Anda di halaman 1dari 20

i

MAKALAH PRAKTIKUM
MANAJEMEN ANEKA TERNAK UNGGAS
TERNAK ENTOK

Oleh
Kelompok 5E
1. Punghi Allparesi D1A015027
2. Kurniawan Yudi W. D1A016227
3. Restu Pamuji D1A017052
4. Fathir Anugerah D1A017092
5. Fauzi Anwar D1A017097
6. Benny Satria Febrianto D1A017137
7. Nadia Galuh Pramesti D1A017157
8. Khoirul Muhtamam D1A017172
9. Agung Gumelar D1A017225

Asisten : Muhamad Irfai

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK UNGGAS


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2019
ii

MANAJEMEN ANEKA TERNAK UNGGAS


TERNAK ENTOK

MAKALAH PRAKTIKUM

Oleh
KELOMPOK 5E
ASISTEN : MUHAMAD IRFAI

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat Praktikum Mata Kuliah Manajemen
Aneka Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK UNGGAS


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2019
iii

MAKALAH PRAKTIKUM
MANAJEMEN ANEKA TERNAK UNGGAS
TERNAK ENTOK

Oleh
KELOMPOK 5E
ASISTEN : MUHAMAD IRFAI

Diterima dan disetujui


Pada tanggal : ............................................................

Asisten Pendamping Koordinator Kelompok

Muhamad Irfai Agung Gumelar


D1A016080 D0A017225

Koordinar Asisten

Adi Jaya Saputra


D1A016010
iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan pemilik semesta
alam dan sumber segala pengetahuan atas bimbingan dan petunjuk-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mengenai Manajemen Aneka
Ternak Unggas, khususnya manajemen ternak entok. Penyusunan makalah ini
dimaksudkan untuk pengetahuan serta pembelajaran mengenai manajemen
ternak entok yang baik dan benar baik dalam lingkup ternak rakyat maupun
peternakan yang memiliki skala yang lebih besar. Kami sangat menyadari
makalah ini masih jauh dari kesempuranaan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang sifatnya membangun kami sangat harapakan untuk kesempurnaan dari
kekurangan-kekurangan yang ada, sehingga makalah ini bisa bermanfaat.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
banyak membantu kami dalam penyusunan makalah ini.

Purwokerto, Oktober 2019

Tim Penyusun
v

DAFTAR ISI

Halaman
COVER .......................................................................................................vii
LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................viii
KATA PENGANTAR .....................................................................................ix
DAFTAR ISI .................................................................................................x
I. PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Tujuan.....................................................................................................1
1.3 Waktu dan Tempat.................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................3
III. MATERI DAN CARA KERJA .....................................................................4
3.1 Materi.....................................................................................................4
3.1.1 Alat......................................................................................................4
3.1.2 Bahan...................................................................................................4
3.2 Cara Kerja...............................................................................................4
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................6
4.1 Hasil........................................................................................................6
4.2 Pembahasan...........................................................................................9
V. PENUTUP ...............................................................................................14
4.1 Kesimpulan.............................................................................................14
4.2 Saran.......................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................15
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Entok adalah unggas yang termasuk jenis bebek, banyak nama yang
diberikan untuk bebek ini diantaranya: entok (jawa), serati (sumatera), entong,
bebek basur dan dalam bahasa Indonesia disebut Entok Manila. Ciri-ciri fisik
bebek entok ini diantaranya bulu badan hitam kilau kebiruan biasanya bahagian
leher berbulu putih dengan warna kulit siekitar mata berwarna merah tua, bebek
entok lebnih besar dari bebek lain seperti entok petelur, selain itu bebek entok
ini mampu terbang lebih jauh dari bebek jenis lain. Bebek entok dipelihara untuk
diambil dagingnya (bebek pedaging/ potong). Entok cocok dipelihara di seluruh
wilayah Indonesia.
Entok dipelihara dan dijinakan oleh manusia dan akhirnya bisa menjadi
salah satu ladang bisnis. Dulu nasib entok masih seperti kelinci seakan tak laku
untuk dijual, tetapi sekarang hampir setiap sudut pasar banyak transaksi entok
dan banyak juga yang sudah memeliharanya. Permintaan pasar yang meningkat
dan persediaan entok yang terbatas membuat harga entok ikut meningkat.
Pemeliharaan Ternak entok tidak sulit dari mulai pemberian pakan dan
minum yang sederhana hingga daya tahan entok yang bagus. Entok juga mudah
untuk disilangkan, biasanya entok betina disilangkan dengan bebek jantan. Entok
juga terkenal dalam penetasan alaminya, dimana telur yang dierami entok daya
tetasnya sangat tinggi. Entok kebal terhadap beberapa macam penyakit.
Walaupun entok tahan terhadap penyakit, pemeliharaannya harus dengan
sungguh-sungguh agar mendapatkan hasil yang maksimal dan memuaskan.
Selain itu, entok pun dapat mencari pekarangan, makanan rumput-rumputan,
makanan umbi-umbian memakan sayur-sayuran dan memakan daun tanaman
sehingga untuk menjaganya diperlukan pemagaran. Tujuannya agar entok tidak
berkeliaran di pekarangan tetangga. Apabila entok dibiarkan berkeliaran, tidak
mustahil akan menimbulkan masalah, seperti kotoran yang berserakan sehingga
2

