Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengawas Minum Obat (PMO) adalah dukungan dari petugas

kesehatan yang berada di rumah sakit yang memiliki wewenang merawat

pasien dan keluarga ataupun kerabat dekat pasien yang memotivasi,

mengingatkan, dan mengawasi pasien untuk mengkonsumsi obat yang

diberikan dokter. Kesembuhan yang ingin dicapai diperlukan keteraturan

berobat bagi setiap penderita. Panduan Obat Anti-Tuberkulosis (OAT) dan

peran PMO merupakan stra tegi untuk menjamin kesembuhan penderita.

Walaupun panduan obat yang digunakan baik tetapi apabila penderita

tidak berobat dengan teratur maka umumnya hasil pengobatan akan tidak

tuntas[ CITATION Yul181 \l 1057 ].

Salah satu komponen diretly observed treatment shortcorse (DOTS)

yang dikembangkan di Indonesia yaitu komponen standarisasi

pengobatan dengan pengawasan dan dukungan pasien. Indonesia

mengembangkan strategi tersebut dalam program PMO, suatu bentuk

pengawasan terhadap kepatuhan meminum obat sesuai program kepada

penderita tuberkulosis (TB). PMO yang memantau dan mengingatkan

penderita TB paru untuk meminum obat secara teratur. PMO sangat

penting untuk mendampingi penderita agar tercapai hasil pengobatan

yang optimal Depkes, 2000 dalam [ CITATION Juf16 \l 1057 ].

1
2

Keberadaan PMO dalam masa pengobatan pasien TB paru sangat

membantu, karena ketidak patuhan pasien dalam berobat disebabkan oleh

tidak adanya konsistensi dari pasien dalam mengambil obat, kontrol

kembali ke puskesmas, serta mengkonsumsi obat selama 6 bulan.

Sehingga PMO berperan sebagai pengingat pasien untuk kembali ke

fasilitas kesehatan dan memotivasi pasien. Apabila pasien tersebut tidak

patuh dalam proses pengobatan, maka tingkat keberhasilan pengobatan

pasien akan menurun.[ CITATION Naz17 \l 1057 ].

Kepatuhan berobat pasien TB dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

antara lain faktor internal (dari dalam diri pasien) dan faktor eksternal

(berasal dari luar diri pasien). Faktor internal yang dapat mempengaruhi

pasien adalah karakteristik pasien TB (yang tidak dapat diubah misalnya

usia, jenis kelamin, penyakit penyerta), pengetahuan pasien, kemauan

pasien untuk sembuh, Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) pasien, dan

sebagainya. Faktor eksternal adalah petugas fasilitas kesehatan, akses ke

fasilitas kesehatan, dukungan dan motivasi keluarga, PMO yang

mendampingi pasien TB paru selama dalam waktu pengobatan. Menurut

Khamidah et al., (2016), faktor yang bisa membuat pasien drop out,

antara lain usia pasien, tidak terdapat PMO, dan kunjungan ke fasilitas

pelayanan kesehatan (Fadlilah, 2017).

Kepatuhan minum obat bagi penderita TB paru adalah merupakan suatu

faktor yang sangat penting untuk keberhasilan penyembuhan TB paru

secara tuntas. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
3

Bambang dkk di Tangerang tahun 2000, dengan menggunakan dua model

pendekatan yaitu satu kelompok menggunakan model pemanfaatan tenaga

PMO yang satu kelompok lain dengan model monitoring yang dilakukan

oleh petugas Puskesmas, temyata angka kepatuhan minum obat mereka

cukup tinggi, sehingga angka kesembuhan di dua kelompok tersebut

masing-masing 85 % dan 97,7 % sembuh[ CITATION Hel111 \l 1057 ].

Saat mengkonsumsi obat beberapa pasien TB akan mengalami efek

samping dari konsumsi OAT, seperti demam, gatal-gatal, nafsu makan

menurun, mual, dan perasaan tidak enak yang bisa menyebabkan pasien

untuk berhenti mengkonsumsi OAT. Peran PMO dalam hal ini adalah

memotivasi pasien agar pasien tetap mengkonsumsi OAT sesuai anjuran

petugas kesehatan, dengan tujuan mencegah pasien memutuskan masa

pengobatan dan mencegah resistensi obat.

Ketidakpatuhan terhadap pengobatan akan mengakibatkan tingginya

angka kegagalan pengobatan penderita TB paru, sehingga akan

meningkatkan resiko kesakitan, kematian, dan menyebabkan semakin

banyak ditemukan penderita TB paru dengan Basil Tahan Asam (BTA)

yang resisten dengan pengobatan standar. Pasien yang resisten tersebut

akan menjadi sumber penularan kuman yang resisten di masyarakat. Hal

ini tentunya akan mempersulit pemberantasan penyakit TB paru di

Indonesia serta memperberat beban pemerintah[ CITATION pus16 \l 1057 ].

Hasil penelitian yang dilakukan Dewi dan Elly pada tahun 2016 bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara kenerja PMO dengan


4

kesembuhan TB[ CITATION dew16 \l 1057 ]. Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan Iceu dkk pada tahun 2018 di puskesmas

tarogong garut menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara

peran PMO terhadap keberhasilan pengobatan TB di puskesmas tarogong

garut [ CITATION Ice18 \l 1057 ].

Berdasarkan hasil penelitian [ CITATION Juf16 \l 1057 ] menunjukkan

Peran keluarga sebagai PMO sangat menentukan dalam keberhasilan

pengobatan TB. Diharapkan kepada keluarga untuk lebih peduli pada

penderita TB melalui kartu kendali keluarga sehingga pengawasan lebih

terkontrol.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

moderat antara tingkat pengetahuan pasien TB paru dan PMO terhadap

tingkat kepatuhannya dalam berobat [ CITATION Ant18 \l 1057 ].

Berdasarkan penelitian tersebut dapat disempulkan bahwa ada hubungan

PMO dengan kepatuhan minum obat pada pasien TB paru.

