Anda di halaman 1dari 25

Keperawatan medikal bedah II

“Askep Trauma Kepala”

Oleh :

Kelas 3.5

Kelompok 7

Ni Kadek Dwi Purnami ( P07120018 167 )

Ni Komang Ayu Cahyaningsih ( P07120018 178 )

Ni Putu Dela Asiyanti ( P07120017 121 )

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

Puji syukur mari kita panjatkan atas kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Karena rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Askep
Trauma kepala”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal
Bedah II .
Kami menyadari betul bahwa baik isi maupun penyajian makalah ini masih
jauh dari sempurna, untuk itu kami meminta kritik dan saran sebagai penyempurnaan
makalah ini, sehingga dikemudian hari makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
mahasiswa.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi dalam penyusunan pembuatan makalah ini.

Om Shanti, Shanti, Shanti Om

Denpasar, 11 Agustus 2020

Penyusun

ii
Daftar isi

Contents
KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii
Daftar isi.................................................................................................................................iii
BAB II.....................................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................4
2.1.1 Definisi........................................................................................................................4
2.1.2 Etiologi........................................................................................................................4
2.1.3 Klasifikasi...................................................................................................................5
2.1.4 Tanda dan gejala.........................................................................................................8
2.1.5 Manifestasi Klinis.......................................................................................................9
2.1.6 Patofisiologi...............................................................................................................9
2.1.7. Pathway....................................................................................................................10
2.1.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG............................................................................12
2.1.10. Komplikasi.............................................................................................................13
2.2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADATRAUMA KEPALA.........15
2.2.1 Pengkajian..........................................................................................................15
2.2.2. Diagnosa Keperawatan.........................................................................................15
2.2.3 Intervensi Keperawatan.........................................................................................16
BAB III..................................................................................................................................24
PENUTUP.............................................................................................................................24
3.1 Simpulan......................................................................................................................24
3.2 Saran............................................................................................................................24
Referensi................................................................................................................................25

iii
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1.1 Definisi
Cedera kepala adalah suatu gangguan  traumatik  dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008).
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara
langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di
kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan
jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Ayu,
2010).
Cedera kepala adalah cedera yang terjadi secara langsung atau tidak
langsung yang mengenai kepala sehingga menyebabkan terjadinya luka di
kulit kepala , fraktur tulang tengkorak dan otak yang disertai atau tanpa
perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa di ikuti terputusnya
kontinuitas otak serta mengakibatkan gangguan neurologis.

2.1.2 Etiologi
1. Trauma tajam
Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah yang menyebabkan
robeknya otak. Misalnya tertembak peluru atau benda tajam.
2. Trauma tumpul
Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat
sifatnya.
3. Cedera akselerasi

4
Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan
maupun yang bukan pukulan.
a. Kontak benturan. Biasanya terjadi karena suatu benturan atau tertabrak
suatu objek.
b. Kecelakaan lalu lintas
c. Jatuh
d. Kecelakaan kerja
e. Serangan yang disebabkan karena olahraga
f. Perkelahian :

2.1.3 Klasifikasi
Trauma kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale
( GCS ) nya, yaitu :
1. Ringan
a. GCS = 13 – 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari
30 menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
a. GCS = 9 – 12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
a. GCS = 3 – 8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

[ CITATION Nua15 \l 1033 ].

Menurut, [ CITATION Bru01 \l 1033 ] cedera kepala ada 2 macam yaitu:

5
1. Cedera kepala terbuka
Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak
atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh
massa dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga dapat terjadi jika
tulang tengkorak menusuk dan masuk kedalam jaringan otak dan melukai
durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat benda tajam/tembakan,
cedera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen memiliki abses
langsung ke otak.
2. Cedera kepala tertutup
Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan
yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat,
kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan akan tumpah. Cedera
kepala tertutup meliputi: kombusio gagar otak.
Menurut [ CITATION Nua15 \l 1033 ] ada beberapa kondisi cedera kepala
yang dapat terjadi yaitu :
1. Komosio serebri
Tidak ada jaringan otak yang rusak, tetapi haya kehilangan fungsi otak
(pingsan < 10 menit) atau amnesia pasca cedera kepala.
2. Kontusio serebri
Adanya kerusakan jaringan otak dan fungsi otak (pingsan > 10 menit)
atau terdapat lesi neurologic yang jelas. Kontusio serebri sering terjadi
dan sebagian besar terjadi dilobus frontal dan lobus temporal,
walaupun dapat juga terjadi pada sebagian dari otak. Kontusio serebri
dalam waktu beberapa jam atau hari , dapat berubah menjadi
perdarahan intraserebral yag membutuhkan tindakan operasi.
3. Laserasi serebri
Kerusakan otak yang luas disertai robekan durameter serta fraktur
terbuka pada cranium.
4. Epidural Hematom (EDH)