tentu akan sangat mengganggu baik bagi peternak maupun bagi tetangga yang
berdekatan.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui aspek pemberian pakan di peternakan entok.
2. Mengetahui aspek perbibitan entok.
3. Memahami aspek pemeliharaan ternak entok.
4. Mengetahui penanganan penyakit yang menyerang ternak entok.
5. Mengetahui kontruksi kandang ternak entok.
6. Mengetahui cara perkawinan ternak entok.
1.3 Waktu dan Tempat
Kunjungan Praktikum Manajemen Aneka Ternak Unggas ke peternakan
entok dilaksanakan pada hari Kamis, 3 Oktober 2019 pukul 10.30 WIB bertempat
di Jln Gn Rogo Jembangan, Bancarkembar, Purwokerto Utara, Kabupaten
Banyumas.
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

Entok (Cairina moschata) merupakan unggas air yang berasal dari Amerika
Tengah dan Amerika Selatan. Entok lokal memiliki warna bulu yang beragam dari
warna putih, hitam dan hitam-putih (Simanjuntak, 2002). Kepala besar, padat
dan kasar serta mempunyai karankula. Paruh agak pendek dan lebih mirip paruh
angsa dari pada paruh itik. Leher cukup panjang dan punggung cukup lebar dan
panjangnya 65% dari lebarnya, kaki pendek. Berat badan dapat mencapai 5 – 5,5
kg pada jantan dan 2,5 – 3 kg pada betina, satu periode bertelur entok betina
dapat menghasilkan telur berkisar 15 – 18 butir (Simanjuntak, 2002).
Entok merupakan komoditas unggas yang cukup berpotensi untuk
dibudidayakan. Entok memiliki penyebaran yang cukup luas di Indonesia.
Penyebaran entok juga terjadi secara merata di Jawa Tengah dengan populasi
yang berbeda di tiap kabupaten. Perbedaan populasi entok di tiap kabupaten
dapat dipengaruhi oleh ketersediaan lahan, pakan, dan kondisi lingkungan.
(Fatmarischa, 2013).
Keuntungan dari ternak entok yaitu daya tahan tubuh lebih kuat
dibandingkan unggas lain, mampu mengubah pakan berkualitas rendah menjadi
daging, pemeliharaan tidak memerlukan lahan luas, vaksinasi tidak dilakukan
secara rutin (Fatmarischa, 2013). Selain itu, entok memiliki daya mengeram yang
baik (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2010). Penetasan alamiah
menggunakan entok umumnya dilaporkan cukup baik karena hasil tetas yang
didapatkan bisa mencapai lebih dari 80%, berbeda dengan penetasan buatan
hasil tetas yang didapatkan masih di bawah 70% (Yana, 2016).
4

III. MATERI DAN CARA KERJA

3.1 Materi
3.1.1 Alat
1. Pulpen
2. Kendaraan
3. Jas Almamater
4. Kamera atau alat potret
3.1.2 Bahan
1. Kuisioner
2. Entok

3.2 Cara Kerja


Dilakukan pembagian tugas untuk pembuatan pertanyaan dalam kuisioner

Setiap pertanyaan dikumpulkan berdasarkan aspek manajemen yang


dibutuhkan, yaitu manajemen pemeliharaan, pembibitan, pakan, kesehatan,
perkandangan dan perkawinan.

