera
3.5 Korelasi antara Keimanan dan Ketakwaan
Keimanan dan ketakwaan tidak dapat dipisahkan dan pada hakikatnya
keudanya saling memerlukan. Artinya keimanan diperukan manusia agar
meraih ketakwaan, karena setiap perbuatan atau amalan yang baik tidak akan
diterima oleh Allah tanpa didasari oleh iman.
Semua bentuk ketakwaa seperti salat, puasa, zakat dan haji merupakan
bagian dan kesempurnaan iman seseorang. Amal saleh tersebut merupakan
konsekuensi dari keimanan seseorang harus menterjemahkan keyakinannya
menjadi kongkrit dan menjadi satu sikap bidaya untuk mengembangkan amal
saleh.
Dalam Al-Qur’an ada ratusan ayat yang menggandengkan antara “orang
yang beriman” dengan “orang yang beramal saleh”. Iman dan amal saleh atau
iman dan takwa bergandengan sangat dekat. Seolah hampa dan kosing iman
seseorang kalau tanpa amla; saleh yang menyertainya, yang secara kongkrit
membuktikan bahwa ada iman di hatinya. Iman adalah pondasi dasar
seseorang hamba yang menghendaki bangunan kesempurnaan takwa dirinya.
Ketertarikan antara iman dan takwa ini, juga disampaikan oleh rasulullah
dalam sabdanya: “Al imanu “uryamun walibasuhu at-takwa”. (iman itu
telanjang dan pakaiannya adalah tawa). Maksud hadits ini adalah iman harus
diikuti dengan melakukan amal saleh (takwa). Iman tanpa disertai amal saleh
maka imannya masih telanjang tanpa pakaian.
Oleh karenanya, seseorang baru dinyatakan beriman dan takwa, apabila
telah punya keyakinan yang mantap dalam hati kemudian mengucapkan
kalimat tauhid (ashadu allaa ilaaha illaa Allah) dan kemudian diikuti dengan
mengamalkan semua perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya
(Yunan Yusuf dalam Wachyudin, 2009)

21
BAB IV
KESIMPULAN

Iman menurut bahasa adalah percaya atau yakin, keimanan berarti


kepercayaan atau keyakinan. Dengan demikian, rukun iman adalah dasar, inti,
atau pokok – pokok kepercayaan yang harus diyakini oleh setiap pemeluk agama
Islam.
Kata iman juga berasal dari kata kerja amina-yu’manu – amanan yang
berarti percaya. Oleh karena itu iman berarti percaya menunjuk sikap batin yang
terletak dalam hati.
Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi , wiqayah, yang berarti takut, menjaga,
memelihara dan melindungi.Sesuai dengan makna etimologis tersebut, maka
taqwa dapat diartikan sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam
pengamalan ajaran agama Islam secara utuh dan konsisten ( istiqomah ).
Mantapnya pemahaman agama dan adat budaya (tamaddun) dalam
perilaku seharian jadi landasan dasar kaderisasi re-generasi. Usaha kearah
pemantapan metodologi pengembangan melalui program pendidikan dan
pelatihan, pembinaan keluarga, institusi serta lingkungan mesti sejalin dan
sejalandengan pemantapan Akidah Agama pada generasi mendatang. Political
action berkenaan pengamalan ajaran Agama menjadi sumber kekuatan besar
menopang proses pembangunan melalui integrasi aktif, dimana umat berperan
sebagai subjek dalam pembangunan bangsa itu sendiri. 
Pemberdayaan lembaga adat, agama, perguruan tinggi, untuk meraih
keberhasilan, mesti sejalan dengan kelompok umara’ yang adil (kena pada
tempatnya). Pertemuan pendapat ilmuan dan para pengamat melalui dialog,
penekanan amanah kepada pemegang kendali ekonomi, menyatukan gerak
masyarakat disertai do’a (harapan) sebagai perpaduan usaha, menjadi pekerjaan
mendesak meniti pengembangan pembangunan (development).  Peran da’i ilaa
Allah aktif menyokong mempertahankan nilai-nilai ruhaniyah sebagai modal
dalam menghasilkan yang belum dimiliki. Generasi pelopor (inovator)
pembangunan harus dipersiapkan supaya tidak lahir generasi

22
pengguna(konsumptif) yang tidak produktif, yang merupakan benalu bagi bangsa
dan negara.
Melibatkan generasi muda secara aktif menguatkan jalinan hubungan
timbal balik antara masyarakat serumpun di desa dalam tata kehidupan sehari-
hari. Aktifitas ini mendorong lahirnya generasi penyumbang yang bertanggung
jawab, di samping antisipasi lahirnya generasi lemah.
Permasalahan-permasalahan yang ada di era globalisasi sekarang yang
banyak menyimpang dari aturan agama khususnya di Indonesia sangat miris
sekali. Yang diperlukan sekarang adalah generasi muda yang handal, dengan daya
kreatif, innovatif, kritis, dinamis, tidak mudah terbawa arus, memahami nilai-nilai
budaya luhur, siap bersaing dalam knowledge based society, punya jati diri yang
jelas, memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam sebagai kekuatan
spritual. Kekuatan yang memberikan motivasi emansipatoris dalam mewujudkan
sebuah kemajuan fisik-material, tanpa harus mengorbankan nilai-nilai
kemanusiaan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Athaillah, A. 2006. Konsep Teologi Rasional dalam Tafsir al-Manar. Jakarta :


Erlangga.
Farid, Ahmad. 2008. Quantum Takwa. Solo : Pustaka Arafah.
Manan, Abdul. 2005. Kesempurnaan Ibadah Ramadhan. Jakarta : Republika
Yusmansyah, Taofik. 2008. Akidah dan Akhlak. Bandung : Grafindo Media
Pratama.
Namira, Arafiah. 2011. Implementasi Iman Dan Takwa Dalam Kehidupan
Modern (Online).https://www.scribd.com/doc/55980634/3-Bab-III-
Implementasi-Iman-Dan-Takwa-Dalam-Kehidupan-Moder. Diakses pada
14 Maret 2015.
Tim Dosen PAI. 2014. Buku Daras Pendidikan Agama Islam. Malang: Pusat
Pembinaan Agama (PPA) Universitas Brawijaya.
Wachyudin, Achmad, M. Ilyas, M.Saifulloh, Z. Muhibin. 2009. Pendidikan
Agama Islam Unuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo.

24

Anda mungkin juga menyukai