Anda di halaman 1dari 45

DAFTAR SKRINING WBS R.

ANGGREK

PTSW CIRACAS NOVEMBER 2019

Pemeriksaan Penunjang
No Kamar Nama Keluhan TTV Ket
Gds As. Urat
1 I Wanti Gatal-gatal pada badan Td. 120/70 Nd. 86 Dermatitis,
105 4,0
Sh. 36,4 Rr. 20 HT.
2 I Nonon Mengeluh gatal-gatal pada badan. Td. 110/70 Nd. 90 Jiwa,
Menolak Menolak
Sh.36.1 Rr. 20 Dermatitis.
3 I Mameh Mengeluhgatal pada badan. Td.100/70 Nd. 85 Jiwa,
Menolak Menolak
Sh. 36,3 Rr. 20 Dermatitis
4 I Ainun Gatal pada seluruh badan Td. 120/70 Nd. 80 HT
80 4,3
Sh. 36,9 Rr. 20
5 2 Sadiah nyeri kaki Td. 100/60 Nd. 87 Sh. OA
125 3,3
37,1 Rr. 21
6 2 Napsiah Pusing, gatal-gatal pada badan Td. 120/80 Nd. 80 HT , gout,
9,4 7,5
Sh. 36,8 Rr. 20 dermatitis
7 2 Eni Pusing Td. 130/80 Nd. 80 Sh. HT
122 5,9
36,7 Rr. 20
8 2 Jujuk Tidakbisaberbicara - Jiwa
182 3,3
DIRAWAT
9 2 yoyok Tidak bias berbicara Td. 110/60 Nd. 87 Jiwa ,
107 4,2
Sh. 36,5 Rr. 20 Dermatitis
10 3 bonyo Pusing Td. 110/70 Nd. 85 Jiwa
105 low
Sh. 36,7 Rr. 20
11 3 Arsilem Nyeri pada pinggang, lemas pada kaki Td. 110/70 Nd. 90 OA
83 5,3
Sh. 36,4 Rr. 20

1
12 3 Tjumi Gatal-gatal pada badan ,pusing , luka Td. 130/80 Nd. 72 Dm,HT.
287 4,2
pada lututtidaksembuhsembuh Sh. 36,4 Rr. 20
13 3 Tinah Pusing, gatal pada badan Td. 130/80 Nd. 78 Hipertensi,
103 3,3
Sh. 36,2 Rr. 20
14 4 Butet Gatal Td. 110/70 Nd. 83 Jiwa
103 3,3
Sh. 36,3 Rr. 20
15 4 Tisem Lemas Td. 100/80 Nd. 78 Jiwa
84 low
Sh. 36,5 Rr. 20
16 4 Lucy Tidak ada keluhan Menolak menolak menolak Jiwa
17 4 Erni Pusing dan nyeri pada kaki Td. 120/80 Nd. 80 HT, OA
Sh. 36,9 Rr. 20 97 7,6

18 5 Satimah Menolakuntukmenjawab Td. 120/80 Nd. 89 OA , HT


Menolak Menolak
Sh. 37,2 Rr. 20
19 5 Arimi Pusing, nyeri pada kaki Td. 120/80 Nd. 76 Ht,
135 3,3
Sh. 36,4 Rr. 20 Dermatitis
20 5 Rahayu Gatal-gatal pada seluh badan, pusing Td. 140/80 Nd. 80 HT, Gout.
98 6,8
dannyeri pada tengkuk Sh. 36,7 Rr. 20
21 5 Ade Tati Td 120/70 Nd 76 Rr HT.
- -
21
22 6 Kokom Ngilu ektermitas bawah, pusing, lemes, Td. 130/80 Nd. 71 HT ,Gout.
103 8,4
Sh. 36,2 Rr. 20
23 6 lola kaki sakit dan kaki adafraktur Td. 130/80 Nd. 90 Ht, Jiwa,
135 7,5
,berjalantampakpincang Sh. 36,7 rr. 20 Gout
24 6 ani Gatal pada seluruh badan, adaluka pada Td. 130/80 Nd. 87 HT , DM,
125 6,9
kaki kanan, pusing Sh. 36,7 Rr. 20 Dermatitis
25 6 Sri Wahyuni Menolak Dermatitis,
Menolak Menolak
Jiwa
26 7 Tan DjinNio Nyeri pada pingang, sulit berjalan, Td. 140/90 Nd. 89 Menolak Menolak HT, jiwa

2
berjalan menggunkan tongkat makan, Sh. 36,3 Rr. 20
lemas, pusing.
27 7 Erna Gatal, pada tangan dan badan, nyeri pada Td. 130/90 Nd. 81 HT , Gout,
113 7,2
kaki sakitkepala Sh. 36.2 Rr. 20 dermatitis
28 7 Tuty Gatal – gatal pada badan, pusing , lemas Td. 100/70 Nd. 80 Dermatitis
122 5,9
Sh. 36,7 Rr. 20
29 7 Tasmijah Nyeri pada kaki, pusing . Td. 130/80 Nd. 87 5,5 Hipertensi
113
Sh. 36,2 Rr. 20
30 8 Icih Nyeri pada kaki dan pinggang, pusing, Td. 160/90 ,Nd.79 , Hipertensi ,
164 8,9
batuk Sh. 36.2 , Rr. 20 Gout
31 8 Nike Tidak ada keluhan Menolak Menolak Menolak Jiwa
32 8 yasmin Nyeri pada kaki Td. 140/80 Nd. 90 HT, Jiwa
Menolak Menolak
Sh. 36,7 Rr. 23
33 8 Andri Nyeri pada kaki ,pusing Td. 90/70 Nd. 87 Sh. Jiwa , gout
156 9,5
36,7 Rr. 20
34 1 Supra .
Dari data di atas didapatkan hasil bahwa :

1. Hipertensi : 18 orang
2. Dermatitis : 10 orang
3. Osteo Aritis : 4 orang
4. Jiwa : 15 orang
5. Dm : 2 orang
6. gout : 7orang

3
4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


2 Latar Belakang

Menurut WHO, lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berumur 60

tahun atau lebih. Lansia merupakan suatu proses yang dialami semua orang dimana

seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap ( Lilik,

2011). Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, terus-menerus,

dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis,

fisiologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan

kemampuan tubuh secara keseluruhan (Maryam, 2010).