Laporan TB global 2018 didasarkan pada data yang dikumpulkan setiap

tahun dari 216 negara dan wilayah, termasuk ke-194 Negara Anggota

WHO. Data ini disimpan dalam basis data tuberkulosis global yang

dikelolah oleh unit pemantauan dan evaluasi tuberkulosis dari Program

tuberkulosis Global, di kantor pusat (WHO, tahun 2018).

TB merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia, setelah human

immunodeficiency virus (HIV) sehingga harus ditangani dengan serius.

Berdasarkan, kasus TB di Indonesia mencapai 1.000.000 kasus dan jumlah


5

kematian akibat TB diperkirakan 110.000 kasus setiap tahunnya (WHO,

2014).

Data dinas kesehatan kota palopo pada tahun 2016 kasus TB di

dapatkan 354 orang, sedangkan di tahun 2017 kasus TB mencapai 575

orang angka kasus TB meningkat, dan di tahun 2018 sebanyak 427 orang,

sedangkan data dari puskesmas wara utara kota palopo tahun 2016

sebanyak 55 orang, tahun 2017 sebanyak 58 orang dan di tahun 2018

dengan kasus penderita TB 41 orang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Hubungan Pengawasan Minum Obat Dengan

Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Tuberkulosis Paru Di Puskesmas

Wara Utara Kota Palopo Tahun 2019”

C. Tujuan Penelitian

1.Tujuan umum

Adapun tujuan umumnya yaitu untuk mengetahui hubungan

pengawasan minum obat dengan kepatuhan minum obat pada pasien

tuberkulosis paru di puskesmas wara utara kota palopo tahun 2019

2.Tujuan khusus

a. Untuk mengidentifikasi hubungan pengawasan minum obat pada

pasien TB paru di puskesmas wara utara kota palopo.


6

b. Untuk mengidentifikasi hubungan kepatuhan minum obat pada

pasien TB paru di puskesmas wara utara kota palopo.

c. Untuk mengidentifikasi hubungan pengawasan minum obat dengan

kepatuhan minum obat pada pasien TB paru di puskesmas wara utara

kota palopo.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Sebagai informasi tambahan untuk bidang kesehatan khususnya

dalam ilmu keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan pada

keluarga atau pasien dengan kasus TB paru.

2. Manfaat Praktis

Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan

penelitian, khususnya mengenai hubungan PMO dengan kepatuhan

minum obat pada pasien TB paru.

3. Manfaat Institusi

a. Bagi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan ilmu bagi

penelitian selanjutnya mengenai hubungan PMO dengan kepatuhan

minum obat pada pasien TB paru.

b. Bagi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharap kan dapat memberikan masukan dan

tambahan informasi bagi tenaga kesehatan khususnya perawat

untuk memperhatikan pasien TB paru dalam meminum obat,


7

sehingga dapat mencegah dan menurunkan mortalitas pada pasien

TB paru.
8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tuberkulosis

1. Defenisi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan

mycobacterium tuberculosi yang menyerang paru-paru dan hampir

seluruh organ tubuh lainnya.bakteri dapat masuk melalui saluran

pernapasan dan saluran pencernaan Government issue (GI) dan luka

terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang

berasal dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut. [ CITATION ami15 \l

1057 ].

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang

disebabkan bakteri mycobacterium tuberculosis, yang dapat

menyerang berbagai organ, terutama paru-paru.penyakit ini bila tidak

diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan

komplikasi berbahaya hingga kematian. tuberkulosis diperkirakan

sudah ada di dunia sejak 5000 tahun sebelum masehi, namun kemajuan

dalam penemuan dan pengendalian penyakit tuberkulosis baru terjadi

dalam 2 abad terkhir (Kemenkes, 2015).


9

Gambar 2.1 paru – paru normal dan tidak normal

2. Etiologi

Penyebab infeksi adalah kompleks mycobacterium tuberculosis.

Kompleks ini termasuk mycobacterium tuberculosis dan

mycobacterium africanum terutama berasal dari manusia dan

mycobacterium bovis yang berasal dari sepi. Mycobakteria lain

biasanya menimbulkan gejala klinis yang sulit dibedakan dengan

tuberkulosis. Etiologi penyakit dapat di identifikasi dengan kultur.

(kunoli, 2013).

Penyebab tuberkolosis adalah mycobacterium tubercolosis. Basil ini

tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar

matahari dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria

tuberculosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada

dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkolosis usus. Basil tipe

human bisa berada di bercak ludah (droplet) dan di udarah yang

berasal dari penderita TBC, dan orang yang terkena rentang terinfeksi

bila menghirupnya.[ CITATION ami15 \l 1057 ].


10

Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100 oc selama 5 - 10

menit atau pemanasan 60oc selama 30 menit dan dengan alkohol 70 -

95% selama 15 - 30 detik. Bakteri ini bertahan selama 1 - 2 jam di

udara terutama ditempat yang lembab dan gelap bisa berbulan-bulan)

namun tidak tahanterhadap sinar atau aliran darah [ CITATION wid11 \l

1057 ].

3. Masa inkubasi

Mulai saat masuknya bibit penyakit sampai timbul gejala adanya

lesi primer atau reaksi tes tuberkulosis positif kira - kira memakan

waktu 2 - 10 minggu. Risiko menjadi TB paru dan TB ekstrapulmoner

progresif setelah infeksi primer biasanya terjadi pada tahun pertama

dan kedua. Infeksi laten dapat berlangsung seumur hidup. (Kunoli,

2013).

4. Gambaran klinis

Seseorang ditetapkan sebagai tersangka penderita tuberkulosis paru

apabila ditemukan gejala klinis utama.(Kunoli firdaus, 2013).

Gejala umum pada penderita TBC adalah:

a. Batuk berdahak lebih dari tiga minggu

b. Batuk berdarah

c. Sesak nafas

d. Nyeri dada
11

Gejala lainnya adalah berkeringat pada malam hari, demam tidak

tinggi, meriang dan penurunan berat badan. Denga strategi yang baru

diretly observed treatment shortcorse (DOTS), gejala utamanya

adalah batuk berdahak dan/atau terus menerus selama 3 minggu atau

lebih. Berdaarkan keluhan tersebut seorng sudah dapat ditetapkan

sehingga tersangka. Gejala lainnya adalah gelaja tambahan. Dahak

penderita harus diperiksa dengan mikrobiologis.

