Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUN TEORI

A. Pengertian Lansia

Lanjut usia (lansia) merupakan kelompok orang yang sedang mengalami suatu
proses perubahan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Menurut WHO, lansia
dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu:

1. Usia pertengahan (middle age) : usia 45-59 tahun

2. Lansia (elderly) : usia 60-74 tahun

3. Lansia tua (old) : usia 75-90 tahun

4. Usia sangat tua (very old): usia diatas 90 tahun

Departemen Kesehatan RI memberikan batasan lansia sebagai berikut:

1. Virilitas (prasenium) : masa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan jiwa
(usia 55-59 tahun).

2. Usia lanjut dini (senescen) : kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut dini
(usia 60-64 tahun).

3. Lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif : usai diatas 65
tahun (Fatmah, 2010).

Pengertian lansia dibedakan atas 2 macam, yaitu lansia kronologis (kalender) dan
lansia biologis. Lansia biologis mudah diketahui dan dihitung, sedangkan lansia biologis
berpatokan pada keadaan jaringan 6 tubuh. Individu yang berusia muda tetapi secara
biologis dapat tergolong lansia jika dilihat dari keadaan jaringan tubuhnya (Fatmah,
2010). Lanjut usia merupakan proses alamiah dan berkesinambungan yang mengalami
perubahan anatomi, fisologis, dan biokimia pada jaringan atau organ yang pada akhirnya
mempengaruhi keadaan fungsi dan kemapuan badan secara keseluruhan.

B. Teori-Teori Tentang Menua

Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan


untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap jejas dan kerusakan yang diderita (Darmojo,2010). Proses
menua yang harus terjadi secara umum pada seluruh spesies secra progresif seiring waktu
yang menghasilkan perubahan yang menyebabkan disfungsi organ dan menyebabkan
kegagalan suatu organ atau sistem tubuh tertentu (Fatmah, 2010). Terdapat tiga dasar
fundamental yang dipakai untuk menyusun berbagai teoi menua yaitu:

1. Pola penuaan pada hampir semua spesies mamalia diketahui adalah sama.

2. Laju penuaan ditentukan oleh gen yang sangat bervariasi pada setiap spesies.

3. Laju atau kecepatan penuaan dapat diperlambat, namun tidak dapat dihindari atau
dicegah (Fatmah, 2010).

Beberapa teori penuaan yang diketahui dijelaskan berikut ini:

1. Teori Berdasarkan Sistem Organ Teori berdasarkan sistem organ (organ system
based story) ini berdasarkan dugaan adanya hambatan dari organ tertentu dalam tubuh
yang akan menyebabkan terjadinya proses penuaan. Organ tersebut adalah sistem
endokrin dan sistem imun. Pada proses penuaan, kelenjar timus mengecil yang
menurunkan fungsi imun. Penurunan sistem imun menimbulkan peningkatan insidensi
penyakit infeksi pada lansia. Dapat dikatakan bahwa peningkatan usia berhubungan
dengan peningkatan insidensi penyakit (Fatmah, 2010). Lansia mengalami penanggalan
gigi akibat hilangnya tulang penyokong periostal dan periodontal, sehingga lansia akan
mengalami kesulitan mencerna makanan (Stanley, 2006).
2. Teori Kekebalan Tubuh Teori kekebalan tubuh (breakdown theory) ini
memandang proses penuaan terjadi akibat adanya penurunan sistem kekebalan secara
bertahap, sehingga tubuh tidak dapat lagi mempertahankan diri terhadap luka, penyakit,
sel mutan ataupun sel asing. Hal ini terjadi karena hormon-hormon yang dikeluarkan oleh
kelenjar timus yang mengontrol sistem kekbalan tubuh telah menghilang seiring dengan
bertambahnya usia (Fatmah, 2010).
3. Teori Kekebalan Teori kekebalan (autoimmunity) ini menekankan bahwa tubuh
lansia yang mengalami penuaan sudah tidak dapat lagi membedakan anatar sel normal
dan sel tidak normal, dan muncul antibodi yang menyerang 8 keduanya yang pada
akhirnya menyerang jaringan itu sendiri. Mutasi yang berulang atau perubahan protein
pascatranslasi dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem tubuh mengenali
dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan
pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan sistem imun tubuh
menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan
menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun.
Salah satu bukti yang ditemukan ialah bertambahnya kasus penyakit degeneratif pada
orang berusia lanjut (Fatmah, 2010).
4. Teori Fisiologik Sebagai contoh, teori adaptasi stress (stress adaptation theory)
menjelaskan proses menua sebagai akibat adaptasi terhadap stres. Stres dapat berasal dari
dalam maupun dari luar, juga dapat bersifat fisik, psikologik, maupun sosial (Fatmah,
2010).
5. Teori Psikososial Semakin lanjut usia seseorang, maka ia semakin lebih
memperhatiakn dirinya dan arti hidupnya, dan kurang memperhatikan peristiwa atau isu-
isu yang terjadi (Fatmah, 2010).
6. Teori Kontinuitas Gabungan antara teori pelepasan ikatan dan teori pelepasan
ikatan dan teori aktivitas. Perubahan diri lansia dipengaruhi oleh tipe kepribadiannya.
Seseorang yang sebelumnya sukses, pada usia lanjut 9 akan tetap berinteraksi dengan
lingkungannya serta tetap memlihara identitas dan kekuatan egonya karena memiliki tipe
kepribadian yang aktif dalam kegiatan sosial (Fatmah, 2010).
7. Teori Sosiologik Teori perubahan sosial yang menerangkan menurunnya
sumber daya dan meningkatnya ketergantungan, mengakibatkan keadaan sosial yang
tidak merata dan menurunnya sistem penunjang sosial. Teori pelepasan ikatan
(disengagement theory) menjelaskan bahwa pada usia lanjut terjadi penurunan partisipasi
ke dalam masyarakat karena terjadi proses pelepasan ikatan atau penarikan diri secara
pelan-pelan dari kehidupan sosialnya. Pensiun merupakan contoh ilustrasi proses
pelepasan ikatan yang memungkinkan seseorang untuk bebas dari tanggung jawab dari
pekerjaan dam tidak perlu mengejar peran lain untuk mendapatkan tambahan
penghasilan. Teori ini banyak mendapatkan kritikan dari berbagai ilmuwan sosial
(Fatmah, 2010).
8. Teori Aktifitas Berlawanan dengan teori pelepasan ikatan, teori aktivitas ini
menjelaskan bahwa lansia yang sukses adalah yang aktif dan ikut dalam kegiatan sosial.
Jika seseorang sebelumnya sangat aktif, maka pada usia lanjut ia akan tetap memelihara
keaktifannya seperti peran dalam keluarga dan masyarakat dalam berbagai kegiatan sosial
dan keagamaan, karena ia tetap merasa dirinya berarti dan puas di hari tuanya. Bila lansia
kehilangan peran dan tanggung jawab di masyarakat 10 atau kelaurga, maka ia harus
segera terlibat dalam kegiatan lain seperti klub atau organisasi yang sesuai dengan bidang
atau minatnya. Teori ini menganggap bahwa pelepasan ikatan bukan merupakan proses
alamiah seperti pendapat Cumming & Hendry. Dalam pandangan teori aktivitas, teori
pelepasan adalah melekatnya sifat atau pembawaan lansia dan tidak ke arah masa tua
yang positif (Fatmah, 2010).
9. Teori Penuaan Ditinjau dari Sudut Biologis. Dulunya proses penuaan biologis
tubuh dikaitkan dengan organ tubuh. Akan tetapi, kini proses penuaan biologis ini
dihubungkan dengan perubahan dalam sel-sel tubuh disebabkan oleh :

a. memiliki batas maksimum untuk membelah diri sebelum mati,

b. setiap spesies mempunyai karakteristik dan masa hidup yang berbeda,

c. penurunan fungsi dan efisiensi selular terjadi sebelum sel mampu membelah diri secra
maksimal.
C. Perubahan Sistem Pada Lansia
1. Perubahan Sistem Sensori

Persepsi sensoris mempengaruhi kemampuan seseorang untuk saling


berhubungan dengan orang lain dan untuk memelihara atau membentuk hubungan baru,
berespon terhadap bahaya, dan menginterpretaskan masukan sensori dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari. Pada lansia yang mengalami penurunan persepsi sensori akan
terdapat keengganan untuk bersosialisasi karena kemunduran dari fungsi-fungsi sensori
yang dimiliki. Indra yang dimiliki seperti penglihatan, pendengaran,
pengecapan,penciuman, dan perabaan merupakan kesatuan integrasi dan persepsi sensori.

2. Penglihatan

Perubahan fungsi penglihatan yang dianggap normal dalam proses penuaan


termasuk kemampuan dalam melakukan akomondasi kontriksi pupil akibat penuaan dan
perubahan warna serta kekeruhan lensa mata, yaitu katarak. Semakin bertambahnya usia,
lemak akan berakumulasi disekitar kornea dan membentuk lingkaran berwarna putih atau
kekuningan diantara iris dan sklera. Kejadian ini disebut arkus sinilis biasanya ditemukan
lansia. Berikut ini adalah perubahan yang terjadi pada lansia :

1. Terjadi awitan presbiopi dengan kehilangan kemampuan akomdasi


2. Penurunan ukuran pupil atau miosis terjadi karena sfingter pupil mengalami
skerosis.
3. Perubahan warna dan meningkatnya kekeruhan lensa kristal yang
terakumulasi dapat menimbulkan katarak
4. Penurunan produksi air mata. Implikasi dari hal ini adalah mata berpotensi
terjadi sindrom mata kering.
3. Pendengaran

Penurunan pendengaran merupakan kondisi yang secara dramatis dan


mempengaruhi kualitas hidup kehilangan pendengaran pada lansia disebut presbikusis.
Berikut ini perubahan yang terjadi pada pendengaran lansia:

a. Pada telinga bagian dalam terdapat penurunan fungsi sensorineureal. Hal ini
terjadi karena telinga bagian dalam dan komponen saraf tidak berfungsi
sehingga terjadi perubahan kondisi.
b. Pada telinga bagian tengah terjadi pengecilan daya tangkap membran timpani,
pengapuran dari tulang pendengaran, otot dan ligamen menjadi lemah dan
kaku implikasi dari hal ini adalah gangguan konduksi suara.
c. Pada telinga bagian luar, rambut menjadi panjang dan tebal kulit menjadi tipis
dan kering dan peningkatan kreatin. Implikasi dari hal ini adalah potensial
terbentuk serumen sehingga berdampak pada gangguan konduksi suara.

4. Perabaan

Perabaan merupakan sistem sensoris pertama yang menjadi fungsional apabila


terjadi gangguan pada englihatan dan pendengaran. Perubahan akan kebutuhan sentuhan
dan sensasi taktil karena lansia telah kehilangan orang yang dicintai, penampilan lansia
tidak semenarik sewaktu muda dan tidak mengundang sentuhan dari orang lain, dan sikap
dari masyarakat umum terhadap lansia tidak mendorong untuk melakukan kontak fisik
dengan lansia.

5. Pengecapan

Hilangnya kemampuan untuk menikmati makanan seperti pada saat seseorang


bertambah tua mungkin dirasakan sebbagai kehilangan salah satu kenikmatan dalam
kehidupan.perubahan yag terjadi pada pengecapan akibat proses menua yaitu penurunan
jumlah dan kerusakan papila atau kuncup-kuncup peraa lidah. Implikasi dari hal ini
sensitivitas terhadap rasa manis, asam, asin dan pahit berkurang.
6. Penciuman

Sensasi penciuman bekerja akibat stimulasi reseptor olfaktorius oleh zat kimia
yang mudah menguap. Perubahan yang terjadi akibat proses menua adalah penurunan
atau kehilangan sensansi penciuman karena penuaan usia. Penyebab lain yang juga
diaangap sebagai pendukung terjadinya kehilangan sensasi penciuman yaitu
pilek,influenza, merokok, obstruksi hidung,dan faktor lingkungan. Implikasi dari hal ini
adalah penurunan sensivitas terhadap bau.

7. Perubahan Sistem Integumen

Epidermis lansia tipis dan rata, terutama yang paling jelas diatas tonjolan-tonjolan
tulang, telapak tangan, kaki bawah dan permukaan dorsalis tangan dan kaki. Penipisan ini
menyebabkan vena-vena tampak lebih menonjol.poliferasi abnormal pada terjadinya sisa
melanosit,lentigo, senil,bintil pigmentasi, pada area tubuh yang terpajan sinar matahari
biasanya permukaan dorsal dari tangan dan lengan bawah.
Sedikit kolagen yang terbentuk pada proses penaan dan terdapat penurunan
jaringan elastis mengakibatkan penampilan yang lebih keriput. Tekstur kulit lebih kering
karena kelenjar eksokrin lebih sedikit dan penurunan aktivitas kelenjar eksokrin dan
kelnjar sebasea. Degenerasi menyeluruh jaringan penyambung disertai penurunan cairan
tubuh total menimbulkan penurunan turgor kulit.
a. Epidermis
Berikut ini adalah perubahan pada epidermis :
Jumlah sel basa menjadi lebih sedikit, perlambatan dalam proses perbaikan sel
dan penurunan jumlah kedalaman rete ridge. Implikasi dari hal ini pengrangan
kontak antara epidermis dan dermis sehingga mudah terjadi pemisahan antar
lapisan kulit menyebabkan kerusakan dan merupakan faktor predesposii terjadi
infeksi.Terjadi penurunan jumlah melanosit. Implikas dari hal ini adalah
perlindungan terhadap sinar ultraviolet berkurang dan terjadi pigmentasi yang
tidak merata pada kulit. Penurunan jumlah sel langerhans sehingga menyebabkan
penurunan imum. Implikasi dari hal ini adalah respon terhadap pemeriksaan kulit
terhadap alregen berkurang .Kerusakan struktur nukleus karatinosit implikasi dari
hal ini adalah perubahan kecepatan poliferasi sel yang menyebabkan abnormal
seperti keratosis seboroik dan lesi kulit

b. Dermis
Berikut ini adalah perubahan yang terjadi pada dermis akibat proses menua:
Volume dermal mengalami penurunan yang menyebabkan penipisan dermal dan
jumlah sel berkurang. Implikasi dari hal ini adalah lansia rentan terhadap
penurunan termogulasi, penutupan luka dan penyembuhan luka lambat,
penurunan respon imflamsi dan penurunan absorbsi kulit terhadap zat-zat topikal.
Penghacuncuran serabut elastis dan jaringan kolagen oleh enzim-enzim. Implikasi
dari hal ini adalah perubahan dalam penglihatan karena adanya kantug dan
pengriputan dimata, turgor kulit menghilang.
Vaskularisasi menurun dengan sedikit pembuluh darah kecil implikasi dari hal ini
adalah kulit tampak lebih pucat dan kurang mampu melakukan termogulasi

c. Subkutis
Berikut ini adalah perubahan yang terjadi pada subkutis akibat menua :
Lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan. Implikasi dari hal ini
adalah penampilan kulit kendur/ mengantung diatas tulang rangka.Distribusi
kembali dan penurunan lemak tubuh. Implikasi dari hal ini adalah gangguan
fungsi perlindungan dari kulit.

d. Bagian Tambahan Kulit


Bagian tambahan pada kulit meliputi rambut, kuku, korpus pacini, korpus
maissner, kelenjar keringan dan kelenjar sebasea. Berikut ini merupakan
perubahan yang terjadi :
1. Berukrangnya folikel rambut. Implikasi dari hal ini adalah rambut bertambah
uban, dengan penipisan rambut pada kepala. Pada wanita mengalami
peningkatan rambut pada wajah. Pada pria rambut pada hidung dan telinga
semakin jelas lebih banyak dan jelas.
2. Pertumbuhan kuku melambat, implikasi dari hal ini adalah kuku menjadi
lunak, rapuh, kurang berkilsu, dan cepat mengalami kerusakan.
3. Korpus pacini (sensasi tekan) dan korpus meissner (sensasi sentuhan)
menurun. Implikasi dari hal ini adalah beresiko untuk terbakar, mudah
mengalami nekrosis. Karena rasa terhadap tekanan berkkurang.
4. Kelenjar keringan berkurang. Implikasi dari hal ini adalah penurunan respon
dalam keringat, perubahan termogulasi, kulit kering.
5. Penurunan kelenjar aprokin implikasi dari hal ini adalah bau badan lansi
berkurang

8. Perubahan Pada Sistem Muskuloskeletal


Otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas, gangguan
metabolik atau denervasi sarah. Dengan bertambahnya usia perusakan dan pembentukan
tulang melambat. Hal ini terjadi karena penurunan hormon estrogen pada wanita, vitamin
D dan beberapa hormon lain. Tulang-tulang menjadi berongga, mikroarsiktektur berubah
dan sering patah baik akibat benturan ringan maupun spontan.

9. Perubahan Pada Sistem Neurogis


Berat otak menurun 10-20%. Berat otak <350gram pada saat kelahiran, kemudian
meningkat 1,375 gram pada usia 20 tahun. Berat otak menurun mulai usia 45-50 tahun,
penurunan ini kurang lebih 11% dari berat maksimal. Berat dan volume otak berkurang
rata-rata5-10% selama umur 20-90 tahun. Otak mengandung 100 million sel termasuk
diantaranya sel neuron yang berfungsi menyalurkan implius listrik. Pada penuaan otak
kehilangan 100.00 neuron/ tahun. Neuron dapat mengirimkan signal kepada sel
lain,dengan kecepatan 200 mil/jam. Terjadi penebalan atrofi cerebral. Secara berangsur-
angsur tonjolan dendrit di neuron hilang disusul membengkaknya batang dendrit dan
batang sel. Secara progesif terjadi fragmantasi dan kematian sel. Pada semua sel terdapat
deposit limpofusin.yang terbentuk di sitoplasma, kemungkinan berasal dari lisosom atau
mitokondria. Berikut ini kondisi perubahan pada lasia:
a. Kondisi saraf perifer yang lebih lambat. Implikasi dari hal adalah refleks tendon
dalam yang lebih lambat dan meningkatnya waktu reaksi.
b. Peningkatan limpofusin sepanjang neuron-neuron. Implikasi dari hal ini adalah
vasokontriksi dan vasodilatasi yang tidak sempurna
c. Termogulasi oleh hipotalamus kurang efektif. Implikasi dari hal ini adalah
bahaya kehilangan panas tubuh.

10. Perubahan Pada Sistem Kardio Vaskular


Jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik struktural maupun
fungsional. Penurunan yang terjadi berangsur-angsur sering terjadi ditandai dengan
penurunan tingkat aktivitas yang mengkaibatkan penurunan kebutuhan darah
teroksigenisasi.
Berikut merupakan perubahan perubahan pada lansia:
a. Penebalan didnding ventrikel kiri karena peningkatan densitas kolagen dan hilangnya
fungsi serat- serat serat elastis. Implikasi dari hal ini adalah ketidakmampuan jantung
untuk distensi dan penurunan kekuatan kontraktil.
b. Jumlah sel pacemaker mengalami penurunan dan berkas his kehilangan serat
konduksi yang membawa implus ke ventrikel. Implikasi dari hal ini adalah terjadinya
distermia.
c. Sistem aorta dan arteri perifer menjadi kakudan tidak lurus karena peningkatan serat
kolagen dan hilangnya serat elastis dalam lapisan medial arteri
d. Vena meregang dan mengalami dilatasi.implikasi dari hal ini adalah vena menjadi
tidak kompetenatau gagal dalam menutup secara sempurna sehingga mengakibatkan
terjadinya edema pada ekstermitas bawah dan penumpukan darah.

11. Perubahan Pada Sistem Pulmonal


Perubahan anatomis seperti penurunan komplian paru dan dinding dada turun
berperan dalama peningkatan kerja pernafasan sekitar 20% pada usia 60 tahun. Berikut
ini adalah perubahan pada sistem pulmonal :
a. Paru-paru kecil dan kendur, hilangnya rekoil elastis dan pembesaran elastis
dan pembesaran alveoli. Implikasi dari hal ini adalah penurunan darah
permukaan untuk difusi gas
b. Penurunan kapasitas vital penurunan PaO2residu
c. Pergeseran bronkus dengan peningkatan resistensi
d. Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangan
e. Hilangnya tonus otot torak
f. Kelenjar mukus kurang produktif
g. Penurunan sensifitas spinter esofagus,
h. Penurunan sensitivitas kemoreseptor

12. Perubahan Pada Sitem Endokrin


Sekitar 50 % lansia mengalami intoleransi glukosa dengan kadar gula puasa
normal. Penyebab ini terjadi intoleransi glukosa ini adalah faktor diet,obesitas, kurangnya
olahraga. Berikut ini adalah perubahan pada lansia:
a. Kadar gula darah meningkat, implikasi ini adalah glukosa darah puasa
140mg/dl dianggap normal
b. Ambang batas ginjal untuk glukosa meningkat.
c. Residu urine didal kandung kemih meningkat

13. Perubahan pada sitem perkemihan


Seiiring bertmbahnya usia akan terdapat perubahan ginjal, bladder, uretra, dan
sitem nervus yang berdampak pada proses fisiologis terkait eliminasi urine. Hal ini dapat
mengganggu kemampuan dalam mengontol berkemih sehingga dapat mengakibatkan
inkontinensia urine dan akan memiliki konsekuensi yang lebih jauh .

14. Perubahan Pada Renal


Pada usia lanjut jumlah nevron berkurang menjadi 1 juta nefron dan memiliki
banyak ketidaknormalan. Penurunan nefron terjadi sebesar 5-7%. Beikut ini adalah
perubahan pada lansia:
a. Membran basalis glumerulus mengalami penebalan, skerosis pada area fokal
dan total permukaan glumerolus mengalami penurunan panjang dan volune
tubulus proksimal berkurang dan penurunan darah renal.
b. Perubahan masa otot yang tidak berlemak, peningkatan lemak tubuh,
penurunan cairan intrasel,penurunan sensasi haus, penurunan kemmpuan
memekaatkan urine,
c. Penurunan hormon yang penting untuk absorsbsi kalsium dari saluran
gastrosintestinal

15. Perubahan Pada Sistem Urinari


Perubahan pada sistem urinari akibat proses menu yaitu penurunan kapasitas
kandung kemih, peningkatan volume residu, peningkatan kontaski kandung kemih yang
tidak disadari, dan atopi pada otot kandung kemih secara umum

16. Perubahan Pada Sistem Gastrointenal


Banyak masalah gastrointestinal yang dihadapi lansia berkaitan dengan gaya
hidup, mulai dari gigi sampai anus, terjadi perubahan morfologikdegeneratif, antara lain
perubahan atrofi pada radang, mukosa, kelenjar dan otot pencernaan.

17. Perubahan Sistem Reproduksi


1. Pria
Testis masih dapat memproduksi sperma, meskipun adanya penurunan secara
berangsur-angsur. Atrofi asni prostat otot dengan area fokus hiperplasia.
2. Wanita
Penurunan ekstrogen,yang bersirkulasi dan peningkatan androgen yang
bersirkulasi.
D. Definisi Hipertensi

Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit darah tinggi. Hipertensi atau tekanan
darah tinggi adalah sebuah kondisi medis dimana saat seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal (Puspitorini, 2010). Hipertensi adalah suatu keadaan ketika
tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi
karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen
dan nutrisi tubuh, jika dibiarkan penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ-organ lain,
seperti jantung dan ginjal (Riskesdas, 2013).

Pada lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan
tekanan diastolik 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2010).

E. Klasifikasi
Menurut WHO (2013), batas normal tekanan darah adalah tekanan darah sistolik
kurang dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik kurang dari 80 mmHg. Seseorang
yang dikatakan hipertensi bila tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 90 mmHg. Berdasarkan The Joint National Commite VIII (2014)
tekanan darah dapat diklasifikasikan berdasarkan usia dan penyakit tertentu. Diantaranya
adalah:

Tabel 2.1 Batasan Hipertensi Berdasarkan The Joint National Commite VIII Tahun 2014

Batas Tekanan Darah (mmHg) Kategori


≥150/90mmHg Usia ≥ 60 tahun tanpa penyakit diabetes
dan cronic kidney disease

≥140/90mmHg Usia 19-59 tahun tanpa penyakit penyerta


≥140/90mmHg Usia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal
≥140/90mmHg Usia ≥ 18 tahun dengan penyakit diabetes

Sumber : The Joint National Commite VIII (2014) American Heart Association (2014)
menggolongkan hasil pengukuran tekanan darah menjadi:

Tabel 2.2 Kategori Tekanan Darah Berdasarkan American Heart Association Tahun 2014
Kategori Tekanan Darah Sistolik Diastolik
Normal <120 mmHg <80 mmHg
Prehipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Hipertensi stage 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Hipertensi stage 2 ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg
Hipertensi stage 3 ≥ 180 mmHg ≥ 110 mmHg

Sumber: American Heart Assosiation (2014).

F. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan menurut Corwin


(2010), Irianto (2014), Padila (2013), Price dan Wilson (2006), Syamsudin (2011), Udjianti
(2010) :

a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer.


Merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi esensial yang
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya
(Idiopatik). Beberapa faktor diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial
seperti berikut ini:
1) Faktor Genetik Tekanan darah tinggi yang merupakan keturunan, yang
menunjukkan bahwa orang-orang dalam satu keluarga memiliki gaya hidup dan pola
11 STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung makan yang sama (Christine,
2013). Oang kembar yang dibesarkan secara terpisah atau bersama dan juga anak
adopsi ataupun tidak adopsi dapat menunjukkan besarnya kesamaan tekanan darah
dalam keluarga yang merupakan faktor keturunan akibat kesamaan gaya hidup serta
faktor pola makan sejak masa anak-anak. Faktor genetik berperan dalam timbulnya
penyakit hipertensi dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak
pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur).
Penderita yang mempunyai bakat atau sifat genetik hipertensi esensial dan tidak
dilakukan intervensi atau terapi akan menyebabkan hipertensi semakin berkembang
dalam kurun waktu sekitar 30-50 tahun (Sulistyo, 2014).

2) Jenis kelamin Wanita cenderung menderita hipertensi pada saat atau setelah
mengalami menopause. Prevalensi kejadian hipertensi pada laki-laki dan perempuan
itu sama (Tambayong, 2012). Perempuan cenderung akan mengalami peningkatan
resiko tekanan darah tinggi setelah menopause yaitu pada usia diatas 45 tahun.
Perempuan yang belum menuju masa menopause dilindungi oleh hormone estrogen
yang berfungsi untuk meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar
kolesterol HDL yang rendah dan tingginya kolesterol LDL (Low Density
Lipoprotein) akan mempengaruhi terjadinya proses 12 STIKes Muhammadiyah
Pringsewu Lampung aterosklerosis dan mengakibatkan tekanan darah tinggi
(Sulistyo AT, 2014).

3) Usia Tekanan darah tinggi biasanya meningkat dengan bertambahnya usia


seseorang dan paling banyak ditemukan pada mereka yang berusia diatas 40 tahun,
meskipun banyak juga orang muda yang menderita tekanan darah tinggi. Wanita
cenderung menderita hipertensi pada saat atau setelah mengalami menopause (Jain,
2011). Semakin bertambahnya usia seseorang maka akan meningkatkan tekanan
darahnya. Seseorang yang berumur 50-60 tahun memiliki tekananan darah > 140/90
mmHg yang dipengaruhi oleh degenerasi sistem organ tubuhnya pada orang yang
bertambah umurnya (Rahajeng, 2009 dalam Sulistyo AT, 2014)

4) Riwayat Hipertensi Orang-orang dengan sejarah keluarga yang mempunyai


hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang menderita
hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama
pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung
meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat (Nurkhalida, 2003 dalam Sulistyo AT,
2014).

5) Etnis Menurut Black dan Hawks (2010) tingkat kematian dari terendah sampai
tertinggi akibat hipertensi adalah perempuan berkulit putih yaitu 4,7 %, laki- laki
berkulit putih yaitu 6,3 %. Laki- laki berkulit 13 STIKes Muhammadiyah Pringsewu
Lampung hitam yaitu 22,5 % dan perempuan berkulit hitam yaitu 29,3 %. Alasan
tingginya prevalensi hipertensi pada ras berkulit hitam belum diketahui secara jelas,
tetapi peningkatan ini dipengaruhi oleh kadar renin yang rendah. Sensivitas terhadap
vasopressin yang lebih tinggi, masukan garam yang lebih banyak, dan stress
lingkungan yang lebih tinggi.

6) Merokok Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok


dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan (Suyono, 2011).
Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang
dihisap perhari. Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih
rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok (Price, 2012). Seorang
perokok aktif maupun perokok pasif dapat mengalami peningkatan tekanan darah.
Individu yang merokok lebih dari satu pak perhari menjadi dua kali lebih rentan
terhadap penyakit aterosklerotik koroner dari pada mereka yang tidak merokok. Hal
ini karena pengaruh nikotin yang terdapat dalam rokok merangsang saraf otonom
untuk mengeluarkan katekolamin, yang dapat menyebabkan penyempitan pembuluh
darah (Ignativicius & Workman, 2010).

7) Alkohol Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara alkohol
dan timbulnya hipertensi. Peminum alkohol berat akan cenderung hipertensi
meskipun mekanismenya belum diketahui secara 14 STIKes Muhammadiyah
Pringsewu Lampung pasti (Suyono, 2010). Orang-orang yang minum alkohol terlalu
sering atau yang terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada
individu yang tidak minum atau minum sedikit (Sulistyo AT, 2014). Mekanisme
peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun diduga,
peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan
darah merah berperan dalam menaikkan tekanan darah (Nurkhalida, 2003 dalam
Sulistyo AT, 2014).

8) Aktivitas Fisik

9) Junk Food Junk Food adalah makanan yang memiliki jumlah kandungan nutrisi
terbatas. Beberapa junk food juga mengandung gula dan natrium, jika dikonsumsi
terus menerus akan menyebabkan penyakit diabetes dan tekanan darah tinggi
(hipertensi) (Griffindors, 2013, Anggraini, 2013 dalam Siregar, 2015, Husien, 2012
dalam Sumarni, 2015).

10) Obesitas Menurut (Sutanto, 2010, Nguyen & Lau, 2012 dalam Aripin, 2016)
menyatakan obesitas mempengaruhi terjadinya peningkatan kolesterol di dalam
tubuh, dan akan memicu terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis menyebabkan
pembuluh darah menyempit sehingga meningkatkan tahanan perifer dalam pembuluh
darah. Penderita hipertensi dengan obesitas memiliki curah jantung dan sirkulasi
volume darah lebih tinggi dibanding dengan penderita hipertensi yang memiliki berat
badan normal. 15 STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung Obesitas dikaitkan
dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak.
Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin
besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen
dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui
pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada
dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung
dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan
natrium dan air.

b. Hipertensi Sekunder
Terdapat 5% kasus penyebabnya, spesifikasinya diketahui karena penggunaan
ekstrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler renal,hiper adosteromine primer, dan
sindrom cusing, serta hipertensi yangberhubungan dengan kehamilan dan lain-lain
(Wulandari A % Susilo Y, 2011).

G. Patofisiologi
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah jantung)
dengan total tahanan prifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh dari perkalian antara
stroke volume dengan heart rate (denyut jantug). Pengaturan tahanan perifer dipertahankan
oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol yang berperan dalam
mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor arteri, pengaturan volume
cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan autoregulasi vaskular (Udjianti, 2010).

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di


vasomotor, pada medulla diotak. Pusat vasomotor ini bermula saraf simpatis, yang berlanjut
ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks
dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak
kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Titik neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah (Padila, 2013).

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon


pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut
bisa terjadi (Padila, 2013). Meski etiologi hipertensi masih belum jelas, banyak faktor diduga
memegang peranan dalam genesis hiepertensi seperti yang sudah dijelaskan dan faktor psikis,
sistem saraf, ginjal, jantung pembuluh darah, kortikosteroid, katekolamin, angiotensin,
sodium, dan air (Syamsudin, 2011). Sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah (Padila, 2013).

Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran keginjal, menyebabkan


pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cendrung
mencetuskan keadaan hipertensi (Padila, 2013).

H. Pathway

I. Konsep Dasar Buah Mentimun


1. Defenisi
Mentimun adalah jenis tumbuhan dari family Cucurbitaceae yang mempunyai
nama ilmiah Cucumis sativus L yang bersifat menjalar atau merabat dengan perantara
alat pemegang yang berbentuk spiral (Ir.Budi Samadi, 2002 :12)

2. Deskripsi Mentimun
a. Batang
Batang mentimun berwarna hijau, lunak, dan berbulu dengan panjang yang bias
mencapai 1,5 m.
b. Daun
Tanaman mentimun memiliki daun yang berbentuk bulat lebar, dengan bagian ujung
yang meruncing menyerupai bentuk jantung. Kedudukan daun pada batang tanaman
berselang-seling antara satu daun dengan daun diatasnya.
c. Bunga
Bunga mentimun berumah satu, karena bunga jantan dan bunga betina letaknya
terpisah tetapi masih dalam satu pohon yang sama. Bunga mentimun berbentuk mirip
terompet, dengan mahkota yang berwarna kuning cerah. Hal yang membedakan
antara bunga jantan dan bunga betina adalah bunga betina memiliki bakal buah yang
membengkak di bawah mahkota bunganya, sedangkan bunga jantan tidak mempunyai
bagian yang membengkak
d. Buah
Buah mentimun tumbuh dari ketiak daun dengan posisi menggantung, bila tanaman
dirambatkan pada turus bambu. Buah mentimun berbentuk bulat pendek hingga bulat
panjang, dengan kulit buah yang berwarna hijau keputihan hingga hijau gelap, ada
yang berbintil dan ada yang tidak.
e. Biji
Biji mentimun tersebut berbentuk pipih mirip dengan biji semangka, berwarna putih
hingga putih kekuningan. Pada permukaan bijinya terdapat lender, sehingga bila akan
digunakan sebagai benih harus dikeringkan terlebih dahulu.

f. Akar
Tanaman mentimun memiliki akar tunggang dengan bulu-bulu akarnya. Namun, akar
tersebut hanya mampu menembus hingga kedalaman ±60 cm dari permukaan tanah.
Oleh karena itu, untuk membantu pertumbuhannya penggemburan tanah harus
dilakukan minimal hingga kedalaman tersebut.
g. Kandungan Mentimun
Mentimun mengandung berbagai zat yang berguna bagi tubuh, kandungan tersebut
dapat kita temukan pada daging buah dan biji buah.
h. Daging Buah
Daging buah mentimun mengandung zat-zat saponin(mengeluarkan lendir), protein
0,70 g, lemak 0,10 g, kalsium 10,00mg, fospor 21,00 mg, zat besi 0,30 mg, vitamin A
0 S1, vitamin B1 0,03 mg, dan vitamin C 8,00 mg. Kandungan mineral dari
mentimun yaitu potassium, magnesium dan fospor. Selain itu daging buahnya juga
banyak mengandung air 96,10 g, vitamin C dan asam kafeat untuk meredakan iritasi
kulit dan penumpukan caira dibawah kulit.
i. Daya Guna Mentimun
Dalam mentimun terdapat kandungan mineral yaitu potassium, magnesium dan
fospor inilah yang dapat mengobati hipertensi. Selain itu juga mentimun bersifat
diuretic karena kandungan air yang tinggi juga berfungsi sebagai penurun tekanan
darah. Mengkonsumsi mentimun juga dapat menurunkan berat badan karena
kandungan kalorinya yang rendah dan kaya akan serat.
j. Cara Membuat Jus Mentimun
Cara penyajian mentimun sangat mudah sekali yaitu makan buah segar setiap hari
kurang lebih 400gr sehari dua kali. Selain memakannya secara langsung juga dapat
disajikan dalam bentuk lain yaitu dengan cara dijus atau diparut. Kemudian cuci
mentimun dan blender hingga halus, lalu tuang ke dalam gelas (150 cc), setelah itu
minum hingga habis. Minum dua kali sehari maksimal 1 minggu. Kemudian control
terlebih dahulu tensinya, bila sudah normal hentikan sehari setelah itu minum lagi
satu kali sehari ½ gelas.

J. Tanda dan Gejala Hipertensi


Menurut Udjianti (2010) tanda dan gejala hipertensi yang sering terjadi adalah:

1) Sakit kepala( rasa berat di tengkuk)

2) Kelelahan

3) Keringat berlebihan

4) Tremor otot

5) Mual, muntah

6) Jantung berdebar-debar

7) Penglihatan kabur

8) Wajah memarah

K. Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin / hematokrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel –  sel terhadap volume cairan ( viskositas ) dan
dapatmengindikasikan factor –  factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia. 
2. BUN
Memberikan informasi tentang perfusi ginjal Glukosa Hiperglikemi (diabetes
mellitusadalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan
katekolamin(meningkatkan hipertensi)
3. Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama ( penyebab ) atau
menjadiefek samping terapi diuretik.
4. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensie.Kolesterol dan
trigliserid serum Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya
pembentukan plakateromatosa ( efek kardiovaskuler )
5. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
6. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab )
7. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
8. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi 
9. Steroid urin
Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalismek.
10. IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal,
batu ginjal /ureterl.
11. Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantungm.
12. CT scann.
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopatio.
13. EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi,
peninggiangelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

L. Penatalaksanaan Hipertensi

a. Pengaturan diet Mengkonsumsi gizi yang seimbang dengan diet rendah garam
dan rendah lemak sangat dianjurkan bagi penderita hipertensi untuk dapat mengendalikan
tekanan darahnya dan secara tidak langsung menurunkan resiko terjadinya komplikasi
hipertensi. Selain itu juga perlu mengkonsumsi buah-buahan segar sepeti pisang, sari
jeruk dan sebagainya yang tinggi kalium dan menghindari konsumsi makanan awetan
dalam kaleng karena meningkatkan kadar natrium dalam makanan (Vitahealth, 2005).
Modifikasi gaya hidup yang dapat menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler.
Mengurangi asupan lemak jenuh dan mengantinya dangan lemak polyunsaturated atau
monounsaturated dapat menurunkan resiko tersebut. Meningkatkan konsumsi ikan,
terutama ikan yang masih segar yang belum diawetkan dan tidak diberi kandungan garam
yang berlebih (Syamsudin, 2011).

b. Perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat Gaya hidup itulah yang
meningkatkan resiko terjadinya komplikasi hipertensi karena jika pasien memiliki
tekanan darah tinggi tetapi tidak mengontrol dan merubah gaya hidup menjadi lebih baik
maka akan banyak komplikasi yang akan terjadi (Vitahealth, 2005). 20 STIKes
Muhammadiyah Pringsewu Lampung Penurunan berat badan merupakan modifikasi gaya
hidup yang baik bagi penderita penyakit hipertensi. Menurunkan berat badan hingga berat
badan ideal dengan munggurangi asupan lemak berlebih atau kalori total. Kurangi
konsumsi garam dalam konsumsi harian juga dapat mengontrol tekanan darah dalam
batas normal. Perbanyak buah dan sayuran yang masih segar dalam konsumsi harian
(Syamsudin, 2011).

c. Manajemen stress Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, rasa marah,
murung, dendam, rasa takut, rasa bersalah) merupakan faktor terjadinya komplikasi
hipertensi. Peran keluarga terhadap penderita hipertensi diharapkan mampu
mengendalikan stres, menyediakan waktu untuk relaksasi, dan istrirahat (Lumbantobing,
2003). Olahraga teratur dapat mengurangi stres dimana dengan olahraga teratur membuat
badan lebih rileks dan sering melakukan relaksasi (Muawanah, 2012). Ada 8 tehnik yang
dapat digunakan dalam penanganan stres untuk mencegah terjadinya kekambuhan yang
bisa terjadi pada pasien hipertensi yaitu dengan cara : scan tubuh, meditasi pernafasan,
meditasi kesadaran, hipnotis atau visualisasi kreatif, senam yoga, relaksasi otot progresif,
olahraga dan terapi musik (Sutaryo, 2011).

d. Mengontrol Kesehatan Penting bagi penderita hipertensi untuk selalu


memonitor tekanan darah. Kebanyakan penderita hipertensi tidak sadar dan mereka baru
menyadari saat pemeriksaan tekanan darah. Penderita hipertensi dianjurkan untuk 21
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung rutin memeriksakan diri sebelum timbul
komplikasi lebih lanjut. Obat antihipertensi juga diperlukan untuk menunjang
keberhasilan pengendalian tekanan darah (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, dan
Setiati, 2010). Keteraturan berobat sangat penting untuk menjaga tekanan darah pasien
dalam batas normal dan untuk menghindari komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit
hipertensi yang tidak terkontrol (Annisa, Wahiduddin, dan Jumriani, 2013).

e. Olahraga Teratur Olahraga secara teratur dapat menyerap atau menghilangkan


endapan kolestrol pada pembuluh darah nadi. Olahraga yang dimaksut adalah latihan
menggerakan semua nadi dan otot tubuh seperti gerak jalan, berenang, naik sepeda,
aerobik. Oleh karena itu olahraga secara teratur dapat menghindari terjadinya komplikasi
hipertensi (Corwin, 2009). Latihan fisik regular dirancang untuk meningkatkan
kebugaran dan kesehatan pasien dimana latihan ini dirancang sedinamis mungkin bukan
bersifat isometris (latihan berat) latihan yang dimaksud yaitu latihan ringan seperti
berjalan dengan cepat, senam lansia (Syamsudin, 2011).

M. Komplikasi

Hipertensi yang tidak teratasi, dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya


menurut Price dan Wilson (2006), Corwin (2009), Setiati, Alwi, Sudoyo, Simadibrata,
dan Syam (2014), Irianto (2014) seperti : 22 STIKes Muhammadiyah Pringsewu
Lampung a. Payah Jantung Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi
jantung tidak mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini terjadi
karena kerusakan otot jantung atau sistem listrik jantung. b. Stroke Hipertensi adalah
faktor penyebab utama terjadi stroke, karena tekanan darah yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada
pembuluh darah otak, maka terjadi pendarahan otak yang dapat berakibat kematian.
Stroke juga dapat terjadi akibat sumbatan dari gumpalan darah yang macet dipembuluh
yang sudah menyempit. Stroke umumnya disebabkan oleh suatu hemorrhage (kebocoran
darah atau leaking blood) atau suatu gumpalan darah dari pembuluh darah yang
mensuplai darah ke otak (Wulandari A & Susilo Y, 2011). c. Kerusakan Ginjal Hipertensi
adalah salah satu penyebab penyakit ginjal kronis dimana hipertensi membuat ginjal
bekerja lebih keras yang mengakibatkan selsel pada ginjal lebih cepat rusak (Wulandari
A & Susilo Y, 2011). Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang
menuju ginjal, yang berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan adanya
gangguan tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali
kedarah.

Anda mungkin juga menyukai