Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, terutama menyerang

parenkim paru. Tuberkulosis juga dapat ditularkan ke bagian tubuh lainnya,

termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Agens infeksius utama,

Mycobacterium Tuberculosis adalah batang aerobik tahan asam yang

tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet.

Mycobacterium Bovis dan Mycobacterium Avium pernah, pada kejadian

yang jarang, berkaitan dengan terjadinya infeksi tuberkulosis (Smeltzer &

Bare, 2013:584).

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh

dunia. Angka mortalitas dan morbiditasnya terus meningkat. TB sangat erat

kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi, tempat kumuh, perumahan di

bawah standar, dan perawatan kesehatan yang tidak adekuat. Pada tahun

1952, diperkenalkan obat antituberkulosis dan angka kasus TB yang

dilaporkan di Amerika Serikat menurun rata-rata 6% setiap tahun antara

1953 dan 1985. Saat itu diduga bahwa pada awal abad ke-21, TB di

Amerika Serikat mungkin dapat disingkirkan. Namun, sejak 1985 trennya

justru sebaliknya, perubahan ini telah ditunjang oleh beberapa faktor,

termasuk peningkatan imigrasi, epidemik HIV, strein TB yang resisten

1
2

terhadap banyak obat, dan tidak adekuatnya dukungan sistem kesehatan

masyarakat yang menyebabkan meningkatnya jumlah kasus TB dan menjadi

salah satu penyebab kematian (Smeltzer & Bare, 2013:584).

Di seluruh dunia, TB adalah salah satu dari 10 penyebab kematian dan

penyebab utama dari penyakit menular (di atas HIV/AIDS). Pada tahun

2017, TB menyebabkan kira-kira 1,3 juta kematian (antara 1,2-1,4 juta)

pada penderita HIV negatif dan ada 300.000 kematian (antara 266.000-

335.000) pada penderita HIV positif. Secara global pada tahun 2017

diperkirakan 10 juta orang (antara 9-11,1 juta) menderita TB, diantaranya

5,8 juta pria, 3,2 juta wanita. Terdapat kasus di beberapa negara dan

kelompok usia, dimana 90% adalah orang dewasa (berusia ≥15 tahun), 9%

adalah orang yang hidup dengan HIV (72% di Afrika), dan dua per tiganya

berada di delapan negara, yaitu : India (27%), Cina (9%), Indonesia (8%),

Filipina (6%), Pakistan (5%), Nigeria (4%), Bangladesh (4%), dan Afrika

Selatan (3%). Negara di atas dan 22 negara lainnya yang terdaftar di WHO

termasuk dalam 30 negara dengan beban TB tertinggi mencakup 87% kasus

di dunia. Hanya 6% dari kasus global, yang berada di wilayah Eropa (3%)

dan di wilayah Amerika (3%), menurut Global Tuberculosis Report

(2018:1).

Di Indonesia, jumlah kasus baru TB sebanyak 420.994 kasus pada

tahun 2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah

kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-laki yaitu 1,4 kali lebih besar
3

dibandingkan dengan perempuan. Begitu juga yang terjadi di negara-negara

lain. Hal ini terjadi kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar pada faktor

resiko TBC misalnya merokok dan kurangnya ketidakpatuhan minum obat.

Survey ini menemukan bahwa dari seluruh partisipan laki-laki yang

merokok sebanyak 68,5% dan hanya 3,7% partisipan perempuan yang

merokok (Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI,

2018:4).

Jumlah Seluruh Kasus TB di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2017

adalah 4.503 kasus, jumlah Kasus Baru BTA (Basil Tahan Asam) Positif

Tahun 2017 adalah 1.627 kasus, dan jumlah Kasus TB Anak Tahun 2017

adalah 370 kasus. Nilainya mengalami sedikit peningkatan bila

dibandingkan tahun 2016, hal ini disebabkan karena adanya Kegiatan Ketuk

Pintu dalam rangka penemuan kasus TB di rumah-rumah yang dilakukan

oleh kader-kader TB di Kabupaten/Kota untuk mengurangi angka kesakitan

penderita TB (Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau, 2017:27).

Angka kesakitan penemuan penderita suspek, TB Paru BTA (+) dan

CDR (Case Detection Rate) di Kota Batam Tahun 2015. Jumlah penderita

suspek terdapat 1.688 kasus, sedangkan BTA (+) terdapat 606 kasus. Pada

tahun 2016 mengalami peningkatan yaitu jumlah penderita suspek menjadi

2.227 kasus, BTA (+) 832 kasus. Pada tahun 2017 angka kesakitan

mengalami peningkatan kembali, dengan kedua jenis kasusnya mencapai

angka ribuan, yaitu suspek menjadi 6.678 kasus, sedangkan BTA (+) 1.014
4

kasus (Profil Kesehatan Kota Batam, 2018:45). Sedangkan kematian akibat

TB Paru di Kota Batam pada tahun 2017 berjumlah 24 orang dengan CFR

(Case Fatality Rate) sebesar 1,9% sedikit meningkat dibanding tahun 2016

lalu dengan kematian 19 orang dan CFR 1,5%. Sedangkan kasus dengan

BTA (+) pada tahun 2017 sebanyak 1.014 kasus lebih meningkat dibanding

tahun 2016 lalu sebanyak 832 kasus (Profil Kesehatan Kota Batam,

2018:40).

Hasil data dari laporan Seksi P2M (Pengendalian Penyakit Menular)

Dinas Kesehatan Kota Batam 2018, didapatkan bahwa dari 19 Puskesmas di

Kota Batam terdapat 3 Puskesmas dengan jumlah penyakit Tuberculosis

Paru terbanyak yaitu Puskesmas Sungai Panas sebanyak 60 kasus,

Puskesmas Sungai Langkai sebanyak 58 kasus, Puskesmas Batu Aji

sebanyak 55 kasus.

Data dari laporan Seksi P2M (Pengendalian Penyakit Menular) Dinas

Kesehatan Kota Batam 2018 didapatkan bahwa dari 8 Rumah Sakit di Kota

Batam dengan jumlah rujukan dan kunjungan secara pribadi dengan

penyakit Tuberculosis Paru terbanyak yaitu Rumah Sakit Umum Daerah

Embung Fatimah Kota Batam sebanyak 1.560 kasus, Rumah Sakit Santa

Elizabeth Kota Batam sebanyak 796 kasus, Rumah Sakit Budi Kemuliaan

Kota Batam sebanyak 629 kasus, Rumah Sakit Harapan Bunda Batam

sebanyak 362 kasus, Rumah Sakit Camatha Sahidya sebanyak 355 kasus,

Rumah Sakit Awal Bross sebanyak 283 kasus, Rumah Sakit Badan
5

Pengusahaan Batam 199 kasus, dan Rumah Sakit Elisabeth Batam Kota

sebanyak 81 kasus.

Rumah Sakit Umum Daerah Embung Fatimah Kota Batam membagi

menjadi 3 bagian dalam memberikan pelayanan dan pengendalian TB, yaitu

dengan pasien TB Directly Observed Treatment Short-course (DOTS), TB

Multidrug Resistance (MDR), dan TB Human Imunologi Virus (HIV).

Berdasarkan data laporan dari RSUD Embung Fatimah Kota Batam laporan

penemuan pengobatan TB MDR tahun 2018 24 jiwa, TB-HIV positif tahun

2018 52 jiwa, dan TB DOTS tahun 2018 1.120 jiwa.

Tuberkulosis secara global tergolong “Global Public Health

Emergency”. Di seluruh dunia, TB adalah salah satu dari 10 penyebab

kematian dan penyebab utama dari penyakit menular. Dilihat dari 10

penykit terbanyak penyebab kematian pada masyarakat di dunia,

tuberkulosis menduduki peringkat ke-10 yaitu dengan jumlah ±1,3 juta

korban jiwa pada tahun 2016 (World Health Organization 2018, ¶1, diunduh

Jum’at 10 Mei 2019 dari https://www.who.int/news-room/fact-

sheets/detail/the-top-10-causes-of-death).

Di Indonesia dilihat dari urutan 10 penyakit terbanyak, kasus

tuberkulosis menempati urutan ke-4 pada tahun 2016. Dengan number of

DALYs tahun 2000-2016 -28,5, all-age DALY rate tahun 2000-2016 -36,1,

dan dengan standarised DALY rate tahun 2000-2016 -40,5. Sedangkan yang
6

menduduki urutan tertinggi sebelum tuberkulosis yaitu, penyakit jantung

iskemik, penyakit cerebrovaskular, dan diabetes (Lancet:2018;392:585).

Di wilayah Provinsi Kepulauan Riau didapatkan data 11 macam

kasus, dengan jumlah kasus tuberkulosis 6.500 kasus, HIV 1.048 kasus,

malaria 0,33 per 1.000 penduduk, DBD 168,55 per 100.000 penduduk,

pneumonia 21.857 kasus, kusta 43 kasus, diare 57.242 kasus, kanker serviks

151 kasus, kanker payudara 140 kasus, hipertensi 11,3%, obesitas 21.241

kasus (Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau, 2017:27-48).

Data dari laporan Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota

Batam Tahun 2018 Penyakit Tuberkulosis di Batam tidak termasuk dalam

urutan 10 penyakit terbesar, namun menjadi salah satu penyebab kematian

terbesar di Batam yaitu berada di urutan nomer 6 dengan jumlah 6 korban

jiwa yang terjadi pada masyarakat pada golongan umur 1-4 tahun, 15-24

tahun, 25-44 tahun, 45-54 tahun, 55-64 tahun, >60 tahun, sedangkan

menurut laporan Seksi P2M (Pengendalian Penyakit Menular) Dinas

Kesehatan Kota Batam 2018 tuberkulosis menduduki urutan ke 3 dari 8 data

penyakit menular yang tertinggi. Dimana peringkat pertama diduduki oleh

ISPA/Pneumonia dengan jumlah 90.022 kasus, peringkat kedua Diare

dengan jumlah kasus 21.272 kasus, peringkat ketiga tuberkulosis 4.845

kasus.

Hasil Studi Pendahuluan yang dilakukan di Ruang Mawar 2 Lantai 3

di Rumah Sakit Harapan Bunda Kota Batam pada hari Jum’at tanggal 28
7

Juni 2019 jam 17:00 WIB dilakukan kepada Tn.A secara alloanamnesa dan

autoanamnesa. Tn.A berusia 35 tahun dengan diagnosa medis Tuberkulosis

Paru. Hasil pengkajian didapatkan, klien mengatakan baru pertama kali

masuk rumah sakit dengan keluhan sesak napas hilang timbul sejak 1

minggu yang lalu, sesak terasa saat klien melakukan aktivitas, klien

mengatakan batuk selama ±3 bulan, batuk berdahak berwarna putih

kekuningan dengan konsistensi kental ,dan pada hari Senin tanggal 25 Juni

2019 klien mengatakan batuk berdahak disertai darah, klien tampak batuk

dan mengeluarkan dahak putih kekuningan dengan konsistensi kental, istri

klien mengatakan dahak yang dikeluarkan saat pengkajian volumenya lebih

sedikit dibandingkan sebelumnya, saat dilakukan pengkajian klien

mengatakan batuk sudah berkurang, diauskultasi terdengar suara napas

ronchi pada dada kanan atas, klien tampak lemah, klien tampak terpasang

oksigen 3 liter kali/menit, klien mengatakan pada malam hari terasa keluar

keringat dingin, klien mengatakan sebelumnya belum pernah

mengkonsumsi OAT, klien mengatakan adeknya pernah mengalami sakit

yang sama. Klien mengatakan bahwa dirinya perokok aktif, klien merokok 3

bungkus/hari. Hasil tanda-tanda vital Tn.A Tekanan Darah: 120/80 mmHg,

Nadi: 85 kali/menit, Pernapasan: 26 kali/menit, Suhu: 36,7oC. Masalah

keperawatan yang utama didapatkan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan

napas.

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmaniar (2017) dengan judul

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis Paru Di Ruang


8

Paru RSUP dr. M. Djamil Padang. Hasil studi dokumentasi status ditemukan

diagnosa keperawatan, yaitu gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

perubahan membran alveolar-kapiler, ketidakefektifan bersihan jalan napas

berhubungan dengan eksudat dalam jalan alveoli, ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi tidak

adekuat. Rencana keperawatan sesuai dengan nanda nic-noc, sebagian besar

rencana tindakan keperawatan dapat dilaksanakan pada implementasi

keperawatan, dan evaluasi keperawatan terhadap diagnosa keperawatan

yang ditemukan dapat teratasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Mulyani (2017) dengan judul Asuhan

Keperawatan Dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Pada

Pasien Tuberkulosis Paru (TBC) Di Ruang Cendana RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto didapatkan data bahwa pengkajian dilakukan

kepada lima pasien TB Paru secara alloanamnesa dan autoanamnesa,

kemudian dilakukan pemeriksaan fisik. Hasil penelitian ini didapatkan

diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas. Setelah

dilakukan batuk efektif selama 3 hari didapatkan hasil jalan napas efektif

dan sesak napas berkurang.

Penelitian yang dilakukan oleh Santosa (2017) dengan judul Asuhan

Keperawatan Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Dengan Masalah

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Gombong. Hasil studi dokumentasi status ditemukan


9

diagnosa keperawatan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas. Setelah

dilakukan implementasi selama 3 hari didapatkan sesak dan batuk

berkurang.

Jika penderita sudah mengalami tanda dan gejala dari tuberkulosis dan

tidak segera ditangani/diperiksakan di fasilitas kesehatan maka penderita

akan mengalami perdarahan dari saluran nafas bawah yang dapat

mengakibatkan kematian karena terjadi syok hipovolemik/tersumbatnya

jalan nafas, kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial, bronkietaksis,

fibrosis, pneumotorak, penyebaran infeksi ke organ lain, insufisiensi kardio

pulmoner (Wahid & Suprapto, 2013:165).

Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit menular yang dapat

mengancam masyarakat, tetapi eliminasi tuberkulosis bisa dicapai dengan

memperkuat semua jenis layanan kesehatan di wilayah dan terintegrasi,

butuh kepemimpinan dan komitmen, memperkuat komitmen pemerintah

pusat dan daerah dalam tanggung jawab layanan TB di wilayahnya dengan

mewujudkan rencana aksi daerah. Perkuat Layanan TB di Indonesia seperti

petakan layanan Tuberkulosis berbasis wilayah, perkuat layanan diagnostik,

perkuat layanan pengobatan, perkuat layanan kepatuhan minum obat,

layanan yang memperhatikan orang dengan tuberkulosis dan keluarganya,

perkuat jejaring titik diagnostik & pengobatan (RAKERKESNAS, 2018).

Perawat merupakan tenaga kesehatan yang berperan sebagai care

giver yaitu pemberi pelayanan kesehatan yang berfokus pada kesembuhan


10

klien. Perawat sebagai care giver dapat menjalankan perannya di puskesmas

atau di rumah sakit. Peran perawat selanjutnya adalah educator. Pendidik

sangat berpengaruh dalam kesembuhan pasien TB. Mengingat proses

penyembuhan TB yang lama serta klien diwajibkan minum obat selama 6-8

bulan berturut-turut tanpa terputus untuk menghindari resistan atau tahan

terhadap obat. Maka hal tersebut dapat membuat klien bosan sehingga

pendidik disini diharapkan mampu memberikan wacana bagi klien serta

motivasi sehingga klien tidak berhenti minum obat (Widyanto &

Triwibowo, 2013:77).

Melihat uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik

mengambil judul “Asuhan Keperawatan Tuberkulosis Paru Pada Klien X

Dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Di Ruang X Rumah Sakit

Umum Daerah Embung Fatimah Kota BatamTahun 2019”.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah

Asuhan Keperawatan Tuberkulosis Paru Pada Klien X Dengan

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Di Ruang X Rumah Sakit Umum

Daerah Embung Fatimah Kota BatamTahun 2019? ”

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum


11

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang Asuhan

Keperawatan Tuberkulosis Paru Pada Klien X Dengan

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Di Ruang X Rumah Sakit

Umum Daerah Embung Fatimah Kota BatamTahun 2019.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1. Mampu melakukan pengkajian pada klien tuberkulosis

paru.

1.3.2.2. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien

tuberkulosis paru.

1.3.2.3. Mampu menyusun intervensi keperawatan dari setiap

diagnosa pada klien tuberkulosis paru.

1.3.2.4. Melaksanakan implementasi keperawatan terhadap

intervensi keperawatan yang telah direncanakan.

1.3.2.5. Melaksanakan evaluasi dari implementasi keperawatan

yang telah dilakukan.

1.3.2.6. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan

tentang kasus tuberkulosis paru.

1.4. Manfaat Penelitian.

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan

Tuberkulosis Paru Pada Klien X Dengan Ketidakefektifan Bersihan


12

Jalan Napas Di Ruang X Rumah Sakit Umum Daerah Embung

Fatimah Kota BatamTahun 2019.

1.4.2. Manfaat Praktis

1.4.2.1. Bagi Klien atau Keluarga

Memberikan informasi dan menambah wawasan kepada

klien dan keluarga tentang penanganan tuberkulosis paru.

1.4.2.2. Bagi Lahan Penelitian

Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi tenaga

kesehatan khususnya tenaga perawat dalam meningkatkan

mutu pelayanan kesehatan khususnya kepada klien yang

mengalami tuberkulosis paru.

1.4.2.3. Bagi Institusi Pendidikan

Menambah ilmu pengetahuan dan pembelajaran yang

berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan terutama

bagian keperawatan pada kasus tuberkulosis paru.

1.4.2.4. Bagi Peneliti

Memberikan pengetahuan yang berharga bagi peneliti,

sehingga dapat menerapkan pengalaman ilmiah yang

diperoleh untuk penelitian yang akan datang mengenai

asuhan keperawatan pada kasus tuberkulosis paru.

1.4.2.5. Bagi Peneliti Selanjutnya


13

Adanya penelitian ini, dapat menjadi informasi yang

berguna supaya dapat mengembangkan pengetahuan bagi

peneliti selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai