Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KEYAKINAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Kedudukan, Fungsi serta Implementasi Pancasila sebagai Dasar Negara
Setiap negara harus mempunyai dasar negara. Dasar negara merupakan fundamen atau
pondasi dari bangunan negara. Kuatnya fundamen negara akan menguatkan berdirinya negara
itu. Kerapuhan fundamen suatu negara, berakibat lemahnya negara tersebut. Sebagai dasar
negara Indonesia, Pancasila sering disebut sebagai dasar falsafah negara (filosofische gronslag
dari negara), Staats fundamentele norm, weltanschauung dan juga diartikan sebagai ideologi
negara (staatsidee).
Negara kita Indonesia. Dalam pengelolaan atau pengaturan kehidupan bernegara ini
dilandasi oleh filsafat atau ideologi pancasila. Fundamen negara ini harus tetap kuat dan kokoh
serta tidak mungkin diubah. Mengubah fundamen, dasar, atau ideology berarti mengubah
eksistensi dan sifat negara. Keutuhan negara dan bangsa bertolak dari sudut kuat atau lemahnya
bangsa itu berpegang kepada dasar negaranya.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara yaitu Pancasila sebagai dasar dari
penyelenggaraan kehidupan bernegara bagi negara Republik Indonesia. Kedudukan Pancasila
sebagai dasar negara seperti tersebut di atas, sesuai dengan apa yang tersurat dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alenia 4 antara lain menegaskan: “….., maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalm permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia”.
Dengan kedudukan yang istimewa tersebut, selanjutnya dalam proses penyelenggaraan
kehidupan bernegara memiliki fungsi yang kuat pula. Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945
menggariskan ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi pancasila dalam proses
penyelenggaraan kehidupan bernegara. Berikut ini dikemukakan ketentuan-ketentuan yang
menunujukkan fungsi dari masing-masing sila pancasila dalam proses penyelenggaraan
kehidupan bernegara.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-
Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
C. Pemahaman Mengenai Implementasi Sila Ketuhanan Ynag Maha Esa di Indonesia
Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa dan oleh karenanya manusia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
a) Secara Obyektif
• Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
• Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup
• Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
b) Secara Subjektif
• menghormati yang sedang melaksanakan ibadah
• mengajak kita untuk takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kita semua punya agama dan
keyakinan. Kita tinggal menjalankan kewajiban kita terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
• Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing
• Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup
Kunci dan titik sentral pemikiran dari kelima sila ada pada sila pertama, yaitu “Ke-
Tuhanan”, karena Tuhan adalah dasar keberadaan bagi makluk pemberian kekuatan oleh oleh-
Nya, merupakan syarat bagi setiap gerakan, upaya, dan perubahan pada mahluk-Nya. Semua
agama di NKRI ini, meyakini keberadaan Tuhan. Tuhan Maha Besar, Maha Pencipta, Maha
Pengasih Lagi Maha Penyayang. Segala sesuatu yang ada dan terjadi dalam kehidupan ini,
adalah ciptaan dan atas kehendak Tuhan. Kaum Kristiani menyatakan bahwa Tuhan ada dalam
diri setiap orang. Kaum Hindu/Budha menyatakan, bahwa diri manusia merupakan rumah Tuhan
yang harus dijaga kebersihannya dan dijauhkan dari halhal yang bertentangan dengan agama.
Sedang kaum Islam, sesuai dengan Firman Tuhan (Allah) dinyatakan, bahwa “Allah ada sangat
dekat dengan dirimu, tidak lebih dari kedua urat nadi lehermu”. Keberadaan dan keesahan Tuhan
ini, mendasari suatu kesepakatan untuk menempatkan “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai Sila
Pertama, yang menjiwai semua sila-sila dibawahnya.
Nilai Instrumental dari SilaKetuhanan Yang Maha Esa
Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaanya dan ketaqwaanya kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antra pemeluk agama
dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaanya masing masing
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
kepada orang lain.
E.Mengapa Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Dijadikan Sila yang Pertama ?
Dasar pemikiran kenapa Ketuhanan Yang Maha Esa dijadikan sila pertama dari Pancasila
dikarenakan pencetus ide Pancasila – Bung Karno – mempunyai keyakinan bahwa masyarakat
bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius, mayoritas bangsa Indonesia dari Sabang sampai
Merauke dengan satu dan lain cara menghayati kehidupan beragama sejak dia masih lahir sampai
dewasa yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan keseharian mereka.
Bahkan sebelum kedatangan agama Hindu dan Budha ke Indonesia, bangsa Indonesia
sudah beragama secara traditional yang sudah mengenal Tuhan Yang Maha Esa walaupun
dengan sebutan yang beraneka ragam. Kemudian kedatangan Islam dan Kristen makin membuat
keanekaan ragaman agama bangsa Indonesia.
Pada umumnya bangsa Indonesia menerima kedatangan agama-agama dengan damai baik
itu Hindu, Budha, Islam dan Kristen bahkan budaya yang dikembangkan cenderung budaya
sinkretis yang merupakan perpaduaan budaya local yang berumur sangat tua berbaur dengan
budaya yang dibawa oleh pengaruh agama Hindu, Budha, Islam dan Kristen.
Oleh karena itu berkembang adanya aliran kepercayaan yang sebetulnya berasal dari
kepercayaan lama sebelum kedatangan agama besar Hindu, Budha, Islam, dan Kristen. Sebagai
contoh ketika seorang anak masih kecil pernah diajarkan oleh almarhumah ibunya tentang doa-
doa yang sepenuhnya dalam bahasa Jawa (bukan terjemahan doa-doa dari agama yang ada
kemudian Hindu, Budha, Islam atau Kristen), seperti doa mau tidur, doa mau pergi, doa mau
makan dsb. Tuhan disebut sebagai Gusti Pangeran kemudian dengan pengaruh Islam menjadi
Gusti Allah.
Ketuhanan Yang Maha Esa dijadikan sila pertama dari Pancasila adalah disarikan dari
hakekat kehidupan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke bahwa bangsa Indonesia pada
hakekatnya adalah bangsa yang religius apapun agamanya, apapun kepercayaannya semua
mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa.
Ketuhanan Yang Maha Esa adalah realitas dalam kehidupan bermasyarakat dengan
keragaman agama dan kepercayaan tapi masih tetap bisa hidup berdampingan secara damai,
saling hormat menghormati satu sama lain, bahkan bisa berhasil secara bersama-sama
mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apakah ini bukan suatu karunia kehidupan
yang indah bagi bangsa Indonesia?
Secara operational lebih lanjut Ketuhanan Yang Maha Esa terefleksi dalam isi UUD ’45
pada Bab XA Pasal 28E:
Ayat (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Ayat (2) Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan
sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Diterimanya Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara, membawa konsekuensi
logis bahwa nilai-nilai pancasila harus selalu dijadikan landasan pokok, landasan fundamental
bagi pengaturan dan penyelenggaraan suatu negara. Hal ini diusahakan yaitu dengan
menjabarkan nilai-nilai pancasila tersebut ke dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedang pengakuan pancasilasebagai pandangan hidupbangsa mengharuskan kita sebagai bangsa
untuk mentransformasikan nilai-nilai pancasila itu ke dalam sikap dan perilaku nyata baik dalam
perilaku hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tanpa adanya transformasi nilai-nilai
tersebut ke dalam kehidupan nyata, maka pancasila hanya sekedar nama tanpa makna, pancasila
hanya sebagai hiasan dalam pembukaan undang-undang dasar 1945.
F. Peranan Religi Terhadap Tingkah Laku Manusia
Budi Pekerti berarti sikap dan prilaku yang baik. Sifat-sifat yang baik akan mendatangkan
kebaikan dan sebaliknya hal yang buruk akan menghasilkan keburukan pula. Oleh karena itu kita
perlu menjunjung tinggi nilai budi pekerti yang luhur. Ajaran budi pekerti menuntut kita agar
selalu berbuat kebaikan, kebenaran, serta memupuk keharmonisan gubungan manusia dengan
Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan, yang sering disebut dengan
konsep tri hita karana. Salah satu bagian dari konsep tri hita karana adalah hubungan manusia
dengan manusia. Hal ini sangat perlu dilakukan oleh umat manusia, karena manusia sebagai
makhluk social yang membutuhkan adanya hubungan dengan manusia lainnya, hal ini dilakukan
bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka dari itu sangat perlu usaha manusia
untuk mewujudkan hubungan yang harmonis antar umat manusia.Salah satu caranya yaitu
mengembangkan sikap Toleransi.
Religi merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang
berpendapat bahwa religi bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa ini.
Dengan begitu, ia tidak melakukan hal-hal yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak
atau pendangan masyarakat.
Religi, yaitu kepercayaan terhadap kekuasaan suatu zat yang mengatur alam semesta ini
adalah bagian dari moral. Karena dalam moral sebenarnya diatur segala perbuatan yang dinilai
baik dan perlu dilakukan, serta perbuatan yang dinilai tidak baik seginga perlu dihindari. Agama,
karena mengatur juga tingkah laku baik-buruk, secara psikologis termasuk dalam moral. Hal ini
yang termasuk dalam moral adalah sopan-santun, tata karma, dan norma-norma masyarakat lain.
BAB II
PERMASALAHAN
A.Masih Adanya Rakyat Indonesia Yang Tinggal Dipedalaman Hutan Di Indonesia Yang
Belum Mengenal Istilah Ketuhanan
Luasnya wilayah Indonesia danmasih banyaknya hutan-hutan lebat di pedalaman pulau
yang dijadikan tempat tinggal beberapa kelompok masyarakat primitive di sana.
Oleh karena tempatnya yang sangat jauh dai keramaian dankehidupan yang mengikuti
perkembangan zaman, penyampaian informasi, dan jangkauan transportasi membuat masyarakat
disana hidup dengan cara-cara yang tradisional.
Mereka hidup layaknya manusia yang belum mengenal tulisan, mereka belum
mengenal kepercayaan apa lagi mengetahui adanya perbedaan kebudayaan dan perbedaan
kepercayaan dengan kelompok masayarakat lain, karena mereka tidak dapat menjangkau tempat
yang jauh. Penyampaian informasi melalui media cetak apalagi media elektronik tentunya tidak
akan bias di temui di pedalaman hutan sperti itu. Jangan kan peralatan eletronik atau media cetak
yangdapat membantu pendidikan kewarganegaraan disana, mereka saja belum mengenal listrik
bahkan tulisan, peralatan rumah tangga yang mereka gunakan masih sangat bersifat tradisional.
Karena mereka belum mngenal tulisan, maka itu pendidikan formal seperti sekolah atau
pendidikan informal tidak ada disana. Bahasa yang mereka gunakan juga hanya dapat dipahami
oleh mereka yangmerupakan penduduk asli saja, pasti butuh waktu, usaha, tenaga dan financial
yang cukup untuk membuat mereka mengerti akan pentingnya memiliki kepercayaan kepada
Tuhan yang akan membuat hidup terasa damai dan penuh cinta kasih.
Karena factor-faktor diataslah pemerintah belum mampu mengadakan sosialiasasi
terhadap pendidikan kewarganegaraan disana, membuat mereka tidak dapat menjadi warga
Indonesia yang Pancasilais dan Berketuhanan Yang Maha Esa.
B. Masih adanya Kepercayaan di Beberapa Daerah Terpencil yang Melanggar Hak Orang Lain.
Ketuhanan Yang Maha Esa yang dipercayai bangsa Indonesia adalah percaya dan
taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya msig masing
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Jadi merupakan masalah apabila ritual
keagamaan yang dilakukan penganut itu melanggar dasar kemanusiaan.
Sebagai contoh, terdapat suatu kepercayaan di suatu daerah di Indonesia yang apabila
seorang suami meninggal dunia, maka istrinya harus turut mati karena itu.
Hal itu berartti kepercayaan yang mereka anut melanggar dasar kemanusiaan dan
melanggar ketentuan pancasila sebagai mana telah diakui oleh bangsa Indonesia, hal itu terjadi
karena mereka belummengenal hak azasi manusia yang harus dilindungi, selain itu mereka juga
belum mengerti apa itu HAM (HAk Azasi MAnusia ).
Mereka melaksanakan ritual agama karena diturunkan oleh leluhur mereka pada zaman
dahuludan mereka percaya akan ada sanksi pedih dari Tuhan yang mereka ercayai apabila
mereka tidak melaksanakannya, tanpa mereka tahu bahwa mereka telah merampas hak orang lain
demi ritual keagamaan turun temurun itu, mereka tidak mengetahui pengetahuan tentang
kenegaraan, pancasila dan ilmu kewargaan lainnya yang mestinya harus diamalkan warga negara
Indonesia tanpa terkecuali.
C. Masih Adanya Sebagian Penganut Agama yang Tidak Meghormati Penganut Kepercayaan
Orang Lain
Sudah seharusnya kita sebagai warga Negara Indonesia asli mengerti betul, bahwa
Indonesia, tanah air kita ini, kental akan perbedaan di masyarakat , baik itu perbedaan warna
kulit, bahasa daerah kebudayaan dan agama
Apabila masyarakat kurang menyadari atau menikmati indahnya perbedaan, pastilah
akan selalu ada benci dalam hati kepada perbedaan itu, apalagi perbedaaan agama, dan tidak
jarang terjadi adanya saling mencibir atau mengejek penganut agama lain yang sedang
melaksanakan ibadahnya.
Selain karena kurang menyadari indahnya perbedaan, terlalu perduli dengan urusan
agama orang lain, juga salah satu penyebab mengapa masih ada lagi warga Negara Indonesia
yang saling membenci, walaupun tidak mengadakn perang secara terbuka.
Adanya perusakan-perusakan rumah ibadah juga masih sering terjadi akibat wujud
dari tidak mengertinya orang orang itu akan indahnya perbedaan yang seharusnya dapat saling
melengkapi dan menjadikan Indonesia bangsa yang besar dan sangat bermoral dimata dunia
karena penduduknya mampu sling mencitai meski saling berbeda.
D. Dominansi agama mayoritas di Indonesia
Di Sekolah dasar telah masing-masing dipelajari bahwa ada 5 agama besar yang telah
diakui pemerintah sebagai agama yang terdapat di Indonesia. Yaitu Islam, Katholik, Kristen
Protestan, Hindu dan Budha. Tapi penyebaran penganutnya tentu tidaklah sama maka terdapat
agama yang menjadi mayoritas dan penganut agama minoritas.
Mungkin sebagian dari kita merasakan bahwa kelompok mayoritas atau agama yang
memiliki penganut lebih banyak dibanding dengan agama lainnya terkadang merasa lebih
dibanding agama lain yang memiliki penganut yang lebih kecil . Tentu saja agama yang
memiliki penganut lebih sedikit dibanding agama yang lain merasa terkucilkan . terkadang dapat
dirasakan juga agama mayoritas lebih menguasai pemerintahandi Indonesia, ini sehausnya tidak
terjadi karena ada persamaan hak azasi manusia bagi masing masing penganut agama walaupun
ada yang menjadi penganut agama minoritas.
Hal ini tentu menjadi masalah karena pemerintah di Indonesia memperlakukan kepada
semua agama adalah sama. Bahwa pemerintah dalam hal ini Departemen agama disamping
memberikan pelayanan yang memadai terhadap semua pemeluk agama,agar mereka memperoleh
kesempatan dan kemampua melaksanakan serta mengembangkan agamanya maisng-masing
sehingga umat beragaa merasa aman dan bebas dalam menikmati kehidupan beragama ssuai
dengan keyakinannya.
E. Masih Adanya Pelanggaran Hukum Agama Oleh Warga Negara Indonesia Meskipun Telah
Menganut Suatu Agama.
Sebagai contoh realita judul diatas, tentu kita mengetahui tak seorangpun pemimpin
di Indonesia yang tidak menganut suat agama, tetapi kitamngetahui juga mereka yang
diamanahkan rakyat Indonesia menjadi pemimpin dan wakil dari rakyat Indnesia seharusnya
menjalankan profesinya sesuai dengan aturan agama dan pancasila, malah merampas hak rakyat
yang member mandate kepadanya.