6
Hematom antara durameter dan tulang, biasanya sumber
perdarahannya adalah robeknya arteri meningea media. Ditandai
dengan penurunana kesadaran dengan ketidaksamman neutrologis sisi
kri dan kanan (Hemiparese/plegi, pupil anishokor, reflex patologis satu
sisi). Gambaran CT Scan area hiperdens dengan bentuk biokonvek
atau lentikuler
diantara 2 sutura. Jika perdarahan > 20 cc atau < 1 cm midline shift> 5
mm dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan.
5. Subdural Hematom (SDH)
Hematom dibawah lapisan durameter denga sumber perdarahan dapat
berasal dari Bridging Vein ,a/v cortical, sinus venous. Subdural
hematom adalah terkumpulnya darah antara durameter dan jaringan
otak, dapat terjadi akut atau kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh
darah vena, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut dapat terjadi
dalam 48 jam-2 hari, 2 minggu atau beberapa bulan. Gejala-gejalanya
adalah nyeri kepala, bingung, mengatuk, berfikir lambat, kejang dan
udem pupil, dan secara klinis ditandai dengan penuruna kesadaran,
disertai adanya laserasi yang paling sering berupa hemiparese/plegi.
Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan gambar hiperdens yang berupa
bulan sabit (Cresent). Indikasi operasi jika perdaraha tebalnya >1 cm
dan terjadi pergeseran garis tengah > 5 mm.
6. Subarachnoid Hematom (SAH)
Merupakan perdarahan fokal di dareah subarachnoid gejala klinisnya
menyerupai kontusio serebri. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan
lesi hiperdens yang mengikuti area gyrus-gyrus serebri didaerah yang
berdekatan dengan hematom. Haya diberikan terapi konservatif, tidak
memerlukan terapi operatif.
7. Intracerebral Hematom (ICH)
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadai pada jaringan
otak biasaya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan

7
ota. Pada pemeriksaan CT Scan didapatka lesi perdarahan diantara
neuron otak yang relative normal. Indikasi dilakukan operasi adanya
daerah hiperdens, diameter > 3cm, perifer, adanya pergeseran garis
tengah.
8. Fraktur basii crania
Fraktur dari dasar tengkorak, biasanya melibatkan tulang temporal,
oksipital, sphenoid, ethmoid. Terbagi menjadi basis cranii anterior dan
posterior. Pada fraktur anterior melibatakan tulang ethmoid dan
sphenoid, sedangkan pada fraktur posterior melibatka tulang temporal,
oksipital, dan beberapa bagian tulang sphenoid, tanda terdapat fraktur
basis crania antara lain :
a. Ekimosisi periorbital (Rocoon’s eyes)
b. Ekimosis mastoid (Battle’Sign)
c. Keluar darah beserta cairan cerebrospinal dari hidung atau telinga
(Rinore atau Otore)
d. Kelumpuhan nervus cranial.

2.1.4 Tanda dan gejala


1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebungungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan
10.Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari
hidung(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

8
2.1.5 Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi
cedera otak.
1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005).
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah
cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah
laku.
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau
lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang, Diane C (2002)
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan
atau bahkan koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit
neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran,
disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan
pergerakan.
3. Cedera kepala berat, Diane C (2002)
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera
terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area
tersebut.

2.1.6 Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi, energi ysng di hasilkan di dalam sel-sel syaraf hamper
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen ,

9
jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20mg% karena akan
menimbulkan koma, kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan
tubuh, sehingga bila kadar oksigen plasma turun sampai 70% akan terjadi
gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia,
tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolisme
anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.