5. Laboratorium

Untuk menegakkan diagnosa penyakit tuberkulosis dilakukan

pemeriksaan laboratorium untuk menemukan bulgarska

telegrafischeka agentzia (BTA) positif. Pemeriksaan lain yang

dilakukan yaitu dengan pemeriksaan kutu bakteri, namun biayanya

mahal dan hasilnya lama. Metode pemeriksaan dahak bukan liur

sewaktu pagi (SP) dengan pemeriksaan mikroskopis membutuhkan + 5

ml dahak dan biasanya menggunakan penawaran panas dengan metode

Zilehl neelsn (ZN) atau penawaran dingin kinyoun gebbet menurut

tanthiam hok. Bila dari dua kali pemeriksaan di dapatkan hasil BTA

positif, maka pasien tersebut dinyatakan positif mengidap Tuberkulosis

paru[ CITATION fir13 \l 1057 ].

6. Cara Penularan

Penularan penyakit TBC adalah melalui udara yang tercemar oleh

mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan/dikeluarkan oleh si

penderita TBC saat bantuk, dimana pada anak-anak umumnya sumber


12

infeksi adalah berasal dari orang dewasa yang menderita TBC. Bakteri

ini masuk kedalam paru-paru dan berkumpul hingga berkembang

menjadi banyak (terutama pada orang yang memiliki daya tahan tubuh

rendah), bahkan bakteri ini pula dapat megalami penyebaran melalui

pembuluh darah atau kelenjar getah bening sehingga meyebabkan

terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti otak, ginjal, saluran cerna,

tulang, kelenjar grtah bening dan lainnya meski yang paling banyak

adalah organ paru.

Masuknya mikobakterium tuberkulosa kedalam organ paru

menyebabkan infeksi pada paru-paru dimana segeralah pertumbuhan

koloni bakteri yang berbentuk bulat (globular). Dengan reaksi

imonologis, sel-sel pada dinding paru berusaha yang menghambat

bakteri TBC ini melalui mekanisme alaminya mmbentuk parut.

Akiatnya pada TBC tersebut akan berdiam/istirahat (doment) seperti

tampak sebagai tuberkel pada pemeriksaan X-ray atau photo rotgen.

Seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh (imun) yang baik,

bentuk tuberkulet ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Lain hal

pada orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh rendah atau kurang,

sputum (riak/dahak). Maka orang yang rongga paru memproduksi

sputum dan didapati mikroba disebut sedang mengalam i pertumbuhan

tumberkel dan positif terinfeksi TBC.(Syafrudin,2011).


13

Gambar 2.2 cara penularan melalui droplet

7. Penatalaksanaan TBC

Penatalaksanaan yang diberikan bisa berupa metode preventif dan

kurantif yang meliputi cara-cara seperti berikut ini [ CITATION irm12 \l

1057 ].

a. Penyuluhan

b. Pencegahan

c. Pemberian obat-obatan, seperti:

1). OAT (obat anti-tuberkulosis)

2). Bronkodilator

3). Ekspektoran

4). OBH (obat batuk hitam)

5). Vitamin

8. Komplikasi

Bakteri penyebab TBC tidak hanya menyerang paru-paru, namun

dapat menyerang berbagai tempat seperti tulang, otak, hati/ginjal, dan

jantung. Komplikasi pada tulang akan menyebabkan nyeri pada area

spinal dan obstruksi pada sendi. TBC yang menyerang otak dapat

menyebabkan meningitis dan pembengkakan yang fatal pada membran


14

yang menutupi otak atau spinal menyebabkan sakit kepala, kekakuan

pada leher, dan bahkan penurunan kesadaran. Pada hati/ginjal infeksi

bakteri TBC dapat merusak proses filtrasi sampah dan pengeluaran

racun dari dalam darah. Sedangkan infeksi di jantung dapat

menyebabkan inflamasi pada jaringan yang mengelilingi jantung dan

pengumpukan cairan di jantung sehinggah jantung tidak mampu

memompa darah secara efektif (Keban, 2013).

B. Tinjauan Umum Tentang Obat

1. Defenisi obat

Obat merupakan subtansi yang diberikan kepada manusia atau

binatang sebagai perawatan, pengobatan atau bahkan pencegahan

terhadap berbagai gangguan yang terjadi dalam tubuh. Obat yang

digunakan harus memenuhi berbagai standar persyaratan obat, di

antaranya kemurnian, yaitu suatu keadaan yang memiliki obat karena

unsur keasliannya, tidak ada pencampuran dan standar potensi yang

baik. Biovailabilitas meliputi: keseimbangan obat, keamanan dan

efektivitas [ CITATION has17 \l 1057 ].

Pengobatan TBC membutuhkan waktu yang lebih lama dari pada

pengobatan infeksi bakteri lainnya. Antibiotik harus dikonsumsi

selama 3-9 bulan secara kontinu dan teratur. Jenis obat dan lamanya

pengobatan bergantung pada usia, tingkat keparahan penyakit, risiko

resistansi antibiotik, bentuk TBC (aktif atau laten), dan lokasi infeksi

( keban, 2013).
15

Menurut [ CITATION fir13 \l 1057 ] Pengobatan tuberkulosis paru

menggunakan OAT dengan DOTS.

a. Kategori I ( 2HRZE/4H3R3) untuk pasien TBC.

b. Kategori II ( 2 HRZES/HERZE/5H3R3E3) untuk pasien ulang –

ulang ( pasien yang pengobatan kategori I nya gagal atau pasien

yang kambuh).

c. Kategori III (2HRZ/4H3RE) untuk pasien baru dengan BTA (-),

Ro (+).

d. Sisipan (HRZE) digunakan sehingga tambahan bila pada

pemeriksaan akhir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori I

atau kategori II ditemukan BTA (+).

