Anda di halaman 1dari 16

PENTINGNYA SILA PERTAMA DALAM MASYARAKAT BERBEDA

KEYAKINAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Kedudukan, Fungsi serta Implementasi Pancasila sebagai Dasar Negara
Setiap negara harus mempunyai dasar negara. Dasar negara merupakan fundamen atau
pondasi dari bangunan negara. Kuatnya fundamen negara akan menguatkan berdirinya negara
itu. Kerapuhan fundamen suatu negara, berakibat lemahnya negara tersebut. Sebagai dasar
negara Indonesia, Pancasila sering disebut sebagai dasar falsafah negara (filosofische gronslag
dari negara), Staats fundamentele norm, weltanschauung dan juga diartikan sebagai ideologi
negara (staatsidee).
Negara kita Indonesia. Dalam pengelolaan atau pengaturan kehidupan bernegara ini
dilandasi oleh filsafat atau ideologi pancasila. Fundamen negara ini harus tetap kuat dan kokoh
serta tidak mungkin diubah. Mengubah fundamen, dasar, atau ideology berarti mengubah
eksistensi dan sifat negara. Keutuhan negara dan bangsa bertolak dari sudut kuat atau lemahnya
bangsa itu berpegang kepada dasar negaranya.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara yaitu Pancasila sebagai dasar dari
penyelenggaraan kehidupan bernegara bagi negara Republik Indonesia. Kedudukan Pancasila
sebagai dasar negara seperti tersebut di atas, sesuai dengan apa yang tersurat dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alenia 4 antara lain menegaskan: “….., maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalm permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia”.
Dengan kedudukan yang istimewa tersebut, selanjutnya dalam proses penyelenggaraan
kehidupan bernegara memiliki fungsi yang kuat pula. Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945
menggariskan ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi pancasila dalam proses
penyelenggaraan kehidupan bernegara. Berikut ini dikemukakan ketentuan-ketentuan yang
menunujukkan fungsi dari masing-masing sila pancasila dalam proses penyelenggaraan
kehidupan bernegara.

B.Fungsi Sila Ketuhanan Yang Maha Esa


Ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu:
kehidupan bernegara bagi Negara Republik Indonesia berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa,
negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama serta untuk beribadah
menurut agama dan kepercayaannnya, negara menghendaki adanya toleransi dari masing-masing
pemeluk agama dan aliran kepercayaan yang ada serta diakui eksistensinya di Indonesia, negara
Indonesia memberikan hak dan kebebasan setiap warga negara terhadap agama dan kepercayaan
yang dianutnya. Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang
bulat dan utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain.
Prof. Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-piramidal Pancasila dengan menempatkan sila
“Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai basis bentuk piramid Pancasila. Dengan demikian keempat
sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila “Ketuhanan Yang Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka
mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila
bukanlah sesuatu yang perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari Pancasila sebenarnya
hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.” . Sila Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara
sesungguhnya berisi:
1. Ketuhanan yang Maha Esa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan
Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan
Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan
beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan,
yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-
Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-
Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
C. Pemahaman Mengenai Implementasi Sila Ketuhanan Ynag Maha Esa di Indonesia
Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa dan oleh karenanya manusia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.

a) Secara Obyektif

• Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
• Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup
• Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya

b) Secara Subjektif
• menghormati yang sedang melaksanakan ibadah
• mengajak kita untuk takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kita semua punya agama dan
keyakinan. Kita tinggal menjalankan kewajiban kita terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
• Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing
• Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup
Kunci dan titik sentral pemikiran dari kelima sila ada pada sila pertama, yaitu “Ke-
Tuhanan”, karena Tuhan adalah dasar keberadaan bagi makluk pemberian kekuatan oleh oleh-
Nya, merupakan syarat bagi setiap gerakan, upaya, dan perubahan pada mahluk-Nya. Semua
agama di NKRI ini, meyakini keberadaan Tuhan. Tuhan Maha Besar, Maha Pencipta, Maha
Pengasih Lagi Maha Penyayang. Segala sesuatu yang ada dan terjadi dalam kehidupan ini,
adalah ciptaan dan atas kehendak Tuhan. Kaum Kristiani menyatakan bahwa Tuhan ada dalam
diri setiap orang. Kaum Hindu/Budha menyatakan, bahwa diri manusia merupakan rumah Tuhan
yang harus dijaga kebersihannya dan dijauhkan dari halhal yang bertentangan dengan agama.
Sedang kaum Islam, sesuai dengan Firman Tuhan (Allah) dinyatakan, bahwa “Allah ada sangat
dekat dengan dirimu, tidak lebih dari kedua urat nadi lehermu”. Keberadaan dan keesahan Tuhan
ini, mendasari suatu kesepakatan untuk menempatkan “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai Sila
Pertama, yang menjiwai semua sila-sila dibawahnya.
Nilai Instrumental dari SilaKetuhanan Yang Maha Esa
 Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaanya dan ketaqwaanya kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
 Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
 Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antra pemeluk agama
dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
 Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
 Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
 Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaanya masing masing
 Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
kepada orang lain.

D. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan pemecahan menghadapi kemajemukan


Sila pertama merupakan jantung Pancasila. Apabila ada satu prinsip yang sentral atas
dasar mana kita dapat memahami Pancasila sebagai keseluruhan, maka itu adalah sila yang
pertama.
Di dalam sejarah perkembangannya, kita tahu bahwa halnya tidak selalu demikian.
Soekarno, misalnya, mengatakan bahwa teras Pancasila adalah gotong-royong. Memakai gotong-
royong sebagai prinsip sentral, maka kita mendapat penafsiran sebagai berikut: sila pertama,
adalah gotong-royong antara semua ketompok agama; sila kedua adalah gotong-royong antara
semua bangsa; sila ketiga adalah gotong-royong antara semua golongan dalam masyarakat
Indonesia; sila keempat adalah gotong-royong antara semua ideologi dan partai politik; sila
kelima adalah gotong-royong antara semua kelas ekonomi dan sosial dalam masyarakat
Indonesia.
Tapi telah kita katakan di depan, bahwa yang membuat Pancasila unik dan khas adalah sila
Ketuhanan Yang Maha Esa. Di sinilah terletak jiwa dari Pancasila itu.
Memang benar bahwa sila ini adalah bersangkut-paut dengan kemajemukan agama di
Indonesia dan karena itu mengenai kebebasan serta toleransi beragama. Tapi ia lebih dari itu.
Sebab bila kebebasan serta toleransi agama yang hendak kita tonjolkan, maka sila-sila lain telah
menjaminnya (sila 2, 3, 4, khususnya, bahkan 5 sekalipun).
Pentingnya sila pertama toh tidak terbatas pada kemampuannya menghadapi masalah
kemajemukan agama. Tetapi bahwa ia mencerminkan satu cara pemecahan yang khas Indonesia
di dalam menghadapi kenyataan kemajemukan pada umumnya. Yaitu, ketika kemajemukan
diterima dan dirangkul serta dimasukkan ke dalam sistim, tentu raja sepanjang ia dapat dijaga
kesatuan, keseimbangan dan keselarasannya.
Akhimya, uraian Panitia Lima mengenai dirumuskannya sila Ke-tuhanan Yang Maha Esa
menjadi sila yang pertama, seperti telah dikemukakan terdahulu, memperkuat pemahaman kita
tentang betapa sentral dan uniknya sila pertama ini untuk memahami Pancasila secara
keseluruhan.
Semua yang telah kita lakukan di atas, adalah untuk menunjukkan bagaimana kita harus
memahami Pancasila. Dan atas dasar ini, kita mempunyai kemampuan untuk memahami apa
yang sedang berlangsung di dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