Data WHO tahun 2009 menunjukan lansia berjumlah 7,49% dari total populasi,

tahun 2011 menjadi 7,69% dan pada tahun 2013 didapatkan hasil 8,1% dari total

populasi (WHO,2015). Hal ini menunjukan bahwa setiap tahunnya populasi lansia

di dunia mengalami peningkatan. Di Indonesia populasi lansia 8,9% pada tahun

2013, diperkirakan akan mengalami peningkatan sebesar 21,4% dan diperkirakan

mengalami peningkatan sebesar 41% dari jumlah populasi pada tahun 2100

(Kemenkes RI,2015).

Dari jumlah populasi tersebut, banyak lansia yang tidak dapat menikmati hidup

dimasa tuanya, dikarenakan masalah kesehatan. Salah satu masalah kesehatan

yang paling banyak diderita para lanjut usia adalah hipertensi. Sebanyak 1 milyar

lanjut usia di dunia atau 1 dari 4 lanjut usia menderita hipertensi. Bahkan,

diperkirakan jumlah lanjut usia yang menderita hipertensi akan meningkat menjadi

1,6 milyar menjelang tahun 2025 (Wahdah, 2011).

5
Menurut Wahdah (2011), tekanan darah yang terus meningkat mengakibatkan

beban kerja jantung yang berlebihan sehingga memicu kerusakan pada pembuluh

darah, gagal ginjal, jantung, kebutaan dan gangguan fungsi kognitif pada lansia.

Lanjut usia dapat dinyatakan memiliki tingkat kualitas hidup yang baik, bila suatu

kondisi yang menyatakan tingkat kepuasan secara batin, fisik, sosial, serta

kenyamanan dan kebahagiaan hidupnya (Yusup, 2010).

Dari hasil skrining yang telah dilakukan oleh kelompok didapatkan bahwa

hipertensi adalah penyakit terbanyak yang di derita oleh lansia di wisma anggrek

yaitu dari 34 WBS yang menderita hipertensi yaitu sebanyak 18 orang. Oleh

karena itu kelompok mengambil kesimpulan untuk TAK pertam yaitu adalah

mengajarkan senam hipertensi.

Terapi komplementer untuk hipertensi adalah memberikan jus mentimun,

didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Lebalado Putri, 2014) dengan hasil

mengkonsumsi jus mentimun 150 ml selama 7 hari dapat menurunkan tekanan

darah sistolik dan diastolik pada penderita hipertensi secara signifikan. Sama

halnya dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (Kharisna, dkk, 2012) dengan

hasil konsumsi jus mentimun dapat membantu menurunkan tekanan darah pada

pasien hipertensi.

2.1 Rumusan Masalah


Meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut menyebabnya munculnya penyakit

kronis pada lasia . Salah satu diantaranya adalah hipertensi, dampak dari penyakit

hipertensi para lansia dapat memicu terjadinya resiko serangan jantung, stroke, dan

6
gagal ginjal. Oleh karena itu apabila hipertensi tidak diatasi maka akan

menakibatkan komplikasi penyakit yang lainnya terutama pada lansia.

2.2 Tujuan Penulisan

2.2.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi hasil skrining dan laporan asuhan keperawatan pada lansia

dengan penyakit hipertensi di wisma anggrek Panti Sosial Tresna Werdah 1

ciracas, Jakarta Timur.

2.2.2 Tujuan Khusus

2.2.2.1 Teridentifikasinya kondisi kesehatan lansia dengan penyakit

Hipertensi

2.2.2.2 Teridentifikasinya pengkajian pada lasia dengan penyakit Hipertensi

2.2.2.3 Teridentifikasinya diagnosa keperawatan pada lasia dengan penyakit

Hipertensi

2.2.2.4 Teridentifikasinya rencana asuhan keperawatan pada lasia dengan

penyakit Hipertensi

2.2.2.5 Teridentifikasinya intervensi keperawatan pada lasia dengan penyakit

Hipertensi

2.2.2.6 Teridentifikasinya hasil implementasi (evaluasi tindakan keperawatan)

pada lasia dengan penyakit Hipertensi

2.3 Manfaat penulisan

2.3.3.1 Bagi Panti Sosial Tresna Werdah Ciracas

Sebagai informasi dalam kegiatan ADL lansia yang mengalami

hipertensi sehingga dapat dimanfaatkan pihak panti, sebagai

pertimbangan dalam intervensi dan mempertahankan atau memperbaiki

7
status kesehan lansia di panti sosial tresna werdah 1 ciracas, jakarta

timur.

2.3.3.2 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai sumber informasi dan pedoman dalam proses belajar mengajar

terkait dengan ilmu keperawatan gerontik.

2.3.3.3Bagi lansia

Sebagai informasi dalam mempertahankan atau meningkatkan

pelaksanaan kegiatan lansia , khususnya lansia yang mengalami

hipertensi, terutama pada kegiatan-kegiatan pemenuhan ADL, misalnya

: mandi, berpakaian, makan, kontinen (BAK), eliminasi (BAB).

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut Usia (Lansia)


2.1.1 Definisi Lansia
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara

tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan

akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku

yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka

mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Lansia merupakan

suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang

akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup

manusia yang terakhir. Diamana seseorang mengalami kemunduran fisik,

mental dan sosial secara bertahap (Ma’rifatul, 2011).

Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan

jaringan untuk memperbaiki dan mengganti dan mempertahankan fungsi

normalnya sehingga tidak dapat bertahan infeksi dan memperbaiki kerusakan

yang diterima. Proses menua merupakan proses yang terus menerus secara

alamiah (Nugroho,2016). Menurut WHO dalam Nugroho (2014), lanjut usia

dikelompokan menjadi emat kelompok yaitu :

 Usia pertengahan (45 – 59 tahunn

 Usia lanjut (60-74 tahun)

 Usia tua (75-90 tahun)

 Usia sangat tua (diatas 90 tahun)

9
Berdasarkan definisi diatas lanjut usia adalah usia diatas 60 tahun, dimana

orang tersebut mengalami penurunan kemampuan fisik dan kognitif.

2.1.2 Konsep Menua

Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alami. Menua

bukanlah suatu proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi

rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Memang harus diakui bahwa ada

berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia. Lanjut usia akan

selalu bergandengan dengan perubahan fisiologi maupun psikologi (Nugroho,

2000).