Obat diminum sekaligus 1 ( satu ) jam sebelum makan

Kategori :

1) Tahap diberikan setiap hari selama 2 (dua ) bulan (2 HRZE)

a). INH(H) : 300 mg - 1 tablet

b). Rifanspisin (R) : 450 mg – 1 kaplet

c). Pirazinamind (Z) :1500 mg – 3 kaplet @ 500 mg

d). Etambutol (E) : 750 – 3 kaplet @ 250 mg

obat trersebut diminum setiap hari secara intensif sebanyak

60 kali.
16

Tabel 2.1 KOMBIPAK II tindak lanjud pengobatan

Kategori Waktu Hasil Intervensi


BTA
I Akhir Negatif Diteruskan ketahap lanjutan
tahap
Intensif
Positif Terapkan sisipan selama 1
bulan jika hasil pemeriksaan
dahak masih (+ ) maka
diharuskan ketahap lanjutan
Sebulan Positif Sembuh
sebelum Negatif Pengobatan gagal, ganti ke
akhir- kategori II
akhir
pengobat
an
II Akhir Positif Teruskan ketahap lanjut
intensif 2 kali Sembuh
pemeriks
aan :
negatif
III Sebulan Pengobatan gagal, pasien
sebelum Positif kronis dirujuk ke speiasis
akhir- atau mengonsumsi INH
akhir seumur hidup
pengobat Negatif Teruskan ke tahap lanjut
an
Kahir Positif Pengobatan diganti dengan
intensif kategori II
17

C. Tinjauan Umum Tentang Pengawasan Minum Obat

Pengawasan menelan obat adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan

di Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila

tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari

kader kesehatan, guru, anggota Persatuan Pemberantas Tuberkulosa

Indonesia (PPTI), atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota

keluarganya. (Sitorus dkk, 2016).

Sitorus dkk, 2016 pengawas Menelan Obat (PMO) Salah satu

komponen Directly Observe Treatment Shortcourse (DOTS) adalah

pengobatan paduan Anti Obat Anti Tuberkulosa (OAT) jangka pendek

dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan

diperlukan seorang pengawasan menelan obat.

Pengawas minum obat (PMO) adalah seseorang yang tinggal dekat

rumah penderita atau yang tinggal satu rumah dengan penderita hingga

dapat mengawasi penderita sampai benar-benar menelan obat setiap hari

sehingga tidak terjadi putus obat dan ini di lakukan dengan suka rela

(KemenkesRI,2011). Yang menjadi seorang PMO sebaiknya adalah

anggota keluarga sendiri yaitu anak atau pasangannnya dengan alasan

lebih bisa dipercaya. Selain itu adanya keeratan hubungan emosional

sangat mempengaruhi PMO selain sebagai pengawas minum obat juga

memberikan dukungan emosional kepada penderita TB (Dhewi,dkk ,

2011).
18

Motivasi dan dukungan keluarga dalam meningkatkan kepatuhan

pemakaian obat pada pasien akan sangat di butuhkan dan akan sangat

membatu dalam meningkatkan kepatuhan Tingkat Kepatuhan Penggunaan

Obat pada Pasien Tuberkulosis pemakaian obat, ini terbukti dari hasil

penelitian kepada beberapa responden yang mengatakan besarnya

dukungan keluarga dan selalu diingatkan untuk minum obat tepat waktu

menjadi alasan utama kenapa mereka patuh[ CITATION pus16 \l 1057 ].

Keluarga dapat dijadikan sebagai PMO, karena dikenal, dipercaya dan

disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun penderita, selain itu harus

disegani, dihormati dan tinggal dekat dengan penderita serta bersedia

membantu penderita dengan sukarela. Keluarga memberikan dukungan

dengan cara menemani pasien berobat ke pusat kesehatan, mengingatkan

tentang obat obatan, dan memberi makan dan nutrisi bagi penderita TB

(Kaulagekear-Nagarkar, Dhake, & Preeti, 2012). Keberhasilan pengobatan

dan deteksi kasus merupakan indikator-indikator yang digunakan untuk

mengukur efektifitas pengendalian TB seiring dengan indikator indikator

dampak insiden, prevalensi, dan angka kematian (Jordan & Davies, 2010).

Keberhasilan pengobatan TB merupakan salah satu indikator performa

esensial dalam mengevaluasi performa program pengendalian TB

nasional[ CITATION Juf16 \l 1057 ].

Peran keluarga sebagai PMO dalam memberi semangat dan dukungan

kepada pasien sangatlah penting dalam penyembuhan penyakit TB Paru.

Faktor dukungan keluarga memberikan semangat dan dukungan pada


19

pasien, membawa pengaruh positif pada pasien. Pihak keluarga

memberikan alasan, jika tidak mau meminum dengan dengan teratur,

penyakitnya tidak akan sembuh, bahkan bisa bertambah parah dan akan

menulari pada anggota keluarga yang lainnya. Selain itu pengobatannya

juga akan bertambah lama dan beban keluarga menjadi bertambah. Hal ini

sesuai penjelasan dari petugas kesehatan kepada pasien dan keluarga

pasien tentang dampak minum obat tidak teratur, akan berdampak pada

daya imunitas pasien. Dukungan dari orang-orang terdekat, salah satunya

adalah keluarga sangat diperlukan dalam pengobatan TB, karena dukungan

keluarga adalah dukungan sosial paling utama yang dibutuhkan pasien.

Dukungan keluarga memegang peranan penting bagi pasien TB dalam

menjalani pengobatan yang termotivasi untuk sembuh.

D. Tinjauan Umum Tentang Kepatuhan Minum Obat

Menurut [ CITATION pau13 \l 1057 ] Kepatuhan berdasarkan definisi

kamus berkaitan dengan berpegang teguh pada sesuatu. Ketika kita

membicarakan tentang kepatuhan pasien terhadap regimen pengobatannya,

secara harfiah kita megartikan bahwa apakah mereka ( pasien) berpegang

teguh pada instruksi yang telah di programkan untuk mengonsumsi obat

agar seorang pasien mematuhi regimen pengobatannya,mereka mereka

memerlukan sedikit sekali informasi dari pemberi resep. Mereka datang

untuk berkonsultasi dan menyampaikan masalah atau gejalanya kepada

pemberi resep. Pemberian resep membuat doagnosis, meresepkan obat dan

pasien mendapat resep obat yang harus ditebusnya. Tidak ada informasi
20

yang perlu diberikan kepada pasien secra verbal tentang bagaimana

mereka mengonsumsi obatnya jika instruksi tertulis telah diberikan kepada

mereka terkait dengan pengobatannya. Pasien hanya perlu membaca

instruksi dan mematuhi instruksi tersebut.

Kepatuhan tersebut merupakan hal yang memang harus dilakukan oleh

pasien,tetapi pasien sering kali, dan karena berbagai alasan, mengonsumsi

obat mereka dengan cara lain dan tidak sesuai dengan instruksi yang telah

diberikan oleh pemberi resep ketidak patuhan terhadap regimen

pengobatan dapat mengakibatkan konsekuensi serius, bergantung pada

obat yang diresepkan.

Tingkat kepatuhan pemakaian obat TB paru sangatlah penting, karena

bila pengobatan tidak dilakukan secara teratur dan tidak sesuai dengan

waktu yang telah di tentukan maka akan dapat timbul kekebalan

(resistence) kuman tuberkulosis terhadap Obat Anti tuberkulosis (OAT)

secara meluas atau disebut dengan Multi Drugs Resistence (MDR)

[ CITATION pus16 \l 1057 ]

E. Kerangka Konsep

PMO
Kepatuhan minum obat

Keterangan :
: Variabel independen

: Variabel dependen S

Gambar 2.3 kerangka konsep


21

F. Defenisi Operasional Dan Kriteria Objektif

Tabel 2.2 Defenisi operasional dan kriteria objektif

No. Variabel Defenisi Alat ukur Cara Hasil Skala

Operasional ukur ( kriteria

objektif )
Variabel dependen
1. Kepatuhan Kepatuhan yang dimaksud dalam Kuesioner Ya 1. Patuh Nomi

minum penelitian ini adalah kepatuhan pasien Jika ≥ 2 nal

obat Tuberkulosis di dalam mengonsumsi Tidak 2. Tidak

obat sesuai dengan resep yang telah di patuh Jika

tentukan oleh dokter. ˂ 2


Variabel independen
1. Pengawas Pengawasan yang dimaksud dalam Kuesioner Ya 1. Pengawas Nomi

an minum penelitian ini adalah pengawasan yang an baik nal

obat dilakukan oleh keluarga kepada pasien jika ≥ 3

dalam minum obat : Tidak 2. Pengawas

1. Benar pasien an kurang

2. Benar obat baik Jika

3. Benar dosis ˂3

4. Benar cara mengonsumsi

5. Benar waktu

G. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis nol ( Ho)


22

a. Tidak ada hubugan pengawasan minum obat dengan kepatuhan

minum obat pada pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Wara

Utara Kota Palopo tahun 2019.

BAB III

METODE PENELITIAN
23

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah desain cross sectional study

penelitian analitik yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

variabel dimana variabel independen dan variabel dependen diidentifikasi

pada satu satuan waktu.

B. Lok asi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di puskesmas Wara Utara Kota Palopo.

2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 20 Juni-20 Agustus tahun

2019.

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien tuberkulosis

paru sebanyak 41 orang yang berobat di puskesmas Wara Utara Kota

Palopo.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semuah pasien TB yang datang

berobat di puskesmas wara utara kota palopo. Teknik pengambilan

sampel dengan menggunakan total sampling ( sampling jenuh ) yakni

pengambilan semuah anggota populasi yang menjadi sampel


24

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner sebagai

alat pengumpulan data Dengan menggunakan skala guttman dimana

variabel dependen kepatuhan minum obat menggunakan alat ukur

kuesioner dengan cara ukur membagikan kuesioner dengan kriteria

objektif jika ≥ 3 berati responden patuh dalam pengobatan dan jika < 3

berarti responden tidak patuh. Sedangkam variabel independen

pengawasan minum obat menggunakan alat ukur kuesioner dengan cara

ukur membagikan kuesioner dengan hasil kriteria objektif jika ≥ 4 berarti

pengawasan minum obatnya baik dan jika < 4 maka pengawasan minum

obatnya kurang baik.

E. Pengumpulan Data

1. Data primer

Data yang diperoleh dari pasien tuberkulosis dengan menggunakan

kuesioner yang telah disiapkan kepada responden dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

a. Sebelum kuesioner diserahkan kepada responden, peneliti

memberikan penjelasan tentang tujuam penelitian.

b. Setelah responden memahami tujuan penelitian, maka responden

diminta kesediannya untuk mengisi kuesioner.

c. Jika responden menyatakan telah bersedia, maka kuesioner

diberikan dan responden diminta untuk mempelajari terlebih

dahulu tentang cara pengisian kuesioner.


25

d. Setelah kuesioner selesai diisi oleh responden, selanjutnya

dikumpul dan dipersiapkan untuk diolah dan dianalisa

2. Data sekunder

Data yang diperoleh dari rekam medik pasien di Puskesmas Wara

Utara Kota Palopo berupa data penderita TBC yang diambil dari buku

catatan medis penderita dari November – Januari 2019 yang

berjumlah 41 orang.

F. Pengolahan dan Penyanjian Data

1. Pengolahan data

Apabila data terkumpul maka tahap selanjutnya adalah

mengorganisir atau mengklasifikasikan data tersebut guna tujuan

penelitian, dimana data dalam penelitian ini diolah dengan

menggunakan perangkat komputer yang dimulai dengan langkah-

langkah sebagai berikut.

a. Editing

Dilakukan setelah semuah data terkumpul, untuk memeriksa

samua kelengkapan data, kesinambungan dan keseragaman data.

b. Coding

Untuk memudahkan dalam pengolahan data semuah data perlu

disederhanakan yaitu dengan mengkalsifikasikan jawaban dari

responden menurut macamnya dengan memberi kode pada

masing-masing jawaban menurut item pada kuesioner.

c. Tabulasi
26

Semuah data telah terkumpul dikelompokkan ke dalam suatu

tabel menurut sifat-sifat dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian

dengan cara:

1) Menyusun data yang tersedia menurut urutannya, misalnya

dari variabel yang bernilai kecil ke variabel bernilai besar.

2) Mengelo mpokkan dan menghitung jumlah masing-masing

variabel.

3) Memindahkan variabel yang telah dikelompokkan tersebut ke

dalam variabel yang telah disiapkan.

G. Analisa Data

Analisa data kuantitatif dimaksudkan untuk mengolah dan

mengorganisasikan data, serta menemukan hasil dapat dibaca dan dapat di

interpretasikan meliputi.

a. Analisis univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. bentuk

analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik

digunakan data mean atau rata-rata, median dan standar deviasi. Pada

umumnya analisis ini hanya mengahasilkan distribusi frekuensi dan

persentase dari tiap variabel. Misalnya distribusi frekuensi responden

berdasarkan umur, jenis kelamin, dan sebagainya.

b. Analisis bivariat
27

Analisis bivariat merupakan analisis data yang dilakukan terhadap

dua variabel yang di duga berhubungan atau berkolerasi. Analisa

bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel dependen

dan variabel independen menggunakan tes chi-square dengan

menggunakan tabel tabulasi silang 2x2

H. Etika Penelitian

Secara umum terdapat empat prinsip utama dalam etik penelitian

keperawatan .

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respec for human dignity)

Prinsip ini tertuang dalam pelaksanaan informed consent yaitu

persetujuan untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian setelah

mendapatkan penjelasan yang lengkap dan terbuka dari penelitian

tentang keseluruhan pelaksanaan penelitian. Penelitian melakukan

beberapa hal yang berhubungan dengan anatara lain :

a. Mempersiapkan formulir persetujuan yang akan ditandatangani

oleh subjek penelitian. Isi formulir informed consent mencakup :

1) Penjelasan tentang judul penelitian, tujuan dan manfaat

penelitian

2) Permintaan kepada subjek untuk berpartisipasi dalam penelitian

3) Penjelasan prosedur penelitian

4) Gambaran tentang resiko dan ketidaknyamanan selama

penelitian
28

5) Penjelasan tentang keuntungan yang didapat dengan

berpartisipasi sebagai subjek penelitian

6) Penjelasan tentang jaminan kerahasiaan dan anonimitas

7) Hak untuk mengundurkan diri dari keikutsertaan sebagai

subjek penelitian, kapanpun sesuai dengan keinginan subjek

8) Persetujuan penelitian untuk memberikan informasi yang jujur

terkait dengan prosedur penelitian

9) Pernyataan persetujuan dari subjek untuk ikut serta dalam

penelitian.

b. Memberikan penjelasan langsung kepada subjek mencangkup

seluruh penjelasan yang tertulis dalam formulir informed consent

dan penjelasan lain yang diperlukan untuk memperjelas

pemahaman subjek tentang pelaksanaan penelitian.

c. Memberikan kesempatan kepada subjek untuk bertanya tentang

aspek-aspek yang belum dipahami dari penjelasan peneliti dan

menjawab seluruh pertanyaan subjek dengan terebuka.

d. Memberikan waktu yang cukup kepada subjek untuk menentukan

pilihan mengikuti atau menolak ikut serta sebagai subjek

penelitian.

e. Meminta subjek untuk menandatangani formulir informed

consent,jika ia menyetujui ikut serta dalam penelitian.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan (respect for privacy and

confidentiality)
29

Manusia sebagai subjek penelitian memiliki privasi dan hak asasi

untuk mendapatkan kerahasian infoirmasi. Namun tidak bisa

dipungkiri bahwa penelitian menyebabkan terbukanya informasi

tentang subjek. Sehingga peneliti perlu merahasiakan sebagai

informasi yang menyangkut privasi subjek yang tidak ingin identitas

dan segala informasi tentang dirinya diketahui oleh orang lain. Prinsip

ini dapat diterapkan dengan cara meniadakan identitas seperti nama

dan alamat subjek kemudian diganti dengan kode tertentu. Dengan

demikian segala informasi yang menyangkut identitas subjek tidak

terekspos secara luas.

3. Menghormati keadilan dan inklusivitas (respect for justice

inclusiveness)

Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa

peneliti dilakukan secara jujur, cepat, cermat, hati-hati dan dilakukan

secara profesional. Sedangkap prinsip keadilan mengandung makna

bahwa penelitian memberikan keuntungan dan beban secara merata

sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan subjek.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harm and benefits).

Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap penelitian harus

mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi subjek

penelitiandan populasi dimana hasil penelitian akan diterapkan

(beneficience). Kemudian meminimalisir resiko/dampak yang


30

merugikan bagi subjek penelitian (non maleficience). Prinsip ini yang

harus diperhatikan oleh peneliti ketika mengajukan usulan penelitian

untuk mendapatkan persetujuan atik dari komite etik penelitian.

Penelitian harus mempertimbangkan rasio antara manfaat dan

kerugian/resiko dari penelitian.

BAB IV
31

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan diwilayah Kerja Puskesmas Wara Utara Kota, Kota

Palopo yang berjudul Hubungan Pengawasan Minum Obat Dengan Kepatuhan

Minum Obat Pada Pasien Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Wara Utara Kota

Palopo Tahun 2019.

1. Gambaran umum lokasi penelitian

a. Luas wilayah

Puskesmas Wara Utara Kota dibangun pada tahun 2010 dan

diresmikan pada tanggal 21 april 2011. Mepunyai luas wilayah kerja

5,85 km2 Puskesmas Wara Utara Kota dibangun diatas tanah seluas 50

x 50 M2 dengan luas gedung/bangunan 30 x 25 M2 dan mempunyai 1

buah rumah dinas untuk Dokter umum dan paramedis. Sarana

penunjang terdiri dari 3 buah Puskesmas pembantu, 17 Posyandu, 1

buah Pusling, serta 1 buah kendaraan roda dua.

b. Kondisi geografis

Puskesmas Wara Utara Kota, Kota Palopo, terletak didepan Makam

Pahlawan Samping Kantor Camat Wara Utara Kota Palopo berbatasan

dengan.

1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Barat


32

2) Sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Bone & Kecamatan Wara

Timur

3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Wara Barat

4) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Wara & Kecamatan

Wara Barat

c. Keadaan demografi

Puskesmas Wara Utara Kota, Kota Palopo merupakan salah satu

puskesmas yang terletak di kecamatan Wara Utara dan berada dekat

dengan ibu kota Kecamatan dan Wilayah kerjanya terdiri dari 4

kelurahan yaitu :

1) Salubulo

2) Pattene

3) Luminda

4) Sabbamparu

d. Visi dan misi puskesmas wara utara kota

1). Visi

Terwujudnya puskesmas yang berkualitas menuju masyarakat

sehat dan mandiri di wilayah kerja puskesmas wara utara kota tahun

2023

2). Misi

a) Memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, terjangkau,

inovatif, merata, dan berkeadilan.


33

b) Menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan dengan

mengoptimalkan sumber daya

c) Mendorong kemandirian masyarakat hidup sehat.

2. Karakteristik Responden

Jumlah responden yang memenuhi syarat sebagai sampel penelitian

sebanyak 41 responden. Pemaparan karakteristik responden ini kana di

uraikan dalam data umum.

Tabel 4.1
Distribusi frekuensi karakteristik responden di puskesmas wara utara kota
palopo tahun 2019 (N = 41 orang)

Variable Frekuensi Persentasi Rata-rata SD


(f) (%)
Jenis kelamain
Laki- Laki 25 61 1.39 0.494
Perempuan 16 39
Usia
1-20 Tahun 8 19,5
21-40 Tahun 12 29,3 2.56 1.074
41-60 Tahun 11 26,8
>60 Tahun 10 24,4
Pekerjaan
Swasta 18 43,9
Pegawai 4 9,8 2.29 1.289
IRT 8 19,5
Pelajar 11 26,8
34

Sumber data primer 2019.

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa responden dengan jenis

kelamin laki-laki sebanyak 25 orang (61%), dan prempuan sebanyak 16

orang (39%).

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa usia yang paling banyak

menderita TB paru 21-40 tahun sebanyak 12 orang (29,3%), sedangkan usia

1-20 tahun hanya sebanyak 8 orang (19,5%).

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa penderita TB paru lebih

tinggi yang bekerja sebagai Swasta sebanyak 18 orang (43,9%), sedangkan

penderita TB paru lebih rendah yang bekerja sebagai pegawai sebanyak 4

orang (9,8%).

3. Analisis Univariat

a. Pengawasan minum obat

Tabel 4.2
Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengawasan minum obat di
puskesmas wara utara kota palopo

Pengawasan Frekuensi (f) Persentase (%)


minum obat
Baik 24 58,5
Kurang 17 41,5
Total 41 100
Sumber data primer 2019.

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa responden yang

pengawasan minum obat baik yaitu 24 orang (58,5%) dan pengawasan

minum obat kurang baik yaitu 17 orang (41,5) dari 41 responden.


35

b. Kepatuhan minum obat

Tabel 4.3
Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengawasan minum obat di
puskesmas wara utara kota palopo

Kepatuhan minum Frekuensi (f) Persentase (%)


obat
Patuh 14 34,1
Tudak patuh 27 65,9
Total 41 100
Sumber data primer 2019.

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden dengan

kepatuhan minum obat patuh yaitu 14 orang (34,1%) dan yang kurang

patuh yaitu 27 orang (65,9%) dari 41 responden.

4. Analisis Bivariat

a. Hubungan pengawasan minum obat dengan kepatuhan minum obat

pada pasien tuberkulosis

Tabel 4.4
Hubungan pengawasan minum obat dengan kepatuhan minum
obat pada pasien tuberkulosis di puskesmas wara utara kota
palopo.
36

Pengawasan Kepatuhan minum obat


minum Patuh Tidak Total P value
Obat patuh
n % n % n %
Baik 4 9,8 20 48,8 24 58,5 ,014
Kurang 10 24,4 7 17,1 17 41,5
Total 14 34,1 27 65,9 41 100
Sumber : uji square, 2019

Berdasarkan Tabel 4.4 didapatkan bahwa pengawasan minum

obat baik dengan kepatuhan minum obat patuh sebesar 4 (9,8%),

tidak patuh sebesar 20 (48,8%), sedangkan pengawasan minum obat

kurang baik dengan kepatuhan minum obat sebesar 10 (24,4%), dan

untuk pengawassn kurang Baik dengan kepatuhan minum obat tidak

patuh sebesar 7 (17,1%).

Hasil uji chi-square didapatkan bahwa nilai P-value= ,014 ≤ nilai

α = ,05, Artinya Ho ditolak atau ada hubungan antara pengawasan

minum obat dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien

Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Wara Utara Kota Palopo Tahun

2019.

B. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan dari 41 orang penderita TB paru

didapatkan bahwa pengawasan minum obat baik dengan kepatuhan minum

obat patuh sebesar 4 (9,8%), tidak patuh sebesar 20 (48,8%), sedangkan

pengawasan minum obat kurang baik dengan kepatuhan minum obat

sebesar 10 (24,4%), dan untuk pengawassn kurang Baik dengan kepatuhan

minum obat tidak patuh sebesar 7 (17,1%).


37

Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.

Keluarga dapat dijadikan sebagai PMO, karena dikenal, dipercaya dan

disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun penderita, selain itu harus

disegani, dihormati dan tinggal dekat dengan penderita serta bersedia

membantu penderita dengan sukarela. [ CITATION Wiw18 \l 1057 ]

PMO merupakan komponen DOT yang berupa pengawasan langsung

menelan obat pasien TB oleh seorang PMO, dengan tujuan untuk

memastikan pasien menelan semua obat yang dianjurkan. Orang yang

menjadi PMO dapat berasal dari petugas kesehatan, kader, guru, tokoh

masyarakat, atau anggota keluarga. Tugas seorang PMO adalah

mengawasi pasien selama pengobatan agar pasien berobat dengan teratur,

memberikan motivasi kepada pasien agar mau berobat dengan teratur,

mengingatkan pasien untuk berkunjung ulang ke fasilitas kesehatan

(memeriksakan dahak dan mengambil obat), serta memberikan

penyuluhan terhadap orang-orang terdekat pasien mengenai gejala, cara

pencegahan, cara penularan TB, dan menyarankan untuk memeriksakan

diri kepada keluarga yang memiliki gejala seperti pasien TB

(Permenkes,2016).

Keberadaan PMO dalam masa pengobatan pasien TB paru sangat

membantu, karena ketidak patuhan pasien dalam berobat disebabkan oleh

tidak adanya konsistensi dari pasien dalam mengambil obat, kontrol

kembali ke puskesmas, serta mengkonsumsi obat selama 6 bulan.

Sehingga PMO berperan sebagai pengingat pasien untuk kembali ke


38

fasilitas kesehatan dan memotivasi pasien. Apabila pasien tersebut tidak

patuh dalam proses pengobatan, maka tingkat keberhasilan pengobatan

pasien akan menurun [ CITATION Naz16 \l 1057 ]

Saat mengkonsumsi obat beberapa pasien TB akan mengalami efek

samping dari konsumsi OAT, seperti demam, gatal-gatal, nafsu makan

menurun, mual, dan perasaan tidak enak yang bisa menyebabkan pasien

untuk berhenti mengkonsumsi OAT. Peran PMO dalam hal ini adalah

memotivasi pasien agar pasien tetap mengkonsumsi OAT sesuai anjuran

petugas kesehatan, dengan tujuan mencegah pasien memutuskan masa

pengobatan dan mencegah resistensi obat.

Berdasarkan hasil penelitian [ CITATION And16 \l 1057 ] tentang

hubungan antara pengawasan menelan obat (PMO) dan peran keluarga

dengan kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis di wilayah kerja

puskesmas sario kota manado, sampel sebanyak 48, menyatakan bahwa

terdapat hubungan antara PMO dengan kepatuhan minum obat TB pada

pasien TB di wilayah kerja puskesmas sario. Hal ini di sebabkan karena

berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase responden

yang tidak ada PMO tidak patuh minum obat lebih besar, dibandingkan

persentase responden yang mendapatkan PMO dan patuh minum obat.

Penelitian ini juga sejalan dengan (Wiwit, 2018) tentang analisis peran

keluarga sebagai pengawasan minum obat (PMO) pasien TB paru,

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa peran pengawasan yang

dilakukan keluarga sebagai PMO terhadap pengobatan sudah maksimal.


39

Peran keluarga dalam mengawasi pengobatan pasien TB tidak hanya

mengawasi keteraturan minum obat bagi pasien, tetapi juga mengawasi

ketersediaan obat di rumah pasien. PMO dapat mengecek jumlah obat,

bahkan menjemput obat ke Puskesmas.

Menurut asumsi peneliti, peran keluarga dalam mengawasi pasien TB

Paru sangat memberikan dampak positif terhadap pengobatan pasien.

Secara psikologis, kedekatan batin antara anggota keluarga menjadikan

dukungan berupa harapan kesembuhan dan keinginan keluarga

untuk melihat pasien dapat beraktifitas kembali menjadikan pengawasan

kepada pasien. Keinginan kesembuhan bagi pasien terlihat dari kemauan

PMO untuk mengawasi dan memotivasi pasien agar tidak jenuh dan putus

asa selama proses pengobatan. Lamanya proses pengobatan, dan

pengobatan yang harus teratur, serta adanya efek samping obat dan

keluhan kesehatan bagi pasien, mengharuskan adanya peran aktif dari

keluarga, terutama dalam mengawasi pasien. Pasien akan termotivasi

untuk berobat secara teratur disaat pasien dan PMO sama-sama

mengharapkan kesembuhan pasien.

Hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Wara Utara Kota Palopo

didapatkan bahwa pengawasan minum obat baik tapi tidak patuh sebesar

20 (48,8%), disini PMO menjalankan tugasnya dengan baik selalu

mengontrol, mengingatkan, menegur, menasehati, hanya saja penderita TB

paru kurang patuh melakukan pemeriksaan dahak dan konsultasi ke

Puskesmas tetapi PMO selalu tepat waktu ke Puskesmas untuk mengambil


40

obat. Sedangkan pengawasan minum obat kurang baik dengan kepatuhan

minum obat patuh sebesar 10 (24,4%), disebabkan karna PMO yang sibuk

atau bahkan tidak mempunyai PMO, sehingga tidak mempunyai waktu

untuk mengontrol, menemani atau memperhatikan jadwal minum obat,

Namun penderita TB paru tetap melakukan pengobatan dan mematuhi

jadwal pemeriksaan dan konsultasi ke puskesmas.

Berdasarkan hasil uji chi-square di dapatkan bahwa nilai P-

value=,014< nilai α = ,05 Artinya Ho ditolak atau ada Hubungan

Pengawasan Minum Obat Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien

Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Wara Utara Kota Palopo Tahun 2019.


41

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan pada

bab sebelumnya, maka kesimpulan yang ditarik dalam penelitian ini adalah

Terdapat Hubungan Pengawasan Minum Obat Dengan Kepatuhan Minum

Obat Pada Pasien Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Wara Utara Kota Palopo

Tahun 2019.

B. Saran

1. Bagi pasien

Diharapkan pasien dapat meningkatkan kepatuhan akan minum obat,

serta meningkatkan pengetahuan akan penyakit TB Paru, pencegahan

penularan, serta pengobatan TB Paru sesuai aturan.

2. Bagi PMO
42

Diharapkan PMO meningkatkan pengetahuan mengenai TB Baru.

PMO juga diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap minum

obat pasien yang merupakan anggota keluarga.

3. Bagi petugas puskesmas

Tenaga kesehatan yang bertugas di puskesmas wara utara kota palopo

diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan kinerja dalam

memperhatikan pengobatan dan pengawasan obat pada penderita

tuberkulosis paru dipuskesmas wara utara kota palopo.

Anda mungkin juga menyukai