Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DENGAN KASUS
KOLESISTITIS
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK VII
1. NURNANINGSIH
2. YUNIANINGSIH RORO INGGRIANI
3. SRI IRAYANTI
4. RAHMI
5. VIVI YULIYANTI
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS
KOLESISTITIS
(Radang Kandung Empedu)
A. DEFINISI
Klasifikasi :
a. Kolesistitis Kalkulus
Adalah batu kandung empedu menyumbat saluran keluar empedu akan
menimbulkan suatu reaksi kimia, terjadi otolisis serta edema dan pembuluh darah
dalam kandung empedu akan terkompresi sehingga suplai vaskulernya terrganggu.
Sebagai konsekwensinya dapat terjadi gangren pada kandung empedu disertai
perforasi.
b. Kolesistitis Akalkulus
Merupakan inflamasi kandung empedu akut tanpa adanya obstruksi oleh batu
empedu. Kolesistitis Akalkulus timbul sesudah tindakan bedah mayor, trauma
berat atau luka bakar. Faktor lain yang berkaitan dengan tipe ini mencakup :
obstruksi duktus sistikus akibat torsi, infeksi primer bakterial pada kandung
empedu, dan transfusi darah yang dilakukan berkali-kali. Kolesistitis akalkukus
terjadi akibat perubahan cairan dan elektrolit serta aliran darah regional dalam
sirkulasi viceral. (Bruner & Suddarth, 1996).
B. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko utama untuk kolesistitis, memiliki peningkatan prevalensi di kalangan
orang-orang keturunan Skandinavia, Pima India, dan populasi Hispanik, cholelithiasis
sedangkan kurang umum di antara orang dari sub-Sahara Afrika dan Asia. Beberapa
faktor resiko yang lain sebagai berikut:
1. adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya
2. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
3. Usia lebih dari 40 tahun .
4. Kegemukan (obesitas).
5. Faktor keturunan
2
6. Aktivitas fisik
7. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
8. Hiperlipidemia
9. Diet tinggi lemak dan rendah serat
10. Pengosongan lambung yang memanjang
11. Nutrisi intravena jangka lama
12. Dismotilitas kandung empedu
13. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
14. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan
kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)
C. ETIOLOGI
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejalanya bersifat akut dan kronis, Gangguan epigastrium : rasa penuh, distensi
abdomen, nyeri samar pada perut kanan atas, terutama setelah klien konsumsi makanan
berlemak / yang digoreng.
3
9. Terjadi defisiensi vitamin ADEK. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu
pembekuan darah yang normal. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut
akan mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata.
E. PATOFISIOLOGI
F. KOMPLIKASI
Empiema, terjadi akibat proliferasi bakteri pada kandung empedu yang tersumbat.
Pasien dengan empiema mungkin menunjukkan reaksi toksin dan ditandai dengan
lebih tingginya demam dan leukositosis. Adanya empiema kadang harus mengubah
metode pembedahan dari secara laparoskopik menjadi kolesistektomi terbuka.
Ileus batu kandung empedu, jarang terjadi, namun dapat terjadi pada batu
berukuran besar yang keluar dari kandung empedu dan menyumbat di ileum
terminal atau di duodenum dan atau di pilorus.
Kolesistitis emfisematous, terjadi ± pada 1% kasus dan ditandai dengan adanya
udara di dinding kandung empedu akibat invasi organisme penghasil gas seperti
Escherichia coli, Clostridia perfringens, dan Klebsiella sp. Komplikasi ini lebih
sering terjadi pada pasien dengan diabetes, lebih sering pada laki-laki, dan pada
kolesistitis akalkulus (28%). Karena tingginya insidensi terbentuknya gangren dan
perforasi, diperlukan kolesitektomi darurat. Perforasi dapat terjadi pada lebih dari
15% pasien.
Komplikasi lain diantaranya sepsis dan pankreatitis.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
4
b. Untuk makanan yang perlu dihindari sayur mengandung gas, telur, krim,
daging babi, gorengan, keju, bumbu masak berlemak, alkohol.
c. Farmakoterapi asam ursedeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksiolat (chenodiol,
chenofalk) digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang
berukuran kecil dan terutama tersusun dari kolesterol. Jarang ada efek
sampingnya dan dapat diberikan dengan dosis kecil untuk mendapatkan efek
yang sama. Mekanisme kerjanya menghambat sintesis kolesterol dalam hati
dan sekresinya sehingga terjadi disaturasi getah empedu. Batu yang sudah ada
dikurangi besarnya, yang kecil akan larut dan batu yang baru dicegah
pembentukannya. Diperlukan waktu terapi 6 – 12 bulan untuk melarutkan batu.
d. Pelarutan batu empedu tanpa pembedahan : dengan cara menginfuskan suatu
bahan pelarut (manooktanoin / metil tersier butil eter ) kedalam kandung
empedu. Melalui selang / kateter yang dipasang perkuatan langsung kedalam
kandung empedu, melalui drain yang dimasukkan melalui T-Tube untuk
melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan, melalui
endoskopi ERCP, atau kateter bilier transnasal.
e. Ektracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL). Metode ini menggunakan
gelombang kejut berulang yang diarahkan pada batu empedu dalam kandung
empedu atau duktus koledokus untuk memecah batu menjadi sejumlah
fragmen. Gelombang kejut tersebut dihasilkan oleh media cairan oleh percikan
listrik yaitu piezoelektrik atau muatan elektromagnetik. Energi disalurkan
kedalam tubuh lewat rendaman air atau kantong berisi cairan. Setelah batu
pecah secara bertahap, pecahannya akan bergerak perlahan secara
spontan dari kandung empedu atau duktus koledokus dan dikeluarkan melalui
endoskop atau dilarutkan dengan pelarut atau asam empedu peroral.
2. Pembedahan
a. Intervensi bedah dan sistem drainase.
b. Kolesistektomi : dilakukan pada sebagian besar kolesistitis kronis / akut.
Sebuah drain ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan menjulur
keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan serosanguinus, dan
getah empedu kedalam kassa absorben.
c. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar
4 cm, bisa dipasang drain juga, beaya lebih ringan, waktu singkat.
d. Kolesistektomi laparaskopi
e. Kolesistektomi endoskopi: dilakukan lewat luka insisi kecil atau luka tusukan
melalui dinding abdomen pada umbilikus.
5
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
A. 1 Pengkajian pasien Pre operasi meliputi :
1. Identitas klien/pasien
2. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan.
Tanda : Gelisah.
3. Sirkulasi
Tanda : Takikardia, berkeringat.
4. Eliminasi
Gejala : Perubahan warna urin dan feses.
Tanda : Distensi abdomen, Teraba massa pada kuadran kanan atas, Urine
gelao, pekat, Feses warna tanah liat, steatorea.
5. Makanan/ cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah, Tidak toleran terhadap lemak dan makanan
“pembuat gas”; regurgitas berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat
makan, flatus, dyspepsia.
Tanda : Kegemukan, adanya penurunan berat badan.
6. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu
kanan.
Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan.
Nyeri mulai tiba – tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit.
Tanda : Nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan ;
tanda Murphy positif.
7. Pernapasan
Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan.
Pernapasan tertekan ditandai oleh napas pendek, dangkal.
8. Keamanan
Tanda : Demam,menggigil.
Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gatal (puritus).
Kecendrungan perdarahan (kekurangan Vitamin K).
9. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Kecenderungan keluarga untuk terjadi bata empedu.
Adanya kehamilan/melahirkan ; riwayat DM, penyakit inflamasi
usus, diskrasias darah.
Pertimbangan : DRG menunjukkan rata – rata lama dirawat 3 – 4 hari.
Rencana pemulangan : Memerlukan dukungandalam perubahan diet/ penurunan
berat badan.
6
A. 2 Pengkajian pasien Post operasi meliputi :
1. Sirkulasi
Gejala : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit
vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
2. Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple,
misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi
simpatis.
3. Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk
hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane
mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
4. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
5. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi
immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ;
Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia
malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-
obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi
transfuse.Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
6. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik
glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic,
antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau
obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang
mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan
diri pasca operasi).
B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Laboratorium
Darah lengkap : lekositosis sedang ( akut), Bilirubin dan amilase serum meningkat,
enzim hati serum AST (SGOT), ALT (SGPT), LDH agak meningkat, alkali fosfat
dan 5-nukleuttidase : ditandai peningkatan obstruksi bilier.
Kadar protrombin menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan
absorbsi vitamin K.
2) USG
Menyatakan kalkuli, dan distensi kandung empedu dan atau duktus empedu.
7
4) Kolangiografi Transhepatik Perkutaneus
Pembedaan gambaran dengan fluroskopi antara penyakit kandung empedu dan
kanker pangkreas (bila ikterik ada)
6) CT scan
Dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu dan
membedakan antara ikterik obstruksi/non obstruksi
9) Foto Dada :
Menunjukkan pernafasan yang menyebabkan nyeri
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Diagnosa Pre Operasi :
1. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi/spasme duktus, proses inflamasi, iskemia
jaringan/nekrosis.
2. Resiko tinggi Kekurangan volume cairan berhubungan dengan, muntah, distensi
dan hipermotilitas gaster.
3. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
obstruksi aliran empedu, mual, muntah
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan
dengan informasi yang tidak adekuat.
8
3. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap berhubungan dengan pembatasan
pemasukkan cairan tubuh secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak
normal, pengeluaran integritas pembuluh darah.
4. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integrittas
otot, trauma muskuloskletal, munculnya saluran dan selang.
1. Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala1-10) dan karakteristik nyeri (menetap,
hilang timbul, kolik).
Rasional : Membedakan penyebab nyeri dan memberikan informassi tentang
kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan keefektifan intervensi.
2. Catat respon terhadap obat dan laporkan pada dokter bila nyeri hilang.
Rasional : Nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat menun jukkan
terjadinya komplikasi/ kebutuhan terhadap intervensi lebih lanjut
9
Rasional : Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian dan dapat
meningkatkan koping.
5. Kolaborasi :
a. Pertahankan status puasa, pasang NGT dan penghisapan NG sesuai dengan
indikasi.
Rasional : Membuang sekret gaster yang merangsang pengeluaran
kolesistokinin dan erangsang kontraksi kandung empedu.
b. Berikan obat sesuai indikasi : anti biotik, anti kolinergik, sedatif seperti
phenobarbital, narkotik seperti meperidin hidoklorida.
Rasional : Anti biotik mengobati proses infeksi. Antikolinergik
menghilangkanspasme/kontraksi otot halus dan membantu menghilangkan
nyeri. Sedatif meningkatkan istirahat dan relaksasi otot. Narkotikmenurunkan
nyeri hebat.
1. Observasi intake dan output, kaji menbran mukosa, observasi tanda-tanda vital
Rasional : Memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi dan
kebutuhan penggantian.
10
4. Lakukan Oral hygiene
Rasional : Menurunkan kekeringan membran mukosa dan menurunkan resiko
perdarahan.
5. Kaji perdarahan yang tidak biasanya seperti perdarahan terus menerus pada lokasi
injeksi, epitaksis, perdarahan gusi, ptekie, hematemesis, melena
Rasional : Protombim darah menurun dan waktu koagulasi memanjang bila aliran
empedu terhambat, meningkatkan resiko perdarahan.
6. Kolaborasi :
a. Pasang NGT, hubungkan ke penghisapan dan pertahankan patensi sesuai
indikasi Antiemetik.
Rasional : Menurunkan sekresi dan motilitas gaster dan Menurunkan sekresi dan
motilitas gaster
b. Kaji ulang pemeriksaan lab seperti Ht/Hb, elektrolit, FH
Rasional : Membantu dalam evaluasi volume sirkulasi, mengidentifikassi defisit
dan mempengaruhi pilihan intervensi atau penggantian/koreksi
c. Berikan cairan IV, elektrolit, dan vitamin K
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi dan memperbaiki
ketidakseimbangan.
11
3. Kaji distensi abdomen, berhati-hati, menolak gerak.
Rasional : Menunjukkan ketidak nyamanan berhubungan dengan gangguan
pencernaan, nyeri.
12
4. Diagnosa : Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan
berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat.
13
B. INTERVENSI DIAGNOSA POST OPERASI :
Tujuan : menetapkan pola napas yang normal/efektif dan bebas dari sianosis
atau tanda-tanda hipoksia lainnya
Kriteria hasil : tidak ada perubahan pada frekuensi dan kedalaman pernapasan.
14
2. Diagnosa : Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan kimia
misalnya penggunaan obat-obat farmasi, hipoksia ; lingkungan terapeutik
yang terbatas misalnya stimulus sensori yang berlebihan ; stress fisiologis.
1. Orientasikan kembali pasien secara terus menerus setelah keluar dari pengaruh
anastesi ; nyatakan bahwa operasi telah selesai dilakukan.
Rasional : karena pasien telah meningkat kesadarannya, maka dukungan dan
jaminan akan membantu menghilangkan ansietas.
2. Bicara pada pasien dengan suara yang jelaas dan normal tanpa membentak, sadar
penuh akan apa yang diucapkan.
Rasional : tidak dapat ditentukan kapan pasien akan sadar penuh, namun sensori
pendengaran merupakan kemampuan yang pertama kali akan pulih.
4. Gunakan bantalan pada tepi tempat tidur, lakukan pengikatan jika diperlukan.
Rasional : berikan keamanan bagi pasien selama tahap darurat, mencegah
terjadinya
cedera pada kepala dan ekstremitas bila pasien melakukan perlawanan selama
masa disorientasi.
5. Periksa aliran infus, selang endotrakeal, kateter, bila dipasang dan pastikan
kepatenannya.
Rasional : pada pasien yang mengalami disorientasi, mungkin akan terjadi
bendungan pada aliran infus dan sistem pengeluaran lainnya, terlepas, atau
tertekuk.
15
3. Diagnosa : Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap berhubungan
dengan pembatasan pemasukkan cairan tubuh secara oral, hilangnya cairan
tubuh secara tidak normal, pengeluaran integritas pembuluh darah.
1. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan intra operasi.
Rasional : dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi
pengeluaran cairan/kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan yang mempengaruhi
intervensi.
2. Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan.
Rasional : mungkin akan terjadi penurunan ataupun penghilangan setelaha prosedur
pada sistem genitourinarius dan atau struktur yang berdekatan mengindikasikan
malfungsi ataupun obstruksi sistem urinarius.
4. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan
dan jenis pembedahan.
Rasional : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aaspirasi dari
muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah
dan menurunkan tekanan pada diafragma.
5. Periksa pembalut, alat drain pada interval reguler. Kaji luka untuk terjadinya
pembengkakan.
Rasional : perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada
hipovolemia/hemoragi.
16
7. Kolaborasi, berikan cairan parenteral, produksi darah dan atau plasma ekspander
sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperluakan.
Rasional : gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu
penggangtian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi,
misalnya ketidak seimbangan.
Tujuan : pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.
Kriteria hasil : pasien tampak rileks, dapat beristirahat/tidur dan melakukan
pergerakkan yang berarti sesuai toleransi.
17
DAFTAR PUSTAKA
Wilkinson, Judith M., & Nancy r R. Ahern. (2013). BUKU SAKU DIAGNOSA
KEPERAWATAN DIAGNOSA NANDA, INTERVENSI NIC, KRITERIA HASIL NOC,
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
http://bodong20.blogspot.com/2013/04/kolesistitis.html
http://prezi.com/slrw_xlxag65/askep-kolesistitis/
http://taufanarif1990.blogspot.com/2013/02/askep-kolesistitis.html
http://efristikesekaharap.blogspot.com/2012/09/asuhan-keperawatan-pada-pasien-
dengan.html
http://nieszvirgo.blogspot.com/2012/12/asuhan-keperawatan-pada-kolesistitis.html
http://asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/2008/12/kolesistitis.html
http://herodessolutiontheogeu.blogspot.com/2010/11/askep-kolesistitis.html
http://www.kerjanya.net/faq/4541-kolesistitis.html
http://cholesistitis.blogspot.com/
18