Dalam buku keperawatan gerontik dan geriatric, Wahyudi Nugroho (2008)

mengatakan bahwa menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan

mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan

dari jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang di derita.

Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia secara perlahan

mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ. Kondisi ini jelas menunjukkan

bahwa proses menua itu merupakan kombinasi dari bermacam-macam faktor

yang saling berkaitan yang dapat mempengaruhi kemandirian dan kesehatan

lanjut usia, termasuk kehidupan seksualnya.

Proses menua merupakan proses yang terus menerus/berkelanjutan secara alamiah

dan umumnya di alami oleh semua makhluk hidup, misalnya, dengan terjadinya

kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain, hingga tubuh mati

10
sedikit demi sedikit. Kecepatan proses menua setiap individu pada organ tubuh

tidak akan sama. Adakalanya seseorang belum tergolong lanjut usia/masih muda,

tetapi telah menunjukkan kekurangan yang mencolok. Adapula orang yang sudah

lanjut usia, penampilannya masih sehat, segar bugar, dan badan tegap. Walaupun

demikian, harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering dialami lanjut

usia. Manusia secara lambat dan progresif akan kehilangan daya tahan terhadap

infeksi dan akan menempuh semakin banyak penyakit degeneratif (mis:

hipertensi, arteriosklerosis, diabetes militus dan kanker) yang akan menyebabkan

berakhirnya hidup dengan episode terminal yang dramatis, misalnya stroke, infark

miokard, koma asidotik, kanker metastatis dan sebagainya.

Proses menua merupakan kombinasi bermacam-macam faktor yang saling

berkaitan. Sampai saat ini, banyak definisi dan teori yang menjelaskan tentang

proses menua yang tidak seragam. Secara umum, proses menua didefinisikan

sebagai perubahan yang terkait waktu, bersifat universal, intrinsik, progresif, dan

detrimental. Keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan

beradaptasi terhadap lingkungan untuk dapat bertahan hidup. Berikut akan

dikemukakan bermacam-macam teori proses menua yang penting.

2.1.3 Proses Penuaan

Lansia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologi,

psikologi dan sosial (Iknatius, 2000). Lansia adalah Orang jompo atau lanjut usia

setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak memiliki atau tidak

berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan

menerima nafkah dari orang lain(UU.No 4 tahun 1999).

11
Lansia menurut UU No.13 thn 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia Pasal 1

ayat 2 adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.

Secara ekonomis, penduduk lansia dapat diklasifikasikan atas lima klasifikasi

yaitu :

1. Pralansia

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

2. Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

3. Lansia resiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun

atau lebih dengan masalah kesehatan.

4. Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat

menghasilkan barang/jasa.

5. Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung

pada kehidupan orang lain (Maryam, 2000).

Memberdayakan penduduk lansia potensial dalam berbagai aktifitas produktif

merupakan salah satu upaya penunjang kemandirian lansia, tidak saja dari aspek

ekonomi tetapi sekaligus pemenuhan kebutuhan psikologi, social, budaya, dan

kesehatan (Nugroho, 2000).

12
2.1.4 Teori Teori Proses Penuaan

Teori pertama didasarkan pada usia abad ke-19 untuk menjelaskan perbedaan

antara sel-sel "plasma”yang mampu mereproduksi - dan sel-sel "somatik" yang

mati. Pada akhir 1880-an, A Bad Weismann berteori bahwa sel somatik normal

terbatas pada kemampuan mereka untuk meniru dan berfungsi bahwa kematian

terjadi karena jaringan yang seharusnya tidak dapat selamanya mempengharui diri

mereka sendiri. Faktor stres yang berbahaya, seperti merokok, pola makan yang

buruk, penyalahgunaan alkohol, atau ketegangan otot dapat memperburuk proses

pengosongan.

a. Teori Keterkaitan Silang

Teori silang ini yang struktur molekulernya biasanya dipisahkan dapat

digabungkan bersama melalui reaksi kimia. Menurut teori ini, agen

penghubung silang menempel pada satu untai molekul DNA.. Mekanisme

pertahanan alami biasanya memperbaiki kerusakan, namun bertambahnya usia

melemahkan pertahanan ini Mekanisme, sehingga proses cross-linkage

berlanjut sampai terjadi kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Hasilnya adalah

akumulasi senyawa cross-linking yang menyebabkan mutasi pada sel dan

membuatnya tidak dapat menghilangkan limbah dan ion transportasi.

Kerusakan ireversibel pada sel-sel yang membentuk zat kolagen ini pada

akhirnya menyebabkan kegagalan jaringan dan organ karena sistem protein

menjadi tidak elastis dan tidak efektif. 

b. Teori Radikal Bebas

Teori radikal bebas, yang pertama kali diajukan pada pertengahan 1950an,

telah berkembang menjadi teori penuaan utama. Radikal bebas sangat tidak

13
stabil dan molekul reaktif yang dapat diproduksi dengan metabolisme normal,

reaksi radiasi, reaksi berantai dengan radikal bebas lainnya, dan oksidasi

polutan lingkungan tertentu, seperti ozon, pestisida, dan polutan udara. Radikal

bebas dan senyawa konjugasi mereka mampu menyerang molekul lain karena

mereka memiliki muatan listrik ekstra, atau elektron bebas. Karena mereka

sangat reaktif, radikal bebas cepat berinteraksi dengan dan merusak komponen

seluler seperti lipid, protein, dan asam nukleat.

c. Teori Saraf dan Kekebalan Tubuh

Beberapa teori biologis penuaan fokus pada peran utama sistem tubuh sebagai

penyebab penuaan. Sebagai contoh, teori neuroendokrin didasarkan pada

pemahaman bahwa sistem neuroendokrin mengintegrasikan fungsi tubuh dan

memfasilitasi adaptasi terhadap perubahan baik lingkungan internal maupun

eksternal. Teori-teori ini mengendalilkan bahwa banyak perubahan sistem

endokrin adalah penyebab utama perubahan fungsi organ yang terkait dengan

usia. Salah satu teori tersebut - teori neurotransmiter - mengusulkan bahwa

ketidakseimbangan bahan kimia pemancar impuls saraf di otak mengganggu

pembelahan sel ke seluruh tubuh. Teori kekebalan, yang pertama kali diajukan

selama tahun 1960 an, berfokus pada imunomoduksi, yang merupakan fungsi

sistem kekebalan tubuh yang berkurang terkait usia yang meningkatkan

kerentanan orang lanjut usia terhadap penyakit. Teori imunitas juga mencoba

menjelaskan hubungan antara berkurangnya Fungsi imune dan peningkatan

respons autoimun tubuh. Ketika terjadi autoimmunity, tubuh bereaksi terhadap

dirinya sendiri dan menghasilkan antibodi sebagai respons terhadap

konstituennya sendiri, yang meningkatkan kerentanan orang tua terhadap

14
penyakit autoimun seperti lupus atau rheumatoid arthritis. Banyak penelitian

yang telah memvalidasi teori imunitas juga menggabungkan teori penuaan

biologis lainnya (Effros, 2014). 

d. Teori Genetik

Menurut dr. Afgel bahwa “proses menjadi tua ditentukan oleh kesalahan gen

genetik DNA dimana sel genetik memperbanyak diri (ada yang memperbanyak

diri sebelum pembelahan sel), sehingga mengakibatkan kesalahan-kesalahan

yang berakibat pula pada terhambatnya pembentukan sel berikutnya, sehingga

mengakibatkan kematian sel. Pada saat sel mengalami kematian orang akan

tampak menjadi tua”.

e. Teori Rusaknya Sistem Imun Tubuh

Mutasi yang terjadi secara berulang mengakibatkan kemampuan sistem untuk

mengenali dirinya berkurang (self recognition), sehingga mengakibtakan

kelainan pada sel karena dianggap sebagai yang membuat hancurnya kekebalan

tubuh.

f. Teori Penuaan akibat Metabolisme

Teori akibat metabolisme menjelaskan bagaimana proses menua terjadi.

1. Datang dengan sendirinya, merupakan “karunia” yang tidak bisa

dihindari/ditolak,

2. Usaha yang memperlambat menjadi awet muda.

2.1.5 Perubahan Fisiologi Lansia

15
a. Perubahan Sistem Sensori

Persepsi sensoris mempengaruhi kemampuan seseorang untuk saling

berhubungan dengan orang lain dan untuk memelihara atau membentuk

hubungan baru, berespon terhadap bahaya, dan menginterpretaskan masukan

sensori dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Pada lansia yang mengalami

penurunan persepsi sensori akan terdapat keengganan untuk bersosialisasi

karena kemunduran dari fungsi-fungsi sensori yang dimiliki. Indra yang

dimiliki seperti penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, dan

perabaan merupakan kesatuan integrasi dan persepsi sensori.

b. Sistem Penglihatan

Perubahan fungsi penglihatan yang dianggap normal dalam proses penuaan

termasuk kemampuan dalam melakukan akomondasi kontriksi pupil akibat

penuaan dan perubahan warna serta kekeruhan lensa mata, yaitu katarak.

Semakin bertambahnya usia, lemak akan berakumulasi disekitar kornea dan

membentuk lingkaran berwarna putih atau kekuningan diantara iris dan sklera.

Kejadian ini disebut arkus sinilis biasanya ditemukan lansia. Berikut ini adalah

perubahan yang terjadi pada lansia :

a) Terjadi awitan presbiopi dengan kehilangan kemampuan akomdasi

b) Penurunan ukuran pupil atau miosis terjadi karena sfingter pupil

mengalami skerosis.

c) Perubahan warna dan meningkatnya kekeruhan lensa kristal yang

terakumulasi dapat menimbulkan katarak

d) Penurunan produksi air mata. Implikasi dari hal ini adalah mata berpotensi

terjadi sindrom mata kering.

16
c. Sistem Pendengaran

Penurunan pendengaran merupakan kondisi yang secara dramatis dan

mempengaruhi kualitas hidup kehilangan pendengaran pada lansia disebut

presbikusis. Berikut ini perubahan yang terjadi pada pendengaran lansia:

a) Pada telinga bagian dalam terdapat penurunan fungsi sensorineureal. Hal ini

terjadi karena telinga bagian dalam dan komponen saraf tidak berfungsi

sehingga terjadi perubahan kondisi.

b) Pada telinga bagian tengah terjadi pengecilan daya tangkap membran

timpani, pengapuran dari tulang pendengaran, otot dan ligamen menjadi

lemah dan kaku implikasi dari hal ini adalah gangguan konduksi suara.

c) Pada telinga bagian luar, rambut menjadi panjang dan tebal kulit menjadi

tipis dan kering dan peningkatan kreatin. Implikasi dari hal ini adalah

potensial terbentuk serumen sehingga berdampak pada gangguan konduksi

suara.

d. Sistem Perabaan

Perabaan merupakan sistem sensoris pertama yang menjadi fungsional apabila

terjadi gangguan pada englihatan dan pendengaran. Perubahan akan kebutuhan

sentuhan dan sensasi taktil karena lansia telah kehilangan orang yang dicintai,

penampilan lansia tidak semenarik sewaktu muda dan tidak mengundang

sentuhan dari orang lain, dan sikap dari masyarakat umum terhadap lansia tidak

mendorong untuk melakukan kontak fisik dengan lansia.

17
e. Sistem Pengecapan

Hilangnya kemampuan untuk menikmati makanan seperti pada saat seseorang

bertambah tua mungkin dirasakan sebbagai kehilangan salah satu kenikmatan

dalam kehidupan.perubahan yag terjadi pada pengecapan akibat proses menua

yaitu penurunan jumlah dan kerusakan papila atau kuncup-kuncup peraa lidah.

Implikasi dari hal ini sensitivitas terhadap rasa manis, asam, asin dan pahit

berkurang.

f. Sistem Penciuman

Sensasi penciuman bekerja akibat stimulasi reseptor olfaktorius oleh zat kimia

yang mudah menguap. Perubahan yang terjadi akibat proses menua adalah

penurunan atau kehilangan sensansi penciuman karena penuaan usia. Penyebab

lain yang juga diaangap sebagai pendukung terjadinya kehilangan sensasi

penciuman yaitu pilek,influenza, merokok, obstruksi hidung,dan faktor

lingkungan. Implikasi dari hal ini adalah penurunan sensivitas terhadap bau.

g. Sistem Integumen

Epidermis lansia tipis dan rata, terutama yang paling jelas diatas tonjolan-

tonjolan tulang, telapak tangan, kaki bawah dan permukaan dorsalis tangan dan

kaki. Penipisan ini menyebabkan vena-vena tampak lebih menonjol.poliferasi

abnormal pada terjadinya sisa melanosit,lentigo, senil,bintil pigmentasi, pada

area tubuh yang terpajan sinar matahari biasanya permukaan dorsal dari tangan

dan lengan bawah.

