Anda di halaman 1dari 18

1

LAPORAN PRAKTIKUM BUDIDAYA PAKAN ALAMI


PENETASAN Artemia Salina .

Oleh :

NAMA : ZAITINI AYU RAHIMA


NIM : 1710712120012
KELOMPOK : 2 (DUA)
ASISTEN : RAHMAN ARIF

1
2

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARBARU
2019

2
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat, rahmat serta karuniaNya, sehingga praktikan dapat menyusun Laporan
Praktikum Budidaya Pakan Alami untuk menambah pengetahuan. Selain
menambah pengetahuan, menjadikan sebagai bahan referensi bagi orang banyak,
itulah yang mendorong praktikan untuk menyusun laporan ini.
Praktikan menyadari bahwa laporan yang praktikan susun masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, dengan rendah hati praktikan mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari Dosen Pembimbing dan rekan-rekan Asisten Dosen
guna perbaikan dan peningkatan kualitas laporan praktikum ini.

Banjarbaru, Oktober 2019

Praktikan

i
ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................ i


DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Tujuan Praktikum ..................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 3
BAB 3. METODE PRAKTIKUM ......................................................... 5
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................... 5
3.2 Alat dan Bahan ......................................................................... 5
3.3 Prosedur Kerja .......................................................................... 5
3.4 Perlakuan................................................................................... 6
3.5 Parameter Pengamatan ............................................................. 6
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 7
4.1 Hasil ......................................................................................... 7
4.2 Pembahasan .............................................................................. 7
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 10
5.1 Kesimpulan .............................................................................. 10
5.2 Saran ......................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
iii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

3.1 Alat yang digunakan pada praktikum.................................................. 5


3.2 Bahan yang digunakan pada praktikum............................................... 5

iii
1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pakan alami merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi


keberhasilan usaha budidaya ikan. Sebagian besar pakan alami ikan adalah
plankton yaitu fitoplankton dan zooplankton. Pakan alami untuk larva atau benih
ikan mempunyai beberapa kelebihan yaitu ukurannya relatif kecil serta sesuai
dengan bukaan mulut larva dan benih ikan, nilai nutrisinya tinggi, mudah
dibudidayakan, gerakannya dapat merangsang ikan untuk memangsanya, dapat
berkembang biak dengan cepat sehingga ketersediaanya dapat terjamin serta biaya
pembudidayaannya relatif murah. Pakan merupakan unsur terpenting dalam
menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Salah satu pakan alami
yang penting dan cocok untuk kebutuhan larva ikan maupun ikan hias adalah
artemia salina.
Artemia Salina .merupakan plankton yang biasa hidup di air asin, Artemia
Salina .ini merupakan zooplankton. Artemia Salina .dijadikan sebagai pakan
hewan air terutama bagi pembudidaya udang. Artemia Salina .ini sangat baik
dijadikan sebagai pakan hewan air (Udang, Bandeng, Gurame, Tawes) karena
Artemia Salina .ini mempunyai kandungan protein yang tinggi yang berguna
untuk pertumbuhan terutama untuk pertumbuhan benih ikan maupun udang.
Artemia Salina .merupakan jenis crustaceae tingkat rendah yang memiliki
kandungan nutrisi cukup tinggi seperti karbohidrat, lemak, protein dan asam-asam
amino. Benih ikan dan udang pada stadium awal mempunyai saluran pencernaan
yang masih sangat sederhana sehingga memerlukan nutrisi pakan jasad renik yang
mengandung nilai gizi tinggi. Nauplius Artemia Salina .mempunyai kandungan
protein hingga 63 % dari berat keringnya. Selain itu artemia sangat baik untuk
pakan ikan hias karena banyak mengandung pigmen warna yang diperlukan
untuk variasi dan kecerahan warna pada ikan hias agar lebih menarik Artemia
Salina . merupakan pakan alami yang sangat penting dalam pembenihan ikan laut,
krustacea, ikan konsumsi air tawar dan ikan hias. Ini terjadi karena artemia
memiliki gizi yang tinggi, serta ukurannya sesuai dengan bukaan mulut hampir
seluruh jenis larva ikan. Kebutuhan Artemia Salina pada produksi benih ikan dan
1
2

udang skala intensif harus dipenuhi dalam waktu beberapa jam saja karena laju
pencernaan pada larva begitu cepat. Sedangkan dalam waktu normal penetasan
kista artemia dalam air laut adalah 24-36 jam pada suhu 25 oC. Penetasan kista
(telur) artemia harus dilakukan dalam waktu yang lebih singkat dan dalam jumlah
yang besar. Sehingga dibutuhkan teknologi terapan yang dapat memenuhi
kebutuhan tersebut, teknologi yang telah berkembang untuk menjawab tantangan
tersebut adalah dekapsulasi kista artemia. Cara dekapsulasi dilakukan dengan
mengupas bagian luar kista menggunakan larutan hipoklorit tanpa mempengaruhi
kelangsungan hidup embrio. Cara dekapsulasi merupakan cara yang tidak umum
digunakan pada panti-panti benih, namun untuk meningkatkan daya tetas dan
meneghilangkan penyakit yang dibawa oleh kista artemia cara dekapsulasi lebih
baik digunakan

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum Budidaya Pakan Alami adalah dapat mengetahui kultur


Artemia Salina dan menghitung kepadatannya.

2
3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Pakan merupakan komponen utama yang dibutuhkan oleh rajungan untuk


menjaga kelangsungan hidup dan pertumbuhannya. Kelengkapan nutrisi dalam
pakan mutlak diperlukan untuk menjaga agar pertumbuhan rajungan dapat
berlangsung secara normal. Pakan alami jenis zooplankton yang banyak
digunakan dalam usaha pembenihan adalah Branchionus plicatilis dan Artemia
salina. Ukurannya yang kecil, kandungan nutrisinya, dapat dikultur dengan
kepadatan yang tinggi dan kemampuan reproduksi yang cepat merupakan
kelebihan yang menyebabkan zooplankton ini dipilih untuk produksi secara
massal sebagai pakan alami bagi larva (Fulks et al, 1991) dalam (Adi , 2011).
Menurut Priyambodo dan Triwahyuningsih (2003) sistematika Artemia 
salina adalah sebagai berikut :
Filum               : Anthropoda
Kelas               : Crustacea
Subkelas          : Branchiopoda
Ordo                : Anostraca
Family             : Artemidae
Genus              : Artemia
Spesies            : Artemia Salina .
Artemia Salina . merupakan udang renik yang tergolong udang primitif.
Zooplankton ini hidup secara planktonik di perairan yang berkadar garam tinggi
yakni antara 15-300/ml. Sebagai plankton, Artemia Salina .tidak dapat
mempertahankan diri terhadap pemangsanya sebab tidak mempunyai alat ataupun
cara untuk membela diri (Mudjiman, 2007).
Kista Artemia Salina berbentuk bulat berlekuk dalam keadaan kering dan
bulat penuh dalam keadaan basah. Warnanya coklat yang diselubungi oleh
cangkang yang tebal dan kuat. Cangkang ini berguna untuk melindungi embrio
terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultra violet dan
mempermudah pengapungan (Mudjiman, 2008).

3
4

Artemia dewasa  memiliki ukuran antara 10-20 mm dengan berat sekitar


10 mg. Bagian kepalanya lebih besar dan kemudian mengecil hingga bagian ekor.
Mempunyai sepasang mata dan sepasang antenulla yang terletak pada bagian
kepala. Pada bagian tubuh terdapat sebelas pasang kaki yang disebut thoracopoda.
Alat kelamin terletak antara ekor dan pasangan kaki paling belakang. Salah satu
antena artemia jantan berkembang menjadi alat penjepit, sedangkan pada betina
antena berfungsi sebagai alat sensor. Jika kandungan oksigen optimal, maka
artemia akan berwarna kuning atau merah jambu. Warna ini bisa berubah menjadi
kehijauan apabila mereka banyak mengkonsumsi mikroalga. Pada kondisi yang
ideal seperti ini, artemia akan tumbuh dengan cepat (Priyambodo dan
Triwahyuningsih, 2003).
Menurut Daulay (2010), ada dua metode untuk dilakukan proses
penetasan cyst Artemia Salina .yaitu metode dekapsulasi dan non dekapsulasi.
Metode tersebut bertujuan untuk menghilangkan lapisan terluar dari cyst Artemia
Salina . yang keras (korion). Perbedaan kedua metode tersebut hanya terdapat
pada penambahan larutan seperti natrium hipoklorit terhadap metode dekapsulasi,
sedangkan non dekapsulasi tanpa menggunakan larutan tambahan.
Artemia memiliki kemampuan beradaptasi dengan cepat terhadap variasi
tingkatan oksigen di perairan dengan menghasilkan hemoglobin untuk
meningkatkan afinitas oksigen. Kandungan oksigen terlarut yang baik untuk
pertumbuhan artemia adalah di atas 3 mg/L namun kadar oksigen kurang dari 2
mg/L dapat menjadi pembatas produksi biomasa artemia. Kebiasaan makan
Artemia Salina .yaitu dengan manyaring pakan (filter feeder). Artemia menelan
apa saja yang ukurannya kecil, baik benda hidup, benda mati, benda keras,
maupun benda lunak. Di alam, pakan artemia antara lain berupa detritus bahan
organik, ganggang-ganggang renik, bakteri, dan cendawan/ragi laut (Mudjiman,
2008).

4
5

BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Budidaya Pakan Alami membahas tentang penetasan Artemia
Salina dilaksanakan pada 9 dan 10 Oktober 2019. Bertempat di Laboratorium
Basah Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum dapat diliat pada
tabel 3.1 dan 3.2.
Tabel 3.1 Alat yang digunakan pada praktikum
No Nama Kegunaan
Kaca corong Tempat media
Lampu neon 20 watt Pencahayaan
Aerator Menyuplai okesigen
Selang kecil Untuk panen
Plastik hitam Menutup kaca corong
Spuit 1 ml Pengambilan sampel
Milimeter blok Untuk menghitung artemia
Refraktometer Melihat salinitas
Baskom Tempat panen
Toples Mengukur air

Tabel 3.2 Bahan yang digunakan pada praktikum


No. Nama Kegunaan
Cyst artemia Pakan alami
Garam curah Mengatur salinitas
Air Media cyst artemia

3.3 Prosedur Kerja


1. Meyiapkan wadah penetasan, Akuarium berbentuk corong kaca bening di isi
air sebanyak 2 liter berkadar garam 20 ppt
2. Memasukan cyst Artemia Salina . sebanyak 3 gram kedalam akuarium tersebut
dan diberi aerasi.
3. Setelah 24 jam amatilah kultur tersebut, Jika ada kultur yang belum menetas,
pengamatan dilanjutkan setelah 36 jam dan 48 jam

5
6

4. Pemanenan dilakukan dengan cara mematikan aerator dan menutup akuarium


bagian atas dengan kain hitam, kemudian diberi sinar pada bagian bawah
akuarium
5. Setalah kurang lebih dari 15 menit maka cangkang telur akan mengapung
dibagian atas dan artemia turun mengejar arah datangnya cahaya
6. Melakukan pemanenan dengan cara menyedot artemia menggunakan selang
kecil (selang aerator) pada bagian bawah.
7. Menghitung jumlah individu untuk masing-masing kultur dengan cara
mengambil sampel 1 ml air kultur, kemudian dihitung jumlah yang terdapat
dalam sampel dan dikalikan dengan jumlah air kultur.
3.4 Perlakuan
Perlakuan pada praktikum ini menggunakan salinitas dan suhu yang
berbeda – beda yaitu :
Perlakuan 1 : salinitas 15 ppt dengan menggunakan suhu ruang
Perlakuan 2 : salinitas 20 ppt dengan menggunakan suhu ruang
Perlakuan 3 : salinitas 25 ppt dengan menggunkan suhu ruang
Perlakuan 4 : salinitas 30 ppt dengan menggunakan suhu ruang
Perlakuan 5 : salinitas 35 ppt dengan menggunakan suhu ruang
3.5 Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati selama praktikum adalah jumlah artemia yang
menetas, yaitu dengan rumus :
Jumlah menetas = n x V
Keterangan :
n = Jumlah naupli yang menetas (individu/ml)
V = Jumlah volume air (ml)

6
7

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Hasil yang didapat selama praktikum dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan
Gambar 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Penetasan Artemia Salina .
No. Perlakuan Kepadatan Artemia (individu)
1. Salinitas 15 ppt dengan suhu ruang 132,666
2. Salinitas 20 ppt dengan suhu ruang 102,333
3. Salinitas 25 ppt dengan suhu ruang 150,857
4. Salinitas 30 ppt dengan suhu ruang 95,667
5. Salinitas 35 ppt dengan suhu ruang 128,333

160,000 150,857
jumlah kelimpahan artemia/individu

140,000 132,666 128,333


120,000
102,333
100,000 95,667

80,000

60,000

40,000

20,000

0
1 2 3 4 5

perlakuan

Gambar 4.1 Grafik Hasil Penetasan Artemia

4.2 Pembahasan

Menurut Harefa (2000), untuk melakukan kegiatan penetasan diperlukan


wadah dan perangkat suplai oksigen. Adapun bentuk wadah untuk penetasan
tersebut berupa kerucut dengan ukuran tergantung kebutuhan. Suplai oksigen
dijamin dengan dibuatnya aerasi dalam wadah.  Kepadatan maksimal cyst adalah
3 gr/L air. Tingkat kepadatan optimal adalah sekitas 2 – 5 gr/L air.  Sebagai media
7
8

tetas digunakan air yang di campur garam, dengan salinitas antara 30 – 35 ppt dan
suhu air 250- 350C. Pada keadaan normal, kurang dari 48 jam kemudian cyst akan
menetas menjadi bentuk nauplius.
Pada praktikum budidaya Artemia hal yang terlebih dahulu dipersiapkan
yaitu alat dan bahan yang akan digunakan. Pertama yang harus kita siapkan yaitu
akuarium sebagai wadah penetasan dimana akuarium dibersihkan terlebih dahulu
yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang dapat mengganggu
dalam penetasan Artemia Salina .setelah itu timbang cyst Artemia Salina .yang
akan dibudidayakan sebanyak 3 gram. Lalu langkah selanjutnya cyst Artemia
Salina .tersebut direndam beberapa menit Perendaman bertujuan agar
mempercepat penetasan. Sambil menunggu perendaman maka langkah
selanjutnya yaitu menyiapkan media air asin dimana air bersih sebanyak 2 liter
dicampur dengan garam sebanyak 80 gram yang sudah disediakan sehingga air
tersebut memiliki kisaran salinitas 20 ppt, salinitas di ukur dengan alat ukur yaitu
refraktometer. Setelah media sudah siap dan perendaman sudah selama beberapa
menit dan menetas maka cyst Artemia Salina .siap ditebar ke dalam akuarium
yang sudah di isi air yang sudah disiapkan. Setelah ditebar lalu masukkan aerasi
ke dalam akuarium dan dilakukan pemasangan lampu sebagai sumber cahaya.
Pada budidaya kali ini tidak menggunakan termometer melainkan menggunakan
suhu ruangan. Setelah 24 jam kemudian Artemia Salina .sudah menetas dan siap
untuk dipanen.Berdasarkan Tabel 4.1 hasi penetasan Cyts artemia pada perlakuan
pertama menggunakan salinitas 15 ppt dengan suhu ruangan adalah 132,66
individu, pada perlakuan kedua menggunkan salinitas 20 ppt dengan
menggunakan suhu ruangan adalah 102,333 individu, pada perlakuan ketiga
menggunakan salinitas 25 ppt dengan menggunakan suhu ruangan adalah 150,587
individu dan pada perlakuan keempat dengan salinitas 30 ppt dengan
menggunakan suhu ruangan adalah 95,667 individu. Dan perlakuan kelima
dengan salinitas 35 ppt menggunakan suhu ruangan adalah 128,333 individu
Cyts artemia dapat menetas karena salinitas dan suhu yang ada pada media
penetasan sesuai pada media tempat hidupnya, sedangkan untuk Cyts artemia
tidak menetas disebabkan oleh suhu air pada corong yang ada naik dari suhu yang
telah ditentukan, suhu sangat mempengaruhi lamanya waktu penetasan dan suhu
optimal untuk penetasan dan juga salinitas yang tidak sesuai untuk penetasan Cyts
8
9

artemia sehingga mengakibatkan Cyts artemia tidak menetas dan mati. Bougias
(2008) menyatakan bahwa waktu normal penetasan cyst artemia dalam air laut
adalah 24-36 jam pada suhu 25oC dan dengan kadar salinitas optimal untuk
penetasan adalah antara 15-35 ppt, pada suhu dibawah 25º C Artemia akan
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menetas dan pada suhu yang
meningkat yaitu diatas 33º C dapat menyebabkan kematian Cyts artemia.
Penetasan cyta (telur) artemia harus dilakukan dalam waktu yang lebih singkat
dan dalam jumlah yang besar.
Artemia Salina secara umum tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25-
300C. Cyst Artemia Salina .sering tahan terhadap suhu -273 hingga 100 0C.
Artemia Salina .dapat ditemui di danau dengan kadar garam tinggi, disebut
dengan brain shrimp. Kultur biomasa Artemia Salina .yang baik pada kadar
garam 30-50 ppt. Artemia Salina .yang mampu menghasilkan cyst membutuhkan
kadar garam diatas 100 ppt (Kurniastuty dan Isnansetyo, 1995 dalam Djunaedi
Ali, 2015).
Menurut SNI, penetasan artemia yang baik yaitu dengan salinitas 25
ppt, pH yang dianjurkan diatas 8,0.Suhu air optimum untuk penetasan sempurna
dalam waktu 24 jam adalah 26-28°C. Artemia Salina .akan butuh waktu lebih
lama untuk menetas dengan suhu dibawah 25°C, suhu jangan sampai melebihi
30°C. Cahaya diperlukan untuk memicu mekanisme penetasan dalam embrio
Artemia Salina .selama beberapa jam pertama inkubasi . Meletakan lampu bohlam
(bukan lampu hemat energi) sebagain sumber cahaya selama periode inkubasi
sangat dianjurkan untuk mendapatkan hasil optimal. Aerasi terus menerus
diperlukan untuk menjaga cyst tetap bergerak dan untuk memberikan kadar
oksigen yang cukup untuk menetas. Minimal 3 ppm oksigen terlarut selama
inkubasi dianjurkan. Aerasi yang kuat tidak akan merusak atau menyakiti naupli.

9
10

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa


Perlakuan pertama menggunakan salinitas 15 ppt dengan suhu ruangan adalah
132,66 individu, pada perlakuan kedua menggunkan salinitas 20 ppt dengan
menggunakan suhu ruangan adalah 102,333 individu, pada perlakuan ketiga
menggunakan salinitas 25 ppt dengan menggunakan suhu ruangan adalah 150,587
individu dan pada perlakuan keempat dengan salinitas 30 ppt dengan
menggunakan suhu ruangan adalah 95,667 individu. Dan perlakuan kelima
dengan salinitas 53 ppt menggunakan suhu ruangan adalah 128,333 individu.

5.2 Saran

Dari praktikum plankton disarankan agar praktikan selanjutnya dapat


dilakukan dengan lebih baik, peralatan yang digunakan diharapkan dapat
ditambah supaya semua praktikan dapat melakukan praktikum sendiri.
Diharapkan praktikan dapat memahami materi yang sedang dipraktekkan dengan
belajar sebelum praktikum.

10
11

DAFTAR PUSTAKA

Adi , 2011. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Pakan Alami   Untuk
Pembenihan Organisme Laut. Kanasius, Yogyakarta.
Bougias, 2008. Pakan   Ikan   Alami. Kanisius, Yogyakarta.
Daulay, T. 2001. Artemia Salina (Kegunaan, Biologi dan Kulturnya). INFIS

Gusrina, 2008. Budidaya Ikan Jilid I. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah


Kejuruan. Klaten: PT. Macaan Jaya Cemerlang.
Harefa, 2002. Laporan Kegiatan Kultur Kopepoda dan Artemia dengan Pakan
Fermentasi, Dirjen perikanan BBL Lampung.
Isnansetyo dan Kurniastuty. 1995 dalam Djunaedi A. Pertumbuhan Artemia
Salina . dengan Pemberian Ransum Pakan Buatan Berbeda. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro. Semarang.

Jusadi, Dedy. 2003. Modul Penetasan Artemia. Direktorat Pendidikan  Menengah


Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional.
Mudjamin, A. 2007. Laporan Hasil Latihan Budidaya Artemia. Dinas Perikanan
Daerah Propinsi Jatim.

Mudjiman, A. 2008. Makanan Ikan Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.


Priyambodo dan Wahyuningsih, Tri. 2003. Budidaya Pakan Alami Untuk Ikan.
Jakarta : Penebar Swadaya.

11
12

Lampiran 1. Kepadatan Artemia Salina .

G
Gambar 1. Cyst artemia ambar 2. Penimbangan Cyst artemia

Gambar 3. Penimbangan garam Gambar 4. Pengukuran air

Gambar 6. Pemanenan Artemia


Gambar 5. Pengukuran salinitas

12
13

Lampiran 2. Hitungan Kepadatan Artemia Salina .


Perlakuan 1 :
Jumlah menetas = n x V
= 66,33 x 2000 ml
= 132.666

Perlakuan 2 :
Jumlah menetas = n x V
= 51,166 x 2000 ml
= 132.666

Perlakuan 3 :
Jumlah menetas = n x V
= 75,42 x 2000 ml
= 150.857,14
Perlakuan 4 :
Jumlah menetas = n x V
= 47,83 x 2000 ml
= 95.666,66

Perlakuan 5
Jumlah menetas = n x V
= x 2000 ml
=

13

Anda mungkin juga menyukai