E.Mengapa Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Dijadikan Sila yang Pertama ?
Dasar pemikiran kenapa Ketuhanan Yang Maha Esa dijadikan sila pertama dari Pancasila
dikarenakan pencetus ide Pancasila – Bung Karno – mempunyai keyakinan bahwa masyarakat
bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius, mayoritas bangsa Indonesia dari Sabang sampai
Merauke dengan satu dan lain cara menghayati kehidupan beragama sejak dia masih lahir sampai
dewasa yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan keseharian mereka.
Bahkan sebelum kedatangan agama Hindu dan Budha ke Indonesia, bangsa Indonesia
sudah beragama secara traditional yang sudah mengenal Tuhan Yang Maha Esa walaupun
dengan sebutan yang beraneka ragam. Kemudian kedatangan Islam dan Kristen makin membuat
keanekaan ragaman agama bangsa Indonesia.
Pada umumnya bangsa Indonesia menerima kedatangan agama-agama dengan damai baik
itu Hindu, Budha, Islam dan Kristen bahkan budaya yang dikembangkan cenderung budaya
sinkretis yang merupakan perpaduaan budaya local yang berumur sangat tua berbaur dengan
budaya yang dibawa oleh pengaruh agama Hindu, Budha, Islam dan Kristen.
Oleh karena itu berkembang adanya aliran kepercayaan yang sebetulnya berasal dari
kepercayaan lama sebelum kedatangan agama besar Hindu, Budha, Islam, dan Kristen. Sebagai
contoh ketika seorang anak masih kecil pernah diajarkan oleh almarhumah ibunya tentang doa-
doa yang sepenuhnya dalam bahasa Jawa (bukan terjemahan doa-doa dari agama yang ada
kemudian Hindu, Budha, Islam atau Kristen), seperti doa mau tidur, doa mau pergi, doa mau
makan dsb. Tuhan disebut sebagai Gusti Pangeran kemudian dengan pengaruh Islam menjadi
Gusti Allah.
Ketuhanan Yang Maha Esa dijadikan sila pertama dari Pancasila adalah disarikan dari
hakekat kehidupan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke bahwa bangsa Indonesia pada
hakekatnya adalah bangsa yang religius apapun agamanya, apapun kepercayaannya semua
mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa.
Ketuhanan Yang Maha Esa adalah realitas dalam kehidupan bermasyarakat dengan
keragaman agama dan kepercayaan tapi masih tetap bisa hidup berdampingan secara damai,
saling hormat menghormati satu sama lain, bahkan bisa berhasil secara bersama-sama
mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apakah ini bukan suatu karunia kehidupan
yang indah bagi bangsa Indonesia?
Secara operational lebih lanjut Ketuhanan Yang Maha Esa terefleksi dalam isi UUD ’45
pada Bab XA Pasal 28E:
Ayat (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Ayat (2) Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan
sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

Juga Bab XA Pasal 29 :


Ayat (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa,
Ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Diterimanya Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara, membawa konsekuensi
logis bahwa nilai-nilai pancasila harus selalu dijadikan landasan pokok, landasan fundamental
bagi pengaturan dan penyelenggaraan suatu negara. Hal ini diusahakan yaitu dengan
menjabarkan nilai-nilai pancasila tersebut ke dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedang pengakuan pancasilasebagai pandangan hidupbangsa mengharuskan kita sebagai bangsa
untuk mentransformasikan nilai-nilai pancasila itu ke dalam sikap dan perilaku nyata baik dalam
perilaku hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tanpa adanya transformasi nilai-nilai
tersebut ke dalam kehidupan nyata, maka pancasila hanya sekedar nama tanpa makna, pancasila
hanya sebagai hiasan dalam pembukaan undang-undang dasar 1945.
F. Peranan Religi Terhadap Tingkah Laku Manusia
Budi Pekerti berarti sikap dan prilaku yang baik. Sifat-sifat yang baik akan mendatangkan
kebaikan dan sebaliknya hal yang buruk akan menghasilkan keburukan pula. Oleh karena itu kita
perlu menjunjung tinggi nilai budi pekerti yang luhur. Ajaran budi pekerti menuntut kita agar
selalu berbuat kebaikan, kebenaran, serta memupuk keharmonisan gubungan manusia dengan
Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan, yang sering disebut dengan
konsep tri hita karana. Salah satu bagian dari konsep tri hita karana adalah hubungan manusia
dengan manusia. Hal ini sangat perlu dilakukan oleh umat manusia, karena manusia sebagai
makhluk social yang membutuhkan adanya hubungan dengan manusia lainnya, hal ini dilakukan
bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka dari itu sangat perlu usaha manusia
untuk mewujudkan hubungan yang harmonis antar umat manusia.Salah satu caranya yaitu
mengembangkan sikap Toleransi.
          Religi merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang
berpendapat bahwa religi bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa ini.
Dengan begitu, ia tidak melakukan hal-hal yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak
atau pendangan masyarakat.
Religi, yaitu kepercayaan terhadap kekuasaan suatu zat yang mengatur alam semesta ini
adalah bagian dari moral. Karena dalam moral sebenarnya diatur segala perbuatan yang dinilai
baik dan perlu dilakukan, serta perbuatan yang dinilai tidak baik seginga perlu dihindari. Agama,
karena mengatur juga tingkah laku baik-buruk, secara psikologis termasuk dalam moral. Hal ini
yang termasuk dalam moral adalah sopan-santun, tata karma, dan norma-norma masyarakat lain.

G. Sejarah Terbentuknya Sila Ketuhanan Yang Maha Esa


Sejarah mengatakan bahwa Pancasila dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
lahir pada 1 Juni 1945. Pancasila lahir didasarkan pada pemikiran tokoh proklamator yang tidak
lain adalah Bung Karno.
Mungkin banyak di antara kita yang tidak mengetahui apa dasar pemikiran Bung Karno
pada waktu mencetuskan ide dasar negara hingga tercetuslah ide Pancasila. Dasar pemikiran
Bung Karno dalam mencetuskan istilah Pancasila sebagai Dasar Negara adalah mengadopsi
istilah praktek-praktek moral orang Jawa kuno yang di dasarkan pada ajaran Buddhisme. Dalam
ajaran Buddhisme terdapat praktek-praktek moral yang disebut dengan Panca Sila (bahasa
Sanskerta / Pali) yang berarti lima (5) kemoralan yaitu : bertekad menghindari pembunuhan
makhluk hidup, bertekad menghindari berkata dusta, bertekad menghindari perbuatan mencuri,
bertekad menghindari perbuatan berzinah, dan bertekad untuk tidak minum minuman yang dapat
menimbulkan ketagihan dan menghilangkan kesadaran.
Sila pertama dari Pancasila Dasar Negara NKRI adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kalimat pada sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam bahasa Sanskerta ataupun
bahasa Pali. Banyak di antara kita yang salah paham mengartikan makna dari sila pertama ini.
Baik dari sekolah dasar sampai sekolah menengah umum kita diajarkan bahwa arti dari
Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Tuhan Yang Satu, atau Tuhan Yang jumlahnya satu. Jika kita
membahasnya dalam sudut pandang bahasa Sanskerta ataupun Pali, Ketuhanan Yang Maha Esa
bukanlah bermakna Tuhan Yang Satu. Lalu apa makna sebenarnya ? Mari kita bahas satu persatu
kata dari kalimat dari sila pertama ini.
Ketuhanan berasal dari kata Tuhan yang diberi imbuhan berupa awalan ke- dan akhiran –
an. Penggunaan awalan ke- dan akhiran –an pada suatu kata dapat merubah makna dari kata itu
dan membentuk makna baru. Penambahan awalan ke- dan akhiran -an dapat memberi perubahan
makna menjadi antara lain : mengalami hal…., sifat-sifat …. Contoh kalimat : ia sedang
kepanasan. Kata panas diberi imbuhan ke- dan –an maka menjadi kata kepanasan yang bermakna
mengalami hal yang panas. Begitu juga dengan kata ketuhanan yang berasal dari kata tuhan yang
diberi imbuhan ke- dan –an yang bermakna sifat-sifat Tuhan. Dengan kata lain Ketuhanan
berarti sifat-sifat tuhan atau sifat-sifat yang berhubungan dengan tuhan.
Kata “maha” berasal dari bahasa Sanskerta / Pali yang bisa berarti mulia atau besar
(bukan dalam pengertian bentuk). Kata “maha” bukan berarti “sangat”. Jadi adalah salah jika
penggunaan kata “maha” dipersandingkan dengan kata seperti besar menjadi maha besar yang
berarti sangat besar.
Kata “esa” juga berasal dari bahasa Sanskerta / Pali. Kata “esa” bukan berarti satu atau
tunggal dalam jumlah. Kata “esa” berasal dari kata “etad” yang lebih mengacu pada pengertian
keberadaan yang mutlak atau mengacu pada kata “ini” (this – Inggris). Sedangkan kata “satu”
dalam pengertian jumlah dalam bahasa Sanksertamaupun bahasa Pali adalah kata “eka”. Jika
yang dimaksud dalam sila pertama adalah jumlah Tuhan yang satu, maka kata yang seharusnya
digunakan adalah “eka”, bukan kata “esa”.
Dari penjelasan yang telah disampaikan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa arti dari
Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah berarti Tuhan Yang Hanya Satu, bukan mengacu pada
suatu individual yang kita sebut Tuhan yang jumlahnya satu. Tetapi sesungguhnya, Ketuhanan
Yang Maha Esa berarti Sifat-sifat Luhur / Mulia Tuhan yang mutlak harus ada. Jadi yang
ditekankan pada sila pertama dari Pancasila ini adalah sifat-sifat luhur / mulia, bukan Tuhannya.
Dan apakah sifat-sifat luhur / mulia (sifat-sifat Tuhan) itu ? Sifat-sifat luhur / mulia itu
antara lain : cinta kasih, kasih sayang, jujur, rela berkorban, rendah hati, memaafkan, dan
sebagainya.
Setelah kita mengetahui hal ini kita dapat melihat bahwa sila pertama dari Pancasila
NKRI ternyata begitu dalam dan bermakna luas , tidak membahas apakah Tuhan itu satu atau
banyak seperti anggapan kita selama ini, tetapi sesungguhnya sila pertama ini membahas sifat-
sifat luhur / mulia yang harus dimiliki oleh segenap bangsa Indonesia. Sila pertama dari
Pancasila NKRI ini tidak bersifat arogan dan penuh paksaan bahwa rakyat Indonesia harus
beragama yang percaya pada satu Tuhan saja, tetapi membuka diri bagi agama yang juga percaya
pada banyak Tuhan, karena yang ditekankan dalam sila pertama Pancasila NKRI ini adalah sifat-
sifat luhur / mulia. Dan diharapkan Negara di masa yang akan datang dapat membuka diri bagi
keberadaan agama yang juga mengajarkan nilai-nilai luhur dan mulia meskipun tidak
mempercayai adanya satu Tuhan.
Kebebasan menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing sesuai
dengan :
1. Pasal 29 (2) UUD 1945
2. Toleransi antaraumat beragama
3, Menghormati agama-agama lain.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang bertuhan, setiap warga negara harus percaya dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut agama dan kepercayaan masing-masing ,
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Uhan sebgagai pencipta alam semesta dapat
dibuktikankebenarannya melalui akal pikiran manusia dan berdasarkan hukum sebab akibat,
sebab pertama atau causa prima  adanya kehidupan alam semesta tidak lain adalah Tuhan Yang
Maha Esa.
Dasar-dasar kepercayaan dan ketaqwaan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa tercantum
denga jelas dalam :
-         Dasar Falsafah negara Pancasila
-         Pembukaan Undang-undang Dasar 1945
-         Batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945
-         Ketetapan MPR
-         Peraturan perundang-undangan lain.
Pasal 29 (2) UUD 1945 mengatur tentang kebebasan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
Dalam pasal ini, disamping menjamin kemerdekaan untuk memeluk agama  maka setiap
penduduk mendapat jaminan kemerdekaan untuk beribadat  menurut agama dan kepercayaannya.
Karena itu pemerintah berkewajiban memberikan kesempatan dan melindungi segenap warga
negara agar mereka dapat melakukan ibadah sesuai dengan kepercayaannya sehingga terbina
kehidupan beragama yang sehat.
Semua agama menghargai manusia. Oleh karena itu, semua umat beragama wajib saling
menghargai dan menghormati. Dengan demikian, dalam kehidupan masyarakat hendkanya
dikembangakan sikap-sikap tersebut serta sikap bekerja sama antar-pemeluk agama dan
penganut kepercayaan yang berbeda-bed, sehingga terbina kerukunan hidup.