2.1.7. Pathway

Etiologi
(Kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian)

Cedera kepala

Robekan Pasien mengeluh mual,


2 merasa ingin muntah dan
tidak nafsu makan

Terputusnya kontinuitas
3
jaringan
Nausea
4

Jaringan sekitar Pasien tampak gelisah, pasien bertanya-


5 tanya tentang keadaannya

Nyeri akut
Ansietas
10
2.1.8 PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Menilai tingkat kesadaran
b. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang atau berat dilakukan
prosedur berikut:
1. Pasang jalur intravena dari larutan salin normal (NaCl 0,9%) atau
larutan Ringer laktan. Cairan isotonis lebih efektif mengganti volume
intravaskuler dari pada cairan hipotonis dan larutan ini tidak
menambah edema serebri.
2. Lakukan pemeriksaan Ht, trmbosit, masa tromboplastin parsial,
skrining toksikologi dan kadar alkohol
c. Pada semua pasien cedera kepala dan atau leher, lakukan foto tulang
belakang servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh tulang
servikal C1-C7 normal
d. Lakukan Ct Scan dengan jendela tulang: foto rontgen kepala tidak
diperlukan jika Ct Scan dilakukan. Pasien dengan cedera kepala ringan,
sedang atau berat harus dievaluasi adanya:
1. Hematoma epidural
2. Darah dalam subarachnoid dan intraventrial
3. Kontusio dan perdarahan jaringan otak
4. Edema serebri
5. Obliterasi sisterna permesensefalik
6. Pergeseran garis tengah
7. Raktur kranium, fneumosenfalus
e. Pada pasien yang koma (skor GCS < 8 ) atau pasien dengan tanda-tanda
herniasi, lakukan tindakan berikut ini
1. Elevasi kepala 30
2. Hiperventilasi: intubasi dan berikan ventilasi mendatorik intermiten
dengan kecepatan 16-20 x/menit dengan volume tidal 10-12 ml/kg
atur tekana CO2 sampai 28-32 mmHg. Hipokapnea berat (PCO2< 25

11
mmHg) harus dihindari karena dapat menyebabkan vasokontriksi dan
iskemia serebri
3. Berikan manitol 20% 10/kg intravena dalam 20-30 menit. Dosis
ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian ¼ dosis semula @ 6 jam
sampai maksimal 48 jam pertama
4. Pasang kateter foley
5. Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi (hematoma)
epidural yang besar, hematoma sub dural, cedera kepala terbuka dan
fraktur impresi

2.1.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. CT SCAN (dengan atau tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler dan
perubahan jaringan otak. Untuk mengetahui adanya infark atau iskemia
jaringan dilakukan pada 24-72 jam setelah injuri.

2. MRI
Digunakan sama seperti CT Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif
3. Cerebral Angiography
Menunjukkan anomali sirkulasi serebral seperti: perubahan jaringan otak
sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.

4. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

5. X-ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan atau edema), fragmen tulang.

12
6. BAER
Mengoreksi perubahan metabolisme otak

7. PET
Mendeteksi metabolisme otak

8. Lumbal Fungsi
Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid

9. ABGS
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intra kranial

10. Kadar Elektrolit


Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intra kranial

11. Screentoxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga mengakibatkan penurunan
kesadaran

12. Pemeriksaan darah (hematokrit, pemeriksaan darah perifer lengkap, masa


protrombin atau tromboplastin partial) dan pemeriksaan kadar alkohol

2.1.10. Komplikasi
mengatakan kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan
hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi
dari cedera kepala adalah:
1. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin
berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan
dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang
berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat

13
tekanan intrakranial meningkat tekanan darah sistematik meningkat untuk
memcoba mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakin
kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi
berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk
keadan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang
membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala.
Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak
darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru
berperan pada proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi
oksigen akan karbondioksida dari darah akan menimbulkan peningkatan
TIK lebih lanjut.
2. Peningkatan TIK
Tekanan intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg,
dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah
yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral. yang
merupakan komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal
pernafasan dan gagal jantung serta kematian.
3. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut.
Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan
menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral
disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap. Selama kejang,
perawat harus memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan nafas
paten dan mencegah cedera lanjut. Salah satunya tindakan medis untuk
mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan obat yang
paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara intavena.
Hati-hati terhadap efek pada system pernafasan, pantau selama pemberian
diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.
4. Kebocoran cairan serebrospinalis

14
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur
tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek
meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh
dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah
hidung atau telinga.
5. Infeksi

