Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS

Untuk memenuhi tugas matakuliah

Keperawatan Medikal Bedah

Yang dibina oleh Bapak Supono, S.Kep,Ns,M,Kep,Sp,MB

Oleh Kelompok 8 :

1. Tiara Adinda Cahyaning Slamet (P17220181007)


2. Aprilia Dwi Nisa Anjani (P17220181019)
3. Veren Aurelli Nasywa (P17220183034)
4. Titin Hidayatul Nuraini (P17220183036)
5. Hani Sisfitri Anjasari (P17220183041)

POLITEKNIK KESEHATAN MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

D3 KEPERAWATAN LAWANG

Februari 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
limpahan segala rahmat-Nya, penulisan makalah yang berjudul HIV/AIDS dapat
terselesaikan tepat pada waktunya dan berjalan dengan baik tanpa suatu halangan
yang berarti.
Sudah tentu dalam penulisan makalah ini, tidak terlepas dari dorongan
moral, bimbingan, dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Supono, S.Kep,Ns,M,Kep,Sp,MB yang telah mencurahkan segala
perhatiannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dengan ikhlas dalam
penulisan makalah ini;
2. Bapak dan ibu dosen yang telah memberikan bekal ilmu.
3. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis yang tidak dapat disebutkan
satu persatu, yang telah memberikan dorongan dan bantuan selama dan sampai
terseselesaikannya penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik maupun saran dan
sumbangan pemikiran dari semua pihak yang bersifat membangun. Semoga materi
dalam penulisan makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan pada umumnya dan bagi pembaca agar dapat memahami dan
mencari solusi yang tepat.

Lawang, 10 Februari 2020

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul…........................................................................................
Kata Pengantar............................................................................................ 1
Daftar Isi..................................................................................................... 2

BAB 1 Pendahuluan
1.1. Latar Belakang.............................................................................. 3
1.2. Rumusan Masalah........................................................................ 4
1.3. Tujuan Penulisan.......................................................................... 4

BAB 2 PENDAHULUAN
2.1. Definisi......................................................................................... 5
2.2. Etiologi/ penyebab........................................................................ 11
2.3. Cara Penularan.............................................................................. 12
2.4. Patofisiologi................................................................................... 13
2.5. Manifestasi Klinis.......................................................................... 15
2.6. Tanda dan Gejala............................................................................ 16
2.7. Tahan Perubahan............................................................................ 16
BAB 3 Asuhan Keperawatan
BAB 4 PENUTUP......................................................................
4.1 Kesimpulan......................................................................................24
4.2 Saran................................................................................................24
Daftar Pustaka...............................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah
sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya
sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya
Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang memperlemah
kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi
rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor.
Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju
perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa
disembuhkan.
HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan
kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh
yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan
preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan
intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang
terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau
menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh
tersebut.
Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan
menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah
membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981,
dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling
menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan
antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik
AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta)
hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000)
merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini
hidup dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang
terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal
dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.
Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai
dengan 31 Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL,
Kemenkes RI tanggal 29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS
sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan
106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430
kamatian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an
kalangan ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di
Indonesia yaitu berkisar antara 80.000 – 130.000. Dan sekarang Indonesia
menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina dan India, yang percepatan
kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa defenisi dari HIV dan AIDS?
2. Bagaimanya etiologi dari HIV dan AIDS?
3. Bagaimana cara penularan dari HIV dan AIDS?
4. Bagaimana patofisiologi dari HIV dan AIDS?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari HIV dan AIDS?
6. Apa saja tanda dan gejala dari HIV dan AIDS?
7. Bagaimana tahapan perubahan HIV menjadi AIDS?
1.3 Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui definisi HIV AIDS.
2. Untuk mengetahui etiologi/penyebab HIV AIDS
3. Untuk mengetahui cara penularan HIV AIDS
4. Untuk mengetahui patofisiologi HIV AIDS
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari HIV dan AIDS
6. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari HIV dan AIDS
7. Untuk mengetahui tahap Perubahan HIV menjadi AIDS
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 PENGERTIAN
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan
imunitas seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal
secara keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan
medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit. (Carolyn,
M.H.1996:601)
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan
gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara
bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus
(HIV). (Mansjoer, 2000:162)
Infeksi HIV adalah infeksi virus yang secara progresif
menghancurkan sel-sel darah putih Infeksi oleh HIV biasanya berakibat
pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif, menyebabkan
terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu (terutama pada orang
dewasa).
Kasus HIV pada anak biasanya paling sering ditemukan akibat
transmisi dari ibu yang sudah memiliki HIV ke anaknya. Kemungkinan
besar perpindahan virus ini terjadi selama proses kehamilan dan juga
persalinan.