Pertanyaan kemudian dikonsultasikan dengan asisten praktikum.

Setelah disetujui, kemudian lokasi kunjungan ditentukan juga dilakukan


konfirmasi waktu kunjungan

Jas almamater digunakan saat kunjungan, sebagai identitas.

Kunjungan dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang sudah disepakati.


Keberangkatan kunjungan dilaksanakan dalam kelompok.
5

Sesampainya di tempat kunjungan, kemudian mulai bertemu dengan


narasumber dan melakukan wawancara berdasarkan pertanyaan yang sudah
dibuat dalam kuisioner.

Pengambilan gambar dilakukan sebagai bentuk dokumentasi.


6

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Identitas Peternakan
1. Nama pemilik : Mad Karso
2. Alamat : Jalan Gunung Rogo Jembangan RT. 01 RW.
06 Bancarkembar
3. Modal awal usaha : Rp 470.000

4.1.2 Aspek Pemeliharaan


1. Entok dewasa, muda dan anak baik jantan atau betina disatukan
* Entok yang dipilih sehat, lincah, corak warna tubuh dominan putih
2. Telur ditetaskan secara alami, dengan perkawinan alami. Lama
pengeraman kurang lebih 1 bulan.
*Alami
3. 7 bulan, tapi dijual umur 11-12 bulan, 13 kg (tidak ditimbang
langsung, hanya perkiraan gemuknya)
4. Menggunakan sistem semi intensif/ranch
5. 3 bulan sudah mulai bertelur, tidak ada penggemukkan
6. Tidak ada molting
7. Fertilitas telur
8. Rata-rata mati 1-2 ekor setiap tahunnya
*Tidak ada recording

4.1.2 Aspek Pembibitan


1. Jenis entok yang dipelihara adalah Entok Kapur
2. Kelebihan dari entok kapur sendiri diantaranya tahan penyakit,
toleran dengan pakan kualitas rendah, pemeliharaan sederhana.
Kekurangan dari entok kapur yaitu masa panennya lama.
3. Awal beternak, bibit dibeli dari pasar Wage pada tahun pertama dan
dari pasar Purbalingga pada tahun kedua dengan umur 3 bulan
7

4. Tahun ketiga dan tahun keempat, semua bibit merupakan anakan


dari entok yang sebelumnya
5. Diberi pakan biasa (cesin, nasi aking masak kembali) dan minum
6. Tidak dilakukan vaksin
7. Menghindari penyakit kepala dingkel/kepala lemas miring setiap
tahunnya

4.1.3 Aspek Pakan


1. 2 kali sehari, pukul 11.00 dan 17.00
2. Cesin dan nasi aking yang dimasak. Diberi wortel, waluh, dan
sayuran lain sisa jualan
3. Pakan sayuran dicincang jadi ukuran sekitar 3 cm lalu dicampur
dengan nasi aking. Tempat pakan dibersihkan terlebih dahulu dengan
air, lalu taruh pakannya. Tempat minum berisi air disediakan terlebih
dahulu sebelum pakan diberikan.
4. Tidak ada bedanya
5. Sekali pemberian pakan diberi cesin 0.5 kg (Rp 3.000-3.500), jadi 1
hari menghabiskan 1 kg cesin. Nasi aking sekitar 1 kg (dari sisa
makanan) sehingga 1 hari 2 kg. Dalam 1 bulan dapat menghabiskan
sekitar Rp 120.000. 1 periode pemeliharaan entok 1 tahun, artinya 1
periode pengeluaran biaya pakan sekitar Rp 720.000
6. Pakan sayuran disimpan di plastik dan dimasukkan dalam kulkas
7. Tidak ada
8. Tidak ada
9. Pakan yang diberikan selalu habis

4.1.4 Aspek Kesehatan


1. Kaki bengkak diberi obat piroxicam 20 mg dan dexamethanosone 5
mg, dan penyakit kepala tenggleng biasanya entok akan mati.
*Pencegahan yang dilakukan yaitu menjaga kebersihan kandang dari
ternak maupun hewan luar mati di kandang, membersihkan kandang
setiap pagi dan jaga agar kandang tetap kering.
8

4.1.5 Aspek Kandang


1. 4 kandang, 1 kandang pemeliharaan anakan dan induk, 3 kandang
untuk entok dewasa
2. Luas kandang sekitar 5 x 5,5 meter
4. Tidak ada
4.1.6 Aspek Perkawinan
1. Perkawinan alam, entok betina dan jantan disatukan dalam 1
kandang
2. 4 bulan sudah dewasa dan dapat dikawinkan
4.1.7 Lain-Lain
1. Umur dijual 11-12 bulan, BB= 6-7 kg
2. Penjualan entok melalui koneksi teman
3. Entok baru yang dimasukkan dalam satu kandang biasa dipatuk-
patuk sebagai tanda mengenali ternak baru
4. Entok jantan memiliki tubuh yang panjang ramping, sedangkan
betina bertubuh kecil dan bulat
5. Telur yang ditelurkan tidak boleh dipegang dengan tangan, karena
jika dipegang, induk tidak akan mengerami lagi/ditendang.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Aspek Pemeliharaan
Pemeliharaan entok terbilang cukup mudah dilakukan, karena daya tahan
tubuh yang baik, dan toleran terhadap pakan kualitas rendah. Pemeliharaan dari
DOD hingga dewasa dilakukan pada satu kandang berbentuk ranch/umbaran,
dan perbanyakan entok dilakukan dengan perkawinan alami. Fatmarischa, dkk.
(2013) menjelaskan bahwa kemampuan adaptasi lingkungan pada entok sangat
baik, dan pakan yang diberikan selalu habis. Konsumsi pakan entok yang
dipelihara juga lebih baik pada kandang ranch karena kondisi lingkungan, yaitu
temperatur, kelembapan, kecepatan angin dan radiasi matahari.
9

Perlakuan pemeliharaan entok muda dengan dewasa pada peternakan


yang dikunjungi, tidak terdapat perbedaan. Perlakuan pakan, perawatan, dan
kandang pada DOD, muda dan dewasa sama, mulai dari pakan, perawatan dan
kandang. Menurut Tanwiriah, dkk. (2009), pemeliharaan DOD, entok muda dan
dewasa harus dibedakan, terutama pada pakannya, karena kebutuhan nutrisi
pada setiap umur ternak berbeda dan kemampuan mencerna pakan yang sesuai
dengan umur fisiologis pencernaan.
Umur panen entok yang dipelihara yaitu pada umur 10-12 bulan, dengan
bobot 6-7 kg. Penjualan entok dengan umur 10-12 bulan dilakukan karena
peternak biasa menjual pada hari raya dengan harga yang lebih mahal
dibandingkan dengan harga jual pada hari biasa. Simanjuntak (2007)
berpendapat bahwa masa panen entok harus ditentukan sesuai umur maksimal
hingga pbbh mendekati nol atau sangat sedikit. Hal tersebut untuk menghemat
biaya pakan, dan pemeliharaan.

4.2.2 Aspek Pembibitan


Jenis entok yang dipelihara di peternakan milik Pak Karso adalah entok
kapur. Entok sendiri terkenal akan kelebihannya, diantaranya seperti lebih tahan
penyakit, toleran terhadap pakan berkualitas rendah dan lebih mudah dipelihara.
Hal ini sesuai dengan pendapat Fatmarischa dkk. (2013), bahwa keuntungan dari
ternak entok yaitu daya tahan tubuh lebih kuat dibandingkan unggas lain,
mampu mengubah pakan berkualitas rendah menjadi daging, pemeliharaan tidak
memerlukan lahan luas, dan vaksinasi tidak dilakukan secara rutin.
Bibit entok yang dipelihara awalnya berasal dari Pasar Wage untuk tahun
pertama dan untuk tahun kedua dibeli dari pedagang di Pasar Purbalingga. Umur
bibit awal yang dibeli berkisar 3 bulan. DOD tahun ketiga dan tahun keempat
diperoleh melalui penetasan secara alami, dimana 31 telur berhasil ditetaskan
dari 33 telur yang dierami pada tahun keempat pemeliharaan. Tingginya
presentase daya tetas ini menunjukkan bahwa pemeliharaan entok khususnya
dalam pembibitan sangat baik. Yana (2016) menjelaskan bahwa penetasan
alamiah menggunakan entok umumnya dilaporkan cukup baik karena hasil tetas
10

yang didapatkan bisa mencapai lebih dari 80%. Kelemahan dari penetasan
alamiah ini terdapat pada kapasitas telur yang dapat dierami yaitu hanya sekitar
10-14 butir
telur tergantung besarnya tubuh induk yang mengerami.
Tidak dilakukan penanganan khusus seperti vaksin pada DOD yang baru
menetas. DOD yang baru menetas langsung diberi pakan sama seperti induknya,
yaitu cesin atau sayuran sisa ditambah nasi aking. Jaelani dan Ni’mah (2019)
berpendapat, bahwa DOD sendiri mampu untuk bertahan tidak makan dan
minum dalam jangka waktu 1-2 hari karena masih mempunyai cadangan
makanan dalam tubuhnya. Namun tetap harus memperhatikan pakan dan
minumnya karena akan berdampak baik dan buruknya pada tahap pemeliharaan
selanjutnya.

4.2.3 Aspek Pakan


Peternakan enthok ditempat yang dikunjungi kami termasuk dalam
peternakan rakyat sehingga teknik pemberian pakan masih dilakukan secara
manual oleh peternaknya langsung. Jenis pakan yang diberikan seperti limbah
sayuran, cesin dan nasi aking yang dimasak. Sayuran dipotong kecil-kecil untuk
memudahkan ternak mengambil pakan. Secara umum ternak enthok merupakan
ternak pemakan segalanya. Menurut Wakhid (2013) menyatakan bahwa ternak
enthok merupakan ternak pemakan segalanya, makanan mereka dapat berupa
ikan-ikan kecil, reptil, serangga dan tanaman-tanaman kecil.
Waktu pemberian pakan enthok dilakukan dua kali sehari yaitu pada pukul
11.00 dan 17.00 akantetapi untuk air minum harus selalu tersedia karena enthok
merupakan salah satu tenak yang takut panas. Sebelum memberikan pakan,
tempat pakan harus dibersihkan terlebih dahulu untuk menghindari dari
penyakit yang mungkin terdapat di tempat pakan tersebut. Sekali pemberian
pakan diberi cesin 0.5 kg (Rp 3.000-3.500), jadi 1 hari menghabiskan 1 kg cesin.
Nasi aking sekitar 1 kg (dari sisa makanan) sehingga 1 hari 2 kg. Dalam 1 bulan
dapat menghabiskan sekitar Rp 120.000. 1 periode pemeliharaan entok 1 tahun,
11

artinya 1 periode pengeluaran biaya pakan sekitar Rp 720.000. Pakan sayuran


dimasukkan kedalam plastik dan disimpan didalam kulkas.

4.2.4 Aspek Kesehatan


Perlakuan terhadap ternak untuk pencegahan penyakit di peternakan
tersebut belum dilakukan. Program vaksinasi belum dilakuakan karena memang
peternakan tersebut masih tradisional dan kurang pengetahuan dari peternak itu
sendiri. Menurut Fadhilah dan Agustin (2010) menyatakan bahwa vaksinasi
sangat penting dalksanakan pada ternak unggas seperti ayam, enthok, puyuh dan
lain-lainnya untuk mencegah ternak tersebut terserang penyakit seperti AI
(Avian influenza).
Pengobatan terhadap ternak biasanya dilakukan pada ternak yang
mengalami bengkak pada kakinya. Kaki bengkak diberi obat piroxicam 20 mg dan
dexamethanosone 5 mg, dan penyakit kepala tenggleng biasanya entok akan
mati. Pengetahuan mengenai jenis obat-obatan berdasarkan pengalaman dan
informasi dari orang lain.

