Anda di halaman 1dari 13

Puisi Tentang Lingkungan Angin dingin kelam berderik

Hidup Kabut putih menghapus mentari


Tegak cahyanya menusuk citra
Indah permai alam desaku
Tempatku melepas keluh kesah Pahatan Gunung memecah langit
Semilir angin dipagi hari Berselimut awan beralas zamrud
Kini hanya tinggal terganti riuh gergaji Tinggi . . . Tajam . . .

Oh alamku, janganlah kau murka Sejak waktu tidak beranjak


Pada mereka yang serakah harta Di sanalah sanubari berdetak
Hingga tak dapat merasakan kebesaranNya Sunyi sepi tak beriak

Oh hutanku, bangunlah kembali dari tidur Cermin ilusi di atas danau


panjangmu Menikung pohon yang melambai warna
Sambutlah mentari pagi yang cerah Di celah kaki-kaki menjejak karya-karyaNYA
Kuncupmu yang selalu kuharap
Dapat segarkan udara sesak ini Di manakah aku berada?
Semoga alamku tetap lestari Di mana jiwa tak mengingat rumah
Di saat hidup serasa sempurna
Alamku, dulu dan sekarang
semilir angin membelai Sungguh jelita permadani ini
menyambut penat penghilang lelah Terbarkan pesona di atas cakrawala
bening airmu sejukkan hati Tak berujung di pandang lamanya
indah alam yang kurasa
nuansa permai wahai desaku Serasa bertualang di negeri tak bertuan
indah itu dimasa lalu
Lingkungan Sekitarku
kini wajahmu jauh berbeda Oleh : Luther Lie
engkau selalu muram tanpa cahaya
anginmu hembuskan kemarahan Aku lupa memedulikan lingkunganku
indahmu tak lagi kurasa Saat lingkungan ku kotor
bukan kau telah merapuh Aku lupa membersihkannya
hanya tangan-tangan si pencuri yang Saat ku tercemar
merusakmu Aku tidak membersihkannya
mengambil apa yang seharusnya membuatmu Lingkunganku
tetap hidup Kau menjadi berpolusi karena manusia
menyisakan bencana tak berkesudahan Kau menjadi kotor karena kami
hanya doa yang dapat ku panjatkan Semua ulah itu kesalahan kami
untuk alamku, untuk bumik Lingkungan hidupku
Maafkanlah perbuatan kami
ALAM DILEMBAH SEMESTA Maafkan pula kelalaian kami
Puisi Ardian.H Mulai saat ini kami pasti akan menjagamu.
CERPEN

Tumbuhan dan Tanaman Ajaib


Pada suatu hari nirina mengunjungi taman yang berada di belakang pabrik. Tetapi tanaman
itu tidak pernah di rawat, semua tanaman pada layu. Kata orang setempat taman ini tempat
yang horor, terkadang terdegar suara minta tolong. Tetapi nirina tidak percaya, dan nirina
tetap saja berada di taman untuk melihat-lihat.

Tiba-tiba nirina di tegur orang


“hey kamu… Janganlah bermain-main di tempat itu!”
Dan nirina segera pulang ke rumah.

Hari telah berganti dan pagi pun telah tiba. Karena nirina pencinta tanaman ia langsung
beranjak dari tepat tidurnya dan langsung menuju kamar mandi dan mengambil air se-ember
dan lari ke luar rumah. Tiba-tiba rina disapa temannya,
“assalamualaikum rina”
“waalaikumsalam?” jawab rina
“kamu mau ngapan? Kok bawa ember segala?” tanya temannya penasaran
“aku mau nyiram tanaman, biasa..” jawab rina santai
“ooh, aku pergi dulu ya assalamualaiku”
“wa’alaikumsalam” jawab rina

Anak yang baru duduk di kelas 4 sd ini memberanikan diri untuk pergi ke taman itu, jarak
taman dari rumah nya tidak begitu jauh.

Akhirnya nirina pun sampai di taman. Dia diam-diam ke taman, karena takut ketauan sama
orang lain. Lalu air nya di siram kan ke tanaman itu, air nya pun telah habis tumbuhan nya
sudah di sirami semua. Tiba-tiba ada yang berkata “terimakasih nirina” suara itu sangat kecil,
nirina pun heran siapa yang berterimakasih pada nya. Dan dia melihat ada anak bunga mawar
putih yang melambaikan daun nya, nirina pun langung mendekati.
“apakah kamu yang berbicara tadi?” tanya rina
“tentu, apakah aku boleh minta tolong?” kata anak mawar putih
“ya kamu mau minta tolong apa?” jawab rina
“apakah kamu bisa menyirami pohon lemon itu supaya hidup kembali?” pinta anak mawar
putih
“insyaallah, kenapa dia kering kerontang?” tanya rina penasaran
“ini karena musim kemarau” jawab pohon jambu biji
“ini juga ulah tikus yang nakal” jawab tumbuhan gingseng
“bukan hanya tikus saja yang nakal tetapi ulah anak-anak yang nakal” jawa timun mas yang
memperbaiki ucapan teman nya.
Nirina terkejut karena dia tidak tahu kalau tanaman yang lainnya bisa berbicara juga, nirina
pun merasa senang.