2.2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADATRAUMA


KEPALA
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data-data.
1. Identitas pasien mencakup (nama, No.RM, umur, Jenis kelamin,
Pekerjaan, Agama, status, tanggal MRS, tanggal pengkajian).
2. Keluhan utama dan riwayat keluhan utama (PQRST)
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh
klien pada saat perawat mengkaji, dan pengkajian tentang riwayat
keluhan utamaseharusnya mengandung unsur PQRST
(Paliatif/Provokatif, Quality, Regio, Skala, dan Time)
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan keluarga

2.2.2. Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
inflamasi,iskemia dibuktikan dengan mengeluh nyeri, tampak meringis,
bersikap protektif, gelisah dan sulit tidur

15
2. Nausea berhubungan dengan faktor psikologis kecemasan,
ketakutan,stress dibuktikan dengan mengeluh mual, merasa ingin
muntah, tidak berminat makan

3. Ansietas berhubungan dengan kebutuhan tidak terpenuhi dibuktikan


dengan merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang
dihadapi, sulit berkonsentrasi,tampak gelisah, sulit tidur

2.2.3 Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Tujuan/ Intervensi Rasional


O Keperawatan Kriteria Hasil
yang mungkin
muncul

1. Neri akut SLKI Intervensi SIKI


Utama
berhungan Tingkat nyeri Intervensi
dengan … Manajemen Utama
ditandai dengan Setelah nyeri
… dilakukan Manajemen
selama …x….. Nyeri
jam tindakan
diharapkan Observasi Observasi
nyeri
berkurang. 1. Identifikasi 1.Membantu
lokasi, mengidentifikasi
Kriteria hasil : karakteristik, nyeri
durasi, frekuensi,
-Keluhan nyeri kualitas,
menurun intensitas nyeri
2.Untuk
-Meringis 2. Identifikasi mengetahui
menurun skala nyeri tingkat nyeri

-Gelisah
menurun
3.Identifikasi 3.Membantu
-Kesulitan factor yang mengetahui
tidur menurun memperberat dan factor
memperingan memperberat

16
nyeri atau
memperingan
Terapeutik nyeri

4.Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk Terapeutik
mengurangi rasa
nyeri 4.Membantu
mengurangi rasa
Edukasi nyeri pada
pasien
5.Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa Edukasi
nyeri
5.Memberikan
pasien informasi
Kolaborasi untuk mengatasi
6.Kolaborasi nyeri secara
pemberian mandiri
analgetik

Kolaborasi

Intervensi 6.Untuk
Utama membantu
mengurangi rasa
Pemberian nyeri dengan
Analgesik farmakologis

Observasi
1.Identifikasi
karakteristik
nyeri

Observasi
1.Mengetahui
2.Identifikasi factor penyebab
riwayat alergi

17
obat nyeri

3.Monitor tanda-
tanda vital
sebelum dan 2. Menghindari
sesudah kesalahan yang
pemberian tidak diinginkan
analgesik terjadi

3.Mengetahui
Terapeutik respon sebelum
4. dan sesudah
Dokumentasikan pemberian
respon terhadap analgesik
efek analgesic
dan efek yang
tidak diinginkan

Edukasi Terapiutik

5.Jelaskan efek 4.Memvalidasi


terapi dan efek data dalam
samping obat pemberian
analgesik
Kolaborasi
6. Kolaborasi
pemberian dosis
dan jenis Edukasi
analgesik, sesuai
indikasi 5.Memberikan
infomasi agar
analgesik tepat
guna

Kolaborasi
6.Memberikan
terapi
farmakologi

18
2. Nausea SLKI Intervensi Intervensi
Utama Utama
berhungan Tingkat
dengan … Nausea Manajemen Manajemen
ditandai dengan Mual Mual
… Setelah
dilakukan Observasi Observasi
selama …x…..
jam tindakan 1. Identifikasi 1. Untuk
diharapkan pengalam mengetahui
nausea mual apa pasien
berkurang. 2. Identifikasi benar
dampak mual mengalami
Kriteria hasil : terhadap mual
kualitas hidup 2. Untuk
- Nafsu (mis. Nafsu mengetahui
makan makan, apa da efek
meningkat aktivitas, samping
- Keluhan kinerja, akibat mual
mual tanggung mis. Tidak
menurun jawab peran, mau makan
- Perasaan dan tidur) 3. Untuk
ingin 3. Monitor mual mengetahui
muntah (mis. spesifik
menurun Frekuensi, karakteristik
- Perasaan durasi, dan dari mual
asam di tingkat pasien
mulut keparahan) 4. Untuk
menurun 4. Monitor menghindari
- Sensasi asupan nutrisi terjadinya
panas dan kalori deficit nutria
menurun pada pasien
- Sensasi
dingin
menurun Terapeutik
- Frekuensi
menelan 1. Kendalikan
menurun faktor
- Diaforesis lingkungan
menurun penyebab Terapeutik
- Jumlah mual (mis.
saliva Bau tdk 1. Untuk
menurun sedap, suara, mencegah
- Pucat dan rasa mual