4.2.5 Aspek Perkandangan


Kandang yang digunakan pada pemeliharaan entok di peternakan tersebut
yaitu kandang ranch yang pemeliharaan entoknya disatukan mulai dari umur dan
jenis kelamin. Kandang hanya disediakan atap di pinggir pagar pada dua sisinya,
dengan lantai langsung tanah tanpa litter. Tanwiriah (2011) berpendapat bahwa
menyatukan entok yang berbeda secara umur dan jenis kelamin dapat
menimbulkan kompetisi konsumsi pakan, sehingga entok yang lebih muda akan
lebih sedikit konsumsinya dan kualitas pakannya sisa dari entok dewasa yang
dikonsumsi.
Kandang dengan ukuran 5 x 5.5 m diisi dengan entok sebanyak 24 ekor, 1
entok betina dewasa, 4 entok dewasa jantan, dan sisanya entok anakan dan
muda. Akbarillah (2017) berpendapat bahwa kepadatan kandang dapat
memengaruhi berat badan ternak. Kepadatan kandang yang tinggi menyebabkan
12

entok stress sehingga perlu memperkirakan jumlah ternak dalam ukuran


kandang tertentu.
Kandang setiap pagi dibersihkan dari kotoran, sampah yang masuk, dan
pemeriksaan kelembapan pada kandang agar selalu kering pada tanahnya.
Pembersihan tempat air minum juga sering dilakukan agar terjamin kebersihan
tempatnya, termasuk dampak pada keadaan kandang. Tanwiriah (2011)
menyatakan bahwa entok memiliki daya tahan tubuh yang baik, dapat
menyesuaikan suhu tubuhnya dengan kondisi lingkungan seperti terpaan angin
dan kondisi basah. Kondisi kandang ranch lebih nyaman dibandingkan sistem
kandang lainnya, karena lebih nyaman dirasakan oleh entok walaupun suhu
lingkungan fluktuatif yang membuat entok berteduh pada atap kandang.

4.2.6 Aspek Perkawinan


Entok betina mulai bertelur umur 3 bulan, dan umur 4 bulan entok bisa
dikatakan dewasa dan dapat dikawinkan. Perkawinan antar entok betina dan
jantan biasa dilakukan secara alami, peternak hanya menyediakan tempat
bertelur entok setelah kawin dengan pelepah pisang. Tanjung dkk. (2016)
menyatakan bahwa perkawinan alami dengan pengeraman yang dilakukan
langsung oleh induk menurunkan produksi telur tetas sehingga perlu perkawinan
yang diawasi agar hasil DOD dari perkawinan memiliki perfoma produksi yang
lebih baik dibanding tetua.
Entok betina yang sudah dikawinkan dengan pejantan akan bertelur dan
menetas setelah 1 bulan perkawinan. Daya tetas telur yang dierami secara alami
oleh induknya, tingkat keberhasilannya lebih tinggi dibandingkan dengan
ditetaskan dalam mesin tetas telur yaitu diatas 80%. Muharlien (2017)
membenarkan bahwa pada entok sebagian besar melakukan perkawinan dan
penetasan alami yang lebih baik hasilnya dibanding dengan ternak lain.
Perkawinan entok betina dan jantan tidak bisa dilakukan setiap saat,
karena entok memiliki musim-musim tertentu atau musim kawin. Penyediaan
pakan yang mencukupi kebutuhan untuk reproduksi saat masa kawin sangat
penting agar proses perkawinan berjalan lancar. Hal tersebut sesuai dengan
13

pernyataan dari Sjofjan, dkk. (2019) bahwa saat ternak mengalami estrus, proses
estrus membutuhkan sejumlah energi, sehingga saat musim kawin atau ternak
tersebut akan dikawinkan perlu disediakan pakan untuk memenuhi kebutuhan
yang meningkat tersebut.