Nirina pun segera mendekati pohon lemon itu. Dan kebetulan di samping jendela ada air
beras atau yang di sebut air leri dalam bahasa jawa. Nirina pun langsung menyiram akar nya
dengan air itu. Semua sudah selesai nirina segera pulang ke rumah karena hari mulai siang.
Setelah sampai di rumah nirina langsung mendekati bunda nya, dia tidak mau bercerita apa
yang telah di lakukan tadi pagi di taman, rina tidak mau siapapun tahu kalau tanaman
tanaman itu ajaib
“bunda nanti kalau bunda nyuci beras air nya jangan dibuang ya!” pinta rina
“iya.. Sayang.” jawab bundanya dengan lembut

Sekitar jam 4an langit terlihat mendung dan turun hujan. Hati rina sangat senang karena
tumbuhan-tumbuhan itu sedang memerlukan air. Sehari sekali ia menyirami tumbuhan-
tumbuhan itu.

Ini hari ke 3 rina mengunjungi taman itu, dia bawa air beras nya untuk menyiami pohon
lemon, akan tetapi dia terkejut apa yang di lakukan nya dengan susah payah untuk tumbuhan
itu tidak sia-sia. Pohon lemon yang dia sirami dengan air cucian beras hidup kembali dan
subur.

“makasih ya atas kerja kerasnya, oh iya aku mempunyai 1 buah lemon, ambillah! Ini tanda
terimakasih ku” kata pohon lemon
“waah.. Terimakasih kembali ya lemon” jawab rina senang

Nirina senang karena ia pulang kerumah bawa sayur, bunga dan buah. Semua itu ia kasih
untuk bundanya. Bunda pun heran
“nirina dapat semua ini dari mana?”
“aku habis dari taman yang di belakang pabrik itu, sekarang mereka telah tumbuh subur
kembali looh bun..” kata rina

Nirina rutin mendatangi taman itu setiap hari dia yang merawat nya, siapa pun boleh
mengambilnya sesuai kebutuhan

Menanam Seribu Pohon


Pagi itu, suara Ibu membuatku terbangun dari tidurku. Tak tahunya, ibu ingin mengajakku
pergi ke taman untuk menghadiri acara menanam seribu pohon di desaku jam 08.00 nanti.
Aku pun bergegas bangun, merapikan tempat tidurku, dan pergi ke kamar mandi untuk
Wudhu.

Cress!
Air mengalir keluar dari keran. Aku membasuh tanganku, berkumur, membasuh hidung,
membasuh muka, membasuh tangan sampai siku-siku, mengusap kening, membasuh telinga,
mengusap kaki sampai telapak dan mata kaki. Lalu aku keluar dari kamar mandi dan
membaca doa setelah wudhu.

Kalian sudah tahu aku? Pasti belum. Aku adalah Fatimah Azzahra. Aku biasa di panggil
Fatimah. Aku suka dan sangat mencintai lingkungan. Ok teman-teman mau tahu kelanjutan
kisahku dan bagaimana aku menjaga lingkungan sekitarku? Ok cekidot!

Aku segera mengambil mukena dan sholat shubuh. Aku sholat dengan sangat khusyuk.
Selesai sholat, aku pergi ke kamar mandi dan mandi pagi. Byurr! Aku mengguyur tubuhku
dengan segayung air. Hmm… segar! Aku pun menggosokkan sabun ke badanku dan sehabis
itu mengguyur badanku lagi. Brr… dingin juga ya air pada pagi ini!!! O ya, aku juga
menggosok gigiku dengan pasta gigi dan sikatnya. Lalu aku menyikat gigiku. Segar sekali
mulutku!

Tak lama, aku keluar dari kamar mandi dan berbalut handuk Island Princess. Setelah
mengeringkan tubuh, aku bergegas pergi ke kamar dan memakai kaus berwarna merah
bergaris hitam bergambar anak yang berdiri dan tersenyum sambil membentuk kata peace
dengan tudung kepalanya. Aku memakai celana panjang berwarna hitam training bergaris
putih. O ya aku juga membawa alat kebersihan, yaitu cangkul untuk menanam tanaman.

Setelah berdandan dan bersiap-siap, aku pergi ke ruang makan dan sarapan pagi. Aku sarapan
dengan ayah, ibu, dan Kak Tya (kakakku). Kami sarapan dengan telur dadar, kecap, dan ikan
teri. Hmm.. yummy!

Setelah sarapan, aku dan keluargaku pergi ke balai desa (warga memang di suruh berkumpul
di balai desa) yang lumayan jauh dari rumah kami. Dan kami juga memilih berjalan kaki
daripada naik motor. Kenapa kami memilih berjalan kaki daripada naik motor? Pertama kita
bisa mempersedikit polusi udara. karena kalau naik motor, kita dapat memperbanyak asap
yang dapat memperbanyak polusi dan dapat merusak lingkungan. Kedua, kita bisa
berolahraga dengan jalan kaki. Walaupun tempatnya jauh, tapi dengan berolahraga kita sehat
dan bugar bukan? Dan kita juga terhindar dari segala macam penyakit. Ok balik lagi ke
Fatimah ya!

Sampai di balai desa, kami dan semua warga di bagikan dua kantong biji pohon mangga oleh
Pak RT. 1 kantong di tanam di taman Panca Indah dan yang satu lagi di tanam di rumah dan
pekarangan masing-masing. O ya, setelah seluruh warga berkumpul di balai desa, semua
warga pergi ke taman Panca Indah yang tidak jauh dari desa. Kami dan semua warga pergi ke
taman bersama, termasuk juga pak RT. Ada yang membawa alat kebersihan seperti cangkul,
pupuk, dan air. Semua tampak bersemangat untuk menanam seribu pohon.

Sesampainya di taman Panca Indah, semua warga pun mengeluarkan cangkul dan
mencangkuli tanah. Mereka memasukkan bibit pohon mangga ke dalam tanah yang telah di
cangkul. Begitu juga denganku. Aku mencangkuli tanah. Dan aku mencangkuli tanah sampai
bagian tanah yang terdalam. Lalu aku menaruh satu-dua bibit pohon mangga di dalamnya.
Dan, aku menguburnya lagi dengan tanah yang sudah kucangkul tadi. Aku melakukannya
terus menerus sampai sekitar 10 kali. Jadi aku menanam 10 pohon. Aku juga menyiraminya
dengan air yang kudapat dari keran air. Huhh! capai, tapi nikmat kok!
Setelah melakukan kegiatan menanam seribu pohon, kami di beri segelas jus mangga oleh
Pak RT. Hmm.. enak! Segar sekali! Setiap tegukannya membuat tenggorokan tenang dan
menghilangkan haus dan dahaga. Sepertinya tenaga yang telah terkuras sudah kembali lagi.
Sungguh senang sekali menanam seribu pohon bersama. Coba seandainya kami tidak bekerja
bakti dan melakukannya sendiri. Pasti sekarang belum selesai! Makanya, kita perlu
kebersamaan agar bisa meciptakan suatu kebaikan bersama. Ok sekarang waktunya pulang ke
rumah masing-masing!

Keesokan harinya…
Sehabis pulang sekolah, aku mengayuh sepedaku ke Taman Panca Indah. Sebelum pulang ke
rumah, aku ingin melewati taman Panca Indah. Aku ingin melihat pohon mangga yang
kutanam kemarin di sana. Aku ingin mengetahui apakah pohon manggaku sudah tumbuh atau
belum. Saatku melewatinya, batang pohon manggaku sudah tumbuh. Sungguh senang hatiku.
Aku merasa senang dan bahagia sekali, karena bisa menanam pohon. Dengan menanam
pohon, kita dapat mengurangi polusi udara bukan? Kita dapat menebarkan kebaikan kepada
semua orang. Manusia dapat merasakan suasana sejuk dan udara segar karena kita menanam
pohon yang menghasilkan oksigen bagi manusia. Buah yang nantinya tumbuh juga bisa di
makan banyak orang. Dengan begitu, hidup akan sehat dan gembira. Dan kita juga
melakukan sesuatu yang mulia bagi semua umat. Bukankah itu menyenangkan?

Fotograph
Alam membuatku ceria alam yang selalu menenangkanku, menjagaku bahkan menjadi
inspirasi terindah. Tak bosan-bosannya aku selalu memandanginya. Tak ku siakan
kesempatan ini. Sekarang aku berada di pedalaman hutan di papua, tepatnya tempat
konservasi alam. Aku kesini untuk memotret keunikan si burung surga, cendrawasih.
Memang aku bekerja sebagai fotografer lepas alam. Jadi sekalian bisa berpetualang

Kali ini aku bertugas sendiri. Tidak sendiri juga sih tapi masih ada teman dari tempat lain.
“Hmmm… itu dia!!!” Seruku sambil memotret seekor burung cendrawasih biru.
Beberapa kali ku dapatkan gambar indah ini di tambah lagi keindahan pantulan bayangan
senja. Ku potret sebanyak banyaknya karena burung ini sangat langka. Hingga aku sadar
kalau bukan aku saja yang memotret tapi beberapa orang lain. Kudapati sosok yang sudah ku
kenal dulu teman lamaku.
“Leon..” panggilku. Dia menoleh lalu tersenyum. Dia masih dia yang dulu yang tetap
menjadi sahabatku.
“Hai Jess, apa kabar?” Dia langsung menghampiriku.
“Aku baik baik aja, kamu?”
“aku juga.. sudah lama ya kita nggak ketemu lagi sekarang kamu kuliah dimana? Aku kuliah
di Amerika… beasiswa..”
“aku di Korea. Ternyata kamu bisa berubah juga ya.. dulu kan kamu yang paling bodoh di
kelas” ucapku sambil tersenyum
“kalau aku bodoh aku nggak mungkin bisa ketemu kamu kan disini..” ucapnya cukup
meyakinkan.
“Mungkin..”
“Kok bisa mungkin?”
“ya.. mungkin kalau kita berjodoh.. ha..ha..ha..” ucapku sambil tertawa agar dia tidak
menganggapnya serius.
“Oh ya Jess, di depan sana ada warung lo mau minuman?”
“Boleh…” kita pun langsung ke warung tersebut.

Saat sampai kita memesan beberapa minuman dingin. Sambil menikmati senja. Tak lupa aku
memotret saat saat indah ini.
“leon, kamu nggak motret senja. Cantik loh..” tawarku sambil sibuk memotret.
“Buat apa aku memotret..” aku menoleh ke arahnya, bingung
“Buat apa aku memotret kalau hal yang indah kayak senja ini sudah ada di depanku..”
Aku masih bingung lalu dia melanjutkan katanya.
“Jess kamu mau kan?” Aku masih tetap bingung.
“Aku nggak tau” ucapku sambil memandang ke arah matahari senja.
“Loh kok nggak tau?”
“entahlah tapi aku ngerasa kalau sama kamu aku nggak ngerasaain apa apa yang ku mau
kamu jadi sahabatku selamanya…” ucapku lirih “maafkan aku leon”
“Ehm gak papa yang pasti kita sahabat kan. Kalau gitu kamu mau nggak jadi modelku.”
“boleh..” ucapku sambil berpose di dekat matahari senja.

Yupz, sekarang senja ini membawaku bertemu sahabatku. Sekarang atau selamanya.
Semuanya berakhir dengan bahagia… tidak ada yang tersakiti di cerpen ini.

Sahabat di Bumi Perkemahan


“Garcya… Garcya bangguuunn…ayoo bangunn…!” teriak mama membangunkan Garcya
yang masih tertidur lelap.
“Iya ma, sebentar aku masih ngantuk,” keluh Garcya dari dalam kamar.
“pagi ini kamu kan mau kemping, ayo cepat bangun lalu sarapan dan berangkat, sayang.”
Sahut mama sambil menyiapkan sarapan.
“iya aku bangun.” Jawab Garcya pelan. Garcya segera mandi dan langsung turun untuk
sarapan.

Waktu memang baru menunjukkan pukul 06.00 WIB, tapi Garcya harus berangkat agar tidak
ditinggalkan rombongan. Hari ini Garcya akan kemping bersama teman-temannya di bumi
perkemahan Srigati. Tepat pukul 08.00, mereka sudah sampai di sana.
Mereka langsung mendirikan tenda, rencana mereka akan kemping selama 3 hari. Tujuan
mereka kemping adalah untuk pendekatan dengan alam sekaligus study tour.

Hari ini mereka fokus untuk membersihkan daerah sekitar, beres-beres tenda dan
mengumpulkan kayu untuk api unggun malam ini.
“Garcya, Aldo, Fikri, Dita, Canny dan Boni, ayo bantu bapak mencari kayu bakar.” Seru Pak
Anton pada beberapa orang anak.
Saat semua sedang asyik mencari kayu bakar, tiba-tiba ada suara yang memanggil,
“Garcya… Garcya…” sebuah suara memanggil dari kejauhan.
“Siapa kamu?” kata Garcya saat menoleh kebelakang.
Tampak anak laki-laki sebayanya yang memanggil tadi, melambaikan tangan sambil
tersenyum pada Garcya. Garcya mengejar anak itu, tapi anak itu sudah menghilang. Tanda
tanya besar masih membayangi ingatan Garcya tentang asal usul anak itu.

Malam yang indah dengan api unggun yang menemani malam kami, kami berbahagia sambil
bernyanyi-nyanyi. Pukul 10.00 malam acara selesai, kami harus kembali ke tenda masing-
masing untuk tidur.

1 jam berlalu, 2 jam berlalu, tapi aku masih gelisah tak bisa tidur, memikirkan siapa anak itu,
karena kata Pak Anton tidak ada sekolah atau siapa pun yang kemping di sini selain sekolah
kami. Karena aku belum bisa tidur dan rasa penasaranku yang begitu besar, sehingga ku
beranikan diriku untuk keluar tenda dan mencari tau semuanya.
Ku berjalan sudah cukup jauh dari tenda, “aaakkk…” seseorang menepuk pundakku, kulihat
ke belakang, ternyata anak itu, anak yang tadi siang memanggilku.
“Tak usah takut, jangan teriak, aku tak akan menyakitimu,” jelas anak itu pada Garcya.
“ooo.. oohh, iya, siapa namamu? Darimana kamu tau namaku? Kenapa malam-malam begini
belum tidur?” tanya Garcya yang begitu penasaran.
“uuummm…mmm.. aku Gio, aku tau karena pernah ku dengar gurumu memanggil namamu,
malam ini aku harus cari obat untuk ibuku karena sakitnya kambuh.” Jelas nya pada Garcya.
“Oiya, dimana rumah mu?” tanya Garcya kembali.
“Sana di tengah hutan, kamu mau gak jadi sahabatku? Karena selama ini gak ada yang mau
temenan sama aku.” Pinta Gio pada Garcya.
“Tentu, bila kamu anak baik, sudah ya, aku harus balik ke tenda, besok kita ketemu lagi.”
Pamit Garcya pada Gio.

Saat kembali ke tenda, Garcya langsung tertidur lelap. Keesokkan paginya, banyak aktivitas
yang harus mereka lakukan. Pagi ini mereka senam, mandi lalu sarapan. Pagi ini adalah pagi
cari tahu karena kami ditugaskan masuk hutan untuk mencari tanaman obat yang digunakan
untuk mengobati beberapa penyakit.

Di hutan banyak sekali daun yang indah dan semuanya hampir sama mirip dengan yang
Garcya cari, “tenang Garcya, aku akan membantumu!”. Ternyata Gio yang barusan bicara,
“terima kasih, Gio, aku senang kalau kamu bisa bantu aku.” ucap Garcya. Mereka
melanjutkan mencari daun obatnya lagi.

Alhasil semua daun yang di butuhkan sudah di dapat, Garcya kembali ke tenda. Seperti
kemarin, malam ini Garcya tidak bisa tidur lagi, tapi Garcya tidak sendiri Canny juga tidak
bisa tidur. Mereka berdua keluar tenda. Tiba-tiba datang Gio, Garcya mengenalkan Canny ke
Gio. Tapi hati Canny tidak tenang berada di dekat Gio. Canny pun segera menarik Garcya ke
dalam tenda, ia menceritakan semua kegelisahannya pada Garcya, tapi apa yang di rasakan
Canny tidak di rasakan Garcya. Garcya malah menceritakan semua kebaikkan Gio saat awal
mereka bertemu. Setelah itu mereka pun tertidur.

Hari ini adalah hari terakhir Garcya dan rombongannya kemping di sini. Ini adalah kemping
pertama Garcya yang paling mengesankan. Sebelum pulang Garcya ingin sekali bertemu dan
pamit pada Gio, Canny yang tau niatan Garcya berusaha melarang, karena Canny tau tempat
ini adalah tempat yang angker, tapi walaupun Canny sudah cerita semua ketakutannya, tetap
saja Garcya tidak mau mengindahkan.
Garcya pun mulai masuk ke hutan dan memanggil-manggil Gio,
“Gioo…Gioo…” seru Garcya.
“apa Garcya? kamu mau pulang ya? Kok kamu tega meninggalkan aku?” kata Gio dengan
nada sedih.
“iya Gio, aku mau pamit, kemping sudah berakhir. Aku senang kok kalau bisa terus
bersamamu, tapi aku harus pulang, aku janji kalau ada waktu aku akan mengunjungimu.
Selamat tinggal Gio.” Jelas Garcya.

Di perjalanan ku tanyakan semua tentang Srigati dan kebenaran ucapan Canny pada Pak
Anton tak lupa juga ku ceritakan Gio pada Pak Anton.
“Garcya, Srigati memang tempat yang cukup angker dan banyak mitos yang mengatakan
banyak makhluk halus yang berkeliaran di sana. Kalau tentang anak laki-laki itu, bapak
kurang yakin, karena di tengah hutan tidak ada rumah, dan tidak ada sekolah yang kemping
disana, jadi bapak rasa dia bukan seperti kita..” jelas Pak Anton.
“apa itu benar pak?” tanya Garcya penasaran.
“iya, Garcya, maka itu kamu harus hati-hati, dan tidak usah takut dengan anak laki-laki itu,
dia tidak akan mengganggumu sampai rumah.” Jelas Pak Anton
“iya pak, berarti selama ini saya sudah salah berteman, dan tidak percaya dengan kata-kata
Canny” kata Garcya yang sedang merinding ketakutan.
Garcya menghampiri Canny dan minta maaf
“Can, maaf ya aku udah gak percaya sama kamu tentang Gio, sekarang aku takut, setelah
mendengar cerita Pak Anton.” Kata Garcya.
“Gak apa-apa kok, kamu gak usah takut, dia gak akan mengganggumu sampai rumah kok,
aku juga akan selalu menemanimu “jelas Canny
“ya, tadi Pak Anton juga bilang kayak gitu, tapi aku masih takut dan menyesal.” sesal
Garcya.

Menari di Langit Senja


Enam anak itu sudah terduduk di sebuah batu yang amat besar. Senyum cerahnya
mengembang ketika melihat langit yang berwarna biru indah. Yusi, Tipa, Uti, Sipa, Inge dan
Fira. Mereka sekelompok cewek polos dan pintar akan merangkai kata. Saat itu, mereka
sedang menikmati segarnya udara di pagi hari dan melihat desiran air sungai yang mengalir.

Setelah menghadapi ujian akhir semester, pikiran menjadi santai dan rileks tanpa beban.
Itulah yang saat ini mereka pikirkan. Berlibur di desa adalah salah satu tempat yang cocok
untuk menenangkan pikiran sehabis otak kebakar selama seminggu.

“Coba deh, lihat awan itu!” tunjuk Uti. Semua menoleh ke arah yang di maksud.
“Mana? Bagusnya, gambar hati!” pekik Inge yang membuat Sipa terpeleset ke dalam sungai.
Sontak semua tertawa dan Sipa hanya manyun.

Tipa dan Yusi meraih tangannya untuk kembali ke atas batu. Tetapi, Sipa malah menarik
kedua anak tersebut dan ikut kecebur ke sungai yang dingin banget airnya. Fira yang sedang
tertawa lebar itu, langsung di dorong oleh Inge, tapi Inge malah kena batunya dan mereka
sama-sama ikut tercebur. Uti yang selamat dari aksi tarik dan di dorong, akhirnya menyerah
juga karena di paksa oleh kelima cewek itu.

Semuanya pun masuk ke dalam sungai itu dengan penuh canda dan tawa. Terik matahari
mulai semakin panas dan air sungai tidak sedingin pagi hari. Ke enam cewek itu
menyudahinya dan beranjak pergi ke rumah sederhana milik paman Fira yang bernama Pak
Anto itu. Mereka berlibur ke sini karena Pak Anto membolehinya.

Lagi pula Fira juga baru dua kali ke desa Pak Anto, itu pun bersama keluarga. Makannya
supaya suasananya lebih seru kali ini, Fira mengajak ke lima sahabatnya itu. Sesampainya di
rumah pak Anto. Mereka mengganti pakain yang basah dengan pakain yang bersih dan
wangi. Mereka di kejutkan dengan kehadiran istri pak Anto, bi Ana. Ternyata sejak tadi, bi
Ana nggak kelihatan karena sebelum keenam cewek itu bangun, beliau telah siap menjajakan
sayur mayurnya di pasar.

Bi Ana juga telah mempersiapkan makanan tradisional yang nggak kalah enaknya dari kota.
Tempe, tahu, sambel goreng, ikan goreng, aneka lalapan dan es kelapa muda. Pokoknya enak
deh! Setelah selesai makan siang, ke enam cewek itu beristirahat dulu di belakang teras
rumah pak Anto. Selain udaranya yang tak begitu panas, di sini juga banyak di tumbuhi
tanaman dan pohon rambutan.

Mankannya kalau mau rambutan, tinggal memetik aja deh buahnya. Uti melihat sesuatu di
balik semak belukar itu. Sepertinya ada hewan yang menyangkut atau hantu yang ingin
mengganggu.
“Hati-hati! Itu binatang buas seperti babi hutan yang sedang mencari makan!” kata Sipa
menakut-nakuti.
“Mana ada sih di desa ada babi hutan? Memangnya kita ada di hutan gitu,” celoteh Inge
bersikap untuk tidak takut.
“Kalau di pikir-pikir, di sini nggak ada babi hutan deh. Karena di wilayah ini terjamin
keamanannya,” ucap Fira yang pintar akan pelajaran IPS.
“Bener juga kamu Fir, nggak sia-sia aku beri kamu sebutan si Smart girl,” ujar Yusi sembari
merangkul sahabatnya itu. Sementara Tipa dan Uti hanya manggut-manggut saja.
“Daripada kita penasaran hewan apa itu! Mending kita dekati yuk,” ajak Tipa tampang
bersemangat. Dengan semangat 45 Tipa bersiap meluncur ke semak yang di maksud.
“Tunggu apa lagi, ayo!” Uti berlari mengejar Tipa yang telah melesat jauh. Semuanya
mengangguk dan berlari mengejar Uti.

Perasan dag.. dig.. dug mulai menjadi-jadi. Keringat dingin mulai menggerayangi Sipa.
Karena kalau di temuinya adalah kucing, ia pasti lari terbirit-birit. Tapi menurut Tipa, kucing
adalah hewan yang menggemaskan dan asik di ajak main. Kalau saja itu kucing, pasti Tipa
langsung menggendongnya. Tangan Yusi mulai mendekati semak tersebut.

Semuanya terdiam dan keadaan hening. Perlahan-lahan tangan Yusi telah mencapai puncak
kedalaman semak tersebut. Ketika di telusuri lebih dalam ternyata … seekor kelinci putih
berbulu lebat itu tersangkut benang layang-layang. Yusi segera melepaskan dan
menggendongnya. Lucunya! Semua mengelus badan sang kelinci. Lembut di tangan.

Mereka segera membawanya ke rumah dan langsung di beri makan. Tetapi sebelum di beri
makan kita kasih nama apa ya? Kelincinya kan laki-laki.

“Kasih nama apa nih?” Yusi melirik sahabat-sahabatnya.


“Yang lucu aja namanya!” usul Inge mulai membayangkan sederet nama-nama di benaknya.
“Pofu,” Uti melirik yang lain. Semua hanya menggeleng.
“Goro!” usul Inge. Semua masih menggeleng.
“Hmm, kalau Ponta gimana? Menurutku itu nama yang unik dan lucu,” kataku menoleh ke
semuanya. Tipa salah satu anggota yang suka baca komik.
“Kayaknya bagus deh, setuju ga?” tanya Fira.
“Setuju!” jawab semuanya dengan serentak.

Akhirnya pemberian nama kelinci tersebut tidak memakan waktu yang sangat lama. Setelah
itu Ponta di beri makan dan di taruh di kandang milik Pak Anto, bekas kandang kelincinya
yang sudah mati. Setelah itu, mereka pamitan untuk jalan-jalan di sebuah bukit. Kalau
matahari sudah condong ke arah barat, pemandangan di langit akan menjadi luar biasa
indahnya.

Di perjalanan menuju bukit …

“Eh, main tebak-tebakan yuk!” celetuk Sipa.


“Ayo! Tapi kamu yang bikin tebak-tebakan ya,” ucap Uti.
“Kita mulai saja ya. Ada banjir deras banget mencapai selutut tetapi gedung tingkat tiga kok
bisa terendam?” tanya Sipa.
“Apaan ya? Susah banget sih,” keluh Uti.
“Banjir … cuman selutut … tetapi bisa merendam gedung? Bingung,” Inge mulai memutar
otak.
“Nyerah?” Sipa mulai meremehkan. Ada senyum kemenangan di bibir manisnya.
“Iya deh, nggak tau.” Fira mulai pasrah.
“Kalau banjirnya mencapai selutut patung liberty di USA gimana?” sambung Sipa sambil
merubah mimik wajahnya.
“Haha, kamu bisa aja deh!” tawa Yusi meledak.
“Iya dong, Sipa gitu lho.”
“Yaiyalah, kamu itu ratunya tebak-tebakan. Semua orang kan punya keahlian masing-
masing,” sergah Tipa.

Percakapan terhenti ketika sudah sampai di bukit. Pemandangan yang belum pernah mereka
lihat di sini, membuat hati kecil mereka masing-masing berbicara. Indahnya bukan main.
Kabut-kabut putih menyelimuti sekeliling bukit. Pepohonan yang menjulang tinggi seakan-
akan ikut memeriahkan suasana bukit itu.

Semuanya hanya ternganga dan pandangan lurus ke depan. Apalagi nanti ketika matahari
tenggelam, suasana akan lebih indah luar biasa.

“Kita harus menunggu matahari itu sampai pada tempatnya,” terang Fira yang sudah tau
banyak.
“Cantik ..,” desis Yusi pelan.

Pantulan sinar matahari menghiasi mata ke enam cewek itu. Bola-bola mata cerah berbinar
terus memandang ke arah yang dimaksud. Mata Tipa terpejam, mendengarkan hati kecilnya
sedang berbicara sendiri, “Sangat indah … sebuah pemandangan alam yang langka … Seperti
butiran-butiran mutiara yang bening … sangat indah,”

“Beberapa menit lagi ..,” sambung Fira.

Tiga puluh menit berlalu, matahari mulai tepat di posisinya. 1 … 2 … 3 … siap-siap! Ke


enam anak manusia itu sedang menghitung. “Dan … tibalah saatnya,” guman Uti. Keajaiban
mulai tiba di setiap sudutnya. Langit senja … langit senja … sangat indah. Warna oranye ke
merah-merahan di langit seakan-akan ikut berbicara.

Tidak ada yang lebih indah selain ciptaan Tuhan. Tuhan telah memberikan banyak nikmat
kepada kita untuk selalu bersyukur dan berpikir. Bagaimana cara mengolahnya supaya lebih
baik dari itu tetapi tidak merubah bentuk aslinya. Ke enam cewek itu menyadarinya bahwa
masih ada tempat indah yang di berikan Tuhan.

Untuk mengakhiri di langit senja ini. Mereka menari di iringi alunan musik alam. Angin,
daun dan air. Ketiga elemen yang berbeda tetapi memiliki tujuan yang sama. Mengisi hidup
ini dengan sempurna. Alam adalah sesuatu kewajiban yang harus kita jaga … bukan di rusak
seenaknya. Di dunia ini kita tidak sendirian melainkan hidup bersama-sama … dan
membutuhkan satu sama lain.

Akhirnya mereka pulang dan untuk terakhir kalinya, mereka berjanji … “Kami akan selalu
menjaga alam … Dan akan selalu menikmati indahnya alam,” teriak mereka masing-masing.
Life is nature.
Go Green
Hai, namaku Cristina Chrysant panggil saja Cristina umurku 9 tahun ciri-ciriku adalah
rambutku panjang berwarna coklat badanku tinggi aku sekolah di SDN joglo 10 Pagi. Aku
mempunyai teman bernama Gabriella Rastanty umurnya 9 tahun ciri-cirinya rambutnya
panjang berwarna hitam gelap dia satu sekolah denganku.

Sore itu aku akan pergi ke rumah Gabriella untuk mengerjakan tugas kelompok dari guruku,
sesampainya di rumah Gabriella aku melihat Gabriella sedang kesal, lalu aku bertanya
kepada Gabriella “Gabriella kenapa kamu sedang kesal?”
Gabriella menjawab “aku sedang kesal karena taman dekat sekolah kita yang biasa untuk
bermain akan di gusur dan akan di jadikan mall, apa sih gunanya mall lebih baik dari pada
menghabiskan uang di mall kita gunakan uang itu untuk membeli bibit-bibit pohon untuk
melakukan reboisasi agar tidak terjadi lagi kebakaran hutan yang terjadi karena kelalaian
manusia yang menebang pohon sembarangan, sehingga pohon yang ada di gunung pun tidak
ada lagi” jelas Gabriella panjang lebar
“Memang sih kalau tidak ada lagi pohon tidak ada yang meresap air jika terjadi hujan dan
akibatnya adalah banjir bahkan Indonesia di sebutkan sebagai negara kedua dengan tingkat
penebangan hutan paling cepat di dunia, dalam 1 tahun, sebanyak 1 juta hektar hutan hilang,
nah karena itu kita harus menjaga hutan-hutan yang ada di Indonesia agar tidak terjadi hal-hal
yang tadi aku sebutkan, Gabriella kamu tahu tidak bagaimana cara merawat hutan?” tanya ku
Kemudian Gabriella menjawab “tahu dong, yang pertama yaitu jangan menebang pohon
sembarangan, yang kedua tebang pilih yaitu menebang pohon yang sudah tua dan menanam
kembali dengan bibit baru, yang ketiga reboisasi yaitu melakukan penanaman kembali
kepada hutan yang sudah gundul” jawab Gabriella
“Eh, tugas kelompok kita kan udah selesai kita main ketaman dekat rumah aku yuk” ajakku
kepada Gabriella
“ayuk” jawab Gabriella

Sesudah merapikan buku-buku dan tempat pensil bekas mengerjakan tugas kelompok di
rumah Gabriella aku dan Gabriella berjalan karena jarak taman dari rumah Gabriella sangat
dekat, di tengah perjalanan aku dan Gabriella saling bercanda, sesampainya di sana aku tidak
tahu mengapa pohon-pohon yang ada di taman sudah kering atau mati dan beberapa pohon
ada juga yang sudah di tebang! Hmmm siapa ya orang nakal yang menebang semua pohon-
pohon ini dan kenapa tidak ada yang merawat, tiba-tiba temanku Viola mengaggetkanku dari
belakang, lalu Viola bertanya “kalian sedang apa, boleh ku bantu?”
Lalu aku menjawab “ini aku bingung kenapa pohon-pohon yang ada di taman sudah mati dan
di tebang?”
Lalu Gabriella yang dari tadi diam saja langsung menceritakan semua kenapa pohon-pohon
yang ada di taman sudah mati ataupun di tebang “oh, iya aku baru ingat, jadi sebenarnya
pohon-pohon yang ada di sini di tebang orang-orang untuk keperluanya sendiri-sendiri kalau
tentang pohon yang mati itu karena rasa kurang peduli masyarakat yang ada di sekitar kita
sehingga pohon-pohon akan mati” jelas Gabriella
“Eh, ngomong-ngomong mau nggak kita menanam bibit baru agar taman ini kembali menjadi
hijau seperti dulu” ajakku kepada yang lain
“Mau sih mau tetapi kan kita cuma bertiga sedangkan taman ini sangat luas dan bibitnya dari
mana aku tidak punya bibit pohon” kata Viola lalu Gabriella menjawab
“Tenang saja kan kita bisa memanggil Chika, Gita, dan yang lainya” lalu aku menjawab
“Tidak perlu memanggil yang lain bertiga saja sudah cukup kalau masalah bibit aku punya
banyak di rumah, kan rumahku dekat dari sini aku mau ngambil bibit dan peralatan lainya
kalian tunggu di sini” kata ku, lalu aku mengambil bibit dan peralatan untuk menanam pohon.

Sesudah aku mengambil bibit dan peralatan menanam aku kembali ke taman setelah itu aku
dan teman-temanku menanam dan memberi pupuk dan terakhir di siram taman pun akan
hijau kembali, tiba-tiba adzan terdengar dari suara masjid lalu aku pun pulang dan teman-
temanku juga pulang, ahh sungguh hari yang menenangkan

I Love Nature
“huh, panas banget hari ini” kata santi seraya mengusap keringat yg mengalir di pelipisnya.
“iya nih, makin hari makin panas aja” tambah Lilis.
“makanya, kita ini harus ngurangin penggunaan gas CFC, dan kalau bisa nggak pakai barang
yang menghasilkan gas CFC!” kataku.
“hah… gas CFC tu apa syel?” Tanya Santi.
“jadi kamu nggak tau gas CFC itu apa? Huuuh makanya kalau pelajaran IPA jangan tidur
mulu!” candaku.
“hehe” Santi hanya nyengir kuda.
“gas CFC itu, gas yang dihasikan dari spray, kulkas dan….” belum selesai Aku bicara, Lilis
udah nyerocos.
“aduuh, masa kita gak boleh pakai spray, padahal kan parfum Aku spray semua, malah ada
10 di rumah, aduh gimana donk.. Aku nggak bisa hidup tanpa parfum” Kata Lilis sedikit
centil.
“lebay kamu” kataku dan Santi serempak.
“eh memang apa hubungannya cuaca akhir-akhir ini makin panas sama gas CFC?” tanya
Santi penasaran.
“ya berhubungan banget lah, gas CFC itu menyebabkan penipisan lapisan ozon, nah ozon itu
sendiri adalah lapisan yang melindungi bumi dari sinar radiasi langsung oleh matahari, kalo
lapisan ozon sudah makin tipis, sinar matahari akan langsung menyinari bumi, tanpa
melewati lapisan ozon. Nah sekarang bayangin kalo hal tersebut terjadi, bisa jadi ikan asin
kita.” Jelasku panjang lebar. Santi dan Lilis hanya manggut-manggut, entah mengerti atau
tidak. Aku hanya tersenyum geli melihat ekspresi mereka berdua.
“eh, jangan cuma manggut-manggut aja kalian berdua, gimana mau apa nggak ngurangin
penggunaan gas CFC?” ajakku.
“menurut Aku, kalo kita cuma ngelakuin hal tersebut bertiga aja, nggak ada hasil yang berarti
bisa di bilang ya percuma” kata Lilis dengan gaya khas centilnya.
“nah setuju banget tuh kata Lilis” Kata Santi.
“eemmm, gimana kalo kita ngajak temen-temen ngurangin penggunaan gas CFC, kita bikin
komunitas yang banyak melakukan kegiatan-kegiatan positif, dan kita bisa manfaatin waktu
kosong tanpa mengganggu jam sekolah, gimana menurut kalian?” kataku.
“wah ide bagus tuh, Aku setuju banget” kata Santi menyetujui saranku.
“iya Aku juga setuju” tambah Lilis.

Kami bertiga pun membentuk komunitas yang dikasih nama I LOVE NATURE. Nama
tersebut sudah disetujui oleh semua anggota. Kami juga nggak ragu menambah anggota baru,
dan siapa pun bisa ikut komunitas ini.
Beberapa bulan berlalu, komunitas ini berkembang sangat pesat. Anggota I LOVE NATURE
sudah ratusan. Namun bukan tanpa halangan, kami banyak menghadapi rintangan dalam
mengembangkan komunitas ini, ada yang menganggapnya gila, aneh dan masih banyak lagi.

Sekarang Aku juga sudah merasakan perubahan yang terjadi di lingkungan ini. Karena
beberapa bulan ini kami banyak melakukan hal positif seperti mengganti parfum spray
dengan parfum yang tidak menghasilkan gas CFC, melakukan reboisasi, serta mengolah
sampah organik menjadi pupuk kompos.

Bahagia sekali dapat melakukan ini semua yang merupakan cita-cita ku sejak kecil, kami pun
tidak akan berhenti sampai disini. Kami akan terus mengembangkan komunitas ini dan lebih
melakukan kegiatan positif serta lebih mencintai lingkungan karena kami “LOVE NATURE”

PANTUN

Api membara karena dikipas Tentulah kawan baik tersayang


Panas menyengat hewan melata Jika pantai bebas pencemaran
Tambang dicari hutan dilibas Tangkapan ikan takkan berkurang
Hasilnya dibagi tidak merata  
  Air mengalir dari hilir
Kalau ingin melanglang buana Melalui sungai, terus ke laut
Jangan memandang fatamorgana Sering juga menyebabkan banjir
Lingkungan rusak dimana-mana Kalau got dan selokannya masih semraut
Kesadaran manusia hanya wacana  
  Banjir dan macet menjadi pemandangan
Kapal berlayar tanpa muatan Semuanya terjadi karena kesalahan
Diiringi music orkes simponi Yang buang sampahnya pada sembarangan
Bumi merana kehabisan hutan Dan kalau jalan suka langgar aturan
Tanam pohon hanya seremoni  
  Biarkan air mengalir terus ke parit
Pasang tenda memakai pasak Parit dan gotnyanya mari bersihkan
Tenda dibangun untuk pajangan Kalao pake air harus selalu irit
Pemerintah sadari lingkungan rusak Sebab berlebihan bisa jadi temennya setan
Tanam pohon buru penghargaan  
  Beli buah ditoko Bedus
Hobinya bikin mainan sawah Jangan lupa membeli belati
Buat ngusir hama tanaman Jika tanah menjadi tandus
Mobilnya sih mahal dan mewah, Bagaikan hidup tiada arti
Buang sampahnya kok sembarangan.
Andaikan ada orang dirindukan

Anda mungkin juga menyukai