2.2 ETIOLOGI
Penyebab penyakit AIDS adalah HIV yaitu virus yang masuk
dalam kelompok retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital
sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini dapat ditularkan melalui
penularan seksual, kontaminasi patogen di dalam darah, dan penularan
masa perinatal.
A. faktor risiko untuk tertular HIV pada bayi dan anak adalah :
1. bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual,
2. bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan berganti,
3.  bayi yang lahir dari ibu atau pasangannya penyalahguna obat
intravena,
4.   bayi atau anak yang mendapat transfusi darah atau produk darah
berulang,
5.  anak yang terpapar pada infeksi HIV dari kekerasan seksual
(perlakuan salah seksual), dan
6.  anak remaja dengan hubungan seksual berganti-ganti pasangan.
2.3 Cara Penularan
Penularan HIV dari ibu kepada bayinya dapat melalui:
1. Dari ibu kepada anak dalam kandungannya (antepartum)
2. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus tersebut ke
bayi yang dikandungnya. Cara transmisi ini dinamakan juga
transmisi secara vertikal. Transmisi dapat terjadi melalui plasenta
(intrauterin) intrapartum, yaitu pada waktu bayi terpapar dengan
darah ibu.
3.  Selama persalinan (intrapartum)
Selama persalinan bayi dapat tertular darah atau cairan
servikovaginal yang mengandung HIV melalui paparan
trakeobronkial atau tertelan pada jalan lahir.
4.  Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi
5. Pada ibu yang terinfeksi HIV, ditemukan virus pada cairan vagina
21%, cairan aspirasi lambung pada bayi yang dilahirkan. Besarnya
paparan pada jalan lahir sangat dipengaruhi dengan adanya kadar
HIV pada cairan vagina ibu, cara persalinan, ulkus serviks atau
vagina, perlukaan dinding vagina, infeksi cairan ketuban, ketuban
pecah dini, persalinan prematur, penggunaan elektrode pada kepala
janin, penggunaan vakum atau forsep, episiotomi dan rendahnya
kadar CD4 pada ibu. Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum
persalinan akan meningkatkan resiko transmisi antepartum sampai
dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam
sebelum persalinan.
6.   Bayi tertular melalui pemberian ASI.
7. Transmisi pasca persalinan sering terjadi melalui pemberian ASI
(Air susu ibu). ASI diketahui banyak mengandung HIV dalam
jumlah cukup banyak. Konsentrasi median sel yang terinfeksi HIV
pada ibu yang tenderita HIV adalah 1 per 10 4 sel, partikel virus ini
dapat ditemukan pada componen sel dan non sel ASI. Berbagai
factor yang dapat mempengaruhi resiko tranmisi HIV melalui ASI
antara lain mastitis atau luka di puting, lesi di mucosa mulut bayi,
prematuritas dan respon imun bayi. Penularan HIV melalui ASI
diketahui merupakan faktor penting penularan paska persalinan dan
meningkatkan resiko tranmisi dua kali lipat.

2.4 PATOFISIOLOGIS
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen
permukaan CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini,
yang mencakup limfosit penolong dengan peran kritis dalam
mempertahankan responsivitas imun, juga meperlihatkan pengurangan
bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi
HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4.
HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen
permukaan CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini,
yang mencakup linfosit penolong dengan peran kritis dalam
mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan pengurangan
bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi
HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun
kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4 itu sendiri; induksi
apoptosis melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai superantigen;
penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral
penjamu dan kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius
pada timus dan kelenjar getah bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel
selain limfosit. Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada
limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi
dapat berperang sebagai reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi,
dan dapat membawa virus ke organ, terutama otak, dan menetap di otak.
Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam nukleat viral pada sel-sel
kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan astroglia. Pada
jaringan janin, pemulihan virus yang paling konsisten adalah dari otak,
hati, dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun
sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan
oleh infeksi virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir,
meskipun “ priode inkubasi “  atau interval sebelum muncul gejala
infeksi HIV, secara umum lebih singkat pada infeksi perinatal
dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama fase ini, gangguan
regulasi imun sering tampak pada saat tes, terutama berkenaan dengan
fungsi sel B; hipergameglobulinemia dengan produksi antibody
nonfungsional lebih universal diantara anak-anak yang terinfeksi HIV
dari pada dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan. Ketidak
mampuan untuk berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi
imunoglobulin secara klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen
sebelumnya, berperang pada infeksi dan keparahan infeksi bakteri yang
lebih berat pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi limfosit CD4 sering
merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tidak berkorelasi dengan status
simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering memiliki
jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS periatrik
mungkin memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal.
Panjamu yang berkembang untuk beberapa alasan menderita
imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan kerentanan
perkembangan system saraf pusat menerangkan frekuensi relatif
ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.
2.5 MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis infeksi HIV pada anak bervariasi dari
asimtomatis sampai penyakit berat yang dinamakan AIDS. AIDS pada
anak terutama terjadi pada umur muda karena sebagian besar (>80%)
AIDS pada anak akibat transmisi vertikal dari ibu ke anak. Lima puluh
persen kasus AIDS anak berumur < l tahun dan 82% berumur <3
tahun. Meskipun demikian ada juga bayi yang terinfeksi HIV secara
vertikal belum memperlihatkan gejala AIDS pada umur 10 tahun.
Gejala klinis yang terlihat adalah akibat adanya infeksi oleh
mikroorganisme yang ada di lingkungan anak. Oleh karena itu,
manifestasinya pun berupa manifestasi nonspesifik berupa  : 
a.  gagal tumbuh
b.   berat badan menurun,
c.    anemia,
d.    panas berulang,
e.     limfadenopati, dan
f.      hepatosplenomegali
Gejala yang menjurus kemungkinan adanya infeksi HIV adalah
adanya infeksi oportunistik, yaitu infeksi dengan kuman, parasit,
jamur, atau protozoa yang lazimnya tidak memberikan penyakit pada
anak normal. Karena adanya penurunan fungsi imun, terutama
imunitas selular, maka anak akan menjadi sakit bila terpajan pada
organisme tersebut, yang biasanya lebih lama, lebih berat serta sering
berulang. Penyakit tersebut antara lain kandidiasis mulut yang dapat
menyebar ke esofagus, radang paru karena Pneumocystis carinii,
radang paru karena mikobakterium atipik, atau toksoplasmosis otak.
Bila anak terserang Mycobacterium tuberculosis, penyakitnya akan
berjalan berat dengan kelainan luas pada paru dan otak. Anak sering
juga menderita diare berulang.
Manifestasi klinis lainnya yang sering ditemukan pada anak adalah
pneumonia interstisialis limfositik, yaitu kelainan yang mungkin
langsung disebabkan oleh HIV pada jaringan paru. Manifestasi
klinisnya berupa
a.  hipoksia,
b.     sesak napas,
c.      jari tabuh, dan
d.     limfadenopati.
e.    secara radiologis terlihat adanya infiltrat retikulonodular difus
bilateral,  terkadang dengan adenopati di hilus dan mediastinum.
Manifestasi klinis yang lebih tragis adalah yang dinamakan
ensefalopati kronik yang mengakibatkan hambatan perkembangan atau
kemunduran ketrampilan motorik dan daya intelektual, sehingga
terjadi retardasi mental dan motorik. Ensefalopati dapat merupakan
manifestasi primer infeksi HIV. Otak menjadi atrofi dengan pelebaran
ventrikel dan kadangkala terdapat kalsifikasi. Antigen HIV dapat
ditemukan pada jaringan susunan saraf pusat atau cairan serebrospinal.

2.6 TANDA DAN GEJALA


Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang
ditemui pada penderita HIV AIDS yaitu sebagai berikut :
1. Panas lebih dari 1 bulan
2. Batuk-batuk,
3. Sariawan dan nyeri menelan,
4. Badan menjadi kurus sekali,
5. Diare ,
6. Sesak napas,
7. Pembesaran kelenjar getah bening,
8. Kesadaran menurun,
9. Penurunan ketajaman penglihatan,
10. Bercak ungu kehitaman di kulit.
Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena
dapat merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia,
misalnya gejala panas dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru.
Bila terdapat beberapa gejala bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai
perilaku atau riwayat perilaku yang mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia
tes darah HIV.
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada
infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 –
2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi
imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam
hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit,
limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi
AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan
terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic
Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi
lain termasuk meningitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial,
atipikal
1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti
demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit
leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.
2. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dalam darah akan diperoleh hasil positif.
3. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala
pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3
bulan.
2.7 TAHAPAN PERUBAHAN HIV MENJADI AIDS

Fase I
            Individu sudah terpapar dan terinfeksi. Tetapi ciri-ciri terinfeksi belum
terlihat meskipun ia melakukan tes darah. Pada fase ini antibody terhadap HIV
belum terbentuk. Fase ini akan berlangsung sekitar 1-6 bulan dari waktu individu
terpapar.
Fase II
            Berlangsung lebih lama, yaitu sekitar 2-10 tahun setelah terinfeksi HIV.
Pada fase kedua ini individu sudah positif HIV dan belum menampakkan gejala
sakit, tetapi sudah dapat menularkan pada orang lain.
Fase III
            Mulai muncul gejala-gejala awal penyakit yang disebut dengan penyakit
terkait dengan HIV. Tahap ini belum dapat disebut sebagai gejala AIDS. Gejala-
gejala yang berkaitan antara lain keringat yang berlebihan pada waktu malam,
diare terus menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang tidak sembuh-
sembuh, nafsu makan berkurang dan badan menjadi lemah, serta berat badan terus
berkurang. Pada fase ketiga ini sistem kekebalan tubuh mulai berkurang.
Fase IV
            Sudah masuk pada fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah
kekebalan tubuh sangat berkurang dilihat dari jumlah sel-T nya. Timbul penyakit
tertentu yang disebut dengan infeksi oportunistik yaitu kanker, khususnya
sariawan, kanker kulit atau sarcoma kaposi, infeksi paruparu yang menyebabkan
radang paru-paru dan kesulitan bernafas, infeksi usus yang menyebabkan diare
parah berminggu-minggu, dan infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental
dan sakit kepala.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien dan penanggung jawab.
2. Keluhan yang di rasakan pasien.
3. Riwayat kesehatan dahulu.
Dengan mengkaji riwayat kesehatan yang pernah diderita klien, baik
penyakit maupun perilaku yang berhubungan dengan atau yang dapat
menyebabkan keadaan sekarang, seperti riwayat penggunaan obat –
obatan.
4. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan riwayat kesehatan yang dimulai dari awal timbulnya gejala
yang dirasakan dengan pola PQRST
5. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu dikaji dari anggota keluarga ada atau tidak yang menderita
penyakit sama seperti yang diderita klien saat ini oleh factor genetic
atau pun penyakit menular

B. DIAGNOSA
1. Nyeri berhubungan dengan disminorhea.
2. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam
berlebihan.
3. Resiko tinggi infeksi b.d. tidak adekuat pertahanan tubuh akibat
anemia.
4. Cemas b.d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan
kebutuhan pengobatan.

C. INTERVENSI
Dx 1: Nyeri berhubungan dengan disminorhea
Ditandai:
DO: Klien tampak gelisah, perilaku berhati-hati, ekspresi tegang.
DS: Klien menyatakan perut bagian bawah terasa sakit.
Tujuan: Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil:
1. Klien menyatakan nyeri berkurang
2. Klien tampak tenang, ekspresi wajah rileks.
3. Tanda vital normal : 
Suhu : 36-37 0C
N : 80-100 x/m
RR : 16-24x/m
TD : Sistole: 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg
Intervensi :
1. Kaji riwayat nyeri, mis : lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan
intensitas
2. Kaji skala nyeri
3. Tindakan pengurangan yang dilakukan bantu pasien mengatur
posisi senyaman mungkin.
4. Memberikan kompres hangat
5. Monitor tanda-tanda vital
6. Ajarkan pasien penggunaan keterampilan manajemen nyeri mis :
dengan teknik relaksasi, tertawa, mendengarkan musik dan
sentuhan terapeutik.
7. Berkolaborasi dengan tim medis dalam Pemberian analgetik 