Dari kerukunan hidup itu akan terpancar sikap toleransi antar-umat beragama. Toleransi
antar umat beragama, berarti bahwa sikap sbar membiarkan orang lain mempunyai keyakinan
lain mengenai agama dan kepercayaannya, berarti, pengakuan adannya ebebasan setiap warga
negara untuk memeluk agama yang menjadi keyakinannya dan kebebasan untuk menjalankan
ibadahnya sesuai agama dan kepercayannya itu, adalah menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab
Dengan Toleransi antar umat beragama tidak berarti bahwajaran agama yang satu akan
tercampur aduk dengan ajaran agama orang lain.Adanya toleeeransi berarti terwujudnya
ketenangan, harga-menghargai, serta saling mnghormatisekaligus mpampu mewujudkan
persatuan dan keutuhan bangsa dan negara.
Disadari bahwa agama telah berhasil menembus batas-batas kesukuan, kedaerahan, dan
malah batas-bataskebangsaan. Terlihat bahwa agama mempunyai potensi mempersatukan
bangsa. Di samping itu agama dapat pula menjadi sumber motivasi yang menyokong
pembangunan. Namun sebaliknya agama dapat pula merupakan sumber dari pertentangan  yang
dapat mengganggu kesatuan dan persatuan bangsa, kestabilan dan ketahanan nasional dan
kestabilan yang diperlukan bagi pembangunan. Hal itu akan terjadi manakala tidak terbina sikap
toleransi atau sikapberlapang dada dari masyarakat. Sebab dalam masyarakat/bangsa yang
masyarakatnya memeluk bermacam-macam agama, setipa waktu dapat terjadi pertentagan,
konflik yang jels mengganggu ketahanan nasional dan kestanilan yang diperlukan bagi
pembangunan. Siakp memandang rendah cara beramaldan beribadat dari penganut agama,
pelaksannan nilai yang dianut atau kegiatan yang dilakukan yang merugikan agama lain, jelas
akan menjadi sumber konflik yang dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diingini.
Kerukunan hidup beragama adalah kondisi sosial diamana semua pihak dapat hidup
bersama-sama tanpa mengurangi hak dasar masing-masing dalam keadaan rukun dan damai.
Yang demikian itu merupakan suatu keharmonisan hubungan dalam dinamika pergaulan dan
kehidupan bermasyarakat yang saling menguat dan diikat oleh sikap pengendalian diri yang
terwujud dalam :
a.       Kerukunan intern umat beragama
b.      Kerukunan antarumat beragama
c.       Kerukunan antarumat beragama dengan pemerintah
Pembinaan kerukunan hidup beragama dalam tiga betuk diatas, dialkukan secara simultan dan
menyeluruh, sebab hakikatnya ketiga bentuk kerukunan itu saling berkaitan.
Dalam rangka menumbuhkan dang mengembnagkan toleransi ini sebgai warga negara Indonesia
masing-masing harus menghindari atau menjauhi hal-hal sebagai berikut:
1.   Sikap fanatik yang berlebih-lebihan yaitu sikap tidak mau menghargai pemeluk agama lain,
bahklan memusuhinya. Kita harus mempunyai keyakinan akan kebenaran dan agama tidak boleh
membuat kita sempitdalam pandangan serta sikap terhadap keyakinan pemeluk agama lain.
2.      Sikap mencampuradukan ajaran agma atau kepercayaan kita dengan yang lain. Kemurnian
ajaran agama harus tetap dijaga.
3.      Sikap acuh terhadap agama atau kepercayaan lain.
Toleransi menghendaki kejujuran dan kebesaran jiwa, bersikap terbuka untuk bekerjasama dan
saling membantu dalam usaha pembangunan di segala bidang, termasuk bidang agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

H.Sikap Toleransi Antar Umat Beragama Sangat Perlu Dikembangkan


Sikap toleransi antar umat beragama sangat perlu dikembangkan karena :
. Karena kita sebagai makhluk social, tidak bisa lepas dari bantuan rang lain. Jadi sikap
toleransi itu sangatlah perlu dilakukan , sebagai makhluk social yang memerlukan bantuan
terlebih dahulu maka kitalah yang hendaknya terlebih dahulu mengembangkan sikap toleransi
itu, sebelum orang lain yang bertoleransi kepada kita . jadi jika kita memerlukan bantuan orang
lain, maka dengan tidak ragu lagi orang itu pasti akan membantu kita, karena terlebih dahulu kita
sudah membina hubungan baik dengan mereka yaitu saling bertoleransi
 Sikap toleransi akan menciptakan adanya kerukunan hidup. Jika dalam suatu masyarakat
masing - masing individu tidak yakin bahwa sikap toleransi akan menciptakan adanya
kerukunan, maka bisa dipastikan jika dalam masyarakat tersebut tidak akan tercipta kerukunan.
Sikap toleransi dapat diartikan pula sebagai sikap saling menghargai, jika kita sudah saling
menghargai otomatis akan tercipta kehudupan yang sejahtera.
Hubungan Toleransi Dalam Upaya Mempererat Hubungan Manusia Dengan Manusia
Disini terlihat jelas bahwa upaya untuk mempererat hubungan manusia dengan manusia
tidak bisa lepas dari usaha toleransi, karena seperti apa yang sudah kita ketahui bahwa sikap
toleransi sama pengertiannya dengan saling menghormati dan menghargai satu sama lain dan
saling gotong royong membantu masyarakat lainnya.
Kehidupan gotong royong dapat kita lihat baik dari lingkungan didesa maupun kota.
Sebagai contohnya : Jika ada anggota keluarga yang meninggal dunia, tanpa diundang tetangga -
tetangga pasti akan datang turut berbelasungkawa. Hal tersebut sudah menunjukkan bahwa sudah
terjalinnya sikap toleransi dalam bermasyarakat.A
dapun hidup saling membantu dan tolong menolong antar sesama umat manusia dengan
penuh tenggang rasa bersumber dari rasa kemanusiaan dan merupakan perbuatan yang luhur.
Maka dari itu dapat ditarik kesimplan bahwa toleransi sangat erat hubungannya dengan
usaha menpererat hubungan manusia dengan manusia, karena adanya toleransi dalam kehidupan
sehari-hari akan tercipta kehidupan yang harmonis, sejahtera an damai.

BAB II
PERMASALAHAN
A.Masih Adanya Rakyat Indonesia Yang Tinggal Dipedalaman Hutan Di Indonesia Yang
Belum Mengenal Istilah Ketuhanan
Luasnya wilayah Indonesia danmasih banyaknya hutan-hutan lebat di pedalaman pulau
yang dijadikan tempat tinggal beberapa kelompok masyarakat primitive di sana.
Oleh karena tempatnya yang sangat jauh dai keramaian dankehidupan yang mengikuti
perkembangan zaman, penyampaian informasi, dan jangkauan transportasi membuat masyarakat
disana hidup dengan cara-cara yang tradisional.
Mereka hidup layaknya manusia yang belum mengenal tulisan, mereka belum
mengenal kepercayaan apa lagi mengetahui adanya perbedaan kebudayaan dan perbedaan
kepercayaan  dengan kelompok masayarakat lain, karena mereka tidak dapat menjangkau tempat
yang jauh. Penyampaian informasi melalui media cetak apalagi media elektronik tentunya tidak
akan bias di temui di pedalaman hutan sperti itu. Jangan kan peralatan eletronik atau media cetak
yangdapat membantu pendidikan kewarganegaraan disana, mereka saja belum mengenal listrik
bahkan tulisan, peralatan rumah tangga yang mereka gunakan masih sangat bersifat tradisional.
Karena mereka belum mngenal tulisan, maka itu pendidikan formal seperti sekolah atau
pendidikan informal tidak ada disana. Bahasa yang mereka gunakan juga hanya dapat dipahami
oleh mereka yangmerupakan penduduk asli saja, pasti butuh waktu, usaha, tenaga dan financial
yang cukup untuk membuat mereka mengerti akan pentingnya memiliki kepercayaan kepada
Tuhan yang akan membuat hidup terasa damai dan penuh cinta kasih.
Karena factor-faktor diataslah pemerintah belum mampu mengadakan sosialiasasi
terhadap pendidikan kewarganegaraan disana, membuat mereka tidak dapat menjadi warga
Indonesia yang Pancasilais dan Berketuhanan Yang Maha  Esa.
B.     Masih adanya Kepercayaan di Beberapa Daerah Terpencil yang Melanggar Hak Orang Lain.
Ketuhanan Yang Maha Esa yang dipercayai bangsa Indonesia adalah percaya dan
taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya msig masing
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Jadi merupakan masalah apabila ritual
keagamaan yang dilakukan penganut itu melanggar dasar kemanusiaan.

Sebagai contoh, terdapat suatu kepercayaan di suatu daerah di Indonesia yang apabila
seorang suami meninggal dunia, maka istrinya harus  turut mati karena itu.
Hal itu berartti kepercayaan yang mereka anut melanggar dasar kemanusiaan dan
melanggar ketentuan pancasila sebagai mana telah diakui oleh bangsa Indonesia, hal itu terjadi
karena mereka belummengenal hak azasi manusia yang harus dilindungi, selain itu mereka juga
belum mengerti apa itu HAM (HAk Azasi MAnusia ).
Mereka melaksanakan ritual agama karena diturunkan oleh leluhur mereka pada zaman
dahuludan mereka percaya akan ada sanksi pedih dari Tuhan yang mereka ercayai apabila
mereka tidak melaksanakannya, tanpa mereka tahu bahwa mereka telah merampas hak orang lain
demi ritual keagamaan turun temurun itu, mereka tidak mengetahui pengetahuan tentang
kenegaraan, pancasila dan ilmu kewargaan lainnya yang mestinya harus diamalkan warga negara
Indonesia tanpa terkecuali.
C.     Masih Adanya Sebagian Penganut Agama yang Tidak Meghormati Penganut Kepercayaan
Orang Lain
Sudah seharusnya kita sebagai warga Negara Indonesia asli mengerti betul, bahwa
Indonesia, tanah air kita ini, kental akan perbedaan di masyarakat , baik itu perbedaan warna
kulit, bahasa daerah kebudayaan dan agama
Apabila masyarakat kurang menyadari atau menikmati indahnya perbedaan, pastilah
akan selalu ada benci dalam hati kepada  perbedaan itu, apalagi perbedaaan agama, dan tidak
jarang terjadi adanya saling mencibir atau mengejek penganut agama lain yang sedang
melaksanakan ibadahnya.
Selain karena kurang menyadari indahnya perbedaan, terlalu perduli dengan urusan
agama orang lain, juga salah satu penyebab mengapa masih ada lagi warga Negara Indonesia
yang saling membenci, walaupun tidak mengadakn perang secara terbuka.
Adanya perusakan-perusakan rumah ibadah juga masih sering terjadi akibat wujud
dari tidak mengertinya orang orang itu akan indahnya perbedaan yang seharusnya dapat saling
melengkapi dan menjadikan Indonesia bangsa yang besar dan sangat bermoral dimata dunia
karena penduduknya mampu sling mencitai meski saling berbeda.
D.     Dominansi agama mayoritas di Indonesia
Di Sekolah dasar telah masing-masing dipelajari bahwa ada 5 agama  besar yang telah
diakui pemerintah sebagai agama yang terdapat di Indonesia. Yaitu Islam, Katholik, Kristen
Protestan, Hindu dan Budha. Tapi penyebaran penganutnya tentu tidaklah sama maka terdapat
agama yang menjadi mayoritas dan penganut agama minoritas.
Mungkin sebagian dari kita merasakan bahwa kelompok mayoritas atau agama yang
memiliki penganut lebih banyak dibanding dengan agama lainnya terkadang merasa lebih
dibanding agama lain yang memiliki penganut yang lebih kecil . Tentu saja agama yang
memiliki penganut lebih sedikit dibanding agama yang lain merasa terkucilkan . terkadang dapat
dirasakan juga agama mayoritas lebih menguasai pemerintahandi Indonesia, ini sehausnya tidak
terjadi karena ada persamaan hak azasi manusia bagi masing masing penganut agama walaupun
ada yang menjadi penganut agama minoritas.
Hal ini tentu menjadi masalah karena pemerintah di Indonesia memperlakukan kepada
semua agama adalah sama. Bahwa pemerintah dalam hal ini Departemen agama disamping
memberikan pelayanan yang memadai terhadap semua pemeluk agama,agar mereka memperoleh
kesempatan dan kemampua melaksanakan serta mengembangkan agamanya maisng-masing
sehingga umat beragaa merasa aman dan bebas dalam menikmati kehidupan beragama ssuai
dengan keyakinannya.
E.     Masih Adanya Pelanggaran Hukum Agama Oleh Warga Negara Indonesia Meskipun Telah
Menganut Suatu Agama.
  Sebagai contoh realita judul diatas, tentu kita mengetahui tak seorangpun pemimpin
di Indonesia yang tidak menganut suat agama, tetapi kitamngetahui juga mereka yang
diamanahkan rakyat Indonesia menjadi pemimpin dan wakil dari rakyat Indnesia seharusnya 
menjalankan profesinya sesuai dengan aturan agama dan pancasila, malah merampas hak rakyat
yang member mandate kepadanya.

Anda mungkin juga menyukai