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Pemeliharaan ternak entok milik bapak karso sendiri masih sangat
tradisional, dimana hanya diberi pakan serta minum saja tanpa
memperhatikan aspek lainnya.
2. Bibit periode saat ini merupakan anakan dari entok sebelumnya.
Presentase daya tetas DOD di peternakan sangat tinggi, hal ini
dikarenakan penetasan dilakukan secara alami oleh induk entok.
3. Pakan yang diberikan berasal dari limbah sisa sayuran dan diberikan
secara manual.
4. Tidak dilakukan vaksinasi pada entok, walau begitu entok jarang ada yang
terserang penyakit dan hanya dilakukan pengobatan pada entok yang
pincang.
5. Kandang berbentuk seperti huruf L dengan luas kira-kira 5 m 2. Kandang
dibuat dari seng dan bambu. Jika terlihat ada kotoran yang menumpuk,
maka langsung dibersihkan dengan cara disapu.
6. Perkawinan dilakukan secara alami, umur 3-4 bulan sudah siap untuk
dikawinkan.

5.2 Saran
Ditinjau dari presentase daya tetas DOD yang tinggi serta jarang ternak
yang sakit menunjukkan bahwa peternakan entok bapak Karso sudah sangat baik
dan seharusnya bisa dikembangkan lebih luas lagi sehingga keuntungan yang
didapatkan bisa lebih banyak lagi.
14

DAFTAR PUSTAKA

Fadhilah, R, dan Agustin. P. 2010. Beternak Unggas Bebas Flu Burung. Agromedia
Pustaka : Jakarta
Fatmarischa, N. Sutopo dan S. Johari. 2013. Ukuran Tubuh Entok di Tiga
Kabupaten Provinsi Jawa Tengah. Sains Peternakan. Fakultas Peternakan
dan Pertanian, Universitas Diponegoro. 11(2): 16-12.
Jaelani, A. dan Ni’mah, G.K. 2016. Penerapan Desa Peduli Gambut Di Desa
Sawahan Kecamatan Cerbon Kabupaten Barito Kuala. Jurnal Pengabdian
Al-Ikhlas Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjary, 2(1).
Muharlien, dkk. 2017. Ilmu Produksi Ternak Unggas. UB Press. Malang.
Simanjuntak, L. 2002. Mengenal Lebih Dekat Tiktok Unggas Pedaging Hasil
Persilangan Itik Dan Entok. Penerbit Agro-Media Pustaka. Jakarta, 135.
Simanjuntak, Linus. 2007. Tiktok Unggas Pedaging Hasil Persilangan Itik dan
Entok. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Tanjung, A.D., Nuryanto, dan D. Samsudewa. 2016. Pendampingan Persilangan
Entok-Itik Sebagai Upaya Peningkatan Produktivitas Itik. Jurnal Info. 18(2):
65-69.
Tanwiriah, W., D. Garnida, dan I.Y. Asmara. 2009. Pengaruh Tingkat Protein
dalam Ransum Terhadap Performan Entok Lokal (Muscovy Duck) Pada
Periode Pertumbuhan. Uniersitas Padjadjaran.
Tanwiriah, Wiwin. 2011. Performansi Entok (Cairina moschata) Jantan yang
Diberi Ransum Imbangan Energi/Protein pada Sistem Kandang Berbeda.
Indonesia Journal Application Science. 1(1): 40-50.
Wakhid, A. 2013. Super Lengkap Beternak Itik. Arromedia Pustaka : Jakarta
Yana, A. 2016. Eksplorasi Tingkah Laku Entok (Cairina Moschata) Mengerami
Telur Itik Pada Pemeliharaan Basah Dan Kering. Students e-Journal, 5(4).
15

LAMPIRAN

Gambar 1. Entok Kapur Gambar 2. Foto Bersama

Gambar 3. Tempat Pakan Gambar 4. Kandang Entok

Gambar 5. Tempat Minum Gambar 6. Pemberian Pakan

Anda mungkin juga menyukai