Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
TRI RAHAYU ZULFIKRIYAH
NIM. 160070301111032
Pada tahun 2001, jumlah pasien dengan atrial fibrilasi mencapai 2,3 juta
di Amerika
dan 4,5 juta pasien di Eropa. Pada populasi umum prevalensi atrial fibrilasi terdapat
sekitar1-2% dan diperkirakan kejadian atrial fibrilasi akan terus meningkat 0,1% setiap
tahunnya pada populasi umur 40 tahun ke atas. Pada umur di bawah 50 tahun prevalensi
atrial fibrilasi berkurang dari 1% dan meningkat menjadi lebih dari 9% pada usia 80
16
tahun. Sedangkan prosentase stroke yang berasal dari atrial fibrilasi berkisar 6-24% dari
semua stroke iskemik, sedangkan 3-11% dari pasien yang secara struktural terdiagnosis
atrial fibrilasi memiliki jantung yang normal. Pada manifestasi klinik, atrial fibrilasi dapat
simptomatik dan dapat pula asimptomatik. Gejala-gejala atrial fibrilasi sangat bervariasi
tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya atrial fibrilasi, dan penyakit yang
mendasarinya. Gejala-gejala yang dialami terutama saat beraktivitas, sesak nafas, cepat
lelah, sinkop atau gejala tromboemboli. Atrial fibrilasi dapat mencetuskan gejala iskemik
dengan dasar penyakit jantung koroner.Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurang pada
atrial fibrilasi akan menurunkan curah jantung dan dapat menyebabkan gagal jantung
kongestif pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri.
Walaupun atrial fibrilasi seringkali tanpa disertai adanya gejala, tetapi terkadang
atrial fibriasi dapat menyebabkan palpitasi, penurunan kesadaran, nyeri dada dan gagal
jantung kongestif. Pasien dengan AF biasanya memiliki peningkatan resiko stroke yang
signifikan (hingga
>7 kali populasi umum). Pada atrial fibrilasi, resiko stroke meningkat
tinggi, hal ini dikarenakan adanya pembentukan gumpalan di atrium sehingga menurunkan
kemampuan kontraksi jantung khususnya pada atrium kiri jantung. Di samping itu,
peningkatan resiko stroke tergantung juga pada jumlah faktor resiko tambahan. Tetapi,
banyak orang dengan atrial fibriasi memang memiliki faktor resiko tambahan lain dan juga
merupakan penyebab utama dari stroke.
Sedangkan hubungan antara atrial fibrilasi dengan penyakit katup jantung telah lama
diketahui. Penyakit katup reumatik meningkatkan kemungkinan terjadinya atrial fibrilasi dan
mempunyai resiko empat kali lipat untuk terjadinya komplikasi tromboemboli. Pada pasien
dengan disfungsi ventrikel kiri, kejadian atrial fibrilasi ditemukan pada satu di antara lima
pasien. Atrial fibrilasi juga dapat merupakan tampilan awal dari perikarditis akut dan jarang
pada tumor jantung pada miksoma atrial. Aritmia jantung lain seperti Woff- Parkinson-
White dapat berhubungan dengan atrial fibrilasi. Hal yang menguntungkan adalah apabila
dilakukan tindakan ablasi pada jalur aksesori ekstranodal yang menjadi penyebab
sindroma ini, akan mengeliminasi atrial fibrilasi pada 90% kasus. Aritmia lain yan
berhubungan dengan atrial fibriasi misalnya takikardia atrial, AVNRT (Atrio Ventricular
Nodal Reetrant Tachycardia) dan bradaritmia seperti sick sinus syndrome dan gangguan
fungsi sinus node lainnya.
Atrial fibrilasi juga dapat timbul sehubungan dengan penyakit sistemik non-kardiak.
Misalnya pada hipertensi sistemik ditemukan 45% dan diabetes militus 10% dari pasien
atrial fibrilasi. Demikian pula pada beberapa keadaan lain seperti penyakit paru obstruktif
kronik dan emboli paru akut. Tetapi pada sekitar 3% pasien atrial fibrilasi tidak dapat
ditemukan penyebabnya, atau disebut dengan lone AF. Lone AF ini dikatakan tidak
berhubungan dengan resiko tromboemboli yang tinggi pada kelompok usia muda, tetapi
bila terjadi pada kelompok usia lanjut resiko ini tetap akan meningkat.
Usia lanjut dikonsep dengan berbagai kriteria. Batasan usia lanjut menurut
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) :
2
yang telah dikemukanakan, seperti :
AF respon lambat (slow response) dimana laju ventrikel lebih kurang dari 60 kali
permenit
Af respon normal (normo response) dimana laju ventrikel antara 60-100 kali
permenit.
Selain itu, klasifikasi atrial fibrilasi berdasarkan ada tidaknya penyakit lain
yang mendasari yaitu AF primer dan AF sekunder. Disebut AF primer jika tidak
disertai penyakit jantung lain atau penyakit sistemik lainnya. AF sekunder jika
disertai dengan penyakit jantung lain atau penyakit sistemik lain seperti diabetes,
hipertensi, gangguan katub mitral dan lain-lain. Sedangkan klasifikasi lain adalah
berdasarkan bentuk gelombang P yaitu dibedakan atas Coarse AF dan Fine AF.
Coarse AF jika bentuk gelombang P nya kasar dan masih bisa dikenali.
Sedangkan Fine AF jika bentuk gelombang P halus hampir seperti garis lurus.
Pada dasarnya etiologi yang terkait dengan atrial fibrilasi terbagi menjadi beberapa
faktor-faktor, diantaranya yaitu :
- Kardiomiopati
- Tumor intracardiac
c. Proses Infeksi
- Demam dan segala macam infeksi
d. Kelainan Endokrin
- Hipertiroid, Feokromotisoma
e. Neurogenik
- Stroke, Perdarahan Subarachnoid
f. Iskemik Atrium
- Infark myocardial
g. Obat-obatan
- Alkohol, Kafein
h. Keturunan atau Genetik
Pada dasarnya mekanisme atrial fibriasi terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi fokal
dan multiple wavelet reentry. Pada proses aktivasi fokal bisa melibatkan proses
depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi fokal, fokus ektopik
yang dominan adalah berasal dari vena pulmonalis superior. Selain itu, fokus ektopik
bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava superior dan sinus coronarius. Fokus
ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik yang dapat mempengaruhi potensial aksi pada
atrium dan menggangu
potensial aksi yang dicetuskan oleh nodus sino-atrial (SA) Sedangkan
multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang berulang
dan melibatkan sirkuit atau jalur depolarisasi. Mekanisme multiple
wavelet reentry tidak tergantung pada adanya fokus ektopik seperti
pada proses aktivasi fokal, tetapi lebih tergantung pada sedikit banyaknya
sinyal elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Timbulnya gelombang
yang menetap dari depolarisasi atrial atau wavelet yang dipicu oleh
depolarisasi atrial prematur atau aktivas aritmogenik dari fokus yang
tercetus secara cepat. Pada multiple wavelet reentry, sedikit banyaknya
sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode refractory, besarnya
ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa
pada pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan pemendekan
periode refractory dan terjadi penurunan kecepatan konduksi. Ketiga
faktor tersebut yang akan meningkatkan sinyal elektrik dan
menimbulkan peningkatan depolarisasi serta mencetuskan terjadinya
atrial fibrilasi.
karena itu atrium tidak berguna sebagai pompa primer bagi ventrikel.
Pada dasarnya, atrial fibrilasi tidak memberikan tanda dan gejala yang
khas dan spesifik pada perjalanan penyakitnya. Umumnya gejala dari
atrial fibrilasi adalah peningkatan denyut jantung, ketidakteraturan irama
jantung dan ketidakstabilan hemodinamik. Disamping itu, atrial fibrilasi
juga memberikan gejala lain yang diakibatkan oleh penurunan
oksigenisasi darah ke jaringan, seperti pusing, kelemahan, kelelahan,
sesak nafas dan nyeri dada. Akan tetapi, lebih dari 90% episode dari atrial
fibrilasi tidak menimbulkan gejala- gejala tersebut.
Tanda dan gejala lain pada atrial fibrilasi seperti palpitasi. Palpitasi
merupakan salah satu gejala yang sering muncul pada pasien dengan
atrial fibrilasi akibat respon ventrikel yang ireguler. Namun gejala palpitasi
dapat juga terjadi pada pasien dengan penyakit jantung lainnya. Palpitasi
belum menjadi gejala yang spesifik untuk mendasari pasien mengalami
atrial fibrilasi. Untuk menunjukkan adanya atrial fibrilasi, pasien biasanya
disertai dengan keluhan kesulitan bernafas seperti sesak, syncope,
pusing dan ketidaknyamanan pada dada. Gejala tersebut di atas dialami
oleh pasien dimana pasien juga mengeluh dadanya terasa seperti diikat,
sesak nafas dan lemas
Kardiomiopati Hipertrofik
Perikarditis
Diabetes militus
Hipertiroidisme
B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan
Gangguan kontraktilitas
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler-alveolar.
3. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan
4. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
f. Ber
ikan
oksig
en
tamb
ahan
deng
an
kanul
a
nasal
/mas
ker
dan
obat
sesu
ai
indik
asi
(kola
bora
si)
No Intervensi Rasional
.
a. menyatakan adnya kongesti
Pa paru/pengumpulan secret
nt menunjukkan kebutuhan untuk
au intervensi lanjut.
bu
ny
i membersihkan jalan nafas dan
na memudahkan aliran oksigen.
fa
s,
ca Membantu mencegah atelektasis dan
tat pneumonia.
kr
ek
le Hipoksemia dapat terjadi berat selama
s edema paru.
b.
Aj Membantu dalam mengurangi edema
ar dan memudah jalan nafas.
ka
n/
an
jur
ka
n
kli
en
ba
tu
k
ef
ek
tif,
na
fa
s
da
la
m.
c.
D
or
on
g
pe
ru
ba
ha
n
po
sis
i.
d.
Ko
la
bo
ra
si
da
la
m
Pa
nt
au
/g
a
m
ba
rk
an
se
ri
G
D
A,
na
di
ok
si
m
etr
i.
e.
Be
rik
an
ob
at/
ok
si
ge
n
ta
m
ba
ha
n
se
su
ai
in
di
ka
si
No Intervensi Rasional
.
a. Selid Nyeri secara khas terletak
iki subternal dan dapat menyebar
keluha keleher dan punggung. Namun ini
n nyeri berbeda dari iskemia infark
dada, miokard. Pada nyeri ini dapat
perhati memburuk pada inspirasi dalam,
kan gerakan atau berbaring dan hilang
awitan dengan duduk tegak/membungkuk
dan
factor
pembe untuk menurunkan
rat dan ketidaknyamanan fisik dan
penuru emosional pasien.
n.Perh
atikan
petunj
uk
nonver mengarahkan perhatian,
bal memberikan distraksi dalam
ketida tingkat aktivitas individu.
k
nyama untuk menghilangkan nyeri dan
nan respon inflamasi.
b. lingk
ungan
yang
tenang
dan
tindak
an
kenya
manan
mis:
peruba
han
posisi,
masas
age
pungg
ung,ko
mpres
hangat
dingin,
dukun
gan
emosi
onal
c. Beri
kan
aktivita
s
hibura
n yang
tepat.
d. Beri
kan
obat-
obatan
sesuai
indikas
i nyeri.
No Intervensi Rasional
.
a. Hipotensi ortostatik dapat terjadi
Pe dengan aktivitas karena efek obat
rik (vasodilasi), perpindahan cairan
sa (diuretic) atau pengaruh fungsi
ta jantung.
nd
a
vit
al
se Penurunan/ketidakmampuan
be miokardium untuk meningkatkan
lu volume sekuncup selama aktivitas
m dpat menyebabkan peningkatan
da segera frekuensi jantung dan
n kebutuhan oksigen juga peningkatan
se kelelahan dan kelemahan.
ge
ra
se Dapat menunjukkan peningkatan
tel dekompensasi jantung daripada
ah kelebihan aktivitas.
ak
tivi Peningkatan bertahap pada aktivitas
ta menghindari kerja jantung/konsumsi
s, oksigen berlebihan. Penguatan dan
kh perbaikan fungsi jantung dibawah
us stress, bila fungsi jantung tidak dapat
us membaik kembali,
ny
a
bil
a
kli
en
m
en
gg
un
ak
an
va
so
dil
at
or,
di
ur
eti
c
da
n
pe
ny
ek
at
be
ta.
b.
Ca
tat
re
sp
on
s
ka
rdi
op
ul
m
on
al
ter
ha
da
p
ak
tivi
ta
s,
ca
tat
ta
kik
ar
di,
dir
it
mi
a,
dis
pn
ea
be
rk
eri
ng
at
da
n
pu
ca
t.
c.
Ev
al
ua
si
pe
ni
ng
ka
ta
n
int
ol
er
an
ak
tivi
ta
s.
d. I
m
pl
e
m
en
ta
si
pr
og
ra
m
re
ha
bili
ta
si
ja
nt
un
g/
ak
tivi
ta
s
(k
ol
ab
or
asi
)
5. Discharge Planing
Anjurkan pada pasien untuk hindari aktivitas yang bisa
memperburuk keadaan selama di rawat.
Anjurkan kepada pasien hindari makanan dan minuman
yang dapat memperlambat proses penyembuhan selama
dirawat.
Anjurkan kepada pasien tidak melakukan aktivitas berlebih
di rumah
Anjurkan pada pasien untuk memperhatikan pola makan
dan minum di rumah.
Anjurkan pada pasien untuk berhenti merokok atau minum
beralkohol kalau pasien seorang perokok atau peminum.
Anjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi obat yang
diberikan sesuai dosis.
Daftar Pustaka