19
membaik
- Takikardia rangsangan yang
membaik visual yg diakibatkan
-Dilatasi pupil tidak lingkungan
membaik menyenangka pasien
n) 2. Untuk
2. Kurangi atau membuat
hilangkan pasien tidak
keadaan mual dengan
penyebab melakukan
mual (mis. mis.
Kecemasan, Rileksasi
ketakutan, 3. Agar nutrisi
kelelahan) pasien tetap
3. Berikan terpenuhi
makanan
dalam jumlah
kecil dan
menarik

Edukasi

1. Anjurkan
istirahat dan
tidur yang
cukup
2. Anjurkan Edukasi
sering
membersihka 1. Agar pasien
n mulut, tetap bisa
kecuali jika beristirahat
merangsang cukup
mual
3. Anjurkan 2. Untuk
makanan mencegah
tinggi mual yang
karbohidrat diakibatkan
dan rendah bau mulut
lemak

4. Anjurkan 3. Agar nutrisi


penggunaan pasien
teknik terpenuhi

20
nonfarmakologis
untuk mengatasi
mual (mis.
Biofeedback, 4.Sebagai
hypnosis, pengganti
relaksasi, terapi pengobatan
music, farmakologi dan
akupresur) pasien bisa
melakukan
secara mandiri

3. Ansietas SLKI Intervensi Intervensi


Utama Utama
berhungan Tingkat
dengan … Ansietas Reduksi Reduksi
ditandai dengan ansietas ansietas
… Setelah
dilakukan Observasi Observasi
selama …x…..
jam tindakan 1.Monitor tanda- 1.Mengetahui
diharapkan tanda ansietas factor penyebab
Ansietas dari ansietas
berkurang. yang di alami
pasien

Terapeutik
2.Ciptakan
suasana Terapiutik
terapeutik untuk
menumbuhkan 2.Menciptakan
kepercayaan rasa kooperatif
pada pasien
3.Pahami situasi
yang membuat
ansietas 3.Membantu
pasien lebih
tenang
4.Gunakan
pendekatan yang
tenang dan
meyakinkan
4.Menumbuhkan

21
5.Motivasi rasa percaya
mengidentifikasi pada pasien
situasi yang
memicu
kecemasan
5.Memberikan
pasien
pengertian untuk
Edukasi mengurangi rasa
cemas
6.Anjurkan
keluarga untuk
tetap bersama
pasien
Edukasi
7.Latih kegiatan
pengalihan untuk 6.Memonitor
mengurangi keadaan pasien
ketegangan untuk tetap
tenang
7.Membantu
pasien untuk
mengalihkan
ansietas agar
dapat
mengurangi
ketegangan

22
BAB III

PENUTUP
3.1 Simpulan
Cedera kepala adalah suatu gangguan  traumatik  dari fungsi
otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi
otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008).
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara
langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di
kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan
jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Ayu,
2010).
Cedera kepala adalah cedera yang terjadi secara langsung atau tidak
langsung yang mengenai kepala sehingga menyebabkan terjadinya luka di
kulit kepala , fraktur tulang tengkorak dan otak yang disertai atau tanpa
perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa di ikuti terputusnya
kontinuitas otak serta mengakibatkan gangguan neurologis.

3.2 Saran
Dengan membaca dan mempelajari isi makalah ini, diharapkan pengetahuan
pembaca tentang penyakit trauma kepala dapat tersampaikan. Penulis menyadari
bahwa penulisan makalah ini belum sempurna dan masih banyak terdapat
kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan demi perbaikan penulisan makalah selanjutnya

23
Referensi
Dochterman, Joanne McCloskey. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC).
St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier
Moorhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louis, Missouri:
Mosby Elsevier
Tim Pokja PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta :
DPP PNI

Tim Pokja PPNI. 2017. Standar Diagnosa Intervensi Keperawatan Indonesia.


Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI

24
25

Anda mungkin juga menyukai