Anda di halaman 1dari 2

Hukum Puasa perempuan hamil dan menyusui

A. Pengertian puasa

Puasa secara etimologi berarti menahan. Adapaun secara terminologi adalah menahan diri dari segala
hal yang membatalkan puasa, yaitu mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari, dan disertai
dengan niat. Puasa merupakan ibadah yang langsung hanya untuk Allah. Dari Abu Hurairah
meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda yang artinya :

"(Allah Berfirman) Setiap amal anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa
itu untukku dan aku yang membalasnya.

Puasa pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu:

1) Puasa Wajib, seperti Puasa romadhon, Puasa kafarat, Puasa nazar.

2) Puasa sunnah, seperti puasa enam hari di bulan Syawal, Puasa Senin dan Kamis, Puasa ayyamul
bidh, Puasa Nabi Daud, dan Puasa di bulan Sya'ban dll

Kemudian dalam buku Fiqih Sunnah, Sayyid Sabiq membagi Dua pihak, yang mengenai ada Pihak-pihak
yang wajib berpuasa dan ada pihak pihak yang tidak wajib berpuasa. Pada pihak yang wajib berpuasa
ulama telah sepakat bahwa puasa wajib dikerjakan oleh orang Islam , berakal, baligh, sehat, dan berada
di kampung halaman. Untuk perempuan ditambah satu lagi syarat, Yaitu syarat suci dan nifas.

Kemudian dari Pihak yang tidak wajib berpuasa, Puasa tidak wajib atas orang kafir, orang gila. Anak kecil,
orang sakit, musafir, perempuan yang sedang mengalami haidh atau nifas , orang tua renta, perempuan
hamil dan menyusui. Sebagian dari mereka tidak wajib berpuasa secara mutlak, seperti kafir. Sebagian
dari mereka yang harus diperintahkan oleh wali mereka untuk berpuasa, seperti anak anak. Sebagian
dari mereka ada yang wajib berbuka akan tetapi wajib qadha puasa, dan sebagian dari mereka ada yang
diberi keringanan untuk berbuka tapi ia wajib membayar fidyah.

B. Hukum puasa bagi perempuan hamil dan menyusui

Puasa pada dasarnya erbagi menjadi dua, yaitu:

1) Puasa Wajib, seperti Puasa romadhon, Puasa kafarat, Puasa nazar.

2) Puasa sunnah, seperti puasa enam hari di bulan Syawal, Puasa Senin dan Kamis, Puasa ayyamul
bidh, Puasa Nabi Daud, dan Puasa di bulan Sya'ban.

Puasa Romadhon wajib hukumnya bagi orang muslim, baik laki-laki ataupun perempuan. Akan tetapi
hakikatnya perempuan, ia diberi kelebihan oleh Allah untuk mengandung ,menyusur sebagaidan
melahirkan sehingga disinilah terdapat perbedaan pendapat mengenai hukum bagi perempuan yang
sedang mengandung dan menyusui.
Prof. Dr Wahbah Az - Zuhaili menjawabnya dalam Kitab Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Pakar ilmu Fiqih dan
Ushul Fiqih dari Universitas Damaskus itu menyebut, ada sembilan halangan yang membolehkan orang
untuk tidak berpuasa. Yakni: hamil, menyusui, dipaksa orang lain, perjalanan, sakit, jihad, lapar, haus
dan usia lanjut.

Wanita yang hamil dan menyusui boleh tidak berpuasa, apabila mereka khawatir dirinya atau anaknya
mendapat mudharat. Seperti akan lemahnya kecerdasan, meninggal dunia atau sakit. "Kekhawatiran
yang diperhitungkan adalah yang berdasarkan praduga kuat dengan dasar pengalaman sebelumnya atau
dasar informasi seorang dokter muslim modernyang mahir,"

Dalil bolehnya tidak berpuasa bagi dua wanita ini adalah qiyas kepada orang sakit dan musafir.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

"Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menggugurkan kewajiban puasa dan separuh sholat dari
pundak musafir, dan menggugurkan puasa dari pundak wanita yang hamil dan wanita yang menyusui."

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan empat perawai hadits lainnya dari Anas bin Malik al-Ka'bi.
"Haram berpuasa jika wanita hamil atau yang menyusui ini khawatir dirinya atau anaknya akan binasa,"
kata Prof Wahbah.

C. Pendapat para Mazhab

Terkait masalah apakah orang yang tidak berpuasa wajib membayar fidya apa qadha, dalam hal ini
terdapat beberapa pendapat ulama. Dalam Mazhab Hanafi berpandangan jika wanita hamil atau
menyusui tidak berpuasa di bulan romadhon maka wajib mengqodhonya tanpa harus membayar fidyah.

Mahzab Imam Syafii dan Hanbali, berpendapat baik wanita hamil mau pun menyusui yang tak puasa
Ramadhan, keduanya harus membayar fidyah. Sementara menurut Mahzab Maliki, wanita menyusui
harus pula membayar fidyah, sedang wanita hamil tidak perlu.

Kalau keduanya tidak puasa di bulan Ramadhan,wajib mengqadha saja tanpa membayar fidyah menueut
Mahzab Hanafi. Syafii dan Hanbali, keduanya harus membayar fidyah jika mereka khawatir atas nama
anaknya saja. Mahzab Maliki, wanita menyusui harus pula membayar fidyah sedangkan wanita hamil
tidak

Anda mungkin juga menyukai