Sedikit kolagen yang terbentuk pada proses penaan dan terdapat penurunan

jaringan elastis mengakibatkan penampilan yang lebih keriput. Tekstur kulit

18
lebih kering karena kelenjar eksokrin lebih sedikit dan penurunan aktivitas

kelenjar eksokrin dan kelnjar sebasea. Degenerasi menyeluruh jaringan

penyambung disertai penurunan cairan tubuh total menimbulkan penurunan

turgor kulit.

h. Sistem Muskuloskeletal

Otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas, gangguan

metabolik atau denervasi sarah. Dengan bertambahnya usia perusakan dan

pembentukan tulang melambat. Hal ini terjadi karena penurunan hormon

estrogen pada wanita, vitamin D dan beberapa hormon lain. Tulang-tulang

menjadi berongga, mikroarsiktektur berubah dan sering patah baik akibat

benturan ringan maupun spontan.

i. Sistem Neurologis

Berat otak menurun 10-20%. Berat otak <350gram pada saat kelahiran,

kemudian meningkat 1,375 gram pada usia 20 tahun. Berat otak menurun

mulai usia 45-50 tahun, penurunan ini kurang lebih 11% dari berat maksimal.

Berat dan volume otak berkurang rata-rata5-10% selama umur 20-90 tahun.

Otak mengandung 100 million sel termasuk diantaranya sel neuron yang

berfungsi menyalurkan implius listrik. Pada penuaan otak kehilangan 100.00

neuron/ tahun. Neuron dapat mengirimkan signal kepada sel lain,dengan

kecepatan 200 mil/jam. Terjadi penebalan atrofi cerebral. Secara berangsur-

angsur tonjolan dendrit di neuron hilang disusul membengkaknya batang

dendrit dan batang sel. Secara progesif terjadi fragmantasi dan kematian sel.

Pada semua sel terdapat deposit limpofusin.yang terbentuk di sitoplasma,

19
kemungkinan berasal dari lisosom atau mitokondria. Berikut ini kondisi

perubahan pada lasia:

a) Kondisi saraf perifer yang lebih lambat. Implikasi dari hal adalah refleks

tendon dalam yang lebih lambat dan meningkatnya waktu reaksi.

b) Peningkatan limpofusin sepanjang neuron-neuron. Implikasi dari hal ini

adalah vasokontriksi dan vasodilatasi yang tidak sempurna

c) Termogulasi oleh hipotalamus kurang efektif. Implikasi dari hal ini adalah

bahaya kehilangan panas tubuh.

j. Sistem Kardiovaskuler

Jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik struktural maupun

fungsional. Penurunan yang terjadi berangsur-angsur sering terjadi ditandai

dengan penurunan tingkat aktivitas yang mengkaibatkan penurunan kebutuhan

darah teroksigenisasi.

Berikut merupakan perubahan perubahan pada lansia:

a) Penebalan didnding ventrikel kiri karena peningkatan densitas kolagen dan

hilangnya fungsi serat- serat serat elastis. Implikasi dari hal ini adalah

ketidakmampuan jantung untuk distensi dan penurunan kekuatan kontraktil.

b) Jumlah sel pacemaker mengalami penurunan dan berkas his kehilangan

serat konduksi yang membawa implus ke ventrikel. Implikasi dari hal ini

adalah terjadinya distermia.

c) Sistem aorta dan arteri perifer menjadi kakudan tidak lurus karena

peningkatan serat kolagen dan hilangnya serat elastis dalam lapisan medial

arteri

20
d) Vena meregang dan mengalami dilatasi.implikasi dari hal ini adalah vena

menjadi tidak kompetenatau gagal dalam menutup secara sempurna

sehingga mengakibatkan terjadinya edema pada ekstermitas bawah dan

penumpukan darah.

k. Sistem Genitouria

Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal

menurunhingga 50%, fungsi tubulus berkurang,otot kandung kemih

melemah,kapsitasnya menurun hingga 200 ml dan menyebabkan frekuensi

buang airkecilmeningkat, kandung kemih sulit dikosongkan sehingga

meningkatkan retensiurine. Pria dengan usia 65 tahun ke atas sebagian besar

mengalami pembesaranprostat hingga ± 75% dari besar normalnya.

l. Sistem Pulmonal

Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan menjadi kaku, menurunnya aktivitas

dari silia, paru-paru hilangan elastisitas sehingga kapasitas residu meningkat,

menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan maksimal menurun dan

kedalaman bernapas menurun. Ukuran alveoli melebar dari normal dan

jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg,

kemampuan untuk batuk berkurang dan penurunan kekuatan otot pernapasan.

21
2.2. Konsep Penyakit Hipertensi

2.2.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik yang

intermiten atau menetap.Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau

lebih tinggi pada orang yang berusia diatas 50 tahun memastikan hipertensi.

Insiden hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia (Stockslager , 2008).

Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah

yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health

Organization) memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg,

dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.

Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani, 2007).

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan

sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg.Pada populasi

lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan

diastolik 90 mmHg (Rohaendi, 2008).

2.2.2 Klasifikasi

Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas (Darmojo, 1999) :

a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg

dan / atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.

b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160

mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.

22
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2

golongan besar yaitu :

a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak

diketahui penyebabnya

b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain

Tingkat hipertensi dan anjuran kontrol (Joint National Commitle, U.S 1992)

Tekanan sistolik Tekanan diastolik


Tingkat Jadwal kontrol
(mmHg) (mmHg)
Tingkat I 140-159 90-99

Tingkat II 160-179 100-109 1 bulan sekali

Tingkat III 180-209 110-119 1 minggu sekali

Tingkat IV 210 satau lebih 120 atau lebuh Dirawat RS

2.2.3 Etiologi

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-

perubahan pada :

1) Elastisitas dinding aorta menurun

2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku

3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah

berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun

menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena kurangnya

efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi

5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

23
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data

penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya

hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1) Faktor keturunan

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih

besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita

hipertensi

2) Ciri perseorangan

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:

a) Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )

b) Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )

c) Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )

d) Kebiasaan hidup

3) Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :

a) Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)

b) Kegemukan atau makan berlebihan

c) Stress

d) Merokok

e) Minum alcohol

f) Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah penyakit-penyakit seperti Ginjal,

Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut, Tumor, Vascular,

24
Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma, Emboli kolestrol, Vaskulitis,

Kelainan endokrin, DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidisme, Saraf, Stroke,

Ensepalitis.Selain itu dapat juga diakibatkan karena Obat–obatan Kontrasepsi oral

Kortikosteroid.

2.2.4 Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak

dipusat vasomotor, pada medulla diotak.Dari pusat vasomotor ini bermula jaras

saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna

medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.Rangsangan pusat

vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui

system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion

melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke

pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan

konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan

dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokonstriksi.Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin,

meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah

sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan

tambahan aktivitas vasokonstriksi.Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang

menyebabkan vasokonstriksi.Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid

lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh

darah.Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,

25
menyebabkan pelepasan rennin.Renin merangsang pembentukan angiotensin I

yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang

pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.Hormon ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intra vaskuler.Semua faktor ini cenderung mencetuskan

keadaan hipertensi.

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan

fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan

tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi

aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi

otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan

distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar

berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa

oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan

peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001).

2.2.5 Pathway

26
2.2.6 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :

1. Tidak ada gejala

27
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan

tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa.

Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan

arteri tidak terukur.

2. Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi

nyeri kepala dan kelelahan.Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim

yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.Menurut

Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi

yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah,

Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun.

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Hemoglobin / hematocrit

Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan (viskositas)

dan dapat mengindikasikan faktor – faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas,

anemia.

a. BUN

Memberikan informasi tentang perfusi ginjal Glukosa Hiperglikemi

(diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh

peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi)

b. Kalium serum

Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab)

atau menjadi efek samping terapi diuretik.

c. Kalsium serum

28
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi

d. Kolesterol dan trigliserid serum

Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya

pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )

e. Pemeriksaan tiroid

Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi

f. Kadar aldosteron urin/serum

Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab )

g. Foto dada

Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung

2.2.8 Penatalaksanaan

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas

akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan

pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.Prinsip pengelolaan penyakit

hipertensi meliputi :

1. Terapi tanpa Obat

Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan

sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat.

2. Diet

Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :

a) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr

b) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh

c) Penurunan berat badan

29
d) Penurunan asupan etanol

e) Menghentikan merokok

3. Latihan Fisik

Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk

penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu:

Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda,

berenang dan lain-lain.

Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-

87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan

berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan

sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu.

4. Terapi dengan Obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja

tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar

penderita dapat bertambah kuat.Pengobatan hipertensi umumnya perlu

dilakukan seumur hidup penderita.

30
BAB III
TINJAUAN KASUS ASKEP

3.1 Data Umum


OmaT berusia 76 tahun berjenis kelamin perempuan, lahir di semarang tgl. Oma T

tidak lulus SD, pendidikannya hanya sampai kelas 1 SD, tidak bisa membaca dan

menulis. Oma T sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak Oma T mempunyai

dua saudara, Oma T beragama Islam. Penampilan Oma T tampak bersih, dapat

berjalan dengan baik, tidak menggunakan tongkat, mandi, mencuci pakaian, makan,

mandiri. Oma T alamatnya di semarang, tapi disana juga sudah tidak adalagi sanak

saudara, karena Oma T dulunya suka merantau ke jakarta. Oma T dulu di jakarta

bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Oma T merasa pendapatannya sebagai

pembantu rumah tangga cukup untuk memenuhi kebutuhannya, setelah itu OmaT

pindah lagi ke kampung, setelah itu di kampung kehabisan uang Oma T mengikuti

teman yang akan mengajaknya bekerja tetapi temannya membawa OmaT ke PSTW

cipayung, setelah 1 bulan setengah disana Oma T dipindahkan ke PSTW ciracas,

hingga saat ini kurang lebih sudah 10 tahun OmaT sekarang mengeluh pusing, kaku

tekuk kepala, OmaT juga mengatakan sudah punya riw. Darah tinggi diketahui

setelah berada di panti dan rutin minum obat amlodipine 1x10 mg. Setelah itu

perawat melakukkan observasi ttv didapatkan hasil. Td. 160/100, N : 89 , S : 36,7 R:

20.

31
3.2 Analisa Data

No Data Fokus Masalah Etiologi


1. Ds : Resiko Perfusi Serebral Perubahan structural
 Oma T mengatakan Tidak Efektif (no.512) dan fungsional pada
kepala terasa pusing
sistem pembluh
 Oma T  mengatakan
tekuk terasa kaku darah perifer
 Oma T mengatakan ↓
Aterosklerosis

Do :
 Oma T mengeluh pusing Hilangnya elastisitas
 TD : 160/90 mmHg jaringan ikat
 N : 90x/menit ↓
 R : 22x/menit ↓reaksi otot polos
 S : 36oC pembuluh darah

Aorta dan arteri
membesar

↓curah jantung

Suplay darah ke
jaringan otak tidak
adekuat

Ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
2. Ds : Gangguan Pola Tidur Mudah terbangun
 Oma T mengatakan sulit (no.463) dimalam hari
tidur

 Oma T mengatakan
sering terbangun pada Ansietas
malam hari ↓
 Oma T mengatakan tidur Perubahan sistem
4 jam/hari hormonal
Do : ↓
 TD : 160/90 mmHg Ketidaknyamanan
 N : 90x/menit ↓
 R : 22x/menit Ganguan pola tidur
 S : 36oC

3. Ds : Defisit Pengetahuan
 Oma T mengatakan tidak (no.454)
mengerti tentang
penyakitnya
 Oma T mengatakan tidak
tau cara mengontrol

32
tekanan darah
 Oma T mengatakan
tidak
terlalu menghiraukan
penyakitnya

Do :
 Oma T tampang bingung

3.3 Diagnosa keperawatan:


1. Penurunan curah jantung (D.0008)
2. Nyeri akut (D.0077)
3. Intoleransi aktivitas (D. 0056)

33
Rencana Keperawatan

No Tujuan dan
Hari/Tgl Intervensi Rasional
DX Kriteria Hasil
1. Selasa , Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1.Edukasi Diet (I.12369) 1.Kesalahan kebiasaan makan
5-11- selama 3x24 jam, diharapkan -Identifikasi kemampuan Menunjang terjadinya ateroskelerosis dan kegemukan
2019 Keadekuatan aliran darah serebral untuk pasien menerima informasi yang merupakan predesposisi
menunjang fungsi otak dengan criteria -Identifikasi tingkat pengetahuan saat untuk hipertensi  dan komplikasin-ya misalnya, stroke,
hasil : sakit kepala menurun, nilai rata- ini. penyakit ginjal, gagal jantung. Kelebihan
rata tekanan darah membaik. memasukkan garam memperban-yak volume cairan
L.02014 2.Edukasi Prosedur Tindakan (I.12442) intravascular dan dapat merusak ginjal yang lebih
-Identifikasi kesiapan memperburuk hipertensi.
kemampuan menerima informasi
-Sediakan materi dan media 2.Tindakan mandiri perawat untuk membantu pasien
pendidikan kesehatan(pemberian jus baik individu, kelompok, maupun masyarakat dalam
mentimun). mengatasi masalah kesehatannya.

-Jadwalkan pendidikan
kesehatan dan tindakan 3.Tanda-tanda vital dapat memberikan keadaan umum
(pemberian jus mentimun)sesuai kesep pasien.
ak-atan

3.Pemantauan Tanda-Tanda Vital

34
(I.02060)
-Monitor tekanan darah
-Monitor Nadi (Frek, kekuatan, Irama)
-Monitor pernapasan(Frek, kedalaman)
-Monitor suhu tubuh
2. Selasa , Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1.Dukungan tidur (I.05174)
5-11- selama 3x24 jam, diharapkan -Identifikasi pola aktivitas dan tidur
2019 Keadekuatan dan kuantita tidur dengan -Identifikasi factor penggangu tidur(fisik dan/
kriteria hasil : psikologis) 1.Mengurangi ketegangan otot
Kesulitan tidur menurun, keluhan sering -Identifikasi makanan dan minuman yang yang mampu menurunkan rangsangan nyeri,
terjaga menurun, keluhan tidak puas menggangu tidur (mis. Kopi, teh, alcohol, makan meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan
tidur menurun. mendekati waktu tidur, minum banyak air oksigenasi darah
sebelum tidur).
-Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan (mis.pijit, pengaturan
posisi, terapi akupresur).

3. Selasa, Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1.Edukasi Kesehatan (I.12383) 1. Meningkatkan pengetahuan dan memperbaiki
5-11- selama 3x24 jam, diharapkan -Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima sikap tentang hipertensi sehingga lansia akan dapat
2019 Kecukupan informasi kognitif yang informasi menjaga kesehatan diri.
berkaitan dengan topik, dengan kriteria -Identifikasi factor-faktor yang
hasil : perilaku sesuai anjuran. dapatmeningkatkan dan menurunk-an motivasi

35
perilaku hidup bersih dan sehat
-Berikan hipertensi pada lansia

3.5 Implementasi Keperawatan

No
D Hari/Tgl Implementasi Evaluasi
X
1. Rabu, 6-11-2019 07.30 S:
1. Memonitor TTv sebelum melakukan tindakan  Oma T mengatakan hanya makan makanan yang disediakan di PSTW
- TD : 150/90mmHg
- N : 70x/menit O:
- R : 22x/menit  Oma T Kooperatif
o
- S : 35,5 C  Tampak makanan yang didapatkan berminyak.
2. Memberikan edukasi diet  Oma T menghabiskan jus mentimun yang diberikan.
-media leaflet
 Ttv sesudah tindakan
3. Memberikan jus mentimun
-TD : 120/90mmHg
4. Memonitor ttv sesudah melakukan tindakan
-N : 80x/menit
-R : 22x/menit
-S : 36oC
A : Masalah sebagian teratasi

36
P : Lanjutkan Intervensi
2 Kamis, 7-11-2019 09.00
1. Memonitor TTv sebelum melakukan tindakan S : Oma T mengatakan pernah melakukan terapi napas dalam
- TD : 140/80mmHg
- N : 82x/menit O:
- R : 22x/menit  Oma T Kooperatif
- S : 36o C  Oma T tampak tegang
2. Mengidentifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif  Oma T melakukan relaksasi napas dalam
digunakan  Selama ± 5 menit
3. Mengidentifikasi kesediaan, kemampuan pasien

4. Memeriksa ketegangan otot
A : Masalah teratasi sebagia
5. Memonitor respon terhadap relaksasi

P : Lanjutkan Intervensi
- 3,4,5

No
Hari/Tgl Implementasi Evaluasi Nama/ttd
DX
DX Kamis, 1. Memonitor TTv sebelum melakukan tindakan S : Klien mengatakan pusing berkurang
1 7-11-2019
Hasil :
- TD : 150/90mmHg O:
TD : 130/80mmHg,

37
N : 80x/m

- N : 80x/menit R : 22x/m

- R : 20x/menit S : 36oC

- S : 350oC A : Masalah sebagian teratasi


P : Pertahankan Intervensi
2. Memberikan terapi jus mentimun Berikan jus mentimun 1x 1
Hasil : klien minum habis

S : Oma T mengatakan sudah mandi pagi

O:
1.Mengajurkan mandi pagi dan sore hari -TD : 130/80mmHg,

DX 2.Memberikan klien minum air putih hangat sebelum tidur -N : 80x/m


2 -R : 22x/m
3.Mengatur posisi nyaman klien sebelum tidur -S : 36o C
A : Masalah belum teratasi
P : Pertahakan Intervensi

38
No Hari
Implementasi Evaluasi Nama/ttd
DX /Tgl
S : Klien mengatakan saat ini tidak pusing

1. Memonitor TTv sebelum melakukan tindakan O:


Hasil : - TD : 110/80mmHg
- TD : 140/80mmHg - N : 80x/menit
- N : 82x/menit - R : 24 x/menit
DX Sabtu,
1 9-11-2019 - R : 22x/menit - S : 35o C
- S : 35oC A : Masalah teratasi
P : -Monitor Ttv
2. Memberikan terapi jus mentimun
-Berikan jus mentimun 1x 1
Hasil : klien minum habis 150 cc

S : Oma T mengatakan masih terbangun saat malam hari


DX
1.Memberikan minum air putih hangat O : Oma T meminum air putih hangat
2
A : Masalah belum teratasi

39
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas kesenjangan – kesenjangan yang penulis jumpai

antara tinjauan teoritis dan tinjauan kasus pada Asuhan Keperawatan Oma T dengan

Hipertensi di wisma Anggrek PTSW Budi Mulia 1 Ciracas. Selanjutnya penulis akan

memaparkan hambatan dan dukungan dalam melakukan asuhan keperawatan yang

meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

4.1 Pengkajian

Selama pengkajian penulis tidak mengalami kesulitan/ hambatan dalam

mengumpulkan data atau informasi, karena Oma T masih kooperatif sehingga tidak

sulit untuk mendapatkan data. Mengenai status kesehatan pasien ataupun data lain

tentang penulisan, di perlukan dalam penyusunan studi kasus ini penulis mendapat

bantuan dari karyawan wisma Anggrek PTSW Budi Mulia 01 Ciracas .

4.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang  jelas tentang masalah

kesehatan pasien yang dapat disertai dengan tindakan keperawatan. Berdasarkan

kepustakaan yang ada penulis menemukan 3 diagnosa keperawatan .

Adapun diagnosa keperawatan dalam tinjauan kasus adalah :

1. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (no.512)

2. Gangguan Pola Tidur (no.463)

3. Defisit Pengetahuan (no.454)

40
4.3 Perencanaan

Dalam tahap perencanaan ini penulis membuat asuhan asuhan keperawatan yang

teritik tolak pada perrmasalahan yang terjadi setelah masalah keperawatan di

tetapkan sesuai dengan prioritas masalah maka langkah selanjutnya adalah

merumuskan tinjauan berdasarkan hasil yang ingin dicapai agar tindakan yang di

yang dilakukan perlu dipertimbangkan dalam perencanaan tindaakan ini. Pada

tahap ini penulis secara umum tidak menemukan hambatan dan kesulitan di

karenakan adanya kerja sama yang baik antara anggota tim kesehatan dan orang -

orang disekitar OmaT.

4.4 Pelaksanaan

Merupakan tindakan keperawatan yang direncanakan oleh perawat untuk

dikerjakan dalam rangka menolong pasien. Faktor yang mendukung adalah pasien

mau bekerja sama dalam menerapkan asuhan keperawatan yang dibuat oleh

perawat. Dalam hal ini penulis bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan

berpartisipasi aktif bersama pasien, selama penulis melakukan tindakan

keperawatan penulis juga melanjutkan pengkajian data-data untuk melihat

perkembangan pasien selanjutnya.

4.5 Evaluasi

Evaluasi adalah pengukuran keberhasilan rencana tindakan keperawatan dalam

memenuhi kebutuhan pasien. Tahap evaluasi ini merupakan tahap keberhasilan

dalam menggunakan proses keperawatan dalam  pelaksanaan tindakan. Dalam

tahap ini penulis tidak menemukan hambatan karna hasil yang diharapkan dapat d

41
lihat dengan jelas semua tindakan keperawatan yang penulis laksanakan dapat

berhasil dengan baik.

42
BAB V

ANALISIS SWOT

1.1 Strenghts / Kekuatan Oma T

a. Memiliki ingatan yang sudah tidak baik/dimensia

b. Memiliki kemauan untuk berlatih ambulasi dan mobilisasi fisik

c. Jika diajak bicara masih singkron dengan apa yang ditanyakan atau dibahas

d. Masih mampu berjalan perlahan dan duduk di luar

e. Nafsu makan masih tinggi

f. Oma T masih bersemangat apabila bercerita tentang dirinya

1.2 Weaknesses / Kelemehan Oma T

a. OmaT mampu berjalan sendiri

b. Oma T melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri

1.3 Opportunites / Kesempatan Oma T

a. Oma T masih suka membantu temannya di wisma bila ada yang memerlukan

bantuan, dan lebih terlihat menghindari pertengkaran di lingkungan wisma.

b. Menjanga pola makan yang teratur agar nutrisi terpenuhi.

1.4 Threats / Ancaman Oma T

a. Naiknya tekanan darah/ Hipert

b. ensi bila obat dan pola makan tidak dijaga.

43
BAB VI

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan pengkajian pada Oma T di Wisma Anggrek Panti Tresna Werda

1 Ciracas Jakarta Timur, penulis menemukan masalah kesehatan Hipertensi.

Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah

mengobservasi TTV, menganjurkan aktivitas di siang hari , mandi pagi dan sore,

minum air hangat sebelum tidur, meberikan penkes, serta memberikan terapi

komplementer dengan jus mentimun. Pada dasarnya tindakan yang telah dilakukan

pada Oma T telah di setujui Oma T dan perawat ruangan.

5.2 Saran

Ada beberapa saran yang penulis sampaikan sebagai berikut :

1. Kepada pengurus PSTW Budi Mulia 01 Ciracas agar melanjutkan intervensi

yang belum tercapai, dengan tanggung jawab, ikhlas karena siapapun akan

merasakan tua dikemudian hari.

2. Kepada Mahasiswa nantinya marilah senantiasa memberikan pelayanan yang

mengutamakan keamanan, kenyamanan kepada lansia yang berada di

panti dengan ikhlas, tanggung jawab bukan hanya karena sebuah cara mencapai

hak namun lakukan dengan melibatkan perasaan kita dan sebagai pembelajaran

koreksi diri .

44
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta
Brunner & suddath.2012. Buku Ajar Bedah Medikal Bedah. Vol 3. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC: Jakarta

Bulecheck, Gloria. M , dkk.2013.Nursing Intervention Classification (NIC) : Sixth


Edition. Oxford : Mosby Elservier

Doengoes A Marylin, 2011. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC ; Jakarta


Helmi, Zairin Helmi. 2011. Buku Ajar GangguanMuskuloskeletal. Cetakan   kedua.      
Jakarta :  Salemba Medika.

Maryam, Siti R, Eka Sari, Mia Fatma. Dkk.2008. Mengenal Usia Lanjut dan
Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika
Moorhead, Sue, dkk.2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) : Measurement of
Health Outcomes, Sixth Edition. Oxford : Mosby Elservier

Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi 3. Cetakan


kelima.Jakarta : Yarsif Watampone.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Dewan Pengurus Pusat PPNI. Edisi 1.
Cetakan III : Jakarta

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) :
Definisi dan tindakan keperawatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI. Edisi 1.
Cetakan II : Jakarta

45

Anda mungkin juga menyukai