Dx 2 : Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam


berlebihan.
Ditandai dengan :
DO: Adanya perdarahan pervaginan
DS: -
Tujuan : kekurangan volume cairan tubuh teratasi
Kriteria hasil :
1. Tidak ditemukan tanda tanda kekurangan cairan, seperti turgor kulit
kurang, membrane mukosa kering, demam.
2. Pendarahan berhenti
3. Tanda – tanda vital normal
Suhu :36-37Oc
Nadi :80-100 x/mnt
RR :16-24 x/mnt
TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg

Intervensi
1. Tidak ditemukan tanda tanda kekurangan cairan, seperti turgor
kulit kurang, membran mukosa kering, demam.
2. Pendarahan berhenti
3. Tanda – tanda vital normal
Suhu :36-37oC
Nadi :80-100 x/mnt
RR :16-24 x/mnt
TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg
Dx 3: Resiko tinggi infeksi b.d. tidak adekuat pertahanan tubuh akibat
penurunan Hb(anemia)
DO: Kadar Haemoglobin kurang dari normal.
DS: -
Tujuan: Tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil:
1. Tidak ditemukan tanda – tanda infeksi seperti rubor, color, dolor, tumor
dan fungsiolesia
2. Kadar Hb normal : 11 – 14 gr%\
3. Klien tidak demam/menggigil, suhu : 36-37 oC
Intervensi:
1. Kaji adanya tanda – tanda infeksi
2. Lakukan cuci tangan yang baik sebelum tindakan keperawatan
3. Gunakan teknik aseptic pada prosedur perawatan
4. Monitor tanda – tanda vital dan kadar Hb dan lekosit
5. Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
6. Kolaborasi dengan medis untuk pemberian antibiotic

Dx 4: Cemas b.d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis


dan kebutuhan pengobatan.
Ditandai dengan :
DO: klien tampak gelisah, tidak kooperatif dalam mengikiti pengobatan
DS: klien mengatakan takut dan tidak mengetahui tentang penyakitnya
Tujuan: klien mengetahui tentang penyakitnya dan cemas berkurang
Kriteria hasil:
1. Klien mengatakan rasa cemas berkurang
2. Klien kooperatif terhadap prosedur / berpartisipasi
3. Klien mengetahui tentang penyakitnya
4. Klien tampak rileks

Intervensi:
1. Kaji ulang tingkat pemahaman klien tentang penyakitnya
2. Tanyakan tentang pengalamanan klien / orang lain sebelumya yang
pernah mengalami penyakit yang sama
3. Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran da perasaanya
4. Ciptakan lingkunga tenang dan terbuka dimana klien merasa aman
untuk mendiskusikan perasaanya
5. Berikan informasi tentang penyakitnya, prognosisnya dan pengobatanya
serta prosedur secara jelas dan akurat
6. Berikan kesempatan klien untuk bertanya tentang hal – hal yang belum
jelas
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Setelah terinfeksi HIV, 50-70% penderita akan mengalami gejala
yang disebut sindrom HIV akut. Gejala ini serupa dengan gejala infeksi virus
pada umumnya yaitu berupa demam, sakit kepala, sakit tenggorok, mialgia
(pegal-pegal di badan), pembesaran kelenjar dan rasa lemah. Pada sebagian
orang, infeksi dapat berat disertai kesadaran menurun. Sindrom ini biasanya
akan menghilang dalam beberapa mingggu. Dalam penyususnan kasus harus
dipertimbangkan dengan kesenjangan teori.

4.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa
Dalam penyusunan makalah dan pemecahan kasus
kelompok sudah berusaha semaksimal mungkin. Namun jika ada
saran yang bersifat perbaikan kelompok sangat senang menerima
masukan tersebut.
2. Bagi Intitusi Pendidikan
Dalam penyusunan makalah kelompok melakukan
konsultasi dengan pihak Bapak / Ibu dosen yang bersangkutan.
Saran yang Bapak /Ibu dosen berikan sangat membantu untuk
perbaikan makalah dan pemecahan kasus.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Sudarth ed. 8. Jakarta: ECG.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Sculapius Price,
Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologis Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai