Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Pengertian
Luka merupakan keadaan hilangnya atau terputusnya kontinuitas jaringan tubuh
yang biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan (Angriangi et al.,
2019). Luka merupakan rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat
proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai
organ tertentu (Widiyanto et al., 2018).

Bisa dikatakan luka adalah kejadian yang sering kita jumpai dalam kehidupan
seharihari. Luka menyebabkan kerusakan pada fungsi perlindungan kulit
disertai hilangnya kontinuitas jaringan epitel dengan atau tanpa adanya
kerusakan pada jaringan lainnya.

1.2 Etiologi
Etiologi luka menurut (Angriangi et al., 2019) dibagi menjadi
1.2.1 Mekanik
1.2.1.1 Benda tajam, merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang
memiliki sisi tajam atau runcing. Misalnya luka iris, luka bacok, dan
luka tusuk.
1.2.1.2 Benda tumpul, ledakan atau tembakan, misalnya luka karena tembakan
senjata api.
1.2.2 Non Mekanik
1.2.2.1 Bahan kimia, terjadi akibat efek korosi dari asam kuat atau basa kuat.
1.2.2.2 Trauma fisika
1) Luka akibat suhu tinggi
Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion
primer, heat exhaustion sekunder, heat stroke, sun stroke, dan heat
cramps.
2) Luka akibat suhu rendah
Derajat Luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin diantaranya
hyperemia, edema dan vesikel.
3) Luka akibat trauma listrik.
4) Luka akibat petir .
5) Luka akibat perubahan tekanan udara.
1.2.2.3 Radiasi.

1.3 Klasifikasi
1.3.1 Berdasarkan derajat kontaminasi
1.3.1.1 Luka bersih, Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan
infeksi, yang merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka
tersebut berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan
orofaring, traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan
demikian kondisi luka tersebut tetap dalam keadaan bersih.
Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1%-5%.
1.3.1.2 Luka bersih terkontaminasi, luka bersih terkontaminasi adalah luka
pembedahan dimana saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran
perkemihan dalam kondisi terkontrol. Proses penyembuhan luka akan
lebih lama namun luka tidak menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan
timbulnya infeksi luka sekitar 3% - 11%.
1.3.1.3 Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage
saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka
menunjukan tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka
karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun
luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
1.3.1.4 Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung
jaringan mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka
ini bisa sebagai akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi. Bentuk
luka seperti perforasi visera, abses dan trauma lama (Angriangi et al.,
2019).
1.3.2 Berdasarkan kedalaman dan luas luka
1.3.2.1 Stadium I (Luka Superfisial) atau “Non-Blanching Erithema merupakan
luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit dimana lapisan epidermis
kulit utuh, namun terdapat erithema atau perubahan warna pada kulit
menjadi kemerahan, contohnya luka lecet yang tidak mencederai lapisan
kulit yang lebih dalam, biasanya disebabkan oleh gesekan dengan
permukaan kasar.
1.3.2.2 Stadium II (Luka Partial Thickness) merupakan luka yang
mengakibatkan kehilangan kulit superfisial dan kerusakan pada lapisan
kulit epidermis dan dermis (luka yang mengenai sebagian lapisan kulit),
Masih merupakan luka superficial dimana terdapat tanda klinis seperti
abrasi atau lecet, blister atau lubang yang dangkal, erythema pada
jaringan sekitar yang terasa nyeri, terdapat rasa panas, edema dan
eksudat dalam jumlah sedikit sampai sedang.
1.3.2.3 Stadium III (Luka Full Thickness) merupakan luka yang mengakibatkan
hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan
subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati
jaringan yang mendasarinya. Luka sampai pada lapisan epidermis,
dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Dan luka timbul secara
klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak
jaringan sekitarnya yang disertai dengan eksudat dalam jumlah sedang
sampai banyak.
1.3.2.4 Stadium IV (Luka Full Thickness dengan hilangnya jaringan otot,
tendon, dan/atau tulang), merupakan luka yang telah mencapai lapisan
otot, tendon dan tulang dengan terbentuknya cavity atau goa pada luka,
dan biasanya pada luka terdapat eksudat sedang sampai banyak biasanya
terdapat destruksi/kerusakan yang luas pada daerah yang luka.
1.3.3 Berdasarkan penyebab
1.3.3.1 Luka akibat kekerasan benda tumpul
1) Vulnus kontusio/ hematom, merupakan luka memar yaitu suatu
pendarahan dalam jaringan bawah kulit akibat pecahnya kapiler dan
vena yang disebabkan oleh kekerasan tumpul
2) Vulnus eksoriasi (luka lecet atau abrasi), merupakan cedera pada
permukaan epidermis akibat bersentuhan dengan benda
berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini banyak dijumpai pada
kejadian traumatik seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh maupun
benturan benda tajam ataupun tumpul. Walaupun kerusakannya
minimal tetapi luka lecet dapat memberikan petunjuk kemungkinan
adanya kerusakan hebat pada alat-alat dalam tubuh. Sesuai
mekanisme terjadinya luka lecet dibedakan dalam jenis:
a) Luka lecet gores, diakibatkan oleh benda runcing yang
menggeser lapisan permukaan kulit.
b) Luka lecet serut (grzse)/geser (friction abrasion), merupakan
luka lecet yang terjadi akibat persentuhan kulit dengan
permukaan badan yang kasar dengan arah kekerasan sejajar/
miring terhadap kulit.
c) Luka lecet tekan (impression, impact abrasion), merupakan
luka lecet yang disebabkan oleh penekanan benda tumpul
secara tegak lurus terhadap permukaan kulit.
d) Vulnus laseratum (luka robek) merupakan luka dengan tepi
yang tidak beraturan atau compang camping biasanya karena
tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini dapat kita jumpai
pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak
beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisan
mukosa hingga lapisan otot.
1.3.3.2 Luka akibat kekerasan setengah tajam
1) Vulnus Morsu, merupakan luka karena gigitan binatang. Luka
gigitan hewan memiliki bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi
hewan yang menggigit. Dengan kedalaman luka juga menyesuaikan
gigitan hewan tersebut (Desiyana et al., 2016).

1.3.3.3 Luka akibat kekerasan tajam/ benda tajam


1) Vulnus scisum (luka sayat atau iris), merupakan luka sayat atau iris
yang di tandai dengan tepi luka berupa garis lurus dan beraturan.
Vulnus scissum biasanya dijumpai pada aktifitas sehari-hari seperti
terkena pisau dapur, sayatan benda tajam ( seng, kaca ), dimana
bentuk luka teratur
2) Vulnus punctum (luka tusuk), merupakan luka tusuk adalah luka
akibat tusukan benda runcing yang biasanya kedalaman luka lebih
dari pada lebarnya. Misalnya tusukan pisau yang menembus lapisan
otot, tusukan paku dan benda-benda tajam lainnya. Kesemuanya
menimbulkan efek tusukan yang dalam dengan permukaan luka
tidak begitu lebar.
3) Vulnus scloperotum (luka tembak), merupakan luka yang
disebabkan karena tembakan senjata api, dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan dan organ yang berada dibawahnya
(Angriangi et al., 2019).

1.3.3.4 Luka akibat trauma fisika dan kimia


1) Vulnus combutio, merupakan luka karena terbakar oleh api atau
cairan panas maupun sengatan arus listrik. Vulnus combutio
memiliki bentuk luka yang tidak beraturan dengan permukaan luka
yang lebar dan warna kulit yang menghitam. Biasanya juga disertai
bula karena kerusakan epitel kulit dan mukosa (Mansjoer, 2000)
1.4 Manifestasi klinis
Menurut Sukmawati et al., (2019) manifestasi klinis luka ialah sebagai berikut:
1.4.1 Deformitas: Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah
dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti: rotasi
pemendekan tulang, penekanan tulang.
1.4.2 Bengkak: edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
1.4.3 Echumosis dari Perdarahan Subculaneous.
1.4.4 Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.
1.4.5 Tenderness/keempukan.
1.4.6 Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya
dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
1.4.7 Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan).
1.4.8 Pergerakan abnormal.
1.4.9 Krepitasi.
1.4.9.1 Vulnus kontusio
1) Memar
2) Pendarahan tepi : pendarahan tidak diumpai pada lokasi yang
bertekanan, tetapi pendarahan akan menepi sehingga bentuk
pendarahan akan menepi sesuai dengan bentuk celah antara kedua
kembang yang berdekatan.
3) Dilihat dari permukaan kulit tampak darah berwarna hitam kebiruan,
setelah sekitar dua hari terjadi perubahan pigmen darah menjadi
warna kuning.
1.4.9.2 Vulnus eksoriasi
1) Hilangnya epitel dan lapisan dermis atau subkutan hal ini
menyebabkan luka tampak kuning, putih, merah muda atau berdarah
tergantung pada jaringan yang terekspos /rusak.
2) Vulnus laseratum.
3) Bentuk luka tidak beraturan.
4) Tepi tidak rata.
5) Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di
daerah yang berambut.
6) Sering tampak luka lecet.
7) Memar disekitar luka.
1.4.9.3 Vulnus morsum
1) Luka mempunyai tepi rata.
2) Dapat berbentuk luka lecet tekan berbentuk garis terputus-putus,
hematoma atau luka robek dengan tepi rata.
3) Luka gigitan masih baik strukturnya sampai 3 jam pasca trauma,
setelah itu dapat berubah bentuk akibat elastisitas kulit.
1.4.9.4 Vulnus scisum
1) Luka lebar tapi dangkal.
2) Luka menembus lapisan atas kulit atau lapisan dermis ke struktur
yang lebih dalam.
1.4.9.5 Vulnus punctum
1) Kedalaman luka melebihi panjang luka.
2) Kerusakan pembuluh darah tepi.
1.4.9.6 Vulnus sclerotum
1) Luka tembak menimbulkan kerusakan jaringan pada organ yang
berada dibawahnya.
2) Peluru dapat menghancurkan tulang dan menyebabkan cidera lebih
lanjut.
3) Peluru dari senapan menyebabkan kerusakan lebih besar.
1.4.9.7 Vulnus combutio
1) Luka bakar derajat 1, kerusakan pada epidermis, kulit kering,
kemerahan, nyeri sekali, sembuh, dalam 3-7 dan tidak ada jaringan
parut.
2) Luka bakar derajat 2, kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat
vesikel dan edema, subkutan, luka merah, basah dan mengkilat,
sangat nyeri, sembuh dalam, 28 hari tergantung komplikasi infeksi.
3) Luka bakar derajat 3, kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada
nyeri, luka merah keputih-putihan, dan hitam keabu-abuan, tampak
kering, lapisan yang rusak tidak sembuh sendiri maka perlu Skin
graff.

1.5 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan terutama jenis tes darah lengkap
untuk mengetahui terjadinya infeksi. Pemerksaan X-ray jika terdapat fraktur
atau dicurigai terdapat benda asing (Widiyanto et al., 2018)
1.5.1 Vulnus combustion:
1.5.1.1 Hitung darah lengkap
Peningkatan Ht awal menunjukan hemokonsentrasi sehubungan dengan
perpindahan/ kehilangna cairan. Selanjutnya penurunan Ht dan SDM
dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas tehadap
endothelium pembuluh darah
1.5.1.2 GDA
Penurunan PaO2/ peningkatan PaCo2 mungkin terjadi pada retensi
karbon monoksida. Asidosis dapat terjadi sehubungan dengan
penurunana ginjal dan kehilangan mekanisme kompensasi pernapasan.
1.5.1.3 Elektrolit serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cidera jaringan/
kerusakan SDM dan penurunan fungsi ginjal; hipokalemi dapat terjadi
bila mulai diuresis; magnesium mungkin menurun.
1.5.1.4 BUN/ keratin
Peninggian menunjukan penurunan perfusi ginjal; namun keratin dapat
meningkat karena cidera jaringan.
1.5.1.5 Urin
Adanya albumin, Hb, dan immunoglobulin menunjukan kerusakan
jaringan dalam dan kehilangan protein. Warna hitam kemerahan pada
urin sehubungan dengan mioglobulin
1.5.1.6 Bronkoskopi
Berguna dalam diagnose luas cidera inhalasi; hasil dapat meliputi
edema, pendarahan, dan/ tukak pada saluran pernapasan
1.5.1.7 EKG
Tanda iskemia miokardial/ disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik

1.5.2 Vulnus morsum


1.5.2.1 Gigitan ular
Pada pemeriksaan darah dapat dijumpai hipoprototrombinemia,
trombositopenia, hipofibrinogenemia dan anemia. Pada foto rontgen
thoraks dapat dijumpai emboli paru dan atau edema paru
1.5.2.2 Gigitan anjing
Tes antibodi netraslisasi rabies yang positif

1.6 Proses penyembuhan luka


1.6.1 Fase inflamsi atau “lagphase“
Berlangsung sampai 5 hari. Akibat luka terjadi pendarahan. Trombosit dan sel
radang ikut keluar. Trombosit mengeluarkan prostaglandin, tromboksan, bahan
kimia tertentu dan asam amino tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah,
mengatur tonus dinding pembuluh darah dan khemotaksis terhadap leukosit.
Terjadi Vasokontriksi dan proses penghentian pendarahan. Sel radang keluar
dari pembuluh darah secara diapedisis dan menuju dareh luka secara
khemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamin yang meninggikan
permeaabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan edema. Dengan demikian timbul
tanda-tanda radang leukosit, limfosit dan monosit menghancurkan dan menahan
kotoran dan kuman.
1.6.2 Fase proliferasi atau fase fibriflasi
Berlangsung dari hari ke 6-3 minggu. Terjadi proses proliferasi dan
pembentukan fibrosa yang berasal dari sel-sel mesenkim. Fibroblas
menghasilkan mukopolisakarid dan serat kolangen yang terdiri dari asam-
asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin. Mukopolisekarida mengatur
deposisi serat-serat kolangen yang akan mempertautkan tepi luka. Serat-serat
baru dibentuk, diatur, mengkerut, yang tidak perlu dihancurkan dengan
demikian luka mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka diisi oleh sel radang,
fibrolas, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru: membentuk jaringan
kemerahan dengan permukaan tidak rata, disebut jaringan granulasi. Epitel sel
basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah menututpi dasar luka. Proses
migrasi epitel hanya berjalan kepermukaan yang rata dan lebih rendah, tak
dapat naik, pembentukan jaringan granulasi berhenti setelah seluruh
permukaan tertutup epitel dan mulailah proses pendewasaan penyembuhan
luka
1.6.3 Fase “remodeling“
Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan bahkan lebih dari satu tahun.
bergantung pada kedalaman dan keluasan luka. Jaringan parut terus
melakukan reorganisasi dan akan menguat setelah beberapa bulan. Namun,
luka yang telah sembuh biasanya tidak memilikidaya elastis yang sama
dengan jaringan yang digantikannya. Dikatakan berakhir bila tanda-tanda
radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas, tidak
ada rasa sakit maupun gatal (Potter & Perry, 2005).

1.7 Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka


menurut (Sari, 2012) faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka adalah
1.7.1 Usia
Anak dan orang dewasa lebih cepat lebih cepat penyembuhan luka daripada
orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati
yang dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah
1.7.2 Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian metabolisme pada
tubuh. Klien memerlukan diit kaya Protein, Karbonhidrat, Lemak, Vitamin
dan Miniral (Fe, Zn) Bila kurang nutrisi diperlukan waktu untuk memperbaiki
status nutrisi setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk
meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah
jaringan adipose tidak adekuat.
1.7.3 Infeksi
Ada tidaknya infeksi pada luka merupakan penentu dalam percepatan
penyembuhan luka. Sumber utama infeksi adalah bakteri. Dengan adanya
infeksi maka fase-fase dalam penyembuhan luka akan terhambat.
1.7.4 Sirkulasi dan oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Saat kondisi
fisik lemah atau letih maka oksigenasi dan sirkulasi jaringan sel tidak berjalan
lancar. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak yang
memiliki sedikit pembuluh darah berpengaruh terhadap kelancaran sirkulasi
dan oksigenisasi jaringan sel. Pada orang gemuk penyembuhan luka lambat
karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah Infeksi dan lama
untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa yang
mederita gangguan pembuluh darah prifer, hipertensi atau DM. Oksigenasi
jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan
pernafasan kronik pada perokok.
1.7.5 Keadaan luka
Kedaan kusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas
penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu dengan cepat.
Misalnya luka kotor akan lambat penyembuhannya dibanding dengan luka
bersih
1.7.6 Obat
Obat anti inflamasi (seperti aspirin dan steroid), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat
membuat tubuh seseorang rentan terhadap Infeksi luka. Dengan demikian
pengobatan luka akan berjalan lambat dan membutuhkan waktu yang lebih
lama.

1.8 Penatalaksanaan luka


1.8.1 Penggunaan universal standar precaution .
1.8.2 Perhatikan kepatenan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.
1.8.3 Melengkapi pengkajian survey primer dengan cara mengevaluasi tingkat
kesadaran pasien, ukuran, dan reaksi pupil.
1.8.4 Mengidentifikasi adanya luka lain yang mungki memerlukan perawatan.
1.8.5 Mengontrol pendarahan dengan cara penekanan langsung pada area luka,
elevasi.
1.8.6 Mengidentifikasi adanya syok hemoragik.
1.8.7 Mengkaji status imunisasi tetanus pada pasien.
1.8.8 Menilai kondisi hipotermia, terutama pada saat kulit kehilangan bagian yang
luas (Sari, 2012).
1.9 Patofisiologi

Etiologi vulnus

Mekanik : benda tajam,


benda tumpul, Non mekanik:
tembakan/ledakan, gigitan bahan kimia, suhu tinggi, radiasi
binatang

Kerusakan integritas
jaringan

Kerusakan intergritas Traumatic jaringan


kulit
Kerusakan pembuluh darah
Terputusnya kontinuitas
Rusaknya barrier pertahanan jaringan
primer
Pendarahan berlebih
Kerusakan syaraf perifer
Terpapar lingkungan
Keluarnya cairan tubuh
Stimulasi neurotransmitter
(histamine, prostaglandin,
Resiko infeksi bradikinin) Resiko syok :hipovolomik

Nyeri akut Ansietas

Pergerakan terbatas Gangguan pola tidur

Hambatan mobilitas fisik

(Angriangi et al., 2019) (Widiyanto et al., 2018)


1.10 Komplikasi
1.10.1 Pendarahan (hemoragi)
Pendarahan terjadi setelah homeostasis menunjukan lepasnya jahitan operasi,
keluarnya bekuan darah, infeksi atau erosi pembuluh darah oleh benda asing
(mis, drainage). Hipovolemia mungkin tidak cepat tampak, sehingga balutan
jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan
dan tiap 8 jam setelah itu. Jika terjadi perdarahan yang berlebihan,
penambahan tekanan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan &
intervensi pembedahan mungkin diperlukan.
1.10.2 Infeksi
Ivasi bakteri dapat terjadi pada saat trauma selama pebedahan atau setelah
pembedahan. Gejala berupa adanya purulent, peningkatan drainage, nyeri,
kemerahan,bengkak disekeliling luka,peningkatam suhu, dan peningkatan
leukosit.
1.10.3 Dehiscense
Dehisens adalah terpisahnya lapisan luka secara parsial atau total.
1.10.4 Eviserasi
Merupakan terpisahnya lapisan luka secara total dan dapat menimbulkan
evisera (keluarnya organ visceral melalui luka yang terbuka). Ketika terjadi
hal ini maka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar kompres
dengan normal saline untuk mencegah masuknya bakteri.
1.10.5 Fistula
Merupakan saluran abnormal yang berada diantara 2 buah organ atau diantara
organ dan bagian luar tubuh.
1.11 Masalah keperawatan

Data Etiologi Masalah


DS: Benda tajam, tumpul, suhu Nyeri akut
Kien mengatakan tinggi, bahan kimia
nyeri ↓
Perlukaan pada kulit
DO: ↓
1 Terdapat luka pada Proses inflamasi
bagian tubuh ↓
2 Posisi tubuh Pelepasan substansi kimia
menahan nyeri (histamine, bradikinin)
3 Grimace ↓
4 Gelisah Stimulasi ujung saraf
5 Peningkatan RR & ↓
HR Nyeri akut
DS: Benda tajam, tumpul, suhu Kerusakan integritas
Klien melaporkan tinggi, bahan kimia jaringan
nyeri pada daerah ↓
perlukaan Traumatic jaringan

DO: Kerusakan intergritas
Kerusakan lapisan jaringan
integument, subkutan

DS: Traumatic jaringan Resiko syok hipovolemik


- ↓
DO: Kerusakan pembuluh darah
Pendarahan ↓
Pendarahan berlebihan

Resiko syok
DS: Perlukaan pada jaringan Resiko infeksi
- kulit
DO: ↓
Kerusakan pada Kerusakan epidermis,
jaringan kulit dermis

Fungsi kulit sebagain
pertahanan primer hilang

Resiko infeksi

1.12 Diagnosa keperawatan


1.12.1 Nyeri akut.
1.12.2 Kerusakan intergritas jaringan.
1.12.3 Resiko syok.
1.12.4 Resiko infeksi
1.13 Rencana keperawatan

Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional


hasil
Nyeri akut. Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, 1. Memberikan informasi untuk
tindakan keperawatan intensitas (skala 0-10) lamanya. membantu dalam menentukan
selama 1x24 jam nyeri
2. Berikan tindakan kenyamanan pilihan/keefektifan intervensi.
dapat terkontrol
dasar (mis pijatan pada erea 2. Menurunkan ketegangan otot.
KH:
yang tidak sakit). 3. Memfokuskan kembali perhatian,
1 Mampu mengontrol 3. Berikan tindakan kenyamanan: meningkatkan relaksasi, dan
nyeri (tahu penyebab membantu pasien melakukan meningkatkan rasa control yang dapat
nyeri, mampu posisi yang nyaman, menurunkan ketergantungan
menggunakan tehnik mendorong penggunaan farmakologis.
nonfarmakologi untuk relaksasi/ latihan nafas dalam, 4. Tirah baring mungkin diperlukan
mengurangi nyeri, aktivitas terapiutik. pada fase akut.
mencari bantuan). 4. Tingkatkan tirah baring. 5. Membantu menurunkan intensitas
2 Melaporkan bahwa 5. Kolaborasi pemberian nyeri.
nyeri berkurang analgesic sesuai dengan 6. Menentukan keefektifan obat.
dengan menggunakan tingkat nyeri.
manajemen nyeri. 6. Evaluasi respon klien terhadap
pemberian obat.
Kerusakan Setelah dilakukan tidakan 1 Observasi luka : lokasi, 2.1.1 Untuk menentukan intervensi
integritas kepoerawatan selama dimensi, kedalaman luka, selanjutnya.
3x24 jam kerusakan
jaringan. karakteristik,warna cairan, 2.1.2 Mencegah akumulasi cairan yang
integritas jaringan pasien
teratasi granulasi, jaringan nekrotik, dapat menyebabkan eksoriasi kulit
tanda-tanda infeksi lokal, atau jaringan.
KH:
formasi traktus. 2.1.3 Menurunkan kemungkinan
1 Perfusi jaringan
2 Jaga kulit agar tetap bersih dan kontaminasi mikroorganisme.
normal.
kering. 2.1.4 Perubahan posisi dilakukan untuk
2 Tidak ada tanda-tanda
3 Lakukan tehnik perawatan mencegah tekanan pada jaringan,
infeksi.
luka dengan steril. latihan rentang gerak bertujuan untuk
3 Ketebalan dan tekstur
4 Ubah posisi klien setiap 2 jam, meningkatkan sirkulasi pada jaringan
jaringan normal.
berikan latihan pasif/ aktif. dan mencegah kelemahan otot.
4 Menunjukkan
5 Berikan stimulasi pada daerah2.1.5 Membantu proses penyembuhan luka
terjadinya proses
sekitar luka (massase). secara alami.
penyembuhan luka.
6 Kolaborasi ahli gizi pemberian
2.1.6 Meningkatka kesehatan jaringan,
diet TKTP, vitamin. mempercepat proses penyembuhan
luka.
Resiko syok Setelah dilakukan 1 Monitor kehilangan darah 1 Deteksi dini memungkinkan
hipovolemik. intervensi keperawatan secara tiba-tiba, keparahan intervensi lebih lanjut.
selama 1x 24 jam syok dehidrasi, dan pendarahan 2 Memberikan tekanan pada area
hipovolomik tidak terjadi persisten. pendarahan membantu menghentikan
KH: 2 Cegah kehilangan darah pendarahan.
1 Tanda-tanda vital berlebih seperti memberikan 3 Takikardi, hiperventilasi, adanya
dalam batas normal tekanan pada area yang perubahan status mental, sianosi
(HR 60-80x/min, TD mengalami pendarahan. perifer merupakan manifestasi
120/90 mmHg, RR 3 Monitor tanda/ gejala hipovolemik. Deteksi dini.
16-20x/min). hipovolemik (mis. Peningkatan 4 Cairan kristaloid berfungsi untuk
2 Tidak didapatkan rasa haus, HR, perubahan mengembalikan cairan elektrolit.
penurunan status status mental, perubahan Cairan koloid berfungsi untuk
mental. respirasi, penurunan perfusi mengembalikan tekanan osmotic.
perifer). 5 Memenuhi volume sirkulasi darah,
4 Kolaborasi pemberian cairan memperbaiki kadar hemoglobin dan
IV seperti cristaloid (RL) atau protein serum.
koloid (WB, dekstran,
plasmanat, albumin)sesuai
indikasi.
5 Kolaborasi pemberian
transfusi produk darah (sel
darah merah, fresh frozen
plasma/ platelet) sesuai
indikasi.
Resiko infeksi. Setelah dilakukan 1. Monitor tanda dan gejala 1. Untuk
tindakan keperawatan infeksi sistemik dan lokal. menentukan intervensi yang akan
selama 2x24 jam infeksi 2. Pertahankan teknik aseptif. dilakukan.
tidak terjadi 3. Cuci tangan setiap sebelum 2. Memperkec
1 Klien bebas dari tanda dan sesudah tindakan il resiko terjadinya infeksi/ komplikasi
infeksi. keperawatan. lebih lanjut.
2 Luka bebas dari 4. Inspeksi kulit dan membran 3. Mempertah
drainase purulent dan mukosa terhadap kemerahan, ankan prinsip steril menghilangkan
eritema. panas, drainase. kontak dengan kuman penyakit.
5. Observasi drainase dari luka 4. Kemerahan
dan catat cairan drainase, , panas, kondisi drainase adalah
warna serta jumlahnya. indicator perkembangan kondisi
6. Kolaborasi terapi antibiotik. infeksi.
5. Adanya
drainase dapat meningkatkan resiko
untuk infeksi yang diindikasikan
adanya eritema dan cairan drainase
purulent.
6. Mecegah
terjadinya infeksi.
DAFTAR REFERENSI

Angriangi, S., Hariani, H., & Dwianti, U. (2019). Efektivitas Perawatan Luka Modern
Dressing Dengan Metode Moist Wound Healing Pada Ulkus Diabetik Di Klinik
Perawatan Luka ETN Centre Makassar. Jurnal Media Keperawatan : Politeknik
Kesehatan Makassar, 10(01), 19–24.

Desiyana, L., Husni, M., & Zhafira, S. (2016). UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN GEL
FRAKSI ETIL ASETAT DAUN JAMBU BIJI (Psidium Guajava Linn)
TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA TERBUKA PADA MENCIT (Mus
Musculus). Sari, A. D. (2012). Penerapan Proses Keperawatan Dalam
Menangani Perawatan Luka.

Sukmawati, E., Sari, N. N., & Chriswinda B.M, A. (2019). Hubungan Tingkat
Pengetahuan Pasien Diabetes Mellitus Dengan Perawatan Luka Menggunakan
Tekhik Modern Dressing (Studi RLS Sidoarjo). Jurnal Ilmiah Keperawatan
Stikes Hang Tuah Surbaya, 14(1), 35–42.

Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, Dan
Praktik.Edisi 4.Volume 1.Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk. Jakarta : EGC.2005

Widiyanto, P., Hariyati, T., & Handiyani, H. (2018). Pengaruh Pelatihan Supervisi
Terhadap Penerapan Supervisi Klinik Kepala Ruang Dan Peningkatan Kualitas
Tindakan Perawatan Luka Di RS PKU Muhammadiyah Temanggung.
Prosiding Konferensi Nasional PPNI Jawa Tengah, 44–51.

Anda mungkin juga menyukai