Anda di halaman 1dari 3

Generasi Muda Sebagai Agen Perubahan Harus Tetap Mempertahankan Jati

Diri Bangsa

Dalam era globalisasi seperti sekarang tidak heran apabila kemajuan teknologi tak dapat di
bendung. Globalisasi menjadikan antar negara sekarang semakin tak memiliki jarak yang jauh,
hal ini di sebabkan karena semakin banyak perusahaan dunia yang berlomba-lomba untuk
menciptakan terobosan baru yang tujuan utamanya adalah untuk membantu pekerjaan manusia.

Dampak yang di timbulkan dari era 4.0 seperti sekarang tentu semakin kompleks, di sisi lain
membawa membawa beragam manfaat, tetapi di sisi lain membawa segudang masalah dan
berbagai tantangan terutama dari negara yang masih tergolong sebagai negara berkembang.
Walaupun Amerika sudah mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang yang artinya
Indonesia masuk kelompok negara maju. Namun menurut hemat penulis predikat ini belum
cocok di sandang Indonesia. Mengingat kualitas sumber daya manusia di negara ini masih jauh
di bawah negara maju lainnya. Bahkan untuk bersaing dengan negara dari negara Asia Tenggara
lainnya seperti Singapura, Thailand, atau Vietnam dalam hal sumber daya manusia.

Di sini yang menjadi fokus penulis adalah ingin menyampaikan gagasan apa yang harus
Indonesia lakukan terutama dalam hal pendidikan, dan sosial budaya. Karena kedua ini saling
berkesinambungan dan akan berkolerasi satu sama lain. Mengingat Indonesia adalah negara yang
"multikultural" karena terdiri dan berdiri dari berbagai kelompok suku, etnis, budaya, bahasa,
dan agama. Sehingga tidak salah Indonesia menempati urutan kedua di dunia, sebagai negara
yang paling banyak bahasa komunikasinya. Ini merupakan kosekuensi logis dari kondisi
geografis Indonesia yang melintang dari Sabang sampai Merauke, dari Nias sampai pulau Rote,
terangkum secara utuh dalam Nusantara.

Keberagaman yang dimiliki Indonesia ini apabila tidak di jaga kelestariannya akan hilang dari
peradaban. Genarasi millenial sebutan untuk masyarakat suatu negara kelahiran a1980-
seterusnya di tuntut bukan hanya sebagai generasi penerus bangsa, melainkan juga di tuntut
untuk menjadi masyarakat yang mampu mengubah bangsa ini ke arah yang lebih baik seperti
yang di cita-citakan oleh para founding fathers di awal berdirinya republik ini.

Menurut hemat penulis kebudayaan-kebudayaan bangsa sudah mulai luntur. Kelunturan ini
bukan hanya dari faktor eksternal, melainkan juga faktor internal, namun yang mencengangkan
justru faktor internalnyalah yang lebih memengaruhi. Contoh, generasi yang di harapkan oleh
bangsa malah justru ikut arus globalisasi, terutama para pemuda - pemudi yang lebih bangga
ketika mereka menggunakan atau membeli produk dari luar negeri. Contoh kecilnya adalah
ketika belum lama ini penutupan McDonald's Sarinah yang di padati oleh ratusan pengunjung,
mirisnya adalah kejadian ini terjadi saat PSBB di masa pandemi Covid-19. Bisa kita simpulkan
bahwa kecintaan masyarakat terhadap produk luar negeri sudah mulai mendarah daging, mereka
tidak peduli lagi dengan kemanusiaan karena Virus Covid-19 bisa menyebar kapan saja. Seakan
kejadian ini menunjukkan bahwa antara moral dan etis negara ini pun mulai merosot, walaupun
pengunjung berdalih ingin merasakan untuk terakhir kalinya merasakan makan di tempat makan
yang penuh kenangan tersebut.

Resmi Ditutup, McDonalds Sarinah Malah Gelar Seremoni yang Didatangi Ratusan Orang, Pengunjung Heboh via
https://www.google.com/amp/s/newsmaker.tribunnews.com/amp/2020/05/11/resmi-ditutup-mcdonalds-sarinah-
malah-gelar-seremoni-yang-didatangi-ratusan-orang-pengunjung-heboh

Generasi sekarang yang seharusnya menjadi Agent Of Change atau agen perubahan harus
mampu meningkatkan kemampuan penalaran, skill, dan manajemen dalam hal apapun. Hal ini
dapat di optimalkan melalui bangku pendidikan dengan di berikan di bangku pendidikan.
Namun, yang menjadi titik fokus sekarang bagi Pemerintah dan tenaga pendidik adalah
bagaimana memberikan output terhadap murid-muridnya berupa hal yang sifatnya akademis,
tetapi juga menanamkan kembali nilai-nilai hidup bangsa Indonesia yang mencerminkan jati diri
bangsa. Sehingga bukan saja pengetahuan yang bertambah melainkan juga pemahaman akan
kebudayaan di ibu pertiwi yang sangat kaya dan perlunya penerus-penerus untuk melestarikan
yang sudah ada.
Bebeapa kasus claim kebudayaan yang di lakukan oleh negara tetangga yakni, Malaysia
menunjukkan bagaimana lemahnya perlindungan Pemerintah, dan ini merupakan kosekuensi dari
budaya yang sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia sendiri. Sangat menyayat hati
tentunya hal seperti ini jika terus menerus terjadi dan tidak ada kesadaran dari pemerintah dan
masyarakat untuk menjaga peninggalan nenek moyang kita. Bangsa ini semakin tidak ada harga
dirinya membiarkan satu per satu kebudayaan kita diambil oleh asing. Terkadang sikap
Primordialisme ataupun etnosentris di perlukan namun perlu di tempatkan semestinya agar tidak
merusak keutuhan negara Indonesia sendiri karena gesekan antar suku, dll.

Untuk itu penulis menawarkan beberapa gagasan kepada siapapun pembaca, syukur-syukur
dapat dibaca oleh Pemerintah untuk tetap mempertahankan kebudayaan bangsa Indonesia;
pertama, menggalakkan kembali kesenian tarian di tingkat dasar, menengah, hingga atas bahkan
diadakan kompetisi yang diselenggarakan Kemendikbud agar para siswa mampu untuk mengenal
kebudayaan yang ada di Indonesia, kedua menghidupkan kembali sanggar-sanggar di daerah-
daerah hal ini dapat di lakukan dengan mengirim Mahasiswa yang bersinggungan dengan jurusan
kesenian untuk mengajar agar selain mendapat pengetahuan yang berhubungan dengan kesenian
tersebut, mereka juga mendapatkan bekal berbasis pengetahuan. Ketiga, memberikan
perlindungan hukum yang lebih dan pemerintah harus melakukan upaya preventif dan upaya
represid apabila ada claim kebudayaan oleh negara lain, langkah persuasif yang dapat dilakukan
adalah mendaftarkan kebudayaan atau ciri khas yang kita miliki ke UNESCO. Keempat, lebih
mendorong parisiwita dengan hal inovatif yang berhubungan dengan situs sejarah agar
Wisatawan lebih tertarik mengunjungi tempat-tenpat peninggalan nenek moyang. Kelima,
menumbuhkan kecintaan terhadap produk-produk asli dalam negeri hal ini juga akan
menumbuhkan perekonomian. Keenam, dan yang terkahir semua gagasan ini hanya akan seperti
awan yang tidak dapat menginjak bumi apabila tidak ada rasa kecintaan terhadap bagsa ini.

Nama Penulis: Yoshua Consuello


Kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jurusan Ilmu Hukum

Anda mungkin juga menyukai